• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

SEKAR FEBIOLA PUTRI 11170440000053

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H/ 2021 M

(2)

i

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR MELALUI

PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN

(Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Sekar Febiola Putri 11170440000053

Di Bawah Bimbingan

Dr. Syahrul Adam. M.Ag NIP. 19730504200031002

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H/ 2021 M

(3)

ii

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang ditujukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua narasumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketetuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Juni 2021

Sekar Febiola Putri NIM 11170440000053

(4)

iii ABSTRAK

Sekar Febiola Putri NIM 11170440000053. KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR MELALUI PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (STUDI TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2019).

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan sejauh mana penerapan kebijakan pemerintah kota Bogor berupa Perda Bogor Nomor 1 Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode empiris dan menggunakan pendekatan normatif-empiris. Teknik pengumpulan data adalah dengan melakukan wawancara dan dokumen dengan memperoleh informasi untuk mendapatkan data dari hasil penelitian. Serta metode analisis yang digunakan adalah deskriptif analisis.

Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa latar belakang diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 adalah untuk memberikan perlindungan dan meminimalisir permasalahan keluarga di kota Bogor. Serta dapat diketahui bahwa penerapan kebijakan Perda Bogor tersebut belum terlaksana secara optimal. Dikarenakan tujuan diterbitkannya kebijakan tersebut yaitu meminimalisir permasalahan keluarga belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya angka perceraian di kota Bogor pada tahun 2018-2021 perbulan juni. Serta data tahun 2021 perbulan juni menunjukan lebih dari 50% angka perceraian pada tahun 2020. Selain itu, belum terbitnya peraturan wali kota yang memfokuskan sosialisasi kepada masyarakat juga menjadi faktor yang menyebabkan tujuan dari kebijakan tersebut belum terlaksana. Karena, untuk mewujudkan tujuan kebijakan tersebut diperlukan peraturan wali kota yang dapat mensosialisasikan Perda ini lebih jauh lagi kepada masyarakat dengan harapan permasalahan keluarga dapat diminimalisir, dengan begitu ketahanan keluarga akan tercipta dan tingginya angka perceraian yang terjadi di kota Bogor dapat ditekan.

Kata Kunci : Peraturan Daerah, Ketahanan Keluarga, Perceraian, PA Bogor, BAPPEDA, Kota Bogor

Pembimbing : Dr. Syahrul Adam, M.Ag Daftar Pustaka : 1974 s.d 2020

(5)

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini digunakan untuk beberapa istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata dalam bahasa Indonesia atau lingkup penggunaannya masih terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Arab Latin Arab Latin

A Th

B Zh

T ع

Ts Gh

J F

H Q

Kh K

D L

Dz M

R N

Z W

S H

Sy ء

ص Sh Y

Dl

b. Vokal

Dalam Bahasa Arab, Vokal sama seperti Bahasa Indonesia, memiliki vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut.

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin

(6)

v

ﹷ a

(Fathah)

ﹻ i

(Kasrah)

ﹹ u

(Dhammah) c. Vokal Panjang (madd) dan Vokal Rangkap (Diftong)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, sedangkan ketentuan alih aksara vokal rangkap atau diftong, dilambagkan dengan ketentuan alih aksaranya sebagai berikut.

Arab Latin Arab Latin

آ â (a panjang) و ا َ Aw

اي î (i panjang) ي ا َ Ay

اُو û (u panjang) d. Kata Sandang

Kata sandang, dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan lam (لا), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah atau huruf qamariyyah, misalnya:

داهتجلإا = al-ijtihâd

ةصخرلا = al-rukhshah, bukan ar-rukhsah e. Tasydid (Syaddah)

Dalam alih aksara, tasydid atau syaddah dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

ةعفشلا = al- syuf’ah, tidak ditulis asy-syuf’ah

f. Ta Marbûthah

(7)

vi

Jika Ta Marbuthah terdapat pada kata yang berdiri sendiri atau diikuti oleh kata sifat (na’at), maka Ta Marbuthah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika Ta Marbuthah diikuti dengan kata benda (ism) maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t” (te). Misalkan:

No Kata Arab Alih Aksara

1 ةعيرش Syarî’ah

2 ةّيملاسلإا ةعيرشلا Al-Syarî’ah Al-Islâmiyyah 3 بهاذملا ةنراقم Muqâranat al-madzâhib

g. Ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Huruf kapital tidak dikenal dalam tulisan Arab. Tetapi dalam transliterasi huruf ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Disempurnakan (EYD). Perlu diketahui bahwa jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: يراخبلا = al-Bukhâri, tidak ditulis Al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kata nama tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Din al-Rânîri.

h. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas.

No Kata Arab Alih Aksara

1 تاروظحملا حيبت ةرورضلا al-dharûrah tubîhu al-mahdzûrat

(8)

vii

2 ي ملاسلإا داصتقلاا al-iqtishad al-islâmî

3 هقفلا لوصأ ushûl al-fiqh

4 ة حابلإا ءايشلأا يف لصلأا al-ashl fî al-asyyâ` al-ibâhah 4 ةلسرملا ةحلصملا al-mashlahah al-mursalah

(9)

viii

KATA PENGANTAR

ميِحهرلا ِنَْحْهرلا ِهللَّا ِمْسِب

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.

Karena berkat rahmat serta taufik dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Kota Bogor Melalui Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019)” ini dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Juga kepada para keluarga, sahabat serta umatnya yang senantiasa mengikuti jejak langkahnya hingga yaumul akhir nanti, amin.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1). Maka dengan selesainya penyusunan skripsi yang penulis buat, sudah sepatutnya penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada para pihak.

Dengan iringan doa dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada para pihak yang turut membantu, terkhusus untuk yang penulis sayangi kedua orang tua penulis, yang selalu mendukung, membimbing, serta mendoakan penulis tanpa henti. Berkorban waktu serta tenaga untuk kebahagiaan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini, yaitu Bapak Dwi Harto Sutoto dan Ibu Elyaningsih Suryani.

Juga kepada adik-adik penulis yaitu Muhammad Haidar Abiyyu Putra dan Khansa Tsabitah Sakha Putri, yang selalu memberikan warna di hidup penulis serta memberikan support kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa juga penulis menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Amany B. Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

(10)

ix

2. Dr. Tholabi Kharlie, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

3. Dr. Mesraini, M.Ag., dan Ahmad Chairul Hadi, M.A. yang masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga yang telah memberikan suntikan semangat, arahan serta bimbingan selama ini, semoga Allah SWT. Memberikan kesehatan serta kebahagiaan.

4. Dr. Syahrul Adam, M. Ag selaku dosen pembimbing dan juga sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan sabar dan tulus meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, koreksi, mendidik, nasihat, dan arahan yang sangat membantu penulis dalam penulisan menyelesaikan skripsi ini.

5. Dr. Hj. Zaitunah Subhan selaku dosen penasihat akademik yang senantiasa membimbing penulis hingga semester akhir.

6. Seluruh Staf Pengajar/Para Dosen dan jajaran Kepala Bagian Umum, khususnya di lingkungan Program Studi Hukum Keluarga dan umumnnya lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing, mengarahkan, menasehati, dan memberikan ilmu-ilmu dalam perkuliahan sehingga penulis mampu di penghujung perkuliahan untuk menulis skripsi ini.

7. Bapak Agus Yuspian, S.Ag., M.H sebagai Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A yang telah menyempatkan waktunya di tengah-tengah kesibukan sehingga penulis dapat permohonan data, semoga Allah SWT.

Memberikan kesehatan serta kebahagiaan.

8. Bapak Arif Wicaksono, S.P., M.Si., Ph.D sebagai Kasubid Penelitian dan Pengembangan Sosial Budaya dan Pemerintahan yang telah menyempatkan waktunya sehingga penulis dapat melakukan wawancara dan permohonan data, semoga Allah SWT memberikan kesehatan serta kebahagiaan.

9. Galih Nata Permana, SH. Sebagai partner terbaik penulis, yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi dan menemani penulis dari awal hingga akhir

(11)

x

penulisan skripsi ini, semoga Allah SWT. Memberikan kebahagiaan serta kelancaran dalam setiap urusannya.

10. Ilham Ramdhani Rahmat, SH. Selaku senior terbaik penulis yang senantiasa memberikan masukan, bimbingan serta motivasi kepada penulis dari awal penulisan skripsi hingga akhir. Semoga Allah SWT. Membalas semua kebaikannya.

11. Kepada sahabat-sahabat terbaik “KKN DESA PENARI” yang penulis sayangi dan banggakan Nida Wahyu Eriyanti, Yovesca Ripti Armelia, Siti Salmah Hasbullah, Sandy Ardiansyah, Muhammad Fadlan Sudrajat dan Syahzinda Mahdy Salahuddin, yang senantiasa memberikan dukungan, kehangatan, serta dorongan kepada penulis, juga memberikan kenangan-kenangan indah selama kuliah, semoga Allah SWT. Memberikan kesehatan dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi.

12. Kepada kawan-kawan terbaik penulis Imam Bukhori, Fuad, Erwin, Arzicha Putty, Triva Arriva, Fauziyah, dan kawan-kawan terbaik lainnya serta HK Boom terima kasih atas rangkulan dan kenangannya, dan Hukum Keluarga 2017 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

13. Kepada kakak-kakak dan adik-adik Islamic Astronomy Student Council (IASC), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum (Komfaksy), teman-teman KKN Baja Empire 039, HMPS Hukum Keluarga 2018 & 2019, dan seluruh organisasi-organisasi yang pernah saya geluti, terimakasih atas sgala pengalaman terbaiknya.

14. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu, memotivasi, memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik moril maupun materil, terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan, semoga Allah SWT. Membalas semua kebaikan kalian dengan berlipat ganda, amiin.

15. Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believing in me, For doing all this hard work, For having no days off, For never quitting, and for just being me at all the time.

(12)

xi

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini jauh dari kata sempurna, tidak lupu dari kesalahan maupun kekurangan. Maka dari itu, penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan di masa yang akan datang.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak orang, dan dapat dipahami bagi yang membacanya. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, semoga segala bantuan dan dorongan banyak pihak mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin ya rabbal alamiin

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 16 Juni 2021

Sekar Febiola Putri Penulis

(13)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 5

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 5

3. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 6

E. Metode Penelitian ... 8

1. Pendekatan Penelitian ... 8

2. Jenis Penelitian ... 8

3. Sumber Data ... 8

4. Teknik Pengumpulan Data ... 9

5. Metode Analisis Data ... 9

6. Teknik Penulisan ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II ... 13

PERCERAIAN DI KOTA BOGOR DAN KETAHANAN KELUARGA ... 13

A. Gambaran Umum Tentang Perceraian ... 13

B. Dasar Hukum Perceraian ... 16

C. Rukun dan Syarat Perceraian ... 19

(14)

xiii

D. Alasan Perceraian ... 21

E. Kondisi Perceraian Di Kota Bogor ... 23

1. Perceraian Dalam Angka ... 24

2. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Kota Bogor ... 25

F. Ketahanan Keluarga ... 31

BAB III ... 43

KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK DAN PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2019 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA ... 43

A. Teori Implementasi Kebijakan ... 43

B. Konsep Kebijakan Publik ... 48

C. Proses Evaluasi Kebijakan Publik ... 52

D. Gambaran Umum Peraturan Daerah Kota Bogor No. 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga ... 55

E. Tujuan dan Ruang Lingkup Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 ... 60

BAB IV ... 56

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR MELALUI PENYELENGGARAAN PEMBANGUNANKETAHANAN KELUARGA DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN ... 56

A. Latar Belakang Pembentukan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga ... 56

B. Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga Dalam Menekan Angka Perceraian ... 60

BAB V ... 76

PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran-saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 85

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan kebutuhan hidup manusia sejak zaman dahulu, sekarang, dan masa yang akan datang. Islam memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kuat (Mitsaqan ghaliza).1 Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Islam begitu menghendaki kepada semua pasangan yang telah melakukan akad perkawinan untuk senantiasa memenuhi tujuan dari perkawinan itu sendiri, yaitu untuk senantiasa mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang. Hal ini tertulis dalam Kitab Suci Al-Quran, yaitu Surat ar-Rum (30) ayat 21, yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menemukan ketenangan padanya dan menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Pada ayat di atas dijelaskan bahwa untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup berkeluarga bersama suami dan istri itu tidak mungkin didapatkan, kecuali dengan jalur perkawinan. Artinya, dalam menyalurkan nafsu syahwat untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia bisa saja ditempuh melalui jalur luar perkawinan, akan tetapi ketenangan dan kasih sayang dalam berkeluarga didapat melalui proses ‘janji suci’ atau akad perkawinan yang sah.2

1 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 127

2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), Cet. Kelima, h.47

(16)

Ketahanan keluarga merupakan alat untuk mengukur pencapaian keluarga dalam melaksanakan peran, fungsi dan tanggungjawabnya dalam mewujudkan kesejahtraan anggota keluarga. Tingkat ketahanan keluarga ditentukan oleh perilaku individu juga masyarakat. Individu dan keluarga yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ketahanan keluarga yang baik, akan mampu bertahan dengan perubahan struktur, fungsi dan peranan keluarga yang berubah sesuai dengan perkembangan teknologi informasi serta komunikasi. Individu dan keluarga yang mampu bertahan dengan perubahan lingkungan, berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat.3

Konflik-konflik yang ada dalam rumah tangga, yakni antara suami dan istri tentu bermuara pada status keluarga mereka. Penguatan ketahanan keluarga sangat diperlukan oleh keluarga dalam upaya menghadapi permasalahan-permasalahan sosial yang timbul di masyarakat, salah satunya adalah perceraian. Ketahanan keluarga merupakan gambaran kemampuan dan kesanggupan sebuah keluarga dalam memenuhi segala kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan dasar sebuah keluarga.4

Berkaitan dengan perceraian, Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 mengatur warga negaranya mengenai ketentuan perkawinan dan perceraian. Hal ini dapat kita temukan pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Diharapkan dengan adanya Undang-Undang ini maka prosedur perceraian diperketat dan mengharuskan perceraian dilakukan di meja pengadilan.

Dengan adanya sistem perceraian di pengadilan, maka seorang suami istri tidak

3 Mujahidatul Musfiroh, dkk. “Analisis Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di Kampung KB RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta”, Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya, Vol.7, No.2, (2019), h. 62

4 Mujahidatul Musfiroh, dkk. Analisis Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di Kampung KB RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta, h. 61

(17)

dapat menceraikan dengan sepihak. Namun diwajibkan untuk ditempuh melalui Pengadilan setempat.5

Kehidupan dalam berumah tangga tidak selalu berjalan dengan baik, terkadang muncul sebuah permasalahan yang berujung kepada perceraian.

Maka sangat dibutuhkan adanya suatu kebijakan-kebijakan yang mempunyai dampak besar pada keutuhan dan ketahanan keluarga yang dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut sebagai upaya preventif dalam meminimalisir angka perceraian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan kualitas keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik material dan mental spiritual secara seimbang sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga secara optimal menuju keluarga sejahtera.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, Psda tahun 2018 Pengadilan Agama kota Bogor telah memutus perceraian sebanyak 1764 kasus, tahun 2019 sebanyak 1836, tahun 2020 sebanyak 1751 kasus perceraian dan tahun 2021 perbulan juni Pengadilan Agama Bogor telah memutus 909 kasus perceraian.6 Pemerintah Kota Bogor merupakan salah satu pemerintah tingkat kota yang mengusung visi menjadi kota keluarga. Pemerintah Kota Bogor menggarisbawahi agenda yang dilakukannya adalah untuk memastikan seluruh rencana kegiatan pembangunan mengacu kepada ketahanan keluarga, Penguatan fungsi keluarga sebagai faktor yang utama.7

Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam penyelenggaran pembangunan ketahanan keluarga, diharapkan mampu untuk meningkatkan

5 Fachrina, Sri Meyenti, Maihasni, “Upaya Pemerintah Dalam Pencegahan Perceraian Melalui Lembaga BP4 Dan Mediasi Pengadilan Agama”, Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora, Vol. 7, No. 2, (2017). h. 276.

6 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan Agama Bogor)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada hari Minggu, 20 September 2020

7 Humas Setdakot Bogor, “Wali Kota Bogor minta konsistensi seluruh jajaran untuk program ketahanan keluarga”, https://megapolitan.antaranews.com/berita/63427/wali-kota-bogor- minta-konsistensi-seluruh-jajaran-untuk-program-ketahanan-keluarga diakses pada hari Selasa, 22 September

(18)

kesejahteraan dan kemandirian keluarga. Ketahanan keluarga menjadi tolak ukur kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar dan kemampuan keluarga untuk melakukan kegiatan yang produktif. Kota Bogor sebagai kota ramah keluarga, alasannya ketahanan keluarga dianggap menjadi salah satu indikator kota yang baik dan nyaman bagi masyarakat. Menjadikan Kota Bogor sebagai kota ramah dan layak keluarga merupakan fokus utama dalam meningkatkan ketahanan keluarga.8

Langkah pemerintah kota Bogor dalam menerbitkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga bertujuan untuk meminimalisir permasalahan sosial yang terjadi di kota Bogor, salah satunya adalah permasalahan perceraian.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mencoba mengungkap masalah-masalah tersebut, sehingga penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut, dan analisis data perceraian tersebut berdasarkan data yang ada di Pengadilan Agama Bogor. Dengan demikian, penulis mengangkat judul yaitu: “Kebijakan Pemerintah Kota Bogor Melalui Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019)”.

8 Vento Saudale, “Bima Arya Targetkan Bogor Sebagai Kota Ramah Keluarga”, https://www.beritasatu.com/feri-awan-hidayat/archive/499758/bima-arya-targetkan-bogor-sebagai- kota-ramah-keluarga diakses pada hari Selasa, 22 September 2020

(19)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan tema yang dibahas. Berbagai permasalahan yang muncul dalam latar belakang di atas, penulis akan paparkan sebagai berikut:

a. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam hal ketahanan keluarga?

b. Bagaimana peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait ketahanan keluarga?

c. Apa yang diharapkan dari terciptanya ketahanan keluarga?

d. Bagaimana cara untuk meningkatkan ketahanan keluarga?

e. Apa urgensi dibentuknya sebuah aturan terkait dengan ketahanan keluarga?

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan penulis. Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis hanya membahas mengenai Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dalam menekan angka perceraian.

3. Rumusan Masalah

Salah satu upaya pemerintah untuk menunjang keberhasilan sebuah Negara adalah dengan membuat peraturan-peraturan yang baik, seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor dalam meningkatkan ketahanan keluarga.

Namun ada beberapa hal yang harus diketahui dan diteliti penulis lebih lanjut, diantarannya:

a. Apa latar belakang dibentuknya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga?

(20)

b. Bagaimana penerapan kebijakan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dalam menekan angka perceraian?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menjelaskan latar belakang dibentuknya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.

b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa penerapan kebijakan dari Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dalam menekan angka perceraian.

2. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: Pertama, untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.

Kedua, penulis berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan teori maupun praktik hukum. Ketiga, semoga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi di berbagai kalangan. Keempat, penulis berharap skripsi ini dapat dijadikan bahan acuan pada penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan masalah terkait.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian terkadang terdapat tema penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang kita bahas. Penulis menemukan karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:

Pertama, buku yang berjudul“Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016” yang ditulis oleh Badan Pusat Statistik dan Kementrian Pemberdayaan

(21)

Perempuandan Perlindungan Anak. Dalam buku tersebut menjelaskan konsep keluarga dan ketahanan keluarga serta menjelaskan mengenai upaya Negara dan pemerintah dalam meningkatkan keutuhan dan ketahanan keluarga.

Kedua, Skripsi yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Kota Depok Terhadap Peningkatan Ketahanan Keluarga (Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2017” yang ditulis oleh Taufik Hidayat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi tersebut membahas mengenai upaya Pemerintah Kota Depok dalam meningkatkan ketahanan keluarga dan latar belakang diterbitkannya Peraturan Daerah kota Depok tentang ketahanan keluarga.

Ketiga, Jurnal yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Ketahanan Keluarga Di Kampung KB RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta” yang ditulis oleh Mujahidatul Musfiroh, dkk. Mahasiswa Program Studi Kebidanan Sarjana Terapan Fakultas Kedokteran Universitas 11 Maret Surakarta. Dalam jurnal tersebut membahas pentingnya ketahanan sebuah keluarga dalam melaksanakan peran, fungsi dan tanggungjawabnya sebagai sebuah keluarga.

Dalam jurnal tersebut juga dilakukan observasi kepada keluarga yang tinggal di wilayah RW 18 Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta yang bertujuan untuk mengetahui pola ketahanan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar.

Keempat, Jurnal yang berjudul “Jalan Terbaikku Adalah Bercerai Denganmu”

yang ditulis oleh Very Julianto dan Nadhifah D. Cahyani, Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga.

Dalam jurnal tersebut membahas mengenai dampak negatif yang ditimbulkan akibat terjadinya perceraian, serta jurnal tersebut berusaha mengungkap kebahagiaan yang dirasakan oleh seseorang selepas bercerai dari pasangannya dahulu.

Penelitian terdahulu yang telah penulis paparkan tentu berbeda dengan apa yang penulis teliti. Karena dalam skripsi yang penulis susun akan berfokus pada hal-hal apa saja yang melatar belakangi diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Bogor serta implementasi Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun

(22)

2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dalam mengatasi berbagai fenomena dalam keluarga salah satunya adalah sebagai upaya preventif dalam menekan angka perceraian.

E. Metode Penelitian

Dalam membahas permasalahan dalam skripsi ini, diperlukan suatu penelitian untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan dibahas. Penulis menggunakan jenis penelitian Kualitatif. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Normatif-Empiris. Pendekatan ini merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Dengan aspek empiris yang digunakan adalah sosiologi hukum, serta aspek yuridis yang digunakan adalah ilmu Perundang-undangan.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan permohonan data.

Data rekaman yang peneliti dapatkan akan diubah menjadi data tertulis yang berbentuk transkip wawancara. Penelitian lapangan didukung dengan penelitian kepustakaan (Library research) dengan cara membaca, mempelajari, menafsirkan dan menganalisis peraturan perundang-undangan, studi dokumen, baik dokumen hukum yang dipublikasikan melalui media cetak maupun media elektronik serta studi catatan hukum berupa buku-buku literatur hukum, atau bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

3. Sumber Data

a. Data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan berupa Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019, data-data resmi dari

(23)

instansi pemerintahan, dari peradilan, buku-buku literatur, karangan ilmiah, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.

b. data yang diperoleh melalui penelitian lapangan melalui wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti terutama dengan instansi yang terkait yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) kota Bogor, Pemerintah Kota Bogor, dan Hakim Pengadilan Agama Kota Bogor.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara pengumpulan data yang dibutuhkan guna menjawab rumusan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

a. Wawancara (Interview), metode ini seringkali dianggap sebagai metode efektif dalam pengumpulan data primer di lapangan. Penelitian ini, penulis melakukan wawancara langsung secara mendalam dengan responden yang ada di tempat.

b. Studi Dokumentasi, dalam studi ini meliputi bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Selain itu, ada juga data yang diperoleh dari referensi atau literatur yang berkaitan dengan tema penelitian ini.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu teknik analisis data dimana penulis menjabarkan data yang telah didapatkan. Kemudian disusun secara sistematis untuk dianalisis secara kualitatif dalam bentuk uraian agar bisa ditarik sebuah kesimpulan mengenai permasalahan yang diteliti.

(24)

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang di terbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan

Bagian ini adalah upaya untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi, oleh karena itu penulis menyusun suatu sistematika penulisan seperti yang dijelaskan di bawah ini:

Pada Bab I, berisikan Pendahuluan yang berhubungan erat dengan permasalahan yang akan dibahas. Meliputi Latar belakang masakah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian (Review) studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bab ini merupakan landasan dari sebuah penelitian yang berfungsi untuk menguraikan dan menjelaskan bab-bab berikutnya.

Pada Bab II, memaparkan tentang teori atau gambaran umum tentang Perceraian, gambaran umum tentang pengertian, tujuan, dan ruang lingkup ketahanan keluarga.

Pada Bab III, memuat tentang gambaran umum Kota Bogor dan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.

Pada Bab IV, memuat hasil penelitian yang akan dipaparkan dan dideskripsikan secara utuh, kemudian penulis memberikan analisis terhadap hasil penelitian tersebut. Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dibentuknya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga serta penerpan kebijakan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2019 dalam menekan angka perceraian.

(25)

Pada Bab V, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang bersifat membangun.

(26)

13 BAB II

PERCERAIAN DI KOTA BOGOR DAN KETAHANAN KELUARGA

A. Gambaran Umum Tentang Perceraian

Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata cerai, yang artinya pisah, putus hubungan sebagai suami istri.9 Menurut pokok- pokok hukum perdata, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan Hakim atau salah satu pihak dalam perkawinan.10 Menurut Agoes Dariyo perceraian merupakan peristiwa yang sebenarnya tidak direncanakan dan dikehendaki kedua individu yang sama-sama terikat oleh perkawinan.

Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua belah pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri.11 Perceraian dalam hukum islam merupakan perbuatan atau langkah yang dilakukan oleh pasangan suami dan istri apabila hubungan rumah tangganya tidak dapat dipersatukan kembali dan apabila diteruskan akan menimbulkan mudharat baik bagi suami, istri, anak, maupun lingkungannya.

1. Menurut Hukum Islam

Perceraian di dalam hukum islam atau Fiqh Munakahat dikenal dengan istilah Talaq dan Khulu. Talaq merupakan perceraian yang inisiatifnya datang dari suami. Sedangkan Khulu adalah perceraian yang inisiatifnya datang dari istri. Talaq dan Khulu dipahami sebagai perbuatan melawan hukum yang berakibat pada putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri dengan cara yang ma’ruf (baik).12

9 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 164.

10 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003) h.42

11 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, (Jakarta: Grasindo, 2008) h.160

12 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta,1993) h.12

(27)

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama, baik itu karena suami yang menjatuhkan cerai (talak) ataupun istri yang menggugat cerai atau memohon hak talak karena sebab sighat taklik talak. Meskipun dalam agama islam, perkawinan yang putus karena perceraian dianggap sah apabila kata cerai diucapkan seketika oleh suami, namun harus tetap dilakukan di depan Pengadilan. Tujuannya adalah untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum dari perceraian tersebut. Dalam hukum islam, talak merupakan sesuatu yang halal namun dibenci oleh Allah SWT.

Perceraian baru dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk mrndamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan rumah tangga mereka. Tetapi ternyata tidak ada jalan lain kecuali dengan jalan perceraian. Dimana perceraian adalah jalan terakhir yang dimiliki bagi suami istri demi kehidupan yang bahagia selepas perceraian.

2. Menurut Peraturan Perundang-undangan

Perceraian adalah suatu keadaan dimana antara suami dan istri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya ikatan perkawinan melalui jalur Pengadilan. Mengenai Perceraian, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 38 sampai 41 tentang perkawinan, menjelaskan tentang persoalan putusnya perkawinan. 13

Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1972 tentang perkawinan, menjelaskan bahwa perkawinan dapat putus karena:

a. Kematian;

b. Perceraian;

c. Putusan Pengadilan;

13 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Palu: Yayasan Masyarakat Indonesia Baru, 2002) h.908

(28)

Putusnya perkawinan akibat perceraian diatur dalam Pasal 39 sampai 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 39 dijelaskan bahwa:

a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

c. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam Perundang- undangan tersendiri. 14

Sedangkan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa:

a. Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan.

b. Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1), pasal ini diatur dalam Perundang-undangan tersendiri. 15

Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam ayat 1 pasal ini adalah Pengadilan Agama bagi yang beragama islam, dan Pengadilan Negeri bagi yang bukan beragama Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 sub b PP Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Selain dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Pasal 113 sampai Pasal 162 Kompilasi Hukum Islam atau KHI menjelaskan mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian, tata cara dan akibat hukum yang ditimbulkan. Seperti dalam Pasal 114 KHI menjelaskan mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian, maka dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan cerai. Sedangkan Pasal 115 KHI menegaskan bunyi

14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 39

15 Ibid., Pasal 40

(29)

Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:

“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.16

B. Dasar Hukum Perceraian

Islam telah mensyariatkan agar perkawinan itu dilaksanakan selama- lamanya, dengan diliputi oleh kasih sayang dan saling mencintai. Islam juga mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara waktu tertentu, atau hanya sekedar untuk melepaskan hawa nafsunya saja.17

Perkawinan merupakan aspek hukum dan menyangkut perbuatan hukum, maka tentu saja tidak semua dan selamanya perkawinan dapat berlangsung secara abadi. Tidak sedikit kenyataanya terjadi disekitar kita memperlihatkan contoh rapuhnya sendi-sendi suatu perkawinan yang tidak jarang berakibat pada timbulnya perceraian. Karena perkawinan menyangkut perbuatan hukum maka dengan sendirinya dalam perceraian terkait pula perbuatan hukum, yang berarti bahwa ada suatu tantangan normatif yang terkait di dalam suatu perceraian.18 Kendati di dalam al-Quran tidak terdapat ayat-ayat yang yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu.

walaupun banyak ayat al-Quran yang thalaq, namun isinya hanya sekedar mengatur bila thalaq mesti terjadi, meskipun dalam bentuk suruhan atau larangan. Kalau mau menjatuhkan thalaq seharusnya sewaktu istri dalam keadaan yang siap memasuki masa iddah, seperti yang terdapat dalam ayat al- Quran, diantaranya adalah:

اَياا ااَهُّ يَأ اُِّبَّنلا اا اَذِإ ا اُمُتْقَّلَط اا اَءاَسِ نلا اا اَّنُهوُقِ لَطَف اا اَّنِِتَِّدِعِل اا

اوُصْحَأَو اا اةَّدِعْلا اا

16 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 113-115.

17 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Yogyakarta: Bulan Bintang, 1993) h. 157

18 Abdurrahman Konoras, “Telaah Tingginya Perceraian Di Sulawesi Utara (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama”, LPPM Bidang EkoSoBudKum, Vol.1 (2014), h. 55

(30)

Artinnya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu menceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya yang wajar…” [QS. At-Talaq (65): 1]19

Demikian pula dalam bentuk melarang, Allah SWT berfirman dalam surah Al- Baqarah ayat 232:

اَذِإَو اُمُتْقَّلَط اا اَءاَسِ نلا اا اَنْغَلَ بَ ف اا اَّنُهَلَجَأ اا اَلَف اا اَّنُهوُلُضْعَ ت اا اْنَأ ا

اَنْحِكْنَ ي اا اَّنُهَجاَوْزَأ اا

Artinnya: “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya” [QS. Al-Baqarah (2): 232]

Dari ketentuan di atas, bahwa perceraian itu halal dilakukan tapi sangat dibenci Allah SWT. Sebagaimana yang tertuang dalam hadits:

اَّصَولااِدْيِلَوْلااِنْباِاللهاِدْيَ بُعاْنَعاٍدِلاَخاُنْباُدَّمَُمُااَنَ ثَّدَحاُّيِصْمِْلْااٍدْيَ بُعاُنْباُْيِْثَكااَنَ ثَّدَح ا ِبِراَُمُاْنَعاِِفِا

اَّلَصاِاللهاُلْوُسَراَلاَقاَلاَقاَرَمُعاِنْباِاللهاِدْبَعاْنَعارٍَثَِداِنْب ااَمَّلَسَواِهْيَلَعاُاللهاى

اا ِل َلَْلْااُضَغْ بَا اِاللها َلَ اِا

ق َلَّطلا اا ا)هجامانبااهاور(

Artinnya: “Dari Ibnu Umar, Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: perbuatan halal yang paling dibenci Allah SWT. Adalah talak (perceraian)” (H.R. Ibnu Majah: 2008).20

Talak tidak boleh lagi dijatuhkan sesuka hati kaum laki-laki di atas penderitaan kaum perempuan, akan tetapi harus memiliki alasan-alasan yang kuat di muka sidang pengadilan. Itu pun setelah pengadilan lebih dahulu berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Dari pada mempertahankan rumah tangga yang terus menerus tidak harmonis, maka akan lebih baik jika mengakhiri kehidupan keluarga itu dengan cara yang lebih baik dan terhormat.

Disinilah terletak arti penting dari kalam Allah “Fa imsakun bi ma’rufin au

19 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989)

20 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, h. 441

(31)

tasrihun biihsan” mempertahankan rumah tangga dengan cara yang baik, atau (kalau terpaksa) melepaskannya dengan dengan cara yang baik pula.21

Dasar hukum perceraian pada Undang-undang Perkawinan terdapat pada Bab VIII tentang putusnya perkawinan serta akibat yang ditimbulkan pada pasal 38 dan pasal 39. Sedangkan pada KHI terdapat pada Bab XVI tentang putusnya perkawinan di dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 128.

Pada dasarnya hukum talak adalah makruh, namun hukum makruh tersebut bisa berubah sesuai dengan ketentuan dan kondisi tertentu. Amir Syarifuddin menjelaskan, hukum talak adalah sebagai berikut:

1. Sunah dilakukan talak dengan melihat dalam rumah tangga sudah tidak dapat dibina dan dilanjutkan lagi. Jika dipertahankan akan menimbulkan banyak mudharat.

2. Mubah atau boleh dilakukan talak bila memang perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.

3. Wajib dilakukan talak, dilakukan oleh hakim kepada seseorang yang telah bersumpah untuk tidak lagi menggauli istrinya, dan ia tidak ingin juga membayar kafarat sumpah agar ia bergaul dengan istrinya.

4. Haram talak dilakukan ketika tidak ada alasan yang jelas, sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci, dimana istri itu sudah digauli. 22

Perceraian di luar Pengadilan bagi sebagian masyarakat sudah menjadi hal yang terbiasa dilakukan ketika terjadi perselisihan antara keduanya, berangkat dari pemahaman bahwa ketidak tahuan masyarakat akan adanya hukum yang mengatur tentang kehidupan keluarga disalah satu lembaga khusus untuk menangani persengketaan yang timbul dari keluarga, salah satunya yaitu mengatur tentang pasca terjadinya perkawinan yang kemudian timbul perselisihan selama perkawinan berlangsung yang berujung pada perceraian. Kemudian apabila dilihat dari berbagai aspek terhadap akibat mengenai hukum perceraian di luar pengadilan akan berimbas kepada keluarga

21 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) h. 178

22 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), Cet. Kelima, h. 201

(32)

itu sendiri. Diantaranya adalah status dari kedua belah pihak di mata hukum yang khusus mengatur hal ini, dan kemudian ketika salah satunya akan melaksanakan pernikahan kembali maka proses yang akan ditempuh semakin rumit. Perceraian di depan sidang Pengadilan Agama sebagaimana terdapat dalam ketetapan Pasal 65 UU Nomor 7 Tahun 1989 jo UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dan Pasal 115 KHI yang menjadi salah satu keharusan yang dilakukan oleh keluarga atau pasangan yang memiliki masalah keharmonisan keluarga.

C. Rukun dan Syarat Perceraian

Dalam mengerjakan suatu perkara tentu ada hal-hal yang perlu diperhatikan, supaya apa yang dikerjakan menjadi sah. Suatu perkara yang dikerjakan harus memenuhi syarat serta rukunnya. Syarat adalah segala sesuatu yang diperlukan dan diharuskan sebelum melakukan atau mengerjakan suatu ibadah. Apabila syarat yang diwajibkan tidak semuanya terpenuhi maka ibadah yang dikerjakan pun tidak sah. Sedangkan rukun adalah suatu bagian atau pokok yang wajib dikerjakan dalam suatu ibadah. Apabila tidak terpenuhi maka ibadah tersebut tidak sah.

Begitupun dengan Talak, ada beberapa unsur yang harus terpenuhi agar terjadi suatu Talak. Amir Syarifuddin menjelaskan mengenai rukun dan syarat talak, sebagai berikut:

1. Suami yang menjatuhkan talak

1. Suami yang melakukan talak harus orang yang telah dewasa. Artinya, anak-anak yang masih dibawah umur tidak sah dalam menjatuhkan talak, yang dimaksud dewasa menurut fiqih adalah orang yang telah mimpi melakukan hubungan kelamin dan mengeluarkan mani.

2. Suami yang melakukan talak harus orang yang sehat akalnya. Artinya, orang gila, pingsan, epilepsi, tidur, mabuk atau meminum sesuatu yang merusak akal sedang ia tidak mengetahui hal itu, maka ia tidak sah menjatuhkan talak.

(33)

3. Suami yang melakukan talak berbuat dalam keadaan sadar dan atas kemauan sendiri artinya tidak dipaksa oleh pihak manapun. Apabila talak dilakukan dalam keadaan tidak sadar atau dalam keadaan terpaksa dengan ancaman maka tidak bisa jatuh talak.

2. Istri yang dijatuhkan talak oleh suaminya

Istri yang ditalak adalah orang yang berada dalam kekuasaan suami yang menjatuhkan talak, yaitu istri yang masih terikat hubungan perkawinan yang sah dengan suaminya. Begitu juga dengan istri yang masih dalam talak Raj’I dan istri yang masih dalam masa iddah, maka status hukumnya seperti istri yang utuh. Hal ini mengandung arti bahwa istri yang bukan dalam kekuasaan suaminya tidak sah untuk dijatuhkan talak karena tidak terikat hubungan perkawinan.

3. Shigat atau ucapan talak.

Jatuhnya sebuah talak apabila terdapat suatu maksud untuk mentalak, baik itu diucapkan secara jelas (Sharih) maupun dilakukan melalui sindiran (kinayah) dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Ucapan talak secara mutlak adalah suami mengucapkan lafal talak dengan tidak mengkaitkan dengan sesuatu apapun, seperti ucapan: “Engkau saya talak”. Dari segi ucapan, talak dibagi menjadi dua, yaitu Sharih dan kinayah.

Lafal Sharih adalah lafal talak yang diucapkan suami kepada istri secara jelas dan terbuka makna dan maksudnya, seperti: “Aku telah menjatuhkan talak untuk engkau”. Sedangkan lafal kinayah adalah lafal talak yang diucapkan suami kepada istrinya yang sebenarnya tidak digunakan untuk talak, tetap dapat dipakai untuk menceraikan istri, seperti: “Kau boleh pulang ke rumah orang tua mu”.

2. Ucapan talak yang digantungkan kepada sesuatu. Talak dalam bentuk ini dinamai talak mu’allaq, seperti ungkapan: “Aku talak engkau, bila engkau tidak shalat” atau “Aku talak engkau, bila Allah menghendaki”.

(34)

3. Ucapan talak dapat dilakukan dengan lisan maupun tulisan, karena kekuatan penyampaian talak lewat tulisan sama kuat dengan dengan penyampaian penyampaian talak lewat tulisan, dengan ketentuan-ketentuan tertentu.

Para ulama Ahli Sunah menetapkan 3 rukun untuk jatuhnya suatu talak, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Akan tetapi, berbeda dengan golongan ulama Syi’ah Imamiyah, bahwa rukun yang keempat yaitu kehadiran saksi. Artinya kehadiran saksi menjadi salah satu rukun jatuhnya talak, dan bila saksi tidak ada atau tidak hadir maka talak tidak sah. Adapun syarat dari saksi adalah:

a. Jumlahnya 2 (dua) orang.

b. Keduanya harus laki-laki, tidak boleh perempuan atau laki-laki dengan perempuan (campuran).

c. Bersifat adil. 23 D. Alasan Perceraian

Setiap perceraian pasti memiliki latarbelakang permasalahan yang terjadi dalam perkawinan. Dalam Fiqih tidak disebutkan secara terperinci alasan-alasan yang menyebabkan perceraian, akan tetapi dijelaskan beberapa tindakan yang dapat menyebabkan perceraian seperti ‘ila, nusyuz, zhihar, syiqaq dan li’an. Dalam mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan, harus disertai dengan alasan-alasan yang cukup sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Perkawinan.24 Alasan perceraian menurut hukum perdata, dapat terjadi berdasarkan alasan-alasan yang telah

23 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014) Cet. Kelima, h.

201-214

24 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta:

Cetakan Keenam, Liberty, 2007) h.129

(35)

ditentukan oleh Undang-Undang dan pelaksanaanya harus dilakukan di depan persidangan.25

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, menyebutkan alasan terjadinya perceraian, sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak (baik suami atau istri) meninggalkan salah satu pihak selama 2 (dua) tahun yang sah terkait dengan kewajiban memberi nafkah lahir dan batin.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga

Selain pasal 19 PP Nomor 9 tahun 1975 tersebut, terdapat penambahan alasan perceraian bagi yang beragama islam, disebutkan dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut:

1. Suami melanggar Taklik Talak.

2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.26

25 Yahya Harahap, Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pada Peradilan Agama, (Jakarta: Al-Hikmah, 1975) h.133

26 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 116

(36)

Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah satu pihak meninggal dunia, karena perceraian dan karena putusan pengadilan.

Kemudian dalam Pasal 39 ayat (2) disebutkan bahwa untuk melaksanakan perceraian, suami istri harus memiliki alasan yang cukup karena menimbulkan putusnya hubungan antara kedua belah pihak. Berdasarkan yang telah ditentukan pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dapat disimpulkan bahwa perceraian tidak dapat dilakukan dengan sesuka hati.

Maka dari itu, perceraian hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi alasan yang telah ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, dengan kata lain peraturan tersebut sesuai dengan asas dasar perkawinan yaitu mempersulit perceraian.

Dengan melihat alasan-alasan diperbolehkannya perceraian tersebut, ditambah dengan adanya ketentuan bahwa perceraian harus dilakukan di depan persidangan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya pada dasarnya perceraian itu tidak dilarang. Namun baik suami atau istri tidak boleh begitu saja memutus hubungan perkawinan tanpa alasan yang kuat. Jadi, pada dsarnya, adanya Undang-Undang Perkawinan mempersulit terjadinya perceraian. Hal ini sesuai dengan tujuan perkawinan bahwa perkawinan itu pada dasarnya untuk selama-lamanya. 27

E. Kondisi Perceraian Di Kota Bogor

Permasalahan dalam keluarga yang beraneka ragam baik permasalahan kecil sampai permasalahan yang terbesar dapat mengakibatkan kekacauan yang berakhir pada perceraian karena ketidak selarasan antar pasangan. Hal ini

27 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta:

Cetakan keenam, Liberty, 2007), h.130.

(37)

membuat keluarga memiliki strategi bagaimana mempertahankan atau menjaga keluarganya untuk tetap utuh dan harmonis.

Perceraian merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh pasangan manapun. Karena pada dasarnya pernikahan adalah usaha yang dilakukan oleh pasangan laki-laki dan perempuan dalam hal membangun dan membentuk sebuah keluarga yang utuh dan harmonis sampai kapanpun tanpa adanya konflik yang berujung kepada perceraian. Dalam perceraian menyangkut beberapa aspek seperti ekonomi dan sosial. Di dalam masyarakat, perceraian dianggap gagal dalam membina sebuah keluarga yang utuh.28

Begitu juga dengan permasalahan perceraian yang terjadi di kota Bogor.

angka perceraian di kota Bogor terbilang cukup tinggi, yang mana disebabkan oleh beberapa aspek yang dapat menghancurkan keutuhan keluarga. Di sini penulis membatasi hanya membahas angka perceraian di Pengadilan Agama Kota Bogor. Yang artinya penulis hanya meneliti angka perceraian penduduk kota Bogor yang beragama islam, diketahui mayoritas penduduk kota Bogor adalah beragama islam dengan persentase sebesar 93,16%. maka dari itu penulis memaparkan kondisi angka perceraian di kota Bogor beserta faktor- faktor yang menimbulkan perceraian.

1. Perceraian Dalam Angka

Penulis mendapatkan data mengenai tingginya angka perceraian di kota Bogor dari Pengadilan Agama Bogor dari tahun 2018 sampai 2021 per bulan juni. Penulis menguraikannya sebagai berikut:

a. Angka Perceraian Pada Tahun 2018 – 2021 perbulan juni

Berdasarkan data dari Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor Tahun 2018-2021 perbulan juni dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2018 PA Bogor telah memutus kasus perceraian sebanyak 1764 perkara. Dengan

28 Debby Anggara Kumara, dkk. “Strategi Mempertahankan Keutuhan Keluarga Sopir Truk Berbasis Modal Sosial Di Surakarta”, Journal of Development and Social Change, Vol.3 No.1 (2020), h. 83

(38)

rincian, perkara cerai gugat sebanyak 1265 dan cerat talak sebanyak 499 perkara.29 Pada tahun 2019 PA Bogor telah memutus perkara perceraian sebanyak 1836 kasus dengan rincian 1428 cerai gugat dan 408 cerai talak.30 Sedangkan sepanjang tahun 2020 PA Bogor telah memutus perkara perceraian sebanyak 1751 kasus perceraian, dengan rincian cerai gugat sebanyak 1352 dan cerai talak sebanyak 399 kasus.31 Dan pada tahun 2021 perbulan juni PA Bogor telah memutus perkara perceraian sebanyak 909 kasus dengan rincian cerai talak sebanyak 200 dan cerai gugat sebanyak 709 perkara, dan diperkirakan angka ini terus meningkat. 32

No Nama Perkara Tahun 2018

Tahun 2019

Tahun 2020 Tahun 2021

1 Cerai Talak 499 408 399 200

2 Cerai Gugat 1265 1428 1352 709

Jumlah Total 1764 1836 1751 909

2. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Kota Bogor

Permasalahan dalam rumah tangga sulit untuk dipecahkan dan tidak jarang berimbas pada hancurnya hubungan suami dan istri. Faktor penyebab retaknya ikatan suami dan istri seperti kurangnya pendewasaan antara kedua belah pihak, faktor ekonomi, keluarga yang dirasa kurang mendukung, sering terjadi kesalahpahaman pemikiran antara suami dan istri serta faktor-faktor sosial lainnya.33 Seperti yang dikatakan oleh Agus Yuspian selaku Panitera Muda Pengadilan Agama Bogor, beliau mengatakan bahwa:

“… di kota Bogor penyebab utama Perceraian adalah bukan masalah ekonominya, tapi pertengkaran terus menerus. Berbeda dengan daerah-

29 Pengadilan Agama Bogor, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor Kelas IA Tahun 2018. (Bogor: PA Bogor, 2018) h. 76-78

30 Pengadilan Agama Bogor, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor Kelas IA Tahun 2019. (Bogor: PA Bogor, 2019), h. 14-15

31 Pengadilan Agama Bogor, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Bogor Kelas IA Tahun 2019. (Bogor: PA Bogor, 2019), h.

32 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan Agama Bogor)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada 16 Juni 2021

33 Badruddin Nasir, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perceraian Di Kecamatan Sungai Kunjang Kota Samarinda”, Jurnal Psikostudia Universitas Mulawarman, Vol.1 No.1 (2021), h.34

(39)

daerah lain yang mungkin faktor utama perceraian nya adalah masalah ekonomi”. 34

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis menjabarkan faktor- faktor yang menyebabkan perceraian di kota Bogor selama 3 tahun terakhir yaitu 2018, 2019, dan 2020. Kemudian, penulis akan menganalisis faktor- faktor yang menyebabkan perceraian di kota Bogor, sebagai berikut:

a. Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2018

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari TIMDA PTA JABAR (Tim Daerah Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat) pada pengadilan agama Bogor ditahun 2018. 35 Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian di kota Bogor, sebagai berikut:

Tabel 2.4 Faktor Penyebab Percearain Di Kota Bogor Tahun 2018 No Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2018 Jumlah

Perkara 1 Perselisihan dan pertengkaran terus menerus 759

2 Ekonomi 404

3 Meninggalkan salah satu pihak 167

4 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 31

5 Poligami 13

6 Mabuk 4

7 Judi 4

8 Murtad 4

9 Kawin Paksa 2

10 Zina 1

11 Dihukum Penjara 1

Jumlah Total 1390

Gambar 3.1 Diagram Faktor Perceraian Di Kota Bogor Tahun 2018

34 Agus Yuspian, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A, Interview Pribadi, Bogor, 24 Mei 2021

35 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan Agama Bogor)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada 16 Juni 2021

(40)

Dari data dan diagram di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor utama yang menyebabkan perceraian di kota Bogor adalah

“Pertengkaran terus menerus” dengan persentase sebesar 54,6%, kemudian disusul oleh faktor ekonomi sebesar 29%.

b. Faktor Penyebab Perceraian Pada Tahun 2019

Berdasarkan data dari TIMDA PTA (Tim Daerah Pengadilan Tinggi Agama) Jabar pada tahun 201936 di Pengadilan Agama Kota Bogor terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadainya perceraian, penulis menguraikan sebagai berikut:

Tabel 2.5 Faktor Penyebab Perceraian di Kota Bogor Tahun 2019 No Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2019 Jumlah Perkara

1 Perselisihan dan pertengkaran terus menerus 1013

2 Ekonomi 345

3 Meninggalkan salah satu pihak 140

4 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 29

5 Murtad 8

6 Poligami 5

7 Mabuk 5

8 Dihukum Penjara 2

36 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan Agama Bogor 2019)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada 16 Juni 2021

54,6%

29%

12%

2,2% 0,9% 0,2 0,2 0,2 0,1% 0,07%0,07%

Pertengkaran terus menerus Ekonomi

Meninggalkan satu pihak KDRT

Poligami Mabuk Judi Murtad Kawin Paksa Zina

(41)

9 Cacar Badan 1

Jumlah Total 1548

Gambar 3.2 Diagram Faktor Perceraian di Kota Bogor Tahun 2019

Dari data dan diagram di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor utama yang menyebabkan perceraian di kota Bogor pada tahun 2019 adalah “Pertengkaran terus menerus” dengan persentase sebesar 65,4%, kemudian disusul oleh faktor ekonomi sebesar 22%.

c. Faktor Penyebab Perceraian di Kota Bogor Tahun 2020

Berdasarkan data dari TIMDA PTA (Tim Daerah Pengadilan Tinggi Agama) Jabar pada tahun 202037 di Pengadilan Agama Kota Bogor terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadainya perceraian, penulis menguraikan sebagai berikut:

Tabel 2.6 Faktor Perceraian di Kota Bogor Tahun 2020 No Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2020 Jumlah Perkara 1 Perselisihan dan pertengkaran terus menerus 820

37 TIMDA PTA Jabar, “Statistik Perkara Pengadilan Agama Se-Jawa Barat (Pengadilan Agama Bogor 2020)”, http://kabayan.pta-bandung.go.id/pengawasan_sipp/proses_stat diakses pada 16 Juni 2021

65,4%

22,2%

9%

1,8% 0,5% 0,3% 0,3% 0,1 0,06%

Perselisihan Terus Menerus Ekonomi

Meninggalkan salah satu pihak KDRT

Murtad Poligami Mabuk Penjara Cacat Badan

Gambar

Tabel 2.4 Faktor Penyebab Percearain Di Kota Bogor Tahun 2018   No  Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2018  Jumlah
Tabel 2.5 Faktor Penyebab Perceraian di Kota Bogor Tahun 2019  No  Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2019  Jumlah Perkara
Tabel 2.6 Faktor Perceraian di Kota Bogor Tahun 2020   No  Faktor Penyebab Perceraian Tahun 2020  Jumlah  Perkara  1  Perselisihan dan pertengkaran terus menerus  820
Gambar 3.3 Diagram Faktor Perceraian di Kota Bogor Tahun 2020
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kendala dan hambatan dalam eksekusi putusan hakim praperadilan mengenai ganti kerugian korban salah tangkap yaitu lambatnya administrasi pengadilan untuk menerbitkan

Kendala yang dihadapi Dinsosnaker Kota Padang pemerintah memberikan perlindungan hukum dalam pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri adalah :. Calon TKI

Kendala yang dihadapi oleh Kompolnas dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsinya bahwa, Kendala-kedala yang dihadapi oleh Kompolnas khususnya yang berada di Padang adalah

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja yang dimaksud dengan Satpol PP yaitu perangkat daerah yang dibentuk untuk

PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kediri No 6/Pid Sus Anak/2015/PN Kdr)

Namun menurut penulis meskipun kebijakan tersebut tidak melanggar unsur syariah secara langsung dan hanya tidak sesuai berdasarkan metode aturan fatwa, maka menurut

Bagi PermataBank Syariah, diharapkan dapat mengkaji dan memperbaiki (review) kembali isi dari SKK Perjanjian Pemberian Fasilitas MMQ untuk asset inden karena masih

Penelitian bertujuan untuk mengetahui: 1) Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah