PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL DAN KRIM TIPE O/W ANTIBAU KAKI MINYAK KULIT KAYU MANIS
TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis ATCC 12228
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Agustina Prita Pangudyaswara
NIM : 098114059
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
“ Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil “
“ Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan” (Mario Teguh)
Puji Syukur ku haturkan kepada
Allah Bapa, Tuhan Yesus,Bunda Maria, Roh Kudus
Karya ini kupersembahkan untuk
orang tuaku, ungkapan rasa hormatku,
kedua adikku,
vi PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala limpahan karunia
dan rahmat yang telah diberikan sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang
berjudul ” Perbandingan Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel dan Krim Tipe O/W
Antibau Kaki Minyak kulit kayu manis Terhadap Bakteri Staphylococcus
epidermidis ATCC 12228” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak henti-hentinya
mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Christofori Maria Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt, selaku dosen
pembimbing yang selalu memberikan pengarahan, masukan, kritik, saran
dan semangat selama persiapan, penelitian, sampai penyusunan skripsi ini.
3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji
penulis, serta kritik dan saran yang membangun penulis.
4. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaannya
menguji penulis, serta kritik dan saran yang membangun penulis.
5. Maria Dwi Budi Jumpowati,S.Si., yang memberikan masukan, kritik dan
vii
6. Kedua orangtuaku dan kedua adikku, atas pengertian, dukungan, doa,
kesabaran, kasih, canda tawa, teguran, dan perhatian yang mengalir tanpa
henti
7. Eny Guna Paramitha, Fitri Apriliyani Tiran dan Marsela Lotjitha Parahita
teman-teman seperjuangan atas kebersamaan, dukungan dan bantuan yang
diberikan untuk penulis selama penelitian sampai penyusunan skripsi.
8. Teman-teman 2009 khususnya 2009 B dan FST A yang telah memberikan
semangat untuk menyelesaikan skripsi hingga selesai pada penulis.
9. Seluruh dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
10.Seluruh staf laboratorium, staf kebersihan dan staf keamanan Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis
menuju perubahan yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Yogyakarta, 7 Juni 2013
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
PRAKATA... vi
HALAMAN KEASLIAN KARYA... viii
x
2. Bakteri Staphylococcus epidermidis...
3. Minyak kulit kayu manis (Cinnamon Bark Oil)...
4. Gel...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...
xi
2. Variabel Pengacau...
a. Variabel Pengacau Terkendali...
b. Variabel Pengacau Tak Terkendali...
C. Definisi Operasional...
D. Bahan dan Alat Penelitian...
E. Tata Cara Penelitian...
1. Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis...
2. Uji Daya Antibakteri Minyak kulit kayu manis...
3. Pembuatan Krim M/A Antibau Kaki Minyak kulit
kayu manis...
4. Pembuatan Gel Antibau Kaki Minyak kulit kayu
manis...
5. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak
kulit kayu manis...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis...
B. Uji Daya Antibakteri Minyak kulit kayu manis terhadap
S.epidermidis...
C. Formulasi Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit
kayu manis...
29
29
30
xii
D. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit
kayu manis...
E. Uji Daya Antibakteri Sediaan Topikal Antibau Kaki
Minyak kulit kayu manis dengan Metode Difusi Sumuran..
37
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...
A. KESIMPULAN...
B. SARAN...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN...
BIOGRAFI PENULIS...
49
49
49
50
56
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Analisis kandungan Cinnamon oil menggunakan GC-MS
(Meades et al, 2010)... 10
Tabel II Formula Standar Krim Menurut Penelitian Jantan et al
(1998)... 24
Tabel III Formula Krim M/A Modifikasi... 25
Tabel IV Formula Standar Gel Menurut Penelitian Yuliani (2005)... 26
Tabel V Formula Gel Modifikasi... 26
Tabel VI Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis Eteris
Nusantara... 30
Tabel VII Distribusi Data Diameter Zona Hambat Minyak kulit
kayu manis terhadap S.epidermidis... 32
Tabel VIII Rerata pengukuran sifat fisik sediaan topikal antibau
kaki... 39
Tabel IX Hasil Perhitungan Distribusi Data Sifat Fisik Sediaan
Topikal Antibau Kaki (Shapiro-Wilk test) berdasarkan
nilai P... 42
Tabel X Hubungan Sediaan Topikal Berdasarkan Data Distribusi
Sifat Fisik berdasarkan nilai P... 42
Tabel XI Hasil pengukuran diameter zona hambat (DZH) sediaan
xiv
Tabel XII Hasil perhitungan statistik distribusi zona hambat
antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Struktur senyawa yang terkandung dalam Cinnamon
Tung et al (2008)... 9
Gambar 2 Struktur monomer unit asam akrilat polimer carbopol Rowe et al (2008)... 12
Gambar 3 Struktur propilen glikol Rowe et al (2008)... 13
Gambar 4 Struktur trietanolamin Rowe et al (2008)... 13
Gambar 5 Struktur asam stearat Rowe et al (2008)... 14
Gambar 6 Struktur metil paraben Rowe et al (2008)... 15
Gambar 7 Minyak kulit kayu manis dari Eteris Nusantara... 29
Gambar 8 Uji difusi sumuran minyak kulit kayu manis... 32
Gambar 9 Diagram batang diameter zona hambat minyak kulit kayu manis... 33
Gambar 10 Sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Krim antibau kaki minyak kulit kayu manis dan Gel antibau kaki minyak kulit kayu manis... 41
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Certificate of Analyse (CoA) Cinnamon Oil... 56
Lampiran 2 Surat Keterangan Staphylococcus epidermidis... 57
Lampiran 3 Verifikasi sifat fisik minyak kulit kayu manis Eteris
Nusantara... 58
Lampiran 4 Uji Daya Antibakteri Minyak kulit kayu manis
terhadap S.epidermidis... 59
Lampiran 5 Uji daya antibakteri minyak kulit kayu manis
berbagai konsentrasi (10%, 15%, 20% dan 25%)
dengan difusi sumuran... 61
Lampiran 6 Sediaan topikal krim antibau kaki minyak kulit kayu
manis... 62
Lampiran 7 Sediaan topikal gel antibau kaki minyak kulit kayu
manis... 63
Lampiran 8 Pengukuran pH sediaan topikal antibau kaki minyak
kulit kayu manis... 64
Lampiran 9 Pengukuran uji sifat fisik sediaan topikal antibau kaki
minyak kulit kayu manis... 64
Lampiran 10 Perhitungan statistik sifat fisik sediaan topikal
antibau kaki minyak kulit kayu manis menggunakan
xvii
Lampiran 11 Pengukuran diameter zona antibakteri sediaan topikal
antibau kaki minyak kulit kayu manis pengamatan 24
jam...
69
Lampiran 12 Perhitungan statistik uji daya antibakteri sediaan
topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis
menggunakan program R 2.14.1 open source.... 70
Lampiran 13 Perhitungan statistik uji daya antibakteri sediaan
topikal dibandingkan dengan gel Clyndamicyn 1,2%. 70
Lampiran 14 Uji daya antibakteri sediaan topikal antibau kaki
dengan difusi sumuran... 72
xviii INTISARI
Minyak kulit kayu manis (Indonesian Cinnamon Bark oil) memiliki daya antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis yang merupakan salah satu bakteri penyebab bau kaki. Sediaan krim dan gel dapat digunakan sebagai sediaan topikal minyak kulit kayu manis, meskipun diprediksi adanya eksipien dapat mempengaruhi pelepasan minyak kulit kayu manis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri krim antibau kaki minyak kulit kayu manis dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dan rancangan penelitian postest only control design, dan data dianalisis secara statistik menggunakan program R.2.14.1 open source. Uji Shapiro-Wilk untuk mengukur distribusi kemudian untuk data parametrik menggunakan Two sample t-test dan non- parametik menggunakan metode Wilcoxon sum rank test untuk mengukur distribusi tak normal dengan taraf kepercayaan 95% (p<0,05).
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diketahui daya antibakteri krim antibau kaki minyak kulit kayu manis berbeda dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam tingkat pelepasan zat aktif obat.
xix ABSTRACT
Indonesian Cinnamon Bark oil provides an antibacterial activity against Staphylococcus epidermidis, which is one of many bacterias contributing to foot odor. Cream and gel can be the dossage form to formulate the cinnamon oil anti-foot-odor topical preparations, therefore excipient influence cinnamon oil release. Study aimed to compare the potential of antibacterial provided by anti-foot-odor of cinnamon oil cream and gel was conducted.
This research was true experimental and postest only control design, data were analysed statistically by using R.2.14.1 open source program. Normality data test by using Shapiro-Wilk test then Two sample t-test used for parametric datas and for non- parametic used Wilcoxon sum rank test.
The significant differences in effectivity of the dossage form were tested by using non parametric statistical analysis (Wilcoxon sum rank) on the 95% level of confidence.
From the results, it was concluded that the antibacterial potentials of anti-foot-odor of cinnamon oil cream and gel were different. It might be due to the difference of release rate.
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Bau adalah salah satu masalah yang sangat mengganggu, tapi ini bukan
merupakan penyakit ataupun infeksi namun dikarenakan reaksi antara keringat
dengan bakteri. Bau kaki merupakan masalah yang berdampak pada
kecanggungan sosial. Bau kaki merupakan indikasi terjadinya kelebihan keringat
pada kaki (hyperdrosis) (Tosell, 2008). Bau kaki juga disebabkan adanya aktivitas
metabolik dari bakteri yang ada di kaki. Bau kaki timbul saat orang memakai
sepatu tertutup untuk waktu lama, terutama dalam kondisi lembab (Tosell, 2008).
Menurut Barbaro dan Symond (2006), kaki memberikan panas, yang
merupakan lingkungan hidup bakteri seperti Micrococcus sp., Staphylococcus sp.
dan Corynebacteria untuk hidup. Kobayasi (1990) menemukan Staphylococcus
epidermidis, bakteri normal yang tinggal dikulit, memainkan peran penting dalam
bau kaki. Freeman (2012) Staphylococcus epidermidis akan mengubah asam
amino pada kulit menjadi asam isovaleric yang akan menyebabkan bau asam yang
dikenal sebagai bau kaki. Sebagian bakteri menggunakan asam lemak rantai
panjang dan kelenjar minyak untuk sumber makanan. Kanda et al (1990)
menemukan isomer dari rantai pendek asam lemak dimana merupakan komponen
utama bau kaki.
Cinnamomum burmanii Blume merupakan tanaman kayu manis yang
tumbuh di Indonesia dimana kebanyakan batangnya biasa digunakan untuk
burmannii adalah sinemaldehida (Leung, 1980). Cinnamon oil juga mengandung
benzoic acid, benzaldehyde dan cinnamic acid, dimana senyawa lipofilik yang
diakui responsif sebagai antimikrobial (Ramos-Nino et al., 1996). Selain itu
Cinnamon oil mengandung 4.7% eugenol (Ranasinghe et al., 2002). Eugenol
diketahui sebagai agen bakteriosidal atau bakteriostatik, tergantung konsentrasi
yang digunakan (Pelczar et al., 1988). Menurut Gupta et al (2008), zona hambat
Cinammon oil pada Staphylococcus epidermidis menggunakan media agar
Mueller - Hilton yaitu 15 mm dan MIC 2,5% v/v.
Krim merupakan sediaan semisolid yang merupakan jenis dari ointment
dengan konsistensi yang halus dimana pelepasan pada krim dapat dibatasi karena
adanya sistem emulsi sedangkan gel merupakan sistem semisolid yang terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik maupun molekul organik yang akan
terdispersi dengan cairan membentuk gelling agent (Jenkis, Francke, Brecht, dan
Sperandio, 1957; Allen, 2002). Krim terbentuk dari hasil emulsifikasi antaran fase
air dan fase minyak dengan bantuan emulsifying agent. Pemilihan gel dan krim
O/W dipilih karena kedua sediaan ini memiliki keuntungan tidak lengket saat
pemakaian dan memberikan rasa sejuk saat pemakaian. Pada gel, penambahan
gelling agent mengakibatkan pergerakan medium dispersi terbatas karena adanya
matriks pada gelling agent (Allen, 2002), sehingga pelepasan zat aktif dapat
terbatasi. Adanya pembatasan sistem pada kedua sediaan topikal itu, maka krim
antibau kaki dan gel antibau kaki diprediksi punya afinitas bahan aktif dengan
akan mempengaruhi efektivitas sediaan topikal dalam menghambat bakteri
Staphylococcus epidermidis.
1. Permasalahan
Adakah perbedaan efektivitas minyak kulit kayu manis dalam basis gel
maupun krim M/A dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
epidermidis ?
2. Keaslian Penelitian
Ada beberapa penelitian terkait mengenai studi efektivitas antibakteri
ekstrak maupun minyak atsiri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
yaitu penelitian Sari dan Isadiartuti (2006), yang berjudul “Studi Efektivitas
Sediaan Gel Antiseptik Tangan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.),”
penelitian Kusuma (2010), yang berjudul “Perbandingan Daya Antibakteri
Krim Anti Acne Minyak Cengkeh dengan Emulgel Anti Acne Minyak
Cengkeh terhadap Staphylococcus epidermis” dan penelitian
Lertsatitthanakorn dan Satayavongthip (2012), yang berjudul ” Antibacterial
Activity of an Effective Spice Essential Oil Formulated in Foot Deodorant
Gel Bacillus subtilis.”
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian
tentang perbedaan efektivitas daya antibakteri minyak kulit kayu manis pada
sediaan krim dan gel antibau kaki terhadap Staphylococcus epidermidis
3. Manfaat
a. Manfaat teoretis
Menambah informasi ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kefarmasian mengenai perbandingan efektivitas gel dan krim M/A dengan
bahan aktif minyak kulit kayu manis.
b. Manfaat praktis
Menghasilkan sediaan gel maupun krim M/A antibau kaki dengan
bahan aktif minyak kulit kayu manis dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus epidermidis.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui efektivitas sediaan gel dan krim M/A minyak kulit kayu manis
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis.
2. Tujuan khusus
a. Memperoleh zona hambat bakteri dari gel maupun krim M/A minyak
kulit kayu manis.
b. Mengetahui efektivitas antara gel dan krim minyak kayu manis M/A
5 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Bau Kaki
Bau kaki merupakan salah satu tipe bau badan yang berada di kaki
dimana akan menimbulkan bau yang sangat tidak enak. Bau kaki adalah masalah
yang umum, disebabkan karena adanya kelebihan keringat dan diperparah dengan
aktivitas mekanisme bakteri pada kaki. Bakteri tumbuh di telapak kaki yang
sebenarnya menghasilkan gas – gas serupa dengan yang dihasilkan bakteri untuk
memproduksi bau seperti keju (cheesy feet) (Podiatrivic, 2002).
Keringat pada kaki berasal dari kelenjar ekrin. Keringat ini
cenderung menguap cukup cepat dan biasanya tidak menimbulkan bau. Tapi kaki
manusia memiliki sekitar 1 juta sampai 5 juta kelenjar keringat di tubuh, sehingga
ada konsentrasi yang lebih tinggi dari keringat di badan. Beberapa
peneliti berpendapat bahwa saat berjalan tanpa alas kaki di sepanjang waktu, dan
kontak yang konstan dengan tanah mengakibatkan suhu di kaki akan meningkat.
Untuk menyeimbangkan suhu di kaki maka tubuh memproduksi keringat secara
berlebih (Freeman, 2012).
Bau kaki disebabkan karena pertumbuhan bakteri yang menggunakan
hasil sekresi dari apocrine (keringat apokrin berasal dari kelenjar apokrin yang
terdiri dari protein, asam amino, lipid, karbohidrat dan air), eccrine (keringat ekrin
asam kaprionat, asam laktat, asam sitrat, urea dan air) dan sebaceous gland
(campuran dari lipid) (Ganesan et al., 2006).
Keringat menghasilkan air, garam dan beberapa senyawa kimia. Kadar
garam yang relatif tinggi pada kulit dapat menginhibisi pertumbuhan koloni
bakteri. Namun, lebih dari selusin bakteri berasal dari spesies Staphylococcus
yang toleran terhadap kadar garam yang relatif tinggi. Spesies bakteri predominan
pada 50% Staphylococcus di kulit adalah Staphylococcus epidermidis
(Pommerville, 2009). Bakteri ini mengubah asam amino yang ditemukan pada
kulit dan menghasilkan asam isovaleric yang menyebabkan bau kaki seperti cuka
(Freeman, 2012).
Mekanisme penyebab bau kaki adalah bakteri tumbuh dengan adanya
nutrient untuk keperluan life cycle. Bakteri yang tumbuh dikulit mengambil nutrisi
dari kulit dimana nutrisi tersebut diperoleh dari keringat yang banyak
mengandung nutrisi (asam amino, lipid, air, karbohidrat, dan protein) yang
membantu dalam pembelahan sel dan replikasi. Salah satunya bakteri
Staphylococcus epidermidis yang mengkatabolisme asam amino yaitu leusin.
Leusin dan α-keto acid akan memproduksi asam lemak yaitu asam isovalerat atau
asam metilbutirat (Ganesan et al., 2006).
B. Bakteri Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis adalah gram positif dan Staphylococci
koagulase negatif (Parisi, 1985). Hidup di kulit manusia, mukosa dan paling
epidermidis adalah satu dari lima jenis organisme noscomial infection dalam
kaitan dengan peningkatan penggunaan biomaterial dalam lingkungan klinik
(Mack et al, 2007). Bakteri ini juga banyak ditemukan di transplantasi darah lewat
sumsum tulang dan pada saluran urin pasien (Parisi, 1985).
Saat dibandingkan dengan bakteri lain termasuk micrococcus, dinding sel
Staphylococcus epidermidis sangat kuat. Penambahan lysostaphin menjadi
pembeda Staphylococcus epidermidis dari micrococcus. Micrococcus lebih
mungkin dilisiskan daripada Staphylococcus epidermidis karena dinding selnya
mengandung senyawa kimia peptidoglycan yang mencegah dari lysis.
Endopeptidase memotong obligasi glycl-glysine di penta atau hexpeptide
crossbridge dari peptidoglikan Staphylococcus epidermidis. Strain yang
mengandung serin pada jembatan interpeptida lebih tahan terhadap lisis ( Parisi,
1985).
Dinding sel Staphylococcus mengandung teichoic yang terhubung ke
peptidoglikan oleh ikatan kovalen. Asam – asam teichoic terdiri dari gliserol atau
ribitol yang dihubungkan dengan ikatan fofodiester. Mereka adalah polimer yang
larut air terdiri 30-50% dari komponen sel kering. Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis dapat dibedakan dengan adanya ribitol atau gliserol.
Staphylococcus epidermidis memiliki gliserol asam teichoic residu glucosyl
sementara Staphylococcus aureus memiliki N-asetilglukosamin ribitol asam
teichoic. Staphylococcus epidermidis mampu tumbuh menggunakan glukosa
secara anaerobik tetapi tidak dapat membuat koagulase atau fermentasi manitol
Lingkungan hidup Staphylococcus epidermidis adalah tubuh manusia dan
biasanya berasal dari penyakit. Bakteri ini biasanya hidup pada kulit dan
merupakan patogen nosokomial. Staphylococcus epidermidis adalah
staphylococcus paling umum di kulit manusia (Mack et al, 2007).
C. Minyak kulit kayu manis ( Indonesian Cinnamon Bark Oil)
Cinnamomumburmannii Blumemerupakan tumbuhan asli Indonesia yang
banyak dibudayakan khususnya didaerah Sumatra Utara maupun Barat dan Jambi.
Berdasarkan penelitian Balitro, ternyata karakteristik Cinnamomum burmani
hampir sama dengan spesies Cinnamon lain yaitu Cinnamomum zeylanicum dan
Cinnamomum cassia (Ma’amun dan Suhirman, 2009). Kandungan utama
Cinnamomum burmannii adalah sinemaldehida (Leung, 1980). Cinnamon
mengandung minyak essensial, senyawa resin, Cinnamic acid, Cinnamaldehyde
and Cinnamate. Minyak essensialnya berupa trans-cinnamaldehyde,
caryophyllene oxide, L-borneol, L-bornyl acetate, eugenol, b-caryophyllene,
E-nerolidol, dan cinnamyl acetate. Beberapa konstituen lain yaitu Terpinolene, α
-Terpineol, α-Cubebene, dan α-Thujene ( Tung et al., 2008). Rasa pedas dan bau
harum berasal dari cinnamaldehyde yang berasal dari proses absorpsi oksigen
dari masa ke masa, berwarna kehitaman dan mengandung komposisi resin (Singh
Gambar 1. Struktur senyawa yang terkandung dalam Cinnamon ( Tung et al., 2008)
Aktifitas antimikroba dari Cinnamon bark dari kombinasi Cinnamon oil
(minyak kulit kayu manis) dan clove oil (minyak cengkeh) menunjukkan potensi
yang baik untuk menghambat pertumbuhan fungi, yeast dan bakteria (Matan et
al., 2006). Aktifitas dari cinnamon dari adanya cinnamaldehyde, suatu senyawa
aromatis aldehyde yang menghambat aktivitas dekarboksilase asam amino
(Wendakoon and Sakaguchi, 1995), dan terbukti dapat menghambat sebagian
Tabel I. Analisis kandungan Cinnamon oil menggunakan GC-MS (Meades et al, 2010)
Cinnamon bark (batang kayu manis) banyak mengandung
cinnamaldehyde (70,9 %), yang memiliki elektronegatif yang tinggi. Senyawa
elektro-negatif akan mengganggu proses biologi dengan menyertakan transfer
elektron dan bereaksi dengan senyawa yang mengandung nitrogen seperti protein
dan asam nukleat, dan menghambat mikroorganisme. Cinnamon oil
mengandung benzoic acid, benzaldehyde dan cinnamic acid, dimana senyawa
lipofilik yang diakui responsif sebagai antimikrobial (Meades et al, 2010;
Ramos-Nino et al, 1996). Selain itu Cinnamon oil juga mengandung 4.7% eugenol
agen bakteriosidal atau bakteriostatik, tergantung konsentrasi yang digunakan
(Pelczar et al, 1988).
Zona hambat Cinammon oil pada Staphylococcus epidermidis
menggunakan media agar Mueller - Hilton yaitu 15 mm dan MIC 2,5% v/v
(Gupta et al, 2008).
D. Gel
Gel digunakan sebagai suatu sediaan topikal yang langsung dioleskan
langsung pada kulit, membran mukosa (Osborne, 1990).
Bentuk sediaan gel yang mengandung basis senyawa hidrofilik memiliki
konsistensi lembut, dan memberikan rasa dingin pada kulit. Rasa dingin tersebut
merupakan efek evaporasi (penguapan) air. Keuntungan lain dari bentuk sediaan
ini adalah setelah kering meninggalkan lapisan tipis (film) tembus pandang elastis
dengan daya lekat tinggi, yang tidak menyumbat pori kulit dan dapat dengan
mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).
Alexander dan Johnson (1949) mendefinisikan gel sebagai sistem dua
komponen dari sediaan semipadat yang kaya akan cairan (Barry, 1983). Pada gel
yang polar, polimer alam atau sintetik yang digunakan pada konsentrasi rendah
(biasanya di bawah 10%) membentuk matriks tiga dimensi melalui cairan
hidrofilik. Sistem yang terbentuk mungkin jernih ataupun keruh, karena gelling
agent yang digunakan tidak terlarut sempurna atau terbentuknya agregat (Barry,
Konsistensi gel disebabkan oleh gelling agent, biasanya polimer
membentuk matriks tiga dimensi. Gaya intermolekuler akan mengikat molekul
solven pada matriks polimer sehingga mobilitas solven berkurang yang
menghasilkan sistem tertentu dengan peningkatan viskositas (Buchmann, 2001).
Eksipien yang digunakan:
a. Carbopol atau carbomer merupakan polimer sintetik high-molecular-weight dari asam akrilat.
Gambar 2. Struktur monomer unit asam akrilat polimer carbopol (Rowe et al, 2009).
Terdiri dari 52% dan 68% grup asam karboksilat. Fungsi sebagai
bioadhesive, gelling agent, emulsifying agent. Copolimer carbomer
biasanya sebagai emulsifying agent pada emulsi minyak dalam air untuk
penggunaan luar. Konsentrasi carbopol sebagai gelling agent adalah 0,5-
2,0% (Rowe et al, 2009).
b. Propilen glikol berfungsi sebagai pengawet antimikrobial, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, stabilizing agent, dan cosolvent
pencampuran dengan air. Penggunaan propilen glikol sebagai humektan
≈15%, pengawet 15 – 30% dan solvent atau cosolvent 5 – 80% (Rowe et
Gambar 3. Struktur propilen glikol (Rowe et al, 2009).
c. TEA atau trietanolamin sebagai agen pembasa. Konsentrasi yang biasanya digunakan dalam emulsi adalah 2 – 4 % v/v dan 2 – 5 kali dari
asam lemak. Pada kasus mineral oil, 5% v/v TEA ditambahkan, dengan
tepat sejumlah penambahan asam lemak yang digunakan (Rowe et al,
2009).
Gambar 4.Struktur trietanolamin (Rowe et al, 2009).
E. Krim tipe M/A
Krim merupakan bentuk semisolid yang memiliki satu atau lebih bahan
aktif, terdispersi atau larut minyak dalam air (tipe minyak/air) maupun air dalam
minyak (tipe air/minyak) (Alen, 2005).
Menurut definisi dari British Pharmacopeia (BP, 2000) krim adalah suatu
persiapan formulasi yang menyatukan suatu bahan agar dapat disekresi kulit.
terapi atau tujuan pencegahan penyakit (prophylactic), terutama efek occlusive
tidak begitu penting (Langley dan Belcher, 2008).
Penggabungan cairan dalam basis krim untuk bahan tidak menguap,
cairan yang dapat dicampur dengan krim dilelehkan di atas wadah evaporasi.
Alternatif lain, basis dibuat terlebih dahulu kemudian dicampurkan dengan bahan
mudah menguap atau yang tidak mudah dicampur (Langley dan Belcher, 2008).
Eksipien yang digunakan:
a. Emulsifying wax disebut juga nonionik emulsifying wax yang dibuat dari setostearil alkohol dan mengandung derivatif asam lemak ester dari
sorbitan polioksietilen. Fungsinya adalah sebagai emulsifying agent,
solubilizing agent dan stiffening agent. Nonionik emulsifying wax
digunakan sebagai emulsifying agent pada emulsi minyak dalam air
dimana tidak dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit dan stabil pada range
pH tertentu. Konsentrasi wax yang digunakan akan merubah konsistensi
produk jika konsentrasi hingga 5% membuat produk turun (Rowe et al,
2009).
b. Asam stearat pada sediaan topikal, biasanya digunakan sebagai
emulsifying agent dan solubilizing agent (Rowe et al, 2009).
Gambar 5. Struktur asam stearat (Rowe et al, 2009).
d. Metil paraben sebagai pengawet dalam sediaan kosmetik. Pada sediaan topikal, metil paraben yang digunakan antara konsentrasi 0,02 – 0,3 %
(Rowe et al, 2009).
Gambar 6. Struktur metil paraben (Rowe et al, 2009).
F. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Minyak kulit kayu manis
Uji sifat fisik sediaan yang meliputi viskositas dan daya sebar untuk
mengetahui penyebaran dan pelekatan sediaan pada kulit, pemindahan dari wadah
atau pengeluaran dari wadah, dan pelepasan obat dari basisnya (Martin et al,
1993).
a. Viskositas
Viskositas adalah tekanan untuk mengalir dari suatu sistem yang
mendapat tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan
untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu (Moechtar, 1990).
Viskositas adalah suatu tahanan atau hambatan dari suatu cairan untuk mengalir,
viskositas makin tinggi maka hambatan akan makin besar (Martin et al, 1993).
b. Daya Sebar
Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak tiap tetes cairan atau
yang mempengaruhi daya sebar adalah kekentalan, kecepatan dan lama tekanan
yang menghasilkan kelengketan, temperatur pada tempat aksi. Kecepatan
penyebaran bergantung pada viskositas formula, kecepatan evaporasi pelarut dan
kecepatan peningkatan viskositas karena evaporasi (Garg, 2002).
G. Uji Antibakteri
Tujuan uji ini untuk mengetahui kemampuan agen antibakteri dalam
menghambat maupun membunuh bakteri tertentu. Metode pengujian bakteri ada
dua yaitu metode dilusi dan metode difusi. Metode dilusi prinsipnya adalah
pengenceran larutan uji hingga diperoleh beberapa konsentrasi, kemudian masing
– masing konsentrasi ditambah suspensi bakteri dalam media (Hugo & Russel,
1987). Prosedur uji dilusi digunakan untuk mengetahui KHM (Konsentrasi
Hambat Minimum) yaitu konsentrasi terendah yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum), yaitu konsentrasi
terendah yang dapat membunuh bakteri (Pratiwi, 2008).
Metode difusi adalah pengukuran potensi antibakteri berdasarkan
pengamatan diameter hambatan bakteri karena berdifusinya obat dari titik awal
pemberian ke daerah difusi. Metode difusi ada 2 cara yaitu dengan sumuran
maupun papper disc. Metode difusi ini untuk mengukur diameter zona hambat
yang dihasilkan pada media agar (Pratiwi, 2008; Jawetz, Melnick, dan Adelberg,
1995).
Cup-plate technique merupakan metode yang serupa dengan metode disk
ditanam mikroorganisme tertentu dan pada sumur diberi agen antimikroba yang
akan diuji (Pratiwi, 2008).
H. LANDASAN TEORI
Bau yang tidak sedap merupakan masalah yang mengganggu, seperti
halnya bau kaki. Bau kaki terjadi akibat pengeluaran keringat yang berlebih yang
menyebabkan tumbuhnya bakteri seperti Staphylococcus epidermidis. Bakteri ini
akan mengubah asam amino keringat menjadi asam isovaleric yang menyebabkan
keringat menjadi asam (Freeman, 2012).
Minyak kulit kayu manis banyak mengandung E-cinnamaldehyde (70,9
%), Cinnamyl acetate (9,1%) dan eugenol (5,5 %) (Meades et al, 2010).
E-cinnamaldehyde dan eugenol merupakan suatu agen antibakteri. Gupta et al
(2008), melaporkan bahwa zona hambat Cinammon oil pada Staphylococcus
epidermidis menggunakan media agar Mueller - Hilton yaitu 15 mm dan MIC
2,5% v/v. Hal ini membuktikan bahwa minyak kulit kayu manis dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif seperti Staphylococcus
epidermidis sehingga dapat dijadikan zat aktif dari bahan alam yang dibuat dalam
sediaan gel dan krim.
Gel dan krim M/A merupakan sediaan topikal semisolid. Kelebihan
sediaan gel dan krim M/A adalah tidak lengket saat pemakaian dan memberikan
rasa sejuk saat pemakaian. Adanya gelling agent akan membentuk matriks yang
akan memerangkap bahan aktif yaitu minyak kulit kayu manis oleh emulsifying
agent (Martin et al, 1993).
Menurut Freeman, (2012) Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri
yang menyebabkan bau kaki. Adanya perbedaan afinitas bahan aktif, minyak kulit
kayu manis, terhadap eksipien diperkirakan mempengaruhi pelepasan minyak
kulit kayu manis dari basis sediaan yang mempengaruhi efektivitas sediaan
topikal antibau kaki. Pengujian dilakukan menggunakan metode difusi sumuran.
I. HIPOTESIS
Daya antibakteri krim minyak kulit kayu manis berbeda dengan daya
antibakteri gel minyak kulit kayu manis terhadap pertumbuhan Staphylococcus
19 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dan rancangan
penelitian post test only control design
B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama
a. Variabel bebas
Bentuk sediaan krim M/A dan gel antibau kaki.
b. Variabel tergantung
Diameter zona hambat terhadap Staphylococcus epidermidis
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
Konsentrasi minyak kulit kayu manis, waktu pencampuran, kecepatan
pencampuran, suhu saat pembuatan, wadah dan tempat penyimpanan
yang terlindung dari cahaya, lama penyimpanan sebelum uji sifat fisik
sediaan dan uji daya hambat, suhu inkubasi, lama inkubasi, dan
kepadatan pertumbuhan Staphylococcus epidermidis di petri.
b. Variabel pengacau tak terkendali
C. Definisi Operasional
1. Krim antibau kaki adalah sediaan topikal semisolid berbahan aktif minyak kulit kayu manis sebagai antibau kaki, sesuai formula Jantan et al.(1998)
dengan tipe minyak dalam air (M/A)
2. Gel antibau kaki adalah sediaan topikal semisolid berbahan aktif minyak kulit kayu manis sebagai antibau kaki, sesuai formula Yuliani (2005).
3. Basis krim adalah basis krim tanpa diberikan bahan aktif (minyak kulit kayu manis sebagai pembanding krim antibau kaki dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.
4. Basis gel dalah basis gel tanpa diberikan bahan aktif (minyak kulit kayu manis) sebagai pembanding gel antibau kaki dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.
5. Sifat fisik sediaan topikal antibau kaki adalah parameter untuk mengetahui kualitas sediaan topikal antibau kaki yang meliputi viskositas dan daya sebar.
6. Daya antibakteri sediaan topikal antibau kaki adalah parameter kemampuan sediaan topikal dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus
epidermidis yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat.
7. Diameter zona hambat adalah parameter daya antibakteri berupa luas hambat perlakuan dikurangi diameter sumuran yang dibandingkan dengan
D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan
Bakteri uji Staphylococcus epidermidis yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Propinsi D.I Yogyakarta Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta,
minyak kulit kayu manis dari Eteris Nusantara, propilen glikol (kualitas
farmasetik), carbopol 940 (kualitas farmasetik), asam stearat (kualitas
farmasetik), emulsifying agent (kualitas farmasetik), TEA (kualitas farmasetik),
aquadest, media MHA (Muller Hinton Agar), MHB (Muller Hinton Broth) dan
etanol 96%.
2. Alat
Seperangkat alat gelas (Pyrex), refractometer Abbe, cawan petri, tabung
reaksi, jarum ose, alat pembuat sumuran no.4 (diameter 0,8 cm), labu erlenmeyer,
pipet ukur, Vortex, neraca timbang, waterbath, viscometer seri VT 04 (Rion –
Japan), mixer, pH meter stick dan alat pengukur daya sebar.
E. Tata Cara Penelitian 1. Verifikasi sifat fisik minyak kulit kayu manis
a. Verifikasi indeks bias minyak kulit kayu manis
Indeks bias minyak diukur dengan refractometer Abbe. Minyak
diteteskan pada prisma utama, kemudian prisma ditutup dan ujung
refraktometer diarahkan ke arah cahaya terang(lampu Natrium),
minyak ditunjukkan dengan adanya garis batas pemisah sisi terang
dan gelap pada bagian atas dan bawah (Kusuma, 2010).
b. Verifikasi bobot jenis minyak kulit kayu manis
Bobot jenis minyak diukur menggunakan piknometer yang sudah
dikalibrasi, dengan menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot
air, pada suhu 250C. Pikno diisi dengan minyak dan dikondisikan
hingga suhu 250C, kemudian pikno ditimbang.
Perhitungan:
Bobot jenis minyak kayu manis = bobot minyak kayu manis
bobot air dalam suhu 25℃
(Kusuma, 2010).
2. Uji daya antibakteri minyak kulit kayu manis
a. Penentuan konsentrasi minyak kulit kayu manis
Minyak kulit kayu manis dibuat dalam beberapa seri konsentrasi yaitu
10, 15, 20, dan 25% dengan pelarut etanol 96%.
1) Pembuatan stok bakteri S.epidermidis
MHA suhu 45 - 50℃ dimasukkan ke tabung reaksi sejumlah 5 ml,
kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121℃
selama 20 menit. Pada suhu 45 - 50℃ tabung reaksi dimiringkan
hingga memadat. Diambil 1 ose biakan murni Staphylococcus
epidermidisdan diinokulasikan secara goresan, inkubasi selama
2) Pembuatan suspensi bakteri
Diambil 1 ose koloni bakteri dari stok bakteri, masukkan ke
tabung reaksi yang berisi MHB steril, inkubasi selama 24 jam
pada suhu 37℃ kemudian kekeruhan suspensi disesuaikan standar
0,5 Mac Farland (1,5 x 108 CFU/mL) (Bonang dan Koeswardono,
1982).
3) Pembuatan kontrol media
MHA steril dituang ke dalam cawan petri, biarkan memadat,
kemudian inkubasi selama 24 hingga 48 jam dengan suhu 37℃.
Setelah diinkubasi, diamat dan dibandingkan dengan perlakuan.
4) Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus epidermidis
MHA steril suhu 45 - 55℃ diinokulasikan suspensi bakteri uji
dengan kepadatan dan jumlah yang sama dengan suspensi bakteri
uji pada perlakuan, kemudian tuang ke cawan petri steril dan
digoyang sehingga pertumbuhan bakteri dapat merata. Cawan
petri tersebut diinkubasi 24 – 48 jam, dengan suhu 37℃. Setelah
itu diamati pertumbuhan bakteri uji melalui kekeruhan media
dibanding perlakuan.
b. Uji daya antibakteri minyak kulit kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi sumuran
Cawan petri steril dengan diameter 14 cm diisi 36 mL MHA steril dan
dituang di atas lapisan pertama, sebanyak 61 mL media MHA yang
telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri. Dibuat 6 lubang
sumuran dengan diameter 0,8 cm pada cawan petri yang berisi media
MHA double layer yang telah padat. Kelima sumuran diisi
masing-masing 50�� minyak kulit kayu manis dengan konsentrasi yang
berbeda dan sumuran yang tersisa diisi 50�� etanol sebagai pelarut.
Cawan petri dilapisi dengan menggunakan plastic wrab, kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37℃, dan diamati serta diukur
zona hambat yang terbentuk. Konsentrasi dengan daya antibakteri
yang maksimal dipakai untuk pengujian daya antibakteri sediaan
topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Replikasi 3 kali.
3. Pembuatan krim antibau kaki minyak kulit kayu manis
Tabel II. Formula Standar Krim Menurut Penelitian Jantan et al.,(1998).
Bahan: Formula
Minyak atsiri daun Cinnamomum mollissimum 5,0 mL
Minyak atsiri daun Litsea elliptica 5,0 mL
Minyak atsiri daun Cymbopogon nardus 5,0 mL
Cetostearyl alcohol 4,0 g
Sodium Lauryl Sulfate 0,4 g
TEA 5 mL
asam stearat 10 gram
metil p-hidroksibenzoat 0,2 g
Tabel III. Formula Krim antibau kaki Modifikasi (dibuat dalam 100 gram)
Bahan:
Formula Basis Krim
Formula Krim Minyak kulit kayu manis
Minyak kulit kayu manis - 18,5 g
TEA 8,9 g 7,39 g
Cetostearyl alcohol 6,435 g 5,28 g
Sodium lauryl sulfate 0,6435 g 0,528 g
asam stearat 16,6 g 13,2 g
Metil paraben 0,319 g 0,264 g
Aquadest add 100 g add 100 g
Prosedur pembuatan krim antibau kaki:
Cetostearyl alkohol dilelehkan pada suhu 95 ℃ – 115 ℃ kemudian
ditambahkan sodium lauryl sulfate, dan diaduk hingga homogen.
Menambahkan sedikit aquadest kemudian dipanaskan hingga suhu 120℃,
diaduk hingga terlihat bening, kemudian didinginkan segera (Campuran I).
Campuran I dicampurkan dengan asam stearat yang sudah dilelehkan, TEA,
air panas dan minyak kemudian diaduk dengan mixer selama 5 menit
(Campuran II). Metil paraben ditambahkan kemudian dilanjutkan pengadukan
4. Pembuatan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis
Tabel IV. Formula Standar Gel Menurut Penelitian Yuliani (2005)
Bahan Formula
Etanol 96% 26,7 g
larutan Carbopol 3%b/v 34 g
propilenglikol 12,4 g
Aquadest 17.2 g
TEA 1,4 g
Minyak atsiri akar wangi 10,00 g
Tabel V. Formula Gel antibau kaki Modifikasi (dibuat dalam 100 g)
Bahan:
Prosedur pembuatan gel antibau kaki:
Carbopol dikembangkan dalam air panas, kemudian diaduk. Minyak kulit
kayu manis dicampurkan ke dalam propilen glikol hingga rata, kemudian
air sampai volume yang dikehendaki, kemudian tambahkan TEA tetes demi
tetes sambil diaduk perlahan sampai terbentuk gel yang jernih.
5. Uji sifat fisik sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis a. Uji pH
Melakukan uji pH setelah pembuatan gel dan krim antibau kaki selesai
dengan menggunakan pH meter stick.
b. Uji organoleptik
Melakukan uji organoleptik (bau dan warna) terhadap gel maupun krim.
Kemudian lakukan pemeriksaan warna dan pemeriksaan bentuk terhadap
gel maupun krim antibau kaki.
c. Uji viskositas
Uji viskositas dilakukan dua kali yaitu setelah 48 jam pembuatan gel dan
krim antibau kaki setelah penyimpanan selama 2 minggu dan sebulan
menggunakan alat Viscometer Rion (RION-JAPAN) yang sesuai (seri
VT-04E). Salah satu formula dimasukkan ke dalam chamber yang
tersedia. Dipasangkan alat untuk mengukur viskotester kemudian diuji
viskositas. Mencatat viskositas formula tersebut. Pengukuran sebanyak 3
kali.
d. Uji daya sebar
Pengujian daya sebar gel dan krim antibau kaki dilakukan setelah 48 jam
dam 2 minggu pembuatan. Ditimbang 0,5 gram sediaan, diletakkan di
tengah kaca bundar berskala. Di atas massa gel maupun krim antibau
dibiarkan selama 1 menit. Diukur diameter penyebaran gel dan krim
antibau kaki. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali
6. Uji daya antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis
Pada media MHA double layer yang telah dipadatkan dibuat 6 lubang
sumuran dengan diameter 0,8 cm. Masing-masing diisi 100 mg krim antibau
kaki, 100 mg kontrol basis krim antibau kaki, 100 mg gel antibau kaki, dan
100 mg kontrol basis gel antibau kaki, sebagai pembanding yaitu minyak
kulit kayu manis, kontrol positif yaitu sediaan gel clyndamicyn 1,2% dan
kontrol negatif yaitu etanol 96 % sebagai pelarut. Cawan petri ditutup dengan
plastic wrab, kemudian diinkubasi 24 jam pada suhu 370C. Pada 24 jam
diamati zona hambat yang dihasilkan.
F. Analisis Data
Pada penelitian didapatkan data dari hasil uji sifat fisik sediaan topikal
antibau kaki meliputi viskositas dan daya sebar, data dari hasil uji daya antibakteri
sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Analisis statistik digunakan
untuk melihat signifikansi perbedaan dari data yang diperoleh. Uji Shapiro-Wilk
untuk mengetahui kenormalan data menggunakan program R 2.14.1 open source
kemudian untuk data parametrik menggunakan Two sample t-test dan non-
parametik menggunakan metode Wilcoxon sum rank test untuk mengukur
29 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis
Verifikasi sifat fisik ini bertujuan untuk memastikan identitas dari
minyak kulit kayu manis yang digunakan. Verifikasi yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi indeks bias dan bobot jenis. Selain indeks bias dan bobot
jenis juga diuji organoleptis, didapat uji organoleptis minyak kulit kayu manis
yang diperoleh dari Eteris Nusantara yaitu berwarna kuning dan berbau khas kayu
manis.
Berikut adalah hasil verifikasi sifat fisik minyak kulit kayu manis:
Tabel VI. Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis Eteris Nusantara
Sifat Fisik
indeks bias minyak kulit kayu manis yang diperoleh berada dalam rentang teoretis
berdasarkan pada SNI 06-3734-2006 (Lampiran 15) dan Ma’amun dan Suhirman
(2009). Dengan demikian, minyak essensial yang diperoleh dari Eteris Nusantara
sesuai dengan Certificate of Analysis (CoA) dan teoretis, sehingga dapat
disimpulkan merupakan minyak essensial yang berasal dari tanaman kayu manis
Cinnamomum burmanii Blume.
B. Uji Daya Antibakteri Minyak kulit kayu manis Terhadap Staphylococcus epidermidis
Bau kaki disebabkan karena pertumbuhan bakteri yang menggunakan
hasil sekresi dari apocrine (keringat apokrin berasal dari kelenjar apokrin yang
terdiri dari protein,asam amino,lipid,karbohidrat dan air), eccrine (keringat ekrin
dari kelenjar ekrin terdiri dari NaCl, asam asetat, asam propionat, asam kaproat,
(campuran dari lipid) (Ganesan et al., 2006). Menurut Kobayasi (1990),
menemukan Staphylococcus epidermidis, bakteri normal yang tinggal dikulit,
memainkan peran penting dalam bau kaki.
Minyak yang digunakan adalah minyak dari batang kayu manis
(Cinnamomum burmanii Blume). Minyak kulit kayu manis inilah yang akan
digunakan sebagai bahan aktif formulasi sediaan topikal antibau kaki. Minyak
kulit kayu manis menurut Gupta et al. (2008), memiliki zona hambat Cinammon
oil pada Staphylococcus epidermidis menggunakan media agar Mueller - Hilton
yaitu 15 mm.
Adanya perbedaan jenis minyak kulit kayu manis pada penelitian,
dimungkinkan dapat mempengaruhi daya antibakteri terhadap Staphylococcus
epidermidis. Peneliti perlu melakukan pengujian daya antibakteri konsentrasi
minyak kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap Staphylococcus
epidermidis yang akan digunakan sebagai bahan formulasi sediaan topikal antibau
Gambar 8. Uji difusi sumuran minyak kulit kayu manis
konsentrasi minyak kulit kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis
(Lampiran 4).
Tabel VII. Distribusi Data Diameter Zona Hambat Minyak kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis
Gambar 9. Diagram batang diameter zona hambat minyak kulit kayu manis
Dari hasil diatas, diketahui bahwa konsentrasi minyak 15% memiliki
rerata zona hambat yang tidak berbeda dengan konsentrasi 20% dan 25%. Hal
tersebut dibuktikan dengan uji Kruskal- wallis test yang menunjukkan p>0,05
(p=0,231) (Lampiran 4d). Apabila konsentrasi 15% dibandingkan dengan
konsentrasi yang lebih rendah, yaitu 10% memiliki perbedaan, hal ini ditunjukkan
dengan nilai p<0,05 (p = 0,053).
Menurut Greenwood dalam Pratama (2005), zona hambat dikatakan kuat
apabila >20 mm;sedang 16 – 20 mm; lemah 10 – 15 mm dan kurang efektif <10
mm. Minyak konsentrasi 10% berada dalam kategori lemah sedangkan
konsentrasi 15%, 20% dan 25% berada dalam konsentrasi sedang. Daya hambat
konsentrasi minyak kulit batang kayu manis
konsentrasi 10% lebih kecil dari daya hambat konsentrasi 15%, selain itu apabila
konsentrasi 10% diformulasikan akan menghasilkan zona hambat yang lebih kecil.
Melalui pertimbangan ini, maka dipilihlah konsentrasi 15% untuk formulasi
sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis.
Minyak kulit kayu manis mengandung senyawa sinamaldehida, suatu
senyawa aromatis aldehida yang menghambat aktivitas dekarboksilasi asam
amino (Wendakoon and Sakaguchi, 1995). Batang kayu manis memiliki
kandungan sinamaldehida yang sangat banyak (50,5%),dimana sinamaldehida
merupakan agen antibakteri (Gupta et al, 2008). Kemampuan antibakteri dari
senyawa sinamaldehida adalah dengan merusak protein sel bakteri sehingga
mengacaukan membran sel atau membuat enzim-enzim tertentu menjadi tidak
aktif ( Inna et al, 2010).
Batang kayu manis memiliki kandungan sinamaldehida yang sangat
banyak (70,9 %), yang mengandung elektronegatif yang tinggi. Mekanisme
sinamaldehida sebagai antibakteri terjadi karena sinamaldehida memiliki gugus
α,β-unsaturated pada atom C dan gugus karbonil C=O, karena adanya gugus
karbonil maka akan terjadi resonansi, sehingga bagian gugus β akan bermuatan
positif (Fessenden & Fessenden, 1986; Gupta et al, 2008). Sinamaldehida yang
bermuatan positif akan mengikat dinding sel yang bermuatan negatif; hal itu akan
menyebabkan ketidakstabilan dinding sel dan mengganggu proses osmosis (Puig
et al., 2008). Bakteri akan menguptake sinamaldehid secara cepat. Pada
konsentrasi rendah, sinamaldehida akan mempengaruhi integritas sel. Ketika
membran sitoplasmik (inner membrane). Kerusakan pada membran
semipermeable sitoplasma diikuti dengan leakage hingga sel mati. Pada
konsentrasi tinggi, sinamaldehid anak menyebabkan sitoplasma beku atau kaku
( McDonnell et al., 1999).
C. Formulasi Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit kayu manis
Sediaan yang dibuat dalam penelitian ini adalah sediaan krim dan
hidrogel dimana formula acuan yang digunakan adalah formula krim M/A
repellant (Jantan et al, 1998) dan gel repellant (Yuliani, 2005). Pemilihan bentuk
sediaan krim dan gel ini dipengaruhi kelebihan krim dan gel itu sendiri. Gel
memiliki keuntungan kompatibel terhadap berbagai macam obat sedangkan
keuntungan krim M/A adalah mudah menyebar merata dan bekerja langsung pada
lokasi pemakaian. Selain itu, penggunaan bentuk sediaan topikal ini banyak di
pasaran karena kenyamanan dalam pengaplikasian.
Pada formulasi sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis,
dibuat juga basis sediaan topikal antibau kaki untuk masing-masing sediaan
topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Kontrol basis sediaan topikal
antibau kaki berperan sebagai pembanding kemampuan daya antibakteri dari
sediaan topikal minyak kulit kayu manis terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis atau dapat dikatakan sebagai faktor koreksi pengamatan daya
antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Adanya faktor
koreksi dari basis sediaan tersebut maka dapat diketahui diameter zona hambat
antibakteri yang dihasilkan hanya berasal dari bahan aktif saja yaitu minyak kulit
Pada formulasi sediaan krim antibau kaki dalam penelitian ini digunakan
emulsifying agent yang terdiri dari cetostearyl alcohol dan sodium lauril sulfat
yang termasuk emulsifying nonionik. Emulsifying yang termasuk golongan
nonionik menstabilkan sistem emulsi dengan menghasilkan lapisan film yang
dapat menurunkan tegangan antar muka kedua fase. Syarat emulsifying agent
adalah molekul – molekulnya memiliki afinitas terhadap cairan. Daya afinitasnya
yang parsial atau tidak sama terhadap kedua cairan menyebabkan salah satu ujung
emulgator larut dalam cairan yang satu, sedangkan ujung yang lain membentuk
lapis tipis di sekeliling atau diatas permukaan cairan yang lain. Minyak kulit kayu
manis sebagai fase minyak berada disekeliling fase air dengan bantuan
emulsifying agent.
Minyak kulit kayu manis sebagai bahan aktif berada dalam sistem matrix
gel. Penambahan carbopol 3% b/v sebagai gelling agent pada sistem gel akan
membatasi pergerakan minyak kulit kayu manis sehingga dapat mempengaruhi
pelepasan bahan aktif. Gel yang dibuat temasuk dalam klasifikasi hidrogel.
Menurut Zatz dan Kushla (1996), hidrogel adalah sediaan semisolid yang
mengandung material polimer yang mempunyai kemampuan untuk mengembang
dalam air tanpa larut dan bisa menyimpan air dalam strukturnya. Carbopol larut
sangat baik dalam air dan alkohol. Etanol 96% akan membantu melarutkan
minyak kulit kayu manis sehingga dapat terlarut dalam air. Etanol bersifar semi
polar dimana memiliki sifat gugus hidroksil yang polar dan sifat gugus karbon
yang non polar (Rowe et al.,2009). Gugus karbon akan berikatan dengan minyak
polar akan terikat. Ketika campuran etanol dan minyak kulit kayu manis
tercampur dengan air yang bersifat polar maka senyawa polar dalam minyak atsiri
akan berikatan dengan air yang akan masuk ke dalam sistem matrix gel.
Carbopol mempunyai struktur senyawa kimia dimana setiap ujung-ujung
pada rantai mempunyai gugus RCOOH yang bersifat asam (Rowe et al.,2009).
Penambahan basa penetral TEA yang akan mengionisasi carbopol dan
menyebabkan obat yang terlarut dalam air dapat masuk dan terjebak dalam
struktur namun dapat melepas kembali dengan mudah. Pemilihan sediaan hidrogel
ini adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologis karena
tidak meninggalkan rasa berminyak serta tidak lengket saat pengaplikasian tetapi
kering membentuk suatu lapisan tipis yang dapat dicuci dengan air.
D. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit kayu manis
Sifat fisik merupakan salah satu bagian evaluasi formulasi dimana
meliputi uji pH, uji viskositas dan daya sebar. Penetapan pH sediaan topikal
antibau kaki minyak kulit kayu manis juga penting untuk diperhatikan agar tidak
mengiritasi kulit, sehingga pH sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu
manis dibuat pada rentang pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Dari hasil pengukuran pH
sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis (Lampiran 7), diketahui
bahwa sediaan topikal gel antibau kaki minyak kulit kayu manis (pH 6) berada
dalam rentang pH kulit, sehingga dapat meminimalkan resiko iritatif pada kulit.
Namun, pH sediaan topikal krim M/A antibau kaki berada pada pH 7 yang
tidak akan menimbulkan iritasi kulit sehingga dapat dikatakan pH 7 masih dapat
diterima oleh kulit.
Pengukuran daya sebar dan viskositas dari sediaan topikal pada
penelitian dilakukan setelah 72 jam dan 2 minggu pembuatan sediaan. Dilakukan
pengamatan 72 jam bertujuan memberi waktu bagi sediaan topikal dalam
membentuk sistemnya dengan sempurna, dan diasumsikan pada waktu itu, energi
geser yang ada akibat pencampuran telah hilang. Sedangkan pengamatan 2
minggu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan sifat fisik yang
terjadi selama penyimpanan tersebut. Penambahan uji viskositas setelah
penyimpanan lebih dari 1 bulan untuk melihat kestabilan sediaan topikal dengan
melihat pergeseran viskositas.
Viskositas merupakan suatu tahanan dari sediaan untuk mengalir.
Semakin besar viskositas, maka semakin besar pula tahanannya untuk mengalir
(semakin kental) (Martin et al, 1993). Viskositas dapat mempengaruhi
pengaplikasian sediaan pada kulit, pelepasan zat aktif, dan pengeluaran sediaan
dari wadah. Bila sediaan krim M/A terlalu kental akan menyebabkan kesulitan
saat pengaplikasian pada kulit secara merata dan pergerakan droplet-droplet
semakin kecil sehingga fase minyak (minyak kulit kayu manis) akan tertahan dan
sulit dilepaskan. Begitu pula dengan sediaan gel, minyak yang terjebak dalam
matrik akan sulit dilepaskan karena terlalu rapatnya ikatan matrix gel. Namun,
apabila terlalu encer pengaplikasian pada kulit juga akan sulit dilakukan, karena
Daya sebar merupakan salah satu karakteristik penting dalam formulasi
dan bertanggung jawab terhadap kemudahan pengaplikasian pada kulit serta
penerimaan konsumen terhadap sediaan. Pengujian daya sebar dilakukan
berdasarkan rerata diameter terpanjang dari beberapa sisi. Daya sebar
berhubungan dengan viskositas dalam menjamin kemudahan pengaplikasian dan
pemerataan sediaan saat pengaplikasian pada kulit sehingga senyawa aktif yang
terkandung dalam sediaan topikal dapat terpenetrasi dengan baik. Hasil
pengukuran uji sifat fisik sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis
adalah sebagai berikut (Lampiran 9):
Tabel VIII. Rerata pengukuran sifat fisik sediaan topikal antibau kaki
Jenis Sediaan Viskositas (dPa.s) Daya Sebar (cm)
Krim Antibau Kaki
3 hari 226,67 ± 25,17 4,97 ± 0,28
14 hari 216,67 ± 28,87 4,05 ± 0,41
> 1 bulan 213,33±23,09 Gel Antibau Kaki
3 hari 150,0 ± 0,0 4,72 ± 0,33
14 hari 143,33 ± 5,77 4,33 ± 0,30
> 1 bulan 96,67 ± 5,77
Dari data di atas, viskositas sediaan topikal antibau kaki minyak kulit
kayu manis relatif tinggi. Pemilihan rentang viskositas ini mempertimbangkan
untuk kemudahan dan kenyamanan pengaplikasian sediaan ke tempat aplikasi,
pada krim M/A dan pada gel secara berturut – turut yaitu sebesar 4,4118% dan
4,445 %. Pada pergeseran viskositas selama penyimpanan lebih dari 1 bulan pada
krim M/A dan gel berturut – turut yaitu 5,883 % dan 53,333 %. Pada sediaan krim
M/A baik pada penyimpanan 2 minggu maupun lebih dari 1 bulan masih stabil
sedangkan pada sediaan gel penyimpanan 2 minggu masih stabil namun pada
penyimpanan lebih dari 1 bulan tidak stabil. Sediaan topikal dianggap
stabilitasnya masih baik jika pergeseran viskositasnya <15% (Zatz dan Kushla,
1996).
Selama penyimpanan lebih dari sebulan sediaan topikal antibau kaki krim
minyak kulit kayu manis masih stabil dilihat dari pergeseran viskositasnya
sedangkan gel minyak kulit kayu manis menunjukkan adanya ketidakstabilan
dimana dibuktikan dengan pergeseran viskositas pada penyimpanan lebih dari 1
bulan yang sangat besar dan adanya sedikit minyak kulit kayu manis yang keluar
Berikut adalah hasil sediaan topikal antibau kaki krim M/A (Lampiran 5)
dan sediaan topikal antibau kaki gel (Lampiran 6)
Setelah Pembuatan Setelah Penyimpanan >1 bulan
Gambar 10.Sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Krim antibau kaki minyak kulit kayu manis (A) dan Gel antibau kaki minyak kulit
kayu manis (B).
Pengolahan data secara statistik untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan viskositas maupun daya sebar dari jenis sediaan topikal antibau kaki
minyak kulit kayu manis. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan,
didapatkan penyebaran distribusi data sifat fisik yaitu daya sebar memiliki
A
B
distribusi normal sedangkan viskositas memiliki data tidak normal. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai p<0,05 yang diperoleh (Lampiran 10)
Tabel IX. Hasil Perhitungan Distribusi Data Sifat Fisik Sediaan Topikal Antibau Kaki (Shapiro-Wilk test) berdasarkan nilai P
Jenis Sediaan
Viskositas Daya Sebar
3 hari 14 hari > 1 bulan 3 hari 14 hari
Krim antibau kaki 0,78 6,30.10-8 6,30.10-8 0,51 0,64
Gel antibau kaki NA 1,03.10-7 4,44.10-8 0,14 0,46
Keterangan: distribusi data normal (P>0,05); tidak normal (P<0,05)
Dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa, untuk viskositas
distribusi tidak normal pada sediaan topikal antibau kaki, yang ditunjukkan dari
nilai p<0,05 pada hari ke-3 gel antibau kaki, penyimpanan ke-14 dan lebih dari 1
bulan sedangkan distribusi normal ditunjukkan pada hari ke-3 krim antibau kaki.
Daya sebar sediaan baik krim antibau kaki maupun gel antibau kaki menunjukkan
distribusi data yang normal (P>0,05).
Tabel X. Data Distribusi Sifat Fisik berdasarkan nilai P
Viskositas (Wilcoxon sum rank test)
Daya Sebar (Welch
Dengan demikian, melalui nilai P (tabel X) pengujian sifat fisik sediaan
topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis dapat diketahui bahwa viskositas
(hari ke-3, ke-14 dan >1 bulan) krim antibau kaki minyak kulit kayu manis ada
perbedaan dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis (P<0,05) selama
penyimpanan. Secara statistik, daya sebar kedua sediaan menunjukkan tidak
adanya perbedaan (P>0,05).
E. Uji Daya Antibakteri Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit kayu manis dengan Metode Difusi Sumuran
Pengujian daya antibakteri sediaan topikal antibakteri minyak kulit kayu
manis terhadap Staphylococcus epidemidis bertujuan mengetahui kemampuan
sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis dalam menghambat atau
membunuh Staphylococcus epidermidis, yang merupakan salah satu bakteri
pendukung timbulnya bau kaki, dibandingkan dengan kontrol basis sediaan
topikal antibau kaki.
Minyak kulit kayu manis yang tidak diformulasikan ke dalam bentuk
sediaan topikal antibau kaki dapat langsung berdifusi dan berinteraksi langsung
dengan bakteri uji yang akan menghambat atau membunuh Staphylococcus
epidermidis. Minyak kulit kayu manis yang diformulasikan ke dalam bentuk
sediaan topikal kecepatan difusinya akan lebih lambat. Hal ini disebabkan adanya
afinitas dari bahan aktif dengan basis sediaan topikal yang mempengaruhi
pelepasan bahan aktif sehingga bahan aktif berinteraksi dengan bakteri uji, bahan