KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, berkat,
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan proposal penelitian dengan
judul “Peran Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dalam Pemberdayaan
UKM Batik Mangrove di Kecamatan Rungkut Pemerintah Kota Surabaya”.
Laporan proposal ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum
Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada Ibu Dra. Diana
Hertati, Msi sebagai dosen pembimbing. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan sehingga penyusunan laporan
proposal ini diantaranya :
1. Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. DR. Lukman Arif, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra Diana Hertati MSi, Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.
5. Bapak Drs.Hadi Mulyono, MM, Selaku Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah Pemerintah Kota Surabaya.
6. Ibu Ratnawati, BA, Selaku Kasi Bidang Usaha Kecil dan Menengah di Dinas Koperasi
7. Buat kedua orang tua yang selalu memberikan do’a dan motivasi.
8. Dan seluruh teman-teman Progdi Ilmu Administrasi Negara ’05.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan proposal ini jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga
dengan laporan proposal penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan khususnya
bagi penulis dan bagi fakultas pada umumnya serta para pembaca.
Surabaya, Juni 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
1.1Perumusan Masalah ... 7
1.2Tujuan Penelitian ... 8
1.3Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
2.1. Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 14
2.2.1. Pengertian Peran……… ... 14
2.2.1.1. Macam-macam Peran ... 15
2.2.2. Pengertian Pemberdayaan ... 15
2.2.2.1. Tujuan Pemberdayaan ... 16
2.2.2.2. Upaya Pemberdayaan ... 18
2.2.2.3. Strategi Pemberdayaan ... 19
2.2.3. Pengertian Koperasi ... 23
2.2.3.1. Landasan Koperasi ... 26
2.2.3.2. Sendi-Sendi Dasar Koperasi ... 28
2.2.4. Rencana Strategis Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Mikro dan
Menengah Kota Surabaya……… 30
2.2.4.1. Tujuan ... 30
2.2.4.2. Strategi ... 30
2.2.4.3. Kebijakan ... 31
2.2.5. Pengertian Pembinaan ... 31
2.2.5.1. Tujuan Pembinaan ... 32
2.2.6. Pengertian Pelatihan ... 33
2.2.7. Pengertian Pemasaran ... 36
2.2.7.1. Konsep Pemasaran ... 36
2.2.8. Konsep Usaha Kecil dan Menengah ... 38
2.3. Kerangka Berpikir ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
3.1. Jenis Penelitian... 42
3.2. Fokus Penelitian ... 43
3.3. Situs Penelitian... 44
3.4. Sumber Data... 45
3.5. Jenis Data ... 46
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.7. Analisis Data ... 48
3.8. Keabsahan Data ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 54
4.1.1. Gambaran Umum Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya ... 54
4.1.3. Visi dan Misi Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya ... 55
4.1.4. Tujuan Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya ... 56
4.1.5. Strategi Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya ... 56
4.1.6. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas ... 57
4.1.7. Sasaran dan Kebijakan Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya 57 4.1.8. Struktur Organisasi ... 60
4.1.9. Tugas Pokok dan Fungsi Pegawai Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya ... 62
4.1.10. Karakteristik Pegawai ... 74
4.1.11. Gambaran Umum Kecamatan Rungkut ... 76
4.1.12. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 77
4.1.13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian ... 78
4.1.14. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 79
4.2. Hasil Penelitian ... 80
4.2.1. Peran dinas dalam pelatihan ... 80
4.2.1.1. Bimbingan Teknis ... 82
4.2.1.2. Manajemen Pembukuan ... 86
4.2.2. Peran dinas dalam Pemasaran ... 91
4.2.2.1. Pameran... 93
4.2.2.2. Fasilitasi Open Stan ... 96
4.3. Pembahasan ... 97
4.3.1. Pelatihan ... 97
BAB V KESIMPULAN ... 106
5.1. Kesimpulan ... 107
5.2. Saran ... 108
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Data Perkembangan UKM di Kota Surabaya ... 2
Tabel 4.1. Komposisi Pegawai Berdasarkan Pangkat / Golongan ... 74
Tabel 4.2. Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 74
Tabel 4.3. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75
Tabel 4.4. Komposisi Pegawai Berdasarkan Umur ... 75
Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 77
Tabel 4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian ... 75
Tabel 4.7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat ... 79
Tabel 4.8. Instruktur Pelatihan ... 91
Tabel 4.9. Peserta Pelatihan ... 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka berpikir……….. 41
Gambar 2 Analisis interaktif Menurut Miles dan Huberman………. 50
ABSTRAKSI
ANDRIYAN. PERAN DINAS KOPERASI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
DALAM PEMBERDAYAAN UKM BATIK MANGROVE DI KECAMATAN RUNGKUT PEMERINTAH KOTA SURABAYA.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis data penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dimana dalam penelitian ini digambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikannya. Penelitian ini di dasarkan pada fenomena pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang masih menghadapi hambatan atau kendala antara lain : kurangnya pelatihan, dan terbatasnya akses pasar. Dengan adanya hambatan atau kendala tersebut pada akhirnya belum dapat mendukung bagi perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembentukan produk nasional, peningkatan ekspor, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Peran Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam pemberdayaan terhadap usaha kecil menengah batik mangrove di Kecamatan Rungkut Pemerintah Kota Surabaya. Adapun situs dari penelitian ini adalah Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dan UKM Batik Mangrove di Kecamatan Rungkut. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil wawancara dari informan, sedangkan data sekunder yaitu berupa dokumen-dokumen yang diperoleh dari Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.Variabel penelitian ini adalah satu yaitu peran dinas koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pemberdayaan ukm batik mangrove.
Informan dalam penelitian ini adalah pegawai Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan anggota ukm batik mangrove. Fokus dalam penelitian ini adalah pelatihan dan pemasaran.
Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Pelatihan bimbingan teknis dan manajemen pembukuan serta pemasaran melalui pameran dan open stan sudah berjalan dengan baik tetapi dalam pelatihan pembukuan masih belum mencapai tujuan karena anggota ukm batik mangrove yang berasal dari ibu rumah tangga masih kesulitan untuk memahami tentang pembukuan serta fasilitasi open stan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dimana anggota ukm batik masih menghadapi kendala karena syarat dan perijinan yang ditetapkan oleh penyadia open stan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan bagian integral dunia usaha nasional,
mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam
mewujudkan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan
kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi
yang luas pada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap pembentukan produk nasional, peningkatan ekspor, perluasan kesempatan kerja dan
berusaha, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan. Keberadaan usaha kecil tidak dapat
dipisahkan dari pertumbuhan perekonomian secara nasional, karena usaha kecil merupakan
wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia.
Dalam upaya membangun ekonomi nasional sub-sektor industri mikro kecil dan
menengah (IMKM) yang dalam istilah sering disebutkan UKM ataupun usaha kecil. Usaha
kecil mendapat prioritas untuk dibina dan dikembangkan dalam rangka memperkuat struktur
ekonomi nasional.
Sektor industri baik skala besar maupun skala mikro, kecil, dan menengah merupakan
salah satu sektor yang turut memberikan kontribusi (contributor) terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional, oleh karena itu kebijakan pembinaan dan pengembangan (Development
pembinaan senantiasa dikembangkan sesuai dengan karakter dan permasalahan yang
dihadapi.
Namun dengan seiring perkembangan serta keberhasilan usaha kecil di Kota Surabaya
begitu ragam jenisnya dan karakteristik usaha kecil. Di Kota Surabaya dapat dipastikan
bahwa tidak semua usaha kecil dapat tumbuh dan berkembang bahkan sebaliknya ada yang
hanya berdiri sesaat lalu gulung tikar. (http ://www.smecda.com/deputi7/file infokop/
pengemb. UKM.pdf diakses 3 Maret 2010).
Hal tersebut juga di dukung dengan adanya data Perkembangan UKM di Kota
Surabaya yaitu sebagai berikut:
Tabel 1
Data Perkembangan UKM di Kota Surabaya
Tahun Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar
2004 5.403 920 366
Sumber : Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Propinsi Jatim
dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Surabaya. (2009).
Berdasarkan tabel data diatas tentang perkembangan UKM di Kota Surabaya,
perkembangan UKM mengalami penurunan pada tahun 2008. Hal ini disebabkan UKM
menghadapi kendala dalam pemasaran hasil produk, sehingga sulit bersaing dalam pasar.
Dengan adanya penurunan perkembangan UKM pada tahun 2008 di Kota Surabaya maka
dibutuhkan peran serta Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Dunia Usaha,
dan masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan, guna meningkatkan
kemampuan dan peran serta kelembagaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam
Dengan adanya permasalahan diatas yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) di Kota Surabaya maka dibutuhkan peran serta pemerintah khususnya Dinas
Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya untuk menumbuh
kembangkan UKM Khususnya di wilayah Kota Surabaya sehingga kedepannya menjadi
usaha kecil yang produktif dan berkembang.
Pembinaan usaha kecil memerlukan kepedulian yang diwujudkan dalam kemitraan
dan kebersamaan pihak yang sudah maju dengan pihak yang belum maju dan dengan pihak
yang belum berkembang. Dalam hal ini pembinaan usaha kecil yang diiringi dengan upaya
memperkuat kelembagaan masyarakat akan mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan
kesejahteraan yang berkelanjutan. Pembinaan usaha kecil juga merupakan peningkatan harkat
dan martabat masyarakat dalam kondisi sekarang mengalami kesulitan untuk melepaskan diri
dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
khususnya pada bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mempunyai tugas antara lain :
1. Penetapan kebijakan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam
pertumbuhan iklim usaha bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di tingkat kota.
2. Pengawasan, monitoring dan evaluasi upaya pemberdayaan UMKM dalam wilayah
kota.
3. Penyelenggaraan pengembangan produksi dan pemasaran hasil usaha masyarakat
skala kota.
4. Pelaksanaan dan fasilitas kebijakan usaha mikro, kecil dan menengah skala kota.
Pemberdayaan menurut Undang-undang No. 8 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia
usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan
berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
Pada rincian tugas Bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah khususnya pada tugas
Penetapan kebijakan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pertumbuhan
iklim usaha bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di tingkat kota, terdapat sebelas (11)
poin salah satunya menyebutkan memberikan pembinaan dan pengembangan UMKM di
tingkat kota.
Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
mempunyai fungsi Pembinaan, Pengawasan, Pengendalian serta Pembangunan di bidang
koperasi. Dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Dinas Koperasi
melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap UMKM dengan memfasilitasi pelatihan
teknis manajemen dan keterampilan untuk pengusaha kecil, memfasilitasi permodalan bagi
usaha kecil dan menengah dalam pengembangan usaha serta mengadakan promosi usaha dan
fasilitasi pemasaran.
Batik mangrove di tetapkan sebagai ikon Kecamatan Rungkut oleh Pemerintah Kota
Surabaya. Untuk hasil produk dari UKM Batik Mangrove diberi nama resmi batik SERU (
Seni Batik Mangrove Rungkut ). Sebagai sebuah rintisan usaha kecil menengah (UKM),
diakui Noverita, produksi batik mangrove ini memang mengalami kendala yang saat ini
dirasakan adalah terkait pewarnaan, dan pemasaran. Untuk menembus pasar batik, kata
Noverita, mau tidak mau memang harus dikelola secara industrial serta melibatkan banyak
tenaga kerja dan modal. “Kita sih mau seperti itu. Hanya saja kami masih bingung soal
pemasaran. Selama ini kami menjual produk-produk kami ke instansi-instansi pemerintah.
Untuk masuk ke pasar batik, kita masih punya banyak kendala,” paparnya. ( Senin 05
Kendala yang dialami oleh UKM Batik Mangrove adalah penjualan hasil produksi
batik Mangrove yang belum bisa menembus pasar batik dan kurangnya pelatihan untuk
mendesain produk batik yang inovatif serta pelatihan pewarnaan batik. Dengan adanya
masalah pemasaran dan pelatihan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di
Kota Surabaya maka dibutuhkan peran serta pemerintah khususnya Dinas Koperasi Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya untuk memberikan pembinaan dalam
mengatasi kendala pemasaran dan memberikan pelatihan kepada UKM Batik Mangrove
sehingga dapat menumbuh kembangkan UKM Khususnya di wilayah Kota Surabaya
sehingga kedepannya menjadi usaha kecil yang produktif dan berkembang.
Untuk mengatasi permasalahan atau kendala yang dihadapi para pengusaha UKM
Batik Mangrove di Kecamatan Rungkut, maka dibutuhkan peran Dinas Koperasi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya, antara lain :
a. Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memberikan pelatihan dalam
bentuk kewirausahaan dan bimbingan teknologi (Bintek). Dengan adanya pelatihan
tersebut akan meningkatkan keterampilan teknis produksi, kemampuan managerial,
kemampuan menciptakan produk yang inovatif sehingga produk yang dihasilkan akan
lebih baik.
b. Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memberikan bantuan fasilitasi
pemasaran hasil produksi yaitu promosi dengan cara mengikuti pameran serta
memfasilitasi open stand sehingga masalah hasil pemasaran produk dapat diatasi.
Menurut Hamalik (2001 : 10), pelatihan adalah suatu proses yang meliputi
serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian
bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja profesional kepelatihan dalam
satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul
penelitian “Peran Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Dalam
Pemberdayaan UKM Batik Mangrove di Kecamatan Rungkut Pemerintah Kota Surabaya”.
1.2. Perumusan Masalah
Setiap tahun pemerintah dalam kaitannya untuk meningkatkan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) telah menetapkan program yang harus dicapai oleh Dinas Koperasi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah untuk meningkatkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Karena Koperasi merupakan wadah bagi usaha-usaha kecil menengah.
Dengan adanya permasalahan tersebut dapat memberikan dampak yaitu dapat
menurunkan kualitas serta dapat menurunkan hasil produksi. Untuk menghadapi masalah
tersebut dibutuhkan peran Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah
Kota Surabaya yang lebih besar untuk melakukan pemberdayaan dengan memberikan
pembinaan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Batik Mangrove di Kecamatan
Rungkut.
Dari latar belakang fenomena dan masalah diatas, adapun perumusan masalah yang
dikemukakan dalam penulisan penelitian ini adalah
“ Bagaimanakah Peran Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Dalam
Pemberdayaan UKM Batik Mangrove di kecamatan Rungkut ? ”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk memahami suatu masalah sosial atau fenomena sosial
“ Untuk mengetahui Peran Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Dalam
Pemberdayaan UKM Batik Mangrove di Kecamatan Rungkut “.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Memberikan tambahan wawasan bagi penulis mengenai Peranan Dinas Koperasi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam Pembinaan
Usaha Kecil.
2. Bagi Instansi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Dinas Koperasi Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya sebagai bahan pertimbangan untuk
mengambil suatu keputusan dalam pemecahan masalah yang sedang dihadapi para
pengusaha kecil.
3. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Sebagai salah satu sumbangan pemikiran dan informasi dalam melengkapi dan
mengembangkan perbendaharaan ilmu sosial dan khususnya pada Program Studi Ilmu
Administrasi Negara dan sebagai tambahan wawasan yang berguna bagi mahasiswa
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Unggul dari Universitas Brawijaya Malang (2001).
Dalam penelitian Unggul di Kelurahan Dinoyo Kecamatan Lowok Waru Kota Malang
dengan Judul “Pemberdayaan Pengusaha Industri ke kecil di Perkotaan” dinyatakan
bahwa pemberdayaan usaha kecil di kelurahan Dinoyo harus lebih diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan (Capability Building) usaha kecil menjadi tangguh dan
mandiri serta tumbuh berkembang. Usaha industri kecil keramik Dinoyo tidak hanya
memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pengusaha dan
keluarganya, akan tetapi tetap juga memberi keuntungan dan manfaat bagi masyarakat
sekitar Dinoyo. Model usaha merupakan salah satu faktor produksi yang sangat
penting bagi pengusaha industri kecil keramik. Untuk lebih mengefektifkan
pemberdayaan industri kecil keramik yang perlu mendapatkan perhatian dan
kepedulian yang lebih besar dari administrasi publik terhadap pengembangan industri
kecil keramik Dinoyo, perlu koordinasi dengan melibatkan instansi terkait dan perlu
membentuk lembaga penjamin.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh unggul dari Universitas Brawijaya Malang
dengan peneliti adalah terletak pada usaha pemberdayaan dalam meningkatkan kemampuan
agar dapat meningkatkan pendapatan untuk mencapai taraf sejahtera.
Perbedaan kedua penelitian, penelitian yang dilakukan Unggul dari Universitas
Brawijaya Malang menekankan pada pemberdayaan yang diarahkan pada pengusaha industri
agar dapat lebih berkembang. Sedangkan peneliti menekankan pemberdayaan melalui
2. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain dapat dipakai sebagai
bahan pengkajian dan masukan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain :
Penelitian yang dilakukan oleh Nita Dwi Rahmadhani dari Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur (2004), yang berjudul “Peran Pemerintah Dalam
Pemberdayaan Usaha Kecil Sepatu di Wedoro”. Hal ini dibuktikan dengan penetapan
pola umum kebijakan yang ditulis dalam rencana program kerja Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Tahun 2004 mengenai usaha kecil sepatu di Wedoro yang meliputi
peningkatan kualitas bahan baku sampai dengan produk jadi, peningkatan peran aktif
masyarakat dalam pembangunan dan memperluas lapangan kerja terutama dalam
sektor industri rumah tangga. Pemerintah juga memberi bantuan berupa pinjaman
modal melalui Bank Jatim, dan segi pemasaran mengikutsertakan pengrajin sepatu
Wedoro dalam pekan raya Jakarta selain itu pemerintah juga memberikan bantuan
kepada pengrajin sepatu dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan di lembaga
IFC, di Hotel Elmi di Graha Pena dan Tanggulangin yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas produksi sepatu, namun bantuan yang diberikan oleh
pemerintah tersebut kurang merata, sehingga pengusaha dan pengrajin sepatu tidak
mengetahui bantuan yang telah diberikan pemerintah tersebut, hal ini dikarenakan
kurangnya sosialisasi antara pemerintah dengan ketua asosiasi sepatu di Wedoro.
Melihat kondisi tersebut hendaknya Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan
koordinasi dan mencari solusi dengan anggota asosiasi di Wedoro sebelum
memberikan bantuan agar bantuan yang akan diberikan tepat pada pengrajin yang
membutuhkannya.
Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan Nita Dwi Rahmadhani adalah
pelaksanaan peran pemerintah dalam pemberdayaan usaha kecil untuk meningkatkan peran
Perbedaan kedua penelitian, penelitian yang dilakukan Nita Dwi Rahmadhani terletak
pada usaha peningkatan kualitas dari bahan baku hingga proses terwujudnya barang jadi.
Sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah proses pemberdayaan usaha kecil
melalui pelatihan dan pemasaran.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Catur Novidiana dari Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur (2007), yang berjudul “Peran Dinas Koperasi
Perindustrian dan Perdagangan dalam Pemberdayaan Industri Genteng di Desa
Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek” menyatakan bahwa untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia pengrajin genteng serta meningkatkan
mutu genteng oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Trenggalek mengacu pada Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2001-2005
melaksanakan pendidikan dan latihan serta studi banding dan magang. Pelatihan
teknologi produksi Dinas mengirimkan perwakilan pengrajin untuk mengikuti
pelatihan dan memberikan bantuan peralatan secara revolving, pelatihan
kewirausahaan diikuti oleh semua pengrajin, pelatihan pemasaran diikuti semua
pengrajin didukung adanya pameran dan otlet penjualan di luar kota. Studi banding
dan magang diikuti perwakilan pengrajin genteng dari kegiatan pengrajin dapat
memproduksi genteng beraneka ragam. Namun Peran Dinas Koperasi Perindustrian
dan Perdagangan kabupaten Trenggalek dalam pemberdayaan Industri Genteng di
Desa Sukorejo dalam Pelatihan teknologi produksi, studi banding dan magang yang
sudah dilaksanakan selama ini belum maksimal karena hanya diikuti perwakilan
pengrajin dan adanya kendala di Desa Sukorejo belum adanya Asosiasi Pengrajin
Genteng. Melihat kondisi tersebut hendaknya Dinas Koperasi Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Trenggalek dalam memberikan pelatihan teknologi produksi,
pengrajin genteng dan khususnya di Desa Sukorejo harus terbentuk Asosiasi
Pengrajin Genteng.
Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan Catur Novidiana adalah
Pelaksanaan Peran Dinas Koperasi dalam pemberdayaan usaha kecil melalui pendidikan dan
pelatihan.
Perbedaan kedua penelitian, penelitian yang dilakukan Catur Novidiana lebih
menekankan pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia pengrajin genteng serta
peningkatan mutu genteng yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Trenggalek. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih
menekankan pada proses pemberdayaan usaha kecil melalui pembinaan dengan pelatihan dan
fasilitasi pemasaran yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Kota Surabaya.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Peran
Menurut Soekanto (2002 : 243), peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya
maka dia menjalankan suatu peranan.
Linton dalam Soekanto (2002 : 224), mengemukakan pengertian peran mencakup 3
(tiga) hal, sebagai berikut :
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat.
b. Peran adalah konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
c. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi strukur sosial
masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peranan merupakan
perilaku atau tindakan yang peting bagi struktur masyarakat dan dilakukan karena suatu
kedudukan, jabatan, atau organisasi di lingkungan masyarakat bisa berupa suatu kantor
yang mudah dikenal oleh masyarakat.
2.2.1.1. Macam-macam Peran
Menurut Suwandi (1997 : 67) peran dalam suatu sistem birokrasi ada dua yaitu :
1. Peran Inter-Individual
Peran untuk mengendalikan pola reaksi individual terhadap situasi tertentu.
2. Peran Sosial
Peran untuk mengatur tata kehidupan sosial. Yang mempunyai peran sosial dan
tanggung jawab lebih besar yang ada dalam suatu sistem, maka dialah yang berhak
memberi perintah serta wewenang tertinggi ada ditangan pimpinan tersebut.
2.2.2. Pemberdayaan
Pengertian pemberdayaan menurut Jamasy (2004 : 28) adalah upaya menumbuh
kembangkan kekuatan pada masyarakat (masyarakat miskin) dengan tahapan dan strategi
tertentu.
Menurut Mubyarto dalam Nugroho (2001 : 9) pengertian pemberdayaan masyarakat
mengacu pada kata “empowerment” yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi
yang dimiliki oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan masyarakat adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup
kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga serta mempengaruhi kehidupannya (Suharto, 2006 :
58).
Pengertian pemberdayaan masyarkat menurut Suhendra (2006 : 75) adalah sebuah
konsep yang menekankan pada pembangunan ekonomi pada mulanya yang dikembangkan
berdasarkan nilai-nilai masyarakat.
Pengertian pemberdayaan menurut Kartasasmita ( 1996 : 144 ) adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak
mampu melepaskan dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan dengan kata lain
memberdayakan berarti memampukan dan memandirikan masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya
untuk meningkatkan kedudukan harkat dan martabat masyarakat dari perangkap kemiskinan
dan menumbuhkembangkan segala kemampuan yang dimiliki masyarakat untuk menjadi
lebih baik dalam segala bidang kemampuannya.
2.2.2.1. Tujuan Pemberdayaan
Menurut Sumodiningrat seperti yang dikutip oleh Mashoed (2004 : 40) pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat bertujuan mencapai keberhasilan dalam :
1) Mengurangi jumlah penduduk miskin
2) Mengembangkan usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk
miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
3) Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
4) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya
permodalan kelompok, makin rapinya system administrasi kelompok, serta
5) Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai
oleh peningkatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan
kebutuhan social dasarnya.
Menurut Jamasy (2004 : 42) dalam analisisnya menyatakan bahwa pemberdayaan yang
merupakan prasyarat mutlak bagi upaya penanggulangan masalah kemiskinan memiliki
tujuan :
1. Menekankan perasaan ketidak berdayaan (impotensi) masyarakat miskin bila
berhadapan dengan struktur social politis. Langkah konkretnya adalah meningkatkan
kesadaran kritis pada posisinya.
2. Memutuskan hubungan yang bersifat eksploitatif terhadap lapisan orang miskin perlu
dilakukan bila terjadi reformasi social, budaya dan politik (artinya, biarkan kesadaran
kritis orang miskin muncul dan biarkan pula melakukan reorganisasi dalam rangka
meningkatkan produktivitas kerja dan kualitas hidupnya)
3. Tertanam rasa persamaan (egalitarian) dan berikan gambaran bahwa kemiskinan
bukan merupakan takdir, tetapi sebagai penjelmaan konstruksi social.
4. Merealisasikan perumusan pembangunan dengan melibatkan masyarakat miskin
secara penuh (ini hanya bisa tercapai kalau komunikasi antara pemegang kekuasaan
dengan kelompok-kelompok dari person strategis dan masyarakat miskin tidak
mengalami distorsi).
5. Pembangunan social dan budaya bagi masyarakat miskin (seperti peranan hidup,
perubahan kebiasaan hidup, peningkatan produktivitas kerja).
6. Distribusi infrastruktur yang lebih merata.
2.2.2.2. Upaya Pemberdayaan
Menurut Mashoed (2004 : 44), dilihat dari profil kemiskinan (proverty profile)
1) Masalah kemiskinan tidak hanya masalah kesejahteraan (welfer) akan tetapi juga
masalah kerentanan. Disini berarti bahwa penanganan terhadap masalah
kemiskinan masyarakat disamping diarahkan untuk menangani masalah
kesejahteraan dengan memberikan sejumlah program peningkatan
kesejahteraan, juga diarahkan untuk kemandirian masyarakat.
2) Masalah kemiskinan adalah masalah ketidakberdayaan (powerlessness) karena
masyarakat tidak mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, tidak
mendapat kesempatan untuk ikut menentukan keputusan yang menyangkut
dirinya sendiri dan masyarakat tidak berdaya untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi.
3) Masalah kemiskinan adalah masalah tertutupnya akses masyarakat terhadap
peluang kerja, karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak memberi
peluang kepada mereka untuk berpartisipasi, baik disebabkan rendahnya tingkat
kualitas sumber daya manusia maupun tidak terpenuhinya persyaratan kerja.
4) Masalah kemiskinan dapat terwujud dalam bentuk rendahnya akses masyarakat
pada pasar lantaran aksesbilitas yang rendah dan arena kondisi alam yang
miskin.
5) Masalah kemiskinan yang teridentifikasi karena penghasilan masyarakat
sebagian besar di habiskan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan
dalam kuantitas dan kualitas yang terbatas, sehingga produktifitas mereka
menjadi rendah.
2.2.2.3 Strategi Pemberdayaan
Pemberdayaan manusia tidak dapat diganti dengan ukuran kecepatan waktu dan
tempat, melainkan harus dengan proses yang berkesinambungan dalam bentuk peningkatan
misi dan amanat untuk meningkatkan kualitas partisipasi dan pemberdayaan dengan tujuan
fungsional yang lebih terpadu, lebih menyeluruh dan mempunyai kecenderungan yang kuat
terhadap upaya menjawab segala kebutuhan pihak yang diberdayakan.
Pemberdayaan sebagai salah satu isu yang populer untuk menanggapi pendekatan
manusia seutuhnya, selalu dikaitkan dengan upaya untuk menanamkan kekuatan tambahan
kepada pihak yang diberdayakan, sehingga ketika pemberdayaan diarahkan kepada keinginan
kuat untuk mengentaskan kemiskinan maka artinya dengan upaya terpadu untuk
menanamkan kekuatan tambahan (kemampuan lebih) kepada masyarakat miskin, baik
pemberdayaan pada aspek sosial, ekonomi, material dan fisik, intelektual sumber daya
manusia dan sampai pada aspek manajerial dan pengelolaannya.
Menurut Kartasasmita (1996 : 159), untuk meraih keberhasilan dalam proses
pemberdayaan masyarakat tersebut, diupayakan langkah pemberdayaan masyarakat :
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling).
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).
3. Pemberdayaan mengandung pula arti melindungi (protecting).
Hal-hal yang berkaitan dengan strategi tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut :
1. Enabling
Adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
terus berkembang. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia,
setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada
masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan artinya tidak ada masyarakat
yang sama sekali tanpa daya karena kalau demikian akan sudah punah, pemberdayaan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya.
2. Empowering
Adalah memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam kaitan
ini diperlukan langkah-langkah lebih positif selain dari hanya menciptakan iklim dan
suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan
berbagai masukan serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan
membuat masyarakat menjadi berdaya. Untuk itu diperlukan program khusus bagi
masyarakat yang kurang berdaya, karena program yang umum yang berlaku untuk
semua tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
3. Protecting
Adalah pemberdayaan mengandung arti pula melindungi dalam proses pemberdayaan
harus dicegah, yang lemah menjadi bertambah lemah karena kurang berdaya dalam
menghadapi yang kuat, oleh karena itu dalam konsep pemberdayaan masyarakat,
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya, dalam
rangka ini adanya peraturan perundangan yang secara jelas dan tegas melindungi
golongan yang lemah sangat diperlukan, melindungi harus dilihat sebagai upaya
untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang. Pemberdayaan
masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi tergantung pada berbagai program
pemberian, karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas
usaha sendiri dan hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain.
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007 : 119-120) mengemukakan terdapat
minimal tiga strategi pemberdayaan yang umum dipahami atau dilaksanakan :
1. Pemberdayaan yang hanya berkutat di “daun” dan “ranting” atau pemberdayaan
sudah dianggap given, pemberdayaan masyarakat hanya dilihat sebagai upaya
meningkatkan daya adaptasi terhadap struktur yang sudah ada. Bentuk aksi strategi ini
adalah mengubah sikap mental masyarakat yang tidak berdaya dan pemberian
bantuan, baik modal maupun subsidi.
2. Pemberdayaan yang hanya berkutat di “batang” atau pemberdayaan reformis. Konsep
ini tidak mempermasalahkan tatanan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang ada.
Yang dipersoalkan adalah praktik dilapangan atau pada kebijakan operasional.
Dengan demikian, pemberdayaan difokuskan pada upaya peningkatan kinerja
operasional dengan membenahi pola kebijakan, peningkatan kualitas SDM, penguatan
kelembagaan, dan sebagainya.
3. Pemberdayaan yang berkitat di “akar” atau pemberdayaan stuktural. Strategi tersebut
melihat bahwa ketidak berdayaan masyarakat disebabkan oleh struktur sosial, politik,
budaya, dan ekonomi yang kurang memberikan peluang bagi kaum lemah. Dengan
demikian, pemberdayaan harus dilakukan melalui transformasi struktural secara
mendasar dengan meredesign struktur kehidupan yang ada. Karena sifat
revolusionernya, konsep terakhir ini disebut juga critical paradigm.
2.2.3. Koperasi
Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum Koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Ada tiga pengertian Koperasi sebagai pegangan untuk mengenal Koperasi lebih jauh.
Menurut Chaniago dalam Sitio dan Tamba (2001 : 17), mendefenisikan Koperasi sebagai
suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan
kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para
anggotanya.
Menurut Hatta dalam Sitio dan Tamba (2001 : 17), mendefinisikan Koperasi adalah
usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasar tolong-menolong.
Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan
berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat orang’.
Menurut International Labour Organization dalam Sitio dan Tamba (2001 : 16),
Koperasi adalah suatu perkumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan ekonomi
terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis,
masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan dan
bersedia menanggung resiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka
lakukan.
Berdasarkan ketiga defenisi tersebut dapat diketahui bahwa dalam Koperasi
setidak-tidaknya terdapat dua unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Unsur pertama adalah
ekonomi, sedangkan unsur kedua adalah unsur sosial.
Agar Koperasi tidak menyimpang dari tujuan itu, pembentukan dan pengelolaan
Koperasi harus dilakukan secara demokratis. Pada saat pembentukannya, Koperasi harus
dibentuk berdasarkan kesukarelaan dan kemauan bersama dari para pendirinya. Kemudian
pada saat pengelolaanya tiap-tiap anggota Koperasi harus turut berpartisipasi dalam
mengembangkan usaha dan mengawasi jalannya kegiatan Koperasi.
Bila dirinci lebih jauh beberapa pokok pikiran yang dapat ditarik dari uraian mengenai
pengertian Koperasi tersebut adalah suatu perkumpulan yang didirikan oleh orang-orang yang
memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang bertujuan untuk memperjuangkan peningkatan
yang sama, berkewajiban untuk mengembangkan serta mengawasi jalannya usaha Koperasi
dan Resiko dan Keuntungan Usaha Koperasi ditanggung dan dibagi secara adil.
Dasar hukum keberadaan Koperasi di Indonesia adalah pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Dalam
penjelasan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 antara lain dikemukakan :
“….perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi”.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, yang dimaksud dengan
Koperasi di Indonesia adalah :
“…..badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan”.
Berdasarkan kutipan penjelasan pasal 33 Undang Dasar 1945 dan
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tersebut, dapat diketahui bahwa Koperasi di Indonesia tidak
semata-mata dipandang sebagi bentuk perusahaan sebagaimana halnya Perseroan Terbatas,
Firma, atau Perusahaan Komanditer (CV). Selain dipandang sebagai bentuk perusahaan yang
memiliki asas dan prinsip tersendiri, Koperasi di Indonesia juga dipandang sebagai alat untuk
membangun sistem perekonomian.
Hal itu sejalan dengan tujuan Koperasi sebagaimana di dalam pasal 3
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 disebutkan bahwa :
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan tujuan seperti itu, mudah dimengerti bila Koperasi mendapat kehormatan
sebagai satu-satunya bentuk perusahaan yang secara konstitusional dinyatakan sesuai dengan
2.2.3.1. Landasan Koperasi
Untuk mendirikan Koperasi yang kokoh perlu adanya landasan tertentu. Landasan ini
merupakan suatu dasar tempat berpijak yang memungkinkan Koperasi untuk tumbuh dan
berdiri kokoh serta berkembang dalam pelaksanaan usaha-usahanya untuk mencapai tujuan
dan cita-citanya. Landasan-landasan Koperasi tersebut adalah :
1. Landasan Idiil Koperasi Indonesia yang dimaksud dengan landasan Idiil
Koperasi adalah dasar atau landasan yang digunakan dalam usaha untuk
mencapai cita-cita Koperasi. Koperasi sebagai kumpulan sekelompok orang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Gerakan Koperasi
sebagai organisasi ekonomi rakyat yang hak hidupnya dijamin oleh
Undang-Undang Dasar 1945 akan bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur. Jadi tujuannya sama dengan apa yang dicita-citakan oleh seluruh
bangsa Indonesia, karena itu Landasan Idiil Negara Republik Indonesia yaitu
PANCASILA. Dasar Idiil ini harus diamalkan oleh Koperasi, karena pancasila
memang menjadi falsafah Negara dan bangsa Indonesia.
2. Landasan Strukturil dan Gerak Koperasi Indonesia Landasan Strukturil
Koperasi adalah Undang-Undang Dasar 1945, karena di Indonesia berlaku
Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan ketentuan atau tata tertib dasar
yang mengatur terselenggaranya falsafah hidup dan moral cita-cita suatu
bangsa dan karena Koperasi di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945.
Pada pasal 33 ayat 1 yang berbunyi : “perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Dan di dalam penjelasan pasal
33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa bangun usaha yang
sesuai dengan itu ialah Koperasi. Dengan demikian Koperasi merupakan
ayat 1 tersebut merupakan landasan gerak koperasi, artinya agar
ketentuan-ketentuan yang terperinci tentang Koperasi Indonesia harus berlandaskan dan
bertitik tolak dari jiwa pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam pasal
33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 ini hanya memuat ketentuan-ketentuan
pokok perekonomian, oleh karena itu, maka koperasi masih perlu diatur secara
khusus dalam suatu bentuk Undang-Undang Koperasi.
3. Landasan Mental Koperasi Indonesia, Landasan Mental Koperasi Indonesia
adalah setia kawan dan kesadaran berpribadi. Rasa setia kawan haruslah
disertai dengan kesadaran akan harga diri berpribadi, keinsafan akan harga diri
sendiri dan percaya pada diri sendiri adalah mutlak untuk menaikkan derajat
penghidupan dan kemakmuran. Oleh karena itu dalam Koperasi harus
tergabung ke dua landasan mental diatas, yaitu setia kawan dan kesadaran
berpribadi sebagai dua unsur yang dorong-mendorong, hidup-menghidupi dan
awas-mengawasi.
2.2.3.2. Sendi-Sendi Dasar Koperasi
Sendi-sendi dasar Koperasi di Indonesia menurut Undang-Undang No. 25 Tahun
1922 pasal 6 adalah sebagai berikut :
1. Sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap Warga Negara Indonesia.
2. Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam
Koperasi.
3. Pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota.
4. Adanya pembatasan bunga atas modal.
5. Mengembangkan kesejahtraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
7. Swadaya, swakerta dan swasembada sebagai pencerminan dari pada prinsip dasar
percaya pada diri sendiri.
2.2.3.3 Prinsip-Prinsip Koperasi Indonesia
Menurut Raiffeisen dalam Sitio dan Tamba (2001 : 23), prinsip-prinsip Koperasi
Indonesia sebagai berikut :
a. Swadaya.
b. Daerah kerja terbatas.
c. SHU untuk cadangan.
d. Tanggung jawabanggota tidak terbatas.
e. Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan.
f. Usaha hanya kepada anggota.
g. Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang.
Menurut Schulze dalam Sitio dan Tamba (2001 : 23), prinsip-prinsip Koperasi
Indonesia sebagai berikut :
a. Swadaya.
b. Daerah kerja tak terbatas.
c. SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota.
d. Tanggung jawab anggota terbatas.
e. Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan.
f. Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota.
Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 prinsip-prinsip Koperasi di Indonesia
adalah sebagai berikut :
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
c. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan besarnya jasa usaha
masing-masing anggota.
d. Pemberian batas jasa yang terbatas terhadap modal.
e. Kemandirian.
f. Pendidikan perkoperasian.
g. Kerja sama antar Koperasi.
Dari ketiga prinsip Koperasi Indonesia tersebut dapat dilihat bahwa essensi kerja
Koperasi sebagai badan usaha tidaklah berbeda secara nyata. Hanya saja dalam
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 ada penambahan mengenai prinsip kerja sama antara Koperasi.
Ini dapat dipahami bahwa, untuk mengantisipasi tren globalisasi ekonomi, Koperasi perlu
meningkatkan kekuatan tawar-menawarnya (bargaining power) dengan menjalin kerja sama
antar Koperasi.
2.2.4. Rencana Strategi Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kota Surabaya. 2.2.4.1. Tujuan
1. Menigkatkan dan memberdayakan masyarakat Koperasi dan UMKM serta
sektor Informal.
2. Mengatasi dan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat ( masyarakat Koperasi, UMKM serta
Sektor Informal.
2.2.4.2. Strategi
1. Peningkatan Sumber Daya Manusia Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah serta Sektor Informal.
2. Pembinaan Kelembagaan Koperasi dan Usaha Koperasi.
4. Penyuluhan, Bintek, Diklat, Seminar, Sarasehan tentang perkoperasian dan
UMKM.
5. Tersedianya Hardware dan Software serta jaringan internet.
2.2.4.3. Kebijakan
Kebijakan yang diambil oleh Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah Kota Surabaya untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
1. Pemuktahiran data Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
2. Peningkatan kinerja aparatur dinas serta mekanisme pelayanan kepada
masyarakat Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
3. Peningkatan pemberdayaan terhadap Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan
Menengah serta sektor Informal.
2.2.5. Pembinaan
Pengertian pembinaan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan usaha mikro, kecil, dan
menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendamping, dan bantuan perkuatan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing usaha mikro, kecil, dan
menengah.
Pengertian pembinaan menurut Thoha (2003 : 7), merumuskan pembinaan adalah
suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan
adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evolusi, atas berbagai kemungkinan,
pembinaan itu sendiri bisa berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan,
dan kedua pembinaan itu bisa menunjukkan kepada “perbaikan” atas sesuatu.
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai pembinaan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pembinaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan suatu
usaha melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendamping, dan bantuan perkuatan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing usaha sehingga dapat
menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evolusi, atas berbagai
kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu.
Dengan demikian program pembinaan usaha kecil merupakan suatu program yang
membina usaha kecil dengan meningkatkan kemampuan diri pengusaha kecil itu sendiri
secara keseluruhan baik dalam bidang manajemen, pengetahuan, kewirausahaan, penguasaan
teknologi dan peningkatan kemampuan SDM yang dimiliki oleh usaha kecil itu sendiri dan
tentunya dengan diciptakan iklim usaha yang mendukung sehingga tercipta kepastian dan
kesempatan usaha secara merata.
2.2.5.1 Tujuan Pembinaan
Secara umum tujuan dari pembinaan organisasi menurut Thoha (2003 : 24), dapat
diamati sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kepercayaan dan dukungan diantara anggota organisasi.
2. Untuk meningkatkan kesadaran berkonfrontasi dengan masalah-masalah organisasi
baik dalam kelompok ataupun diantara anggota-anggota kelompok.
3. Meningkatkan suatu lingkungan “kewenangan dalam tugas” yang didasarkan atas
pengetahuan dan keterampilan.
4. Untuk meningkatkan derajat keterbukaan dalam berkomunikasi baik vertical,
5. Untuk meningkatkan tingkat kesemangatan dan kepuasan orang-orang yang ada
dalam organisasi.
6. Untuk mendapatkan pemecahan yang sinergik terhadap masalah-masalah yang
mempunyai frekuensi besar.
7. Untuk meningkatkan tingkat pertanggung jawaban pribadi dan kelompok baik di
dalam pemecahan masalahnya maupun didalam pelaksanaanya.
2.2.6. Pelatihan
Menurut Hamalik (2001 : 10), pelatihan adalah suatu proses yang meliputi
serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian
bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja profesional kepelatihan dalam
satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang
pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktifitas tenaga kerja.
Menurut Mangkunegara (2005 : 44) komponen-komponen pelatihan dalam
meningkatkan sumber daya manusia meliputi :
1. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat diukur.
2. Para pelatih (trainer) harus memiliki kualifikasi yang memadai.
3. Materi latihan dan pengembangan harus disesuaikan tujuan yang hendak dicapai.
4. Metode pelatihan dan pengembangan harus sesuai dengan tingkat kemampuan
peserta.
5. Peserta pelatihan dan pengembangan (trainer) harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
Menurut Hamalik (2001 : 16-17), secara umum pelatihan bertujuan mempersiapkan
dan membina tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan
dalam profesinya atau professional yang mendukung aspek kemampuan keahlian dalam
kemampuan melaksanakan loyalitas, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan
berdisiplin yang baik.
Secara khusus pelaksanaan pelatihan menurut Hamalik (2001 : 16) bertujuan untuk :
1. Mendidik, melatih, serta membina tenaga kerja yang memiliki keterampilan produktif
dalam rangka pelaksanaan program organisasi dilapangan.
2. Mendidik, melatih serta membina unsur-unsur ketenaga kerjaan yang memiliki
kemampuan dan hasrat belajar terus menerus untuk meningkatkan dirinya sebagai
tenaga yang tangguh, mandiri, professional, ber etos kerja yang tinggi dan produktif.
3. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja sesuai dengan bakat, minat, dan
pengalamannya masing-masing.
4. Mendidik dan melatih tenaga kerja yang memiliki derajat relevansi yang tinggi
dengan kebutuhan pengembangan.
Menurut Hamalik (2001 : 16) Tujuan Pelatihan erat kaitannya dengan Jenis Pelatihan
antara lain :
1. Pelatihan Induksi
Bertujuan untuk membantu tenaga kerja baru untuk melaksanakan pekerjaannya;
kepadanya diberikan informasi selengkapnya tentang seluk beluk organisasi
bersangkutan.
2. Pelatihan Kerja
Bertujuan untuk memberikan instruksi khusus dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
sesuai dengan jawatan dan jenis pekerjaannya.
3. Pelatihan Pengawas
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenai pemeriksaan, pengawasan, dan
pelatihan tenaga lainnya.
Bertujuan untuk memberikan yang diperlukan dalam jabatan manajemen puncak (Top
Management).
5. Pengembangan Pemimpin
Bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memimpin bagi tenaga unsur pimpinan
dalam suatu organisasi lembaga.
2.2.7. Pemasaran
Menurut Kotler ( 2005 : 10 ) mendefenisikan pemasaran sebagai suatu proses
sosial yang dengan prose situ individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara
bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.
Sedangkan menurut Swasta ( 1995 : 5 ) mendefinisikan pemasaran sebagai
sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang yang
memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Dari pengertian-pengertian pemasaran di atas dapat disimpulkan bahwa
pemasaran merupakan suatu bentuk kegiatan yang mencaku unsur pemasaran
seperti perencanaan, menentukan harga, mempromosikan serta mendistribusikan
barang tersebut kepada konsumen yang membutuhkannya.
2.2.7.1. Konsep Pemasaran
Menurut Kotler ( 2005 : 20 ) konsep pemasaran yang dijadikan sebagai
pedoman oleh organisasi untuk melakukan kegiatan pemasaran dibagi menjadi 5
yaitu :
Konsep produksi merupakan salah satu konsep bisnis tertua. Konsep
produksi berpendapat bahwa konsumen akan lebih menyukai produk
yang tersedia secara luas dan murah.
2. Konsep Produk
Konsep produk berpendapat bahwa konsumen akan menyukai
produk-produk yang menawarkan fitur yang paling bermutu, berkinerja, atau
inovatif. Para manajer organisasi itu memusatkan perhatian untuk
menghasilkan produk yang unggul dan memperbaiki mutunya dari
waktu ke waktu.
3. Konsep penjualan
Konsep penjualan berkeyakinan bahwa para konsumen dan perusahaan
jika dibiarkan tidak akan secara teratur membeli cukup banyak produk
yang ditawarkan oleh organisasi tertentu. Oleh karena itu, organisasi
tersebut harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif.
Konsep ini mengasumsikan bahwa para konsumen umumnya
menunjukkan keengganan atau penolakan untuk membeli sehingga
harus dibujuk supaya membeli.
4. Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran
organisasi adalah bahwa perusahaan harus menjadi lebih efektif
dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang
5. Konsep Pemasaran Masyarakat
Konsep pemasaran masyarakat menegaskan bahwa organisasi adalah
menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran serta
memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien
dibandingkan pesaing dengan cara yang tetap mempertahankan atau
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan konsumen. Konsep
pemasaran masyarakat menuntut para pemasar untuk memasukkan
pertimbangan sosial dan etis ke praktik pemasaran mereka. Mereka
harus menyeimbangkan dan menagatur kriteria yang sering
bertentangan antara laba perusahaan, pemuasan keinginan konsumen,
dan kepentingan publik.
2.2.8. Konsep Usaha Kecil dan Menengah.
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah, pengertian dari Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Sedangkan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah pengertian dari Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah, ada beberapa kriteria dari Usaha Kecil, yaitu :
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000.00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
Sedangkan Kriteria Usaha Menengah menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu :
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh
milyar rupiah).
Berdasarkan defenisi serta kriteria dari Usaha Kecil dan Menengah yang diungkapkan
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Usaha Kecil dan Menengah merupakan usaha yang
dimiliki oleh perorangan dan dikelola secara bersama-sama serta mempunyai kemampuan
terbatas dalam bidang modal, manajemen tenaga kerja berproduksi secara terbatas sesuai
2.3. Kerangka Berpikir
Peran Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
dalam melaksanakan pemberdayaan melalui pembinaan usaha kecil yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam hal ini dengan diberikannya kegiatan
pendidikan dan pelatihan serta di dukung dengan aspek permodalan dan pemasaran, hal
tersebut merupakan beberapa upaya untuk dapat mengembangkan kegiatan usaha serta
mencapai hasil yang maksimal. Berdasarkan dari uraian tersebut maka dapat disusun suatu
Gambar I Kerangka berpikir
Renstra Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Tahun 2006-2010
Kebijakan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Tentang
Pemberdayaaan Usaha Kecil Menengah yang Tertuang Dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM
Pelatihan Pemasaran
Usaha Kecil Menengah Berkembang
Sumber : Rencana Strategis Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kota
Surabaya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam suatu penelitian, maka diperlukan
teknik-teknik tertentu secara ilmiah atau sering disebut dengan metode penelitian. Untuk
kepentingan itu maka perlu diketahui dan dipelajari hingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Hal ini sangat penting karena dengan metode penelitian akan dapat diperoleh data yang valid
dan relevan dengan tujuan penelitian.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Melalui metode kualitatif,
peneliti mendengar dan melihat narasumber berbicara yang sesungguhnya tentang dirinya
sendiri sesuai dengan perspektif masing-masing dan mengamati mereka berperilaku seadanya
sesuai dengan posisi dan peran di dalam sistem sosial masing-masing pula.
Sedangkan defenisi lain penelitian kualitatif menurut (Kirk dan Miler dalam Moleong,
2007 : 4) adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut, dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya.
3.2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah. Masalah dalam hal ini adalah
keadaan yang membingungkan akibat adanya dua faktor atau lebih faktor (Moleong, 2007 :
seorang penulis dalam melaksanakan penelitian, dengan merumuskan masalah sebagai fokus
penelitian untuk mencari pemecahannya.
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka yang menjadi fokus
penelitian ini adalah Peranan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam
Pemberdayaan UKM Batik Mangrove di Kecamatan Rungkut Pemerintah Kota Surabaya,
yang dilaksanakan melalui :
1. Pelatihan.
Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang memberikan Pelatihan
Kewirausahaan dan Pelatihan Teknologi Produksi (Bintek), dengan sasaran kajian
sebagai berikut :
a. Memberikan bimbingan teknis
b. Manajemen pembukuan.
Tujuan dari pelatihan tersebut agar pengusaha kecil dapat mengembangkan usahanya,
karena kebanyakan dari usaha kecil menengah belum bisa menerapkan manajemen
atau mengatur usaha yang dimiliki. Serta para pengusaha kecil menengah kebanyakan
menggunakan alat yang masih tradisional. Diharapkan dengan pemberian
metode-metode pelatihan dan bimbingan teknis produksi, manajemen pembukuan yang lebih
baik dapat memberikan arahan tentang bagaimana cara mengelola usaha supaya lebih
berkembang serta dapat memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.
2. Pemasaran.
Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam
hal pemasaran berfungsi sebagai pengawasan atau monitoring. Pada sistem pemasaran
sasaran kajian yaitu sebagai berikut :
b. Memfasilitasi open stan.
Diharapkan dengan diadakanya fasilitasi pemasaran dengan mengikuti pemeran
dapat memberikan kesempatan batik mangrove dapat dikenal dan dengan adanya
fasilitasi open stan ukm batik mangrove dapat memasarkan produknya dengan baik
sehingga dapat meningkatkan usahanya dan dapat berkembang.
3.3. Situs Penelitian
Situs Penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan
keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh data. Agar memperoleh data
yang akurat dan mendekati kebenaran sesuai dengan fokus penelitian, maka peneliti
menetapkan situs penelitian ini dilakukan di :
1. Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya sebagai
instansi yang bertanggung jawab dan mempunyai peranan penting dalam pembinaan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
2. Usaha Kecil Menengah Batik Mangrove daerah Kecamatan Rungkut Kota Surabaya
yang merupakan pendukung perekonomian daerah yang memiliki kualitas sumber
daya manusia yang rendah dan perlu diberikan pembinaan.
3.4. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Loftland dalam Moleong,
2007 : 157). Berkaitan dengan hal itu sumber data adalah tempat dimana peneliti dapat
1. Informan kunci ( Key Person), yang memiliki data dan bersedia memberikan data yang
benar-benar relevan, kompeten, serta menguasai permasalahan, yang menjadi
informan dalam penelitian ini adalah.
a. Ratnawati, BA selaku Staf Bidang Usaha Kecil dan Menengah.
b. Kelompok UKM Batik Mangrove di Kecamatan Rungkut.
2. Dokumen sebagai sumber data lain yang sifatnya melengkapi data utama yang relevan
dengan masalah dan fokus penelitian antara lain data dokumentasi, bisa berupa
peraturan-praturan, aturan-aturan formal, arsip, berita surat kabar yang relevan dengan
permasalahan penelitian.
3.5. Jenis Data
Jenis Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam jenis
data yaitu :
1. Data primer, adalah data utama yang diperoleh langsung dari informan pada saat
dilakukan penelitian melalui wawancara mendalam yang bertujuan untuk memperoleh
suatu informasi yang berkaitan dengan kegiatan pembinaan Sumber Daya Manusia
yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dalam pemberdayaan usaha kecil menengah.
2. Data Sekunder, adalah merupakan data pelengkap yang diperoleh dari
dokumen-dokumen atau arsip-arsip lain yang ada relevansinya dengan penelitian seperti melalui
media dan instansi yang bersangkutan.
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan bagian terpenting dalam penelitian karena hakekat dari penelitian
kualitatif, pengumpulan data diperlukan suatu teknik untuk memudahkan dalam upaya-upaya
mengumpulkan data di lapangan.
Teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi (pengamatan)
Pengamatan bisa digunakan untuk mengoptimalkan kemampuan penulis dari motif,
kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Pengamatan
memungkinkan pengamat untuk melihat dunia, membuat peneliti merasakan apa yang
dirasakan dan dihayati oleh subyek, dan pengamatan memungkinkan pembentukan
pengetahuan yang diketahui bersama. Peneliti melakukan observasi di Usaha Kecil dan
Menengah Batik Mangrove di Kecamatan Rungkut.
b. Wawancara atau interview
Menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong (2007 : 186), wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu dan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan tersebut
Wawancara jenis ini tidak dilaksanakan dengan struktur ketat, tetapi dengan
pertanyaan yang semakin memfokus pada permasalahan sehingga informasi yang
dikumpulkan cukup mendalam. Kelonggaran semacam ini mampu mendapatkan kejujuran
informan untuk memberikan informasi yang sebenarnya, terutama yang berkenaan dengan
perasaan, sikap, dan pandangan mereka terhadap pelaksanaan kerjanya. Teknik wawancara
semacam ini dilakukan dengan semua informan yang ada pada lokasi peneliti terutama untuk
mendapat data valid guna menjawab permasalahan penelitian.
1. Kasi Usaha Kecil dan Menengah
2. Staf Usaha Kecil dan Menengah
3. Kelompok Batik Mangrove
c. Penggunaan Dokumen
Pada teknik ini penelitian menggunakan dokumen sebagai sumber data karena
dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk menguji, menafsirkan,
dengan cara mengumpulkan data yang terdapat pada situs penelitian.
3.7. Analisis Data
Analisa data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data, data yang terkumpul
banyak sekali dan terdiri catatan lapangan dan komentar penulis gambar foto, dokumen
berupa laporan, Biografi, artikel dan sebagainya. Pekerjaan analisa data dalam hal ini ialah
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengkategorikannya.
Pengrorganisasian dan pengolahan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis
kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif (Moleong, 2007 : 280).
Dalam penelitian kualitatif digunakan analisa data yang telah dikembangkan oleh
(Miles dan Huberman, 1992 : 18-20), dengan menggunakan Analisa Model Interaktif melalui
empat prosedur yaitu :
1. Pengumpulan data
Data tersebut yang dikumpulkan merupakan data yang berupa kata-kata. Data tersebut
dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
2. Reduksi data
Sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan