• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja dan Kinerja Pegawai Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Ngurah Rai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja dan Kinerja Pegawai Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Ngurah Rai."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP

PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI

KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI

JERRY RISNANDAR NIM : 1190661052

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP

PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI

KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Manajemen

Program Pascasarjana Universitas Udayana

JERRY RISNANDAR NIM : 1190661052

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

iii

Lembar Pengesahan

Tesis Ini Telah Disetujui Tanggal 2 Maret 2016

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si NIP. 19550801 198103 1031

Dr. I Gede Riana, SE., MM NIP. 19631127 198601 1001

Mengetahui,

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Ketua Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001

(4)

iv

Tesis ini Telah Diuji pada

Tanggal 6 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 3187/UN14.4/HK/2015, Tanggal 15 September 2015

Ketua : Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si

Anggota :

1. Dr. I Gede Riana, SE., MM

2. Prof. Dr.Wayan Gede Supartha SE., SU

3. Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si

(5)

v

SURAT PERSYARATAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : Jerry Risnandar

NIM : 1190661052

PROGRAM STUDI : Magister Manajemen

JUDUL TESIS : PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP

PERILAKU KERJA DAN KINERJA PEGAWAI KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS NGURAH RAI

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No 17 tahun 2010 dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Januari 2016

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke

khadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya, tesis ini dapat

diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Made Wardana. SE., M.Si. sebagai

pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran

selama penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga

penulis sampaikan kepada Dr. I Gede Riana, SE., MM. sebagai pembimbing

pendamping yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan

semangat, bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD., Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K), dan Dr. Nyoman

Mahaendrayasa, SE., M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis

sebagai mahasiswa selama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

Magister pada Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada

Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si sebagai Ketua Program MM Universitas

Udayana dan penguji, serta kepada para penguji tesis lainnya, yaitu Prof.

Dr.Wayan Gede Supartha SE., SU dan Dr. Gde Adnyana Sudibia. SE. Mkes,. Ak.

yang telah memberikan masukan, saran, dan koreksi sehingga tesis ini dapat

terwujud.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada ayah (alm.) Surya P. Saktinegara dan bunda Hj. Maulida yang telah

mengasuh dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, Akhirnya

penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istriku tercinta,

(7)

vii

yang telah memberikan waktu dan kesempatan bagi penulis untuk lebih

berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada

semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini serta

kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, Januari 2016

(8)

viii

ABSTRAK

Pemimpin organisasi haruslah mempelajari dan memahami perilaku bawahannya dan mendorongnya untuk pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pimpinan terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai serta menganalisis pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai.

Penelitian ini menggunakan 92 responden dari 344 pegawai di Kantor

Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai. Data dikumpulkan dengan menyebarkan

kuesioner kepada para responden. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan

menggunakan Partial Least Square (PLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kerja, perilaku kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja pegawai. Implikasi penelitian ini menekankan pada peran penting pimpinan dalam memperbaiki perilaku kerja pegawai. Kinerja pegawai akan meningkat apabila pimpinan memiliki integritas dan mampu menjalankan visi misi organisasi sehingga pegawai lebih bergairah dalam melaksanakan pekerjaan.

(9)

ix

ABSTRACT

Leaders of the organization must learn and understand the behavior of subordinates and pushed to the achievement of organizational goals effectively. This study aimed to analyze the influence of leadership on work behavior and performance of employees and to analyze the effect of the work on the performance of the employee's behavior.

This study uses 92 respondents from 344 employees in Kantor Imigrasi

Kelas I Khusus Ngurah Rai. Data was collected by distributing questionnaires to

the respondents. The collected data were analyzed by using Partial Least Square. The research showed that leadership is a significant positive effect on work behavior, work behavior is positive influence on employee performance. The study also showed that leadership is not significant positive effect on employee performance. The implications of this study emphasize the important role of leadership in improving employee behavior. The performance of employees will be increased if the leadership has integrity and is able to carry out the vision and mission organization so employees are more passionate in carrying out the work.

(10)

x

2.1.1 Peran Kepemimpinan 17

2.1.2 Pendekatan Teori Kepemimpinan 20

2.1.3 Indikator Kepemimpinan. 25

2.2 Perilaku Kerja 26

2.2.1 Faktor Pembentuk Perilaku Kerja 29

2.2.2 Indikator Perilaku Kerja 30

2.3 Kinerja Pegawai 31

2.3.1 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai 33

2.3.2 Tujuan Penilaian Kinerja 34

2.3.3 Indikator Pengukuran Kinerja 35

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian 38

3.2 Hipotesis Penelitian 42

3.2.1 Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai 42

3.2.2 Hubungan Kepemimpinan dengan Perilaku Kerja 44

(11)

xi

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian 47

4.1.1 Rancangan Penelitian 47

4.1.2 Ruang Lingkup Penelitian 47

4.2 Variabel Penelitian 47

4.2.1 Identifikasi Variabel 47

4.2.2 Definisi Operasional Variabel 48

4.3 Pengumpulan Data 51

4.3.1 Jenis dan Sumber Data 51

4.3.2 Metode Pengumpulan Data 52

4.3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian 52

4.4 Instrumen Penelitian 54

4.5 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen 55

4.5.1 Uji Validitas 55

4.5.2 Uji Reliabilitas 56

4.6 Metode Analisis Data 57

4.6.1 Analisis Deskriptif 57

4.6.2 Analisis Inferensial 57

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai

62

5.1.1 Sejarah Singkat 62

5.1.2 Visi, Misi, Motto dan Janji Layanan 64

5.1.3 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65

5.2 Karakteristik Responden 65

5.3 Deskripsi Variabel Penelitian 67

5.3.1 Deskripsi Variabel Kepemimpinan 69

5.3.2 Deskripsi Variabel Perilaku Kerja 71

5.3.3 Deskripsi Variabel Kinerja Pegawai 72

5.4 Analisis Partial Least Square (PLS) 74

5.4.1 Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) 75

5.4.2 Goodness of Fit Model 77

5.5 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian 78

5.5.1 Hipotesis 1: Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja 79

5.5.2 Hipotesis 2: Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai 79

5.5.3 Hipotesis 3 : Pengaruh Perilaku Kerja Terhadap Kinerja Pegawai 80

5.6 Pembahasan Hasil Penelitian 80

5.6.1 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kerja 80

5.6.2 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai 81

(12)

xii

5.7 Implikasi Penelitian 84

BAB. VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan 86

6.2 Saran - Saran 86

DAFTAR PUSTAKA 88

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Halm.

1.1 Jumlah WNA dan WNI yang bepergian dari beberapa bandara

di Indonesia

5

1.2 Jumlah WNA Pemegang Izin Tinggal di Kantor Imigrasi Kelas I

Khusus Ngurah Rai

6

4.1 Jumlah Karyawan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 53

4.2 Jumlah Sampel Penelitian 54

4.3 Pengembangan Diagram Alur Penelitian 59

5.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65

5.2 Karakteristik Responden 66

5.2 Deskripsi Kepemimpinan 69

5.3 Deskripsi Perilaku Kerja 71

5.4 Deskripsi Kinerja Pegawai 73

5.5 Hasil Uji Composite Reliability 76

5.6 Hasil Uji Convergen Validity 76

5.7 Nilai R2 Variabel Endogen 77

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halm.

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 41

4.1 Diagram Alur Model Penelitian 58

5.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai 65

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No Nama Lampiran Halm.

1 Kuesioner Penelitian 93

2 Validitas dan Reliabilitas 97

3 Distribusi Frekuensi 105

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Memasuki milenium ketiga, yang ditandai dengan bergulirnya globalisasi

di seluruh sektor kehidupan masyarakat dunia dan berkembangnya teknologi di

bidang informasi dan komunikasi yang menembus batas wilayah kenegaraan,

aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional berkembang

menjadi bersifat internasional. Hal tersebut juga mendorong meningkatnya

mobilitas penduduk dunia yang menimbulkan berbagai dampak dan pengaruh,

baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Menurut Santoso (2004) sungguh penting memahami pengaruh gejala

perkembangan dunia, yaitu globalisasi, liberalisasi, dan interdependensi, yang

mulai menandai tiap-tiap hubungan antar negara. Pengaruh gejala tersebut akan

semakin jelas terlihat ketika arus barang, jasa, modal, teknologi, dan informasi,

bahkan perpindahan penduduk menunjukkan peningkatan yang signifikan dari

waktu ke waktu baik secara kuantitatif ataupun kualitatif.

Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu lintas orang,

barang, dan jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu

pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus

orang asing ke wilayah Indonesia tentunya akan berdampak kepada peningkatan

penerimaan uang kepada rakyat Indonesia. Meningkatnya investasi dan aktivitas

(17)

2

peningkatan arus orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar wilayah

untuk keperluan bekerja akan menghasilkan dana berupa remittance. Hal-hal

tersebut akan memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut Santoso (2004) peningkatan arus lalu lintas barang, jasa, modal,

informasi dan orang juga dapat mengandung pengaruh yang negatif seperti: 1).

dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang bergabung

dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal Asing, Penanaman

Modal Dalam Negeri, pembelian saham atau kontrak lisensi); dan 2). munculnya

Transnational Organized Crimes (TOC) mulai dari perdagangan wanita dan

anak-anak, pencucian uang, narkotika, dan obat terlarang, imigran gelap, sampai

terorisme.

Dampak negatif ini akan semakin meluas ke pola tatanan sosial budaya

nasional yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan

ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisir dampak negatif yang

timbul akibat dinamika mobilitas manusia yang masuk dan keluar wilayah

Indonesia, Imigrasi Indonesia harus memiliki peranan yang semakin besar.

Penetapan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif (selective policy)

membuat imigrasi Indonesia memiliki landasan operasional dalam menolak atau

mengizinkan orang asing, dari mulai masuk, keberadaan serta kegiatannya di

Indonesia.

Selective policy selain untuk mengatur masuknya Orang Asing ke wilayah

Indonesia, juga memastikan bahwa Orang Asing yang memperoleh Izin Tinggal di

(18)

3

Indonesia. Berdasarkan kebijakan dimaksud serta dalam rangka melindungi

kepentingan nasional, hanya Orang Asing yang memberikan manfaat serta tidak

membahayakan keamanan dan ketertiban umum yang diperbolehkan masuk dan

berada di wilayah Indonesia. Dengan demikian, tugas dan fungsi institusi imigrasi

sangat penting dalam tatanan kehidupan kenegaraan.

Secara operasional, peranan Imigrasi di Indonesia selalu mengandung tiga

fungsi, yaitu : 1). Fungsi pelayanan masyarakat, yang dapat dilihat dalam proses

pemberian paspor RI dan pemberian visa; 2). Fungsi penegakan hukum dan

keamanan, dapat dilihat dalam pemberian izin masuk dan keluar bagi Orang

Asing yang dianggap tidak membahayakan bagi pertahanan dan keamanan

Indonesia, serta melakukan tindakan hukum bagi Orang Asing yang melakukan

kegiatan yang tidak sesuai dengan perizinannya; 3). Fungsi fasilitator

pembangunan ekonomi, yang dapat dilihat dari penyederhanaan prosedur

keimigrasian bagi para investor asing yang akan menanam modalnya di Indonesia,

antara lain kemudahan pemberian Izin Tinggal Tetap (ITAP) bagi para penanam

modal yang telah memenuhi syarat tertentu. Dengan demikian, diharapkan akan

tercipta iklim investasi yang menyenangkan dan menarik minat investor asing

untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai sebagai salah satu Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Keimigrasian di bawah Kantor Wilayah Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali, memiliki tugas pokok dan fungsi

(19)

4

Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Utara dan Kecamatan Kuta Selatan, di

Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Seperti diketahui bahwa Bali merupakan salah satu tujuan wisata favorit

tidak saja di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali

secara konsisten menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor andalan, dan

secara nasional Bali merupakan barometer bagi kemajuan pariwisata Indonesia.

Di tengah-tengah situasi persaingan dunia pariwisata yang semakin ketat, Bali

diharapkan tetap dapat mempertahankan posisinya sebagai salah satu daerah

tujuan wisata utama di Indonesia dan dunia. Alam yang indah dan budaya Bali

yang khas dan sarat akan kegiatan spiritual, membawa masyarakat senantiasa

berkreasi dengan menuangkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga

memberikan nuansa yang berbeda dari destinasi wisata lainnya.

Bali telah diakui sebagai salah satu destinasi utama bagi wisatawan

internasional, hal tersebut sekaligus merupakan tantangan untuk mempertahankan

citra pariwisata Bali di mata internasional agar mampu bersaing di pasar global

yang cenderung mendekati pasar persaingan sempurna yang memungkinkan bagi

suatu daerah atau negara lain untuk menawarkan produk serupa dengan produk

pariwisata Bali. Perkembangan pariwisata dunia yang terus bergerak dinamis serta

kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata dalam berbagi pola

(20)

5

Bandar Udara (Bandara) Internasional Ngurah Rai yang termasuk wilayah

kerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, saat ini adalah salah satu

bandara internasional yang terpenting dan tersibuk di Indonesia, hal tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel. 1.1. Jumlah WNA dan WNI yang bepergian dari beberapa bandara di Indonesia Tahun 2012 - 2014

Sumber : Pusat Data Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Maret 2015

Tabel 1.1, di atas menginformasikan bahwa Bandara Internasional Ngurah

Rai adalah bandara yang paling banyak dilalui oleh orang asing untuk keluar

masuk wilayah Indonesia, oleh sebab itu Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah

Rai memiliki peran yang sangat strategis bagi provinsi Bali.

Petugas Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI)

baik di bandar udara, pelabuhan dan pos lintas batas adalah petugas negara

terdepan dalam hal pencitraan bangsa, hal tersebut dikarenakan petugas imigrasi

merupakan ujung tombak dalam pelayanan kepada setiap orang, baik Warga

Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang masuk

TABEL 1.1. Kewarganegaraan, Tipe Perlintasan

Total

WNA WNI

Tahun TPI Keberangkatan Kedatangan Total Keberangkatan Kedatangan Total

2012

Bandara Soekarno-Hatta 2.267.910 2.222.830 4.490.740 3.730.297 3.714.773 7.445.070 11.935.810

Bandara Ngurah Rai 2.781.303 2.773.632 5.554.935 206.707 191.654 398.361 5.953.296

Bandara Polonia 194.133 200.028 394.161 557.208 433.907 991.115 1.385.276 Bandara Juanda 148.938 99.367 248.305 455.064 478.429 983.493 1.231.798

2013

Bandara Soekarno-Hatta 2,490,342 2,350,192 4,840,534 4,036,800 3,851,629 7,888,429 12,728,963

Bandara Ngurah Rai 3,055,078 3,044,457 6,099,535 240,069 215,778 455,847 6,555,382

Bandara Polonia 214,266 235,443 449,709 650,350 523,593 1,173,943 1,623,652 Bandara Juanda 166,638 168,898 335,536 523,171 595,100 1,118,271 1,453,807

2014 Bandara Soekarno-Hatta 2.591.521 2.416.274 5.007.795 3.700.344 3.577.620 7,277.964 12.285.759

Bandara Ngurah Rai 3.679.838 3.589.960 7.269.798 267.369 238.901 506.270 7.776.068

(21)

6

maupun keluar wilayah Indonesia, sehingga apabila pelayanan keimigrasian buruk

maka sedikit banyak akan mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia

internasional dan dapat berdampak negatif bagi sektor pariwisata dan ekonomi

nasional.

Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang

Keimigrasian, keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas orang yang masuk atau

keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya

kedaulatan negara. Hal tersebut berarti peranan Imigrasi dalam hal ini Kantor

Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, selain memiliki tugas di bidang lalu lintas

orang keluar masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Ngurah Rai juga

memiliki tugas di bidang pengawasan atas keberadaan dan kegiatan orang asing di

wilayah Bali, khususnya di 3 (tiga) kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Utara, Kuta

dan Kuta Selatan.

Jumlah orang asing di Bali, terutama di wilayah Kabupaten Badung sangat

banyak. Selain sebagai turis, ada juga yang beraktivitas dan bekerja memegang

Izin Tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan keberadaannya di Bali. Hal

tersebut dapat terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.2

Jumlah WNA Pemegang Izin Tinggal di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai

No. Jenis Izin Tinggal 2011 2012 2013 2014

1. Izin Tinggal Terbatas (ITAS) 4.474 4.709 6.441 9097 2. Izin Tinggal Tetap (ITAP) 302 399 476 625

(22)

7

Keberadaan dan kegiatan orang asing di Bali diakui memang memiliki

banyak dampak positif bagi perekonomian masyarakat, namun di sisi lain juga

membawa beberapa dampak negatif. Terdapat beberapa kasus aktivitas-aktivitas

ilegal yang modusnya semakin lama semakin bervariasi, antara lain :

1) Penyalahgunaan izin tinggal. Izin tinggal adalah izin yang diberikan oleh

Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri kepada orang asing untuk

berada di wilayah Indonesia, namun pada kenyataannya seringkali terdapat

orang asing yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan

maksud dan tujuan pemberian izin tinggalnya tersebut, misalnya seorang

pemegang Izin Tinggal Kunjungan (ITK) Wisata ternyata bekerja di salah satu

perusahaan di Bali;

2) Memiliki aset secara ilegal. Berdasarkan UU No. 5/1960 tentang

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011

tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, orang asing tidak memiliki hak

atas kepemilikan tanah maupun bangunan di wilayah Indonesia, orang asing

hanya memiliki hak sewa atau hak pakai tanah dan bangunan.

3) Memiliki dan mengelola usaha secara ilegal. Indonesia terbuka terhadap

investasi pihak asing, namun ada peraturan yang harus diikuti oleh orang asing

apabila ingin membuka dan menjalankan usaha di Indonesia, yaitu harus resmi

tercatat sebagai investor melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan

mengalirkan dana investasi dalam jumlah tertentu ke Bali, namun pada

kenyataannya terdapat orang asing dengan modal sangat minim dengan modus

(23)

8

4) Berada di Indonesia melebihi dari batas waktu Izin Tinggal yang diberikan.

Keberadaan Orang Asing di Indonesia dibatasi oleh waktu izin tingal yang

diberikan sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya ke Indonesia,

namun dalam kenyataannya banyak Orang Asing yang berada di wilayah

Indonesia melebihi izin tinggalnya.

Hal-hal tersebut merupakan sebagian tantangan yang harus dihadapi oleh

pegawai imigrasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai sebagai bagian dari

aparat pemerintah di sektor pelayanan publik dan penegakan hukum.

Seiring dengan tuntutan masyarakat agar tercipta penyelenggaraan

pemerintahan yang baik (good governance), peningkatan kinerja dan kualitas

pelayanan merupakan salah satu isu yang sangat krusial baik dalam sektor publik

maupun sektor privat. Hal tersebut terjadi karena di satu sisi tuntutan masyarakat

terhadap kinerja dan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun semakin besar, namun

praktek penyelenggaraan pelayanan terhadap masyarakat belum mengalami

perbaikan yang signifikan. Demikian halnya dengan Kantor Imigrasi Kelas I

Khusus Ngurah Rai sebagai salah satu lembaga publik di Bali, tidak terlepas dari

isu tersebut. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai memiliki kewajiban dan

perlu melaksanakan berbagai langkah strategis untuk mewujudkan serta

meningkatkan kepuasan publik melalui kinerja dan pelayanan keimigrasian yang

transparan, akuntabel dan responsif terhadap keluhan masyarakat.

Tujuan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai untuk senantiasa

meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat ternyata

(24)

9

keluhan masyarakat dan pemberitaan baik cetak maupun elektronik terhadap

pelayanan dan kinerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, antara lain:

1) Pada artikel www.bisnisbali.com yang berjudul “Gaet Wisatawan, Imigrasi

harus Hentikan Pungli” (3 Desember 2013) Anggota BPPI, menyatakan bahwa

adanya wisatawan Cina dan Belanda yang mengeluh tentang indikasi pungli di

imigrasi dan bea cukai Bandara Ngurah Rai Bali.

2) Pada acara Bali Terkini yang disiarkan langsung oleh Radio Global 96,5 FM

Jumat, 7 Maret 2014, dinyatakan bahwa adanya tindakan oknum pegawai

imigrasi yang meminta imbalan untuk memperlancar pengurusan surat-surat.

3)Pada artikel di www.kompas.com yang berjudul “Lagi, Gubernur Pastika Bikin

Video Petugas Nakal di Imigrasi” (27 November 2014), yang berisi pernyataan

Gubernur Bali Made Mangku Pastika bahwa banyak keluhan wisatawan asing

atas kinerja dan layanan petugas imigrasi bandara Ngurah Rai, terutama soal

pemeriksaan dokumen warga negara asing yang tiba di bandara.

4)Artikel di www.kompas.com tanggal 22 September 2015 yang berjudul “Palak

Turis di Bandara, Dua Petugas Imigrasi Ditetapkan sebagai Tersangka.”

Beberapa hal tersebut membuat masyarakat secara tidak langsung

memiliki stigma negatif terhadap kinerja dan pelayanan Kantor Imigrasi Kelas I

Khusus Ngurah Rai, walaupun sebenarnya tanpa masyarakat mengetahui

mengenai berita tersebut, masalah yang terjadi seperti di atas memang sudah

menjadi pembahasan publik. Sehingga jajaran pimpinan Kantor Imigrasi Kelas I

Khusus Ngurah Rai sangat perlu senantiasa melakukan pembenahan guna

(25)

10

pimpinan, sanksi serta aturan yang tegas untuk menindaklanjuti penyalahgunaan

wewenang yang seringkali dilakukan oleh oknum pegawai sebagai penyelenggara

pelayanan publik.

Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan sehingga sesuai harapan

masyarakat, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai perlu didukung oleh

sumber daya manusia yang handal, memiliki integritas tinggi, ramah dan

profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efesien.

Menurut Armstrong (2007), sumber daya organisasi sebagai faktor yang sangat

substansial dalam mencapai kemajuan suatu organisasi, secara garis besar dapat

dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu sumber daya manusia (human

resources) dan sumber daya non-manusia (non-human resources). Kedua kategori

sumber daya tersebut sama pentingnya, akan tetapi sumber daya manusia

merupakan faktor dominan. Organisasi yang memiliki tujuan yang bagus,

dilengkapi fasilitas, sarana dan prasarana yang canggih, namun apabila tanpa

sumber daya manusia yang baik, maka kemungkinan besar tujuan organisasi sulit

tercapai. Sumber daya manusia dipahami sebagai kekuatan yang bersumber pada

potensi manusia yang ada dalam organisasi, dan merupakan modal dasar

organisasi untuk melakukan aktivitas dalam mencapai tujuan.

Keberhasilan organisasi tentu tidak terlepas dari peran pimpinannya, untuk

mencapai tujuan organisasi tersebut pimpinan organisasi dituntut untuk dapat

mempengaruhi orang lain, yaitu para pegawai yang menjadi bawahannya dan

mengarahkannya kepada tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Untuk

(26)

11

merupakan salah satu faktor yang dapat menggerakan, mengarahkan,

membimbing dan memotivasi pegawai untuk lebih berprestasi dalam bekerja.

Pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas

kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Kemampuan dan

keterampilan kepemimpinan dalam memberikan pengarahan adalah merupakan

faktor penting efektivitas kinerja organisasi.

Pada era transparansi seperti saat ini, kepemimpinan merupakan faktor

penting dalam memberikan pengarahan kepada pegawai, kepemimpinan yang

dibutuhkan adalah kepemimpinan yang mampu memotivasi, menyamakan

persepsi, menyatukan visi dan misi serta memberdayakan pegawainya. Peran

pemimpin sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dan memberi

semangat agar berperilaku dengan baik dalam upaya mencapai tujuan kelompok

maupun organisasi (Gadot, 2007).

Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas

tertentu (Rivai, 2009) dan pengelolaan sumber daya manusia untuk mencapai

tujuan organisasi (Gibson, 2006). Kinerja juga diartikan sebagai hasil kerja yang

dicapai sehubungan dengan posisinya dalam organisasi (Kast & Rosenzweig,

2007). Faktor penentu kinerja pegawai dapat dijelaskan dengan pendekatan teori

atribusi yang menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) kategori dasar atribusi yang

melekat pada diri seseorang pegawai yang akan menentukan kinerjanya. Atribusi

tersebut ada yang bersifat internal atau disposisional (dihubungkan dengan sifat

orang), dan yang bersifat eksternal atau situasional yang dapat dihubungkan

(27)

12

kemauan dan upaya. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas; lingkungan kerja,

rekan kerja dan pimpinan. Oleh karena itu, agar individu dalam organisasi

berkinerja tinggi, organisasi harus memperhatikan secara tepat dengan

menghargai bakat-bakat mereka, kemampuan mereka, serta membimbingnya

secara tepat (Simamora, 2006).

Penelitian tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai.

telah banyak dilakukan. Ditemukan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif

signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai (Carmeli, 2003; Goleman et al.,

2004; Bierhoff dan Muller, 2005; Amran et al., 2007). Hal ini terjadi karena

seorang pemimpin yang dapat memberi dukungan kepada pegawai akan

berdampak pada peningkatan kinerja.

Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan untuk mempengaruhi

atau menggerakan perilaku orang lain agar mampu bekerja secara efektif dan

efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk

memahami perilaku para pegawai yang menjadi wewenang dan menggerakkan

sesuai dengan visi dan misi organisasi. Dengan demikian, seseorang yang

diangkat sebagai pemimpin harus memiliki kompetensi (Robbins, 2006).

Menurut Bass (1990) para pemimpin memerlukan energi ekstra dalam

mempertahankan tekadnya untuk meraih prestasi tinggi dan mampu

mempengaruhi perilaku bawahannya dengan baik sehingga mendapatkan

kemajuan dalam organisasinya. Dari perspektif tersebut ditemukan bahwa

(28)

13

kerja yang bergairah dan kooperatif akan menentukan keberhasilan perusahaan

(Bierhoff & Muller, 2005, Shore et al., 2006).

Goleman (2004) menyatakan bahwa seorang pemimpin harus mampu

membangkitkan komitmen, motivasi, dan optimisme dalam melaksanakan

pekerjaan dan menumbuhkan atmosfer kerjasama. Gairah yang dapat

mempengaruhi perilaku bawahan diarahkan berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki

untuk mencapai tujuan organisasi. Pegawai yang diberdayakan oleh pemimpin

akan berperilaku kerja yang baik terhadap organisasi sehingga berdampak pada

peningkatan kinerja (Gibson, 2000). Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa

kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kerja dan juga

berdampak positif pada peningkatan kinerja pegawai (Avolio et al. 2004, Carmeli

2003; Gilder, 2003).

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, fenomena, realitas atau

kondisi yang sebenarnya, maka disusun masalah penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Kantor

Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai?

2) Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja pada Kantor

Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai?

3) Bagaimana pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor

(29)

14

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan

terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai. Secara operasional penelitian ini

dilakukan untuk menganalisis dan menguji secara empirik terhadap hal-hal

berikut:

1) Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Imigrasi

Kelas I Khusus Ngurah Rai.

2) Pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja pada Kantor Imigrasi Kelas I

Khusus Ngurah Rai.

3) Pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Imigrasi Kelas

I Khusus Ngurah Rai

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah

sebagai berikut:

1) Manfaat teoritis, penelitian ini dapat menyajikan informasi mengenai

pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja dan kinerja pegawai, serta

memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur penelitian pada

bidang manajemen sumber daya manusia di Indonesia;

2) Manfaat praktis, penelitian ini mempunyai implikasi sebagai bahan

pertimbangan untuk dasar kebijaksanaan dalam menghadapi dan memahami

(30)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

Winston dan Petterson (2006) mendefinisikan kepemimpinan yaitu satu

atau banyak orang yang memilih, melengkapi, melatih dan mempengaruhi satu

atau banyak pengikut yang memiliki keterampilan-keterampilan,

anugerah-anugerah dan kemampuan-kemampuan beragam dan memfokuskan pengikut

kepada misi-misi dan sasaran-sasaran organisasi sehingga pengikut tersebut rela

dan secara bersemangat mengeluarkan energi fisik, emosional dan spiritualnya

dalam sebuah usaha yang dikoordinasikan secara terpusat untuk mencapai misi

dan sasaran-sasaran organisasi.

Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi individu

atau kelompok menuju pencapaian sasaran (Robbins; 2006), sedangkan

menurut Siagian (2008), kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk

mempengaruhi orang lain sehingga orang mau melakukan kehendak pemimpin.

Yuki (2007) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi

orang lain untuk memahami dan menyepakati apa yang perlu dilakukan dan

bagaimana melakukannya dan proses membantu usaha-usaha individual dan

kolektif untuk memenuhi sasaran-sasaran bersama. Sedangkan Northouse dalam

Yuki (2007) mendefinisikan kepemimpinan yaitu suatu proses dimana seseorang

mempengaruhi kumpulan individu-individu untuk mencapai sasaran-sasaran

(31)

16

Sedangkan menurut Lyne van der (2009) telah mendefinisikan

kepemimpinan yaitu suatu proses mengatur atau memobilisasi orang-orang dan

sumber daya dalam pengejaran atau pencarian sasaran-sasaran tertentu dalam

konteks otoritas institusional, legitimasi dan kekuasaan. Mencapai sasaran-sasaran

tersebut dan mengatasi masalah-masalah tindakan kolektif yang secara

bersama-sama menghambat pencapaian, yang umumnya menuntut bangunan koalisi formal

dan informal, kepentingan baik secara vertikal maupun secara horizontal. Definisi

dari Lyne van der tersebut menekankan tiga hal penting yaitu bahwa (1)

kepemimpinan menekankan adanya organisasi atau mobilisasi dari orang-orang

dan sumber daya (ekonomi, politik dan orang lain) dalam pencarian tujuan

tertentu, (2) kepemimpinan harus selalu difahami secara kontekstual, terjadi dalam

sebuah konfigurasi kekuasaan, otoritas, dan legitimasi, dan dibentuk melalui

sejarah, kelembagaan, sasaran dan kultur politik dan (3) kepemimpinan secara

reguler melibatkan koalisi-koalisi informal dan formal, vertikal atau horizontal,

dari para pemimpin dan elit, di dalam rangka untuk memecahkan

masalah-masalah tindakan kolektif pervasif yang sebagian besar dapat menentukan

tantangan-tantangan pertumbuhan dan pengembangan organisasi.

Berdasarkan pada definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat beberapa komponen inti mengenai kepemimpinan. Beberapa

diantaranya adalah (a) kepemimpinan adalah suatu proses, (b) kepemimpinan

melibatkan mempengaruhi orang-orang lain, (c) kepemimpinan terjadi dalam

konteks dalam suatu kelompok, (d) kepemimpinan melibatkan pencapaian sasaran

(32)

17

2.1.1. Peran Kepemimpinan

Nilai penting dari kepemimpinan (leadership) dalam menyelenggarakan

urusan-urusan dalam organisasi sudah lama menarik perhatian para ilmuwan

(scientist) dan para praktisi. Hal ini karena istilah kepemimpinan sering

diasosiasikan dengan orang-orang yang dinamis dan kuat, orang

mengendalikan perusahaan baik besar maupun kecil, atau orang yang

menentukan arah suatu negara (Nimran, 2004).

Dalam suatu organisasi, tempat ditemukannya kegiatan-kegiatan

kelompok, faktor kepemimpinan sangat diperlukan karena dengan adanya

kepemimpinan, kegiatan kelompok menjadi terarah dan pencapaian tujuan

menjadi lebih mudah dan efektif. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan

syarat bagi berlangsungnya kehidupan kelompok atau organisasi yang sehat,

sesuai dengan tujuan pembentukan organisasi. Kepemimpinan mengandung

asas-asas pokok yang perlu berada pada diri setiap pemimpin, di organisasi apapun dan

pada level manapun dia berada.

Gibson (2006) menyatakan peran kepemimpinan sangat besar untuk

memotivasi anggota organisasi dalam memperbesar energi untuk

berperilaku dalam upaya mencapai tujuan kelompok. Tyson & Jackson (2001)

menambahkan bahwa meskipun kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai

pengaruh yang meliputi transaksi terus menerus antara pemimpin dan pengikut,

beberapa ahli menganggap bahwa minimal ada tiga kondisi yang perlu dipuaskan jika

kepemimpinan terjadi, yaitu (1) pemimpin harus menunjukkan penyebab

(33)

18

harus dapat diamati; serta (3) harus ada perubahan-perubahan yang riil dalam

perilaku anggota organisasi dan dalam hasil akhir yang berikutnya sebagai

konsekuensi tindakan pemimpin.

Dalam kaitannya dengan prestasi yang harus dimiliki oleh seorang

pemimpin (Wexley & Yukl, 2003) menyatakan prestasi merupakan salah satu

motif yang pasti dimiliki oleh seorang pemimpin. Para pemimpin yang mencetak

prestasi biasanya memperoleh kepuasan bila berhasil menyelesaikan tugas yang

menantang, bila meraih standar kinerja terbaik dan bila mengembangkan

cara-cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu.

Seorang individu yang ingin memimpin tetapi tidak punya kegairahan

dalam meraihnya tidak mungkin sukses, baik dalam menciptakan maupun

mengimplementasikan sebuah visi. Hampir semua literatur sepakat bahwa para

pemimpin harus memiliki keinginan yang tinggi untuk meraih prestasi (Locke &

Associates, 1997). Untuk bekerja dengan baik, seorang pemimpin harus terus

menerus bekerja demi mencapai kesuksesan dan perbaikan karirnya.

Pemimpin harus pula mempunyai ambisi yang kuat dalam meraih

kemajuan karirnya dengan membuat divisi atau perusahaannya berkembang dan

memperoleh keuntungan yang besar. Untuk menaikkan peringkatnya, para

pemimpin umumnya mengambil langkah aktif dalam menunjukkan tekad serta

keteguhannya. Gadot (2007) menambahkan dengan menyatakan ambisi memaksa

pemimpin dalam menancapkan sasaran-sasaran yang berat dan menantang untuk

dirinya sendiri maupun organisasi, serta mereka biasanya amat ambisius dalam kerja

(34)

19

Seorang pemimpin memerlukan ambisi untuk mencapai sasaran yang

dihadapi, dan juga memerlukan sifat ambisius dalam bekerja. Hal ini

ditambahkan Bass (1990) yang menyatakan para pemimpin memerlukan

energi ekstra dalam mempertahankan tekadnya untuk meraih prestasi tinggi

dan mampu mempengaruhi perilaku bawahannya dengan baik sehingga

mendapatkan kemajuan dalam organisasinya.

Masing-masing individu pemimpin harus mempunyai tingkat vitalitas

fisik, mental dan emosional yang di atas rata-rata. Selain itu pemimpin harus

memiliki keteguhan (tenacity), terus fokus pada sasaran ketika sedang mengalami

berbagai rintangan. Para pemimpin tidak boleh lelah dalam segala aktivitasnya,

terutama dalam menyampaikan visi mereka kepada bawahan agar bawahan bisa

mengikuti perintah atau arahannya, karena jika sampai visi tidak dipahami dengan

baik oleh bawahan, maka tujuan organisasi akan sulit untuk dicapai. Hal ini

dipertegas lagi oleh Bass (1990) bahwa para pemimpin harus lebih tangguh dalam

menghadapi rintangan dibandingkan bawahan, dan mereka harus mempunyai

kapasitas untuk bekerja dengan sasaran yang jauh ke depan serta memiliki tingkat

kemauan atau keteguhan hati dalam bekerja. Sikap tegar merupakan salah satu

cara untuk meraih visi, untuk meraih sasaran bersama yang diinginkan .

Studi dari Ghiselli (1964) dan Davis & Johnson (1987) paling banyak

dipakai sebagai acuan untuk menelaah dari pendekatan sifat. Ghiseli memaparkan

bahwa ada 6 aspek kepemimpinan, yaitu (1) kemampuan sebagai penyelia, (b)

kebutuhan prestasi dalam pekerjaan, (3) kecerdasan, (4) ketegasan, (5)

(35)

20

Handoko, (1997) merinci adanya 4 ciri/sifat yang mempunyai pengaruh terhadap

kesuksesan kepemimpinan organisasi, yaitu (1) kecerdasan, (2) kedewasaan dan

keleluasaan hubungan sosial, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan (4)

sikap-sikap hubungan manusiawi.

2.1.2. Pendekatan Teori Kepemimpinan

Rivai (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa teori yang digunakan

sebagai pendekatan dalam mengkaji efektifitas kepemimpinan, yaitu:

1) Pendekatan Teori Sifat

Teori sifat berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik khas (fisik,

mental/intelegensi, kepribadian) yang dimiliki seorang pemimpin dikaitkan

dengan keberhasilan kepemimpinannya. Teori ini menekankan pada

atribut-atribut pribadi dari pemimpin. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa

orang merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak

dipunyai orang lain seperti semangat dan energi yang tinggi, intuisi yang

mendalam, pandangan masa depan yang baik dan memiliki kekuatan persuasif.

Teori kepemimpinan ini menyatakan bahwa keberhasilan manajerial disebabkan

karena memiliki kemampuan luar biasa dari seorang pemimpin.

2) Pendekatan Teori Perilaku

Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang dapat menentukan

keefektifan kepemimpinannya. Beberapa studi dilakukan oleh pendukung teori ini

menemukan bahwa sifat-sifat pemimpin berpengaruh terhadap prestasi dan

kepuasan dari pengikut-pengikutnya. Menurut Nawawi (2003) perilaku

(36)

21

(memberi instruksi), cara membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan

disiplin, cara mengendalikan dan mengawasi pekerjaan, cara memimpin rapat,

cara menegur dan memberi hukuman.

Model Grid manajerial yang dikembangkan oleh Blake dan Mounton

(2001) mengidentifikasikan variasi gaya kombinasi antara orientasi hasil dengan

orientasi orang, yang menghasilkan empat macam gaya, yaitu: (1) gaya kurang

efektif yang ditandai dengan rendahnya hubungan dengan orang dan hasil, (2)

gaya moderat yang ditandai dengan memperhatikan keseimbangan terhadap

orientasi hubungan dengan orang dan hasil- hasil kerja pada tingkat yang cukup

memuaskan, (3) gaya yang menekankan hasil kerja dengan mengorbankan

orientasi pada hubungan orang, (4) gaya berorientasi tinggi terhadap

pencapaian hasil kerja dan gaya yang tinggi terhadap hubungan sesama orang.

Tannenbaum dan Schmidt (dalam Thoha, 2010) menyatakan ada dua

bidang pengaruh yang ekstrem dalam hal perilaku kepimpinan seseorang yaitu

bidang pengaruh pimpinan dan bidang kebebasan bawahan. Pada bidang pertama

pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan

pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis.

3) Pendekatan Situasional (Kontingensi)

Pendekatan kontingensi atau disebut juga pendekatan situasional

mengemukakan bagaimana gaya dan tindakan pimpinan dalam menghadapi

situasi atau kondisi tertentu. Pendekatan situasional menekankan faktor

konstektual yang mempengaruhi proses kepemimpinan. Variabel situasional yang

(37)

22

dan sifat lingkungan eksternal. Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa tidak

ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok dengan semua situasi, dan berusaha

mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas

organisasi dan manajemen yang bersifat universal dengan pandangan yang

berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang

berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.

a. Teori Kontingensi Fidler.

Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses

dimana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya

tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat

gaya kepemimpinan, kepribadian dan pendekatan pemimpin yang sesuai

dengan kelompoknya. Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa

kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang

berinteraksi dengan anggotanya, dengan kata lain bahwa tinggi rendahnya

prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin

dan bagaimana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu

situasi tertentu.

Fiedler mengatakan bahwa ada 2 (dua) tipe variabel kepemimpinan, yaitu:

Leader Orientation dan Situation Favorability. Leader Orientation diketahui

dari skala semantik diferensial dari rekan yang paling tidak disenangi dalam

organisasi (Least Preffered Co-worker disingkat LPC). LPC tinggi apabila

pemimpin tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC rendah menunjukkan

(38)

23

tinggi menujukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya

skor LPC yang rendah menunjukkan bahwa pemimpin berorientasi pada tugas.

Hubungan antara LPC pemimpin dan efektivitas kepemimpinan tergantung

pada sebuah variabel situasional yang rumit disebut “keuntungan situasional”

atau “situational favorability”. Situation favorability adalah tolak ukur sejauh

mana pemimpin dapat mengendalikan situasi yang ditentukan oleh 3 (tiga)

variabel situasi, yaitu:

1) Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi-hubungan (relational

concept) pimpinan-anggota. Derajat baik buruknya hubungan antara

pemimpin dan bawahan.

2) Kepemimpinan merupakan suatu proses struktur tugas. Derajat tinggi

rendahnya strukturisasi, standarisasi dan rincian tugas pekerjaan.

3) Kepemimpinan merupakan kekuasaan jabatan untuk harus membujuk

orang-orang lain untuk mengambil suatu tindakan. Derajat kuat/lemahnya

kewenangan dan pengaruh pemimpin atas variabel-variabel kekuasaan

seperti pemberian punish dan reward.

b. Teori Situasional Hersey-Blanchard.

Model kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh

Hersey-Blanchard menekankan bahwa pemimpin harus mengetahui tingkat

kematangan pengikutnya dan menggunakan kepemimpinan yang sesuai

dengan tingkatan tersebut. Kematangan atau maturity adalah bukan

kematangan secara psikologis melainkan menggambarkan kemauan dan

(39)

24

tanggung jawan dalam melaksanakan tugas tersebut juga kemauan dan

kemampuan mengarahkan diri sendiri.

Menurut Hersey dan Blanchard (1992) kepemimpinan situasional adalah

didasarkan pada saling berhubungannya di antara hal-hal berikut: jumlah

petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan

sosio-emosional yang diberikan oleh pimpinan, dan tingkat kesiapan atau

kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam melaksanakan tugas khusus,

fungsi atau tujuan tertentu.

Untuk berperilaku efektif, selain harus mampu mengdiagnosis dan

mengidentifikasi isyarat-isyarat yang terjadi di lingkungannya, seorang

pemimpin juga harus mampu untuk melakukan adaptasi kepemimpinan

terhadap tuntutan lingkungan dimana dia memperagakan kepemimpinannya.

Kebutuhan yang berbeda pada anak buah membuatnya harus diperlakukan

secara berbeda pula.

c. Teori Jalur Tujuan (Path-Goal Theory).

Model kepemimpinan jalur tujuan berusaha meramalkan efektivitas

kepemimpinan dalam berbagai situasi. Teori kepemimpinan jalur sasaran

(path-goal theory) ini dikembangkan oleh Robert House. Teori jalur sasaran

menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah mendampingi pengikut dalam

meraih sasaran mereka dan memberikan pengarahan dan atau dukungan yang

perlu untuk menjamin sasaran mereka selaras dengan sasaran keseluruhan

kelompok atau organisasi. Namun efektivitas perilaku pemimpin jalur

(40)

25

bawahan meliputi aspek: lokus kendali (locus of control), pengalaman dan

persepsi kemampuan, serta 2) faktor kontingensi lingkungan meliputi aspek:

tugas, sistim otoritas, dan kelompok kerja.

Robert House menggabungkan empat tipe atau gaya kepemimpinan yang

utama yaitu: (1) kepemimpinan direktif yaitu pemimpin memberikan

pengarahan yang spesifik, tidak ada partisipasi dari bawahan, (2)

kepemimpinan suportif yaitu pemimpin memiliki sifat ramah, mudah didekati

dan menunjukkan perhatian tulus untuk bawahan, (3) kepemimpinan

partisipatif yaitu pemimpin meminta dan menggunakan saran dari bawahan,

tetapi masih membuat keputusan, dan (4) kepemimpinan berorientasi pada

prestasi yaitu pemimpin mengatur tujuan yang menentang bawahan untuk

menunjukkan kepercayaan diri mereka akan mencapai tujuan dan memilki

kinerja yang lebih baik.

2.1.3 Indikator Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori sifat/

kepribadian seorang pemimpin yaitu teori Primal Leadership dari Goleman (2004)

dengan indikator-indikator yaitu: kesadaran diri, kesadaran sosial dan

pengelolaan diri, dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Kesadaran diri, berarti kemampuan seorang pemimpin untuk mengelola

emosi diri yang mendalam, kekuatan dan keterbatasan diri, serta nilai-nilai

dan motif-motif diri;

2) Pengelolaan diri, merupakan kemampuan yang dibutuhkan seorang

(41)

26

3) Kesadaran sosial merupakan kemampuan seorang pemimpin untuk

berempati. (merasa peduli dengan bawahan).

Pemilihan indikator kepemimpinan menggunakan pendekatan teori sifat

dengan pertimbangan bahwa pemimpin dalam pembangunan di era globalisasi

dituntut untuk senantiasa memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, mampu

menciptakan pembaharuan dalam segala aspek kehidupan organisasi. Seorang

pemimpin harus memiliki keterampilan untuk mempengaruhi atau

menggerakkan perilaku orang lain mampu bekerja secara efektif dan efisien

untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk memahami

perilaku-perilaku para pegawai yang menjadi wewenang dan menggerakkan

sesuai dengan visi dan misi organisasi. Pemilihan indikator ini juga sesuai

dengan situasi organisasi sektor publik yang dapat mewakili sifat atau kepribadian

seorang pemimpin.

2.2. Perilaku Kerja

Perilaku kerja merupakan bagian yang berperan sangat penting dalam

kehidupan bekerja. Perilaku kerja merupakan tindakan dan sikap yang

ditunjukkan oleh orang-orang yang bekerja. Menurut Prawirosentono (1999)

perilaku adalah suatu karakteristik penting dari pribadi untuk melakukan kegiatan.

Perilaku merupakan hasil gabungan dari berbagai faktor psikologis. Faktor-faktor

psikologis tersebut merupakan hasil kombinasi dari faktor fisik, biologis, dan

kondisi sosial yang mempengaruhi lingkungan kehidupan seseorang. Perilaku

kerja menyangkut aktivitas individu pada suatu organisasi dalam mencapai tujuan

(42)

27

berorientasi tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu perencanaan

yang mengikutkan seluruh komponen dalam organisasi atau paling tidak para

pengambil keputusan yang ada dalam organisasi tersebut.

Kast & Rosenzweig (2007) berpendapat perilaku adalah menunjukkan

tingkah laku seseorang. Hal itu berarti perilaku adalah merupakan semua

tindakan yang dilakukan oleh seseorang, baik untuk kepentingan dirinya

maupun kelompoknya. Menurut Thoha (2002) perilaku adalah suatu fungsi dari

interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Ini berarti bahwa seseorang

individu dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara langsung.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Schein (2004) yang menyatakan

bahwa perilaku manusia adalah hasil yang kompleks dari maksud dan persepsi

mengenai situasi yang ada sekarang dan asumsi-asumsi atau kepercayaan

tentang situasi serta orang-orang yang berada dalam situasi itu. Pada gilirannya

asumsi-asumsi itu didasarkan atas pengalaman di masa lampau, norma-norma

kebudayaan dan apa yang diharapkan menurut ajaran orang lain. Perbedaan yang

dikemukakan oleh Schein (2004) itu terletak pada perilaku yang dipengaruhi oleh

faktor luar manusia, bukan oleh faktor yang inheren pada diri seseorang.

Sementara Gibson, (2006) menyatakan perilaku adalah semua yang

dilakukan oleh seseorang, sebagaimana sesuai dengan pendapat Robbins

(2006) yaitu perilaku adalah tindakan tersebut yang cenderung dapat diamati

dan diukur.

Sigmund Freud (dalam Hersey & Blanchard, 1992) percaya bahwa

(43)

28

itu kebanyakan perilaku individu tersebut dipengaruhi oleh motif atau kebutuhan

bawah sadar. Davis & Newstrom (2000) menyatakan perilaku manusia dalam

organisasi tidak dapat diperkirakan seperti yang dibayangkan, karena timbul dari

kebutuhan dan sistem nilai yang terkandung dalam diri manusia.

Perilaku bersifat rumit dan unik, namun melalui pemahaman perilaku

manusia justru merupakan pangkal tolak untuk dapat memahami bagaimana

suatu organisasi berfungsi. Oleh karena itu perlu dimengerti terlebih dahulu

bagaimana fungsi pegawai dalam organisasi (Schein, 2004). Manajer yang

efektif mensyaratkan untuk mengenali perbedaan perilaku individu bawahannya,

kemudian mengelolanya ke arah perilaku kerja yang positif demi pencapaian

tujuan secara efektif dan efisien.

Perilaku anggota organisasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu

perilaku positif dan perilaku negatif. Perilaku positif adalah perilaku yang

mendorong tercapainya tujuan dan berbagai sasaran organisasi dengan tingkat

efisiensi, efektifitas serta produktivitas yang tinggi. Sedangkan perilaku

yang negatif berangkat dari pengutamaan beberapa kepentingan egoistik, bahkan

tidak jarang mengorbankan kepentingan kelompok atau kepentingan organisasi

secara keseluruhan. Mengingat perilaku individu bersifat rumit dan unik,

seringkali seorang manajer mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti

perilaku pegawainya.

Guna memudahkan memahami perilaku pegawai, dapat dilakukan

melalui pendekatan kesisteman (Indrawijaya, 2003). Berdasarkan pendekatan

(44)

29

manusia adalah suatu sistem yang terbuka, bukan sesuatu yang terisolasi, dan

manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia memperoleh

stimulus sebagai input dari lingkungannya, kemudian melakukan proses

transformasi atau penyaringan. Hasil dari proses ini berupa tindakan atau perilaku

tertentu. Tindakan atau perilaku tersebut diarahkan pada suatu tujuan, selanjutnya

akan menjadi masukan bagi lingkungannya (Kast & Rosenzweig, 2007 ).

2.2.1. Faktor Pembentuk Perilaku Kerja

Sebagai anggota suatu organisasi, seseorang seharusnya tidak kehilangan

identitasnya yang khas, karena hal itu merupakan kekhususan atau kebanggaan

tersendiri yang dimiliki orang tersebut. Orang yang mampu mempertahankan

identitasnya akan mempunyai harga diri yang tinggi yang pada gilirannya akan

muncul dalam bentuk keinginan untuk dihormati dan diperlakukan secara

manusiawi oleh pimpinannya.

Siagian (2008) menyatakan bahwa di dalam diri seorang manusia terdapat

perilaku atau behavior yang berasal dari oleh dalam diri seseorang tersebut yang

nantinya akan mempengaruhi perilaku bekerja di sebuah perusahaan ataupun

organisasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kerja seseorang

seperti:

1) Faktor genetik, yang dimaksud faktor genetik dalam hal ini adalah sifat-sifat

yang dibawa sejak lahir dan merupakan turunan atau bawaan dari kedua orang

tuanya seperti kecerdasan, sifat pemarah atau penyabar dan sebagainya

2) Faktor lingkungan, yaitu situasi dan kondisi lingkungan pergaulan yang

(45)

30

di luar rumah juga dapat membentuk pola pikir dan kerja seseorang, termasuk

lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat yang dijumpai sehari-hari.

3) Faktor pendidikan, yaitu pendidikan baik formal maupun non-formal juga

memiliki pengaruh penting terhadap perilaku karena di dalam pendidikan ada

usaha secara sadar dan sistematis dalam rangka mengalihkan pengetahuan dari

seorang kepada orang lain.

4) Faktor pengalaman, pengalaman seseorang sejak kecil turut membentuk

perilaku dalam kehidupan organisasionalnya. Pengalaman dapat membentuk

sifat apatis, keras kepala, tidak toleran, mudah putus asa, dan sebagainya.

1.2.2 Indikator Perilaku Kerja

Perilaku kerja sangat penting untuk mencapai suatu keberhasilan tingkat

pribadi, organisasional maupun sosial. Perilaku kerja merupakan kemampuan dan

perilaku pekerja menunjukkan tindakan dalam melaksanakan tugas. Menurut

Gibson (2000) terdapat beberapa indikator perilaku kerja yang dapat mengukur

sejauh mana perilaku kerja dapat berperan di tempat kerja, yaitu:

1) Semangat dan kegairahan kerja, adalah semangat dan kegairahan dalam

melaksanakan pekerjaan;

2) Daya inisiatif kerja, adalah melaksanakan pekerjaan dengan berinisiatif

sendiri;

3) Keterlibatan kerja, adalah sejauh mana keterlibatan seorang pegawai dalam

suatu pekerjaan;

4) Keterkaitan terhadap organisasi, adalah sejauh mana seorang pegawai

(46)

31

2.3. Kinerja Pegawai

Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas

tertentu (Wibowo, 2007). Kinerja merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya

manusia organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Rivai, 2009).

Berdasarkan keseluruhan kegiatan dilakukan oleh organisasi atau perusahaan,

kinerja terdiri atas: kinerja organisasi, kinerja individu, pegawai, kinerja

kelompok. Kinerja pegawai sebagai prestasi akhir dari seorang pegawai dan

mengandung beberapa hal, seperti adanya target tertentu yang dicapai, memiliki

jangka waktu dalam pencapaian target dan terwujudnya efisiensi dan efektivitas.

Gibson (2006) berpendapat bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja yang

dicapai oleh pegawai sesuai posisinya dalam organisasi. Sedangkan Kast &

Rosenzweig (2007) menyatakan kinerja meliputi seluruh tujuan usaha organisasi.

Bagi manajer tingkat bawah, kinerja adalah sasaran yang membantu pencapaian

keseluruhan misi. Untuk setiap unit organisasi tugas manajemen adalah

mencapai kinerja yang diukur dengan kriteria yang relevan.

Kesimpulannya bahwa kinerja adalah prestasi akhir dari suatu organisasi dan

mengandung beberapa hal, seperti adanya target tertentu yang dicapai, memiliki

jangka waktu dalam pencapaian target dan terwujudnya efisiensi dan efektivitas.

Blumberg & Pringle (1982) menyatakan bahwa penentu kinerja adalah: (a)

kapasitas, seperti pengetahuan, keterampilan dan pendidikan; (b) kesempatan,

seperti prosedur organisasi, kepemimpinan dan kebijakan organisasi; dan (c)

(47)

32

Penilaian terhadap kinerja pegawai dalam suatu organisasi dapat

dikenakan beberapa aspek (Wibowo, 2007), yaitu:

1) Kuantitas, dinyatakan dalam bentuk jumlah output atau pekerjaan, atau

persentase antara output yang aktual dengan output yang menjadi target.

2) Kualitas, dinyatakan bentuk pengawasan kualitas pekerjaan dalam batas yang

dipertimbangkan untuk dapat ditoleransi.

3) Waktu, dinyatakan dalam pencapaian batas waktu penyelesaian pekerjaan,

jumlah unit pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat waktu.

Teori atribusi menyatakan faktor penentu kinerja pegawai dapat dikenali

dengan menggambarkan atribusi hubungan perilaku seseorang atau individu

dengan menghubungkan penyebab keberhasilan atau dari kinerja pegawai

secara akurat (Timpe, 1999). Faktor penentu kinerja pegawai dapat dijelaskan

dengan menggunakan pendekatan teori atribusi yang menyatakan terdapat dua

kategori dasar atribusi yang melekat pada diri seseorang pegawai yang akan

menentukan kinerjanya, yaitu atribusi yang bersifat internal atau disposisional

(dihubungkan dengan sifat-sifat orang), dan yang bersifat eksternal atau

situasional yang dapat dihubungkan dengan lingkungan seseorang

(Maurice, 1999). Teori atribusi kausal didasarkan pada asumsi bahwa orang

cenderung tidak merasa puas dengan hanya mengetahui apa yang dikerjakan

tetapi juga suka mencari-cari penyebab seseorang melakukan pekerjaan tersebut.

Menurut teori atribusi kausal ini bahwa dengan mengidentifikasi secara akurat

(48)

33

2.3.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan

eksternal pegawai. Faktor internal seperti bakat, kemampuan, kemauan dan

upaya. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas lingkungan kerja, rekan kerja dan

pimpinan. Oleh karena itu, agar individu yang ada dalam organisasi berkinerja

tinggi, maka organisasi harus memperhatikan secara tepat dengan menghargai

bakat dan kemampuan pegawai serta membimbingnya secara tepat

(Simamora, 2006).

Ada tiga variabel yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu; variabel

individu/pegawai, variabel organisasi dan variabel psikologis. (Gibson, 2006).

Menurut Gibson ketiga variabel tersebut dapat dikelompokkan pada

masing-masing sub variabel, yaitu:

1) Variabel individu dikelompokan pada sub variabel: kemampuan dan

keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub variabel kemampuan dan

keterampilan merupakan faktor utama dalam mempengaruhi kinerja pegawai.

Sedangkan demografis memberikan pengaruh tidak langsung.

2) Variabel organisasi dikelompokkan dalam subvariabel: sumberdaya,

kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Kelompok sub variabel

ini memberikan efek tidak langsung terhadap kinerja individu.

3) Variabel psikologis terdiri atas subvariabel: persepsi, sikap, kepribadian,

belajar, usia, etnis dan budaya.

Gibson (2006) menyatakan bahwa variabel psikologis banyak

(49)

34

demografis. Harus dipahami bahwa seseorang masuk bekerja dan bergabung

dalam organisasi kerja tentunya memiliki usia, etnis, latar belakang budaya serta

pengetahuan dan keterampilan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga

model teori kinerja yang dikembangkan oleh Gibson ini dapat dikatakan

bahwa perlu penegasan secara khusus pentingnya variabel kepemimpinan,

budaya organisasi, komitmen kerja, dan perilaku kerja.

Model teori kinerja pegawai yang dikembangkan oleh Gibson (2006)

menjadi fokus penekanan dalam membangun model dasar konsep penelitian ini.

Variabel penentu kinerja pegawai pada penelitian ini terdiri atas: kepemimpinan dan

perilaku kerja berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai

sesuai dengan penelitian Gibson (2006) dalam Wibowo (2007), Rowe dan

Boulgarides (1992), Nadler dan Lowler (1991) serta merujuk pada teori yang

dikemukakan oleh Robbins (2006).

Kekuatan setiap organisasi adalah terletak pada pegawai, sehingga

prestasi suatu organisasi tidak terlepas dari prestasi setiap individu yang terlibat

didalamnya (Rao, 1996). Agar individu dapat berkinerja tinggi manajemen harus

memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat-bakat yang ada

pada setiap individu dan mengembangkan kemampuan mereka serta

menggunakannya secara tepat sehingga organisasi akan menjadi lebih dinamis.

2.3.2. Tujuan Penilaian Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian

manajemen, baik organisasi publik maupun swasta. Namun karena sifat dan

Gambar

TABEL 1.1.

Referensi

Dokumen terkait

Η μεθοδολογία AFLP βασίζεται στην επιλεκτική ενίσχυση μιας υποομάδας τμημάτων που έχουν παραχθεί μετά τη πέψη του γονιδιωματικού DNA

Uji koefisien regresi harga minyak mentah dunia, tingkat suku bunga, dan kurs valuta asing terhadap indeks harga saham sektor pertambangan periode 2014-2016

Penyelesaian TSP multi obyektif dengan algoritma genetika akan berdampak pada fungsi fitness yang diterapkan untuk kasus tersebut, sekaligus yaitu waktu dan

Dari gambaran umum tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini, menunjukkan bahwa Kurikulum 2013 PAUD adalah kurikulum yang relevan pada anak usia dini,

Keputusan yang diperolehi telah menyokong objektif penyelidikan sekaligus mernbuktikan bahawa, terdapat hubungan yang signifikan antara etika kerja Islam dan prestasi

Masih kisaran seperti itu yang masih kita lakukan, karena saya pikir, kalau saja setiap keluarga mau, nggak usah ada formal-formal, kuncinya ada di keluarga semua, ini

a. Bimbingan keagamaan dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam mengenali emosi diri.. 1) Bimbingan keagamaan dalam pengenalan emosi dilaksanakan pada proses

Dari data dan grafik pemakaian bahan kimia diatas akan dilakukan peramalan kebutuhan bahan kimia untuk periode Januari-Desember 2015 dengan beberapa metode dan menghitung