BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Badan kesehatan dunia (WHO, 2012) mendefinisikan sehat sebagai suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sementara itu kesehatan menurut UU No.36 tahun 2009 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual mau pun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dua pengertian tentang konsep sehat mengindikasikan bahwa sehat bukan hanya terkait persoalan fisik tetapi juga psikis, sosial, dan spiritual. Salah satu aspek sehat, sehat secara sosial, mengandung arti suasana kehidupan berupa perasaan damai, aman, dan sejahtera cukup pangan, sandang, dan papan, serta memiliki kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain (Ewles & Simmet, 1992).
sumber emosional, informasional, atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sarafino (2006), menyatakan bahwa dukungan sosial berhubungan dengan kondisi memberikan kenyamanan pada orang lain, merawat, atau menghargai orang lain. Sebagai bagian dari dukungan sosial, dukungan anggota keluarga sangat penting bagi anggota keluarga yang mengalami sakit baik fisik mau pun mental. Salah satu contoh kasus terkait pencapaian kesehatan yang utuh adalah dukungan sosial keluarga terhadap anggota keluarga yang sedang dalam pengobatan tuberkulosis paru.
sangatlah penting untuk mendorong penderita tuberkulosis paru dalam proses penyembuhan tuberkulosis paru.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia karena dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, maupun orang tua (Kemenkes RI, 2011). Pada umumnya mycobacterium tuberculosis menyerang paru-paru, namun dapat pula menyerang sistem saraf pusat, sistem limfatik, sistem genitourinari, articulatio, dan peritoneum (WHO, 2012). Penularan mycobacterium tuberculosis dapat melalui percikan dahak yang keluar dari mulut penderita tuberkulosis ketika mereka batuk atau bersin, meludah, berbicara dan lainnya (Kemenkes RI, 2014). Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada semua kalangan usia jika tidak ditangani secara tepat (Yuliana, 2007).
pertahun. Pada tahun 2015 dilaporkan lagi, adanya kenaikan angka menjadi satu juta kasus baru pertahun. Peningkatan kejadian tuberkulosis paru menjadikan jumlah persentase kasus tuberkulosis paru di Indonesia menjadi 10% terhadap seluruh kasus di dunia, sehingga Indonesia menjadi negara dengan kasus terbanyak kedua bersama dengan Tiongkok, sedangkan urutan pertama India dengan persentase kasus 23%, selain itu di urutan selanjutnya adalah negara Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan.
Menurut kementrian kesehatan RI (2016), tuberkulosis paru merupakan penyakit yang menjadi perhatian global, insiden dan kematian akibat tuberkulosis paru telah menurun, namun tuberkulosis paru masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014.
kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Tingginya angka penemuan kasus tuberkulosis pada laki-laki dari pada perempuan dikarenakan rendahnya proporsi perempuan dibandingkan laki-laki pada penderita tuberkulosis yang mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan (Rokhmah, 2013). Menurut kelompok umur, kasus tuberkulosis paru pada tahun 2015 paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25 sampai 34 tahun yaitu sebesar 18,65% diikuti kelompok umur 45 sampai 54 tahun sebesar 17,33% dan pada kelompok umur 35 sampai 44 tahun sebesar 17,18% (Kemenkes RI, 2016).
banyak penderita tidak melanjutkan pengobatan sampai benar-benar dinyatakan sembuh oleh dokter.
Penyakit tuberkulosis paru memerlukan pengobatan jangka panjang sekitar 6 sampai 9 bulan dengan berbagai macam jenis obat yang dikonsumsi dan paling sedikit 3 macam jenis obat, jika mengalami kekambuhan maka dosis obat akan bertambah. Dengan jangka pengobatan yang panjang dan berbagai jenis obat yang harus dikonsumsi tersebut, maka kepatuhan dalam proses pengobatan perlu diperhatikan. Diperlukan adanya dukungan dari keluarga sehingga dibutuhkan suatu bentuk dukungan keluarga untuk membantu proses penyembuhan.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang dukungan keluarga pada pasien yang sedang dalam pengobatan tuberkulosis paru, yang akan dilakukan di Puskesmas Mangunsari Salatiga.
1.2 Fokus penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, yaitu untuk mengetahui sejauh mana dukungan keluarga yang diberikan dalam mendukung proses penyembuhan tuberkulosis paru. Dukungan keluarga yang akan diteliti meliputi: dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan penilaian.
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh manakah dukungan keluarga yang diberikan pada pasien tuberkulosis paru dalam mendukung proses penyembuhan.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
informasi tentang betapa pentingnya dukungan keluarga bagi kehidupan atau kesembuhan seseorang.
1.4.2 Manfaat praktis
a) Manfaat untuk responden
Setelah dilakukan penelitian, diharapkan responden peneltian mengerti bahwa dukungan keluarga sangatlah penting dalam mendukung proses pengobatan untuk mencapai kesembuhan.
b) Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan tentang pentingnya pemberian informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa dukungan keluarga sangat dibutuhkan saat anggota keluarga sedang mengalami sakit.
c) Manfaat untuk peneliti