ASUHAN KEPERAWATAN HOME CARE PADA PASIEN POST OPERASI KATARAK HARI KE 2
Oleh: KELOMPOK 3
B10-A:
1. DESAK PUTU BELLA ANDRIYANI (173222769)
2. I MADE SUTAMA (173222781)
3. MADE DIAN KUMARAWATI (173222787)
4. MADE DWI WIRA ADI ANTARI (173222788)
5. NI LUH MADE YUDIANI (173222792)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas Waranugraha Beliaulah penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Home Care Pada Pasien Post Operasi Katarak” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan bantuan dari berbagai pihak yang membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Denpasar, Maret 2018
KONSEP DASAR KATARAK
A. Pengertian Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani “Katarrhakies”, dalam bahasa Inggris “Cataract”, dan dalam bahasa Latin “Cataracta” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Ilyas, 2005).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Suzzane C Smeltzer, 2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi.
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
B. Etiologi Katarak
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi:
1. Faktor keturunan.
2. Cacat bawaan sejak lahir.
3. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid. 4. Gangguan pertumbuhan.
5. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama. 6. Rokok dan Alkohol.
7. Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata. 8. Proses degeneratif (Katarak Senilis).
9. Penyakit mata lain (Uveitis). 10. Penyakit sistemik (DM).
11. Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles).
12. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-perubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
C. Epidemologi / Insiden Kasus
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.
Salah satu teori menyatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade ke tujuh (Brunner & Suddarth, KMB vol 3).
Di Indonesia, katarak merupakan penyebab utama kebutaan prevalensi buta katarak 0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5% pertahun. Walaupun katarak merupakan penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami penduduk indonesia pada usia 40-50 tahun (Badan Biro Statistik BPS 2004). Sedangkan di daerah maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jepang, kasus katarak terjadi pada orang berusia 60 tahun. Artinya orang Indonesia lebih awal megidap katarak.
D. Patofisiologi Katarak
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).
E. Pathway Katarak (Terlampir)
F. Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens, matur, imatur, dan hipermatur.
INSIPIENS MATUR IMATUR HIPERMATUR
KEKERUHAN Ringan Sebagian Seluruh Masif
LENSA
IRIS Normal Terdorong Normal Tremulans BILIK MATA
DEPAN Normal Dangkal Normal Dalam
SUDUT BILIK
MATA Normal Sempit Normal Terbuka
SHADOW TEST
Negative Postitif Negative Pseudopositif
PENYULIT - Glaucoma - Uveitis,
Glaukoma
G. Klasifikasi Katarak
Menurut Dale Vaughan (2000), katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satusatunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak-anak
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebab-sebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
5. Katarak bilateral
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva,dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.
1. Retinometri adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan yang turun itu disebabkan katarak atau tidak.
2. Keratometri
3. Pemeriksaan lampu slit
Apabila tidak ada katarak maka akan terlihat reflek merah padda pupil yang merupakan reflek retina yang terlihat melalui pupil. Bila terdapat katarak atau kekeruhan padat pada pupil maka refleks merah ini tidak akan terlihat.
5. A-Scan ultrasound (Echography)
6. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan implantasi.
I. Penatalaksanaan
Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Satu-satunya terapi untuk pasien katarak adalah bedah katarak dimana lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular :
1. Ekstraksi intrakapsular (ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya. Keuntungannya prosedur mudah dilakukan dan Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment (lepasnya retina).
2. Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE)
Pada teknik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa dibuang dari mata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buatan dapat dimasukkan ke dalam kapsul tersebut. Kejadian komplikasi setelah operasi lebih kecil kalau kapsul bagian belakang utuh.
3. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi
Merupakan teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat.
4. Small Incision Catarac Sustruction (SICS)
Teknik operasi katarak dengan menggunakan metode SICS memerlukan dua sayatan kecil di sisi bola mata, lalu melepas lensa mata keruh dan memasangkan lensa intraokular buatan.
pasien dapat dirawat sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.
J. Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000). Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).
Sedangkan komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan operasi adalah sebagai berikut.
1. Hilangnya vitreous
Hal ini dapat terjadi apabila kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi, yang mengakibatkan gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior.
2. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi, dan pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis
tajam pengelihatan (biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan), pengumpalan sel darah putih di bilik anterior.
4. Astigmatisme pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigatisme kornea.
5. Edema makular sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
6. Ablasio retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
7. Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Pengelihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.
8. Resiko iritasi dan infeksi
Pathway
Dapat mengakibatkan:
Tindakan :
Bertambahnya usia
Perubahan fisik lensa
Perubahan kimia Perubahan warna
pada nukleus lensa
Perubahan serabut halus yang memanjang dari badan silier ke luar
lensa
Penglihatan menjadi distorsi
Hilangnya transparansi lensa
Katarak
Perubahan protein lensa
Perubahan dalam serabut-serabut lensa, mengalami denaturasi
Terjadi koagulasi
Terbentuknya daerah keruh lensa
Glaukoma, Kebutaan
Pre Operasi Intra Operasi Post Operasi
Gangguan persepsi sensori Risiko tinggi
cedera Kurangnya
pengetahuan
persepsi sensori Risiko cedera Risiko infeksi Nyeri akut
Gangguan persepsi sensori Risiko cedera
Risiko infeksi Gangguan persepsi sensori
Risiko cedera
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK
A. Pengkajian
1. Biodata
Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau. b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa kontak, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek. 3. Pemeriksaan fisik
menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsional (Gordon) a. Persepsi tehadap kesehatan
Manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas atau perawatan diri, apakah perlu bantuan, ketergantungan penuh atau tidak.
c. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
e. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
f. Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
h. Pola koping
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah masalah saat menstruasi.
j. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman.
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit 4. Nyeri akut berhubungan dengan luka pasca operasi.
5. Risiko cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif (operasi katarak)
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
1. 1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan
a. Sensori function: vision
Kriteria Hasil: a. Menunjukan tanda
dan gejala persepsi dan sensori baik: penglihatan baik. b. Mampu
mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori dengan tepat
NIC
Neurologik Monitoring:
a. Monitor tingkat neurologis b. Monitor fungsi neurologis
klien
c. Monitor respon neurologis d. Monitor reflek-reflek
meningeal
e. Monitor fungsi sensori dan persepsi : penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, rasa
Eye Care:
a. Kaji fungsi penglihatan klien b. Jaga kebersihan mata
c. Monitor penglihatan mata d. Monitor tanda dan gejala
kelainan penglihatan e. Monitor fungsi lapang
pandang, penglihatan, visus klien
Monitoring Vital Sign:
a. Monitor TD, Suhu, Nadi dan pernafasan klien
b. Catat adanya fluktuasi TD c. Monitor vital sign saat
pasien berbaring, duduk atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan e. Monitor TD, Nadi, RR
sebelum dan setelah aktivitas f. Monitor kualitas Nadi
g. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
h. Monitor suara paru i. Monitor pola pernafasan
abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer l. Monitor adanya cushing
dengan perubahan pada status kesehatan.
a. Anxiety self-control b. Anxiety level c. Coping
Kriteria Hasil : a. Klien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas.
c. Vital sign dalam batas normal. d. Postur tubuh,
ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivfitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres e. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan mengurangi takut
f. Dorong keluarga untuk menemani anak
g. Lakukan back / neck rub h. Dengarkan dengan penuh
perhatian
i. Identifikasi tingkat kecemasan
j. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
k. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
l. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit
a. Knowledge: Disease Process
b. Knowledge: Health Hehavior
Kriteria Hasil:
a. Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan b. Pasien dan keluarga mampu melaksakan prosedur yang dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
Teaching: Disease Proses
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologidari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. c. Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
d. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
e. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat f. Hindari jaminan yang
kosong
g. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
j. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
k. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara yang tepat l. Intruksikan pasien mengenal
tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
4. 1. Nyeri akut berhubungan dengan luka pasca operasi.
NOC :
a. Pain level, b. Pain control, c. Comfort level
Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri c. Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, frekuensi
NIC: frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan d. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan e. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
dan tanda nyeri) d. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal f. Tidak mengalami
gangguan tidur
g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 5. 1. Risiko cedera
berhubungan
dengan keterbatasan penglihatan.
NOC
a. Risk Kontrol
Kriteria Hasil:
a. Klien terbebas dari cedera
b. Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah
injury/cedera c. Klien mampu
menjelaskan faktor resiko dari
lingkungan/perilaku personal
d. Mampu
memodifikasi gaya hidup untuk
NIC
Environment Management
a. Sediakan Iingkungan yang aman untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) d. Memasang side rail tempat
tidur
mencegah injury e. Menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada
f. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
ditempat yang mudah dijangkau pasien. g. Membatasi pengunjung h. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien. i. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
j. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan k. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit. 6. 1. Risiko infeksi
berhubungan dengan prosedur invansif (operasi katarak)
NOC
a. Immune Status b. Knowledge :
Infection control c. Risk control Kriteria Hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya c. Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit
NIC
Infection Control
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b. Pertahankan teknik isolasi c. Batasi pengunjung bila perlu d. Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
dalam batas normal e. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
alat
i. Tingktkan intake nutrisi j. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal b. Monitor kerentangan
terhadap infeksi c. Batasi pengunjung
d. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko e. Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
f. Dorong masukan cairan g. Dorong istirahat
h. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
i. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi j. Ajarkan cara menghindari
infeksi
k. Laporkan kecurigaan infeksi l. Laporkan kultur positif
ASUHAN KEPERAWATAN HOME CARE NY. “WS” DENGAN POST OPERASI KATARAK HARI KE 2 DI BR. BUSUNG YEH KANGIN PEMECUTAN DENPASAR
TANGGAL 5-7 MARET 2018
I. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA
1. Nama : Ny. WS 2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat Tanggal Lahir : Denpasar, 24 Desember 1943
4. Umur : 75 tahun
5. Agama : Hindu
6. Status Perkawinan : Kawin
7. Pekerjaan : Tidak bekerja 8. Pendidikan Terakhir : Tidak sekolah
9. Alamat Rumah : Jl. Gunung Batukaru, Br. Busung Yeh Kangin Denpasar
10. Orang yang dekat dihubungi : “An. KP” 11. Hubungan dengan klien : Anak
B. KELUHAN UTAMA
Pada saat pengkajian, Ny. WS mengeluh nyeri pada luka post operasi katarak pada mata kiri yang dilakukan 2 hari yang lalu. Nyeri terasa menusuk-nusuk ketika batuk dan bergerak atau menoleh secara tiba-tiba.
C. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
Ny. WS mengatakan penglihatan kabur pada mata kiri dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut serta terkadang Ny. WS merasa silau saat melihat cahaya. Ny. WS didiagnosa katarak oleh dokter dan disarankan melakukan operasi pada mata kiri. Ny. WS sudah dioperasi katarak pada dua hari yang lalu.
D. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
E. GENOGRAM
Keterangan :
= meninggal
= laki-laki masih hidup = perempuan masih hidup = Ny. WS
= tinggal serumah
F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ny. WS merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ibu Ny. WS memiliki riwayat DM sama seperti yang dialami oleh Ny. WS. Suami Ny. WS memiliki riwayat hipertensi. Anak pertama Ny. WS meninggal saat masih berumur 7 tahun karena demam. Adik Ny. WS yang masih 1 desa dengan Ny. WS memiliki riwayat katarak.
G. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Pekerjaan saat ini : saat ini Ny. WS tidak bekerja 2. Alamat pekerjaan : saat ini Ny. WS tidak bekerja 3. Berapa jarak dari rumah : saat ini Ny. WS tidak bekerja
Ny. WS 75 th
An. KP 41 th Tn. MR
4. Alat transportasi : saat ini Ny. WS tidak bekerja 5. Pekerjaan sebelumnya : Guru Honorer
6. Berapa jarak dari rumah : < 1 km 7. Alat transportasi : sepeda motor
8. Sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan
Saat ini kebutuhan Ny. WS dipenuhi oleh anak laki-lakinya (An. KP) karena Ny. WS sudah pensiun dan sesekali mendapatkan penghasilan dari membuat banten. Ny. WS mengatakan bahwa kebutuhannya telah terpenuhi.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP 1. Type tempat tinggal
Ny. WS tinggal di rumah permanen dengan luas 800 m2
2. Kamar
Ny. WS memiliki 3 kamar tidur, 1 balai dan 1 kamar untuk barang-barang 3. Kondisi tempat tinggal
Kondisi tempat tinggal Ny. WS bersih dengan ventilasi cukup dan tata ruang bagus dengan setiap bangunan memiliki tangga
4. Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah adalah 7 orang. 5. Derajat privasi
Ny. WS memiliki 1 kamar tidur untuk beristirahat dengan luas 4x3 m2.
6. Tetangga terdekat
Saat ini tetangga terdekat Ny. WS adalah anak Ny. WS sendiri yang berada di depan rumah Ny. WS.
7. Alamat dan telepon :
-I. RIWAYAT REKREASI 1. Hobbi/minat
Ny. WS mengatakan suka jalan-jalan ke pantai setiap sore hari. 2. Keanggotaan dalam organisasi
Ny. WS mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan organisasi apapun. 3. Liburan/perjalanan
J. SISTEM PENDUKUNG
1. Perawat/bidan/dokter/fisioterapi
Pada saat sakit Ny. WS biasa memeriksakan dirinya ke dokter yang jaraknya dekat dengan rumah
2. Jarak dari rumah : > 1 km
3. Rumah sakit : RS Sanglah, jaraknya > 5 km
4. Klinik :
-5. Pelayanan kesehatan di rumah
Ny. WS mengatakan tidak memiliki pelayanan kesehatan untuk di rumahnya 6. Makanan yang dihantarkan
Ny. WS mengatakan lebih sering mengambil makanan sendiri di dapur. Ny. WS makan 3 kali sehari dengan porsi 1 piring habis. Pasien makan dengan menu nasi+sayur+daging.
7. Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga
Ny. WS mengatakan rutin minum susu diabetasol untuk mengatasi riwayat penyakit DM. Ny. WS
8. Kondisi lingkungan rumah
Kondisi lingkungan rumah Ny. WS cukup tenang dan bersih, dan kamar Ny. WS memiliki beberapa anak tangga tanpa pegangan sehingga meningkatkan risiko jatuh pada lansia. Penyakit yang banyak diderita tetangga Ny. WS adalah hipertensi dan katarak.
9. Lain-lain : tidak ada
K. SPIRITUAL/KULTURAL 1. Pelaksanaan ibadah
Ny. WS mengatakan biasa beribadah di merajan (menghaturkan canang) 1x sehari, dan di pura desa jika ada odalan.
2. Keyakinan tentang kesehatan
L. PEMERIKSAAN FISIK Tinjauan Sistem
1. Keadaan umum : Ny. WS tampak bersih 2. Tingkat kesadaran : Compos mentis
3. Glasgow Coma Scale : E4V5M6 4. Tanda-Tanda Vital
a. Suhu : 36,4oC
b. Nadi : 84 x/menit c. Tekanan darah : 110/70 mmHg d. Pernafasan : 20x/menit
5. Tinggi badan : 46 cm (Tinggi lutut) 6. Berat badan : 152 cm
7. IMT : 19,04 kategori berat badan normal 8. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : ictus cordis (-) Palpasi : nyeri tekan (-) Perkusi : redup
Auskultasi : murmur (-) 9. Sistem Pernafasan
Inspeksi : dada simetris, lesi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), pergerakan dada simetris Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing , ronchi -/-10. Sistem Integument
Lemak subkutan menyusut, kulit kering dan tipis 11. Sistem Persepsi Sensori
a. Penglihatan
Pada mata kiri post operasi katarak, pada lensa mata terdapat jahitan sebnayak 5 simpul, terdapat oedem palpebral, dan mata merah. Mata kiri tertutup kasa steril
b. Pendengaran
c. Hidung, Pembau
Bentuk simetris, sekret (-), nyeri tekan (-), lesi (-), penciuman baik. 12. Sistem Perkemihan
Frekuensi kencing ± 5 kali sehari, warna kuning dan bau khas urine 13. Sistem Musculoskeletal
Ekstremitas atas dan bawah : bentuk simetris, elastisitas menurun, nyeri tekan (-), lesi (-), pergerakan optimal pada tangan, dan terbatas pada kaki
14. Sistem Endokrin
Leher : Bentuk simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba bendungan vena jugularis, tidak ada pembengkakan kelenjar limfa, nyeri tekan (-), lesi (-)
15. Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : distensi abdomen (-) Auskultasi : bising usus 18 x/menit Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : suara timpani 16. Sistem Reproduksi
Payudara mulai mengendur, menopause (+) 17. Sistem Neurosensori
Respon melambat
M. PENGKAJIAN FUNGSIONAL
MODIFIKASI DARI BARTHEL INDEKS NO Item yang
dinilai Skor Nilai
1 Makan (Feeding)
0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega, dan lain-lain
2 = Mandiri
2 Mandi (Bathing)
0 = Tergantung dengan orang lain
1 = Mandiri 1
3 Perawatan diri (Grooming)
0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
1 4 Berpakaian
(Dressing)
0 = Tergantung dengan orang lain
1 = Sebagian dibantu (missal mengancing baju) 2 = Mandiri
1 = Kadang inkotinensia (maks, 1x 24 jam) 2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
2
6 Buang air besar (Bowel)
0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema) 1 = Kadang inkotinensia (sekali seminggu) 2 = Kontinensia (teratur)
1 7 Penggunaan
toilet
0 = Tergantung bantuan orang lain
1= Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
1
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang) 2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
2
9 Mobilitas 0 = Imobilitas (tidak mampu) 1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantan satu orang
3= Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 2 = Mandiri
1 Jumlah 16 Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
0-4 : Ketergantungan Total N. PENGKAJIAN KOGNITIF
1. Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Protable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan berdasarkan 10 pertanyaan
Skore No Pertanyaan Jawaban
+
-1 Tanggal berapa hari ini? 5
2 Hari apa sekarang? Minggu
3 Apa nama tempat ini? Busung Yeh
4 Berapa nomor telepon Anda?
Dimana alamat Anda?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)
Tidak punya Di banjar Busung Yeh Kangin
5 Berapa umur Anda? 75 tahun
6 Kapan Anda lahir? Tidak ingat
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang? Joko Widodo 8 Siapa Presiden sebelumnya? Tidak tahu
9 Siapa nama Ibu Anda? Wayan Mengkeg
10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu
seterusnya sampai bilangan terkecil)
17 8 2 Jumlah
Kesalahan 2 : Fungsi Intelektual Utuh
O. P
O.
O. PENGKAJIAN STATUS EMOSIONAL Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
a. Apakah klien mengalami kesulitan tidur?
b. Apakah klien sering merasa gelisah? Ny. WS mengatakan tidak merasa gelisah.
c. Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
Ny. WS mengatakan tidak sering murung dan menangis sendiri d. Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Ny. WS mengatakan sudah merasa lebih baik karena mata kirinya sudah dioperasi.
Pertanyaan tahap 2
a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan? Ya
b. Ada atau banyak pikiran? Tidak
c. Ada masalah atau gangguan dengan keluarga lain? Tidak
d. Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter? Tidak
e. Cenderung mengurung diri? Tidak
Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya” MASALAH EMOSIONAL POSITIF (+)
P. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Ny. WS tidak memiliki masalah dalam sosialisasi. Ny. WS rutin mengikuti posyandu lansia yang ada di banjar.
Q. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Ny. WS beragama Hindu. Ny. WS biasa sembahyang menghaturkan canang di merajan rumahnya setiap hari. Ny. WS meyakini setiap orang pada akhirnya akan meninggal.
R. PENGKAJIAN DEPRESI (menggunakan Geriatric Depression Scale)
1 Apakah Bapak/ Ibu sekarang ini merasa puas dengan kehidupannya?
0 2 Apakah Bapak/ Ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau
kesenangan akhir-akhir ini?
0 3 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa hampa/ kosong di dalam
hidup ini?
0 4 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa bosan? 0 5 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai harapan yang baik di
masa depan?
0 6 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang
mengganggu terus menerus?
0 7 Apakah Bapak/ Ibu memiliki semangat yang baik setiap saat? 1 8 Apakah Bapak/ Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
pada Anda?
1 9 Apakah Bapak/ Ibu merasa bahagia sebagian besar waktu? 0 10 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-
apa?
1
11 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa resah dan gelisah? 0 12 Apakah Bapak/ Ibu lebih senang tinggal dirumah daripada
keluar dan mengerjakan sesuatu?
0 13 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang masa depan? 1
14 Apakah Bapak/ Ibu akhir – akhir ini sering pelupa? 1 15 Apakah Bapak/ Ibu pikir bahwa hidup Bapak/ Ibu sekarang ini
menyenangkan?
0 16 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa sedih dan putus asa? 0 17 Apakah Bapak/ Ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini? 0 18 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang masa lalu? 0 19 Apakah Bapak/ Ibu merasa hidup ini mengembirakan? 0
20 Apakah sulit bagi Bapak/ Ibu untuk memulai kegiatan yang baru?
1
21 Apakah Bapak/ Ibu merasa penuh semangat? 1 22 Apakah Bapak/ Ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada
harapan?
0 23 Apakah Bapak/ Ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik
keadaanya daripada Bapak/ Ibu?
0 24 Apakah Bapak/ Ibu sering marah karena hal- hal yang sepele? 0 25 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa ingin menangis? 1 26 Apakah Bapak/ Ibu sulit berkonsentrasi? 1
27 Apakah Bapak/ Ibu merasa senang waktu bangun tidur di pagi hari?
0
30 Apakah pikiran Bapak/ Ibu masih tetap mudah dalam memikirkan sesuatu seperti dulu?
0
Jumlah 10
Ket: Setiap jawaban yang “ SESUAI” diberi skor 1 Skor 0-10 : Menunjukkan tidak depresi
Skor 11-20 : Menunjukkan depresi ringan Skor 21-30 : Menunjukkan depresi sedang/ berat
S. PENGKAJIAN RISIKO JATUH
Pengkajian dengan instrumen “THE TIMED UP AND GO” (TUG)
N O
LANGKAH 1 Posisi Ny. WS duduk di kursi
2 Minta Ny. WS berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter), kembali ke kursi, ukur waktu dalam detik
Hasil: 22 detik (beresiko jatuh)
T. APGAR keluarga N
O
ITEMS PENILAIAN SELALU
(2)
KADANG -KADANG
(1)
TIDAK PERNAH
(0) 1 A: Adaptasi
Saya puas bisa kembali pada keluarga (teman-teman) saya untuk membantu apabila saya mengalami kesulitan (adaptasi)
2 P: Partnership
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya membicarakan sesuatu dan mengungapkan
masalah dengan saya (hubungan) 3 G: Growth
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas (pertumbuhan)
4 A: Afek
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya mengekspresikan afek dan berespons terhadap emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai
5 R: Resolve
Saya puas dengan cara teman atau keluarga saya dan saya menyediakan waktu bersama-sama mengekspresikan afek dan berespon
JUMLAH 9 (tidak ada disfungsi keluarga)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. ANALISA DATA N
O
DATA (SIGN/SYMPTOM)
INTERPRETASI (ETIOLOGI)
MASALAH (PROBLEM) 1. DS:
a. Ny. WS mengeluh nyeri pada luka post operasi katarak yang dilakukan 2 hari yang lalu. Pada lensa mata terdapat jahitan sebnayak 5 simpul, terdapat oedem palpebral, dan mata merah. Mata kiri tertutup kasa steril b. Nyeri dirasakan ketika menoleh
secara tiba-tiba dan batuk
c. Skala nyeri yang dirasakan 6 dari
Kekeruhan pada lensa mata
Proses pembedahan/ ekstraksi lensa
peningkatan tekanan intraokuler
proses inflamasi
rentang 1-10
DO :
a. Terdapat nyeri tekan pada mata kiri. Mata post operasi tampak terbalut perban
b. Klien tampak meringis ketika batuk atau menoleh secara tiba-tiba
peningkatan nociceptor/rangsang nyeri
nyeri akut
2. DS: -DO:
a. Pada mata kiri post operasi katarak, pada lensa mata terdaapat jahitan sebnayak 5 simpul, terdapat oedem palpebral, dan mata merah. Mata kiri tertutup kasa steril
b. Luka operasi terawat
c. Tidak terdapat perdarahan pada daerah operasi
trauma jaringan akibat prosedur invasif
(pembedahan)
adanya proses inflamasi luka post operasi
terpapar organisme luar
edema pada palpebra
resiko infeksi
Resiko Infeksi
3. DS:
a. Ny. WS dan keluarga mengatakan tidak tahu mengenai penyebab sakit mata katarak yang dideritanya b. Ny. WS juga mengatakan tidak
mengetahui cara mengurangi nyeri ketika nyeri timbul
DO:
a. Ny. WS dan keluarga kurang mengetahui penatalaksanaan nyeri dengan cara non farmakologi
Katarak
kurang terpapar informasi
menanyakan masalah yang dihadapi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka pasca operasi katarak ditandai dengan Ny. WS mengeluh nyeri pada luka post operasi katarak yang dilakukan 2 hari yang lalu Nyeri dirasakan ketika akan berkedip, batuk atau menoleh secara tiba-tiba. Skala nyeri yang dirasakan 6 dari rentang 1-10, terdapat nyeri tekan pada mata kiri. Mata post operasi tampak terbalut perban. Klien tampak meringis ketika batuk dan menoleh secara tiba-tiba.
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai proses penyakit ditandai dengan Ny. WS dan keluarga mengatakan tidak tahu mengenai penyebab sakit mata katarak yang dideritanya, Ny. WS dan keluarga kurang mengetahui penatalaksanaan nyeri dnegan cara non farmakologi
3.
R 4. Diagnosa
5. Keperawatan 6. NOC 7. NIC
8. 1
9. Nyeri akut berhubungan dengan luka pasca operasi katarak
10. Setelah dilakukan dengan kriteria hasil:
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 2. Skala nyeri 0-3 3. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang 4. Tanda vital dalam
rentang normal
11.Eye Care:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif b. Ajarkan teknik
nonfarmakologi : teknik napas dalam, relaksasi, distraksi c. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri d. observasi vital sign
13. 2
14. Defisit pengetahuan
15. Setelah dilakukan pasien dan keluarga bertambah dengan kriteria hasil:
1. pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatran lainnya. 16.
17.Teaching : Disease Proses
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit b. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit dengan cara yang tepat d. Sediakan informasi kepada
18. 3
19. Resiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (pembedahan pada daerah mata)
20.
21. Setelah dilakukan ko infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil: 1. Klien terbebas dari
tanda dan gejala infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi 3. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
22.
23.Infection control
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
b. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
c. Dorong istirahat
d. Intruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
e. Ajarkan pasien dan keluarga ajarkan cara menghindari infeksi
32. Evaluasi 33. P
araf
37. Membina
hubungan saling percaya
38. Ny. WS tampak senang dan menerima kehadiran perawat di rumahnya
39.
08.05 wita karakteristik nyeri pasien
nyeri pada mata kiri ketika akan berkedip atau disentuh. Dari hasil pemeriksaan mata sebelah kiri terbalut perban pasca operasi dan pasien tampak meringis ketika disentuh, skala nyeri 6 45. Pukul
08.20 wita
46. ,2
47. Mengukur tanda–tanda vital
48. Suhu : 36,4oC
49. Nadi : 84 x/menit 50. Tekanan darah:
110/70 mmHg
51. Pernafasan : 20x/menit
52.
53.
54. Pukul 08.30 wita
55. 56. Mengidentifikas i tingkat
pengetahuan pasien 57.
58. Ny. WS mengatakan kurang mengetahui
penyebab dari sakit katarak yang dideritanya
59.
60. Pukul 08.40 wita
61. 62. Menberi informasi kepada klien dan keluarga mengenai kondisi dan penyebab dari katarak
63. Ny. WS dan
keluarga tampak menyimak informasi yang diberikan
64.
65. Pukul 08.50 wita
66. 67. Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien
68. Tampak di rumah Ny. WS terdapat beberapa anak tangga yang dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia
69.
70. Pukul 08.55 wita
71. 72. Mengidentifikasi kondisi luka/insisi bedah
73. Luka terawat tertutup perban, perdarahan tidak ada
78. Mengukur tanda–tanda vital
79. Suhu : 36,4oC
80. Nadi : 84 x/menit 81. Tekanan darah:
08.00 wita 110/70 mmHg
82. Pernafasan : 20x/menit
84. 85. 86. Mengevaluasi
tingkat pengetahuan klien dan keluarga
87. Ny.WS dan keluarga mulai memahami penyakit yang diderita oleh Ny. WS
88.
89. Pukul 08.15 wita
90. 91. Menginstruksik an pada pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi seperti nafas dalam
92. Ny. WS tampak kooperatif dan mampu melakukannya
96. Menganjurkan kepada pasien untuk
meminum obat analgesik dan antibiotik sesuai resep dokter
97. Obat sudah diminum oleh Ny. WS
98.
99. Pukul 08.35 wita
100. 101. Merawat luka post operasi
102. Luka operasi terawat, perban sudah diganti, tidak ada tanda-tanda infeksi dan perdarahan
103.
104. Pukul 08.40 wita
105. 106. Mengajar kan pasien dan keluarga untuk menghindari infeksi dengan cara cuci tangan yang benar
107. Pasien dan keluarga m,ampu melakukan teknik cuci tangan yang benar
108.
Maret 2018 110. Pukul 08.00 wita
,2,3 r tanda-tanda vital
119. 120. Menjaga kebersihan mata
121. Mata Ny. WS tampak bersih dan tidak ada kotoran mata
122.
123. Pukul 08.10 wita
124. 125. Menginst ruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi seperti nafas dalam
126. Ny. WS mengatakan merasa lebih rileks setelah melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
127.
128. Pukul 08.15 wita
129. 130. Mengeva luasi skor nyeri
131. Ny. WS mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 2 keluarga mengatakan memahami tentang kondisi dan pengobatan penyakit Katarak dan mampu melakukan feedback an keluarga untuk
mendampingi pasien
141. Tampak keluarga selalu mendamping Ny. WS dalam setiap aktivitas
142.
146. Evaluasi 147. P
Maret 2018 149. Pukul 08.45 wita
berkurang
152. O: Ny. WS tampak rileks dan nyaman TD: 120/80 mmHg, N: 78 x/mnt, S: 36,50C, R: 20
x/mnt, skala nyeri 2 153. A: Tujuan teratasi 154. P: pertahankan kondisi 156. Rabu, 7
Maret 2018 157. Pukul 08.45 wita
158. 159. S: Ny. WS dan keluarga mengatakan sudah mengetahui mengenai penyakit yang diderita Ny. WS
160. O: Tampak keluarga dan Ny. WS mampu memberikan feedback mengenai penyakit dan kondisi yang diderita Ny. WS
161. A: Tujuan tercapai, masalah teratasi 162. P: Pertahankan kondisi pasien
163.
164. Rabu, 7 Maret 2018 165. Pukul 08.45 wita
166. 167. S:
-168. O: Luka operasi terawat, tidak ada tanda-tanda infeksi, perdarahan tidak ada, suhu TD: 120/80 mmHg, N: 78 x/mnt, S: 36,50C, R: 20 x/mnt,
169. A: Tujuan tercapai
170. P: Pertahankan kondisi pasien
171.
186. 187. 188. 189. 190. 191. 192.
193. DAFTAR PUSTAKA
194.
195. Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
196. Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. 197. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapis FKUI.
198. Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
199. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarthi. Edisi 8. Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC.
200. Vaughan, Dale. 2000. Oftalmologi Umum. Alih Bahasa Jan Tambajong. Jakarta: Widya Medika.