i
TESIS
PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP
PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI
KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI
JERRY RISNANDAR NIM : 1190661052
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP
PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI
KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Manajemen
Program Pascasarjana Universitas Udayana
JERRY RISNANDAR NIM : 1190661052
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
iii
Lembar Pengesahan
Tesis Ini Telah Disetujui Tanggal 2 Maret 2016
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si NIP. 19550801 198103 1031
Dr. I Gede Riana, SE., MM NIP. 19631127 198601 1001
Mengetahui,
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Ketua Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iv
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 6 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 3187/UN14.4/HK/2015, Tanggal 15 September 2015
Ketua : Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si
Anggota :
1. Dr. I Gede Riana, SE., MM
2. Prof. Dr.Wayan Gede Supartha SE., SU
3. Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si
v
SURAT PERSYARATAN BEBAS PLAGIAT
NAMA : Jerry Risnandar
NIM : 1190661052
PROGRAM STUDI : Magister Manajemen
JUDUL TESIS : PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP
PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No 17 tahun 2010 dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Januari 2016
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke
khadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya, tesis ini dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si. sebagai
pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran
selama penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga
penulis sampaikan kepada Dr. I Gede Riana, SE., MM. sebagai pembimbing
pendamping yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan
semangat, bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD., Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K), dan Dr. Nyoman
Mahaendrayasa, SE., M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis
sebagai mahasiswa selama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Magister pada Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si sebagai Ketua Program MM Universitas
Udayana dan penguji, serta kepada para penguji tesis lainnya, yaitu Prof.
Dr.Wayan Gede Supartha SE., SU dan Dr. Gde Adnyana Sudibia. SE. Mkes,. Ak.
yang telah memberikan masukan, saran, dan koreksi sehingga tesis ini dapat
terwujud.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada ayah (alm.) Surya P. Saktinegara dan bunda Hj. Maulida yang telah
mengasuh dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, Akhirnya
penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istriku tercinta,
vii
yang telah memberikan waktu dan kesempatan bagi penulis untuk lebih
berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini serta
kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, Januari 2016
viii
ABSTRAK
Pemimpin organisasi haruslah mempelajari dan memahami perilaku bawahannya dan mendorongnya untuk pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pimpinan terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai serta menganalisis pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai.
Penelitian ini menggunakan 92 responden dari 344 pegawai di Kantor
Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai. Data dikumpulkan dengan menyebarkan
kuesioner kepada para responden. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan
menggunakan Partial Least Square (PLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kerja, perilaku kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja pegawai. Implikasi penelitian ini menekankan pada peran penting pimpinan dalam memperbaiki perilaku kerja pegawai. Kinerja pegawai akan meningkat apabila pimpinan memiliki integritas dan mampu menjalankan visi misi organisasi sehingga pegawai lebih bergairah dalam melaksanakan pekerjaan.
ix
ABSTRACT
Leaders of the organization must learn and understand the behavior of subordinates and pushed to the achievement of organizational goals effectively. This study aimed to analyze the influence of leadership on work behavior and performance of employees and to analyze the effect of the work on the performance of the employee's behavior.
This study uses 92 respondents from 344 employees in Kantor Imigrasi
Kelas I Khusus Ngurah Rai. Data was collected by distributing questionnaires to
the respondents. The collected data were analyzed by using Partial Least Square. The research showed that leadership is a significant positive effect on work behavior, work behavior is positive influence on employee performance. The study also showed that leadership is not significant positive effect on employee performance. The implications of this study emphasize the important role of leadership in improving employee behavior. The performance of employees will be increased if the leadership has integrity and is able to carry out the vision and mission organization so employees are more passionate in carrying out the work.
x
2.1.1 Peran Kepemimpinan 17
2.1.2 Pendekatan Teori Kepemimpinan 20
2.1.3 Indikator Kepemimpinan. 25
2.2 Perilaku Kerja 26
2.2.1 Faktor Pembentuk Perilaku Kerja 29
2.2.2 Indikator Perilaku Kerja 30
2.3 Kinerja Pegawai 31
2.3.1 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai 33
2.3.2 Tujuan Penilaian Kinerja 34
2.3.3 Indikator Pengukuran Kinerja 35
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian 38
3.2 Hipotesis Penelitian 42
3.2.1 Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai 42
3.2.2 Hubungan Kepemimpinan dengan Perilaku Kerja 44
xi
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian 47
4.1.1 Rancangan Penelitian 47
4.1.2 Ruang Lingkup Penelitian 47
4.2 Variabel Penelitian 47
4.2.1 Identifikasi Variabel 47
4.2.2 Definisi Operasional Variabel 48
4.3 Pengumpulan Data 51
4.3.1 Jenis dan Sumber Data 51
4.3.2 Metode Pengumpulan Data 52
4.3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian 52
4.4 Instrumen Penelitian 54
4.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen 55
4.5.1 Uji Validitas 55
4.5.2 Uji Reliabilitas 56
4.6 Metode Analisis Data 57
4.6.1 Analisis Deskriptif 57
4.6.2 Analisis Inferensial 57
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai
62
5.1.1 Sejarah Singkat 62
5.1.2 Visi, Misi, Motto dan Janji Layanan 64
5.1.3 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65
5.2 Karakteristik Responden 65
5.3 Deskripsi Variabel Penelitian 67
5.3.1 Deskripsi Variabel Kepemimpinan 69
5.3.2 Deskripsi Variabel Perilaku Kerja 71
5.3.3 Deskripsi Variabel Kinerja Pegawai 72
5.4 Analisis Partial Least Square (PLS) 74
5.4.1 Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) 75
5.4.2 Goodness of Fit Model 77
5.5 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian 78
5.5.1 Hipotesis 1: Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja 79
5.5.2 Hipotesis 2: Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai 79
5.5.3 Hipotesis 3 : Pengaruh Perilaku Kerja Terhadap Kinerja Pegawai 80
5.6 Pembahasan Hasil Penelitian 80
5.6.1 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja 80
5.6.2 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai 81
xii
5.7 Implikasi Penelitian 84
BAB. VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan 86
6.2 Saran - Saran 86
DAFTAR PUSTAKA 88
xiii
DAFTAR TABEL
No. Nama Tabel Halm.
1.1 Jumlah WNA dan WNI yang bepergian dari beberapa bandara
di Indonesia
5
1.2 Jumlah WNA Pemegang Izin Tinggal di Kantor Imigrasi Kelas I
Khusus Ngurah Rai
6
4.1 Jumlah Karyawan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 53
4.2 Jumlah Sampel Penelitian 54
4.3 Pengembangan Diagram Alur Penelitian 59
5.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65
5.2 Karakteristik Responden 66
5.2 Deskripsi Kepemimpinan 69
5.3 Deskripsi Perilaku Kerja 71
5.4 Deskripsi Kinerja Pegawai 73
5.5 Hasil Uji Composite Reliability 76
5.6 Hasil Uji Convergen Validity 76
5.7 Nilai R2 Variabel Endogen 77
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halm.
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 41
4.1 Diagram Alur Model Penelitian 58
5.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No Nama Lampiran Halm.
1 Kuesioner Penelitian 93
2 Validitas dan Reliabilitas 97
3 Distribusi Frekuensi 105
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Memasuki milenium ketiga, yang ditandai dengan bergulirnya globalisasi
di seluruh sektor kehidupan masyarakat dunia dan berkembangnya teknologi di
bidang informasi dan komunikasi yang menembus batas wilayah kenegaraan,
aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional berkembang
menjadi bersifat internasional. Hal tersebut juga mendorong meningkatnya
mobilitas penduduk dunia yang menimbulkan berbagai dampak dan pengaruh,
baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Menurut Santoso (2004) sungguh penting memahami pengaruh gejala
perkembangan dunia, yaitu globalisasi, liberalisasi, dan interdependensi, yang
mulai menandai tiap-tiap hubungan antar negara. Pengaruh gejala tersebut akan
semakin jelas terlihat ketika arus barang, jasa, modal, teknologi, dan informasi,
bahkan perpindahan penduduk menunjukkan peningkatan yang signifikan dari
waktu ke waktu baik secara kuantitatif ataupun kualitatif.
Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu lintas orang,
barang, dan jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu
pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus
orang asing ke wilayah Indonesia tentunya akan berdampak kepada peningkatan
penerimaan uang kepada rakyat Indonesia. Meningkatnya investasi dan aktivitas
2
peningkatan arus orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar wilayah
untuk keperluan bekerja akan menghasilkan dana berupa remittance. Hal-hal
tersebut akan memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Santoso (2004) peningkatan arus lalu lintas barang, jasa, modal,
informasi dan orang juga dapat mengandung pengaruh yang negatif seperti: 1).
dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang bergabung
dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal Asing, Penanaman
Modal Dalam Negeri, pembelian saham atau kontrak lisensi); dan 2). munculnya
Transnational Organized Crimes (TOC) mulai dari perdagangan wanita dan
anak-anak, pencucian uang, narkotika, dan obat terlarang, imigran gelap, sampai
terorisme.
Dampak negatif ini akan semakin meluas ke pola tatanan sosial budaya
nasional yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan
ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisir dampak negatif yang
timbul akibat dinamika mobilitas manusia yang masuk dan keluar wilayah
Indonesia, Imigrasi Indonesia harus memiliki peranan yang semakin besar.
Penetapan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif (selective policy)
membuat imigrasi Indonesia memiliki landasan operasional dalam menolak atau
mengizinkan orang asing, dari mulai masuk, keberadaan serta kegiatannya di
Indonesia.
Selective policy selain untuk mengatur masuknya Orang Asing ke wilayah
Indonesia, juga memastikan bahwa Orang Asing yang memperoleh Izin Tinggal di
3
Indonesia. Berdasarkan kebijakan dimaksud serta dalam rangka melindungi
kepentingan nasional, hanya Orang Asing yang memberikan manfaat serta tidak
membahayakan keamanan dan ketertiban umum yang diperbolehkan masuk dan
berada di wilayah Indonesia. Dengan demikian, tugas dan fungsi institusi imigrasi
sangat penting dalam tatanan kehidupan kenegaraan.
Secara operasional, peranan Imigrasi di Indonesia selalu mengandung tiga
fungsi, yaitu : 1). Fungsi pelayanan masyarakat, yang dapat dilihat dalam proses
pemberian paspor RI dan pemberian visa; 2). Fungsi penegakan hukum dan
keamanan, dapat dilihat dalam pemberian izin masuk dan keluar bagi Orang
Asing yang dianggap tidak membahayakan bagi pertahanan dan keamanan
Indonesia, serta melakukan tindakan hukum bagi Orang Asing yang melakukan
kegiatan yang tidak sesuai dengan perizinannya; 3). Fungsi fasilitator
pembangunan ekonomi, yang dapat dilihat dari penyederhanaan prosedur
keimigrasian bagi para investor asing yang akan menanam modalnya di Indonesia,
antara lain kemudahan pemberian Izin Tinggal Tetap (ITAP) bagi para penanam
modal yang telah memenuhi syarat tertentu. Dengan demikian, diharapkan akan
tercipta iklim investasi yang menyenangkan dan menarik minat investor asing
untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai sebagai salah satu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Keimigrasian di bawah Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali, memiliki tugas pokok dan fungsi
4
Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Utara dan Kecamatan Kuta Selatan, di
Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Seperti diketahui bahwa Bali merupakan salah satu tujuan wisata favorit
tidak saja di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali
secara konsisten menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan, dan
secara nasional Bali merupakan barometer bagi kemajuan pariwisata Indonesia.
Di tengah-tengah situasi persaingan dunia pariwisata yang semakin ketat, Bali
diharapkan tetap dapat mempertahankan posisinya sebagai salah satu daerah
tujuan wisata utama di Indonesia dan dunia. Alam yang indah dan budaya Bali
yang khas dan sarat akan kegiatan spiritual, membawa masyarakat senantiasa
berkreasi dengan menuangkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga
memberikan nuansa yang berbeda dari destinasi wisata lainnya.
Bali telah diakui sebagai salah satu destinasi utama bagi wisatawan
internasional, hal tersebut sekaligus merupakan tantangan untuk mempertahankan
citra pariwisata Bali di mata internasional agar mampu bersaing di pasar global
yang cenderung mendekati pasar persaingan sempurna yang memungkinkan bagi
suatu daerah atau negara lain untuk menawarkan produk serupa dengan produk
pariwisata Bali. Perkembangan pariwisata dunia yang terus bergerak dinamis serta
kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata dalam berbagi pola
5
Bandar Udara (Bandara) Internasional Ngurah Rai yang termasuk wilayah
kerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, saat ini adalah salah satu
bandara internasional yang terpenting dan tersibuk di Indonesia, hal tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel. 1.1. Jumlah WNA dan WNI yang bepergian dari beberapa bandara di Indonesia Tahun 2012 - 2014
Sumber : Pusat Data Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Maret 2015
Tabel 1.1, di atas menginformasikan bahwa Bandara Internasional Ngurah
Rai adalah bandara yang paling banyak dilalui oleh orang asing untuk keluar
masuk wilayah Indonesia, oleh sebab itu Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah
Rai memiliki peran yang sangat strategis bagi provinsi Bali.
Petugas Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI)
baik di bandar udara, pelabuhan dan pos lintas batas adalah petugas negara
terdepan dalam hal pencitraan bangsa, hal tersebut dikarenakan petugas imigrasi
merupakan ujung tombak dalam pelayanan kepada setiap orang, baik Warga
Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang masuk
TABEL 1.1. Kewarganegaraan, Tipe Perlintasan
Total
WNA WNI
Tahun TPI Keberangkatan Kedatangan Total Keberangkatan Kedatangan Total
2012
Bandara Soekarno-Hatta 2.267.910 2.222.830 4.490.740 3.730.297 3.714.773 7.445.070 11.935.810
Bandara Ngurah Rai 2.781.303 2.773.632 5.554.935 206.707 191.654 398.361 5.953.296
Bandara Polonia 194.133 200.028 394.161 557.208 433.907 991.115 1.385.276 Bandara Juanda 148.938 99.367 248.305 455.064 478.429 983.493 1.231.798
2013
Bandara Soekarno-Hatta 2,490,342 2,350,192 4,840,534 4,036,800 3,851,629 7,888,429 12,728,963
Bandara Ngurah Rai 3,055,078 3,044,457 6,099,535 240,069 215,778 455,847 6,555,382
Bandara Polonia 214,266 235,443 449,709 650,350 523,593 1,173,943 1,623,652 Bandara Juanda 166,638 168,898 335,536 523,171 595,100 1,118,271 1,453,807
2014 Bandara Soekarno-Hatta 2.591.521 2.416.274 5.007.795 3.700.344 3.577.620 7,277.964 12.285.759
Bandara Ngurah Rai 3.679.838 3.589.960 7.269.798 267.369 238.901 506.270 7.776.068
6
maupun keluar wilayah Indonesia, sehingga apabila pelayanan keimigrasian buruk
maka sedikit banyak akan mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia
internasional dan dapat berdampak negatif bagi sektor pariwisata dan ekonomi
nasional.
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang
Keimigrasian, keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas orang yang masuk atau
keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya
kedaulatan negara. Hal tersebut berarti peranan Imigrasi dalam hal ini Kantor
Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, selain memiliki tugas di bidang lalu lintas
orang keluar masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Ngurah Rai juga
memiliki tugas di bidang pengawasan atas keberadaan dan kegiatan orang asing di
wilayah Bali, khususnya di 3 (tiga) kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Utara, Kuta
dan Kuta Selatan.
Jumlah orang asing di Bali, terutama di wilayah Kabupaten Badung sangat
banyak. Selain sebagai turis, ada juga yang beraktivitas dan bekerja memegang
Izin Tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan keberadaannya di Bali. Hal
tersebut dapat terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.2
Jumlah WNA Pemegang Izin Tinggal di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai
No. Jenis Izin Tinggal 2011 2012 2013 2014
1. Izin Tinggal Terbatas (ITAS) 4.474 4.709 6.441 9097 2. Izin Tinggal Tetap (ITAP) 302 399 476 625
7
Keberadaan dan kegiatan orang asing di Bali diakui memang memiliki
banyak dampak positif bagi perekonomian masyarakat, namun di sisi lain juga
membawa beberapa dampak negatif. Terdapat beberapa kasus aktivitas-aktivitas
ilegal yang modusnya semakin lama semakin bervariasi, antara lain :
1) Penyalahgunaan izin tinggal. Izin tinggal adalah izin yang diberikan oleh
Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri kepada orang asing untuk
berada di wilayah Indonesia, namun pada kenyataannya seringkali terdapat
orang asing yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
maksud dan tujuan pemberian izin tinggalnya tersebut, misalnya seorang
pemegang Izin Tinggal Kunjungan (ITK) Wisata ternyata bekerja di salah satu
perusahaan di Bali;
2) Memiliki aset secara ilegal. Berdasarkan UU No. 5/1960 tentang
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, orang asing tidak memiliki hak
atas kepemilikan tanah maupun bangunan di wilayah Indonesia, orang asing
hanya memiliki hak sewa atau hak pakai tanah dan bangunan.
3) Memiliki dan mengelola usaha secara ilegal. Indonesia terbuka terhadap
investasi pihak asing, namun ada peraturan yang harus diikuti oleh orang asing
apabila ingin membuka dan menjalankan usaha di Indonesia, yaitu harus resmi
tercatat sebagai investor melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan
mengalirkan dana investasi dalam jumlah tertentu ke Bali, namun pada
kenyataannya terdapat orang asing dengan modal sangat minim dengan modus
8
4) Berada di Indonesia melebihi dari batas waktu Izin Tinggal yang diberikan.
Keberadaan Orang Asing di Indonesia dibatasi oleh waktu izin tingal yang
diberikan sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya ke Indonesia,
namun dalam kenyataannya banyak Orang Asing yang berada di wilayah
Indonesia melebihi izin tinggalnya.
Hal-hal tersebut merupakan sebagian tantangan yang harus dihadapi oleh
pegawai imigrasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai sebagai bagian dari
aparat pemerintah di sektor pelayanan publik dan penegakan hukum.
Seiring dengan tuntutan masyarakat agar tercipta penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance), peningkatan kinerja dan kualitas
pelayanan merupakan salah satu isu yang sangat krusial baik dalam sektor publik
maupun sektor privat. Hal tersebut terjadi karena di satu sisi tuntutan masyarakat
terhadap kinerja dan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun semakin besar, namun
praktek penyelenggaraan pelayanan terhadap masyarakat belum mengalami
perbaikan yang signifikan. Demikian halnya dengan Kantor Imigrasi Kelas I
Khusus Ngurah Rai sebagai salah satu lembaga publik di Bali, tidak terlepas dari
isu tersebut. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai memiliki kewajiban dan
perlu melaksanakan berbagai langkah strategis untuk mewujudkan serta
meningkatkan kepuasan publik melalui kinerja dan pelayanan keimigrasian yang
transparan, akuntabel dan responsif terhadap keluhan masyarakat.
Tujuan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai untuk senantiasa
meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat ternyata
9
keluhan masyarakat dan pemberitaan baik cetak maupun elektronik terhadap
pelayanan dan kinerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, antara lain:
1) Pada artikel www.bisnisbali.com yang berjudul “Gaet Wisatawan, Imigrasi
harus Hentikan Pungli” (3 Desember 2013) Anggota BPPI, menyatakan bahwa
adanya wisatawan Cina dan Belanda yang mengeluh tentang indikasi pungli di
imigrasi dan bea cukai Bandara Ngurah Rai Bali.
2) Pada acara Bali Terkini yang disiarkan langsung oleh Radio Global 96,5 FM
Jumat, 7 Maret 2014, dinyatakan bahwa adanya tindakan oknum pegawai
imigrasi yang meminta imbalan untuk memperlancar pengurusan surat-surat.
3)Pada artikel di www.kompas.com yang berjudul “Lagi, Gubernur Pastika Bikin
Video Petugas Nakal di Imigrasi” (27 November 2014), yang berisi pernyataan
Gubernur Bali Made Mangku Pastika bahwa banyak keluhan wisatawan asing
atas kinerja dan layanan petugas imigrasi bandara Ngurah Rai, terutama soal
pemeriksaan dokumen warga negara asing yang tiba di bandara.
4)Artikel di www.kompas.com tanggal 22 September 2015 yang berjudul “Palak
Turis di Bandara, Dua Petugas Imigrasi Ditetapkan sebagai Tersangka.”
Beberapa hal tersebut membuat masyarakat secara tidak langsung
memiliki stigma negatif terhadap kinerja dan pelayanan Kantor Imigrasi Kelas I
Khusus Ngurah Rai, walaupun sebenarnya tanpa masyarakat mengetahui
mengenai berita tersebut, masalah yang terjadi seperti di atas memang sudah
menjadi pembahasan publik. Sehingga jajaran pimpinan Kantor Imigrasi Kelas I
Khusus Ngurah Rai sangat perlu senantiasa melakukan pembenahan guna
10
pimpinan, sanksi serta aturan yang tegas untuk menindaklanjuti penyalahgunaan
wewenang yang seringkali dilakukan oleh oknum pegawai sebagai penyelenggara
pelayanan publik.
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan sehingga sesuai harapan
masyarakat, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai perlu didukung oleh
sumber daya manusia yang handal, memiliki integritas tinggi, ramah dan
profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efesien.
Menurut Armstrong (2007), sumber daya organisasi sebagai faktor yang sangat
substansial dalam mencapai kemajuan suatu organisasi, secara garis besar dapat
dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu sumber daya manusia (human
resources) dan sumber daya non-manusia (non-human resources). Kedua kategori
sumber daya tersebut sama pentingnya, akan tetapi sumber daya manusia
merupakan faktor dominan. Organisasi yang memiliki tujuan yang bagus,
dilengkapi fasilitas, sarana dan prasarana yang canggih, namun apabila tanpa
sumber daya manusia yang baik, maka kemungkinan besar tujuan organisasi sulit
tercapai. Sumber daya manusia dipahami sebagai kekuatan yang bersumber pada
potensi manusia yang ada dalam organisasi, dan merupakan modal dasar
organisasi untuk melakukan aktivitas dalam mencapai tujuan.
Keberhasilan organisasi tentu tidak terlepas dari peran pimpinannya, untuk
mencapai tujuan organisasi tersebut pimpinan organisasi dituntut untuk dapat
mempengaruhi orang lain, yaitu para pegawai yang menjadi bawahannya dan
mengarahkannya kepada tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Untuk
11
merupakan salah satu faktor yang dapat menggerakan, mengarahkan,
membimbing dan memotivasi pegawai untuk lebih berprestasi dalam bekerja.
Pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas
kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Kemampuan dan
keterampilan kepemimpinan dalam memberikan pengarahan adalah merupakan
faktor penting efektivitas kinerja organisasi.
Pada era transparansi seperti saat ini, kepemimpinan merupakan faktor
penting dalam memberikan pengarahan kepada pegawai, kepemimpinan yang
dibutuhkan adalah kepemimpinan yang mampu memotivasi, menyamakan
persepsi, menyatukan visi dan misi serta memberdayakan pegawainya. Peran
pemimpin sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dan memberi
semangat agar berperilaku dengan baik dalam upaya mencapai tujuan kelompok
maupun organisasi (Gadot, 2007).
Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas
tertentu (Rivai, 2009) dan pengelolaan sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan organisasi (Gibson, 2006). Kinerja juga diartikan sebagai hasil kerja yang
dicapai sehubungan dengan posisinya dalam organisasi (Kast & Rosenzweig,
2007). Faktor penentu kinerja pegawai dapat dijelaskan dengan pendekatan teori
atribusi yang menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) kategori dasar atribusi yang
melekat pada diri seseorang pegawai yang akan menentukan kinerjanya. Atribusi
tersebut ada yang bersifat internal atau disposisional (dihubungkan dengan sifat
orang), dan yang bersifat eksternal atau situasional yang dapat dihubungkan
12
kemauan dan upaya. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas; lingkungan kerja,
rekan kerja dan pimpinan. Oleh karena itu, agar individu dalam organisasi
berkinerja tinggi, organisasi harus memperhatikan secara tepat dengan
menghargai bakat-bakat mereka, kemampuan mereka, serta membimbingnya
secara tepat (Simamora, 2006).
Penelitian tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai.
telah banyak dilakukan. Ditemukan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif
signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai (Carmeli, 2003; Goleman et al.,
2004; Bierhoff dan Muller, 2005; Amran et al., 2007). Hal ini terjadi karena
seorang pemimpin yang dapat memberi dukungan kepada pegawai akan
berdampak pada peningkatan kinerja.
Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan untuk mempengaruhi
atau menggerakan perilaku orang lain agar mampu bekerja secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk
memahami perilaku para pegawai yang menjadi wewenang dan menggerakkan
sesuai dengan visi dan misi organisasi. Dengan demikian, seseorang yang
diangkat sebagai pemimpin harus memiliki kompetensi (Robbins, 2006).
Menurut Bass (1990) para pemimpin memerlukan energi ekstra dalam
mempertahankan tekadnya untuk meraih prestasi tinggi dan mampu
mempengaruhi perilaku bawahannya dengan baik sehingga mendapatkan
kemajuan dalam organisasinya. Dari perspektif tersebut ditemukan bahwa
13
kerja yang bergairah dan kooperatif akan menentukan keberhasilan perusahaan
(Bierhoff & Muller, 2005, Shore et al., 2006).
Goleman (2004) menyatakan bahwa seorang pemimpin harus mampu
membangkitkan komitmen, motivasi, dan optimisme dalam melaksanakan
pekerjaan dan menumbuhkan atmosfer kerjasama. Gairah yang dapat
mempengaruhi perilaku bawahan diarahkan berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki
untuk mencapai tujuan organisasi. Pegawai yang diberdayakan oleh pemimpin
akan berperilaku kerja yang baik terhadap organisasi sehingga berdampak pada
peningkatan kinerja (Gibson, 2000). Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kerja dan juga
berdampak positif pada peningkatan kinerja pegawai (Avolio et al. 2004, Carmeli
2003; Gilder, 2003).
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, fenomena, realitas atau
kondisi yang sebenarnya, maka disusun masalah penelitian sebagai berikut:
1) Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Kantor
Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai?
2) Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja pada Kantor
Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai?
3) Bagaimana pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor
14
1.3.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan
terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai. Secara operasional penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis dan menguji secara empirik terhadap hal-hal
berikut:
1) Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Imigrasi
Kelas I Khusus Ngurah Rai.
2) Pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja pada Kantor Imigrasi Kelas I
Khusus Ngurah Rai.
3) Pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Imigrasi Kelas
I Khusus Ngurah Rai
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Manfaat teoritis, penelitian ini dapat menyajikan informasi mengenai
pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai, serta
memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur penelitian pada
bidang manajemen sumber daya manusia di Indonesia;
2) Manfaat praktis, penelitian ini mempunyai implikasi sebagai bahan
pertimbangan untuk dasar kebijaksanaan dalam menghadapi dan memahami
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan
Winston dan Petterson (2006) mendefinisikan kepemimpinan yaitu satu
atau banyak orang yang memilih, melengkapi, melatih dan mempengaruhi satu
atau banyak pengikut yang memiliki keterampilan-keterampilan,
anugerah-anugerah dan kemampuan-kemampuan beragam dan memfokuskan pengikut
kepada misi-misi dan sasaran-sasaran organisasi sehingga pengikut tersebut rela
dan secara bersemangat mengeluarkan energi fisik, emosional dan spiritualnya
dalam sebuah usaha yang dikoordinasikan secara terpusat untuk mencapai misi
dan sasaran-sasaran organisasi.
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi individu
atau kelompok menuju pencapaian sasaran (Robbins; 2006), sedangkan
menurut Siagian (2008), kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain sehingga orang mau melakukan kehendak pemimpin.
Yuki (2007) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi
orang lain untuk memahami dan menyepakati apa yang perlu dilakukan dan
bagaimana melakukannya dan proses membantu usaha-usaha individual dan
kolektif untuk memenuhi sasaran-sasaran bersama. Sedangkan Northouse dalam
Yuki (2007) mendefinisikan kepemimpinan yaitu suatu proses dimana seseorang
mempengaruhi kumpulan individu-individu untuk mencapai sasaran-sasaran
16
Sedangkan menurut Lyne van der (2009) telah mendefinisikan
kepemimpinan yaitu suatu proses mengatur atau memobilisasi orang-orang dan
sumber daya dalam pengejaran atau pencarian sasaran-sasaran tertentu dalam
konteks otoritas institusional, legitimasi dan kekuasaan. Mencapai sasaran-sasaran
tersebut dan mengatasi masalah-masalah tindakan kolektif yang secara
bersama-sama menghambat pencapaian, yang umumnya menuntut bangunan koalisi formal
dan informal, kepentingan baik secara vertikal maupun secara horizontal. Definisi
dari Lyne van der tersebut menekankan tiga hal penting yaitu bahwa (1)
kepemimpinan menekankan adanya organisasi atau mobilisasi dari orang-orang
dan sumber daya (ekonomi, politik dan orang lain) dalam pencarian tujuan
tertentu, (2) kepemimpinan harus selalu difahami secara kontekstual, terjadi dalam
sebuah konfigurasi kekuasaan, otoritas, dan legitimasi, dan dibentuk melalui
sejarah, kelembagaan, sasaran dan kultur politik dan (3) kepemimpinan secara
reguler melibatkan koalisi-koalisi informal dan formal, vertikal atau horizontal,
dari para pemimpin dan elit, di dalam rangka untuk memecahkan
masalah-masalah tindakan kolektif pervasif yang sebagian besar dapat menentukan
tantangan-tantangan pertumbuhan dan pengembangan organisasi.
Berdasarkan pada definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa komponen inti mengenai kepemimpinan. Beberapa
diantaranya adalah (a) kepemimpinan adalah suatu proses, (b) kepemimpinan
melibatkan mempengaruhi orang-orang lain, (c) kepemimpinan terjadi dalam
konteks dalam suatu kelompok, (d) kepemimpinan melibatkan pencapaian sasaran
17
2.1.1. Peran Kepemimpinan
Nilai penting dari kepemimpinan (leadership) dalam menyelenggarakan
urusan-urusan dalam organisasi sudah lama menarik perhatian para ilmuwan
(scientist) dan para praktisi. Hal ini karena istilah kepemimpinan sering
diasosiasikan dengan orang-orang yang dinamis dan kuat, orang
mengendalikan perusahaan baik besar maupun kecil, atau orang yang
menentukan arah suatu negara (Nimran, 2004).
Dalam suatu organisasi, tempat ditemukannya kegiatan-kegiatan
kelompok, faktor kepemimpinan sangat diperlukan karena dengan adanya
kepemimpinan, kegiatan kelompok menjadi terarah dan pencapaian tujuan
menjadi lebih mudah dan efektif. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan
syarat bagi berlangsungnya kehidupan kelompok atau organisasi yang sehat,
sesuai dengan tujuan pembentukan organisasi. Kepemimpinan mengandung
asas-asas pokok yang perlu berada pada diri setiap pemimpin, di organisasi apapun dan
pada level manapun dia berada.
Gibson (2006) menyatakan peran kepemimpinan sangat besar untuk
memotivasi anggota organisasi dalam memperbesar energi untuk
berperilaku dalam upaya mencapai tujuan kelompok. Tyson & Jackson (2001)
menambahkan bahwa meskipun kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
pengaruh yang meliputi transaksi terus menerus antara pemimpin dan pengikut,
beberapa ahli menganggap bahwa minimal ada tiga kondisi yang perlu dipuaskan jika
kepemimpinan terjadi, yaitu (1) pemimpin harus menunjukkan penyebab
18
harus dapat diamati; serta (3) harus ada perubahan-perubahan yang riil dalam
perilaku anggota organisasi dan dalam hasil akhir yang berikutnya sebagai
konsekuensi tindakan pemimpin.
Dalam kaitannya dengan prestasi yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin (Wexley & Yukl, 2003) menyatakan prestasi merupakan salah satu
motif yang pasti dimiliki oleh seorang pemimpin. Para pemimpin yang mencetak
prestasi biasanya memperoleh kepuasan bila berhasil menyelesaikan tugas yang
menantang, bila meraih standar kinerja terbaik dan bila mengembangkan
cara-cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu.
Seorang individu yang ingin memimpin tetapi tidak punya kegairahan
dalam meraihnya tidak mungkin sukses, baik dalam menciptakan maupun
mengimplementasikan sebuah visi. Hampir semua literatur sepakat bahwa para
pemimpin harus memiliki keinginan yang tinggi untuk meraih prestasi (Locke &
Associates, 1997). Untuk bekerja dengan baik, seorang pemimpin harus terus
menerus bekerja demi mencapai kesuksesan dan perbaikan karirnya.
Pemimpin harus pula mempunyai ambisi yang kuat dalam meraih
kemajuan karirnya dengan membuat divisi atau perusahaannya berkembang dan
memperoleh keuntungan yang besar. Untuk menaikkan peringkatnya, para
pemimpin umumnya mengambil langkah aktif dalam menunjukkan tekad serta
keteguhannya. Gadot (2007) menambahkan dengan menyatakan ambisi memaksa
pemimpin dalam menancapkan sasaran-sasaran yang berat dan menantang untuk
dirinya sendiri maupun organisasi, serta mereka biasanya amat ambisius dalam kerja
19
Seorang pemimpin memerlukan ambisi untuk mencapai sasaran yang
dihadapi, dan juga memerlukan sifat ambisius dalam bekerja. Hal ini
ditambahkan Bass (1990) yang menyatakan para pemimpin memerlukan
energi ekstra dalam mempertahankan tekadnya untuk meraih prestasi tinggi
dan mampu mempengaruhi perilaku bawahannya dengan baik sehingga
mendapatkan kemajuan dalam organisasinya.
Masing-masing individu pemimpin harus mempunyai tingkat vitalitas
fisik, mental dan emosional yang di atas rata-rata. Selain itu pemimpin harus
memiliki keteguhan (tenacity), terus fokus pada sasaran ketika sedang mengalami
berbagai rintangan. Para pemimpin tidak boleh lelah dalam segala aktivitasnya,
terutama dalam menyampaikan visi mereka kepada bawahan agar bawahan bisa
mengikuti perintah atau arahannya, karena jika sampai visi tidak dipahami dengan
baik oleh bawahan, maka tujuan organisasi akan sulit untuk dicapai. Hal ini
dipertegas lagi oleh Bass (1990) bahwa para pemimpin harus lebih tangguh dalam
menghadapi rintangan dibandingkan bawahan, dan mereka harus mempunyai
kapasitas untuk bekerja dengan sasaran yang jauh ke depan serta memiliki tingkat
kemauan atau keteguhan hati dalam bekerja. Sikap tegar merupakan salah satu
cara untuk meraih visi, untuk meraih sasaran bersama yang diinginkan .
Studi dari Ghiselli (1964) dan Davis & Johnson (1987) paling banyak
dipakai sebagai acuan untuk menelaah dari pendekatan sifat. Ghiseli memaparkan
bahwa ada 6 aspek kepemimpinan, yaitu (1) kemampuan sebagai penyelia, (b)
kebutuhan prestasi dalam pekerjaan, (3) kecerdasan, (4) ketegasan, (5)
20
Handoko, (1997) merinci adanya 4 ciri/sifat yang mempunyai pengaruh terhadap
kesuksesan kepemimpinan organisasi, yaitu (1) kecerdasan, (2) kedewasaan dan
keleluasaan hubungan sosial, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan (4)
sikap-sikap hubungan manusiawi.
2.1.2. Pendekatan Teori Kepemimpinan
Rivai (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa teori yang digunakan
sebagai pendekatan dalam mengkaji efektifitas kepemimpinan, yaitu:
1) Pendekatan Teori Sifat
Teori sifat berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik khas (fisik,
mental/intelegensi, kepribadian) yang dimiliki seorang pemimpin dikaitkan
dengan keberhasilan kepemimpinannya. Teori ini menekankan pada
atribut-atribut pribadi dari pemimpin. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa
orang merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak
dipunyai orang lain seperti semangat dan energi yang tinggi, intuisi yang
mendalam, pandangan masa depan yang baik dan memiliki kekuatan persuasif.
Teori kepemimpinan ini menyatakan bahwa keberhasilan manajerial disebabkan
karena memiliki kemampuan luar biasa dari seorang pemimpin.
2) Pendekatan Teori Perilaku
Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang dapat menentukan
keefektifan kepemimpinannya. Beberapa studi dilakukan oleh pendukung teori ini
menemukan bahwa sifat-sifat pemimpin berpengaruh terhadap prestasi dan
kepuasan dari pengikut-pengikutnya. Menurut Nawawi (2003) perilaku
21
(memberi instruksi), cara membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan
disiplin, cara mengendalikan dan mengawasi pekerjaan, cara memimpin rapat,
cara menegur dan memberi hukuman.
Model Grid manajerial yang dikembangkan oleh Blake dan Mounton
(2001) mengidentifikasikan variasi gaya kombinasi antara orientasi hasil dengan
orientasi orang, yang menghasilkan empat macam gaya, yaitu: (1) gaya kurang
efektif yang ditandai dengan rendahnya hubungan dengan orang dan hasil, (2)
gaya moderat yang ditandai dengan memperhatikan keseimbangan terhadap
orientasi hubungan dengan orang dan hasil- hasil kerja pada tingkat yang cukup
memuaskan, (3) gaya yang menekankan hasil kerja dengan mengorbankan
orientasi pada hubungan orang, (4) gaya berorientasi tinggi terhadap
pencapaian hasil kerja dan gaya yang tinggi terhadap hubungan sesama orang.
Tannenbaum dan Schmidt (dalam Thoha, 2010) menyatakan ada dua
bidang pengaruh yang ekstrem dalam hal perilaku kepimpinan seseorang yaitu
bidang pengaruh pimpinan dan bidang kebebasan bawahan. Pada bidang pertama
pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan
pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis.
3) Pendekatan Situasional (Kontingensi)
Pendekatan kontingensi atau disebut juga pendekatan situasional
mengemukakan bagaimana gaya dan tindakan pimpinan dalam menghadapi
situasi atau kondisi tertentu. Pendekatan situasional menekankan faktor
konstektual yang mempengaruhi proses kepemimpinan. Variabel situasional yang
22
dan sifat lingkungan eksternal. Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa tidak
ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok dengan semua situasi, dan berusaha
mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas
organisasi dan manajemen yang bersifat universal dengan pandangan yang
berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang
berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.
a. Teori Kontingensi Fidler.
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses
dimana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya
tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat
gaya kepemimpinan, kepribadian dan pendekatan pemimpin yang sesuai
dengan kelompoknya. Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa
kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang
berinteraksi dengan anggotanya, dengan kata lain bahwa tinggi rendahnya
prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin
dan bagaimana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu
situasi tertentu.
Fiedler mengatakan bahwa ada 2 (dua) tipe variabel kepemimpinan, yaitu:
Leader Orientation dan Situation Favorability. Leader Orientation diketahui
dari skala semantik diferensial dari rekan yang paling tidak disenangi dalam
organisasi (Least Preffered Co-worker disingkat LPC). LPC tinggi apabila
pemimpin tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC rendah menunjukkan
23
tinggi menujukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya
skor LPC yang rendah menunjukkan bahwa pemimpin berorientasi pada tugas.
Hubungan antara LPC pemimpin dan efektivitas kepemimpinan tergantung
pada sebuah variabel situasional yang rumit disebut “keuntungan situasional”
atau “situational favorability”. Situation favorability adalah tolak ukur sejauh
mana pemimpin dapat mengendalikan situasi yang ditentukan oleh 3 (tiga)
variabel situasi, yaitu:
1) Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi-hubungan (relational
concept) pimpinan-anggota. Derajat baik buruknya hubungan antara
pemimpin dan bawahan.
2) Kepemimpinan merupakan suatu proses struktur tugas. Derajat tinggi
rendahnya strukturisasi, standarisasi dan rincian tugas pekerjaan.
3) Kepemimpinan merupakan kekuasaan jabatan untuk harus membujuk
orang-orang lain untuk mengambil suatu tindakan. Derajat kuat/lemahnya
kewenangan dan pengaruh pemimpin atas variabel-variabel kekuasaan
seperti pemberian punish dan reward.
b. Teori Situasional Hersey-Blanchard.
Model kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh
Hersey-Blanchard menekankan bahwa pemimpin harus mengetahui tingkat
kematangan pengikutnya dan menggunakan kepemimpinan yang sesuai
dengan tingkatan tersebut. Kematangan atau maturity adalah bukan
kematangan secara psikologis melainkan menggambarkan kemauan dan
24
tanggung jawan dalam melaksanakan tugas tersebut juga kemauan dan
kemampuan mengarahkan diri sendiri.
Menurut Hersey dan Blanchard (1992) kepemimpinan situasional adalah
didasarkan pada saling berhubungannya di antara hal-hal berikut: jumlah
petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan
sosio-emosional yang diberikan oleh pimpinan, dan tingkat kesiapan atau
kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam melaksanakan tugas khusus,
fungsi atau tujuan tertentu.
Untuk berperilaku efektif, selain harus mampu mengdiagnosis dan
mengidentifikasi isyarat-isyarat yang terjadi di lingkungannya, seorang
pemimpin juga harus mampu untuk melakukan adaptasi kepemimpinan
terhadap tuntutan lingkungan dimana dia memperagakan kepemimpinannya.
Kebutuhan yang berbeda pada anak buah membuatnya harus diperlakukan
secara berbeda pula.
c. Teori Jalur Tujuan (Path-Goal Theory).
Model kepemimpinan jalur tujuan berusaha meramalkan efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Teori kepemimpinan jalur sasaran
(path-goal theory) ini dikembangkan oleh Robert House. Teori jalur sasaran
menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah mendampingi pengikut dalam
meraih sasaran mereka dan memberikan pengarahan dan atau dukungan yang
perlu untuk menjamin sasaran mereka selaras dengan sasaran keseluruhan
kelompok atau organisasi. Namun efektivitas perilaku pemimpin jalur
25
bawahan meliputi aspek: lokus kendali (locus of control), pengalaman dan
persepsi kemampuan, serta 2) faktor kontingensi lingkungan meliputi aspek:
tugas, sistim otoritas, dan kelompok kerja.
Robert House menggabungkan empat tipe atau gaya kepemimpinan yang
utama yaitu: (1) kepemimpinan direktif yaitu pemimpin memberikan
pengarahan yang spesifik, tidak ada partisipasi dari bawahan, (2)
kepemimpinan suportif yaitu pemimpin memiliki sifat ramah, mudah didekati
dan menunjukkan perhatian tulus untuk bawahan, (3) kepemimpinan
partisipatif yaitu pemimpin meminta dan menggunakan saran dari bawahan,
tetapi masih membuat keputusan, dan (4) kepemimpinan berorientasi pada
prestasi yaitu pemimpin mengatur tujuan yang menentang bawahan untuk
menunjukkan kepercayaan diri mereka akan mencapai tujuan dan memilki
kinerja yang lebih baik.
2.1.3 Indikator Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori sifat/
kepribadian seorang pemimpin yaitu teori Primal Leadership dari Goleman (2004)
dengan indikator-indikator yaitu: kesadaran diri, kesadaran sosial dan
pengelolaan diri, dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Kesadaran diri, berarti kemampuan seorang pemimpin untuk mengelola
emosi diri yang mendalam, kekuatan dan keterbatasan diri, serta nilai-nilai
dan motif-motif diri;
2) Pengelolaan diri, merupakan kemampuan yang dibutuhkan seorang
26
3) Kesadaran sosial merupakan kemampuan seorang pemimpin untuk
berempati. (merasa peduli dengan bawahan).
Pemilihan indikator kepemimpinan menggunakan pendekatan teori sifat
dengan pertimbangan bahwa pemimpin dalam pembangunan di era globalisasi
dituntut untuk senantiasa memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, mampu
menciptakan pembaharuan dalam segala aspek kehidupan organisasi. Seorang
pemimpin harus memiliki keterampilan untuk mempengaruhi atau
menggerakkan perilaku orang lain mampu bekerja secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk memahami
perilaku-perilaku para pegawai yang menjadi wewenang dan menggerakkan
sesuai dengan visi dan misi organisasi. Pemilihan indikator ini juga sesuai
dengan situasi organisasi sektor publik yang dapat mewakili sifat atau kepribadian
seorang pemimpin.
2.2. Perilaku Kerja
Perilaku kerja merupakan bagian yang berperan sangat penting dalam
kehidupan bekerja. Perilaku kerja merupakan tindakan dan sikap yang
ditunjukkan oleh orang-orang yang bekerja. Menurut Prawirosentono (1999)
perilaku adalah suatu karakteristik penting dari pribadi untuk melakukan kegiatan.
Perilaku merupakan hasil gabungan dari berbagai faktor psikologis. Faktor-faktor
psikologis tersebut merupakan hasil kombinasi dari faktor fisik, biologis, dan
kondisi sosial yang mempengaruhi lingkungan kehidupan seseorang. Perilaku
kerja menyangkut aktivitas individu pada suatu organisasi dalam mencapai tujuan
27
berorientasi tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu perencanaan
yang mengikutkan seluruh komponen dalam organisasi atau paling tidak para
pengambil keputusan yang ada dalam organisasi tersebut.
Kast & Rosenzweig (2007) berpendapat perilaku adalah menunjukkan
tingkah laku seseorang. Hal itu berarti perilaku adalah merupakan semua
tindakan yang dilakukan oleh seseorang, baik untuk kepentingan dirinya
maupun kelompoknya. Menurut Thoha (2002) perilaku adalah suatu fungsi dari
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Ini berarti bahwa seseorang
individu dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara langsung.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Schein (2004) yang menyatakan
bahwa perilaku manusia adalah hasil yang kompleks dari maksud dan persepsi
mengenai situasi yang ada sekarang dan asumsi-asumsi atau kepercayaan
tentang situasi serta orang-orang yang berada dalam situasi itu. Pada gilirannya
asumsi-asumsi itu didasarkan atas pengalaman di masa lampau, norma-norma
kebudayaan dan apa yang diharapkan menurut ajaran orang lain. Perbedaan yang
dikemukakan oleh Schein (2004) itu terletak pada perilaku yang dipengaruhi oleh
faktor luar manusia, bukan oleh faktor yang inheren pada diri seseorang.
Sementara Gibson, (2006) menyatakan perilaku adalah semua yang
dilakukan oleh seseorang, sebagaimana sesuai dengan pendapat Robbins
(2006) yaitu perilaku adalah tindakan tersebut yang cenderung dapat diamati
dan diukur.
Sigmund Freud (dalam Hersey & Blanchard, 1992) percaya bahwa
28
itu kebanyakan perilaku individu tersebut dipengaruhi oleh motif atau kebutuhan
bawah sadar. Davis & Newstrom (2000) menyatakan perilaku manusia dalam
organisasi tidak dapat diperkirakan seperti yang dibayangkan, karena timbul dari
kebutuhan dan sistem nilai yang terkandung dalam diri manusia.
Perilaku bersifat rumit dan unik, namun melalui pemahaman perilaku
manusia justru merupakan pangkal tolak untuk dapat memahami bagaimana
suatu organisasi berfungsi. Oleh karena itu perlu dimengerti terlebih dahulu
bagaimana fungsi pegawai dalam organisasi (Schein, 2004). Manajer yang
efektif mensyaratkan untuk mengenali perbedaan perilaku individu bawahannya,
kemudian mengelolanya ke arah perilaku kerja yang positif demi pencapaian
tujuan secara efektif dan efisien.
Perilaku anggota organisasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
perilaku positif dan perilaku negatif. Perilaku positif adalah perilaku yang
mendorong tercapainya tujuan dan berbagai sasaran organisasi dengan tingkat
efisiensi, efektifitas serta produktivitas yang tinggi. Sedangkan perilaku
yang negatif berangkat dari pengutamaan beberapa kepentingan egoistik, bahkan
tidak jarang mengorbankan kepentingan kelompok atau kepentingan organisasi
secara keseluruhan. Mengingat perilaku individu bersifat rumit dan unik,
seringkali seorang manajer mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti
perilaku pegawainya.
Guna memudahkan memahami perilaku pegawai, dapat dilakukan
melalui pendekatan kesisteman (Indrawijaya, 2003). Berdasarkan pendekatan
29
manusia adalah suatu sistem yang terbuka, bukan sesuatu yang terisolasi, dan
manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia memperoleh
stimulus sebagai input dari lingkungannya, kemudian melakukan proses
transformasi atau penyaringan. Hasil dari proses ini berupa tindakan atau perilaku
tertentu. Tindakan atau perilaku tersebut diarahkan pada suatu tujuan, selanjutnya
akan menjadi masukan bagi lingkungannya (Kast & Rosenzweig, 2007 ).
2.2.1. Faktor Pembentuk Perilaku Kerja
Sebagai anggota suatu organisasi, seseorang seharusnya tidak kehilangan
identitasnya yang khas, karena hal itu merupakan kekhususan atau kebanggaan
tersendiri yang dimiliki orang tersebut. Orang yang mampu mempertahankan
identitasnya akan mempunyai harga diri yang tinggi yang pada gilirannya akan
muncul dalam bentuk keinginan untuk dihormati dan diperlakukan secara
manusiawi oleh pimpinannya.
Siagian (2008) menyatakan bahwa di dalam diri seorang manusia terdapat
perilaku atau behavior yang berasal dari oleh dalam diri seseorang tersebut yang
nantinya akan mempengaruhi perilaku bekerja di sebuah perusahaan ataupun
organisasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kerja seseorang
seperti:
1) Faktor genetik, yang dimaksud faktor genetik dalam hal ini adalah sifat-sifat
yang dibawa sejak lahir dan merupakan turunan atau bawaan dari kedua orang
tuanya seperti kecerdasan, sifat pemarah atau penyabar dan sebagainya
2) Faktor lingkungan, yaitu situasi dan kondisi lingkungan pergaulan yang
30
di luar rumah juga dapat membentuk pola pikir dan kerja seseorang, termasuk
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat yang dijumpai sehari-hari.
3) Faktor pendidikan, yaitu pendidikan baik formal maupun non-formal juga
memiliki pengaruh penting terhadap perilaku karena di dalam pendidikan ada
usaha secara sadar dan sistematis dalam rangka mengalihkan pengetahuan dari
seorang kepada orang lain.
4) Faktor pengalaman, pengalaman seseorang sejak kecil turut membentuk
perilaku dalam kehidupan organisasionalnya. Pengalaman dapat membentuk
sifat apatis, keras kepala, tidak toleran, mudah putus asa, dan sebagainya.
1.2.2 Indikator Perilaku Kerja
Perilaku kerja sangat penting untuk mencapai suatu keberhasilan tingkat
pribadi, organisasional maupun sosial. Perilaku kerja merupakan kemampuan dan
perilaku pekerja menunjukkan tindakan dalam melaksanakan tugas. Menurut
Gibson (2000) terdapat beberapa indikator perilaku kerja yang dapat mengukur
sejauh mana perilaku kerja dapat berperan di tempat kerja, yaitu:
1) Semangat dan kegairahan kerja, adalah semangat dan kegairahan dalam
melaksanakan pekerjaan;
2) Daya inisiatif kerja, adalah melaksanakan pekerjaan dengan berinisiatif
sendiri;
3) Keterlibatan kerja, adalah sejauh mana keterlibatan seorang pegawai dalam
suatu pekerjaan;
4) Keterkaitan terhadap organisasi, adalah sejauh mana seorang pegawai
31
2.3. Kinerja Pegawai
Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas
tertentu (Wibowo, 2007). Kinerja merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya
manusia organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Rivai, 2009).
Berdasarkan keseluruhan kegiatan dilakukan oleh organisasi atau perusahaan,
kinerja terdiri atas: kinerja organisasi, kinerja individu, pegawai, kinerja
kelompok. Kinerja pegawai sebagai prestasi akhir dari seorang pegawai dan
mengandung beberapa hal, seperti adanya target tertentu yang dicapai, memiliki
jangka waktu dalam pencapaian target dan terwujudnya efisiensi dan efektivitas.
Gibson (2006) berpendapat bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja yang
dicapai oleh pegawai sesuai posisinya dalam organisasi. Sedangkan Kast &
Rosenzweig (2007) menyatakan kinerja meliputi seluruh tujuan usaha organisasi.
Bagi manajer tingkat bawah, kinerja adalah sasaran yang membantu pencapaian
keseluruhan misi. Untuk setiap unit organisasi tugas manajemen adalah
mencapai kinerja yang diukur dengan kriteria yang relevan.
Kesimpulannya bahwa kinerja adalah prestasi akhir dari suatu organisasi dan
mengandung beberapa hal, seperti adanya target tertentu yang dicapai, memiliki
jangka waktu dalam pencapaian target dan terwujudnya efisiensi dan efektivitas.
Blumberg & Pringle (1982) menyatakan bahwa penentu kinerja adalah: (a)
kapasitas, seperti pengetahuan, keterampilan dan pendidikan; (b) kesempatan,
seperti prosedur organisasi, kepemimpinan dan kebijakan organisasi; dan (c)
32
Penilaian terhadap kinerja pegawai dalam suatu organisasi dapat
dikenakan beberapa aspek (Wibowo, 2007), yaitu:
1) Kuantitas, dinyatakan dalam bentuk jumlah output atau pekerjaan, atau
persentase antara output yang aktual dengan output yang menjadi target.
2) Kualitas, dinyatakan bentuk pengawasan kualitas pekerjaan dalam batas yang
dipertimbangkan untuk dapat ditoleransi.
3) Waktu, dinyatakan dalam pencapaian batas waktu penyelesaian pekerjaan,
jumlah unit pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat waktu.
Teori atribusi menyatakan faktor penentu kinerja pegawai dapat dikenali
dengan menggambarkan atribusi hubungan perilaku seseorang atau individu
dengan menghubungkan penyebab keberhasilan atau dari kinerja pegawai
secara akurat (Timpe, 1999). Faktor penentu kinerja pegawai dapat dijelaskan
dengan menggunakan pendekatan teori atribusi yang menyatakan terdapat dua
kategori dasar atribusi yang melekat pada diri seseorang pegawai yang akan
menentukan kinerjanya, yaitu atribusi yang bersifat internal atau disposisional
(dihubungkan dengan sifat-sifat orang), dan yang bersifat eksternal atau
situasional yang dapat dihubungkan dengan lingkungan seseorang
(Maurice, 1999). Teori atribusi kausal didasarkan pada asumsi bahwa orang
cenderung tidak merasa puas dengan hanya mengetahui apa yang dikerjakan
tetapi juga suka mencari-cari penyebab seseorang melakukan pekerjaan tersebut.
Menurut teori atribusi kausal ini bahwa dengan mengidentifikasi secara akurat
33
2.3.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan
eksternal pegawai. Faktor internal seperti bakat, kemampuan, kemauan dan
upaya. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas lingkungan kerja, rekan kerja dan
pimpinan. Oleh karena itu, agar individu yang ada dalam organisasi berkinerja
tinggi, maka organisasi harus memperhatikan secara tepat dengan menghargai
bakat dan kemampuan pegawai serta membimbingnya secara tepat
(Simamora, 2006).
Ada tiga variabel yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu; variabel
individu/pegawai, variabel organisasi dan variabel psikologis. (Gibson, 2006).
Menurut Gibson ketiga variabel tersebut dapat dikelompokkan pada
masing-masing sub variabel, yaitu:
1) Variabel individu dikelompokan pada sub variabel: kemampuan dan
keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub variabel kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama dalam mempengaruhi kinerja pegawai.
Sedangkan demografis memberikan pengaruh tidak langsung.
2) Variabel organisasi dikelompokkan dalam subvariabel: sumberdaya,
kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Kelompok sub variabel
ini memberikan efek tidak langsung terhadap kinerja individu.
3) Variabel psikologis terdiri atas subvariabel: persepsi, sikap, kepribadian,
belajar, usia, etnis dan budaya.
Gibson (2006) menyatakan bahwa variabel psikologis banyak
34
demografis. Harus dipahami bahwa seseorang masuk bekerja dan bergabung
dalam organisasi kerja tentunya memiliki usia, etnis, latar belakang budaya serta
pengetahuan dan keterampilan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga
model teori kinerja yang dikembangkan oleh Gibson ini dapat dikatakan
bahwa perlu penegasan secara khusus pentingnya variabel kepemimpinan,
budaya organisasi, komitmen kerja, dan perilaku kerja.
Model teori kinerja pegawai yang dikembangkan oleh Gibson (2006)
menjadi fokus penekanan dalam membangun model dasar konsep penelitian ini.
Variabel penentu kinerja pegawai pada penelitian ini terdiri atas: kepemimpinan dan
perilaku kerja berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai
sesuai dengan penelitian Gibson (2006) dalam Wibowo (2007), Rowe dan
Boulgarides (1992), Nadler dan Lowler (1991) serta merujuk pada teori yang
dikemukakan oleh Robbins (2006).
Kekuatan setiap organisasi adalah terletak pada pegawai, sehingga
prestasi suatu organisasi tidak terlepas dari prestasi setiap individu yang terlibat
didalamnya (Rao, 1996). Agar individu dapat berkinerja tinggi manajemen harus
memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat-bakat yang ada
pada setiap individu dan mengembangkan kemampuan mereka serta
menggunakannya secara tepat sehingga organisasi akan menjadi lebih dinamis.
2.3.2. Tujuan Penilaian Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian
manajemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun karena sifat dan