• Tidak ada hasil yang ditemukan

RASA BERSALAH (GUILTY FEELING) PADA REMAJA YANG MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH Rasa Bersalah (Guilty Feeling) Pada Remaja Yang Melakukan Hubungan Seksual Pranikah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RASA BERSALAH (GUILTY FEELING) PADA REMAJA YANG MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH Rasa Bersalah (Guilty Feeling) Pada Remaja Yang Melakukan Hubungan Seksual Pranikah."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

RASA BERSALAH (GUILTY FEELING) PADA REMAJA YANG MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH

Naskah Publikasi

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh

NUR SYAHRINA MAISAROH F. 100 090 043

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)
(3)
(4)

RASA BERSALAH (GUILTY FEELING) PADA REMAJA YANG MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH

Nur Syahrina Maisaroh

Dra. Wiwien Dinar Pratisti, M.Si

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

nur.syahrina@yahoo.com

Abstrak

Rasa salah adalah penyesalan akibat melakukan suatu perbuatan yang melanggar terhadap standar internal yang menghasilkan penurunan harga diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika guilty feeling pada diri remaja yang sudah melakukan hubungan seksual pranikah. Pertanyaan penelitian adalah bagaimana rasa salah pada remaja yang sudah melakukan hubungan intim dengan remaja yang belum melakukan hubungan intim.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tehnik analisis deskriptif. Subjek penelitian ini berjumlah 15 pelajar yang sudah melakukan hubungan seksual pranikah dengan karakteristik sebagai berikut: 1) remaja usia 12-20 tahun wilayah surakarta, 2) status sebagai pelajar , dan 3) perilaku seksual remaja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dari 15 informan diperoleh 20% remaja yang sudah melakukan hubungan intim dan 80% remaja yang belum melakukan hubungan intim.

(5)

PENDAHULUAN

Dalam proses kehidupan

manusia mengalami tahap-tahap

perkembangan yang akan di laluinya,

dan salah satu adalah periode masa

remaja. Masa remaja ini di sebut

sebagai masa peralihan dari masa

anak-anak menuju masa dewasa.

Peralihan ini tidak berarti terputus

atau berubah dari apa yang terjadi

sebelumnya, melainkan sebuah

peralihan dari satu tahap

perkembangan ke tahap berikutnya.

Dalam tahap perkembangan ini

remaja memiliki tugas-tugas yang

khas di antaranya remaja di harapkan

dapat mencapai perilaku sosial yang

bertanggungjawab serta

mempersiapkan perkawinan dan

keluarga.

Menurut Sawitri (1996)

bahwa banyak terjadi penyimpangan

perilaku seksual pada remaja sering

terjadi dalam rangka uji coba remaja

yang diliputi oleh rasa ingin tahu

yang sebesar-besarnya tentang proses

badai yang sedang mereka alami.

Penghayatan erotis yang betul-betul

merupakan pengalaman remaja yang

baru kadang membutuhkan

penyaluran segera. Mereka akan

terus mencari jawaban dari rasa ingin

tahunya dengan berbagai cara

seperti: masturbasi atau

memanipulasi organ seksual untuk

tujuan orgasme dan melakukan

eksperimen heteroseksual yaitu

dengan lawan jenis, pola perilaku

seks yang biasa dalam berkencan

(dating) dan berpacaran merupakan

bagian dari sosialisasi remaja.

Dorongan seksual bisa di

ekspresikan dalam berbagai perilaku,

namun tentu saja tidak sama perilaku

(6)

seksual seseorang. Ekspresi

dorongan seksual atau perilaku

seksual ada yang aman dan ada yang

tidak aman, baik secara fisik maupun

secara psikis, maupun social. Setiap

perilaku seksual memiliki

konsekuensi yang berbeda. Perilaku

seksual adalah perilaku yang muncul

karena adanya dorongan seksual.

Bentuk perilaku seksual ada

bermacam-macam mulai dari

bergandengan tangan, berpelukan,

bercumbu, petting sampai

berhubungan seks (Admin, 2000).

Fenomena yang terjadi saat

ini adalah bahwa hubungan seksual

pranikah lebih banyak dilakukan

oleh remaja yang berpacaran.

Berpacaran berarti upaya untuk

mencari seorang teman dekat dan

didalamnya terdapat hubungan

belajar mengkomunikasikan kepada

pasangan, membangun kedekatan

emosi dan proses pendewasaan

kepribadian. Berpacaran biasanya

dimulai dari membuat janji, kencan

lalu membuat komitmen tertentu dan

bila diantara remaja ada kecocokan,

maka akan dilanjutkan dengan

berpacaran. Karena kurangnya

informasi yang benar mengenai

pacaran yang sehat, maka tidak

sedikit remaja saat berpacaran unsur

nafsu seksual menjadi dominan. Di

samping itu perkembangan jaman

juga mempengaruhi perilaku seksual

dalam berpacaran para remaja. Hal

ini misalnya dapat di lihat bahwa hal

hal yang di tabukan remaja pada

beberapa tahun lalu seperti

berciuman dan bercumbu sekarang di

benarkan remaja saat ini. Bahkan ada

sebagaian kecil dari mereka setuju

dengan perilaku seks bebas.

Perubahan terhadap nilai ini

(7)

remaja terhadap hubungan seks

sebelum nikah.

Salah satu contoh mengenai

penyimpangan perilaku remaja,

khususnya perilaku seksualnya yaitu

sebuah penelitian yang dilakukan

oleh Centra Mitra Remaja (CMR)

medan, Sumatra utara, diperoleh ada

lima tahapan yang sering dilakukan

oleh remaja yaitu: dating, kissing,

necking, petting, dan coitus.

Diperoleh data bahwa hampir 10%

remaja sudah pernah melakukan

hubungan seks. Penelitian PKBI DI

Yogyakarta selama tahun 2001

menunjukkan data angka sebesar 722

kasus kehamilan tidak diinginkan

pada remaja. Menurut fakta HAM

2002 data PKBI pusat menunjukkan

2,3 juta kasus aborsi setiap tahun

dimana 15% diantaranya dilakukan

oleh remaja (belum menikah).

Perilaku seksual yang tidak sehat di

kalangan remaja khususnya remaja

yang belum menikah cenderung

meningkat . hal ini terbukti dari

penelitian PKBI (Elsa, 2010) di Jawa

Tengah, dimana setiap bulannya 8

hingga 10 kasus kehamilan tidak di

inginkan pada remaja. Data PKBI

pusat (Elsa,2010) menunjukkan

bahwa terdapat 2,3 juta kasus aborsi

tiap tahun, dimana 15% di antaranya

di lakukan oleh remaja yang belum

menikah.

Berdasarkan hasil penelitian

Taufik (2005), mengenai perilaku

seksual remaja SMU di Surakarta

dengan sampel berjumlah 1.250

orang, berasal dari 10 SMU di

Surakarta yang terdiri dari 611

laki-laki dan 639 perempuan menyatakan

bahwa sebagian besar remaja pernah

melakukan ciuman bibir 10,53%,

melakukan ciuman dalam 5,6%,

(8)

4,23% dan melakukan hubungan

seksual sebanyak 3,09%.

Berdasarkan hasil penelitian

Aini (2011) , mengenai persepsi

terhadap arti cinta dan pengetahuan

seks dengan perilaku seks pranikah

pada remaja di Salatiga dengan

sampel berjumlah 117 orang, berasal

dari 7 RT di Salatiga menyatakan

bahwa sebagian besar remaja

memandang tubuh lawan jenis

79,1%, mengadakan kontak mata

dengan lawan jenis 58,3%,

melakukan pendekatan dengan lawan

jenis 68,7%, ciuman bibir sambil

berpelukan 37,5%, meraba daerah

erogen 31,3%, dalam kondisi

pakaian terbuka mencium daerah

erogen 22,9%, melakukan hubungan

seks 16,6%.

Pemenuhan rasa cinta bukan

sekedar pelampiasan ingin mengasihi

dan di kasihi, seks juga masuk dalam

bumbunya orang jatuh cinta.

Meskipun pada setiap kota dan

kelompok masyrakat berbeda-beda

dalam menyikapi persoalan seks

bebas, tetapi jelas telah banyak

terjadi perubahan nilai-nilai moral

pada masyarakat. Hal ini terlihat

pada di terimanya percumbuan

sebagai hal yang biasa dalam

berpacaran. Banyak kaum remaja

sudah berpacaran. Hubungan

semacam ini mungkin dengan mudah

akan membawa mereka kearah

terjadinya hubungan seks. Kedua

orangtua dapat mencoba mambatasi

hubungan yang mereka rasa terlalu

mendalam. Namun jarang sekali

usaha mereka berhasil. Penolakan

oleh kedua orangtua hanyalah akan

semakin menambah daya tarik

percintaan mereka. Para remaja yang

sedang di landa cinta itu akan

(9)

Andreas Bartels (dalam Marzuki,

2001).

kasus seorang yang menyebut

diri memiliki latar belakang kelurga

yang taat beribadah, baik itu pria

maupun wanita, namun ketika

sedang terjerat asmara, cinta dan

percumbuan, mereka tidak mampu

mengontrol diri hingga mereka

melakukan perbuatan lebih jauh lagi,

perzinahan. Dengan latar belakang

yang kental keagamaannya

menyebabkan peristiwa

persetubuhan dengan pasangan

cintanya membawa trauma yang

dalam. Rasa bersalah, dosa tidak suci

hingga mengutuk diri serta

membenci diri sendiri seringkali

menjangkiti orang seperti itu Dr.

Andreas Bartels (dalam Marzuki,

2001).

Rasa salah juga menimbulkan

akibat yang lebih rumit dalam hidup

kita. Rasa salah dapat menutup diri

dari kebenaran, membuat individu

menipu diri sendiri, dan

menyebabkan agresif secara

berlebihan dalam usaha untuk

mempertahankan diri dari serangan

yang dilakukan sendiri. Mungkin

mencoba menghindar dari akibat

yang di timbulkan oleh rasa salah

dalam diri serta berusaha menimpa

akibat perbuatan salah kepada orang

lain (Coleman, 1992).

Banyak harapan, yang

muncul agar remaja menyadari

betapa perbuatan yang telah mereka

lakukan adalah suatu perbuatan yang

menyimpang dan melanggar

norma-norma yang ada, sehingga kasus

hubungan seksual pranikah tidak

semakin berkembang. Karena

perbuatan tersebut bisa merusak

generasi muda yang seharusnya bisa

(10)

Subjek Penelitian: subjek penelitian ini berjumlah 15 remaja yang sudah

melakukan hubungana seksual

pranikah dengan karakteristik

sebagai berikut: 1) remaja usia 12-20

tahun wilayah surakarta, 2) status

sebagai pelajar karena rasa

keingintahuan pelajar sekarang

sangat besar pada masalah seksual

dan penyesalan yang dialami 3)

perilaku seksual.

Alat Pengumpulan Data: Berupa wawancara dan observasi sehingga

data yang diperoleh berupa narasi

dan deskripsi. Langkah-langkah

dalam analisis data penelitian ini

menggunakan: 1) Pengumpulan data,

2) Reduksi, 3) Matriks, dan 4)

Coding.

HASIL PEMBAHASAN

Pada penelitian yang

dilakukan oleh peneliti ditemukan

ada 3 informan dari 15 informan

yang melakukan hubungan intim.

dari ketiga informan tersebut yang

masih melakukan hubungan intim

ada 2 orang. Karena mempunyai rasa

salah yang rendah dan adanya suatu

kenikmatan dan kebutuhan dari

kedua informan yang menjadikan

hubungan intim menjadi suatu hal

yang biasa. Kedua informan juga

merasa tertekan jika pacarnya tidak

menjadi suami dan tertekan jika

kalau hamil karena belum ada rasa

tanggung jawab yang ada pada kedua

informan. sedangkan 1 informan

yang sudah melakukan hubungan

intim memutuskan untuk berhenti

karena memiliki rasa salah yang

tinggi serta takut dan kepikiran

adanya tes keperjakaan jika dia

masuk di Akpol. Ketiga informan

yang sudah melakukan hubungan

intim juga merasa melanggar norma

(11)

Sedangkan 2 informan dari

12 informan memiliki rasa salah

yang tinggi serta adanya rasa malu,

dosa, menyesal, harga diri yang

berkurang, dan merasa melanggar

norma dan moral yang ada di

masyarakat sehingga kedua informan

tidak mau melakukan hubungan

seksual pranikah. Walaupun kedua

informan pernah melakukan yang

dalam tahapan ciuman bibir dan

saling memegang. Bahkan informan

yang berinisial ANI sampai

memutuskan pacarnya karena sudah

sangat malu dengan perbuatan yang

telah dilakukan dengan pacarnya.

Hal ini sesuai dengan pendapat dari

Singh (2003) perasaan bersalah

merupakan sebuah konsep yang

membentuk bagian dari sebuah

matriks yang berkaitan dengan

pembagian dan penyatuan moral:

pelanggaran, tuduhan, kesalahan,

menyalahkan, malu, sedih karena

dosa, penyesalan, pertobatan,

permohonan maaf, hukuman, balas

dendam, dan perbaikan. Rasa

bersalah (Guilty Feeling) menurut

Chaplin (1995) perasaan emosional

yang berasosiasi dengan realisasi

bahwa seseorang telah melanggar

peraturan social, moral, etis/susila.

Dan 10 informan yang sudah

melakukan hubungan seksual

pranikah dari tahapan ciuman sampai

saling mengeksplorasi daerah

sensitive, mereka merasakan rasa

salah tetapi hanya bersifat sementara.

Walaupun mereka juga merasa

menyesal, berdosa, kasihan sama

orangtua dan melanggar norma dan

moral yang ada di masyarakat,

mereka tetap melakukan hubungan

seksual pranikah. Yang dilakukan

ada yang berminggu-minggu,

(12)

nafsu sudah menguasai diri

informan, mereka melakukannya.

Rasa bersalah adalah

pelanggaran terhadap standar internal

yang menghasilkan penurunan harga

diri. Jadi ketika seseorang

mengalami rasa bersalah, individu

juga akan merasakan penurunan

harga diri atau kepercayaan dirinya.

Takut dapat terjadi dengan atau tanpa

terjadinya penurunan harga diri

seseorang. Berkaitan dengan

kemampuan kendali individu, rasa

bersalah terjadi pada situasi ketika

individu memiliki kendali yang

tinggi terhadap kejadian yang di

harapkan.

KESIMPULAN

1. Dari 15 informan diperoleh 20%

remaja yang sudah melakukan

hubungan intim dan 80% remaja

yang belum melakukan hubungan

intim.

2. Rasa bersalah pada remaja yang

sudah melakukan hubungan intim

a. Sepasang kekasih tidak

memiliki rasa bersalah,

bahkan menjadikan hubungan

seksual pranikah menjadi

suatu hal yang biasa dan

kebutuhan yang harus

terpenuhi. Rasa takut

terhadap Allah dan orangtua

tidak menjadikan untuk

menghentikan hubungan

seksual yang mereka lakukan.

b. Remaja laki-laki yang sudah

melakukan melakukan

hubungan intim merasa

ketakutan tidak perjaka

sehingga takut tidak lulus di

Akpol. Ketakutannya tersebut

membuatnya berhenti

(13)

3. Rasa bersalah pada remaja yang

belum melakukan hubungan

intim

a. Ketakutan ketahuan orangtua,

merasa berdosa kepada Allah,

dan ketakutan ketahuan orang

yang berada di lingkungan

sekitar membuatnya berhenti

dari hubungan seksual

pranikah yang telah

dilakukannya.

b. Meskipun ada rasa ketakutan

kepada Allah dan orangtua,

merasa berdosa dan

melanggar norma dan moral

yang ada di masyarakat,

mereka tetap melakukan

hubungan seksual pranikah.

SARAN

1. Bagi remaja yang melakukan

hubungan seksual pranikah untuk

mengetahui dampak-dampak

yang ditimbulkan dari perilaku

seksual sehingga remaja berusaha

untuk menghentikan kegiatan

seksual pranikah.

2. Bagi orangtua diharapkan dapat

memberikan rasa aman kepada

anak supaya anak dapat

menceritakan segala keluh kesah

yang dirasakan sehingga anak

bisa mengendalikan diri untuk

tidak melakukan hubungan

seksual pranikah.

3. Bagi sekolah diharapkan dapat

memberikan penyuluhan dan

pengetahuan tentang dampak

yang ditimbulkan pada remaja

yang melakukan hubungan

seksual pranikah sehingga

remaja/pelajar bisa menghentikan

aktivitasnya.

4. Bagi masyarakat diharapkan

dapat menambah wawasan

tentang rasa bersalah pada remaja

(14)

seksual pranikah. Sehingga

masyarakat dapat bekerja sama

memberikan rasa aman kepada

remaja supaya tidak masuk

dalam lingkungan yang

menyesatkan.

5. Bagi peneliti lain agar lebih

memanfaatkan data yang ada

secara maksimal, serta tetap

memperhatikan kondisi subjek

sebelum dilakukan wawancara.

sehingga diharapkan pada

peneliti lain yang tertarik untuk

mengadakan penelitian yang

sama, disarankan untuk lebih

mengetahui kondisi subjek

sebelum melaksanakan

wawancara. agar hasil mengenai

rasa bersalah (guilty feeling)

(15)

DAFTAR PUSTAKA Bandung. Pustaka Setia.

Alsa, A. Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Amelia, G & Francesco, M. Guilt

and Guilt.

Http://www.pvsps.cz/data/docu men/11_Guilt.pdf?id. Di akses pada 15 Juli 2011.

Amrillah, A. A. Prasetyaningrum, J. & Hertinjung, S. W. (2006). Hubungan Antara Pengetahuan Seksualitas Dan Kualitas Komunikasi Orangtua-Anak Dengan Perilaku Seksual Pranikah. Indigenous. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, Vol. 8, No.1 : 35-43.

Amrizal, R & Indriastuti, O. Religiusitas dan Sikap Terhadap perilaku Seks bebas. Proyeksi, Vol. 4, No. 2. 1 – 14.

Arthur & Emil, R. 2010. Kamus Psikologi. Jogyakarta. Pustaka Pelajar.

Asyanti, S., Lestari, S & Kadarwati. (2008). Sikap Remaja terhadap Perilaku Seks Bebas: Lebih Dipengaruhi Orangtua atau Teman Sebaya?. Indigenous.

Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 10, No. 1. 19-27.

Barbara, B & Francesco, M. 2011. Eleciting Guilty Feelings : A Preliminary Study Differentiating Deontological and Altruistic Guilt. Psychology. Vol. 2, No. 2, 98-102.

Chaplin. 1995. Kamus lengkap Psikologi. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Coleman, V. 1992. Psikologi Populer. Rasa Bersalah Mengapa Terjadi, Bagaimana mengatasinya. Jakarta. Arcan.

Dame, R. Y. Widyana, R. & Abdullah, M. S. (2009). Pengaruh Pendidikan Seksualitas Dasar Dengan Metode Dinamika kelompok Terhadap Penurunan kecenderungan Perilaku Seksual Pada Remaja. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana. Yogyakarta. Insight. Vol. 7, No. 2. 171-179.

Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja. Skripsi (diterbitkan).

Haris, H. (2010). Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Sosial. Jakarta. Salemba Humanika.

Jahja, Y., (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

(16)

Pembelian. Majalah Ilmiah Psikologi. Vol. 4. No. 2. 36-42.

Nina, S. W., (2012). Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.

Poerwandari, E. K. (1998).

Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran & Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi UI.

Prasetya Ari, E. B. (2007). Seks Pra Nikah Di Mata Remaja Akhir. Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana. Jurnal Psikologi. Vol. 19, No. 1. 36-48.

Prastawa, P.D & Lailatushifah, F, N. S. (2009). Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putri. Jurnal Psikologi, Vol. II, No. 2. 167 – 174.

Sa’abah, U.M. (2001). Perilaku Seks

Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam. Jogjakarta. UII Press.

Sarwono, W.S. Psikologi Remaja. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Silvia. (2009). Netralisasi Perilaku Seks Bebas (One Night Stand) pada Perempuan Dewasa Muda (Studi Kasus 2 Perempuan Dewasa Muda). Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. V, No. 2. 9 – 18.

Simandjuntak, S.H. (1984). Psikologi Remaja . Bandung.

Singh, K. 2003. Seri Gagasan psikoanalisa Rasa Bersalah. Jogyakarta. Pohon sukma.

Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Taufik & Nisa, R. 2005. Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas Antara Remaja Yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual Dan Remaja Yang melakukan

Hubungan Seksual

TEENAGERS’ SEXUALITY:

THE DIFFERENCE

BETWEEN NON AND

PRACTITIONERS OF

PREMARITAL SEXUAL INTERCOURSE. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 6, No. 2, 2005 : 115 – 129.

Walgito, B., (2008). Psikologi Kelompok. Yogyakarta. Penerbit ANDI.

Widyatama. 2010. Kamus Psikologi. Jakarta. Widyatama.

Yakub, B. 1996. Pastoral Konseling

(Jilid 2). Malang. Penerbit Gandum Mas.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Penarikan mahasiswa PPL dilakukan pada tanggal 12 September 2015 oleh pihak UPPL yang diwakilkan oleh DPL-PPL masing-masing. Analisis Hasil Pelaksanaan dan Refleksi

Fokus penelitian penulis adalah bidang perairan yang tergabung dalam kelompok WARES ( Water Remote Sensing ) dengan judul “ Pemodelan Algoritma Empiris untuk Pendugaan

selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dan masukan dalam teknis data maupun penulisan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik dan

Dari beberapa pengertian dan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam menerima informasi untuk dikembangkan menjadi

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis ucapkan karena atas berkat dan rahmat karunia-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional,

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat karunia dan hidayah- Nya, sehingga Tesis ini dapat selesai dengan melewati berbagai kendala sehingga dapat

Mengingat komposisi yang disusun ini adalah komposisi musik program maka selain penting untuk memperkaya kapasitas pengetahuan musik, perlu juga mengetahui

[r]