KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR
TRIDHA ARISTANTIA
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR
TRIDHA ARISTANTIA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M ZUHUD dan AGUS HIKMAT.
Tumbuhan obat merupakan alternatif bahan obat bagi pemenuhan kesehatan berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Masyarakat Kampung Babakan-Cengal telah lama memanfaatkan tumbuhan obat yang terdapat di sekitar lingkungan rumahnya dalam mengobati penyakit yang dideritanya. Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat yang telah dilakukan oleh masyarakat tersebut harus dilestarikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji: (1) Potensi tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara mandiri, dan (2) Pengetahuan, pemanfaatan, dan kegiatan budidaya tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Babakan-Cengal sebagai sarana pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2011 di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah studi pustaka, survei potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA), dan wawancara. Pemilihan responden dilakukan menggunakan teknik snowball dengan jumlah responden 30 orang. Sedangkan survei potensi tumbuhan obat dilakukan secara sensus. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
TOGA di Kampung Babakan-Cengal teridentifikasi sebanyak 88 spesies dari 41 famili. Zingiberaceae adalah famili yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 9 spesies. Herba merupakan habitus tertinggi sebanyak 36 spesies. Bagian tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal yang digunakan untuk pengobatan terdiri atas 15 macam bagian, daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu sebanyak 52 spesies. Tumbuhan obat keluarga paling banyak dijumpai di pekarangan, yaitu sebanyak 50 spesies. Kelompok penyakit yang paling banyak dapat diobati oleh tumbuhan obat keluarga di Kampung Babakan-Cengal adalah penyakit saluran pencernaan, sebanyak 64 spesies. Pengetahuan masyarakat Kampung Babakan-Cengal terhadap tumbuhan obat masih cukup tinggi. Sebanyak 60% masyarakat yang menjadi responden masih membuat obat sendiri secara tradisional dari tumbuhan obat yang ada di sekitar lingkungan rumah mereka untuk menyembuhkan penyakit yang mereka derita. Kegiatan budidaya terhadap tumbuhan obat sebagai bagian dari konsevasi juga menjadi salah satu kegiatan beberapa masyarakat Kampung Babakan Cengal. Kegiatan budidaya dianggap efektif oleh beberapa masyarakat, karena dengan membudidayakan tumbuhan obat keluarga dapat melestarikan dan memudahkan masyarakat dalam pemanfaatannya. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa banyak spesies TOGA yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal, dengan tingkat pengetahuan terhadap TOGA cukup tinggi. Kajian budidaya TOGA cukup efektif untuk konservasi berbagai spesies TOGA.
Cengal Kampong Karacak Village Leuwiliang Sub-district, Bogor Regency. Under Supervision of ERVIZAL A.M ZUHUD and AGUS HIKMAT.
Medicinal plants are alternative medicine used for treating various illnesses by a variety of community in Indonesia. In treating illnesses Babakan-Cengal villagers have long used medicinal plants found in the surrounding neighborhood. The use of medicinal plants by the community should be conserved. The Objectives of the research are to look for information about: (1) the potential of the medicine plants in Babakan-Cengal village that can be developed to improve the health of the family, and (2) the knowledge, the usages and the cultivation of family medicined plants in Babakan-Cengal village to treat illnesses and to keep the families health.
The research was conducted from July to August 2011 in the village of Kampung Babakan-Cengal Karacak Leuwiliang Sub-District, Bogor Regency. The method used were literature study, a survey of potential medicinal plant families (TOGA), and interview. Selection of respondents were conducted to 30 respondents, choice were determined using snowball sampling technique. while the potential of medicinal plants survey conducted in the census. Quantitative and qualitative analysis were used to analysis the data, which were descriptive analysis.
There were as many as 88 species of medical plants from 41 families identified in Kampung Babakan-Cengal. Family Zingiberaceae was most commonly found as many as 9 species. Herbs was the most habitus and consist of 36 species. The was 15 parts of medicinal plants used to treat illnesses, and leaves of 52 species were mostly used. Most of the medicinal plants grow in the yard and consist of 64 species can be use to cure the digestion illnesses. Knowledge community Babakan Cengal village of medicinal plants is still high. As many as 60% of respondents still make their own traditional medicines from medicinal plants that exist in their home environment to cure illnesses they suffered. Cultivation of medicinal plants as part of conservation is also one of several community activities-Cengal Babakan village, farming activities are considered effective by some people, because the cultivation of medicinal plants families can preserve and facilitate the public in its use. The conclusion of this study that many species that can be utilized by TOGA Village community-Cengal Babakan, with the level of knowledge of the TOGA quite high. Cultivation activities was effective for the conservation of various species of TOGA.
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Keluarga di Kampung Babakan-Cengal Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2012
Tridha Aristantia NIM E34070049
i
Judul Skripsi : Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat (TOGA) di Kampung Babakan-Cengal Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Nama : Tridha Aristantia
NIM : E34070049
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 195906181985031003
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 adalah pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) dengan judul Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Keluarga di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Skripsi ini membahas mengenai potensi tumbuhan obat keluarga yang terdapat di Kampung Babakan-Cengal, pengetahuan masyarakat Kampung Babakan-Cengal mengenai tumbuhan obat serta kegiatan budidaya tumbuhan obat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata karena keterbatasan dari penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis, pembaca maupun bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Bogor.
Bogor, Agustus 2012
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 8 Oktober 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Sutrisna dan Lidya Herawati. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis adalah TK Kemala Bhayangkari 4 Bogor pada tahun 1994-1995, SD Negeri Purbasari 1 Bogor pada tahun 1995-2001, SMP Negeri 2 Ciomas pada tahun 2001-2004, SMA Negeri 2 Bogor pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Fakultas Kehutanan IPB dengan mengambil program supporting course.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada periode kepengurusan 2008-2010. Di HIMAKOVA penulis tergabung menjadi anggota Kelompok Pemerhati Flora “Rafflesia” (KPF) dan anggota Biro Kewirausahaan HIMAKOVA pada periode yang sama.
Praktek Lapang Kehutanan yang pernah diikuti oleh penulis adalah kegiatan RAFFLESIA di Cagar Alam Rawa Danau, Banten pada tahun 2009; Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di BKPH Kamojang dan BKPH Sancang Barat pada tahun 2009; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi pada tahun 2010; serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara pada tahun 2011. Dalam rangka menyelesaikan studi di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Keluarga di
Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahirrahmanirrahim,
Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F atas semua nasehat, bimbingan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
2. Masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian di lapangan.
3. Bapak dan Ibu Dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu pengetahuan, wawasan, pengajaran dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.
4. Seluruh Staf Tata Usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, atas bantuannya selama kuliah dan penyelesaian skripsi.
5. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS sebagai dosen penguji yang telah menguji dan memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.
6. Resti Meilani, S.Hut, M.Si sebagai Ketua sidang yang telah menguji dan memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.
7. Ir. Edhi Sandra, M.Si sebagai moderator pada saat seminar hasil penelitian. 8. Heni Apriyanti, Muhrina Anggun Sari Hasibuan, Asih Ratnasih. Novitasari,
Neneng Hasanah, Rafina, Diena Nurul Fatimah atas persahabatan, kebersamaan, kekeluargaan, dukungan, dan bantuan selama kuliah, penelitian dan penyusunan skripsi sampai selesai.
9. Kawan, sahabat dan saudara seperjuangan di Lab. Konservasi Tumbuhan Depertemen KSHE atas bantuan, kerjasama, motivasi, saran dan kebersamaan dengan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Keluarga besar KSHE 44 (Helarctos malayanus 44) atas kebersamaan, dukungan, kekeluargaan, pengalaman, dan ilmu pengetahuan yang dilalui bersama-sama.
iv
11. Teristimewa Kedua orang tua penulis (Ibu Lidya Herawati dan Bapak Sutrisna), Riandika Fajar Pratama, dan Trisya Fahriannisa yang telah memberikan limpahan kasih sayang, doa, motivasi serta dukungan moril dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana.
Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah, penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan bantuannya.
v DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat ... 3
2.2 Pengetahuan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat ... 4
2.3 Pelayanan Kesehatan ... 5
2.4 Tumbuahan Obat Keluarga (TOGA) ... 5
2.5 Pekarangan ... 6
2.6 Masyarakat Desa ... 7
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 9
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 9
3.4 Metode Penelitian ... 10
3.4.1 Tahapan penelitian ... 10
3.4.2 Metode pengumpulan data ... 11
3.4.3 Analisis data ... 12
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan ... 14
4.2 Topografi, Iklim, dan Tanah ... 15
4.3 Kondisi Demografi, Sosial dan Ekonomi ... 15
vi
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden ... 17
5.1.1 Umur responden ... 17
5.1.2 Tingkat pendidikan... 17
5.1.3 Mata pencaharian responden ... 18
5.1.4 Pendapatan responden ... 19
5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat Kampung Babakan Cengal, Desa Karacak ... 19
5.2.1 Keanekaagaman tumbuhan obat berdasarkan famili... 20
5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus ... 22
5.2.3 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan ... 23
5.2.4 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat .. 24
5.2.5 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan kelompok Penyakit ... 25
5.2.6 Frekuensi perjumpaan spesies tumbuhan obat ... 28
5.3 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat 29
5.4 Budidaya Tumbuhan Obat ... 35
5.5 Sintesis Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga ... 37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 41
6.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
vii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Jenis dan metode pengumpulan data ... 9
2. Pemanfaatan lahan/penggunaan lahan di Desa Karacak ... 15
3. Mata pencaharian masyarakat Desa Karacak ... 15
4. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak ... 16
5. Sarana dan prasarana kesehatan di Desa Karacak ... 16
6. Karakteristik kelas umur responden ... 17
7. Mata pencaharian responden ... ... 18
8. Pendapatan total responden ... ... 19
9. Frekuensi perjumpaan spesies tumbuhan obat ... 28
10. Tindakan masyarakat Kampung Babakan-Cengal ketika sakit ... 30
11. Penyakit umum yang sering diobati dengan tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal, Desa Karacak ... 31
viii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Denah lokasi penelitian ... 14
2. Tingkat pendidikan responden ... 18
3. Jumlah tumbuhan obat di setiap RT ... 20
4. Jumlah 10 family tumbuhan obat terbanyak di Kampung Babakan-Cengal 21
5. Tumbuhan obat anggota Zingibeaceae: A) Kapulaga (Amomum compactum) B) Buah kapulaga ... 22
6. Jumlah spesies tumbuhan obat keluarga berdasarkan habitus ... 22
7. Jumlah spesies tumbuhan obat keluarga berdasarkan bagian yang digunakan ... ... ... ... 23
8. Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat... 25
9. Kelompok penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Babakan-Cengal ... ... 26
10. Daun kentut (Paederia scandes (Lour.) Merr.) ... 27
11. Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) ... 27
12. Pulutan ( Urena lobata Linn) ... ... 28
13. Ramuan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit lemah syahwat, darah Tinggi, ginjal, panas, dan lain-lain ... 34
14. Contoh simplisia... 34
15. Status budidaya tumbuhan obat ... ... ... 35
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Rekapitulasi karakteristik responden penelitian di Kampung Babakan
-Cengal ... 48
2. Famili tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal ... 49
3. Potensi tumbuhan obat berdasarkan manfaat ... 51
4. Frekuensi perjumpaan tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal ... 74
5. Tipe habitat tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal ... 82
6. Kelompok penyakit dan jumlah jenis tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Babakan-Cengal ... ... 85
7. Penyakit umum masyarakat yang sering diobati dengan tumbuhan obat pada responden Kampung Babakan-Cengal ... 87
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan obat merupakan alternatif bahan obat bagi pemenuhan kesehatan berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat ini telah diwariskan secara turun temurun sebagai budaya bangsa dan perlu terus ditingkatkan, karena berbagai masalah penyakit dapat diobati dengan memanfaatkan tumbuhan yang ada. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dapat ditemui di hutan, kebun, sawah, atau bahkan di sekitar rumah atau pekarangan.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku obat cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature atau kembali ke alam. Selain murah dan mudah didapat, obat tradisional yang berasal dari tumbuhan pun memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya jika dibandingkan obat-obatan kimia (obat modern). Hal ini disebabkan efek dari obat tradisonal bersifat alamiah, tidak sekeras efek dari obat kimia.
Kampung Babakan-Cengal merupakan salah satu kampung yang terdapat di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dalam mengobati penyakit yang dideritanya masyarakat Kampung Babakan-Cengal telah lama memanfaatkan tumbuhan obat yang terdapat di sekitar lingkungan rumah mereka. Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat yang telah dilakukan oleh masyarakat tersebut harus dilestarikan.
Sehubungan dengan hal tersebut untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Babakan-Cengal maka diperlukan studi mengenai kajian pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dan menumbuhkan motivasi kembali kepada masyarakat untuk menanam dan mengembangkan tumbuhan obat di pekarangan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemandirian dalam pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga atau masyarakat.
2 1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji:
1. Potensi tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara mandiri.
2. Pengetahuan, pemanfaatan, dan kegiatan konservasi tumbuhan obat oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal sebagai sarana pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan masukan dalam pengembangan tumbuhan obat keluarga (TOGA) melalui peran serta masyarakat untuk kemandirian masyarakat dalam bidang obat-obatan di Kampung Babakan-Cengal.
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan obat juga merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama dan memberikan dampak farmakologi. Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan obat (Aliadi et al. 1990).
Zuhud dan Haryanto (1994) mengelompokan tumbuhan berkhasiat obat sebagai berikut:
a. Tumbuhan obat tradisional, merupakan spesies yang diketahui atau dipercaya masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
b. Tumbuhan obat modern, merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis.
c. Tumbuhan obat potensial, merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat dan penggunaannya secara tradisional belum diketahui.
Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai spesies tumbuhan adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo 1988):
a. Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki suatu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.
b. Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang dekat dengan permukaan, biasanya kurang dari 5-6 meter.
c. Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.
d. Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjulur/memanjat pada tumbuhan lain.
4
e. Semak adalah tumbuhan tidak seberapa besar, batang berkayu, bercabang-cabang dekat permukaan tanah atau di dalam tanah.
2.2 Pengetahuan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Pemanfaatan tumbuhan obat adalah memanfaatkan berbagai spesies tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sekitar kita dan mempunyai khasiat untuk bahan pengobatan secara tradisional (Soewito 1989). Dalam pemanfaatan dan penggunaan tumbuhan berkhasiat obat ini, perlu diketahui secara pasti tata cara pengkomposisiannya dalam memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat untuk mengatasi berbagai jenis penyakit secara efektif (Wijayakusuma 2000).
Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal sering diistilahkan dengan sebutan kearifan tradisional. Kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf 2006).
Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua penghuni komunitas ekologis harus dibangun. Keraf (2006) menyebutkan bahwa:
a. Kearifan tradisional adalah milik komunitas bukan individu.
b. Kearifan tradisional lebih bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam semesta.
c. Berdasarkan kearifan tradisional, masyarakat juga memahami semua aktivitasnya sebagai aktivitas moral.
Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara tradisi merupakan salah satu bagian dari kebudayaan suku bangsa itu sendiri, yang mana melibatkan hubungan antara manusia dengan lingkungan yang ditentukan oleh kebudayaan setempat sebagai pengetahuan yang diyakini serta menjadi sistem nilai. Pengobatan tradisional merupakan salah satu pengetahuan tradisional masyarakat yaitu semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran berdasarkan pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu dan dilakukan secara
5
turun temurun, selain itu juga telah teruji memberikan sumbangsihnya terhadap kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) (Rahayu 2006).
2.3 Pelayanan Kesehatan
Masyarakat tetap memerlukan pengobatan tradisional. Dalam suatu sistem pelayanan terdapat folk sector dan popular sector (kalangan tradisi) seperti tabib, dukun, penjual jamu gendong, akupunktur dan sebagainya yang menggunakan cara dan metode pengobatan di luar standarisasi profesional sektor atau paradigma kedokteran (Deryanti 2010). Menurut Siswanto (2000) hendaknya terdapat kemitraan antara folk sector dengan profesional sektor untuk mencapai tujuan normatif sistem pelayanan kesehatan.
Kelompok-kelompok masyarakat memiliki bentuk perawatan kesehatan yang berbeda-beda (Kalangie 1994 diacu dalam Suciati 2004). Perilaku kesehatan seseorang pun berbeda-beda dipengaruhi oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma dalam lingkup sosialnya, berkenaan pula dengan etiologi, terapi dan spesies penyakit yang dideritanya.
Departemen Kesehatan (1995) membagi pengobatan tradisional menjadi 4 kelompok yaitu:
a. Pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan obat tradisional, seperti shinse, tabib, battra ramuan, dan jamu gendong.
b. Pengobatan tradisional yang menggunakan keterampilan, seperti akupunturis, battra patah tulang, battra pijat urut, dan sebagainya.
c. Pengobatan tradisional berdasarkan agama dan kebatinan, seperti kyai. d. Pengobatan tradisional bersifat magis, seperti paranormal, dukun anti teluh,
dan sebagainya.
Saat ini pengobatan tradisional adalah pelengkap dalam menangani masalah kesehatan.
2.4 Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA)
Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) adalah tumbuhan obat yang ada di lingkungan tempat tinggal masyarakat yang dimanfaatkan sebagai obat untuk mengobati penyakit yang diderita masyarakat (Deryanti 2010). Menurut Wakidi
6
(2003) TOGA ialah Tanaman Obat Keluarga, dahulu disebut sebagai “Apotik Hidup”, dalam pekarangan atau halaman rumah ditanam beberapa tanaman obat yang digunakan secara empirik oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit atau keluhan-keluhan yang dideritanya. Beberapa tanaman obat telah dibuktikan efek farmakologinya pada hewan coba dan beberapa tanaman telah dilakukan uji klinik tahap awal.
Dalam kondisi tertentu TOGA dapat pula dibuat dengan memanfaatkan pot, atau benda-benda lain yang dapat dan cocok untuk menumbuhkan tumbuhan yang berkhasiat obat. Spesies-spesies TOGA yang ditanam harus memiliki kriteria atau pernyataan sebagai berikut (Deryanti 2010):
a. Tumbuhan tersebut sudah terdapat di daerah pemukiman yang bersangkutan. b. Tumbuhan mudah dikembangbiakan, tidak perlu cara penanaman khusus dan
tidak memerlukan cara pemeliharaan yang rumit.
c. Dapat dipergunakan untuk keperluan lain, misalnya untuk sumber makanan, bumbu dapur, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan sebagainya.
d. Dapat diolah menjadi simplisia dengan cara sederhana. e. Tumbuhan sudah terancam kepunahannya.
2.5 Pekarangan
Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang besifat pribadi yang merupakan sistem terintegrasi dengan hubungan yang erat antara manusia, tanaman dan hewan (Arifin et al 2009). Pekarangan juga merupakan ruang terbuka yang sering dimanfaatkan untuk acara kekerabatan dan kegiatan sosial. Pekarangan mempunyai fungsi yaitu agroforestri, konservasi sumberdaya alam yang bersifat genetika, tanah dan air, produksi pertanian, serta hubungan sosial budaya di area pedesaan. Karakteristik dan struktur pekarangan sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sosial, ekonomi, budaya masyarakat setempat, sifat ekologis tanaman dan jenis hewan.
Salah satu manfaat pekarangan pedesaan adalah sebagai apotik hidup atau apotik hijau. Tumbuhan yang ditanam adalah tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai sarana pengobatan dan usaha menjaga kesehatan keluarga. Usaha
7
memberdayakan sistem pekarangan sebagai sumberdaya sudah lama menjadi bagian integrasi dalam usaha tani terpadu masyarakat pedesaan (Wahab 1998).
Fungsi lahan pekarangan yang paling dirasakan manfaatnya adalah produksi, baik secara subsisten maupun komersial (Karyono 1985 diacu dalam Bahro 1991). Kedua fungsi tersebut sukar dipisahkan karena berfungsi subsisten tetapi pada saat lain akan berfungsi komersial. Fungsi komersial ditunjukkan oleh produksi yang berlebih, atau sengaja dijual untuk dapat membeli komoditi pangan yang lebih banyak walaupun kualitasnya lebih rendah.
2.6 Masyarakat Desa
Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (Soekanto 1982). Struktur masyarakat terdiri dari beberapa unsur yaitu manusia yang hidup bersama, berkumpul dalam waktu yang cukup lama sehingga terjadi sistem komunikasi dan timbul peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan kelompok tersebut sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan dan satu sistem hidup bersama sehingga menimbulkan kebudayaan (Soekanto 1982).
Masyarakat digolongkan menjadi dua yaitu masyarakat desa dan masyarakat kota. Masyarakat desa adalah kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sudah sebagai suatu kesatuan dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka mencapai tujuan (Soekanto 1982). Sistem kehidupan masyarakat desa biasanya berkelompok, atas dasar sistem berkeluarga.
Masyarakat desa di Indonesia dapat dipandang sebagai suatu bentuk masyarakat yang ekonomis terbelakang dan yang harus dikembangkan dengan berbagai cara (Sajogyo & Sajogyo P 2005). Ciri-ciri kehidupan masyarakat desa itu salah satunya yaitu selalu menerapkan sistem tolong menolong, aktivitas-aktivitas tolong menolong itu hidup dalam berbagai macam bentuk masyarakat desa di Indonesia. Disamping adat istiadat tolong menolong antara warga desa dalam berbagai macam lapangan aktivitas-aktivitas sosial, baik yang berdasarkan hubungan tetangga, ataupun hubungan kekerabatan atau lain-lain hubungan yang
8
berdasarkan efisiensi dan sifat praktis, ada pula aktivitas-aktivitas bekerjasama yang lain yang secara populer biasanya juga disebut gotong royong
Dasar-dasar dari aktivitas tolong menolong dan gotong royong sebagai suatu gejala sosial dalam masyarakat desa pertanian telah beberapa kali dianalisa oleh ahli-ahli ilmu sosial. Selain tolong menolong dan gotong royong, musyawarah pun merupakan salah satu gejala sosial yang ada pada masyarakat pedesaan, artinya yaitu bahwa keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tidak berdasarkan suatu mayoritas yang menganut suatu pendirian tertentu melainkan seluruh rapat seolah-olah menjadi suatu badan (Sajogyo & Sajogyo P 2005).
Kehidupan masyarakat tradisional adalah kehidupan yang harmoni dengan alam sekitar, sedangkan masyarakat modern dibentuk oleh jalan pikiran yang menyatakan bahwa manusia mempunyai hak untuk memanipulasi dan mengubah alam meskipun dewasa ini masyarakat modern telah meningkat kepeduliannya terhadap lingkungan dan alam sekitar (Kusumaatmadja 1995).
9 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Agustus 2011 yang berlokasi di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera, kuisioner, alat tulis, dan tally sheet. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu tumbuhan yang ada di sekitar lingkungan Kampung Babakan-Cengal, serta dokumen atau laporan yang telah dilakukan oleh semua instansi yang terkait dengan penelitian ini.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan adalah spesies tumbuhan obat, habitus, bagian yang digunakan, khasiat, tipologi habitat, status budidaya, frekuensi perjumpaan, dan karakteristik responden. Sedangkan data umum berupa kondisi umum lokasi dan masyarakat.Jenis data yang dikumpulkan dapat disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data
No Jenis data Aspek yang dikaji Sumber Data Metode 1. Kondisi umum
kampung Babakan-Cengal
1. Letak dan luas 2. Topografi, iklim dan
tanah 3. Kondisi demografi penduduk, sosial-ekonomi masyarakat kampung Babakan-Cengal
4. Keadaan sarana dan prasarana untuk kesehatan Buku monografi Desa Cikaracak Studi pustaka
2 Potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Babakan-Cengal
Tumbuhan obat : Nama spesies, ilmiah, famili, habitus, bagian yang digunakan, khasiat, tipologi habitat, status budidaya, dan frekuensi perjumpaan Lingkungan Kampung Babakan-Cengal Observasi dan survei lapang dan studi pustaka
10
Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data (lanjutan)
No Jenis data Aspek yang dikaji Sumber Data Metode 3 Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) oleh masyarakat 1. Karakteristik masyarakat/responden 2. Spesies tumbuhan obat
yang dikenali dan dimanfaatkan
3. Pengetahuan kegunaan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan. 4. Spesies tumbuhan yang dibudidayakan di lahan milik. 5. Bentuk pemanfaatan tumbuhan obat.
6. Sumber tumbuhan obat yang dikonsumsi oleh masyarakat (hasil budidaya, dari hutan, beli).
7. Penyakit yang pernah dan sering diderita 8. Cara pengobatan
(herbal, beli di warung, meramu sendiri)
9. Menu makanan sehari-hari Masyarakat /responden Wawancara dan pengamatan lapang 3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Tahapan penelitian
Tahapan penelitian Potensi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) dilakukan secara bertahap, yaitu sebagai berikut:
Tahap I : Mengumpulkan data dan informasi melalui studi literatur, laporan penyakit masyarakat, internet, dokumen-dokumen yang ada di puskesmas, kantor desa dan kecamatan.
Tahap II : Survei lapangan dengan melakukan wawancara dengan masyarakat di Kampung Babakan-Cengal, Desa Karacak.
Tahap III : Survei potensi tumbuhan obat yang ada di Kampung Babakan-Cengal, Desa Karacak.
11 3.4.2 Metode pengumpulan data
3.4.2.1 Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan pada saat sebelum berangkat ke lokasi penelitian dan setelah pulang dari lokasi penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum mencakup fisik, biotik kependudukan dan budaya masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan merekapitulasi data-data terbaru dari seluruh sumber literatur yang ada. Data-data tersebut juga dijadikan acuan atau panduan untuk melengkapi data hasil pengamatan di lapangan. Selain itu juga dilakukan permintaan izin pada setiap instansi yang terkait dengan penelitian ini.
3.4.2.2 Survei potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA)
Survei potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA) dilakukan di halaman rumah-rumah warga dan daerah sekitarnya seperti sawah, kebun, sekitar sungai yang ada di Kampung Babakan-Cengal. Pengamatan potensi dilakukan dengan cara mengidentifikasi TOGA secara sensus, kemudian memisahkannya untuk setiap Rukun Tetangga (RT), sehingga akan terlihat tempat mana yang memiliki potensi TOGA yang terbanyak.
3.4.2.3 Wawancara
Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Adapun maksud dari semi terstruktur ini adalah kuesioner disajikan dalam bentuk pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pemilihan responden diperoleh dengan menggunakan teknik snowball dengan jumlah responden dibatasi sampai 30 orang. Responden pertama yang dipilih adalah key person atau tokoh kunci di kampung tersebut, penentuan responden berikutnya berdasarkan informasi responden sebelumnya.
3.4.2.4 Identifikasi spesies tumbuhan obat keluarga (TOGA)
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah spesies tumbuhan obat hasil pengamatan lapang. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Buku yang digunakan untuk mengidentifikasi tumbuhan obat yaitu Heyne jilid I-IV (1987), Syukur H, Hernani (2002) dan Muhlisah F (1999).
12 3.4.3 Analisis data
3.4.3.1 Karakteristik masyarakat
Data umum karakteristik masyarakat disusun dan dikelompokkan kedalam lima karakteristik umum yaitu: (1) umur, (2) pendidikan, (3) jenis kelamin, (4) mata pencaharian, dan (5) pendapatan.
3.4.3.2 Potensi tumbuhan obat keluarga (TOGA)
Data potensi TOGA hasil identifikasi disusun dan dikelompokkan berdasarkan (1) spesies dan famili, (2) tipologi hábitat, (3) frekuensi perjumpaan, (4) klasifikasi berdasarkan kelompok penyakit, (5) klasifikasi berdasarkan bagian yang digunakan, (6) klasifikasi berdasarkan habitus (perawakan). Data penyakit masyarakat diperlukan untuk mengetahui potensi tumbuhan obat yang akan dikembangkan. Data penyakit didapat dari hasil wawancara dengan responden. 3.4.3.3 Persentase tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat
Tipe habitat dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pekarangan rumah, kebun, pinggir jalan, sawah, saluran irigasi (selokan), lahan kering, sungai, dan lain-lain. Untuk menghitung presentase tumbuhan obat berdasarkan habitat digunakan rumus sebagai berikut:
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑡𝑖𝑝𝑒 ℎ𝑎𝑏𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
= 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖 ℎ𝑎𝑏𝑖𝑡𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑡𝑖𝑝𝑒 ℎ𝑎𝑏𝑖𝑡𝑎𝑡 × 100% 3.4.3.4 Persentase tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan
Pemanfaatan bagian tumbuhan baik itu daun, batang, kulit, buah, bunga, dan akar juga dihitung persentasenya. Persentase bagian yang dimanfaatkan dihitung untuk mengetahui berapa besarnya suatu bagian tumbuhan dimanfaatkan terhadap seluruh bagian tumbuhan yang dimanfaatkan. Untuk menghitungnya digunakan rumus:
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢 = 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
13
3.4.3.5 Persentase tumbuhan obat berdasarkan habitus
Habitus dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon, semak, perdu liana dan herba. Persentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu jenis habitus digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Untuk menghitungnya digunakan rumus sebagai berikut:
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 ℎ𝑎𝑏𝑖𝑡𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢 = 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 ℎ𝑎𝑏𝑖𝑡𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 × 100% 3.4.3.6 Persentase tumbuhan obat berdasarkan status budidaya
Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan status budidayanya dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumbuhan obat yang dibudidaya masyarakat dan tumbuhan obat yang tidak dibudidaya masyarakat atau liar. Untuk menghitung presentase tumbuhan obat berdasarkan status budidaya digunakan rumus sebagai berikut:
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑢𝑠 𝑏𝑢𝑑𝑖𝑑𝑎𝑦𝑎 = 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑏𝑢𝑑𝑖𝑑𝑎𝑦𝑎
𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 × 100% 3.4.3.7 Analisis pemanfaatan TOGA oleh masyarakat
Data hasil wawancara dengan masyarakat tentang tumbuhan obat keluarga diolah dan dikelompokkan ke dalam: (1) karakteristik masyarakat, (2) jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat, (3) spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit, (4) bagian tumbuhan yang digunakan untuk mengobati penyakit, (5) cara penggunaan tumbuhan obat.
14 BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas Kawasan
Desa Karacak adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Desa Karacak memiliki luasan sekitar 710,023 ha dan masih didominasi dengan lahan pertanian baik lahan sawah maupun kering (ladang atau kebun). Desa Karacak terdiri dari 10 RW (Rukun Warga) dan 43 RT (Rukun Tetangga).
Jarak Desa Karacak ke Pusat Kota Bogor (Terminal Bus Baranangsiang) relatif jauh yaitu sekitar 42 km. Desa Karacak berbatasan langsung dengan:
Sebelah Utara : Desa Barengkok Sebelah Timur : Desa Situ Udik Sebelah Selatan : Desa Karyasari Sebelah Barat : Desa Cibeber I
Gambar 1 Denah lokasi penelitian. Sumber : Google Map
15 4.2 Topografi, Iklim dan Tanah
Topografi Desa Karacak berupa areal persawahan dan tanah darat yang terletak pada ketinggian 5000 mdpl. Suhu udara rata-rata di Desa Karacak sekitar 370C dengan curah hujan 4683 mm pertahun. Lahan dan tanah di Desa Karacak dimanfaatkan atau digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya untuk pemukiman, pertanian, perikanan (kolam/empang), bangunan umum, jalan, lapangan, makam, dan lain-lain (Tabel 2).
Tabel 2 Pemanfaatan lahan/penggunaan lahan di Desa Karacak
No Pemanfaatan Lahan Luas (ha)
1. Pemukiman 36,236 2. Pertanian - Sawah - Ladang/Tegal - Perkebunan 210,714 139,510 270,510 3. Perikanan (Kolam/empang) 31,053
4. Bangunan umum, jalan, lapangan, makam, dan lain-lain 22,0
Jumlah 710,023
Sumber : Desa Karacak (2010)
4.3 Kondisi Demografi, Sosial dan Ekonomi
Kondisi demografi, sosial, ekonomi meliputi jumlah penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan agama. Jumlah penduduk Desa Karacak berdasarkan monografi Desa Karacak tahun 2010 yaitu sebanyak 10.862 jiwa dengan Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2855 KK.
Mata pencaharian masyarakat Desa Karacak cukup beragam, diantaranya petani, buruh tani, pegawai swasta, PNS, pedagang selebihnya montir dan pengraji. Sebagian besar masyarakat Desa Karacak bermata pencaharian sebagai petani, yaitu sebanyak 55,9% (Tabel 3).
Tabel 3 Mata pencaharian masyarakat Desa Karacak
No Mata Pencaharian Persentase (%)
1. Petani 55,9 2. Buruh Tani 33,5 3. Pegawai Swasta 0,12 4. PNS 4,8 5. Pedagang 2,8 6. Pengrajin 0,18 7. Peternak 0,24
8. Pembantu Rumah Tangga 2,1
9. Dukun 0,24
10. Pengacara 0,12
Jumlah 100
16
Sedangkan untuk tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak ada yang hanya lulusan SD, SMP, SMA, dan adapula yang mencapai perguruan tinggi. Sebagian besar dari masyarakat Desa Karacak hanya tamatan SMA yaitu sebanyak 41,8%, namun dari 41,8% masyarakat yang bersekolah ditingkatan SMA hanya 17,7% masyarakat yang berhasil lulus SMA sedangkan sisanya sebanyak 24,1% masyarakat tidak lulus SMA (Tabel 4).
Tabel 4 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Karacak
No Tingkat Pendidikan Presentase (%)
1. SD - Lulus - Tidak Lulus 22,1 4,7 2. SMP - Lulus - Tidak Lulus 17,0 12,3 3. SMA - Lulus - Tidak Lulus 17,7 24,1 4. Perguruan Tinggi 2,1 Jumlah 100
Sumber : Desa Karacak (2010)
4.4 Sarana dan Prasarana Kesehatan
Dalam upaya pelayanan kesehatan pada masyarakat, ketersediaan sarana kesehatan sangatlah perlu. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan sangat mempengaruhi aspek pelayanan kesehatan. Sarana yang tersedia di Kampung Babakan-Cengal diantaranya dokter umum, dukun bersalin terlatih, dukun pengobatan alternatif dan dokter praktek, sedangkan prasarana yang tersedia diantaranya puskesmas pembantu dan posyandu (Tabel 5).
Tabel 5 Sarana dan pasarana kesehatan di Desa Karacak
No Sarana Jumlah
1. Dokter Umum 1
2. Dukun Bersalin Terlatih 4
3. Dukun Pengobatan Alternatif 6
4. Dokter Praktek 1
Prasarana
1. Puskesmas Pembantu 1
2. Posyandu 10
17 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur responden
Wawancara dilakukan terhadap 30 orang di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Bogor. Karakteristik masyarakat yang menjadi responden wawancara terdiri dari laki-laki dan perempuan yang dikelompokan berdasarkan kelas umur sebagaimana tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Karakteristik kelas umur responden
No Kelompok umur (tahun) Jumlah responden Persentase (%)
1. 16-25 2 6,7 2. 26-35 8 26,7 3. 36-45 9 30 4. 46-55 3 10 5. 56-65 6 20 6. > 66 2 6,7 Jumlah 30 100
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah responden terbanyak secara keseluruhan memiliki kelompok umur antara 36-45 tahun, yaitu sebanyak 9 responden (30%). Hal ini menunjukan bahwa kelompok umur responden masih termasuk dalam usia produktif (usia kerja). Semakin tua usia semakin menurun produktifitasnya.
5.1.2 Tingkat pendidikan responden
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tingkat pendidikan responden adalah pendidikan terakhir yang pernah atau telah ditempuh oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Bogor yang menjadi responden. Sebagian besar masyarakat yang menjadi responden di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Bogor hanya tamatan sekolah dasar (SD), namun ada pula sebagian responden yang tamatan SLTP dan SMA/SMK/STM (Gambar 2).
18
Gambar 2 Tingkat pendidikan responden.
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa responden dengan latar belakang pendidikan tamatan SD memiliki jumlah terbanyak, yaitu sebesar 22 responden (73,33%). Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang kualitas manusia. Menurut Alikodra (1985) diacu dalam Rosmiati (2010) latar belakang pendidikan yang rendah dari masyarakat merupakan salah satu faktor penting terjadinya interaksi dalam masyarakat sekitar dengan sumberdaya yang terdapat di alam, karena latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir dan pola hidup seseorang. Hal ini akan berpengaruh pula pada pandangan dan pengetahuan responden mengenai tumbuhan obat dan kesehatan keluarga. 5.1.3 Mata pencaharian responden
Mata pencaharian masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Bogor yang menjadi responden terdiri dari petani, wiraswasta yang merupakan gabungan dari pedagang, buruh, dan pengrajin, dukun/tabib serta ada pula beberapa responden tidak bekerja yang kebanyakan ibu rumah tangga (Tabel 7). Tabel 7 Mata pencaharian responden
No Mata pencaharian Jumlah responden Persentase (%)
1. Petani 12 40
2. Wiraswasta 6 20
3. Ibu rumah tangga 10 33,33
4. Dukun/tabib 2 6,67
Jumlah 30 100
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden bermata pencaharian sebagai seorang petani, yaitu sebesar 12 orang responden (40%). Hal ini dikarenakan bagi sebagian besar masyarakat Kampung
Babakan-SD 73% SLTP 17% SMA/SMK 10%
19
Cengal Desa Karacak Bogor bertani merupakan kebutuhan hidup. Dari 30 responden tersebut, dua diantaranya juga berprofesi sebagai dukun/tabib yang dipercaya oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal memiliki kemampuan untuk mengobati orang sakit.
5.1.4 Pendapatan responden
Pendapatan responden merupakan rata-rata pendapatan keseluruhan dari mata pencahariannya selama sebulan. Pendapatan seluruh responden berkisar antara Rp.500.000,00 sampai Rp.2.500.000,00 (Tabel 8).
Tabel 8 Pendapatan total responden
No Pendapatan responden (Rp/Bulan) Jumlah
responden Persentase (%) 1. 500.000-1.000.000 19 63,33 2. 1.000.001-1.500.000 6 20 3. 1.500.001-2.000.000 3 10 4. 2.000.001-2.500.000 2 6,67 Jumlah 30 100
Pada Tabel 8 terlihat bahwa rata-rata pendapatan responden Kampung BabakanCengal, Desa Karacak Bogor yaitu berkisar Rp.500.000,00 -Rp.1.000.000,00. Pendapatan tersebut sebagian besar didapat oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak dari hasil bertaninya. Selain mengandalkan hasil panen dari sawah, masyarakat pun sebagian besar mengandalkan hasil panen dari tanaman yang memiliki nilai jual tinggi seperti kapulaga.
5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat Kampung Babakan-Cengal, Desa Karacak
Berdasarkan pengamatan lapang ditemukan 88 spesies tumbuhan obat dari 41 famili yang tersebar di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak. Tumbuhan obat tersebut ditemukan di setiap Rukun Tetangga (RT) yaitu RT 01, RT 02 dan RT 03. Jumlah seluruh spesies RT 01 yaitu sebanyak 53 spesies, RT 02 yaitu sebanyak 74 spesies, dan RT 03 yaitu sebanyak 54 spesies. Dari setiap RT terdapat spesies tumbuhan yang sama dengan RT lainnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.
20
Gambar 3 Jumlah tumbuhan obat di setiap RT.
Rukun Tetangga (RT) yang memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu RT 02, hal ini dikarenakan masih banyaknya kebun di RT 02 dan masih banyaknya masyarakat RT 02 yang membudidaya dan memelihara tumbuhan obat di pekarangan rumahnya. Daftar potensi tumbuhan obat yang terdapat di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak Bogor secara rinci disajikan pada Lampiran 3. 5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan famili
Berdasarkan kelompok familinya, spesies tumbuhan obat keluarga yang ada di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak dikelompokan ke dalam 41 famili. Dari semua spesies tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal, spesies yang paling mendominasi adalah spesies dari famili Zingiberaceae sebanyak 9 spesies (10,23%), kemudian Asteraceae dan Solanaceae sebanyak 6 spesies (6,82%) (Gambar 4). Hal tersebut menunjukan bahwa famili Zingiberaceae, Asteraceae, dan Solanaceae memiliki keanekaragaman spesies tertinggi dibandingkan dengan famili lainnya. RT 01 4 spesies RT 03 7 spesies RT 02 23 spesies 7 spesies 3 spesies 5 spesies 39 spesies
21
Gambar 4 Jumlah 10 famili tumbuhan obat terbanyak di Kampung Babakan-Cengal.
Banyaknya spesies dari famili Zingiberaceae seperti jahe (Zingiber
officinale), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), kapulaga
((Amomum cardamomum), lempuyang wangi (Zingiber aromaticum), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), pacing (Costus speciosus), dan temukunci (Boesenbergia pandurata) selain dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat tapi juga dapat dimanfaatkan sebagai bumbu dapur dan rempah-rempah, selain itu spesies ini juga paling mudah dibudidayakan karena tidak memerlukan perawatan dan pemeliharaan khusus, cara pengolahannya pun secara umum sudah diketahui masyarakat. Sehingga masyarakat banyak menanam tumbuhan dari famili Zingiberaceae di kebun maupun pekarangan rumah mereka. Contoh tumbuhan dari famili Zingiberaceae yang ditanam masyarakat di pekarangan maupun kebun disajikan pada Gambar 5.
9 6 6 5 5 4 3 3 2 2 0 2 4 6 8 10 Zingiberaceae Asteraceae Solanaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Rubiaceae Liliaceae Poaceae Lamiaceae Acanthaceae
22
(A) (B)
Gambar 5 Tumbuhan obat anggota Zingiberaceae: A) Kapulaga (Amomum
cardamomum) B) Buah kapulaga.
Selain itu famili Asteraceae juga banyak ditemukan di kampung Babakan-Cengal, famili Asteraceae banyak tersebar di pinggir jalan, kebun, maupun sawah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pudjowati (2006) bahwa famili Asteraceae merupakan spesies tumbuhan yang mudah untuk dipelihara dan tersebar di berbagai daerah, serta tumbuh liar di halaman, kebun dan tepi jalan.
5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus
Berdasarkan habitusnya, tumbuhan obat keluarga yang ditemukan di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak terdiri atas 5 macam habitus, yaitu pohon, perdu, herba, semak, dan liana (Gambar 6).
Gambar 6 Jumlah spesies tumbuhan obat keluarga berdasarkan habitus. Gambar 6 menunjukan bahwa jumlah habitus tumbuhan yang mendominasi adalah herba, yaitu sebanyak 36 spesies (40,91%), kemudian perdu sebanyak 18 spesies (20.45%), pohon sebanyak 16 spesies (18,18%), semak sebanyak 17 spesies (19,32%), dan liana sebanyak 1 spesies (1,14%). Banyaknya habitus herba di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak dikarenakan herba merupakan tumbuhan yang sering dijumpai dan banyak terdapat di lingkungan masyarakat,
16 18 36 17 1 0 10 20 30 40 Pohon Perdu Herba Semak Liana Jumlah spesies Ha b it us
23
pada umumnya tumbuhan berhabitus herba juga merupakan tumbuhan hasil budidaya, selain itu penanaman dan perawatannya pun tidak sulit. Selain herba, tumbuhan berhabitus perdu juga banyak dijumpai di Kampung Babakan-Cengal, hal ini dikarenakan kondisi lingkungan masyarakat sekitar yang mendukung, dimana hampir di setiap pekarangan atau kebun banyak ditanami perdu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Adanya keanekaragaman bentuk hidup tumbuhan di Kampung Babakan-Cengal menunjukan kealamian dan mendukung kelestarian plasma nutfah sumberdaya yang terkandung didalamnya.
5.2.3 Keanekaragaman tumbuhan obat keluarga berdasarkan bagian yang digunakan
Bagian dari tumbuhan mempunyai peranan masing-masing dalam menyembuhkan penyakit, ada spesies tertentu yang seluruh bagiannya dapat digunakan, namun ada juga yang hanya bagian tertentu yang dapat menyembuhkan. Bagian tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak yang digunakan untuk pengobatan terdiri atas 15 macam bagian, yaitu daun, akar, buah, kulit batang, batang, biji, seluruh bagian tumbuhan (herba), bunga, tunas, kulit buah, bonggol, umbi, rimpang dan tangkai (Gambar 7).
Gambar 7 Jumlah spesies tumbuhan obat keluarga berdasarkan bagian yang digunakan. 46 26 19 9 4 10 16 8 1 3 1 3 9 1 1 0 20 40 60 Daun Akar buah Kulit batang Batang Biji Seluruh bagian tumbuhan Bunga Tunas Kulit buah Bonggol Umbi Rimpang Bokol bunga Tangkai jumlah spesies B agi an y an g di gun aka n
24
Penggunaan bagian tumbuhan obat keluarga untuk setiap spesies tumbuhan tidak sama, ada yang hanya menggunakan bagian tertentu saja seperti daun, batang, rimpang dan lain lain tapi adapula yang menggunakan seluruh bagian tumbuhan (herba), hal ini dikarenakan kandungan zat-zat pada tiap bagian tumbuhan berbeda sehingga manfaatnya pun berbeda. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu sebanyak 52 spesies (30,77%). Menurut Zuhud dan Haryanto (1994) pemanfaatan daun, buah, cabang, dan ranting sebagai bahan mentah dalam pengobatan tradisional tidak menimbulkan gangguan yang serius terhadap kehidupan tumbuhan, tetapi bila akar, kulit kayu atau seluruh bagian yang digunakan maka hal tersebut sudah merupakan ancaman bagi keberadaan spesies tersebut. Menurut Fakhrozi (2009) daun memiliki regenerasi yang tinggi untuk kembali bertunas dan tidak memberi pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu tumbuhan meskipun daun merupakan tempat fotosintesis.
Selain daun, bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu akar sebanyak 26 spesies ( 15,38%). Pemanfaatan bagian tumbuhan secara terus menerus terutama pada bagian akar dan batang akan berdampak terhadap keberadaan spesies tumbuhan tersebut, karena akar dan batang merupakan bagian yang paling penting bagi tumbuhan untuk bertahan hidup. Untuk menjaga kelestarian suatu spesies tumbuhan obat maka pemanfaatan tumbuhan obat tersebut harus diimbangi dengan adanya upaya budidaya atau perbanyakan tumbuhan-tumbuhan obat tersebut.
5.2.4 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat
Berdasarkan tipologi habitat potensi tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak dikelompokan ke dalam 5 tipologi habitat yaitu pekarangan, kebun, pinggir jalan, pinggir sungai dan sawah. Sebagaimana tersaji pada Gambar 8.
25
Gambar 8 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat.
Berdasarkan pengelompokan tipologi habitat, tumbuhan obat keluarga paling banyak dijumpai di pekarangan, yaitu sebanyak 50 spesies (43,1%). Sedangkan kebun hanya ditemukan 33 spesies (28,45%), pinggir jalan sebanyak 19 spesies (16,38%), pinggir sungai sebanyak 8 spesies (6,9%), dan sawah sebanyak 6 spesies (5,17%). Spesies tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan dan juga kebun sebagian besar merupakan spesies yang sering dimanfaatkan masyarakat. Banyaknya tumbuhan obat yang dijumpai di pekarangan rumah maupun di kebun milik masyarakat menunjukan bahwa masih adanya minat masyarakat untuk membudidayakan tumbuhan obat keluarga. Beberapa contoh tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan diantaranya alpukat (Persea
gratissima), bratawali (Tinospora crispa), Cengkeh (Syzygium aromaticum), daun
sendok (Plantago major), jambu biji (Psidium guajava), jeruk nipis (Citrus
aurantifolia), kumis kucing (Orthosiphon stamineus), kacapiring (Gardenia augusta), lidah buaya (Aloe vera), mangkokan (Nothopanax scutellarium),
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), pacar air (Impatiens balsamina). 5.2.5 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit
Potensi tumbuhan obat keluarga di Kampung Babakan-Cengal dibagi ke dalam 13 kelompok penyakit dan macam penyakitnya didasarkan Nawaningrum (2004). Kelompok penyakit yang paling banyak dapat diobati oleh tumbuhan obat keluarga di Kampung Babakan-Cengal adalah penyakit saluran pencernaan, sebanyak 64 spesies. Spesies tumbuhan yang dapat menyembuhkan penyakit saluran pencernaan banyak ditemukan karena beberapa masyarakat banyak menanam spesies tumbuhan tersebut baik dipekarangan maupun dikebun untuk
50 33 19 8 6 0 10 20 30 40 50 60 Pekarangan Kebun Pinggir jalan Pinggir sungai Sawah
26
mengobati penyakit dideritanya. Banyaknya tumbuhan obat yang dapat menyembuhkan penyakit saluran pencernaan itu sesuai dengan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal, yaitu penyakit gangguan pencernaan. Salah satu penyakit pencernaan yang banyak diderita masyarakat adalah maag. Penyakit maag banyak diderita masyarakat kampung Babakan-Cengal karena kurang teraturnya pola makan masyarakat. Spesies lain yang banyak ditemukan di Kampung Babakan-Cengal yaitu spesies tumbuhan yang dapat menyembuhkan penyakit saluran pembuangan sebanyak 50 spesies. Klasifikasi kelompok penyakit terbanyak yang bisa diobati berdasarkan jumlah spesies tumbuhan obat terbanyak disajikan dalam Gambar 9 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 6.
Gambar 9 Kelompok penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan di Kampung Babakan-Cengal.
Salah satu spesies yang dapat meyembuhkan penyakit saluran pencernaan disajikan pada Gambar 10 sedangkan contoh spesies yang dapat menyembuhkan penyakit saluran pembuangan disajikan pada Gambar 11.
64 50 42 38 27 34 41 37 25 20 21 17 6 48 0 10 20 30 40 50 60 70
Penyakit saluran pencernaan Penyakit saluran pembuangan Penyakit kulit Penyakit saluran pernapasan Penyakit mulut Penyakit jantung dan pembuluh/peredaran …
Penyakit kepala, demam, dan influenza Penyakit tulang, otot, sendi dan saraf Penyakit khusus wanita Perawatan kehamilan dan persalinan Pengobatan luka, gigitan ular Penyakit ginjal, hati Penyakit mata Penyakit lainnya
27
Gambar 10 Daun kentut Gambar 11 Kumis kucing (Paederia scandens). (Orthosiphon stamineus).
Pada umumnya setiap spesies tumbuhan obat mempunyai kegunaan untuk menyembuhkan lebih dari satu macam penyakit atau kelompok penyakit, namun ada juga beberapa spesies yang berkhasiat hanya untuk satu macam penyakit atau kelompok penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan untuk digunakan sebagai obat, yaitu bagian tumbuhan, cara pemanenan, cara pengolahan, dan aturan pemakaian (dosis) (Arafah 2005). Bagian dari tumbuhan mempunyai peranan masing-masing dalam menyembuhkan penyakit, ada spesies yang seluruh bagiannya dapat digunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit, namun adapula yang hanya bagian tertentu yang dapat menyembuhkan penyakit. Cara pengolahan yang tepat berpengaruh terhadap keefektifan penggunaan tumbuhan mengobati penyakit. Cara pemanenan perlu diperhatikan agar mendapatkan bagian yang bermanfaat dalam keadaan baik atau tidak rusak.
Beberapa spesies yang mempunyai banyak kegunaan untuk obat diantaranya alpukat (Persea gratissima), bawang putih (Allium sativum), daun kentut (Paederia scandens), kencur (Kaemferia galanga), keladi tikus (Typhonium
divaricatum), lidah mertua (Sansivieria trifasciata), meniran (Phylanthus urinaria), pulutan (Urena lobata), pepaya (Carica papaya), pisang (Musa paradisiaca), pegagan (Centella asiatica), sembung (Blumea balsamifera), sirih
(Piper betle), sengugu (Clerodendron serrature), selasih (Ocimum basilicum), takokak (Solanum torvum) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Spesies-spesies tumbuhan obat tersebut potensial sebagai bahan obat karena selain banyak berkhasiat untuk bermacam-macam penyakit, tapi juga hampir seluruh bagiannya
28
dapat digunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit. Contoh spesies tumbuhan yang banyak berkhasiat untuk obat disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Pulutan (Urena lobata).
Pulutan (Urena lobata) merupakan tumbuhan liar dari family Marvaceae yang mempunyai khasiat sebagai obat. Pulutan (Urena lobata) ini merupakan salah satu tumbuhan obat yang memiliki banyak khasiat diantaranya akar digunakan untuk menyembuhkan penyakit Panas, influenza, radang tonsil, malaria, rematik, keputihan, kencing keruh, disentri, diare, gangguan pencernaan, bengkak, muntah darah, kesukaran melahirkan, gondok, bisul, luka berdarah, tulang patah (frakture), payudara bengka dan gigitan ular sedangkan batangnya digunakan untuk menyembuhkan penyakit bisul, luka berdarah, gigitan ular dan bengkak (Hariana 2007). Menurut Hariana (2010) pulutan (Urena lobata) mengandung bahan kimia seperti zat lendir pada batang dan 13-14% lemak pada biji. Tumbuhan ini mempunyai rasa manis, tawar dan bersifat sejuk. Bagian yang sering digunakan adalah akar dan seluruh bagian tumbuhan (herba).
5.2.6 Frekuensi perjumpaan spesies tumbuhan obat
Potensi tumbuhan obat di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak berdasarkan frekuensi perjumpaan disajikan pada Tabel 9 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 4.
29
Tabel 9 Frekuensi perjumpaan spesies tumbuhan obat keluarga
No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat 𝐬𝐩𝐞𝐬𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐎 Persentase (%) 1. Jarang (1 RT) Bratawali, bawang
putih,cengkeh, daun dewa, dadap, daun sendok, daun kentut, jawer kotok, jambu biji, jarak pagar, jamblang, jotang, keji beling,
34 38,64
2. Sering (2-3 RT) Alpukat, alang-alang,
beluntas, bandotan, belimbing manis, bawang merah, cabai rawit, ciplukan, cabai merah, harendong, jahe, jeruk nipis, kumis kucing,
54 61,36
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dari 88 spesies tumbuhan obat ada sebanyak 54 spesies (61,36%) yang sering ditemukan, spesies tersebut ditemukan di 2-3 RT yang terdapat di Kampung Babakan-Cengal, sedangkan sisanya sebanyak 34 spesies (38,64%) merupakan spesies yang jarang ditemukan, spesies-spesies tumbuhan obat tersebut hanya ditemukan di 1 RT saja. Spesies-spesies-spesies yang sering ditemukan sebagian besar merupakan spesies tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat baik sebagai obat maupun bumbu dapur.
5.3 Pengetahuan dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Pengetahuan masyarakat Kampung Babakan-Cengal terhadap tumbuhan obat masih tinggi, hal ini terlihat dari masih banyaknya masyarakat Kampung Babakan-Cengal yang masih menggunakan tumbuhan obat yang ada di sekitarnya untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Pengetahuan masyarakat Kampung Babakan-Cengal mengenai tumbuhan obat diperoleh secara turun menurun. Dalam penggunaan tumbuhan obat masyarakat Kampung Babakan-Cengal yang menjadi reponden sebanyak 60% menyatakan bahwa tumbuhan obat berkhasiat manjur dalam menyembuhkan suatu penyakit. Pandangan masyarakat terhadap tumbuhan obat keluarga pun positif hampir keseluruhan responden yang diwawancara berpendapat bahwa penggunaan tumbuhan obat lebih manjur dan tidak menimbulkan efek samping yang besar, aman dikonsumsi, murah dan mudah diperoleh, lebih praktis karna tidak perlu beli hanya tinggal mengambil di sekitar lingkungan rumahnya, dan sangat berguna untuk penanggulangan dini penyakit yang diderita. Ringannya efek samping dari tumbuhan obat dikarenakan
30
tubuh manusia relatif lebih gampang menerima obat dari bahan tumbuh-tumbuhan dibandingkan dengan obat kimiawi (Muhlisah 1999). Namun tidak semua masyarakat yang menjadi responden menggunakan tumbuhan obat keluarga sebagai pengobatan dan pemeliharaan kesehatan, ada 40% masyarakat yang menjadi responden menyatakan bahwa penggunaan tumbuhan obat kurang manjur untuk menyembuhkan penyakit karena efek dan khasiat tumbuhan obat belum dirasakan, sehingga beberapa masyarakat tersebut lebih memilih menggunakan obat-obatan modern dengan alasan lebih cepat efek dan khasiatnya dirasakan, lebih praktis, tidak repot harus meramu seperti obat tradisonal, dan sudah jelas dosisnya. Tindakan berobat yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Babakan-Cengal yang menjadi responden disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Tindakan masyarakat Kampung Babakan-Cengal ketika sakit
No Tindakan pengobatan Jumlah responden Persentase (%) 1. Membuat obat sendiri secara tradisional dari
tumbuhan obat di sekitar (meramu sendiri) 18 60
2. Membeli obat warung 9 30
3. Berobat ke puskesmas/klinik/dokter 3 10
Jumlah 30 100
Sebanyak 60% masyarakat yang menjadi responden masih membuat obat sendiri secara tradisional dari tumbuhan obat yang ada di sekitar lingkungan rumah mereka seperti pekarangan, kebun, pinggir jalan, dan pinggir sungai untuk menyembuhkan penyakit yang mereka derita. Masyarakat dengan usia berkisar antara 60-70 tahun paling sering menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit yang dideritanya, mereka lebih percaya bahwa dengan menggunakan tumbuhan obat penyakit yang mereka derita bisa cepat sembuh dan tidak ada efek sampingnya. Beberapa responden juga menyatakan bahwa pemeliharan dan pengobatan alami menggunakan tumbuhan obat sudah biasa dilakukan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang tergolong ringan seperti pusing, pegal-pegal, maag, batuk, sakit gigi dan penyakit ringan lainnya. Untuk penyakit yang tergolong berat biasanya masyarakat menggunakan tumbuhan obat untuk pengobatan awal sebelum pergi ke puskesmas atau dokter. Disamping penggunaan obat tradisional sebanyak 30% masyarakat Kampung Babakan-Cengal yang menjadi responden masih menggunakan obat warung dalam mengobati penyakit yang dideritanya. Berdasarkan hasil wawancara ada 15