• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan intensi perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial Ekonomi orang tua.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan intensi perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial Ekonomi orang tua."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN INTENSI PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA

Christina Ratna Arum Riry

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif dengan tujuan mengetahui perbedaan intensi perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Status sosial ekonomi merupakan variabel bebas, dan intensi perilaku prososial merupakan variabel tergantung. Subjek terdiri dari 207 orang remaja berusia 15 – 21 tahun. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala intensi perilaku prososial dengan (α = 0,908). Hasil analisis dari penelitian ini menggunakan One Way ANOVA dengan perolehan nilai probabilitas atau nilai signifikansi sebesar 0.002 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan intensi perilaku prososia l pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Perbedaan pada tiap kelompoknya menunjukkan bahwa remaja dari kelompok status sosial ekonomi tinggi dan menengah memiliki perbedaan intensi perilaku prososial yang signifikan ketika dibandingkan dengan remaja dari kelompok status sosial ekonomi rendah, sedangkan intensi perilaku prososial pada remaja dari kelompok status sosial ekonomi menengah tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok status sosial ekonomi tinggi.

(2)

DIFFERENCES IN ADOLESCENT PROSOCIAL BEHAVIOR INTENTION

VIEWED FROM PARENTS’ SOCIO-ECONOMIC STATUS

Christina Ratna Arum Riry

ABSTRACT

This is a quantitative comparative research in order to know the differences in adolescents

prosocial behavior intention viewed from parent’s socio-economic status. Socio-economic status is an independent variable, and pro social behavior intention is a dependent variable. Subjects con sisted of 207 adolescents aged 15-21 years. The data collection method using prosocial behavior intention scale

(α = 0.908). Analytical results from this study using One Way ANOVA with the acquisition value of the probability or significance at 0.002 (p <0.05). This results shows that there were differences in

adolescents pro social behavior intentions viewed from parents’ socio-economic status. The differences of three socioeconomic status group show that adolescent from high and middle socio -economic status have the prosocial behavior intentions significantly than adolescent from lower socioeconomic status, while the prosocial behaviors intention in adolescents of middle socio -economic status did not differ significantly by high socio --economic status.

(3)

PERBEDAAN INTENSI PERILAKU PROSOSIAL PADA

REMAJA DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI

ORANG TUA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Christina Ratna Arum Riry

NIM: 119114014

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

SKRIPSI

PERBEDAAN II\TTENSI PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA

Disusun Oleh .

Christina Ratna Arum Riry

MM:

119114014

Telah Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing Skripsi,

(5)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

PERBEDAAN INTENSI PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA

DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Christina Ratna Arum Riry

NIM:

119114014

Telah dipertanggungjawabkan di depan panitia penguji

pada tangg al 27 luli 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji 1 : Dr. YB. Cahya Widiyantc, M. Si.

Penguji 2 :Drs. H. Wahyudi, M. Si.

Penguji 3 : R. Landung Eko P., M. Psi.

Yogyakarta,

liOCi

201$

F

Dharma

lll

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Kerajinan tanpa pengetahuan, tidak baik; orang

yang tergesah-gesah akan membuat kesalahan

.

- A msal 19:2-

Keyakinan bisa merubah segala sesuatu

yang sulit menjadi mudah

.

-Mh P

utra-“

A

GOAL WITHOUT A PLAN IS JUST A WISH”

(7)

v

Saya persembahkan karya ini untuk :

Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberiku perlindungan dankebahagiaan.

Mamah Putri (Alm.) yang selalu kurindukan.

Papah (Pieter) dan Mamah (Ike) yang selalu mendukung kegiatan dan sekolahku.

Mas Dewa yang menguatkanku, membantu kesulitanku dan menghiburku.

(8)

PERI\IYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhya bahwa skripsi yang saya tulis

ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Oklober 2016 Penulis,

Christina Ratna Arum Rirv

(9)

vii

PERBEDAAN INTENSI PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA

Christina Ratna Arum Riry

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif dengan tujuan mengetahui perbedaan intensi perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Status sosial ekonomi merupakan variabel bebas, dan intensi perilaku prososial merupakan variabel tergantung. Subjek terdiri dari 207 orang remaja berusia 15 – 21 tahun. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala intensi perilaku prososial dengan (α = 0,908). Hasil analisis dari penelitian ini menggunakan One Way ANOVA dengan perolehan nilai probabilitas atau nilai signifikansi sebesar 0.002 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan intensi perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Perbedaan pada tiap kelompoknya menunjukkan bahwa remaja dari kelompok status sosial ekonomi tinggi dan menengah memiliki perbedaan intensi perilaku prososial yang signifikan ketika dibandingkan dengan remaja dari kelompok status sosial ekonomi rendah, sedangkan intensi perilaku prososial pada remaja dari kelompok status sosial ekonomi menengah tidak berbeda secara signifikan dengan kelompok status sosial ekonomi tinggi.

(10)

viii

DIFFERENCES IN ADOLESCENT PROSOCIAL BEHAVIOR INTENTION VIEWED FROM PARENTS’ SOCIO-ECONOMIC STATUS

Christina Ratna Arum Riry

ABSTRACT

This is a quantitative comparative research in order to know the differences in adolescents prosocial behavior intention viewed from parent’s socio-economic status. Socio-economic status is an independent variable, and pro social behavior intention is a dependent variable. Subjects consisted of 207 adolescents aged 15-21 years. The data collection method using pros ocial behavior intention scale (α = 0.908). Analytical results from this study using One Way ANOVA with the acquisition value of the probability or significance at 0.002 (p <0.05). This results shows that there were differences in adolescents pro social behavior intentions viewed from parents’ socio-economic status. The differences of three socioeconomic status group show that adolescent from high and middle socio -economic status have the prosocial behavior intentions significantly than adolescent from lower socioeconomic status, while the prosocial behaviors intention in adolescents of middle socio -economic status did not differ significantly by high socio --economic status.

(11)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang berlanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama

: Christina Ratna Arum Rirv

NIM

: 119114014

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharrna karya ilmiah saya yang berjudul:

..PERBEDAAN INTENSI PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA'

Besefta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk

menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya

di

internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan

royalti kepada saya selamatetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pemyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 17 oktober 2016 Yang Menyatakan,

ll

0q/4

v)/

Christina Ratna Arum Riry

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar, sebagai salah satu syarat yang wajib dipenuhi untuk medapatkan gelar sarjana psikologi (S.Psi.) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Selama penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si.) beserta jajaran Dekanat

2. Prof. Dr. A. Supratiknya selaku dosen pembimbing akademik atas nasehat-nasehatnya yang sangat membangun

3. Bapak Dr. YB. Cahya Widiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi saya. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingannya dan kesabarannya membimbing saya dalam proses penyusunan skripsi ini 4. Teman-teman yang berkenan membantu selama proses pengambilan data 5. Teman-teman satu bimbingan yang telah berjuang bersama, saling memberi

masukan dan semangat (Clara, Betrik, Mbak Tirza, Olga, Reza, Mas Efreim, Ruth, Mas Rio)

(13)

7.

Sahabatku (Arum, Ratna, Mbokdhe, Pipin, Sita, Mega, Ria, Vania, Retha) atas

semangat dan penghiburan serta selalu bersedia memberi membantu selama peneiti menyusun skripsi ini

Saya merasa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu saya mohon maaf

atas kesalahan dan kelalaian yang telah saya perbuat baik sikap, tutur kata maupun

dalam penulisan. Semoga skripsi

ini

dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 17 Oktober 2016 Penulis,

Riry

l,

Cil4

Christina Ratna Arum

(14)

xii

DAFTAR

ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT...viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah ...9

C. Tujuan Penelitian ...9

D. Manfaat Penelitian ...10

(15)

xiii

2. Manfaat Praktis ...10

BAB II LANDASAN TEORI ...11

A. Status Sosial Ekonomi ...11

1. Definisi Status Sosial Ekonomi ...11

2. Faktor-Faktor Status Sosial Ekonomi ...13

3. Penentu Status Sosial Ekonomi ...14

B. Intensi Perilaku Prososial...17

1. Definisi Intensi Perilaku Prososial ...17

2. Aspek-Aspek Perilaku Prososial ...19

3. Indikator Perilaku Prososial ...20

4. Faktor Penentu Perilaku Prososial ...20

C. Remaja...25

D. Kerangka Konseptual ...26

E. Hipotesis Penelitian ...32

BAB III METODE PENELITIAN ...33

A. Jenis Penelitian...33

B. Identifikasi Variabel Penelitian ...33

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...33

1. Status Sosial Ekonomi ...34

2. Intensi Perilaku Prososial...34

(16)

xiv

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ...35

1. Angket Status Sosial Ekonomi Orang Tua ...36

2. Skala Intensi Perilaku Prososial ...37

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...39

1. Validitas ...39

2. Seleksi Item...39

3. Reliabilitas ...41

G. Metode Analisis Data...41

1. Uji Asumsi ...41

2. Uji Hipotesis ...42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...44

A. Pelaksanaan Penelitian ...44

B. Deskripsi Subjek Penelitian ...45

C. Deskripsi Data Penelitian...49

1. Status Sosial Ekonomi Orang Tua Subejek Penelitian ...49

2. Intensi Perilaku Prososial...51

D. Analisis Data Penelitian ...52

1. Uji Normalitas...52

2. Uji Homogenitas ...53

3. Uji Hipotesis Penelitian ...54

E. Pembahasan...57

(17)

xv

A. Kesimpulan ...63

B. Keterbatasan Penelitian...63

C. Saran...64

1. Bagi Orang Tua ...64

2. Bagi Lembaga Pemerintahan ...65

3. Bagi Penelitian Selanjutnya ...66

DAFTAR PUSTAKA ...67

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Koding Penghasilan Ayah ...36

Tabel 2. Pemberian Skor pada Skala Intensi Perilaku Prososial ...37

Tabel 3. Sebaran Item Skala Sebelum Seleksi Item ...38

Tabel 4. Sebaran Item Skala Setelah Seleksi Item...40

Tabel 5. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ...45

Tabel 6. Deskripsi Usia Subjek ...46

Tabel 7. Deskripsi Pendidikan Terakhir Orang Tua Subjek ...47

Tabel 8. Deskripsi Pekerjaan Orang Tua Subjek ...47

Tabel 9. Deskripsi Pendapatan Orang Tua Subjek ...49

Tabel 10. Deskripsi Kelompok Status Sosial Ekonomi Subjek ...50

Tabel 11. Deskripsi Intensi Perilaku Prososial Subjek ...51

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas ...53

Tabel 13. Hasil Uji Homogenitas...54

Tabel 14. Hasil Uji Hipotesis ...55

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba...72

Lampiran 2. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Uji Coba...89

Lampiran 3. Skala Penelitian ...93

Lampiran 4. Reliabilitas Skala Penelitian ...107

Lampiran 5. Deskripsi Data Berdasarkan Kelompok Status Sosial Ekonomi Orang Tua ...110

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Sebuah jurnal berjudul, “Having Less Giving More” tentang suatu

penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Piff, Kraus dan Keltner pada tahun 2010 di Amerika dilakukan untuk melihat pengaruh kelas sosial seseorang terhadap perilaku prososialnya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa subjek yang berasal dari kelas sosial bawah lebih prososial dari pada subjek yang berasal dari kelas sosial atas. Jurnal tersebut menarik bagi peneliti dan memunculkan pertanyaan untuk direfleksikan. Benarkah orang miskin lebih dermawan daripada orang kaya? Apakah orang kaya tidak mau menolong karena mereka pelit atau enggan mengalami kerugian secara materi dan waktu saat mereka menolong orang lain?

(21)

pemberitaannya di media berlatar belakang status sosial ekonomi tinggi. Kasus tersebut merupakan tindakan yang hanya mementingkan kepentingan dan kesenangan pribadi tetapi sangat merugikan orang lain. Akan tetapi, seseorang dengan latar belakang status sosial ekonomi rendah juga bisa memiliki kecenderungan untuk kurang prososial dan cenderung lebih berisiko untuk menjadi pelaku tindakan kejahatan yang bertolak belakang dengan tindakan prososial. Menurut hasil pendataan Podes 2011, sebanyak 62,79 persen desa / kelurahan di DIY mengalami tindak kejahatan pencurian sebagai bentuk tindak kejahatan yang paling sering terjadi (BPS DIY, 2011). Logikanya, orang mencuri karena mengalami persoalan ekonomi dan masalah kesejahteraan hidup. Penyebabnya karena tidak memiliki pekerjaan atau pendapatan yang mencukupi untuk memenuhi kubutuhan hidup sehari-hari sehingga seseorang melakukan tindakan kriminal demi kesejahteraan hidupnya dan mengabaikan kesejahteraan hidup orang lain. Menurut Anwar (dalam Kompasiana.com, 2015) khusus dalam bidang sosial ekonomi, kemiskinan memiliki korelasi yang positif terhadap tingkat perbuatan kriminal. Oleh sebab itu, orang miskin memiliki kecenderungan lebih besar untuk kurang prososial daripada orang kaya.

(22)

sedangkan orang miskin memiliki status sosial ekonomi yang rendah. Status sosial ekonomi adalah kedudukan seseorang secara umum didalam masyarakat berdasarkan unsur-unsur ekonomi yang sehubungan dengan lingkungan pergaulannya, prestise, hak-hak serta kewajibannya (Soekanto, 1990). Status sosial ekonomi tersebut diperoleh dengan mempertimbangkan karakteristik pendidikan, pekerjaan dan penghasilan (Santrock, 2003). Menurut Gilarso (2004), status sosial ekonomi dalam masyarakat Indonesia digolongkan menjadi tiga. Pertama, keluarga dengan status sosial ekonomi rendah yang tergolong miskin. Kedua, keluarga dengan status sosial ekonomi menengah yang tergolong cukup. Terakhir, keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi yang tergolong makmur atau kaya.

(23)

Berkaitan dengan konsep solidaritas, perilaku prososial bisa dilandasi oleh adanya rasa solidaritas dari individu karena merasa memiliki sifat-sifat yang sama, menganut kepercayaan yang sama, dan suatu tujuan yang sama antar anggota suatu kelompok. Namun, sikap solidaritas yang mencerminkan tindakan prososial adalah tindakan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain seperti mengungkap suatu kebenaran, memperjuangkan suatu keadilan, melawan penindasan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup orang banyak. Jika sikap solidaritas dilandasi dengan tujuan untuk mencelakai orang lain seperti balas dendam, tawuran, dan bahkan merencanakan suatu tindakan untuk mencelakai orang lain dengan menggunakan kekerasan, maka tindakan tesebut tidak termasuk dalam tindakan prososial karena terdapat unsur yang dapat merugikan pihak lain.

(24)

Kepolisian, 12 di antaranya dilakukan oleh remaja. Kejahatan tersebut meliputi pemerkosaan, perzinahan, cabul, penganiayaan ringan, berat, hingga pengeroyokan. Termasuk tindak kejahatan seperti pencurian dengan pemberat (curat), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian kendaraan bermotor dan membawa lari anak perempuan (Lidwina dalam kompasiana.com, 2015). Usia remaja yang potensial menjadi harapan orang tua, masyarakat dan bangsa terlibat dalam tindakan yang tidak terpuji. Tindakan tersebut tidak mencerminkan tindakan prososial karena dampaknya sangat merugikan orang lain. Apakah tindakan remaja yang jauh dari sikap prososial ini karena ada pengaruh dari latar belakang status sosial ekonomi keluarga?

(25)

diri dan refleksi sebagai bentuk dari empati. Jika pemahaman sosial dan empati gagal dikembangkan, hal ini akan menjerumuskan remaja ke dalam kesulitan sosial antara lain mengalami hambatan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru, menjalin hubungan dengan orang lain, sulit mengendalikan kontrol sosialnya, dan kurang mampu bekerja sama dengan orang lain (David Howe, 2015). Selain itu, gagalnya perkembangan sosial remaja akan membuat remaja mudah terlibat dalam kasus kenakalan remaja dan mengurangi tindakan prososialnya.

(26)

dengan keluarga yang hidup dalam status sosial ekonomi rendah yang akan mengalami tekanan-tekanan fundamental untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup, sehingga perhatian keluarga terpusat untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

(27)

amarah orang tua dan kekerasan baik fisik maupun verbal pada remaja akan membuat remaja kurang memiliki intensi perilaku prososial. Pengalaman yang kurang menyenangkan dan model yang kurang positif yang didapat oleh remaja akan menyebabkan remaja mengalami kesulitan dan kegagalan saat menjalin hubungan sosial dengan orang lain.

(28)

perkembangan anak dan remaja (Santrock, 2010). Hal ini yang menjadi faktor adanya perbedaan perilaku prososial pada remaja di tiap kelompok masyarakat.

Penting bagi orang tua untuk selalu mengikuti perkembangan anaknya sehingga diharapkan anak memiliki perilaku yang positif pada tahap perkembangan selanjutnya, khususnya pada tahapan remaja yang sangat perlu pengawasan dan perhatian dari orang tua. Hal tersebut akan membantu remaja terhindar dari tindakan antisosial atau tindakan kriminal. Melihat fenomena yang ada, peneliti ingin melihat perbedaan perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan apakah status sosial ekonomi menyebabkan perbedaan perilaku prososial pada remaja.

B. Rumusan Masalah

Apakah secara empirik ada perbedaan intensi perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua?

C. Tujuan Penelitian

(29)

sosial ekonomi menengah, dan remaja dengan orang tua yang berstatus sosial ekonomi tinggi, kemudian hasilnya akan dibandingkan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah disiplin ilmu Psikologi, khususnya pada pembelajaran Psikologi Perkembangan dan juga Psikologi Sosial mengenai topik tentang perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Selain itu penelitian ini juga dapat dijadikan sebagi referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya sesuai dengan topik yang terkait.

1. Manfaat Praktis

(30)

11

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.

Status Sosial Ekonomi

1. Definisi Status Sosial Ekonomi

Soekanto (1990) menjelaskan bahwa status sosial dapat diartikan sebagai posisi atau kedudukan seseorang dalam suatu kelompok masyarakat, sedangkan status sosial ekonomi merupakan kombinasi dari status sosial dan status ekonomi yang menempatkan seseorang (orang tua) dalam kelompok masyarakat berdasarkan unsur ekonomi. Menurut Berk (2012), status sosial ekonomi menjadi faktor yang menentukan posisi sosial dan kesejahteraan ekonomi seseorang. Posisi sosial tersebut dilihat dengan menggabungkan tiga variabel yang tidak sepenuhnya tumpang tindih. Pertama adalah pendidikan. Kedua adalah gengsi pekerjaan seseorang dan keterampilan yang diperlukan. Keduanya menjadi ukuran status sosial. Ketiga adalah pendapatan yang menjadi ukuran status ekonomi.

(31)

status sosial ekonomi menengah yang tergolong cukup. Keluarga yang tergolong cukup memiliki pendapatan setiap bulan yang semuanya habis dibelanjakan guna membeli kebutuhan sehari-hari dan tidak ada sisa, tetapi juga tidak ada hutang. Terakhir, keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi yang tergolong makmur atau kaya. Keluarga yang tergolong makmur memiliki pendapatan yang lebih besar setiap bulannya sehingga uang yang dibelanjakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari sisa. Sisa uang tersebut bisa dijadikan tabungan dan dapat digunakan sewaktu-waktu. Dalam masyarakat, seseorang dengan status sosial ekonomi tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosial ekonominya lebih rendah.

(32)

2. Faktor-Faktor Status Sosial Ekonomi

Menurut Soekanto (1990), status sosial atau kedudukan sosial yang dimiliki seseorang diperoleh melalui dua cara :

a. Ascribed-Status

Kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan dengan cara ini diperoleh karena kelahiran. Anak yang lahir dari keturunan bangsawan, secara otomatis anak tersebut akan menjadi bangsawan pula. Seseorang yang dilahirkan dan disosialisasikan dalam keluarga yang berasal dari status sosial ekonomi tinggi, mereka langsung mendapatkan status sebagai orang kaya. Selain itu, anak-anak dari keluarga kaya memiliki kesempatan hidup yang lebih baik dan terjamin.

b. Achieved-Status

(33)

3. Penentu Status Sosial Ekonomi

Ada beberapa faktor yang menentukan tinggi rendahnya status sosial ekonomi orang tua. Menurut Horton & Hunt (1980), penentu status sosial ekonomi antara lain pendapatan, pekerjaan dan pendidikan. Namun, ada faktor tambahan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan tinggi dan rendahnya status sosial ekonomi seseorang yakni kekayaan berupa fasilitas atau barang berharga yang dimiliki orang tersebut.

a. Pendidikan

(34)

berpendidikan, SD, SMP, SMA/ sederajat, Diploma/ Sarjana muda, dan Sarjana (S1) ke atas.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah penentu lain dari status sosial ekonomi. Bekerja adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Begitu orang mengembangkan jenis khusus dari suatu pekerjaan, mereka membandingkan beberapa jenis pekerjaan yang lebih terhormat daripada yang lain (Horton & Hunt, 1980). Para pekerja dengan prestise yang tinggi umumnya menerima pendapatan yang lebih tinggi. Jika kita tahu pekerjaan seseorang, maka kita dapat membuat beberapa dugaan tentang jenis pendidikan, standar hidup, dan rutinitas sehari-hari atau kehidupan keluarganya.

c. Pendapatan

(35)

menguntungkan bagi orang-orang dari status sosial ekonomi tinggi karena dengan mudah mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup baik primer, sekunder dan tersier.

Pendapatan dari setiap jenis pekerjaan akan berbeda. Sifat dan sumber pendapatan seseorang menunjukkan latar belakang suatu keluarga dan cara kemungkinan hidup mereka. Maka, pendapatan merupakan faktor yang penting sebagai penentu dari pengelompokan status sosial ekonomi.

Berdasarkan daftar UMP di Indonesia pada tahun 2016 (liputan6. com), Provinsi Jakarta menetapkan UMP cukup tinggi sebesar Rp 3.100.000 dibandingkan dengan UMP di Provinsi lain. Yogyakarta menetapkan UMK sebesar Rp 1.452.400 (kompas.com) yang tergolong cukup rendah dibandingkan dengan UMK di daerah lain. Peneliti menggunakan UMK Yogyakarta sebagai batas bawah dan UMP Jakarta sebagai batas atas dalam pengelompokkan berdasarkan pendapatan orang tua. Pengelompokan tersebut dibedakan menjadi < Rp1.500.000 , Rp 1.500.000 – Rp 3.000.000 , > Rp 3.000.000.

d. Kepemilikan Fasilitas dan Barang Berharga

(36)

misalnya barang-barang elektronik yang digunakan di rumah. Jika semakin banyak alat-alat elektronik yang digunakan, maka semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan. Dari hal tersebut juga dapat dilihat bagaimana tingkat kemampuan finansial suatu keluarga.

Selain barang-barang elektronik, kendaraan pribadi menjadi barang berharga yang dapat memperlihatkan latar belakang status sosial ekonomi seseorang. Jika semakin tinggi harga atau banyaknya jumlah kendaraan yang dimiliki seperti motor dan mobil, maka kita dapat mengetahui bahwa orang tersebut berasal dari status sosial ekonomi tinggi. Namun, hal ini tidak dapat dijadikan penentu yang utama untuk mengelompokkan status sosial ekonomi seseorang karena orang tua yang memiliki pengasilan yang tinggi belum tentu memiliki kendaraan pribadi mewah. Hal tersebut berkaitan dengan gaya hidup karena mungkin ada orang yang lebih suka dengan gaya hidup yang sederhana walaupun berasal dari status sosial ekonomi tinggi

B. Intensi Perilaku Prososial

1. Definisi Intensi Perilaku Prososial

(37)

Perilaku prososial adalah tindakan yang memberikan manfaat bagi orang lain yang membutuhkan bantuan (Staub, 1978). Menurut Baron & Byrne (2005) perilaku prososial yaitu suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin melibatkan risiko bagi orang yang menolong. Pengertian yang serupa juga dikemukakan oleh Sear, dkk (1994) bahwa perilaku prososial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa mempedulikan motif-motif si penolong. William (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku prososial bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan orang lain.

(38)

2. Aspek-Aspek Perilaku Prososial

Menurut Mussen (dalam Asih dan Pratiwi, 2010) terdapat 5 aspek-aspek dari perilaku prososial yaitu :

a. Berbagi (sharing)

Kesediaan seseorang untuk berbagi perasaan atau pengalaman yang dialami kepada orang lain, baik dalam suasana suka maupun duka.

b. Kerjasama (cooperating)

Kesediaan seseorang bekerja bersama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Adanya unsur saling menguntungkan satu dengan yang lain dan secara bersama-sama menerima konsekuensi baik dan buruk.

c. Menolong (helping)

Kesediaan seseorang secara sukarela untuk membantu orang lain yang mengalami kesusahan tanpa memperdulikan untung maupun rugi.

d. Kejujuran (honesty)

(39)

e. Berderma (donating)

Kesediaan seseorang memberikan barang atau sesuatu yang dimilliki dalam bentuk materi kepada orang lain yang membutuhkan. Tindakan tersebut dilakukan secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan.

Menurut Wentzel (2007), bentuk dari kompetensi sosial pada remaja adalah sharing, helping, dan cooperative. Jadi, tiga dari lima aspek perilaku prososial yaitu berbagi, menolong, dan kerjasama merupakan bentuk perilaku prososial yang akan lebih sering muncul pada usia remaja.

3. Indikator Perilaku Prososial

Ada tiga indikator yang menandai tindakan prososial yakni pertama tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku. Kedua, tindakan yang dilakukan secara sukarela. Ketiga, tindakan yang dilakukan menghasilkan kebaikan (Staub, 1978).

4. Faktor Penentu Perilaku Prososial

(40)

a. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri seseorang yang memengaruhi dirinya untuk melakukan tindakan prososial. Faktor ekternal tersebut diantaranya adalah faktor kehadiran orang lain yang memberi dampak terhadap usaha seseorang untuk menolong. Semakin banyak orang yang hadir (efek penonton) terkadang menghambat dalam usaha untuk memberi pertolongan. Kehadiran orang lain atau efek penonton menyebabkan adanya penyebaran tanggung jawab dan ambiguitas dalam menginterpretasikan situasi (Sear dkk, 1985).

Faktor kondisi lingkungan menjadi faktor lain yang memberi pengaruh terhadap kesediaan seseorang dalam memberikan bantuan. Seperti efek cuaca yang terkadang orang lebih cenderung membantu saat cuaca cerah. Selain itu, kondisi lingkungan yang bising dapat menurunkan daya tanggap orang terhadap semua kejadian di lingkungan (Sear dkk, 1985). .

Faktor tekanan waktu dapat memengaruhi keputusan seseorang dalam memberikan bantuan. Seseorang yang sedang tergesa-gesa mempunyai kecenderungan yang lebih kecil untuk menolong, dibandingkan orang yang tidak mengalami tekanan waktu (Darley dan Batson dalam Sears, dkk 1985).

(41)

untuk memberikan pemahaman pada anak tentang perasaan orang lain dapat membuat anak menjadi lebih prososial. Ada tiga tipe gaya pengasuhan menurut Diana Baumrind (dalam Santrock, 2002) yaitu authoritarian,

authoritative dan permissive.

Gaya pengasuhan authoritarian adalah gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah orang tua. Orang tua yang otoriter tidak memberi peluang yang besar pada anak untuk bermusyawarah sehingga tidak terjalin komunikasi dua arah antara anak dan orang tua. Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak.

Gaya pengasuhan authoritative adalah gaya pengasuhan yang mondorong anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan anak, serta terjalin musyawarah verbal antar anak dan orang tua. Pada gaya pengasuhan ini orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua dengan gaya pengasuhan authoritative akan cenderung berkompetensi secara sosial.

(42)

Faktor guru, teman sebaya dan saudara kandung juga menjadi faktor lain anak dan remaja melakukan tindakan prososial. Banyak penelitian yang mencatat bahwa model peran yang kuat seperti seorang guru dapat membuat hubungan positif yang memengaruhi kemurahan hati anak terhadap orang lain yang kurang beruntung karena guru menjadi model yang positif bagi anak didiknya. Teman sebaya dan saudara kandung juga memengaruhi kesediaan anak untuk menyumbang, berbagi, bekerja sama dan membantu orang lain (Honig, 1990).

Faktor eksternal yang terakhir adalah faktor budaya. Mussen (1990), menyatakan bahwa seorang anak yang dibesarkan dalam budaya yang ekonomi dan cara hidup yang didasarkan pada kerja sama di antara anggota keluarga dan masyarakat akan dilatih untuk kerja sama, sedangkan anak yang dibesarkan dalam masyarakat yang kompetitif akan disosialisasikan dengan cara yang berbeda.

(43)

b. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor dari dalam diri seseorang yang dapat berpengaruh terhadap keputusan seseorang melakukan tindakan prososial. Faktor kepribadian merupakan faktor internal yang menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tindakan prososial. Seseorang yang mempunyai tingkat kebutuhan yang tinggi untuk diterima secara sosial merupakan salah satu tipe kepribadian yang memberi pengaruh sekaligus memotivasi seseorang melakukan tindakan prososial. Selain itu, orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk menjadi pengasuh cenderung lebih prososial. Pada anak dan remaja, kemampuan berempati menjadi bagian dari faktor kepribadian dan menentukan dalam perilaku prososial (Sear dkk, 1985).

Faktor suasana hati menjadi faktor lain penentu perilaku prososial. Seseorang lebih terdorong untuk memberikan bantuan saat mereka mengalami suasana hati yang baik. Hal tersebut dikarenakan suasana hati yang buruk menyebabkan seseorang memusatkan perhatian pada diri sendiri sehinga mengurangi kemungkinan untuk membantu orang lain (Thompson, Cowan, & Rosenhan, 1980).

(44)

melakukan tindakan baik. Suatu penelitian menunjukkan bahwa rasa bersalah yang timbul meningkatkan kesediaan untuk menolong (Cunningham dkk, 1980).

Faktor distress diri dan empati merupakan reaksi pribadi seseorang seperti perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak berdaya dan perasaan apapun yang dialami seseorang terhadap penderitaan orang lain. Seseorang yang mengalami kondisi empati tinggi cenderung menjadi sukarelawan untuk membantu.

Jadi faktor internal yang dapat menjadi penentu perilaku prososial terdiri dari kepribadian, suasana hati, rasa bersalah, distress diri dan empati.

C. Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa transisi ini ada perubahan yang terjadi baik dari lingkungan sosial maupun fisik pada remaja. Dalam peralihan menuju dewasa, ada tuntutan atau tanggung jawab yang lebih besar yang harus diterima oleh remaja, sehingga remaja perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya agar mampu memenuhi tuntutan dan tanggung jawab tersebut.

(45)

remaja akhir pada usia 19 - 21 tahun (Steinberg, 2002). Pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah remaja pada usia madya dan remaja akhir. Hal ini dilakukan karena remaja pada usia madya mulai muncul adanya

kecenderungan “narcissistic” yaitu mencintai diri sendiri, serta muncul suatu

kebingungan mengenai peka atau tidak peka, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya (Sarwono, 1989). Sedangkan pada remaja akhir merupakan tahap menuju periode dewasa yang ditandai dengan salah satuanya upaya mengantikan egonsentrisme yakni terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri ke arah keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain. Namun, muncul suatu pembatas yang memisahkan antar diri pribadinya dengan masyarakat umum (Sarwono, 1989) .

Jadi, remaja pada usia madya dan remaja akhir akan mulai mendapat tuntutan dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap lingkungan sosialnya. Sehingga remaja pada usia tersebut diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik.

D. Kerangka Konseptual

(46)

karena kondisi sosial ekonomi orang tua yang memengaruhi interaksi yang terjadi di dalam keluarga. Keluarga akan memberi pengaruh terhadap pembentukan perilaku remaja khususnya terhadap perkembangan sosial remaja karena keluarga sebagai lingkungan sosial yang paling dekat dengan remaja. Remaja dalam masa perkembangan sosialnya akan mengalami proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya di dalam maupun di luar rumah seperti menyesuaikan diri dengan tuntutan dan norma-norma yang ada, memahami perspektif orang lain, saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain, dan mementingkan kesejahteraan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

Gaya pengasuhan merupakan sebagai salah satu faktor penentu perilaku prososial pada remaja. Dalam keluarga, orang tua dengan latar belakang status sosial ekonomi yang berbeda menerapkan gaya pengasuhan dan cara pendisiplinan yang berbeda kepada remaja. Penerapan gaya pengasuhan yang berbeda tersebut akan memunculkan perilaku yang berbeda pada remaja termasuk perilaku prososial

Ada tiga tipe gaya menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) yaitu

authoritarian, authoritative dan permissive. Menurut Hurlock (1967) orang

(47)

berdampak pada interaksi yang terjadi di dalam keluarga. Hal tersebut membuat orang tua mudah marah, bingung, dan tertekan, sehingga dengan cara membatasi dan menghukum, orang tua bisa mengontrol anak mereka ketika anak melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja tanpa memberikan penjelasan kepada anak. Orang tua lebih banyak menuntut dan anak harus menaati perintah orang tua tanpa adanya diskusi bersama sehingga tidak terjalin komunikasi dua arah antara remaja dan orang tua. Gaya pengasuhan ini membuat anak mengalami ketakutan, merasa kurang aman, komunikasi lemah, tidak percaya diri dan terkadang anak menjadi lebih agresif. Remaja yang mendapat gaya pengasuhan authoritarian cenderung kurang memiliki kompetensi sosial yang baik sehingga perilaku prososialnya cenderung rendah.

(48)

diri, mampu menjalin hubungan yang ramah dengan orang lain, mampu bekerja sama, sehingga anak berkompetensi sosial dengan baik sehingga perilaku prososialnya tinggi.

(49)

gaya pengasuhan orang tua di setiap kelompok status sosial ekonomi yang menyebabkan perbedaan perilaku prososial pada remaja.

(50)

Gambar 1. Skema Penelitian

Remaja

Orang tua menerapkan pola asuh

authoritarian:

-membatasi dan menghukum

-menuntut tanpa ada komunikasi dua arah

Orang tua menerapkan pola asuh authoritative:

-hangat dan penuh kasing sayang -menjalin komunikasi dua arah

-membantu mengembangkan empati anak

Orang tua menerapkan pola asuh

permissive :

-kurang atau bahkan tidak menetapkan batasan atau kendali terhadap anak Status Sosial Ekonomi

Rendah

Status Sosial Ekonomi Menengah

Status Sosial Ekonomi Tinggi

Remaja kurang memiliki kompetensi

sosial

Remaja berkompetensi sosial.

Remaja kurang memiiki kompetensi

[image:50.612.94.554.146.653.2]
(51)

E. Hipotesis Penelitian

(52)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian komparatif yang bersifat membandingkan dengan pendekatan kuantitatif karena menekankan analisisnya pada data-data numerikal yang diolah dengan metode statistik untuk mengetahui perbedaan intensi perilaku prososial pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua.

B. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas : Status Sosial Ekonomi Orang Tua 2. Variabel Tergantung : Intensi Perilaku Prososial

C. Definisi Operasinal Variabel Peneltian

(53)

1. Status Sosial Ekonomi Orang Tua

Status sosial ekonomi merupakan kedudukan seseorang (orang tua) dalam masyarakat berdasarkan unsur ekonomi. Unsur ekonomi yang dimaksud adalah penghasilan atau upah kerja yang diperoleh oleh orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penelitian ini akan menggunakan penghasilan ayah sebagai acuan untuk mengategorikan subjek ke dalam kelompok status sosial ekonomi. Penghasilan ayah yang tergolong tinggi menunjukkan bahwa subjek termasuk dalam kelompok status sosial ekonomi tinggi. Penghasilan ayah yang tergolong sedang menunjukkan subjek termasuk dalam kelompok status sosial ekonomi menengah. Terakhir, penghasilan ayah yang tergolong tinggi menunjukkan subjek termasuk dalam kelompok status sosial ekonomi rendah.

2. Intensi Perilaku Prososial

(54)

prososial yang didasarkan pada 5 aspek perilaku prososial menurut Mussen, dkk (1990) yaitu berbagi, kerjasama, menolong, kejujuran, dan kedermawanan.

Perolehan skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan bahwa subjek mempunyai intensi prososial yang tinggi. Sedangkan perolehan skor yang rendah pada skala ini menunjukkan bahwa subjek mempunyai intensi perilaku prososial yang rendah.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja berusia 15 – 21 tahun yang berada di Yogyakarta. Subjek penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu melakukan pemilihan subjek yang sesuai dengan ciri dan karakteristik tertantu yang sudah ditentukan sebelumnya. Teknik purposive sampling dipilih dengan mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya karena penelitian ini lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian (Bungin, 2005).

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

(55)

Sedangkan skala yang digunakan adalah skala intensi perilaku prososial yang disusun oleh peneliti yang mengacu pada landasan teori yang ada.

1. Angket Status Sosial Ekonomi Orang Tua

[image:55.612.94.533.194.644.2]

Angket dalam penelitian ini dibuat oleh peneliti dan diisi oleh subjek penelitian. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan pendidikan terakhir ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, penghasilan ayah dan ibu setiap bulan serta pertanyaan tentang kepemilikan fasilitas dan barang-barang berharga yang dimiliki oleh orang tua subjek. Namun, sebagai acuan dalam mengategorikan subjek ke dalam kelompok status sosial ekonomi, peneliti hanya mengacu pada penghasilan ayah selaku kepala keluarga. Penghasilan ayah akan diberi coding sebagai berikut :

Tabel 1

Koding Penghasilan Ayah

Pendapatan Koding Keterangan

< Rp 1.500.000; 1 Rendah

Rp 1.500.000 – Rp 3.000.000 2 Menengah

> Rp 3.000.000; 3 Tinggi

(56)

2. Skala Intensi Perilaku Prososial

[image:56.612.95.533.204.639.2]

Skala intensi perilaku prososial dibuat oleh peneliti untuk melihat intensi perilaku prososial pada remaja. Skala pada penelitian ini menggunakan model skala Likert yang terdiri dari dua bentuk pernyataan yaitu pernyataan positif (favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang tersedia. Alternatif jawaban tersebut antara lain sebagai berikut :

Tabel 2

Pemberian Skor pada Skala Perilaku Intensi Prososial Item Favorable Item Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Tidak Setuju (TS) 3 Tidak Setuju (TS) 2

Setuju (S) 2 Setuju (S) 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sangat Setuju (STS) 4

(57)
[image:57.612.94.539.205.666.2]

memperoleh porsi yang lebih besar dalam menentukan jumlah item. Perbandingan proporsional bobot komponen ini dibuat dengan mengacu pada teori yang ada dan menggunakan penilaian ahli (professional judgement) berdasarkan kepatutan akal (common sense). Terdapat 5 aspek perilaku prososial yang akan di ukur, antara lain sebgai berikut:

Tabel 3

Sebaran Item Skala Sebelum Seleksi Item

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

Berbagi

11% (20, 29, 31, 51, 56, 63, 67)

11% (5, 9, 15, 27, 34, 37, 55, 59)

15 item (22%)

Kerjasama

11% (13, 16, 21, 45, 49, 54, 58)

11% (8, 11, 25, 33, 38, 52, 65, 66)

15 item (22%)

Menolong

13% (17, 24, 39, 44, 47, 53, 60, 62, 68)

13% (2, 7, 14, 22, 28, 32, 35, 57, 64)

18 item (26%)

Kejujuran

7,5% (3, 19, 26, 40, 61)

7,5% (4, 6, 23, 43, 48)

10 item (15%)

Bederma

7,5% (1, 12, 41, 42, 46)

7,5% (10, 18, 30, 36, 50)

10 item (15%)

(58)

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Validitas

Validitas dalam suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2007). Validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi agar alat ukur menghasilkan data yang komprehensif dan relevan dengan tujuan penelitian. Validitas isi dalam penelitian ini dilakukan dengan berkonsultasi melalui professional judgment yaitu dosen pembimbing skripsi untuk pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional.

2. Seleksi Item

Skala psikologi yang baik sangat ditentukan oleh kualitas item-item di dalamnya. Pentingnya melakukan analisis item dengan tujuan untuk memilih item-item yang akan membentuk sebuah skala yang bersifat homogen dan memiliki daya diskriminasi yang baik untuk mengungkap perbedaan atribut yang diukur pada tiap responden. Pemilihan item didasarkan pada besarnya koefisien korelasi (rix) dengan batasan yang digunakan rix ≥ 0,30. Item yang

(59)

Berdasarkan uji coba skala yang dilakukan kepada 45 responden, jumlah item sebelum dilakukan pengguguran sebanyak 68 item dengan rentang nilai koefisien rix antara -0.026 sampai dengan 0.622. Setelah

dilakukan pengguguran item, diperoleh hasil akhir item sebanyak 40 item yang lolos yang memiliki koefisien korelasi rix ≥ 0,30 dengan rentang nilai rix

[image:59.612.93.543.138.622.2]

0.309 sampai dengan 0.648.

Tabel 4

Sebaran Item Skala Setelah Seleksi Item

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

Berbagi 7,5% (31, 51, 56) 7,5% (5, 27, 34) 15 % (6 item)

Kerjasama

12,5% (21, 45, 49, 54, 58)

15% (8, 25, 33, 38, 52, 65)

27,5 % (11 item)

Menolong

17,5% (24, 39, 47, 53, 60, 62, 68)

10% (7, 22, 35, 64)

27,5% (11 item)

Kejujuran 7,5% (19, 26, 61) 5% (4, 43) 12,5% (5 item) Bederma 10% (1, 12, 41, 42) 7,5% (10, 30, 50) 17,5% (7 item)

(60)

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah konsistensi atau kepercayaan hasil sebuah alat ukur dari waktu ke waktu. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada pada rentang 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas atau angkanya mendekati angka 1,00 menunjukkan semakin tinggi reliabilitasnya (Azwar, 2009).

Reliabilitas dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan

Cronbach’s Alpha (α) melalui program SPSS. Berdasarkan penghitungan

melalui program SPSS tersebut hasilnya menunjukkan koefisien reliabilitas pada skala intensi perilaku prososial sebesar 0,908 yang menandakan bahwa skala pada penelitian ini memiliki reliabilitas yang baik.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

(61)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk memeriksa data penelitian yang kita ambil berasal dari populasi yang besarannya normal atau tidak normal. Hasil sebaran data yang normal atau tidak dapat dilihat dari nilai signifikansinya atau nilai p (Santoso, 2010). Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS versi 22. Pengambilan keputusan untuk uji normalitas yaitu jika signifikansi atau p > 0,05 maka data yang diuji berdistribusi normal (Priyatno, 2014).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan varian antar populasi (Santoso, 2010). Penelitian ini akan membandingkan tiga kelompok data sehingga uji homogenitas perlu dilakukan sebagai prasyarat sebelum melakukan analisis ANOVA. Pengambilan keputusan untuk uji homogenitas yaitu jika nilai signifikansi atau nilai p > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data homogen atau tidak memiliki perbedaan varian.

2. Uji Hipotesis

(62)
(63)

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

(64)

B. Deskripsi Subjek Penelitian

[image:64.612.95.529.198.611.2]

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 207 orang remaja yang terdiri dari remaja laki-laki dan remaja perempuan yang berusia antara 15 – 21 tahun. Berikut tabel deskripsi dan penjelasan subjek penelitian berdasarkan data demografi subjek peneltian.

Tabel 5

Deskripsi Jenis Kelamin Subjek

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 65

Perempuan 142

TOTAL 207

(65)
[image:65.612.94.531.163.600.2]

Tabel 6

Deskripsi Usia Subjek

Dari seluruh subjek dalam penelitian ini, kelompok subjek paling banyak adalah kelompok usia 16 tahun yaitu sebanyak 41 orang , subjek dengan usia 17 tahun sebanyak 38 orang, subjek dengan usia 19 tahun sebanyak 34 orang, subjek dengan usia 21 tahun sebanyak 30 orang, subjek dengan usia 20 tahun sebanyak 29 orang, subjek dengan usia 18 tahun sebanyak 26 orang, dan paling sedikit terdapat pada usia 15 tahun sebanyak 9 orang.

Usia (th) Jumlah

15 th 9

16 th 41

17 th 38

18 th 26

19 th 34

20 th 29

21 th 30

(66)

Tabel 7

Deskripsi Pendidikan Terakhir Orang Tua Subjek Penelitian

Status Pendidikan Ayah Ibu

Tidak Sekolah - 2

SD 18 20

SMP 16 26

SMA/Sederajat 86 74

Akademi / Sarjana 87 85

TOTAL 207 207

[image:66.612.95.530.179.684.2]

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata pendidikan orang tua subjek dari tiga kelompok status sosial ekonomi paling banyak adalah pendidikan terakhir akademi atau sarjana baik ayah sebanyak 87 orang dan ibu sebanyak 85 orang.

Tabel 8

Deskripsi Pekerjaan Orang Tua Subjek

Status Pekerjaan Ayah Ibu

Tidak Bekerja 16 79

(67)

Petani 10 4

Pedagang 2 16

Wiraswasta 48 18

Pengajar 15 26

Pegawai 60 37

Supir 2 -

PNS 4 2

Pemimpin suatu Instansi 5 2

POLRI 1 -

Pelayaran 1 -

Chef 1 -

Teknisi 1 -

TOTAL 207 207

(68)
[image:68.612.96.532.174.606.2]

Tabel 9

Deskripsi Pendapatan Orang Tua Subjek

Dari hasil tabel di atas diketahui bahwa orang tua subjek khususnya pada ayah yang memiliki penghasilan rendah sebanyak 74 orang, yang memilliki penghasilan sedang sebanyak 62 orang, dan yang memiliki penghasilan tinggi adalah sebanyak 71 orang. Sedangkan pada ibu subjek penelitian, sebagian besar memiliki penghasilan yang rendah yaitu sebanyak 125 orang, yang memiliki penghasilan sedang sebanyak 28 orang dan ibu yang memiliki penghasilan tinggi sebanyak 54 orang.

C. Deskripsi Data Penelitian

1. Status Sosial Ekonomi Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, pengelompokan subjek ke dalam kelompok status sosial ekonomi mengacu pada penghasilan ayah. Jika ayah subjek tidak

Pendapatan Ayah Ibu

< Rp 1.500.000; 74 125

Rp 1.500.000 – Rp 3.000.00 62 28

> Rp 3.000.000; 71 54

(69)
[image:69.612.93.532.149.602.2]

bekerja, maka penghasilan ibu subjek yang digunakan untuk mengelompokkan subjek ke dalam kelompok status sosial ekonomi. Berdasarkan penghasilan ayah, maka pengelompokan subjek penelitian ke dalam kelompok status sosial ekonominya adalah sebagai berikut :

Tabel 10

Deskripsi Kelompok Status Sosial Ekonomi Subjek

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 207 orang remaja. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa remaja yang termasuk dalam kelompok status ekonomi rendah berjumlah 73 orang (35,3%), remaja yang termasuk dalam kelompok status sosial ekonomi menengah berjumlah 63 orang (30,4%), dan remaja yang termasuk dalam kelompok status sosial ekonomi tinggi berjumlah 71 orang (34,3%).

Kelompok Status Sosial Ekonomi Jumlah Presentase

Rendah 73 35,3%

Menengah 63 30,4%

Tinggi 71 34,3%

(70)

2. Intensi Perilaku Prososial

[image:70.612.98.555.169.595.2]

Deskripsi data penelitian berdasarkan mean teoritis dan mean empiris dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 11

Deskripsi Intensi Perilaku Prososial Subjek

Pengukuran

Teoritis Empiris

SD

Sig. Hasil

Uji-t

Mean Xmin Xmax Mean Xmin Xmax

Intensi Perilaku Prososial

100 40 100 142,7 98 173 11,5 0.000

Prososial SSE Rendah

100 40 100 138,9 98 171 12,4 0.000

Prososial SSE Menengah

100 40 100 143,9 117 173 11,9 0.000

Prososial SSE Tinggi

100 40 100 145,4 125 164 9,1 0.000

(71)

didukung dengan hasil uji One Sample t - Test yang menunjukkan bahwa antara mean empiris dan mean teoritis memiliki perbedaan yang signifikan karena nilai p yang diperoleh sebesar 0.000 (p < 0,05). Hasil tersebut menegaskan bahwa secara signifikan subjek penelitian memiliki tingkat intensi perilaku prososial yang tinggi. Selain itu, ketiga kelompok status sosial ekonomi memiliki mean empiris yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan

mean teoritisnya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek di tiap kelompok status

sosial ekonomi dalam penelitian ini secara signifikan memiliki intensi perilaku prososial yang tinggi. Signifikansi pada tiap kelompok status sosial ekonomi adalah 0,000.

Dari tabel 11, dapat diketahui juga bahwa intensi perilaku prososial tertinggi sampai terendah yaitu kelompok status sosial ekonomi tinggi (145,4), kelompok status sosial ekonomi menengah (143,4), dan yang terendah adalah kelompok status sosial ekonomi rendah (138,9).

D. Analisis Data Penelitian 1. Uji Normalitas

(72)
[image:72.612.93.566.151.595.2]

Tabel 12

Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa skor variabel intensi perilaku prososial pada ketiga kelompok status sosial ekonomi memperoleh nilai p = 0,200. Hasil p > 0,05 menunjukkan bahwa variabel intensi perilaku prososial pada seluruh kelompok data memiliki sebaran data yang normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah variasi dari sampel penelitian memiliki perbedaan atau tidak. Uji homogenitas dilakukan sebagai prasyarat sebelum melakukan uji hipotesis. Pengambilan keputusan dalam uji homogenitas yaitu data dinyatakan homogen jika p > 0,05 dan dinyatakan tidak homogen jika p < 0,05. Pada penelitian ini, uji homogenitas dilakukan menggunakan program SPSS melalui Levene’s Test dah hasil yang diperoleh yakni nilai p sebesar 0,131. Hal tersebut menunjukkan bahwa varian

SSE

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Prososial Rendah .063 73 .200* .980 73 .283

(73)
[image:73.612.94.533.176.605.2]

kelompok data dalam penelitian bersifat homogen atau sama karena nilai p > 0,05. Berikut hasil uji homogenitas dalam penelitia ini :

Tabel 13

Hasil Uji Homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.054 2 204 .131

3. Uji Hipotesis Penelitian

(74)
[image:74.612.93.551.162.621.2]

Tabel 14

Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, diketahui bahwa F hitung dari data penelitian sebesar 6,617 dengan nilai p sebesar 0,002. Setelah diketahui F hitung dan taraf signifikansinya, maka perlu mencari nilai F tabel untuk dibandingkan dengan nilai F hitungnya. Diketahui bahwa nilai F tabel yang diperoleh sebesar 3,04. Dapat diambil kesimpulan bahwa F hitung sebesar 6,617 lebih besar dari F tabel sebesar 3,04 dengan signifikansi 0,002 < 0,05. Hal tersebut membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada intensi perilaku prososial remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Setelah mengetahui bahwa ada perbedaan nilai rata-rata variabel tergantung di semua kelompok data yang dibandingkan, maka perlu dilihat lebih lanjut perbedaan dari masing-masing tiap kelompok status sosial ekonomi. Hasil Pos

–Hoc Test dengan pengujian LSD dapat dilihat pada tabel berikut :

Sum of Squares

df

Mean Square

F Sig.

Between Groups 1672.324 2 836.162 6.617 .002

Within Groups 25779.106 204 126.368

(75)
[image:75.612.94.538.166.617.2]

Tabel 15

Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Intensi Perilaku Prososial

(I) Kelompok

(J)

Kelompok

(I-J)

Mean Defference

Sig.

Rendah

Menengah -5.05262* .010

Tinggi -6.50511* .001

Menengah

Rendah 5.05262* .010

Tinggi -1.45249 .456

Tinggi

Rendah 6.50511* .001

Menengah 1.45249 .456

(76)

0,456 yang menandakan bahwa tidak ada perbedaan intensi perilaku prososial antara dua kelompok tersebut karena nilai p > 0,05.

E. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima karena terdapat perbedaan intensi perilaku prososial yang signifikan pada remaja ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Hal tersebut dibuktikan dari nilai signifikansi yang diperoleh sebesar p = 0,002 (p < 0,05). Dari hasil analisis data juga diketahui bahwa intensi perilaku prososial pada remaja dengan status sosial ekonomi tinggi dan menengah memiliki perbedaan intensi prososial yang lebih signifikan dibandingkan dengan remaja yang berasal dari status sosial ekonomi rendah. Namun, tidak terdapat perbedaan intensi perilaku prososial yang signifikan antara remaja dari status sosial ekonomi menengah dan tinggi.

(77)

Jika dilihat dari nilai mean di tiap kelompok status sosial ekonomi, remaja dari status sosial ekonomi tinggi memiliki skor rata-rata intensi perilaku prososial yang lebih tinggi daripada remaja dari kelompok status sosial ekonomi menengah dan rendah. Sedangkan remaja dari kelompok status sosial ekonomi rendah memiliki rata-rata skor intensi perilaku prososial yang paling rendah di antara ketiga kelompok status sosial ekonomi. Menurut Bradley & Corwyn (dalam Berk, 2012), orang tua dari status sosial ekonomi tinggi saat ini lebih sering berkomunikasi, memberi kehangatan, penjelasan dan pujian kepada anak mereka sehingga remaja lebih prososial. Sedangkan perintah, kritik, dan hukuman fisik, semuanya lebih sering dijumpai dalam keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Hal tersebut menyebabkan remaja dari status sosial ekonomi rendah perilaku prososialnya lebih rendah.

(78)

kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental, sehingga orang tua dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam pada remaja karena tidak dibebani masalah kebutuhan primer hidup manusia (Gerungan, 2009). Orang tua dari status sosial ekonomi tinggi cenderung terhindar dari konflik yang biasanya disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga terjalin interaksi yang lebih baik dalam keluarga dan orang tua bisa lebih fokus dalam memberikan perhatian kepada remaja.

Dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa hasil deskriptif data mengenai orang tua subjek penelitian sebesar 75% ayah dari kelompok status sosial ekonomi tinggi memiliki pendidikan terakhir yakni akademi atau sarjana dan presentase untuk ibu sebesar 68% dan sisanya berpendidikan terkahir SMA (data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran).

(79)

learning atau kegiatan sosial lainnya yang dapat membangun kepedulian

remaja terhadap sesama dan lingkungan mereka. Penner, dkk (2005) mengemukakan bahwa seseorang yang berasal dari status sosial ekonomi tinggi selalu aktif menjadi anggota dalam suatu kegiatan seperti kegiatan keagamaan.

Menurut Yusuf (2011), remaja dengan status sosial ekonomi tinggi cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan tertentu karena memiliki latar belakang pendidikan dengan reputasi yang tinggi sehingga mereka berusaha mendapatkan prestasi atau pencapaian dengan mengikuti berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan diri mereka agar menjadi lebih baik. Semakin aktif seorang remaja terlibat dalam suatu kegiatan bersama dengan kelompok teman sebayanya hal tersebut dapat membantu remaja semakin terlatih beradaptasi dengan lingkungan baru dan tau bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengontrol tingkah laku sosial, dan saling bertukar perasaan dan masalah yang sedang dialami (Yusuf, 2011), sehingga remaja dari kelompok status sosial ekonomi tinggi lebih percaya diri dalam pergaulannya dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan dalam bertindak, termasuk dalam tindakan prososial.

(80)

masalah-masalah yang sedang dihadapi. Hal tersebut dapat membuat remaja merasa sedih, khususnya ketika melihat orang tua yang selalu dipusingkan oleh masalah ekonomi dan bahkan sampai terjadi konflik di dalam keluarga akan membuat suasana hati remaja menjadi buruk. Suasana hati yang buruk karena masalah yang dialami remaja menyebabkan remaja lebih terpusat pada dirinya sendiri, sehingga mengurangi kemungkinan untuk membantu orang lain. Hal tersebut yang dapat dijadikan alasan mengapa dalam penelitian ini remaja dari kelompok status sosial ekonomi rendah memiliki intensi prososial yang lebih rendah.

(81)
(82)

63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa ada perbedaan intensi perilaku prososial ditinjau dari status sosial ekonomi orang tua. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai p = 0,002 (p < 0,05). Perbedaan tersebut yaitu remaja dari kelompok status sosial ekonomi tinggi dan menengah memiliki perbedaan intensi perilaku prososial yang signifikan dibandingkan dengan remaja dari kelompok status sosial ekonomi rendah. Sedangkan, remaja dari kelompok status sosial ekonomi menengah tidak memiliki intensi perilaku prososial yang berbeda secara signifikan dengan remaja dari kelompok status sosial ekonomi tinggi.

B. Keterbatasan Penelitian

(83)

mengalami pengguguran dan kemudian proporsi yang dibuat sebelumnya menjadi berubah. Peneliti tidak meninjau kembali proporsi item pada tiap aspek tersebut dan hanya meggunakan item-item yang lolos untuk dijadikan sebagai skala penelitian. Hal tersebut menyebabkan proporsi item pada skala penelitian mengalami perbedaan dengan skala uji coba karena kurang sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan telah dibuat sebelumnya.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Orang Tua

(84)

orang tua lupa atau mengabaikan untuk memberi perhatian dan kasih sayang yang hangat kepada remaja.

2. Bagi

Gambar

Gambar 1. Skema Penelitian
Tabel  1 Koding Penghasilan Ayah
Tabel 2 Pemberian Skor pada Skala Perilaku Intensi Prososial
Tabel 3 Sebaran Item Skala Sebelum Seleksi Item
+7

Referensi

Dokumen terkait

tenggelam, terbenam, atau turun dan Wengi memiliki makna malam, jika kedua kata tersebut digabungkan menjadi Lingsir Wengi yang memiliki arti menjelang malam, menjelang malam

Jumlah biji isi dan biji hampa tanaman padi Nipponbare transgenik tidak semuanya lebih unggul dari tanaman Nipponbare kontrol, sehingga dapat dikatakan bahwa

[r]

Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi peternak, meningkatkan pengetahuan (koqnitif) dan keterampilan peternak (psykomotorik) dalam menerapkan suatu inovasi

Dalam pemasaran batik Blora ini masih ada di wilayah Blora saja, tetapi sekarang sudah ada ditempat khas oleh-oleh Blora dan sudah mulai online juga karena

DAFTAR RENCANA UMUM PENGADAANTRUP)SKPD PEMERINTAHAN KABUPATEN HUTU SUNGAI SEIATAN SUMBER DANA: APBD PERUBAHAN KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN ANGGARAN 2012A. SI(PD

Beri nomor urut (rank) untuk setiap harga selisih (Xi – Yi). Harga mutlak terkecil diberi nomor urut 1 atau rank 1, dst.. 2. Dari jumlah nomor urut yang diperoleh dari 3) di atas

4 Penyediaan Jasa Kebersihan Kantor 4.000.000 Jombang Swakelola oleh Penanggung Jawab Anggaran. 5 Penyediaan Alat Tulis Kantor 29.989.000 Jombang Pengadaan Langsung