• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI. penelitian terdahulu juga penting untuk memperkaya wawasan sehingga dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI. penelitian terdahulu juga penting untuk memperkaya wawasan sehingga dapat"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB 2

KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Untuk memahami bagaimana peran organisasi daerah dalam proses adaptasi mahasiswa-mahasiswi baru, penulis perlu meninjau bagaimana penelitian terdahulu yang relevan. Selain membantu peneliti mendapatkan gambaran permasalahan, penelitian terdahulu juga penting untuk memperkaya wawasan sehingga dapat merumuskan peta pemikiran atas apa yang terjadi atas peran organisasi daerah pada mahasiswa baru di Malang. Penulis memfokuskan pencarian penelitian terdahulu yang mempunyai keterkaitan antara organisasi daerah dan adaptasi mahasiswa-mahasiswi.

Penelitian yang pertama adalah Al-Mahrooqi (2005) yang meneliti masalah adaptasi di tahun pertama mahasiswa di Kesultanan Oman. Penelitian Al-Mahrooqi saat itu bertujuan untuk mengeksplorasi tingkat penyesuaian di antara siswa baru di Universitas Sultan Qaboos. Mahrooqi juga memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian siswa selama tahun pertama dan mengidentifikasi beberapa konsekuensi negatif terkait dengan maladjustment. Akhirnya, sejumlah solusi untuk membantu meningkatkan adaptasi siswa ditawarkan oleh Al-Mahrooqi berupa pentingnya organisasi yang menampung persamaan antar individu.

Penelitian Mahrooqi tersebut menganalisa kesulitan adaptasi yang dialami oleh Mahasiswa asing baru. Relevan dengan penelitian yang akan dilakukan bahwa subjek yang dipilih oleh peneliti adalah Mahasiswa baru dengan objek adaptasi. Selain itu,

(2)

12 temuan atas penelitian ini adalah pentingnya organisasi daerah untuk membantu mahasiswa dalam beradaptasi. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada perbedaan disiplin ilmu. Penelitian Al-Mahrooqi adalah Humaniora, sementara sudut pandang keilmuan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah sosiologis.

Penelitian kedua adalah penelitian Gilang Rayhan Ramadhan Hidayat (2016) berjudul Adaptasi Sosial Antara Mahasiswa Asal Sulawesi Selatan Dengan Masyarakat Di Kota Bandung (Di Wisma Latimodjong Kota Bandung). Hidayat menemukan bahwa Adaptasi sosial mahasiswa-mahasiswa asal Sulawesi Selatan yang tinggal di asrama Latimodjong Bandung berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu terdapat hambatan-hambatan yang dialami mahasiswa asal Sulawesi Selatan yang tinggal di asrama Latimodjong Bandung diantaranya dalam perbedaan latar belakang kebudayaan seperti perbedaan bahasa, logat, karakteristik, dan motivasi dalam diri untuk beradaptasi. Dia juga menemukan tedapat perubahan yang terjadi pada mahasiswa-mahasiswi asal Sulawesi Selatan yang tinggal di asrama Latimodjong Bandung, yaitu perubahan gaya hidup, pola pikir, tata krama, bahasa, dan budaya.

Walaupun begitu mahasiswa asal Sulawesi Selatan tidak meninggalkan kebudayaan asli asal daerahnya.

Penelitian terdahulu ketiga adalah penelitian Monica Septiani (2017) dengan judul “Adaptasi Mahasiswa Papua Di Bandar Lampung (Studi Pada Mahasiswa Asal Papua Di Universitas Lampung)”. Dalam penelitianya, Monica Septiani menemukan bahwa ada beberapa faktor yang memicu mahasiswa Papua untuk melakukan adaptasi di lingkungan Universitas Lampung. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa

(3)

13 terdapat kesulitan dalam adaptasi dalam segi kultural, yaitu bahasa dan logat. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena membantu penulis memahami bahwa ada keterkaitan antara adaptasi mahasiswa dan faktor yang mempengaruhi mahasiswa melakukan adaptasi. Perbedaan penelitian tersebut dengan enelitian yang dilakukan adalah perbedaan displin ilmu. Penelitian Monica Septiani berlandaskan keilmuan ilmu komunikasi.

Ringkas dan jelasnya, relevansi dan tinjauan perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan penulis ringkas dalam tabel berikut;

Tabel 1 Tinjauan terhadap Penelitian Terdahulu Tinjauan Rahma Al-Mahrooqi

(2015).

Gilang Rayhan Ramadhan Hidayat (2016)

Monica Septiani (2017)

Judul Adaptation and first- year university students in the Sultanate of Oman

Adaptasi Sosial Antara Mahasiswa Asal Sulawesi Selatan Dengan Masyarakat Di Kota Bandung (Di Wisma Latimodjong Kota Bandung)

Adaptasi Mahasiswa Papua Di Bandar Lampung (Studi Pada Mahasiswa asal Papua di Universitas Lampung)

Fokus penelitian

Adaptasi mahasiswa baru luar negeri di kesultanan Oman

Mendeskripsikan Adaptasi sosial antara mahasiswa asal Sulawesi Selatan dengan masyarakajat Kota Bandung

Faktor adaptasi, dan bentuk adaptasi Mahasiswa asal Papua di Lampung

Hasil Penelitian

“46% of participants face difficulties in adapting to their new

Mahasiswa-

mahasiswa pendatang cenderung tidak

Sebelum berangkat ke Provinsi Lampung

(4)

14 English-medium

environment and to study requirements at university. The main issues identified for causing these difficulties included low levels of self- esteem and a lack of clear course

information which results in

participants’ limited understanding of the course and its requirements. No gender differences were found across these areas. The paper concludes by offering a number of solutions to ease student adaptation to studying at

university.”

mengalami perubahan yang signifikan baik dalam segi bahasa, logat, perilaku, dan karakter. Fenomena ini khususnya ditemukan di asrama mahasiswa

Latimodjong asal Sulawesi Selatan

mahasiswa asal Papua mengalami anxiety atau kecemasan

faktor yang menjadi alasan mereka untuk tetap berangkat ke Lampung ialah faktor pendidikan, ekonomi, dan psikologis.

Adaptasi yang dilakukan oleh mahasiswa asal Papua ialah meneysuaikan diri dengan lingkungan (autoplastis)

Disiplin Ilmu

Humaniora Sosiologi Ilmu Komunikasi

Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif Kualitatif

Pendekatan Survei Diary Methods Etnografi

Tema Adaptasi Mahasiswa Asing

Adaptasi Mahasiswa Luar Daerah di Bandung

Adaptasi Mahasiswa Luar Daerah di Lampung Objek

Penelitian/

sampling

Mahasiswa/i asing di SQU. Total sampling

Mahasiswa/i Asal Sulawesi Selatan di Bandung. purpossive dan snowball

Mahasiswa/i Papua di Lampung. Purpossive sampling

(5)

15 Alat analisis kunci respons lima

poin skala milik Likert

Mobilitas sosial -Model Komunikasi Gudykunst

Relevansi Penelitian yang dilakukan

-Objek penelitian:

Mahasiswa

-Disiplin Ilmu -Metode penelitian -Objek penelitian:

Mahasiswa -Tema Penelitian

-Metode penelitian -Tema penelitian

Perbedaan dengan Penelitian yang akan dilakukan

-Pendekatan penelitian -Fokus penelitian -Disiplin ilmu -Alat analisis

-Pendekatan -Alat analisis

-Disiplin ilmu -Pendekatan -Alat analisis

Sumber: Dirangkum dari Al-Mahrooqi (2015), (Septiani, 2017) (Hidayat, 2016)

2.2 Adaptasi Mahasiswa-mahasiswi Baru sebagai seorang Migrant

Kajian kultural: dalam hal ini adalah kajian terhadap migrasi dan pertukaran budaya nampak jelas menjadi suatu kajian umum dalam keempat penelitian yang telah penulis jabarkan. Untuk melakukan pemetaan pemikiran, perlu diletakkan dasar bahwa mahasiswa dan mahasiswi baru yang berasal dari daerah lain berarti sedang menjalani adaptasi selayaknya seorang migran. Untuk memahami hal ini, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian migrant dan mengapa mahasiswa dapat disebut migrant. Sembiring (1985: 57-58) menyebut

(6)

16 migrant sebagai sesorang yang melakukan migrasi, sementara migrasi itu dibatasi oleh pengertian bahwa terdapat perpindahan tempat tinggal dari daerah yang ditinggalkan ke daerah yang didatangi. Mahasiswa dalam konteks ini merupakan mahasiswa asal sumatera selatan yang tergabung didalam Jong Sumatera Selatan sehingga mahasiswa tersebut dapat disebut seorang migrant karena telah melakukan perpindahan tempat tinggal dari Sumatera Selatan ke Malang.

Pada titik tersebut, peneliti kemudian dapat menetapkan sudut pandang dari kependudukan berpindah pada sudut pandang sosiologis. Hal ini agar penulis tidak mengalami “kesesatan” berpikir sehingga sudut pandang yang digunakan harus tetap dalam koridor sosiologis. Suatu pendekatan yang dapat dilakukan penulis adalah meninjau terlebih dahulu permasalahan dasar dalam tema yang penulis angkat.

Meninjau dari penelitian terdahulu, terdapat tiga aspek yang saling terkait:

migrasi, migrant, dan adaptasi. Tiga kata ini bergabung dalam satu frasa yaitu mahasiswa perantau. Mahasiswa perantau atau mahasiswa migrant (dalam konteks ini lebih cocok disebut dengan mahasiswa migrant seperti yang disebutkan Soelaiman (1998: 57) tentang migrant) adalah mahasiswa dari luar daerah yang menempuh pendidikan dan otomatis bertempat tinggal didaerah tujuan. Mahasiswa migrant ini melakukan penyesuaian diri pada lingkungan sosial di sekitarnya, yang selanjutnya kita sebut adaptasi.

(7)

17 Mahasiswa-mahasiswi yang tergabung dalam Jong Sumatera Selatan dalam konteks penelitian ini diposisikan sebagai seorang migrant. Tujuannya adalah mengetahui variabel sosial yang dapat terjadi. Oleh karenanya, perlu kajian dari sudut pandang kultural seperti dalam penelitian terdahulu untuk dijadikan acuan dalam menganalisis adaptasi mahasiswa baru dalam organisasi Jong Sumatera Selatan.

Kajian kultural seperti yang dilakukan Al-Mahrooqi (2013: 70-78) yang menemukan bahwa mahasiswa dari luar negeri yang bertempat tinggal di lingkungan Universitas Oman. Sebagai pendatang, banyak hal yang tidak sesuai mulai dari bahasa dan gaya hidup. Disinilah Al-Mahrooqi menyadari bahwa organisasi yang berbasis daerah sangat penting untuk membantu mahasiswa asing beradaptasi berbahasa Inggris. Otomatis juga jika kesamaan kultur daerah asal dapat memberi semacam pengantar terhadap kultur Oman seperti gaya hidup, makanan dan sebagainya.

Garis pembatas yang jelas antara mahasiswa pendatang dan masyarakat lokal disampaikan oleh Hidayat (2016). Dia menyimpulkan bahwa ada aspek intensitas perubahan pada mahasiswa dalam adaptasi sosial. Lambatnya adaptasi mahasiswa asal sulawesi selatan dipengaruhi oleh perbedaan bahasa karena mereka datang dengan kebudayaan asal.

Seperti penelitian yang dilakukan Monica Septiani (2017) dengan judul

“Adaptasi Mahasiswa Papua Di Bandar Lampung (Studi Pada Mahasiswa Asal

(8)

18 Papua Di Universitas Lampung)”. Sudut pandang yang ditetapkan Septiani (2017) adalah mahasiswa papua sebagai seorang pendatang di Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum berangkat ke Provinsi Lampung mahasiswa asal Papua mengalami anxiety atau kecemasan dalam beradaptasi dikarenakan stereotip yang mereka dengar sebelum berangkat ke Provinsi Lampung. Kecemasan akan ketidakamanan, kecemasan akan terjadinya sesuatu yang membahayakan diri. Selama di Lampung, mahasiswa asal Papua juga menemui kesulitan kultural berupa penyesuaian logat.

Sampai pada tahap pemahaman bahwa mahasiswa-mahasiswi secara definitif disebut sebagai migrant yang melakukan adaptasi di lingkungan baru, perlu diketahui terdapat faktor yang mendorong mahasiswa-mahasiswi untuk melakukan migrasi. Dalam hal ini, faktor individual seperti yang disampaikan Septiani (2017) dan Al Mahrooqi (2013), bahwa mahasiswa akan mempertimbangkan pilihan rasional dan kondisi diri terhadap bagaimana bentuk adaptasi yang akan dilakukan dilingkungan baru. Selanjutnya inilah yang menjadi penyebab seorang mahasiswa migrant melakukan adaptasi.

2.3 Faktor-faktor Adaptasi Mahasiswa

2.3.1 Psikologis; Penerimaan Diri, Ekspektasi dan Motivasi

Al-Mahrooqi (2013: 64) menemukan bahwa mahasiswa/i asing yang masuk menjadi pelajar di kesultanan Oman bukan hanya melakukan adaptasi akademis, akan tetapi juga melakukan adaptasi sosial dan adaptasi emosional. Dalam

(9)

19 perjalanan waktu, calon mahasiswa mengalami konflik personal atas konsep diri, tujuan akademis, self esteem atau penghargaan diri, dimana jika hal ini tidak dapat diselesaikan akan menjadi faktor mahasiswa-mahasiswi mengundurkan diri atau dropp out.

Penerimaan diri, pada tingkat dasar, mengacu pada bagaimana orang berpikir tentang diri mereka sendiri (Josephs, Bosson, & Jacobs, 2003 dalam Al- Mahrooqi, 2013). Penerimaan diri khusus berkaitan dengan bagaimana seorang individu memandang dirinya sendiri dalam situasi tertentu seperti di tempat kerja atau di lingkungan akademik. Penerimaan diri secara umum, di sisi lain, adalah penilaian keseluruhan dari diri sendiri. Dalam penelitianya, mahrooqi menemukan bahwa tingkat penerimaan diri umum yang tinggi, terkait dengan kemudahan transisi dari sekolah menengah ke universitas.

Ekspektasi, mendiskusikan tentang kehidupan di universitas tentang harapan yang realistis dan tidak realistis. Kehidupan universitas mempunyai banyak kemungkinan antara dua kemungkinan; lebih banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri atau lebih sedikit kesulitan dalam menyesuaikan diri Murdoch (2006) dalam Al- Mahrooqi (2013: 65). Hal ini juga terikat denga harapan atas penilaian tingkat universitas, tugas, kuliah, dan kehadiran, dan juga dari sifat hubungan baru antar mahasiswa. Kurangnya kesadaran ini, menurut Murdoch, menghasilkan pengalaman yang mirip dengan culture shock bagi banyak siswa saat memasuki universitas. Karena alasan inilah para siswa yang memiliki harapan yang tidak

(10)

20 realistis tentang kehidupan universitas akan mengalami kesulitan paling besar dalam beradaptasi.

Motivasi, seperti yang disebutkan Septiani (2017: 134-135) dalam penelitianya bahwa faktor-faktor psikologis mahasiswa asal Papua beradaptasi dengan kultural Lampung menyangkut keinginan yang sangat besar untuk dapat hidup mandiri dan belajar mengenal lingkungan baru yang belum pernah mereka kenal sebelumnya. Selain itu, besarnya dukungan dari orangtua dan lingkungan sekitar mempengaruhi psikologis mahasiswa asal Papua untuk berangkat ke Provinsi Lampung. Besarnya dukungan tersebut kemudian menjadi suatu acuan bagi mahasiswa asal Papua untuk menempuh pendidikannya di Universitas Lampung.

Selain penemuan Al-Mahrooqi (2013) tentang motivasi psikologis diatas, Septiani (2017: 134-135) menyebutkan faktor psikologis atas dasar pendidikan dan ekonomi yang menjadi alasan mahasiswa Papua untuk tetap berangkat ke Lampung.

Faktor tersebut adalah faktor pendidikan dan ekonomi, dimana mahasiswa Papua mempunyai keinginan yang kuat untuk belajar. Sedangkan mereka memilih Lampung untuk menjadi tujuan migrasi karena biaya pendidikan dan biaya hidup yang dikeluarkan lebih murah.

2.3.2 Gender

Jenis kelamin sering dianggap sebagai faktor yang berpengaruh dalam beradaptasi dalam Universitas, mahrooqi (2013) menemukan bahwa siswa perempuan lebih mungkin mengalami kesulitan dalam beradaptasi ke universitas.

(11)

21 Hal ini karena terdapat perbedaan akan keterlibatan kegiatan kampus termasuk klub dan perkumpulan.

Mahrooqi (2013: 65) memberi contoh bahwasanya siswi etnis Cina yang belajar di luar negeri sering merasa dihambat oleh peran gender tradisional dan bahwa mereka tidak "sepenuhnya diterima" di lingkungan baru mereka, sementara siswa laki-laki adalah kecil kemungkinannya mengalami bentuk-bentuk tekanan sosial dan emosional ini. Oleh karena itu, siswa laki-laki menghadapi lebih sedikit masalah dalam menyesuaikan diri dengan universitas. Akan tetapi, terdapat fakta yang mengejutkan bahwa siswa perempuan dapat lebih baik dalam beradaptasi dengan kehidupan universitas daripada laki-laki. Hal ini terkait juga dengan psikologis wanita yang lebih stabil dan secara kedewasaan lebih cepat mencapai dewasa daripada laki-laki.

2.3.3 Sosio-Kultural dan Penerimaan Masyarakat terhadap Mahasiswa Migrant

Konsep ini diketahui dari ketiga penelitian yang ditinjau oleh penulis. Al- Mahrooqi (2015: 79) mengutarakan bahwa penerimaan dalam lingkungan Oman atas mahasiswa asing membuat mahasiswa asing tidak perlu memaksakan diri mengikuti kursus Bahasa Inggris tambahan selain yang disediakan Universitas.

Keterbatasan bahasa mereka dianggap normal sehingga lingkungan sosial tidak memberi tekanan untuk beradaptasi secara maksimal. Ketika berinteraksi dalam kelas, mereka juga tidak terlalu mempersoalkan keterbatasan mereka. Pilihan

(12)

22 rasional mereka fokus bukan pada adaptasi itu sendiri tetapi bagaimana mereka meningkatkan keahlian studi.

Dibandingkan dengan penelitian Al-Mahrooqi (2015), penelitian Septiani (2017) lebih menyatakan bahwa penerimaan yang bersifat negatif pada mahasiswa asal Papua membuat mahasiswa Papua harus memahami bahasa lokal dan logat masyarakat lampung agar dapat berinteraksi secara nornal dan dapat diterima oleh masyarakat sekitar.

Sementara penelitian Hidayat (2016) menemukan bahwa iklim sosial yang sangat berbeda antara daerah asal membuat mahasiswa asal Sulawesi Selatan yang tinggal di Wisma Latimodjong Kota Bandung mengalami hambatan-hambatan diantaranya dalam perbedaan latar belakang kebudayaan seperti perbedaan bahasa, dan logat. Perbedaan karakteristik: keras dan tidak menuntut mahasiswa merubah gaya hidup, pola pikir, bahkan mempelajari tata krama dan budaya

2.4 Bentuk-bentuk adaptasi Mahasiswa Baru

Berdasar pada penelitian terdahulu, dapat dikemas bentuk adaptasi yang dilakukan mahasiswa. Dalam sudut pandang sosial, kebanyakan penelitian yang penulis jadikan acuan kurang mendalam dalam menganalisis proses adaptasi.

2.4.1 Menyesuaikan Diri dengan Kultur Setempat; interaksi sosial dan aktifitas sosial

Penemuan Septiani (2017) menyatakan bahwa pada awal migrasinya di Lampung mereka masih mengalami anxiety dan sempat mengalami tindakan bully-

(13)

23 ing (name-callings) oleh mahasiswa lainnya. Sedangkan masalah yang mereka alami pada awal migrasi ialah memahami bahasa daerah dan logat Lampung yang sangat khas seperti geh, kan, dan lainnya. Tindakan mengerti situasi dan lingkungan baru ini adalah bentuk adaptasi mahasiswa Papua yang dilakukan dengan melakukan penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.

Bentuk adaptasi yang diambil mahasiswa asal Papua adalah penyesuaian logat. Hal ini menjadi suatu solusi bagi mereka untuk mengatasi masalah pembulian dan labelling. Tujuannya adalah agar mahasiswa asal Papua dapat berinteraksi dengan

cara interaksi masyarakat Lampung, sehingga keberadaan mereka tetap diterima di Lampung.

Interaksi sosial dalam hal ini menjadi bentuk adaptasi sosial seperti yang diuraikan Hidayat (2016). Adaptasi yang dilakukan mahasiswa asal Sulawesi Selatan terhadap interaksi sosial adalah dengan menyesuaikan gaya berinteraksi.

Mahasiswa asal lampung tidak bisa begitu saja menolak penerimaan dan keramahan masyarakat Manado. Langkah yang diambil mahasiswa asal Sulawesi Selatan adalah ikut serta dalam aktifitas sosial di Manado, seperti kerja bakti dan gotong royong.

2.4.2 Tindakan adaptasi dengan Mengabaikan Gangguan

Bentuk adaptasi mahasiswa papua dalam temuan Septiani (2017) selain menyamakan logat adalah dengan mengabaikan ejekan atas dirinya. Mahasiswa Papua di Universitas Lampung mencoba mengerti situasi dan kondisi lingkungan barunya, demi tujuan awal untuk menempuh pendidikan.

(14)

24 Al-Mahrooqi (2013: 79-80) menemukan bahwa mahasiswa asing di kesultanan Oman tidak berusaha untuk meningkatkan kemampuan berbahasa inggris meskipun kemampuan ini dibutuhkan dalam presentasi kelas, komunikasi dan karir. Dengan kata lain, mahasiswa asing di kesultanan Oman tidak memperdulikan kesulitan berbahasa inggris, dimana mereka memilih untuk meningkatkan kemampuan matematika dan komputer daripada meningkatkan skill berbahasa inggris. SQU’s English language Foundation Program dinilai tidak berdampak pada kemampuan berbahasa inggris mereka.

2.5 Organisasi Sosial

Manusia modern adalah manusia organisasi, yaitu manusia yang mempunyai kemauan, kemampuan untuk bekerjasama dalam suatu wadah yang disebut organisasi.

Manusia mulai sadar, hanya melalui kerjasama di dalam organisasi, dia akan memperoleh hasil karya yang efektif dan efisien, karena itu manusia sangat membutuhkan organisasi. Tuntutan akan kehadiran organisasi bukan sekedar merupakan tuntutan kelompok atau yang kebetulan bersedia diakomodasi dalam suatu wadah, tetapi tuntutan atas kehadiran organisasi itu datang dari masyarakat umum juga.

Kerangka sosiologi sebagai ilmu tentang masyarakat menunjukkan bahwa setiap masyarakat sangat memerlukan kehadiran pelbagai bentuk-bentuk organisasi dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Hasmira & Sylvia, 2006: 1-2).

Pada saat sekarang perkembangan studi sosiologi semakin menarik dengan perkembangan bidangbidang kajian lain, termasuk sosiologi organisasi. Pada awal perkembangannnya, pandangan klasik membatasi ruang lingkup kajian sosiologi

(15)

25 organisasi pada kajian tentang kedudukan organisasi dalam masyarakat. Namun dalam perkembangannya, pandangan itu bergeser, sosiologi organisasi memperhatikan pula struktur dan dinamika interaksi social antar pribadi dalam organisasi formal. Atau pemberfungsian suatu struktur dalam system social yang diwakili secara relative oleh pola-pola perilaku anggota yang terlibat dalam suatu organisasi.

Pola-pola perilaku itu muncul dari interaksi sosial antar pribadi dalam organisasi maupun dengan pribadi-pribadi di lunar lingkungan organisasi. Meskipun banyak buku hanya menyajikan sosiologi organisasi formal, namun dalam mata kuliah ini juga memperkenalkan bentuk lain dari organisasi seperti organisasi informal atau kelompok social lainnya. Unit kajian yang bisa dikaji pada sosiologi organisasi formal adalah (Hasmira & Sylvia, 2006: 3) :

1. Individu, mengkaji motivasi pribadi, produktivitas individu, sasaran pribadi, dan kemampuan pribadi untuk beradaptasi

2. Hubungan antar pribadi dalam kelompok kerja, seperti insentif untuk kelompok kerja, hasil kerja kelompok, sasaran kelompok kerja dan system sanksi terhadap kelompok, fleksibilitas kerja

3. Organisasi besar, melihat pada komitmen terhadap organisasi, efektivitas organisasi, sasaran organisasi dan kemampuan organisasi untuk beradaptasi

(16)

26 2.6 Kerangka Teori

2.6.1 Bentuk Adaptasi menurut Merton

Identifikasi bentuk-bentuk adaptasi menurut Merton (1968) yaitu:

a. Adaptasi konformitas (conformity). Pada cara adaptasi ini perilaku seseorang mengikuti cara dan tujuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat.

b. Kedua, adaptasi inovasi (innovation) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat, akan tetapi ia memakai cara yang dilarang oleh masyarakat.

c. Ketiga, adaptasi ritualisme (ritualism). Cara adaptasi ini seseorang tidak mengikuti tujuan yang telah ditetapkan masyarakat, tapi tetap menggunakan cara yang ditetapkan masyarakat

d. Keempat adaptasi retreatisme (retreatism). Bentu adaptasi ini seseorang tidak mengikuti cara dan tujuan yang telah ditetapkan masyarakat.

e. Kelima adaptasi pemberontakan (rebellion). Pada bentuk adaptasi terakhir ini orang tidak lagi mengakui struktur social yang ada dan berupaya menciptakan struktur social yang baru. Tujuan budaya yang ada dianggap sebagai penghalang bagi tujuan yang didambakan.

Demikian pula dengan cara yang ada untuk mencapai tujuan tersebut tidak diakui (Merton, 1968: 185-214).

(17)

27 2.6.2 Analisis Teori Struktural Fungsional Robert K. Merton

Model struktur fungsional dari sudut pandang Robert K. Merton menjelaskan bahwa analisis struktural memusatkan perhatian pada kelompok sosial, organisasi, masyarakat dan kebudayaan. obyek apapun yang dapat dianalisis secara struktural fungsional harus mempresentasikan unsur-unsur standar (yaitu yang terpola dan berulang). Ia menyebut hal tersebut sebagai peran sosial, pola-pola institutional, proses sosial, pola-pola kultural, emosi yang terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, dan alat kontrol sosial.

Teori fungsionalisme struktural memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang teratur yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain, di mana bagian yang satu tidak bisa berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Bila terjadi perubahan pada satu bagian akan menyebabkan ketidak seimbangan atau ketidaksesuaian dan dapat menyebabkan perubahan pada bagian lainnnya.

Masyarakat mempunyai kecenderungan kearah keseimbangan, yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang.

Perubahan sosial akan mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun tidak lama kemudian terjadi keseimbangan baru (Horton dan Hunt, 1993: 18).

Teori ini berpandangan bahwa masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi memiliki peran masing-masing, peran yang bekerja adalah demi berfungsinya pada bagian-bagian yang lain. Sebagaimana analogi umum yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai “organ” yang bekerja demi berfungsinya seluruh “badan” secara wajar . Teori fungsionalisme struktural

(18)

28 Robert K. Merton adalah menekankan kepada keteraturan(order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifes dan keseimbangan (equilibrium). Menurut teori ini bahwa masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.

Masyarakat terdiri dari kumpulan individu-individu yang membentuk kelompok sosial, organisasi, dan lembaga institusi tiada lain yaitu untuk mencapai keseimbangan sosial.

(Oktafiya, 2016: 42).

Menurut Robert K. Merton fungsi adalah akibat yang dapat diamati yang dapat menuju adaptasi atau penyesuaian diri dalam suatu sistem. Lembaga masyarakat merupakan bagian dari sistem sosial bangsa yang dapat diamati oleh warga. Lembaga masyarakat yang dari dulu sampai sekarang telah menjadi kaca pembesar di dunia sosial, tentunya bagi warga harus bisa bertindak dan menjalaninya sesuai dengan fungsinya. Oleh karena fungsi menurut Robert K. Merton akan terdapat bias ideologis atau terjadi kecenderungan memihak ketika orang hanya memusatkan perhatiannya pada sebab-sebab positif, namun perlu diketahui bahwa suatu fakta sosial dapat mengandung sebab negatif bagi fakta sosial lainnya. Hal ini menurut Robert K. Merton dipandang sebagai suatu kelemahan serius atau ketidakcocokan dalam teori fungsionalisme struktural, maka Robert K. Merton mengajukan pula suatu konsep yang disebutnya sebagai disfungsi (Ritzer & Goodman, 2001: 141).

Disfungsi ini merupakan salah salah satu cara untuk memperbaiki dan menutupi kelemahan dalam teori fungsionalisme struktural. Merton mengungkapkan gagasannya

(19)

29 tentang disfungsi, yang didefinisikan sebagai sebab negatif yang muncul dalam penyesuaian sebuah sistem. Merton juga memperkenalkan konsep fungsi manifes dan fungsi laten. Kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi analisis fungsional.

Menurut pengertian sederhana, fungsi manifes adalah fungsi yang diharapkan (intended) ,sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak diharapkan (non intended) (Ritzer & Goodman, 2001: 142).

Sebagai contoh peran sistem masyarakat terhadap peningkatan keilmuan sosialnya entah keilmuan yang bersifat religi ataupun yang bersifat umum dan dapat mensejahterakan masyarakat, tetapi juga terkandung fungsi yang tersembunyi, sistem masyarakat yang dulunya merupakan lembaga sosial masyarakat yang dikenal dengan fanatik.Pemikiran ini dapat dihubungkan dengan konsep Robert K. Merton yakni akibat yang tidak diharapkan (unanticipated consequences).

Tindakan pastinya akan mempunyai akibat yang serius, entah itu adalah akibat yang diharapkan ataupun akibat yang tidak diharapkan, meskipun bahwa mereka menyadari akan berakibat pada hal yang tidak diharapkan atau entahlah. Berbicara tentang pendekatan struktural fungsional. Masyarakat memiliki banyak keanekaragaman, fungsi keanekaragaman ini dapat dilihat dalam struktur sosial masyarakat. Struktur sosial merupakan serangkaian hubungan sosial yang teratur yang mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan satu atau dengan lain cara8suatu struktur dalam sistem sosial akan berlaku fungsional bagi yang lainnya, namun sebaliknya jika struktur dalam sistem sosial sudah tidak menjadi fungsional lagi tentunya struktur ini akan tiada dengan sendirinya. Teori ini melihat dari suatu

(20)

30 sumbangan atau peristiwa. Istilah struktur sosial digunakan sebagai pandangan dan penjelasan umum untuk menggambarkan sebuah identitas atau kelompok masyarakat yang berhubungan satu sama lain, yaitu pola yang relatif dan hubungannya didalam sistem sosial,atau kepada isntitusi sosial dan norma-norma menjadikan penting dalam sistem sosial tersebut sebagai landasan masyarakat untuk berperilaku dalam sistem sosial tersebut. Masyarakat yang ada saat ini yaitu memiliki tujuan dan keperluan tertentu untuk memenuhi kehendaknya (Ritzer, 2012: 27).

Masyarakat atau kelompok sosial tercipta tentunya berangkat dari pengharapan besar yang tertanam dalam diri individu secara khusus, kelompok sosial secara umum.

Mereka dalam masyarakat dapat membuktikan perkembangannya melalui realita sosial yang merupakan hasil olahan secara bersama (tujuan) maupun muncul dari individu itu sendiri.

(21)

31 2.6.3 Peta Konsep Teoritis

Adaptasi Migran (Definisi Konsep)

Adaptasi Mahasiswa Baru

(Definisi Operasional)

Proses adaptasi Mahasiswa Baru Anggota Jong

Sumatera Selatan (Definisi Kontekstual)

Faktor Psikologis

Proses adaptasi dg Pendekatan Fenomenologis

Intersubjektifitas Subjektifitas

Faktor Sosio- kultural

Faktor –Faktor Perubahan yang Memicu Adaptasi

Kebudayaan Sumatera Selatan

Kebudayaan Kota Malang Motivasi

Ekspektasi

Penerimaan diri

Jong Sebagai Kontrol Sosial

Adaptasi Mahasiswa Baru Fungsi Manifest

Disfungsi Jong Menjadi Alasan

Mahasiswa Absen Perkuliahan

Kegagalan Mahasiswa Beradaptasi dalam Jong

Fungsi Laten

Gambar

Tabel 1 Tinjauan terhadap Penelitian Terdahulu  Tinjauan  Rahma Al-Mahrooqi

Referensi

Dokumen terkait

anom_omar@yahoo.com 30 A L QU RA N • Sumber dan rujukan utama dalam hidup manusia • Mengandungi segala aspek kehidupan manusia • Tiada kelemahan dan kekurangan

Masalah yang ada dalam mengevaluasi siswa terbaik adalah belum menggunakan metode yang dapat menentukan prioritas dari banyak kriteria dan belum adanya pembobotan untuk

Konsep kepentingan nasional digunakan untuk mengungkap sejauh mana Jepang dapat mencapai kepentingan nasionalnya, yang dalam hal ini terkait dengan pencapaian economic

ini untuk mengetahui hubungan lama dan posisi duduk dengan keluhan nyeri punggung bawah pada penjahit baju di Pasar Sentral Polewali Dan Pasar Wonomulyo Kabupaten Polewali

Hari Jam Mata Praktikum Prodi/smstr Dosen Pengampu Asisten Senin 11.10 -12.50 Pend.. Tristin mutiara rosari Kereaktifan & Mekanisme Reaksi Organik Kereaktifan &

Implementasi IDS pada server menggunakan jejaring sosial (facebook, twitter, dan whatsapp) sebagai media notifikasi memudahkan administrator dalam mengidentifikasi

M embaca merupakan salah satu kemampuan dasar yang perlu di miliki siswa untuk dapat memasuki dunia belajar. Keberhasilan membaca pada siswa sekolah dasar ikut

Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview Hasil dari studi evidence base ini menggambarkan bahwa persepsi perawat tentang faktor yang meningkatkan