• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembebanan biaya overhead pabrik dalam perhitungan harga pokok produk berdasarkan akuntansi biaya tradisional versus akuntansi biaya berdasarkan aktivitas [Activity based costing].

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembebanan biaya overhead pabrik dalam perhitungan harga pokok produk berdasarkan akuntansi biaya tradisional versus akuntansi biaya berdasarkan aktivitas [Activity based costing]."

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Dalam Perhitungan Harga Pokok Produk Berdasarkan Akuntansi Biaya Tradisional Versus

Akuntansi Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Costing) Studi Kasus: PT. Macanan Jaya Cemerlang, Klaten

Lamdos Purba Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembebanan biaya overhead pabrik terhadap produk menurut perusahaan dan menurut activity based costing, serta untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara pembebanan biaya overhead pabrik rata-rata per unit produk yang dihitung menurut perusahaan dengan biaya overhead pabrik rata-rata per unit produk yang dihitung dengan activity based costing system.

Penelitian studi kasus ini dilakukan terhadap 15 jenis produk buku di perusahaan penerbit dan percetakan PT. Macanan Jaya Cemerlang, Klaten pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2007. Data dikumpulkan dengan metode: (1) dokumentasi, (2) wawancara, dan (3) observasi.

Teknik analisis data dilakukan dengan langkah-langkah: (1) mendeskripsikan pembebanan BOP terhadap produk yang dilakukan perusahaan, (2) mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan, menentukan cost pool dan cost driver dari setiap cost pool, menentukan cost pool rate, dan menentukan biaya overhead pabrik per unit untuk setiap produk, (3) Untuk menguji perbedaan antara pembebanan BOP menurut perusahaan dan menurut ABC digunakan uji-t (t-test).

Hasil analisis dan pembahasan adalah: 1) perusahaan dalam membebankan biaya overhead menggunakan sistem tradisional dengan tarif tunggal dan dasar pembebanannya adalah satuan produksi (per unit); 2) pembebanan BOP ke produk dengan menggunakan ABC system dapat diterapkan di PT. Macanan Jaya Cemerlang dengan prosedur: (a) mengklasifikasikan berbagai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan biaya overhead pabrik ke dalam cost driver, (b) menentukan tarif kelompok biaya (cost pool rate), (c) membebankan biaya overhead pabrik ke produk berdasarkan tarif kelompok biaya yang sudah ditentukan; 3) terdapat perbedaan yang signifikan antara pembebanan biaya overhead dengan menggunakan sistem tradisional dan dengan ABC System. BOP yang dibebankan kepada produk dengan menggunakan ABC System lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan sistem tradisional. Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan perlu mempertimbangkan penggunaan ABC System.

(2)

ABSTRACT

Assignment of Factory’s Overhead Cost in Calculating Cost of Goods Manufactured Based on Conventional Costing Vs Activity Based Costing

A Case Study: PT. Macanan Jaya Cemerlang, Klaten Lamdos Purba

Sanata Dharma University Yogyakarta

2007

The aims of the research were to know the assignment of factory’s overhead cost in product according to the factory and according to activity based costing, and to know whether there is significant difference between the assignment of factory’s overhead cost per unit product average calculated by the firm and factory’s overhead cost per unit product average calculated by activity based costing system.

This research was carried out on 15 books product at PT. Macanan Jaya Cemerlang, Klaten Press on April until July 2007. The data was obtained by documentation, interview, and observation method.

The technique of data analysis was done by steps: 1) descibe assignment of overhead costs in a factory to product which done by the firm, 2) identify the activities of the firm, determine cost pool and cost drivers from every cost pool, determine cost pool rate and the overhead cost of the firm per unit product, 3) test the difference between assignment of overhead cost factory based on the firm and activity based costing used t-test.

The analysis result was: 1)in assigment of the overhead cost, the firm applied the traditional system which single rate and the assignment was based on product unit, 2) the assignment of overhead cost factory on the ABC system can be implemented in the PT. Macanan Jaya Cemerlang by procedure: (a) to classify various activities which related to overhead cost factory in the cost driver, (b) determine cost pool rate, (c) assignment overhead cost factory to product based on cost pool rate which has determined. 3) there was significant differences between the assignment of overhead cost which use traditional system and ABC system. Overhead cost factory that assiggned to product use ABC system was higher that used traditional. Based on analysis result can concluded that the company need to consider the using ABC system.

(3)

PEMBEBANAN BIAYA OVERHEAD PABRIK DALAM

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK BERDASARKAN

AKUNTANSI BIAYA TRADISIONAL VERSUS AKUNTANSI

BIAYA BERDASARKAN AKTIVITAS

(ACTIVITY BASED COSTING)

Studi Kasus dan Kemungkinan Penerapannya

Pada PT. Macanan Jaya Cemerlang

Klaten

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

LAMDOS PURBA

NIM: 021334046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(4)
(5)
(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

™ Kegagalan jangan dijadikan sebagai penghambat untuk

meraih keberhasilan, kegagalan adalah saat kita istirahat

untuk menengok sesaat perjalan yang telah kita lalui.

™ Keberhasilan tidak jatuh dari langit, tetapi keberhasilan

datang dari doa, kemauan, dan semangat untuk maju

mencapai apa yang kita cita-citakan.

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk Kemuliaan Allah, sekaligus merupakan hadiah yang dapat kuberikan untuk (Alm) Bapak, Mamak

kokoh dan adik-adik tersayang, serta almamaterku, juga orang-orang yang yang kusayangi.

(7)
(8)

ABSTRAK

Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Dalam Perhitungan Harga Pokok Produk Berdasarkan Akuntansi Biaya Tradisional Versus

Akuntansi Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Costing) Studi Kasus: PT. Macanan Jaya Cemerlang, Klaten

Lamdos Purba Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembebanan biaya overhead pabrik terhadap produk menurut perusahaan dan menurut activity based costing, serta untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara pembebanan biaya

overhead pabrik rata-rata per unit produk yang dihitung menurut perusahaan dengan biaya overhead pabrik rata-rata per unit produk yang dihitung dengan activity based costing system.

Penelitian studi kasus ini dilakukan terhadap 15 jenis produk buku di perusahaan penerbit dan percetakan PT. Macanan Jaya Cemerlang, Klaten pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2007. Data dikumpulkan dengan metode: (1) dokumentasi, (2) wawancara, dan (3) observasi.

Teknik analisis data dilakukan dengan langkah-langkah: (1) mendeskripsikan pembebanan BOP terhadap produk yang dilakukan perusahaan, (2) mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan, menentukan cost pool dan cost driver dari setiap cost pool, menentukan cost pool rate, dan menentukan biaya overhead pabrik per unit untuk setiap produk, (3) Untuk menguji perbedaan antara pembebanan BOP menurut perusahaan dan menurut ABC digunakan uji-t (t-test).

Hasil analisis dan pembahasan adalah: 1) perusahaan dalam membebankan biaya overhead menggunakan sistem tradisional dengan tarif tunggal dan dasar pembebanannya adalah satuan produksi (per unit); 2) pembebanan BOP ke produk dengan menggunakan ABC system dapat diterapkan di PT. Macanan Jaya Cemerlang dengan prosedur: (a) mengklasifikasikan berbagai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan biaya overhead pabrik ke dalam cost driver, (b) menentukan tarif kelompok biaya (cost pool rate), (c) membebankan biaya overhead pabrik ke produk berdasarkan tarif kelompok biaya yang sudah ditentukan; 3) terdapat perbedaan yang signifikan antara pembebanan biaya overhead dengan menggunakan sistem tradisional dan dengan ABC System. BOP yang dibebankan kepada produk dengan menggunakan ABC System lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan sistem tradisional. Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan perlu mempertimbangkan penggunaan ABC System.

(9)

ABSTRACT

Assignment of Factory’s Overhead Cost in Calculating Cost of Goods Manufactured Based on Conventional Costing Vs Activity Based Costing

A Case Study: PT. Macanan Jaya Cemerlang, Klaten

Lamdos Purba Sanata Dharma University

Yogyakarta 2007

The aims of the research were to know the assignment of factory’s overhead cost in product according to the factory and according to activity based costing, and to know whether there is significant difference between the assignment of factory’s overhead cost per unit product average calculated by the firm and factory’s overhead cost per unit product average calculated by activity based costing system.

This research was carried out on 15 books product at PT. Macanan Jaya Cemerlang, Klaten Press on April until July 2007. The data was obtained by documentation, interview, and observation method.

The technique of data analysis was done by steps: 1) descibe assignment of overhead costs in a factory to product which done by the firm, 2) identify the activities of the firm, determine cost pool and cost drivers from every cost pool, determine cost pool rate and the overhead cost of the firm per unit product, 3) test the difference between assignment of overhead cost factory based on the firm and activity based costing used t-test.

The analysis result was: 1)in assigment of the overhead cost, the firm applied the traditional system which single rate and the assignment was based on product unit, 2) the assignment of overhead cost factory on the ABC system can be implemented in the PT. Macanan Jaya Cemerlang by procedure: (a) to classify various activities which related to overhead cost factory in the cost driver, (b) determine cost pool rate, (c) assignment overhead cost factory to product based on cost pool rate which has determined. 3) there was significant differences between the assignment of overhead cost which use traditional system and ABC system. Overhead cost factory that assiggned to product use ABC system was higher that used traditional. Based on analysis result can concluded that the company need to consider the using ABC system.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Juru Selamatku atas segala

anugerah, berkat dan kasih karunia-Nya yang melimpah dalam penyelesaian studi dan

penulisan skripsi yang berjudul “Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Dalam

Perhitungan Harga Pokok Produk Berdasarkan Akuntansi Biaya Tradisional Versus

Akuntansi Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Costing)”, juga ucapan terima kasih kepada semua pihak atas nasihat, dukungan dan doanya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Jurusan Akuntansi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dengan segala keterbatasan dalam pengetahuan dan pengalaman, penulis

menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Dalam

kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dimana

penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Ucapan terima kasih yang tulus penulis kepada :

1. Drs. T. Sarkim. M.Ed., Ph.D., Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.

2. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial.

3. Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Akuntansi.

(11)

4. Drs. FX. Muhadi, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang selalu dengan senang

hati dan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan, koreksi

dan saran selama penulisan sampai skripsi ini terselesaikan.

5. S. Widanarto Prijowuntato selaku dosen penguji, terimakasih atas saran dan

kritikan atas sekripsi ini.

6. Natalina Premastuti Brataningrum, S. Pd. selaku dosen penguji, terimakasih atas

saran dan kritikan atas sekripsi ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Pendidikan khususnya Jurusan Akuntansi yang telah

memberikan dan mengajarkan ilmu selama masa perkuliahan.

8. Bapak Edi Kristanto, yang telah memberikan ijin dan kemudahan untuk

melakukan penelitian.

9. Seluruh staf dan karyawan PT. Macanan Jaya Cemerlang yang telah membantu

penulis selama melakukan penelitian.

10.Mamak tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, dorongan, nasihat,

perhatian dan setiap pengorbanan materi selama masa kuliah hingga penulisan

skripsi ini akhirnya selesai.

11.Adik-adikku tercinta yang telah memberikan nasihat, semangat, doa dan kasih

sayang selama kuliah hingga penulisan skripsi ini selesai.

12.Kokoh Alex yang telah memberikan cinta, doa, bantuan, semangat dan dukungan

dalam penyusunan skripsi ini.

13.Mbak Janti yang telah membantu dalam mendapatkan tempat penelitian.

(12)

14.Teman-temanku PAK B’02 terimakasih atas kerja samanya selama ini. Aku

sayang kalian semua.

15.Seluruh Staf Tata Usaha Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma,

terima kasih pula buat dukungan dan bantuannya.

16.Seluruh Staf Perpustakaan Sanata Dharma, yang telah banyak membantu dalam

meminjamkan buku-buku sebagai referensi pembuatan skripsi sehingga akhirnya

skripsi dapat terselesaikan serta terimakasih juga atas dukungannya dan kerja

sama kepada penulis.

17.Anak kost Bambang Tutuko No.9 dan Lambok terimakasih atas semangat dan

dukungannya.

18.Paingan Community terimakasih atas canda dan tawanya selama ini. Kalian tak terlupakan.

19.Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dan tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis bersedia menerima segala bentuk saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi

ini. Penulis berharap semoga skripsi dapat memberikan manfaat dan referensi bagi

pembacanya.

Yogyakarta, 20 September 2007

Penulis

Lamdos Purba

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI... 8

A. Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Tradisional. 8

(14)

B. Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional... 14

C. Activity Based Costing System... 16

1. Aktivitas... 25

2. Cost Pool... 32

3. Cost Driver... 33

4. Cost Pool Rate... 36

D. Manfaat dan Keterbatasan ABC System... 36

E. Perbandingan Antara Akuntansi Biaya Tradisional Dengan ABC ... 39

F. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 43

D. Data Yang Dicari ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data... 44

F. Teknik Analisis Data... 45

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 52

A. Sejarah Perusahaan... 52

B. Lokasi Perusahaan... 53

C. Struktur Organisasi Perusahaan ... 54

D. Pembagian Tugas dan Tanggungjawab... 56

(15)

E. Personalia ... 60

F. Produksi ... 69

G. Penanganan Bahan ... 75

H. Pengendalian Proses dan Mutu ... 75

I. Pemasaran ... 77

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 80

A. Deskripsi Data... 80

B. Analisis Data ... 84

C. Pembahasan... 127

BAB VI PENUTUP... 132

A. Kesimpulan ... 132

B. Keterbatasan Penelitian... 133

C. Saran... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 135

LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II.1 Membandingkan Karakteristik Sistem Biaya Tradisional Dengan

Kontemporer ... 42

Tabel V.1 Sampel Produk yang Dihasilkan ... 80

Tabel V.2 BOP yang Dianggarkan... 81

Tabel V.3 Jumlah Cost Driver yang Digunakan Oleh Setiap Produk... 83

Tabel V.4 Perhitungan BOP per Unit Menurut Sistem Tradisional... 86

Tabel V.5 Cost Pool dan Cost Driver ... 90

Tabel V.6 Total Pemakaian Bahan Penolong ... 91

Tabel V.7 Jumlah Pemakaian Bahan Penolong Untuk Setiap Produk... 92

Tabel V.8 Konsumsi Jam Mesin Untuk Setiap Produk ... 93

Tabel V.9 Frekuensi Penyimpanan Setiap Produk... 94

Tabel V.10 Konsumsi Jam Kerja Setiap Produk... 95

Tabel V.11 Jam Pemeliharaan Setiap Produk ... 96

Tabel V.12 Konsumsi Jam Inspeksi Setiap Produk ... 97

Tabel V.13 Frekuensi Pemindahan Setiap Produk... 98

Tabel V.14 Konsumsi Jam Tenaga Kerja Langsung Setiap Produk ... 99

Tabel V.15 Frekuensi Pesanan Setiap Produk ... 100

Tabel V.16 Cost Pool Rate Setiap Aktivitas ... 101

Tabel V.17 Perhitungan BOP per Unit Buku 1... 104

Tabel V.18 Perhitungan BOP per Unit Buku 2... 105

(17)

Tabel V.19 Perhitungan BOP per Unit Buku 3... 106

Tabel V.20 Perhitungan BOP per Unit Buku 4... 107

Tabel V.21 Perhitungan BOP per Unit Buku 5... 108

Tabel V.22 Perhitungan BOP per Unit Buku 6... 109

Tabel V.23 Perhitungan BOP per Unit Buku 7... 110

Tabel V.24 Perhitungan BOP per Unit Buku 8... 111

Tabel V.25 Perhitungan BOP per Unit Buku 9... 112

Tabel V.26 Perhitungan BOP per Unit Buku 10... 113

Tabel V.27 Perhitungan BOP per Unit Buku 11... 114

Tabel V.28 Perhitungan BOP per Unit Buku 12... 115

Tabel V.29 Perhitungan BOP per Unit Buku 13... 116

Tabel V.30 Perhitungan BOP per Unit Buku 14... 117

Tabel V.31 Perhitungan BOP per Unit Buku 15... 118

Tabel V.32 Persentase Perbedaan Antara BOP per Unit Berdasarkan Sistem Tradisional dan ABC System... 120

Tabel V.33 Uji-t Untuk Menganalisa Perbedaan BOP per Unit Sistem Tradisional Dengan ABC System ... 121

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II.1 Alokasi biaya kepada aktivitas dan produk... 19

Gambar IV.2 Struktur Organisasi PT. Macanan Jaya Cemerlang... 55

Gambar IV.3 Proses Produksi PT. Macanan Jaya Cemerlang ... 73

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini dunia usaha mengalami banyak perubahan.

Perusahaan-perusahaan di bidang manufaktur maupun jasa banyak yang mengeksploitasi

teknologi proses yang baru, sistem penanganan material dan persediaan yang baru,

kemampuan yang berdasarkan komputer dalam desain, perekayasaan dan produksi,

serta pendekatan yang baru dalam manajemen tenaga kerja. Perkembangan teknologi

telah mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak hanya bersaing pada

tingkat lokal, regional, ataupun nasional melainkan dapat bersaing sampai tingkat

dunia. Untuk dapat bertahan dalam persaingan itu tentunya perusahaan harus dapat

membuat produknya bermutu dengan harga yang lebih murah. Harga yang murah

hanya dapat dihasilkan dengan menghilangkan kegiatan-kegiatan yang tidak

menambah nilai bagi barang yang dihasilkan.

Lingkungan organisasi dan teknik manufaktur telah mengalami perubahan

namun sistem akuntansi biaya belum mengalami perubahan. Sebagian besar

perusahaan masih menggunakan sistem tradisional yang telah dikembangkan puluhan

tahun yang lalu pada keadaan yang sangat berbeda dengan keadaan yang sekarang.

Dalam perusahaan manufaktur, penentuan harga pokok produk merupakan suatu

masalah yang sangat penting. Penentuan harga pokok tersebut bermanfaat bagi

manajemen dalam rangka pengambilan keputusan menghadapi persaingan dengan

(20)

pihak luar, maupun dalam rangka kebijakan pengendalian intern perusahaan yang

dilakukan oleh manajemen.

Untuk menentukan harga pokok produk terdapat tiga komponen dasar

yang harus kita perhitungkan yaitu: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung

dan biaya overhead pabrik. Agar produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat

dihitung dengan harga pokok yang tepat maka pengelolaan dan pengendalian ketiga

komponen biaya tersebut harus ditangani dengan seksama. Dari ketiga komponen

biaya tersebut biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung relatif lebih mudah

pembebanannya ke masing-masing produk, karena kedua komponen di atas lebih

mudah ditelusuri dari awal proses produksi sampai produk jadi. Di lain pihak untuk

komponen biaya overhead pabrik agak mengalami kesulitan dalam pembebanannya

kepada produk. Hal ini disebabkan oleh sifat biaya overhead pabrik yang tidak berkaitan langsung dengan proses produksi (tetap dan variabel) barang atau produk.

Keadaan tersebut akan lebih rumit lagi bila pada perusahaan manufaktur yang

menghasilkan banyak jenis produk dengan spesifikasi yang berbeda-beda.

Perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk (product diversification), memerlukan metode pembebanan biaya overhead pabrik yang lebih tepat, yang mencerminkan konsumsi biaya terhadap produk. Biaya overhead pabrik yang besar, memerlukan teknologi pengelolaan biaya yang dirancang untuk

membantu manajemen memantau konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang

(21)

mampu menjadikan perusahaan cost effective, salah satu daya yang harus dimiliki oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia.

Untuk penentuan harga pokok dalam metode harga pokok pesanan BOP

harus dibebankan kepada setiap pesanan, begitu pula dengan harga pokok proses

dibebankan kepada tarif yang digunakan yang kita kenal adalah tarif tunggal untuk

seluruh pabrik dan tarif departemen produk. Dalam pembebanan BOP dasar

pembebanan yang selama ini sudah dikenal dan telah diterapkan pada berbagai

perusahaan biasanya adalah berdasarkan salah satu di antara berikut ini: jumlah jam

kerja mesin, biaya bahan baku, jumlah satuan produk, jumlah jam kerja langsung,

jumlah biaya tenaga kerja langsung atau yang lain. Sistem yang mendasarkan pada

salah satu dari hal di atas, sekarang dikenal dengan akuntansi biaya konvensional atau

akuntansi biaya tradisional.

Konsep akuntansi manajemen terbaru telah diciptakan. Konsep tersebut

adalah akuntansi berbasis pada aktivitas (activity accounting). Aktivitas menunjukkan pekerjaan yang berulang-ulang yang dilakukan oleh tiap-tiap kelompok tertentu di

dalam perusahaan sebagai upaya pencapaian tujuan perusahaan. Aktivitas adalah

pemicu biaya, sehingga menyebabkan biaya. Selanjutnya biaya produk ditelusur

melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan sejak dari perancangan, perekayasaan,

pemrosesan dan seterusnya hingga produk itu sampai di tangan konsumen. (Patrict L.

Romano, 1989: 65-66).

Suatu teknik yang digunakan untuk menyediakan informasi biaya produk

(22)

aktivitas). Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas diperlukan untuk

menghadapi distorsi (penyimpangan) biaya produk yang disebabkan oleh sistem

tradisional jika perusahaan menggunakan suatu basis tunggal yang berkaitan dengan

volume produksi (misalnya jam tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja

langsung).

Activity-Based Costing System memfokuskan pada aktivitas yang timbul atau yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk. Biaya aktivitas yang

dimaksud adalah biaya aktivitas berlevel unit, batch, produk dan fasilitas. Dalam sistem ini biaya aktivitas dibebankan pada satu produk berdasarkan pada konsumsi

produk oleh aktivitasnya sehingga dengan activity-based costing system penentuan HPP menjadi lebih baik dan lebih akurat. Bedasarkan uraian di atas, penelitian ini

dimaksudkan untuk mengadakan studi tentang perkembangan PT. Macanan Jaya

Cemerlang, dalam rangka kesiapannya dan kemungkinan penerapan Activity-Based Costing dalam pembebanan biaya overhead. Maksud dari penelitian ini ingin mengetahui kesiapan perusahaan dalam rangka penerapan sistem activity-based costing dan usaha yang dapat dilakukan serta manfaat yang diperoleh bila menerapkan sistem activity-based costing. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengambil judul: “PEMBEBANAN BIAYA OVERHEAD PABRIK DALAM

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK BERDASARKAN AKUNTANSI

BIAYA TRADISIONAL VERSUS AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN

AKTIVITAS (ACTIVITY BASED COSTING)”. Studi Kasus dan

(23)

B. Batasan Masalah

1. ABC dapat diterapkan untuk seluruh aktivitas dalam daur hidup suatu produk,

mulai dari tahap desain sampai dengan pengembangan, tahap produksi sampai

dengan tahap distribusi. Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian

pada penentuan biaya overhead pabrik pada proses produksi untuk semua

produk yang menggunakan fasilitas produksi yang sama pada PT. Macanan

Jaya Cemerlang.

2. Dalam penelitian ini, penulis membatasi pada pembebanan BOP saja.

3. Dalam penelitian ini, penentuan biaya overhead pabrik dilakukan oleh data

tahun 2005.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pembebanan BOP terhadap produk yang diterapkan PT.

Macanan Jaya Cemerlang?

2. Bagaimanakah pembebanan BOP terhadap produk di PT. Macanan Jaya

Cemerlang jika menggunakan ABC?

3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pembebanan BOP per unit

produk yang ditetapkan PT. Macanan Jaya Cemerlang dengan pembebanan

(24)

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sistem pembebanan BOP terhadap produk yang diterapkan

PT. Macanan Jaya Cemerlang

2. Untuk mengetahui pembebanan BOP terhadap unit produk jika diterapkan di

PT. Macanan Jaya Cemerlang berdasarkan Sistem ABC.

3. Untuk mengetahui perbedaan antara pembebanan BOP per unit produk yang

diterapkan PT. Macanan Jaya Cemerlang dengan pembebanan BOP per unit

berdasarkan Sistem ABC.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan apabila perusahaan

ingin menerapkan metode penentuan harga pokok produk berdasarkan

aktivitas, karena sistem ini merupakan hal baru yang mampu menyediakan

informasi biaya dengan baik, sehingga dengan demikian perusahaan dapat

memperbaiki sistem penentuan harga pokok produk yang saat ini masih

diterapkan.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi perpustakaan dan

(25)

3. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat

menerapkan teori-teori yang ada pada perkuliahan ke dalam praktik yang

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Tradisional

1. Definisi dan tujuan Akuntansi Biaya

Definisi akuntansi biaya menurut Supriono (1990:12) adalah “Salah satu

cabang akuntansi yang merupakan alat manajemen dalam memonitor dan

merekam transaksi biaya secara sistematis, serta menyajikan informasi

biaya dalam bentuk laporan biaya “.

Definisi akuntansi biaya menurut The National Association of Accounting (NAA)

dalam Statement on Management Accounting no.2 yaitu (Polimeni, 1991:5) “ A technique or method for determining the cost of a project, process, or thing used by the majority of legal intelities a society, or specifically prescribed by an our oritative accounting group ”.

Pada awal timbulnya, akuntansi biaya hanya ditujukan untuk

menghitung persediaan dan penentuan harga pokok produk saja. Namun dalam

perkembangan selanjutnya, akuntansi biaya tidak lagi semata-mata ditujukan

untuk menyajikan informasi yang berkaitan dengan biaya produksi saja, tetapi

juga menyediakan informasi yang diperlukan manajemen dalam mengelola

perusahaan, menurut Supriyono informasi biaya bermanfaat untuk (1990:14):

(27)

a. Perencanaan dan pengendalian biaya.

b. Penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan

dengan tepat dan teliti.

2. Definisi dan tujuan Akuntansi Manajemen

Akuntansi manajemen dapat didefinisikan dalam arti sempit dan luas. Definisi

akuntansi manajemen dalam arti sempit menurut Supriono (1994:38) yaitu proses

untuk menyediakan informasi bagi para manajer dalam melaksanakan

fungsi-fungsi. Definisi akuntansi manajemen dalam arti luas yaitu definisi akuntansi

manajemen yang dinyatakan oleh NAA dalam SMA no. 1a (Polimeni, 1991:6)

“… as the prosess of:

Identification. The recoqnition an evaluation of business and other economy event for appropriate accounting action.

Measurement. The quantification, including estimates, of business transaction or other economy event that have accured or may accured.

Accumulation. The disciplined and consistent approach to recording and classifying appropriate business transaction and other economy event.

Analysis. The determination of the reason for, and relationship of, the reported activity with other economy event and circumstances.

Preparation and interpretation. The meaningful coordinating of accounting and/or planning data statistics for information presented in a logical format, and if appropriate, inclding the conclusions drawn from those data.

Communication. The reporting of pertinent information to management and other for internal and external uses.

Tujuan akuntansi manajemen menurut NAA dalam SMA no. 1b yaitu:

(Polimeni,1991:6)

a. Menyediakan informasi yang diperlukan dalam perencanaan,

pengevaluasian dan pengendalian operasi; pengamanan aktiva operasi; dan

(28)

b. Berpartisipasi dalam penentuan strategi, taktik, pembuatan keputusan,

pengoperasian, dan mengkoordinasi berbagai pengaruh yang memasuki

organisasi.

3. Penentuan Harga Pokok Produk dengan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

Di dalam sistem akuntansi biaya tradisional, biaya-biaya dicatat,

dikumpulkan dan dikendalikan menurut elemen-elemennya berdasarkan

pusat-pusat pertanggungjawaban. Dengan cara ini biaya-biaya produksi juga

ditentukan menurut jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh pusat setiap

biaya. Selanjutnya dengan perbedaan karakteristik proses-proses produksi,

dikembangkan cara pencatatan, pengklasifikasian dan pengkajian biaya yang

berbeda. Pengembangan tersebut sesuai dengan proses produksi yang

dilakukan. Menurut Mulyadi laporan harga pokok produk terdiri dari tiga

komponen utama biaya produksi yaitu: (1993:11-12)

a. Biaya Bahan Baku (BBB)

Biaya bahan baku langsung (BBBL) adalah bahan yang membentuk

bagian menyeluruh dari produk jadi dapat diidentifikasikan secara

langsung terhadap produk yang bersangkutan.

Biaya bahan baku tidak langsung (BBBTL) atau bahan baku penolong

merupakan bahan yang meskipun menjadi bagian dari produk yang jadi

(29)

b. Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)

Biaya tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang jasanya dapat

diperhitungkan secara langsung dalam pembuatan produk tersebut dan

biaya tenaga kerja langsung dapat diidentifikasikan terhadap produk

tertentu.

c. Biaya Overhead Pabrik (BOP)

Biaya overhead pabrik adalah semua biaya produksi selain biaya bahan

pabrik dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya

produksi tidak langsung lainnya.

Menurut Mulyadi biaya overhead pabrik juga dapat digolongkan dengan

tiga cara penggolongan yaitu: (1993:207-209)

a. Penggolongan Biaya overhead pabrik menurut sifatnya yaitu:

1) Biaya reparasi dan pemeliharaan

2) Biaya bahan penolong

3) Biaya tenaga kerja tidak langsung

4) Biaya timbul sebagai akibat penilaian aktiva tetap

5) Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu

6) Biaya yang secara langsung yang memerlukan pengeluaran tunai

b. Penggolongan biaya overhead pabrik menurut perilakunya dalam

(30)

1) Biaya overhead tetap, contohnya adalah biaya penyusutan aktiva tetap,

biaya asuransi, gaji mandor.

2) Biaya overhead variabel, contohnya adalah biaya bahan penolong,

biaya tenaga kerja tidak langsung.

3) Biaya overhead semi variabel, contohnya adalah biaya listrik, biaya

reparasi, biaya pemeliharaan.

c. Penggolongan Biaya overhead pabrik menurut departemen yaitu:

1) Biaya overhead langsung departemen, yaitu biaya overhead yang

terjadi dalam departemen tertentu dan manfaatnya hanya dinikmati

oleh departemen itu sendiri, contohnya adalah gaji mandor departemen

produksi.

2) Biaya overhead pabrik tidak langsung departemen, yaitu biaya

overhead yang manfaatnya dapat dinikmati oleh lebih dari satu

departemen, contohnya adalah biaya pemeliharaan dan biaya asuransi

gedung pabrik.

Sistem akuntansi biaya tradisional mengasumsikan volume keluaran atau unit

produk merupakan satu-satunya pemicu timbulnya biaya (cost driver). Asumsi tersebut menyebabkan timbulnya implikasi sebagai berikut:

a. BTKL dan BBBL dapat diidentifikasi secara langsung ke produk, karena

perubahan ini sebanding dengan volume keluaran atau unit yang

(31)

b. Dalam mengidentifikasikan BOP kepada produk dilakukan pemisahan

biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

Ada beberapa metode untuk memisahkan biaya tetap dan biaya variabel yaitu:

1) Metode titik tertinggi dan titik terendah

2) Metode kuadrat terkecil

3) Metode diagram terpencar

Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah secara

proporsional dengan perubahan volume aktivitas. Biaya overhead pabrik variabel

dapat langsung dibebankan pada produk. Contoh: biaya bahan bakar, biaya

penerimaan barang. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tidak berubah

walaupun aktivitasnya berubah. Biaya overhead tetap dialokasikan kepada

produk, menggunakan basis-basis alokasi arrbitrer (sewenang-wenang). Contoh: biaya sewa periodik, biaya penyusutan aktiva tetap, biaya gaji manajer. Biaya

semi variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah dengan adanya

perubahan kapasitas aktivitas. Contoh: biaya listrik, biaya pemeliharaan.

Menurut Mulyadi ada beberapa macam dasar yang dapat dipakai untuk

membebankan biaya overhead pabrik kepada produk diantaranya adalah: (1993:213)

a. Satuan produk

b. Biaya bahan baku

c. Biaya tenaga kerja langsung

(32)

e. Jam mesin

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan biaya

overhead pabrik adalah:

1) Harus mempertahankan jenis biaya overhead pabrik yang dominan jumlahnya dalam departemen produksi.

2) Harus diperhatikan sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan tersebut dan eratnya hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar

pembebanan yang dipakai.

Terdapat dua metode pencatatan biaya yaitu metode harga pokok proses

(process costing) dan metode harga pokok pesanan (job order costing). Process costing yaitu metode penentuan harga pokok produk yang cara pencatatan, pengklasifikasian dan penyajian biayanya didasarkan pada pesanan. Dalam

praktiknya, masing-masing metode penentuan harga pokok tersebut tidak

diterapkan secara murni.

Untuk mempermudah perhitungan besarnya harga pokok produk, baik dalam full costing maupun variable costing, maka diasumsikan bahwa volume keluaran atau unit produk merupakan suatu pemicu biaya (cost driver).

B. Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

Akuntansi biaya tradisional tidak mampu menyediakan informasi yang

menggambarkan seluruh kegiatan di pabrik. Akuntansi biaya tradisional dirancang

(33)

proses pembuatan produk meliputi tahap desain, pengembangan produk dan tahap

distribusi. Pada masa lalu, tahap produksi merupakan tahap yang signfikan, karena

pada tahap ini diperlukan pengorbanan sumber daya yang material. Namun pada

masa kini, tahap desain, pengembangan produk dan tahap distribusi merupakan tahap

yang menentukan keunggulan jangka panjang perusahaan.

Melihat keadaan pabrik pada masa kini, akuntansi biaya tradisional memiliki

cacat rancangan berikut ini (Cooper, 1991:82-83):

a. Hanya menggunakan jam kerja langsung (atau biaya tenaga kerja langsung).

Sebagai dasar untuk pengalokasian BOP dari pusat biaya kepada produk dan

jasa. Dalam pabrik yang banyak menggunakan mesin-mesin dan peralatan

yang dikendalikan dengan komputer, dengan demikian tenaga kerja langsung

menjadi berkurang.

b. Akuntansi biaya tradisional membebankan BOP kepada produk atas dasar

kualitas yang diproduksi. Metode pembebanan BOP kepada produk ini

disebut unit based system. Dalam unit based system, BOP dianggap proporsional dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Pembebanan BOP

atas dasar jam tenaga kerja langsung atau biaya tenaga kerja langsung akan

menghasilkan informasi biaya produk yang mengandung quantity distortion. Quantity distortion ini terjadi karena dasar alokasi biaya tidak sesuai sumber daya yang dikonsumsi oleh produk.

c. Akuntansi biaya tradisional membebankan BOP kepada produk melalui dua

(34)

produksi maupun departemen pembantu. Selanjutnya BOP departemen

pembantu dialokasikan kepada departemen produksi. Tahap kedua, BOP yang

telah melalui tahap agregasi tahap pertama, dibebankan kepada produk atas

dasar jam tenaga kerja langsung, jam mesin atau biaya tenaga kerja langsung

BOP yang dibebankan secara agregasi ini menimbulkan price distortion.

d. Akuntansi biaya tradisional dirancang dan dikembangkan ketika tahap

produksi merupakan tahap yang dominan dalam perusahaan. Dengan semakin

rumitnya fungsi pemasaran dalam perusahaan, akuntansi biaya tradisional

tetap menitikberatkan pada akumulasi dan penyajian informasi biaya produksi

saja.

C. Activity Based Costing System

1. Latar Belakang Timbulnya Activity Based Costing System

Activity based costing system (ABC System) timbul karena kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu merefleksikan konsumsi

sumber daya dalam berbagai kegiatan untuk menghasilkan produk. Menurut

Mulyadi kebutuhan informasi biaya didorong berbagai sebab sebagai berikut ini:

(1993)

a. Persaingan global memaksa manajemen perusahaan mencari berbagai

(35)

Dengan demikian, manajemen memerlukan informasi biaya yang

mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai kegiatan untuk

menghasilkan produk baik bagi value added activities maupun non value added activities. Dengan informasi biaya menurut kegiatan ini, manajemen berada pada posisi yang dapat mengendalikan dan membantu

pengorbanan berbagai sumber daya dalam setiap kegiatan untuk

menghasilkan produk.

b. Penggunaan teknologi maju dalam pembuatan produk (advanced manufacturing technology) menyebabkan proporsi BOP dalam product cost lebih tinggi dibandingkan dengan biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung.

c. Untuk memenangkan persaingan yang bersifat global dan tajam,

perusahaan manufaktur harus menerapkan market driven strategy. Manajemen perusahaan harus senantiasa memperbaiki kegiatan-kegiatan

dalam proses produksi. Untuk memantau dampak perbaikan tersebut,

manajemen memerlukan informasi yang teliti mengenai penggunaan

sumber daya dalam berbagai aktivitas produksi.

d. Market driven strategy menuntut manajemen perusahaan manufaktur untuk inovatif. Dengan inovasi, product life cycle menjadi semakin pendek. Informasi product life cycle digunakan untuk memutuskan peluncuran produk baru, penghentian produksi produk tertentu dan

(36)

e. Pemanfaatan teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi

memungkinkan dilakukannya pengolahan informasi biaya yang

sebelumnya tidak terbayangkan pada waktu penggunaan manual system

maupun bookkeepingmachine system.

2. Pengertian Activity Based Costing System

Menurut Charles T. Horngren Dan Gary L. Sundem (1993)

mendefinisikan Activity based costing (ABC) sebagai berikut: “…is a system that first accumulates overhead cost for each of the activities of on organization, and than assign the cost of activities to the product, servies, or other cost object that causes that activity”.

Menurut Robin Cooper (1991), activity based costing system

memiliki pengertian sebagai berikut: “… those that trace cost to product according to the activities performance on their independent of volume…”

James A. Brimson (1991), pengertian akuntansi aktivitas adalah

sebagai berikut: “… is a process of accumulating and tracing cost and performance data to a firm’s activities and providing feedback of actual result against the planed cost to initiate corrective action where required”.

Dari berbagai pengertian di atas, maka proposal ini lebih mengarah

pada pengertian sistem ABC yang pertama, yaitu suatu sistem yang

mula-mula mengakumula-mulasi biaya overhead setiap aktivitas perusahaan, dan

kemudian membebankan biaya aktivitas tersebut ke produk, jasa atau objek

(37)

3. Asumsi ABC System

Ada dua anggapan penting yang mendasari ABC system yaitu: a. Kegiatan menyebabkan timbulnya biaya

ABC System berangkat dari anggapan bahwa sumber daya pembantu atau sumber daya tidak langsung juga memiliki peranan dalam pelaksanaan

kegiatan.

b. Produk (dan pelanggan) menyebabkan timbulnya permintaan atas

penawaran

Untuk membuat produk diperlukan berbagai kegiatan, dan setiap kegiatan

memerlukan sumber daya.

Dua anggapan yang mendasari ABC System dapat lebih jelas dilihat pada gambar 1.1 di bawah ini.

Produk Sumber

(Pelanggan) Aktivitas Daya

Gambar II.1

Alokasi biaya kepada aktivitas dan produk

Karena perusahaan ingin memenuhi kebutuhan konsumen, maka perusahaan

melakukan kegiatan guna menghasilkan produk atau jasa dan proses produksi

membutuhkan sumber daya perusahaan. Penentuan biaya produksi harus sesuai

dengan sumber daya yang diserap aktivitas yang dilaksanakan guna

(38)

Dengan pengolahan yang baik atas kegiatan produksi, manajemen mampu

membawa perusahaan unggul dalam persaingan jangka panjang. Untuk mampu

mengelola kegiatan perusahaan, manajemen memerlukan informasi biaya yang

mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai kegiatan perusahaan.

4. Kondisi yang diperlukan dalam penerapan ABC System

Menurut Supriyono ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum

penerapan ABC System yaitu: (1994: 247-250)

a. Biaya–biaya berdasar non unit harus merupakan presentase signifikan dari biaya overhead. Biaya non unit yaitu biaya yang tidak berhubungan secara langsung dengan jumlah unit yang diproduksi. Contoh biaya non unit adalah biaya penelitian dan pengembangan produk, biaya penerangan

pabrik, biaya depresiasi pabrik dan lain–lain. Jika jumlah biaya–biaya ini

kecil, maka tidak ada masalah dalam pengalokasian pada tiap produk.

b. Rasio–rasio konsumsi antara aktivitas–aktivitas berdasarkan unit dan

aktivitas–aktivitas berdasarkan non unit harus berbeda. Aktivitas berdasarkan unit yaitu aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu produk

unit dikerjakan, jumlah aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit yang

dihasilkan. Contoh aktivitas berdasarkan unit yaitu penggunaan energi

(listrik) untuk menghasilkan produk. Aktivitas non unit yaitu aktivitas yang pengerjaannya tidak didasarkan pada jumlah unit yang diproduksi.

(39)

Selain dua hal di atas, kondisi yang dipersyaratkan oleh penentuan harga

pokok berdasarkan sistem ABC agar pemanfaatanya menjadi optimal yaitu:

(Cooper, 1991:372)

a. Diversitas produk tinggi

Diversitas produk tinggi mempunyai arti bahwa perusahaan memproduksi

berbagai macam produk atau lini produk dengan menggunakan beberapa

fasilitas manufaktur yang sama. Dengan demikian timbul masalah untuk

mengalokasikan atau membebankan sumber daya yang dikonsumsi ke

masing–masing produk.

b. Perusahaan mengalami persaingan yang ketat.

Syarat ini memiliki arti bahwa terdapat beberapa perusahaan yang

memproduksi produk yang sama atau sejenis, maka masing–masing

perusahan akan bersaing untuk memperbesar pangsa pasar. Dalam

persaingan ketat ini, informasi tentang harga pokok produk yang akurat

akan lebih mendukung manajemen dalam mengambil keputusan.

c. Biaya–biaya pengukuran untuk menghasilkan informasi biaya produk

rendah .

Syarat ini memiliki arti bahwa biaya-biaya pengukuran untuk

menghasilkan informasi biaya produk harus rendah. Hal ini berarti biaya

perancangan dan pengoperasian sistem tersebut harus lebih rendah

(40)

5. Tahap–tahap pembebanan biaya overhead menggunakan ABC System.

Perusahaan mengelompokkan biaya–biaya manufaktur dalam tiga kategori

utama yaitu (Horngren dan foster, 1991:35):

a. Bahan baku langsung yaitu biaya–biaya perolehan semua bahan baku yang

dapat diidentifikasi sebagai bagian dari barang jadi dan dapat ditelusur ke

barang jadi dan dapat ditelusuri ke barang jadi dengan cara fleksibel yang

ekonomis.

b. Biaya tenaga kerja langsung yaitu gaji semua tenaga kerja yang dapat

diidentifikasikan dengan cara fleksibel yang ekonomis, dengan produk

barang jadi.

c. Biaya-biaya manufaktur tidak langsung atau BOP adalah semua biaya

selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung yang

berkaitan dengan proses pemanufakturan.

Selanjutnya BOP dirinci sebagai berikut:

a. Biaya tenaga kerja tidak langsung, termasuk gaji karyawan yang dihitung

menurut jam tenaga kerjanya, yang tidak langsung berpartisipasi untuk

memproduksi suatu produk yang sebagian besar berisi tenaga kerja yang

disumbangkan untuk penanganan bahan baku, perawatan, pengendalian

kualitas dan inspeksi.

b. Biaya fasilitas dan perawatan seperti asuransi, depresiasi peralatan pabrik,

(41)

berkaitan dengan fasilitas yang lain seperti biaya energi dan

perlengkapannya.

c. Biaya-biaya perekayasaan seperti gaji insinyur produksi, industri dan

insinyur lain yang berkaitan dengan fasilitas yang lain seperti biaya energi

dan perlengkapannya.

d. Biaya-biaya overhead material, termasuk yang berkaitan dengan

pengadaannya, perpindahannya (kecuali biaya penanganan bahan baku

yang telah termasuk di dalam biaya tenaga kerja tidak langsung), dan

koordinasi bahan baku, komponen, suku cadang dan produk jadi.

Biaya-biaya ini juga termasuk gaji bagian pembelian, perencanaan produksi,

penerimaan, gudang dan sistem pemanufakturan.

Seperti pada sistem biaya tradisional, sistem ABC juga menentukan biaya

overhed pabrik melalui dua tahap pembebanan sebagai berikut:

1) Prosedur tahap pertama

a) Penggolongan berbagai aktivitas

Berbagai aktivitas diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok

tersebut memiliki interprestasi fisik yang mudah dan jelas serta

sesuai dengan segmen-segmen produksi yang dapat dikelola.

b) Pengasosiasian bebagai biaya dengan berbagai aktivitas

Langkah kedua adalah menghubungkan berbagai biaya dengan

setiap kelompok aktivitas.

(42)

Kelompok biaya yang homogen (homogeneous cost pool) adalah sekumpulan biaya overhead yang berhubungan secara logis dengan

tugas-tugas yang dilaksanakan. Berbagai biaya tersebut dapat

dijelaskan oleh cost driver tunggal.

d) Penentuan tarif kelompok (pool rate)

Tarif kelompok adalah tarif biaya overhead per unit cost diver

yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok

dihitung dengan cara membagi total biaya overhead untuk

kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukuran aktivitas

kelompok tersebut.

2) Prosedur tahap kedua

Dalam tahap kedua biaya untuk setiap kelompok BOP dilacak ke

berbagai jenis produk dengan menggunakan tarif kelompok yang

dikonsumsi oleh setiap produk. Jadi, overhead ditentukan dari setiap

kelompok biaya ke setiap produk dengan perhitungan sebagai berikut:

Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x unit-unit cost

(43)

1. Aktivitas

a. Pengertian aktivitas

Aktivitas adalah kombinasi manusia, teknologi, bahan mentah, metode

dan lingkungan yang memproduksi produk jasa tertentu (Brimson, 1991:46)

untuk mengelola aktivitas dengan baik harus dipahami tiga hal:

1) Sumber-sumber yang dibebankan pada aktivitas atau biaya aktivitas

2) Jenis dan besarnya keluaran untuk mengukur aktivitas (activity measurement)

3) Bagaimana sebaiknya aktivitas dilaksanakan (pengukuran)

b. Hirarki Aktivitas

Aktivitas yang dilaksanakan oleh sebuah perusahaan memiliki hirarki

tertentu. Hirarki ini menunjukkan bahwa suatu aktivitas dapat dipecah

menjadi aktivitas yang lebih spesifik dan dapat digabung menjadi aktivitas

yang bersifat umum.

Hirarki aktivitas meliputi yaitu: (Brimson,1991:47)

1) Fungsi merupakan kumpulan aktivitas yang dihubungkan dengan tujuan

umum seperti pengadaan bahan baku, kemasan dan kualitas.

2) Proses bisnis yaitu jaringan kerja dari aktivitas yang bekaitan dan saling

tergantung berhubungan dengan output yang mereka pertukarkan.

3) Aktivitas didefinisikan dalam istilah elemen-elemen infomasi yang perlu

(44)

4) Tugas adalah kombinasi dari elemen-elemen pekerjaan, atau operasi, yang

menyelesaikan sebuah aktivitas-aktivitas atau dengan kata lain, bagaimana

aktivitas dilaksanakan.

5) Operasi adalah unit pekerjaan terkecil yang digunakan untuk tujuan

perencanaan dan pengendalian.

Contoh hubungan hirarki aktivitas adalah fungsi manufaktur perusahaan.

Untuk mampu memahami hirarki aktivitas dari suatu perusahaan diperlukan

kemampuan untuk melakukan identifikasi aktivitas, dan identifikasi

merupakan langkah awal yang dilaksanakan dalam pembebanan BOP

berdasarkan sistem ABC.

c. Identifikasi Aktivitas

Identifikasi aktivitas merupakan suatu bagian yang penting dalam proses

penyusunan sistem ABC. Untuk menentukan aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan, diperlukan analisis aktivitas. Tujuan dilakukan analisis aktivitas

adalah untuk memperoleh informasi tentang aktivitas yang dijalankan oleh

perusahaan pada saat ini dan untuk mengetahui input dan output dari aktivitas

yang sedang dijalankan. Oleh karena itu aktivitas memiliki input yang

mendorong terjadinya aktivitas tersebut, dan memiliki output yang merupakan

hasil keluaran dari aktivitas tersebut.

Dalam upaya memperoleh infomasi mengenai aktivitas dengan input atau

(45)

dalam fungsi-fungsi utama yang memiliki tujuan yang sama. Hal ini dapat

dilakukan dengan mempelajari struktur oganisasi perusahaan.

Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam analisis aktivitas.

Tahap-tahap tersebut adalah (Brimson, 1991: 82-97):

1) Menemukan lingkungan analisis aktivitas

Syarat awal yang penting untuk melaksanakan analisis aktivitas yaitu

mendefinisikan masalah khusus atau keputusan bisnis yang dianalisa.

Pernyataan yang jelas mengenai definisi meyakinkan bahwa analisis

diterapkan pada lingkungan yang memungkinkan dilakukannya suatu

perbaikan.

2) Menentukan unit analisis aktivitas

Unit organisasi yang dianalisis seharusnya dibagi ke dalam

kelompok-kelompok atau departemen dengan tujuan tunggal yang dapat

dikendalikan unit aktivitas mungkin sesuai dengan unit-unit organisasi

atau penyimpangan dari unit-unit organisasi, karena struktur organisasi

sering dipengaruhi faktor politik dan pribadi, daripada faktor definisi

fungsional.

3) Mengidentifikasikan aktivitas

Ada beberapa teknik dalam mengumpulkan data aktivitas. Setiap

teknik memiliki kelebihan dan kekurangan yang unik. Teknik-teknik

(46)

a) Analisis catatan-catatan historis

Analisis catatan-catatan historis meliputi penggunaan statistik

produksi yang disusun dalam suatu periode, mungkin bulan atau

tahun. Manfaat analisis catatan historis ini untuk menentukan apa

yang dilaksanakan oleh departemen dan beberapa lama departemen

tersebut memproses dari suatu aktivitas.

b) Analisis unit organisasi

Pendekatan ini menganalisis unit organisasi dengan melakukan

wawancara, kuisioner, diskusi dengan para ahli dan observasi.

Langkah ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan

guna mengidentifikasi aktiva dan waktu yang diperlukan untuk

melaksanakan aktivitas tersebut.

c) Analisis proses bisnis

Analisis proses bisnis menentukan aktivitas dengan cara mengikuti

arus informasi atau transaksi atau produksi fisik dari aktivitas yang

satu ke aktivitas yang lain. Teknik ini dapat digunakan oleh

perusahaan yang mempunyai produk massa atau kontinyu.

d) Analisis fungsi-fungsi bisnis

Pendekatan fungsional mengidentifikasi aktiva dengan memecah

fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan, misalnya fungsi

pembelian dapat dipecah menjadi fungsi pemilihan supplier,

(47)

e) Studi mengenai rekayasa secara langsung

Salah satu metode yang dapat digunakan adalah observasi waktu,

dengan mengamati kegiatan sehari-hari. Pendekatan ini cocok

untuk dilakukan pada aktivitas yang dilakukan secara repetitif,

waktu sedikit dan memiliki siklus untuk mengidentifikasikan

aktivitas menajerial dan administrasi.

f) Rekonsiliasi definisi aktivitas

Walau seluruh pendekatan definisi aktivitas memiliki titik awal

yang berbeda, namun pendekatan-pendekatan tersebut untuk

menentukan sekelompok aktivitas yang sama, oleh karena itu

dibutuhkan rekonsiliasi.

4) Rasionalisasi Aktivitas

Menyusun sebuah daftar aktivitas yang menyediakan tingkat

kerincian yang cukup akurat merupakan kunci yang berarti dalam

mendefinisikan aktivitas. Semakin sederhana daftar aktivitas, semakin

mudah mengolahnya dan secara positif mempengaruhi

keputusan-keputusan bisnis. Analisis aktivitas yang rinci menimbulkan banyak

manfaat dari sistem akuntansi aktivitas yang tidak berlaku. Sistem

yang kompleks dan tidak berfokus pada variabel-variabel keputusan

(48)

5) Klasifikasi Aktivitas menjadi Aktivitas Utama dan Aktivitas

Pendukung

Setiap aktivitas seharusnya diklasifikasikan sebagai aktivitas

utama atau aktivitas pendukung. Aktivitas utama adalah aktivitas

dimana output digunakan di luar unit organisasi. Aktivitas yang

digunakan dalam sebuah departemen untuk mendukung aktivitas

utama merupakan aktivitas pendukung. Klasifikasi aktivitas penting

guna membagi secara adil biaya aktivitas pendukung terhadap

aktivitas utama untuk mengelola perbandingan dari aktivitas

pendukung terhadap aktivitas utama.

6) Pemeta Aktivitas

Pemeta aktivitas mendefinisikan hubungan antara fungsi, proses

bisnis dan aktivitas. Menciptakan pemetaan aktivitas merupakan

langkah awal dalam menganalisa proses bisnis alternatif dan aktivitas.

Akuntansi aktivitas memetakan aktivitas-aktivitas perusahaan dan

menggambarkan susunan aktivitas.

7) Dokumentasi aktivitas

Langkah-langkah dalam mengidentifikasi aktivitas adalah

menyusun daftar aktivitas yang mendukung organisasi, proses bisnis

(49)

a. Klasifikasi Aktivitas

Menurut Supriyono aktivitas dikelompokkan ke dalam empat kategori

aktivitas yaitu: (1994: 237-239)

1) Aktivitas berlevel unit (unit level activities)

Aktivitas berlevel unit adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi. Besar kecilnya Aktivitas ini dipengaruhi oleh unit

produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga kerja langsung, jam mesin

dan jam listrik (energi) digunakan setiap satu unit produk dihasilkan.

Bahan baku dan tenaga kerja langsung juga dikelompokkan sebagai

Aktivitas berlevel unit, namun tidak termasuk dalam overhead. Biaya aktivitas berlevel unit (unit level activities cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Contoh

biaya overhead untuk aktivitas ini adalah biaya listrik dan operasi mesin.

2) Aktivitas berlevelBatch (batch level activities)

Aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk yang diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh Aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah Aktivitas set-up, Aktivitas penjadwalan produksi, Aktivitas pengelolaan bahan, dan Aktivitas

(50)

3) Aktivitas berlevel produk (product level activities)

Aktivitas berlevel produk atau Aktivitas penopang produk (product substaning activities) adalah Aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai aktivitas produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini

mengkonsumsi masukan untuk menyumbangkan produk atau

memungkinkan produk diproduksi atau dijual. Contoh aktivitas yang

termasuk ke dalam kategori ini yaitu aktivitas penelitian dan

pengembangan produk, perekayasaan proses, perubahan perekayasaan dan

peningkatan produk.

4) Aktivitas berlevel fasilitas (facility level activities)

Aktivitas berlevel fasilitas atau aktivitas penopang (facility substaining activities) meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlakukan untuk menyediakan fasilitas atau

kapasitas pabrik untuk memproduksi produk, namun banyak sedikitnya

aktivitas ini tidak berhubungn dengan volume atau bauran produk yang

diproduksi. Contoh adalah depresiasi mesin pabrik, pajak bumi dan

bangunan dan lain-lain.

2. Cost Pool

(51)

dengan biaya aktivitas . Tiap cost pool menampung biaya-biaya dari transaksi-transaksi yang homogen. Semakin banyak aktivitas dalam suatu kegiatan

menyebabkan bertambahnya biaya dalam cost pool. Aktivitas yang ada dalam perusahaan dapat digabung menjadi satu cost pool atau beberapa cost pool.

Semakin tinggi tingkat kesamaan aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan,

semakin sedikit cost pool yang dibutuhkan untuk membebani biaya-biaya tersebut. Langkah yang diperlukan dalam penentuan BOP berdasarkan ABC System sesudah menentukan cost pool yaitu menentukan cost driver untuk setiap

cost pool, karenanya perlu dipahami pengertian cost driver dan cara penentuan

cost driver.

3. Cost Driver

a. Pengertian Cost Driver

Cost Driver adalah suatu faktor yang kejadiannya menimbulkan biaya. Faktor tersebut merupakan penyebab utama dari tingkat aktivitas

(Tunggal, 1992:91). Menurut Supriyono ada dua hal yang harus

dipertimbangkan dalam pemilihan cost driver yaitu (1994: 245-246) 1) Biaya pengukuran

(52)

tersedia berarti informasi tersebut harus dihasilkan. Hal ini menyebabkan

timbulnya biaya.

2) Pengukuran tidak langsung dan tingkat korelasi

Kadang-kadang dimungkinkan untuk mengganti cost driver yang secara langsung mengukur penggunaan itu. Sebagai contoh, jam inspeksi

dapat diganti dengan jumlah inspeksi yang dihubungankan dengan

masing-masing produk. Jumlah inspeksi ini nampaknya lebih mudah

diketahui informasinya. Penggantian cost driver dapat dilakukan jika jam inspeksi yang digunakan untuk setiap inspeksi kira-kira sama untuk setiap

produk.

b. Cara penentuan cost driver

Pengidentifikasian cost driver merupakan komponen penting dalam pengendalian biaya tidak bernilai tambah. Jika kinerja individual

dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengendalikan biaya tidak bernilai

tambah, maka pemilihan cost driver dan bagaimana cost driver tersebut digunakan dalam mempengaruhi perilaku para individu. Apabila

pengidentifikasian cost driver ditujukan untuk mengurangi jumlah bahan atau komponen yang diproses oleh perusahaan, maka perlu

penyederhanaan aktivitas-aktivitas. Jika biaya dibebankan pada produk

berdasarkan jumlah komponen, maka harus diciptakan cost driver untuk mengurangi jumlah komponen dalam produksi. Meskipun perilaku para

(53)

menimbulkan akibat yang negatif. Jenis-jenis perilaku tersebut dapat

dikurangi dengan menggunakan penentuan biaya standar yang tepat

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Penentuan harga standar per unit. Jika jumlah komponen-komponen

benar-benar menyebabkan biaya inspeksi, administrasi bahan dan

pemilihan pemasok, maka anggaran biaya per unit cost driver dapat dihitung ke dalam harga standar per unit (HS).

2) Penentuan standar kualitas ideal. Jumlah komponen ideal untuk setiap

produk harus diidentifikasi dan disusun menjadi standar kualitas ideal

(SKI).

3) Penentuan biaya bernilai tambah. Jika harga standar (HS) dan standar

kualitas ideal (SKI) telah ditentukan, maka selanjutnya dapat

ditentukan besarnya biaya bernilai tambah yaitu sebesar harga standar

dikalikan harga standar ideal, atau (HS x SKI).

4) Penentuan biaya tidak bernilai tambah. Biaya tidak bernilai tambah

merupakan perbedaan antara kualitas komponen yang sesungguhnya

digunakan dengan standar kualitas idealnya, dikalikan standar harga,

(54)

4. Cost Pool Rate

Untuk membebankan biaya pada setiap cost pool digunakan tarif tertentu, yang disebut cost pool rate. Tarif tersebut dihitung dengan membagi biaya cost pool dengan cost driver. Tarif BOP dihitung dengan rumus:

Biaya dari setiap aktivitas Cost Pool Rate =

Total Cost Driver yang dikonsumsi masing-masing aktivitas

D. Manfaat dan Keterbatasan ABC System

Menurut Brimson (1991:63) manfaat akuntansi aktivitas dalam pencapaian

tujuan perusahaan adalah:

a. Meningkatkan mutu keputusan manajemen.

b. Memungkinkan pengeliminasian pemborosan dengan mengidentifikasikan

aktivitas yang tidak bernilai tambah.

c. Mengidentifikasikan sumber biaya dengan mengidentifikasikan “cost drivers” .

d. Menghubungkan strategi perusahaan dengan pembuatan keputuan

operasional

e. Menyediakan umpan–balik mengenai apakah hasil–hasil yang

diantisipasikan oleh strategi perusahaan tercapai, sehingga tindakan

(55)

f. Menjamin bahwa mutu, waktu, fleksibilitas dan kesesuaian dengan

tujuan–tujuan dapat tercapai dengan cara menghubungkan pengukuran

kinerja dengan strategi.

g. Mendorong perbaikan dan TQC secara berkesinambungan karena

perencanaan dan pengendalian diarahkan pada peringkat proses

(aktivitas).

h. Meningkatkan efektivitas penganggaran dengan mengidentifikasikan

hubungan biaya dengan kinerja berbagai peringkat pelayanan yang

berbeda.

i. Meningkatkan profitabilitas dengan meminta biaya total daur hidup dan

pelaksanaannya.

j. Menyediakan pandangan ke arah pertumbuhan yang cepat dan paling tidak

menunjukkan elemen biaya overhead.

k. Menjamin pencapaian rencana investasi dengan memantau investasi

melalui sistem akuntansi sehingga jika timbul penyimpangan dari rencana

dapat terdeteksi dan tindakan koreksi dapat dibuat.

l. Mengevaluasi secara berkesinambungan efektivitas untuk

mengidentifikasikan peluang investasi yang potensial.

m. Menyusun target kinerja eksternal dan tujuan biaya serta menentukan

tujuan tertentu pada tingkat aktivitas.

n. Mengeliminasi berbagai krisis dengan menentukan masalah–masalah

(56)

Meskipun ABC System diyakini mampu menghasilkan informasi harga pokok produk yang lebih akurat dibanding sistem akuntansi biaya tradisional, namun

ABC System juga memiliki keterbatasan–keterbatasan. Menurut Supriyono (714-715) keterbatasan sistem penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas yaitu:

a. Sistem harga pokok yang berbasis aktivitas mensyaratkan bahwa perusahaan

memproduksi berbagai macam produk dan berada di dalam suatu lingkungan

persaingan tertentu. Kondisi ini tidak selalu dapat dipenuhi oleh setiap

perusahaan. Oleh sebab itu, sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas

kurang ekonomis apabila diterapkan dalam perusahaan–perusahaan yang

tidak memenuhi syarat–syarat tersebut.

b. Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas yang lebih menekankan pada

permasalahan alokasi dan pembebanan biaya-biaya manufaktur, pemasaran,

penelitian, dan lain–lainnya, ternyata tidak menjelaskan bagaimana portofolio

atau komposisi produk yang optimal.

c. Secara konseptual penentuan harga pokok berbasis aktivitas mempunyai

kelemahan sebagai berikut :

1) Beberapa biaya tetap dialokasikan arbitrer. Penelusuran biaya–biaya ke dalam setiap aktivitas dan produk secara cermat menjadi sulit dan tidak

praktis, maka ditempuh alokasi biaya secara arbitrer.

(57)

3) Penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas untuk biaya–biaya

pemanufakturan mengabaikan beberapa biaya yang dapat diidentifikasikan

terhadap produk tertentu dari analisa harga pokok produk.

d. Sistem harga pokok produk berbasis aktivitas tidak dapat menunjukkan

biaya-biaya yang dapat dihindarkan jika suatu produk, jasa atau segmen

organisasi tertentu dieliminasi.

E. Perbandingan Antara Akuntansi Biaya Tradisional Dengan Activity Based

Costing

a. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

Sistem akuntansi manajemen tradisional memusatkan pada ukuran-ukuran

output aktivitas yang didasarkan pada volume produksi. Pendekatan tradisional

mengasumsikan bahwa semua biaya dapat diklasifikasikan sebagai biaya tetap

atau variabel sesuai dengan perubahan unit atau volume produk yang

diproduksi. Penggerak tingkat unit atau berdasarkan volume tersebut digunakan

untuk membebankan biaya produksi kepada produk. Karena penggerak biaya

berdasarkan unit biasanya bukan satu-satunya penggerak yang menjelaskan

hubungan sebab akibat, maka banyak aktivitas pembebanan biaya produk harus

diklasifikasikan sebagai alokasi. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa

pembebanan biaya tradisional cenderung menjadi alokasi intensif.

Tujuan kalkulasi biaya produk pada sistem akuntansi biaya tradisional secara

Gambar

gambar 1.1 di bawah ini.
Tabel II.2
gambar IV.2 berikut ini:
Gambar IV.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Makmur Jayamurni, 3) mengetahui besarnya selisih pembebanan biaya overhead antara metode yang diterapkan PT. Budi Makmur Jayamurni dan yang dihitung dengan activity

Analisis harga pokok produksi jaket dan tas kulit dengan metode Activity Based Costing dapat membantu perusahaan membuat keputusan untuk menentukan harga jual

Perhitungan biaya berdasrkan aktivitas adalah suatu sistem perhitungan biaya dimana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan

Biaya overhead pabrik adalah biaya yang tidak berhubungan langsung dengan produk, oleh karenanya diperlukan suatu dasar untuk membebankan biaya ini kepada produk yang

Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik analisis data adalah mendeskripsikan penentuan harga jual yang dilakukan oleh perusahaan, mendeskripsikan penentuan harga jual

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dalam membebankan biaya overhead pabrik dengan menggunakan activity based costing belum sepenuhnya sesuai dengan konsep activity based

Begitu pula perhitungan mengenai besarnya harga pokok produksi suatu produk pada sebuah perusahaan perlu diperhitungkan, untuk menentukan besarnya harga pokok

Berdasarkan pembebanan biaya overhead pabrik yang telah dilakukan, maka perhitungan harga pokok produk per unit dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga