• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD (KARTU KREDIT) DI BANK BNI (BANK NEGARA INDONESIA) SYARIAH SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD (KARTU KREDIT) DI BANK BNI (BANK NEGARA INDONESIA) SYARIAH SURAKARTA"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD (KARTU KREDIT) DI BANK BNI (BANK NEGARA INDONESIA)

SYARIAH SURAKARTA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh :

Agnie Rosetyanjaya Putra NIM.E0007064

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

(2)
(3)
(4)

iv

Nama : Agnie Rosetyanjaya Putra

NIM : E0007064

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul

PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD DI BANK BNI SYARIAH SURAKARTA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti

pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari

penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, januari 2012

yang membuat pernyataan

Agnie Rosetyanjaya Putra

NIM.E0007064

(5)

v

Agnie Rosetyanjaya Putra, E.0007064. 2012. PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD DI BANK BNI SYARIAH SURAKARTA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta, kemudian tujuan selanjutnya yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui perbandingan keuntungan dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, dan tujuan terakhir dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penyelesaian dari problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasanah crad di bank BNI Syariah Surakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, mengkaji mengenai problematika hukum apa yang ada, bagaimana perbandingan keuntungan bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, dan mengkaji bagaimana penyelesaian problematika hukum yang ada tersebut. Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis data penelitian yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan sumber data penelitian yang digunakan yaitu wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta, ada dua macam problematika hukum yang ditemui yaitu adanya kredit macet dan pemalsuan data. Apabila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, hasanah card memiliki sejumlah keuntungan salah satunya adalah biaya yang dikenakan jauh lebih murah atau dengan kata lain hasanah card jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensonal hal ini dikarenakan dalam sistem perbankan syariah tidak dikenal adanya sistem bunga berbunga (riba) oleh karena itu, di dalam perhitungannya hasanah card tidak mengenal adanya bunga tetapi hanya ujrah (jasa). Di dalam penyelesaian problematika hukum yang dijumpai tersebut, dalam hal kredit macet secara garis besar penyelesaian yang ditempuh ada dua jalan, yang pertama secara prosedural yang meliputi pengiriman surat tagihan maupun mendatangi nasabah secara langsung, dan cara prosedural yang selanjutnya yaitu dengan jalan rescheduling, restructuring, recontioning (3R). Cara yang kedua adalah secara penyelesaian sengketa yang terbagi atas secara litigasi dan non litigasi. Cara litigasi, berdasarkan Pasal (49) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama maka penyelesaian sengketa perekonomian syariah menjadi wewenang peradilan agama. Jalan non litigasi terbagi atas dua jalan, yaitu jalan arbitrase yang di bawah naungan BASYARNAS (badan arbitrase syariah nasional), dan jalan nonlitigasi yang terakhir adalah jalaur alternatif penyelesaian sengketa.

(6)
(7)

vii

Every story always has an ending

But in life every ending is a new beginning

Tidak ada sukses yang permanen, sama seperti tidak ada kegagalan yang benar-benar tak bisa diperbaiki

(Mike Ditka)

Percaya dan yakin pada diri sendiri, hanya itu resep paling manjur untuk menaklukkan kehidupan

(Johann Wolfgang von Goethe)

(8)

viii Karya ini Penulis persembahkan untuk:

v Allah SWT, yang selalu meridhoi dan ada untuk penulis kapan pun penulis

perlukan.

v Papa dan mama yang selalu mendukung dan mendoakan penulis, semoga

persembahan ini dapat membanggakan papa dan mama.

v Kakakku mbak Jayanti Agustiningrum Permatasari S,H yang selalu

mendoakan dan membantu penulis.

v Adik adiku, Aci, Andra, dan Angga yang selalu mendukung serta

mendoakan penulis.

v Fifie Khoirunissa, yang selalu ada dan selalu mendukung penulis.

v Pak Har, Kang Pery, Lek Eko, Pithik, Pakde Yanto, Deddy dan MATNO

Crew.

v Tanah airku Indonesia tercinta.

(9)

ix

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Dzat yang Maha Agung, yang

Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sholawat serta salam senantiasa tertuju

pada insan teragung, Rasulullah Muhammad SAW

Alhamdulillah, atas ijin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan

hukum ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum

di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Surakarta dengan judul :

“PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD DI BANK BNI SYARIAH SURAKARTA”.

Dalam penulisan hukum ini, maupun selama penulis menuntut ilmu di

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, tidak sedikit bantuan yang penulis

terima dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, ijinkan penulis menghaturkan

terimakasih kepada :

1. Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Djuwityastuti, S.H, selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr.Adi Sulistiyono S.H., M.H., selaku Pembimbing I Penulisan

Hukum yang telah sabar memberikan bimbingan, saran, kritik, dan

motivasi bagi Penulis untuk menyelesaikan Penulisan Hukum ini.

4. Bapak Pujiyono, S.H., M.H., selaku pembimbing II Penulisan Hukum

yang telah bersedia menyediakan waktu, pikiran dan berbagi ilmu dengan

Penulis.

5. Bapak Tuhana S,H.MSi, selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang

berguna bagi Penulis selama Penulis menempuh pendidikan di Fakultas

Hukum UNS.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu

pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam

Penulisan Hukum ini.

(10)

x

anggota PPH yang banyak membantu Penulis dalam Penulisan Hukum

ini.

8. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu

menyediakan bahan referensi yang berkaitan dengan topik Penulisan

Hukum.

9. Pimpinan Cabang serta Karyawan PT Bank BNI Syariah Surakarta,

Bapak Arief Mursidi selaku kepala PT. Bank BNI Syariah cab Surakarta,

serta bapak Mujiyono selaku kepala bag hasanah card yang telah memberikan waktu dan tempat kepada Penulis untuk melakukan

penelitian dan wawancara.

10.Papa, Mama, kakakku, dan juga adik adiku tercinta atas cinta dan kasih

sayang, doa, dukungan, semangat dan segala yang telah diberikan yang

tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan

Hukum ini.

11.Kekasihku Fifie Khoirunissa yang dengan sabar selalu memberiku

dukungan serta semangat dalam menyelesaikan penulisan ini.

12.Teman-teman kuliah di Fakultas Hukum Unversitas Sebelas Maret

angkatan 2007.

13.Semua pihak yang ikut dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada

semua pihak, baik untuk akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.

Surakarta, Januari 2012

Penulis

AGNIE ROSETYANJAYA PUTRA

(11)

xi

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(12)

xii

a. Pengertian Bank Syariah ... 13

b. Produk produk Bank Syariah ... 13

c. Dasar Hukum Bank Syariah ... 14

2. Tinjauan tentang perjanjian a. Pengertian perjanjian... 15

b. bentuk bentuk perjanjian Bank ... 17

3. Tinjauan tentang lembaga pembiayaan a. Pengertian pembiayaan ... 18

b. Pengertian perusahaan peambiayaan ... 19

c. Asas asas perusahaan pembiayaan ... 19

d. Prinsip pembiayaan yang baik ... 20

e. Kegiatan perusahaan peambiayaan ... 22

f. Dasar hukum perusahaan pembiayaan ... 25

4. Tinjauan tentang Hasanah Card a. Pengertian kartu kredit ... 26

b. Sejarah singkat Hasanah Card ... 27

c. Akad Hasanah Card ... 27

d. Pengertian Hasanah Card ... 28

e. Pihak pihak yang terlibat dalam Hasanah Card ... 28

f. Macam macam kartu kredit... 32

g. Dasar hukum Hasanah Card... 33

(13)

xiii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Sejarah singkat Bank BNI Syariah Surakarta ... 42

2. Gambaran singkat Hasanah Card ... 43

B. Pembahasan

1. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card di Bank BNI Syariah Surakarta

a. Prosedur pengajuan Hasanah Card ... 47

b. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah

Card ... 49

2. Perbandingan keuntungan Hasanah Card dengan

kartu kredit konvensional ... 54

3. Penyelesaiaan problematika hukum dalam

pembiayaan Hasanah Card di Bank BNI Syariah Surakarta

a. kredit macet ... 56

b. pemalsuan data ... 78

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ... 81

B. Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

Tabel 1. Akad dalam Hasanah Card ... 28

Tabel 2. Informasi limit dan biaya Hasanah Card ... 49

Tabel 3. Perbandingan perhitungan Hasanah Card dengan kartu kredit

konvensional ... 56

(15)

xv

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 40

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Uang atau dana merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia,

dengan berbagai cara manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan dana

tersebut. Ditengah terpaan krisis ekonomi yang berkepanjangan masyarakat

dituntut untuk mampu bersikap bijaksana dalam mengelola keuangan

sehingga arus perputaran uang tetap stabil. Dalam upaya mempertahankan

stabilitas ekonomi, maka jumlah uang yang beredar akan dibatasi yang pada

akhirnya berimbas pada kenaikan harga, terutama harga kebutuhan sehari

hari. Kenaikan harga tersebut pasti akan menimbulkan perubahan yang cukup

signifikan terhadap tingkat perekonomian serta daya beli masyarakat. Dalam

keadaan demikian diperlukan adanya pranata yang dapat membantu

memenuhi kebutuhan tersebut, kredit/ pembiayaan melalui jasa perbankan

merupakan salah satu bentuk layanan jasa yang disediakan sebagai sarana

bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Bank syariah muncul sebagai wadah yang menjembatani hubungan

antara masyarakat sebagi pihak yang membutuhkan dengan penyedia modal,

dengan cara pemenuhan kebutuhan melalui pembiayaan khusunya kredit.

Bank syariah memberikan peran yang sangat besar dan dirasakan cukup

membantu serta meringan kan beban masyarakat. Diantara berbagi jenis

pembiayaan yang saat ini marak di kalangan masyarakat layanan jasa

perbakan syariah memiliki keunggulan serta peran yang sangat

menguntungkan, karena fasilitas dan produk yang ditawarkan mempunyai

suatu sistem yang diciptakan untuk membantu masyarakat sesuai dengan

prinsip syariah dengan tujuan melepaskan masyarakat dari berbagai kesulitan

dengan terbebas dari sistem bunga berbunga atau riba.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20

Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang

(17)

lembaga pembiayaan diperluas sehingga menjadi 6 (enam) jenis kegiatan

usaha yang meliputi:

1. Sewa Guna Usaha (Leasing)

2. Modal Ventura (Venture Capital)

3. Anjak Piutang (Factoring)

4. Pembiayaan Konsumen (Constumer Finance)

5. Kartu Kredit (Credit Card)

6. Perdagangan, Surat Berharga (Security Wesel)

Kartu kredit atau yang sering disebut dengan credit card merupakan salah satu solusi sementara untuk membantu masyarakat dalam masalah

financial. Pemakaian kartu plastik ajaib ini sudah cukup meluas. Bahkan seringkali seseorang memegang beberapa kartu kredit sekaligus. Hal itu

dikarenakan kemudahan seseorang dalam memperoleh kartu kredit, dikatakan

mudah karena dalam memperoleh kartu kredit syarat syarat yang harus

dipenuhi relatif gampang yaitu diantarany hanya dengan cukup mengajukan

permohonan dan memenuhi syarat syarat yang ditentukan lainnya.

Kepemilikan kartu kredit memang dapat menjadi indikasi akan

bonafiditas atau tingkat perekonomian dari pemiliknya, yaitu :

“indications to seller that the person who recieved the card from the issuer has a satisfactory credit rating and that if cerdit is extended, the issuer of the card will pay (or see to it that the seller recieves paymnet) for th mechandise delivered” (Jack P. Friedman, 1987 : 136).

Kartu kredit merupakan produk yang eksklusive dimana memilikinya seolah

olah tingkat status mereka meningkat (Siamat, 2001 :399).

Kartu Kredit sebagai salah satu bentuk baru dari fasilitas perbankan di

bidang pembiayaan, merupakan sarana pembiayaan yang perkembangannya

begitu pesat dan menjamur. Berbagai kemudahan dan keuntungan yang

ditawarkan Kartu Kredit seolah menjadi sihir berbagai kalangan untuk tertarik

menggunakan kartu kredit. Masyarakat merasa lebih aman menggunakan

kartu kredit untuk menunjang kegiatan sehari – hari, dibandingkan bila harus

membawa cash money.

(18)

using credit cards eliminates to carry cash with you, you can buy even if you have not money, you buy now but pay later, they enable you to buy on installments, you can also use credit cards in your business dealings and so on. (Halil Tunali)

Dengan melihat peluang tersebut dimana kartu kredit seolah menjadi

kebutuhan pokok setiap bank, baik bank pemerintah ataupun swasta berlomba

lomba meniciptakan layanan pembiayaan kartu kredit dengan berbagai

fasilitas dan keunggulan masing masing. Di sini hasanah card merupakan salah satu jenis kartu kredit yang menjadi produk unggulan dari BNI Syariah.

Munculnya hasanah card memiliki fungsi dan tujuan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dengan tidak meninggalkan prinsip syariah.

Bila disejajarkan dengan kartu kredit dari bank konvsional, hasanah card

memiliki berbagai keunggulan. Dalam kartu kredit konvensional bunga yang

dikenakan relatif tinggi, untuk saat ini bank konvensional hampir

mengenakan bunga 4%, dengan hal tersebut akan sangat memberatkan para

pemegang kartu, kemudian pengenaan biaya biaya yang lain seperti biaya

bulanan, biaya tahunan, denda, biaya administrasi yang terlalu tinggi. Belum

lagi, jika adanya kredit macet, penggunaan pihak ketiga sebagai penagih (debt

collector) yang dirasa sangat menggangu kenyamanan para nasabah, tetapi tidak demikian halnya dalam bank syariah, khususnya pada bank BNI Syariah

Surakarta.

Layanan hasanah card dapat dinikmati oleh setiap nasabah diberbagai tempat yang menyediakan pelayanan kartu kredit, sehingga meskipun

hasanah card merupakan satu satunya kartu kredit berbasis syariah tetap dapat dimanfaatkan dengan cakupan yang sangat luas sama halnya kartu

kredit pada umunya.

Dengan latar belakang munculnya kartu kredit sebagai sarana penunjang

kebutuhan ekonomi masyarakat, tentunya masyarakat akan lebih tertarik serta

memilih jenis kartu kredit yang memberikan keuntungan serta fasilitas

(19)

cukup membantu dan meringankan masyarakat. Sistem perhitungan Kartu

kredit yang terkenal dengan sebutan kredit bunga berbunga tanpa batas yang

tentunya sangat memberatkan masyarakat, tidak berlaku bagi hasanah card karena menganut prinsip yang mengharamkan riba, sehingga cara perhitungan

yang digunakan tetap disesuaikan dengan jumlah penggunaan yang dipakai

oleh nasabah dan keuntungan yang diperoleh bank merupakan hasil dari jasa

(ujrah). Hal inilah yang menyebabkan hasanah card cukup dapat diterima di

kalangan masyarakat meskipun hasanah card tampil sebagai kartu kredit baru.

Seiring dengan pesatnya pengunaan kartu kredit tersebut, penyalah

gunaannya juga banyak terjadi. Di samping itu, ternyata juga seringkali

terjadi bahwa para pihak yang terlibat dalam pengunaan atau penerbitan atau

pemakaian kartu kredit tidak selamanya melaksanakan prestasinya seperti

yang diperjanjikan, baik karena kesengajaan, kesilapan, maupun karena

seribu satu alasan lainnya. Karena itu, kehadiran sektor hukum yang adil,

tegas, dan predictable untuk menata penggunaan kartu kredit tentu merupakan

kebutuhan dunia bisnis yang nyata dalam prakteknya.

Sektor hukum khususnya hukum bisnis dewasa ini sudah cukup

berkembang. Merupakan suatu fenomena dengan fakta yang tidak

terbantahkan, terlebih lagi di era globalisasi ini, dimana hampir semua yang

terjadi di negeri lain di bidang bisnis dan karenanya juga disektor legal,

akhirnya juga dipraktekkan di Indonesia.

Perkembangan sektor hukum bisnis yang begitu cepat tersebut membawa konsekuensi terhadap perlunya sektor hukum di bidang ini ditelaah ulang agar tetap up to date, seirama dengan perkembangan masa, maka jika yang mengatur perbankan dikenal adanya hukum perbankan atau mengatur perkreditan yang namanya hukum perkreditan, tentunya yang mengatur bantuan finansial lewat lembaga pembiayaan dikenal juga cabang hukum bisnis yang namanya hukum pembiayaan (Munir Fuady, 1999: 2).

Sebagai salah satu upaya untuk mengawasi, menjalankan dan

(20)

khususnya mengenai pembiayaan, maka dibentuklah suatu lembaga yang

disebut dengan Lembaga pembiayaan yaitu salah satu bentuk usaha di bidang

lembaga keuangan nonbank yang mempunyai peranan yang sangat penting

dalam pembiayaan dan pengelolaan salah satu sumber dana pembangunan di

Indonesia. Kegiatan lembaga pembiayaan dilakukan dalam bentuk

penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara

langsung dari masyarakat melalui deposito, tabungan, giro dan surat sanggup

bayar (Dyah Wulandari, 2010:2).

Akan tetapi dibalik semua kemudahan, keuntungan dan kecanggihan

yang ditawarkan tersebut, juga dapat menimbulkan berbagai masalah bila

tidak berhati – hati dan bijak dalam penggunaannya. Akibat dari kekurang

hati – hatian dan sifat konsumtif yang tidak terkendali, muncul berbagai

kecurangan dan penyalahgunaan kartu kredit, sehingga diperlukan adanya

suatu pranata hukum yang dapat mengatur berbagai permasalahan tersebut.

Berdasarkan latar belakang sebgaimana tersebut diatas, penulis

memfokuskan penelitian dengan mengambil judul : PROBLEMATIKA

HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANNAH CARD (KARTU KREDIT)

DI BANK BNI (BANK NEGARA INDONESIA) SYARIAH SURAKARTA

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis

merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah

apa yang hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam

mengumpulkan, menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara lebih

rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Apa problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasannah card (kartu kredit)?

2. Bagaimana perbandingan keuntungan hasanah card dibandingkan dengan kartu kredit konvensional ?

(21)

3. Bagaimana penyelesaian problematika hukum dalam pembiayaan

hasannah card (kartu kredit)?

C. TUJUAN PENELITIAN

“Tujuan penelitian adalah rumusan tentang hal-hal yang hendak dicari, ditemukan, atau ingin dicapai dari kegiatan penelitian” (Tajul Arifin, 2008:77). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan yang dikaji oleh penulis. Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis sendiri baik berupa tujuan secara obyektif maupun tujuan secara subyektif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui problematika hukum apa yang ada dalam pembiayaan

Hasanah Card ;

b. Mengetahui perbandingan keuntungan hasanah card dibandingkan dengan kartu kredit konvensional dan;

c. Mengetahui bagaimana penyelesaian problematika hukum dalam

pembiayaan Hasanah Card.

2. Tujuan Subyektif

a. Menambah wawasanan, pengetahuan, dan kemampuan analitis penulis

tentang Hukum Perdata terutama menyangkut masalah hasanah card (

kartu kredit), mengetahui keuntungan hasanah card dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, dan mengetahui bagaimana

penyelesaiannya apabila terjadi permasalahan dalam pembiayaan

hasanah card (kartu kredit) sesuai dengan hukum perdata;

b. Mengetahui kesesuaian teori yang diperoleh dan kenyataan yang

terjadi dalam praktik kehidupan; dan

(22)

c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh atau meraih gelar

Sarjana Strata satu (S1) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penulis dalam hal ini berharap bahwa kegiatan penelitian hukum ini akan

bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang terkait dengan penulisan

hukum ini yaitu pembaca. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari

penulisan hukum ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat dan sumbangsih pemikiran dan pengetahuan

bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada

umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya;

b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Perdata

tentang problematika hukum dalam pembiayaan kartu kredit

khususnya di Bank BNI syariah Surakarta; dan

c. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya dan berguna bagi

para pihak yang pada kesempatan lain mempunyai minat untuk

mengkaji permasalahan yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti;

b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan

membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui

kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh; dan

c. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung

dengan penelitian ini.

(23)

E. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa, dan konstruksi, yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2010 : 42).

Untuk mendapatkan data dan penelitian yang rinci dan utuh dalam memberikan uraian, maka diperlukan adanya suatu metode penelitian. “Metode penelitian pada dasarnya adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data dan/atau informasi empiris untuk memecahkan permasalahan dan/atau menguji hipotesis penelitian” (Tajul Arifin, 2008:77).

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah dan ditinjau dari tujuan penelitian hukum dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data utama, dimana penulis langsung terjun ke lokasi.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini termasuk penelitian yang bersifat hukum deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala – gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa – hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori – teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori – teori baru (Soerjono Soekanto, 2008: 10).

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-data yang digunakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2006:250).

Penulis menggunakan metode ini karena metode ini mampu menyesuaikan secara lebih mudah untuk berhadapan dengan kenyataan

(24)

serta lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan banyak penajaman dengan pola-pola nilai yang dihadapi.

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

“Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi obyek penelitian atau yang diperoleh secara langsung dari responden-responden berupa keterangan atau fakta-fakta “(Soerjono Soekanto, 2006:12). Data primer dalam penelitian ini adalah berupa hasil wawancara dengan bapak Mujiyono selaku pihak yang berkompeten di Bank BNI Syariah Surakarta dan beberapa nasabah Bank BNI Syariah Surakarta khususnya produk Hasanah Card, diantaranya yaitu Jayanti Agustiningrum AP, SH; Ir, Woro Yulianti; dan Ellus Yuniati

b. Data Sekunder

“Data sekunder adalah data yang didapat dari keterangan-keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan, dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan sumber-sumber tertulis lainnya” (Soerjono Soekanto, 2006:12).

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah data sekunder, yaitu data atau informasi hasil pengkajian dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, majalah, jurnal, atau arsip-arsip yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.data sekunder di bidang hukum ditinjau dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan dalam:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer

terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau

risalah di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer dalam penelitian ini

adalah:

1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah.

(25)

3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

4) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan.

5) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember

1988 tentang Lembaga Pembiayaan.

6) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 125/KMK.013/1988

tanggal 20 Desember 1988 tentang Tata Cara Pelakaksanaan

Lembaga Pembiayaan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,

2005:41). Bahan hukum sekunder berupa data yang diperoleh secara

tidak langsung dari kepustakaan yaitu berupa buku-buku,

dokumen-dokumen, jurnal hukum, artikel-artikel, internet dan sumber-sumber

lainnya yang memiliki korelasi, khususnya yang berkaitan dengan

penelitian hukum penulis; dan

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti

misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk mengumpulkan data dari salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan. Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan relevan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara,

Merupakan cara memperoleh data dengan jalan melakukan tanya jawab secara mendalam dengan sumber data primer, yaitu pihak-pihak yang berkompeten di Bank BNI Syariah Surakarta.

b. Observasi

Adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan di lapangan.

(26)

c. Studi kepustakaan

Adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen, buku-buku, dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dalam hal ini penulis akan mengumpulkan data-data dengan mempelajari:

1) Dokumen-dokumen atau berkas-berkas lainnya yang diperoleh dari

Bank BNI Syariah Surakarta.

2) Buku-buku serta bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan

pokok-pokok bahasan penelitian.

6. Teknik Analisis Data

“Analisis data merupakan proses yang dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, kemudian mereduksi data, dan menyusunnya dalam satuan-satuan yang dikategorisasikan sehingga data yang diperoleh tersebut dapat ditafsirkan” (Lexy J. Moleong, 2009:247).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, dan memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh.

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM

Guna menerangkan secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang supaya memudahkan pemahaman mengani seluruh isi penulisan hukum ini.

Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

(27)

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini penulis memberikan landasan teori atau penjelasan secara teoritik yang bersumber dari bahan hukum berupa literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka ini terdiri dari kerangka teori atau konseptual dan kerangka pemikiran.

1. Kerangka teori, berisi uraian sistematis tentang berbagai

keterangan yang dikumpulkan dari pustaka yang ada

hubungannya dan menunjang penelitian. Kerangka teori

dalam penelitian ini menjelaskan tinjauan mengenai kartu

kredit, dan tinjauan mengenai jaminan.

2. Kerangka pemikiran, menggambarkan logika hukum

untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV : PENUTUP

Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses penelitian, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(28)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan umum tentang Bank Syariah a. Pengertian Bank Syariah

Bank Syariah terdiri atas dua kata, yaitu Bank dan Syariah. Kata Bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata Syariah dalam versi bank syariah di indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan /atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam.

Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam (Zainudin Ali, 2008:1)

Sedangkan pengertian yang lain tentang Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.(Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah)

b. Produk produk Bank Syariah

Pertumbuhan produk perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya di negara Republik Indonesia, yang penduduknya mayoritas muslim, bahkan terbesar di dunia, jauh tertinggal bila dibandingkan Amerika yang penduduk muslimnya sangat kecil. Produk syariah baru dikenal di Indonesia diawal 1990-an, yaitu ketika bank muamalat Indonesia berdiri. Berdasarkan Undang undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 19-21 tentang Perbankan Syariah, maka dapat dijabarkan beberapa produk dari Bank Syariah, yaitu :

1) Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

(29)

2) Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah;

3) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

4) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

5) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

6) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak

kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli

dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

7) Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

8) Kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah;

9) Surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah

10)Letter of Credit c. Dasar hukum Bank Syariah

(30)

Dengan kata lain, dasar hukum dari perbankan syariah adalah : 1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah.

2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan.

3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan

atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia.

4) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan

atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama.

5) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan.

6) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank

Syariah.

7) Surat keputusan direksi Bank Indonesia tentang Bank

Umum berdasarkan prinsip syariah direksi Bank

Indonesia.

8) Fatwa DSN-MUI tentang hukum perbankan.

2. Tinjauan umum tentang perjanjian

(31)

Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUH Perdata) menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu ;

a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. cakap untuk membuat suatu perjanian

c. mengenai hal atau obyek tertentu

d. suatu sebab (causa) yang halal

(32)

“penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain”. Dalam dunia modern yang komplek ini perjanjian lisan sudah tidak disarankan untuk digunakan karena perjanjian secara lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah di kemudian hari meskipun secara teori diperbolehkan. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara Bank dengan Debitor sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.

Dalam praktek Bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu :

a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan

Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standarform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh Bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan Bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitor untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-sayarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut.

b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil

Perjanjian ini di siapkan dan di buat oleh seorang notaris namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan Bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditor atau lebih dari satu bank).

(33)

3. Tinjauan Umum tentang lembaga pembiayaan a. Pengertian pembiayaan

Pembiayaan yang berasal dari kata dasar biaya. “Biaya adalah uang yang dikeluarkan untuk mengadakan sesuatu. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah perbuatan (hal dsb) membiayai atau membiayakan” (KBBI,1985 :135-136).

b. Pengertian Perusahaan pembiayaan

Dengan semakin maraknya dunia bisnis, tidak bisa kita elakan lagi adanya kebutuhan dana yang dperlukan baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.

Untuk membutuhkan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain didalam mengembangkan usahanya.

Awal mulainya lembaga pembiayaan disebutkan dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tangal 20 Desember 1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan.

Menurut pasal 1 Keppres di atas dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

c. Asas-asas mengenai Perusahaan pembiayaan

Undang-undang telah mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan. Terdapat tiga asas umum mengenai pembiayaan (http:// studihukum.wordpress.com):

1) Asas yang pertama adalah asas kebebasan berkontrak,

dimana lembaga pembiayaan bebas dalam melakukan

(34)

ada kesepakatan di antara para pihak dan memenuhi

persyaratan yang ada.

2) Asas yang kedua adalah asas kehati-hatian, dalam asas

ini dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan

pembiayaan, pihak lembaga pembiayaan tidak lupa juga

memperhatikan aspek kehati-hatian, hal ini utuk

meminimalisir adanya kerugian atau kendala-kendala

yang timbul dari pembiayaan tersebut, hal ini untuk

melindungi pihak lembaga pembiayaan maupun pihak

nasabah (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998).

3) Asas yang ketiga adalah asas demokrasi ekonomi,

dengan mengacu kepada penjelasan Pasal 33 UUD 1945

diketahui bahwa ayat 1, 2 dan 3 Pasal 33 UUD 1945 ini

pada dasarnya merupakan landasan dari Demokrasi

Ekonomi atau lebih populer dengan istilah Sistem

Ekonomi Kerakyatan, adalah suatu sistem perekonomian

yang mengutamakan peningkatan partisipasi seluruh

anggota masyarakat dalam proses penyelenggaraan

perekonomian. Dengan demikian maka dalam Sistem

Ekonomi Kerakyatan ini setiap anggota masyarakat tidak

hanya diperlakukan sebagai objek, tetapi juga sebagai

subjek yang memiliki hak untuk berpartisipasi secara

langsung dalam penyelenggaraan perekenomian dan

sekaligus turut serta mengawasi penyelenggaraannya.

d. Prinsip prinsip pembiayaan yang baik

Lembaga keuangan melakukan fungsi menyalurkan kredit/pembiayaan melalui berbagai unit usahanya. Pembiayaan tersebut merupakan sumber profit dalam rangka menjaga kesinambungan usaha permodalan dan memberikan konstribusi bagi negara melalui pembayaran pajak. Dari kedua manfaat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memenuhi target pembiayaannya, lembaga pembiayaan dituntut untuk selalu memenuhi prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat. Dalam dunia

(35)

perbankan berlaku prinsip umun yang dikenal dengan 5-C yang meliputi: character, capacity, capital, condition, dan collateral.

Bagi suatu lembaga pembiayaan, prinsip tersebut dapat diterapkan dengan penyesuaian pada situasi dan kondisi. Sesuai dengan pengertian kredit (berasal dari kata credo) yaitu kepercayaan (trust), maka debitur yang dibiayai adalah mereka yang diyakini akan sanggup untuk mengembalikan kredit/pembiayaan itu berikut dengan margin/bunganya. Menurut Roger H. Hale dalam bukunya Credit Analyze a Complete Guide, terdapat beberapa langkah pemberian kredit yang sehat, yang merupakan pengembangan dari prinsip 5-C. Mengacu pada pendapat Hale tersebut, beberapa langkah berikut perlu dijadikan pedoman dalam penyaluran kredit/pembiayaan, antara lain:

1) Dokumen kredit/pembiayaan harus diterima oleh kreditur

secara lengkap, karena ketidaklengkapan dokumen dapat

menjadi masalah di kemudian hari.

2) Kumpulkan fakta secara lengkap berdasarkan data yang akurat.

Pastikan bahwa seluruh aspek yuridis telah terpenuhi.

3) Pihak kreditur harus benar-benar memahami bisnis calon

debitur, termasuk trend dan prospeknya.

4) Pofesional dalam menilai agunan. Perlu diingat bahwa sumber

utama pengembalian kredit harus berasal dari cashflow perusahaan debitur bukan dari penjualan agunan yang

merupakan second way out dalam pengembalian kredit.

5) Risiko kredit/pembiayaan harus dianalisa secara cermat oleh

pihak independen.

6) Keputusan menyangkut persetujuan kredit/pembiayaan harus

bebas dari intervensi atau tekanan pihak manapun.

7) Pelunasan harus menjadi dasar dan tujuan dari

kredit/pembiayaan, sehingga besarnya pinjaman selalu

mempertimbangkan kemampuan pihak debitur dalam

pengembaliannya.

(36)

8) Jika kredit disalurkan melalui lembaga perantara (bank

pelaksanaan), maka pastikan bahwa lembaga perantara tersebut

dalam kondisi sehat.

9) Penanganan adminsitrasi dan dokumentasi kredit harus

dilakukan secara tertib semenjak pengajuan kredit, proses

persetujuan, pelimpahan, pembayaran angsuran, dan

pelunasannya.

10) Monitoring terhadap mutu kredit/pembiayaan harus dilakukan

secara berkala dan dilakukan oleh seluruh unsur terkait.

11) Penggunaan kredit/pembiayaan harus dapat ditelusuri dan

dipertanggungjawabkan.

12) Kreditur harus melakukan pembinaan dan pendampingan

kepada debitur agar usahanya semakin maju dan dapat

melunasi pinjaman tepat pada waktunya.

Dari prinsip-prinsip tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian kredit/pembiayaan tidak dapat dilakukan secara gegabah. Kehati-hatian sejak awal merupakan pencegahan yang paling efektif dalam rangka memperoleh portfolio kredit yang sehat.

e. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan

yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam Pasal 2

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang

Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha

dari Perusahaan Pembiayaan antara lain :

1) Sewa Guna Usaha.

Sewa Guna Usaha (Leasing) merupakan kegiatan

pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik

secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance lease)

maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease)

(37)

jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara

angsuran.

Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk

pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik

dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut.

Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara

membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian

disewagunausahakan kembali.

Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) masih

berlaku, hak milik atas barang modal objek transaksi Sewa

Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan.

2) Anjak Piutang

Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan

dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu

perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Dalam pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan

bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk piutang

dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan

atas piutang tersebut.

Kegiatan anjak piutang tersebut, dapat dilakukan dalam

bentuk anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang

(Without Recourse) dan anjak piutang dengan jaminan dari

penjual piutang (With Recourse).

Anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang

(Without recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana

Perusahaan Pembiayaan menanggung seluruh resiko tidak

tertagihnya Piutang. Sedangkan anjak piutang dengan jaminan

dari penjual piutang (With recourse) adalah kegiatan anjak

piutang dimana penjual piutang menanggung resiko tidak

(38)

tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada

Perusahaan Pembiayaan.

3) Usaha Kartu Kredit

Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan

pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan

menggunakan kartu kredit. Kegiatan usaha kartu kredit

dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat

dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembelian barang

dan/atau jasa.

Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu

kredit, sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib

mengikuti ketentuan Bank Indonesia.

4) Pembiayaan Konsumen

Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah

kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk

penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

Kebutuhan konsumen yang dimaksud meliputi antara lain :

a) Pembiayaan kendaraan bermotor;

b) Pembiayaan alat-alat rumah tangga;

c) Pembiayaan barang-barang elektronik;

d) Pembiayaan perumahan.

f. Dasar Hukum Perusahaan Pembiayaan

1) Peraturan presiden no.61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan

(39)

usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsug dari masyarakat (Pasal 1).

Dan yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan utuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan (Pasal 1).

2) Keputusan menteri keuangan nomor :1251/KMK.013/1988 tentang ketetuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan

Pasal 2

Dalam Pasal 2 dijelaskan, lembaga pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usaha :

a) Sewa guna usaha

b) Modal ventura

c) Perdagangan surat berharga

d) Anjak piutang

e) Usaha kartu kredit

f) Pembiayaan konsumen.

Pasal 9

Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan dapat dilakukan oleh :

a) Bank

b) Lembaga keuangan bukan bank

c) Perusahaan pembiayaan.

4. Tinjauan umum tentang hasannah card (kartu kredit) a. Pengertian kartu kredit

Kartu kredit merupakan suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhkan dentitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan unutk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari barang atau jasa yang dibeli di tempat tempat tertentu,

(40)

seperti toko, hotel, restaurant, penjualan tiket pengangkutan, dll (munir fuady,1999:174).

Selanjutnya membebankan kewajiban kepada pihak penerbit kartu kredit untuk melunasi harga barang atau jasa. Kemudian kepada pihak penerbitnya diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak pemegang kartu kredit plus biaya biaya lainnya, seperti bunga, denda, iuran tahunan, uang pangkal, dan sebagainya.

Credit cards are plastic cards bearing an account number assigned to a cardholder with a credit limit than can be used to purchase goods, services, and interest is charged on the outstanding balance.(international research journal of finance and economics, issue 11 2007)

Adapun pendapat lain yang mengatakan, “kartu kredit adalah alat pembayaran melalui jasa bank/perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/jasa, atau alat untuk menarik uang tunai dari bank/perusahaan pembiayaan” (munir fuady,2000:263).

b. Sejarah singkat Hasanah Card

Bisnis kartu kredit di Indonesia mengalami perkembangan yang

sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kartu yang beredar

saat ini telah mencapai lebih dari 13 juta kartu yang diterbitkan oleh 22

bank dan lembaga pembiayaan. Berbagai macam penawaran yang

menarik, dari sisi joint promo maupun fitur. Bahkan saat ini jenis kartu

kredit yang beredar telah ada yang menggunakan sistem Syariah.

Bertepatan dengan Festival Ekonomi Syariah (FES) pada bulan

Februari 2009 yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, BNI

Syariah telah meluncurkan salah satu jenis pembiayaan yang berbasis

Kartu Kredit yaitu iB Hasanah Card dengan menggandeng provider MasterCard International. Untuk peluncuran produk Hasanah Card sendiri diawali di Jakarta pada tahun 2008, kemudian disusul di

Semarang pada tahun 2009 untuk wilayah Surakarta sendiri, Bank BNI

(41)

Dasar yang dipakai dalam penerbitan iB Hasanah Card adalah fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.54/DSN-MUI/X/2006

mengenai Syariah Card dan surat persetujuan dari Bank Indonesia No.10/337/DPbs tangal 11-03-2008. Sesuai dengan fatwa DSN

No.54/DSN-MUI/X/2006 Syariah Card didefinisikan sebagai kartu yang berfungsi sebagai Kartu Kredit yang hubungan hukum antara

para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam

fatwa.

c. Akad Hasanah Card

Dalam Hasanah Card, ada beberapa akad (Akad Syariah Card) yang menjadi acuan sesuai dengan yang diatur dalam Fatwa DSN No. 54/DSN-MUI/X/2006

Kafalah

Penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang

Kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar

(dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu

dengan Merchant dan atau penarikan uang tunai selain

Bank atau ATM Bank Penerbit Kartu.

Qard Penerbit kartu adalah pemberi pinjaman kepada pemegang iB Hasanah Card atas seluruh transaksi penarikan tunai

dengan menggunakan kartu dan transaksi pinjaman dana.

Ijarah Penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu.

Tabel.1

d. Pengertian hasannah card (kartu kredit)

Hasannah card adalah kartu berbasis syariah yang berfungsi seperti kartu kredit sehingga diterima di seluruh tempat yang bertanda master card dan semua ATM yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia.(www.BNI.co.id)

(42)

e. Pihak pihak yang terlibat dalam hasannah card (kartu kredit) Transaksi yang dilakukan dengan mengunakan hasannah card (kartu kredit) melibatkan berbagai pihak yang saling berkepentingan. Masing masing pihak satu sama lain terikat perjanjian baik mengenai hak maupun kewajibannya. Pihak pihak yang terlibat ini pada akhirnya akan membentuk suatu suatu sistem kerja kartu kredit itu sendiri.

Dalam sistem kerja hasannah card ( kartu kredit) ada 4 pihak, yaitu:

a. Pihak penerbit (issuer)

Pihak penerbit kartu kredit ini terdiri dari :

a)Bank

b)Lembaga keuangan yang khusus bergerak di bidang

penerbitan kartu kredit

c)Lembaga keuangan yang disamping bergerak didalam

penerbitan kartu kredit bergerak juga di bidang kegiatan

kegiatan lembaga keuangan lainnya.

Kepada pihak penerbit ini, oleh hukum dibebankan kewajiban sebagai berikut :

a)Memberikan kartu kredit kepada pemegangnya

b)Melakukan pelunasan pembayaran harga barang atau jasa

atas tagihan yang disodorkan oleh penjual

c)Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit terhadap

setiap tagihannya dalam suatu periode tertentu.

d)Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit berita

berita lainnya yang menyangkut dengan hak, kewajiban

dan kemudahan bagi pemegang tersebut.

Selanjutnya bagi pihak penerbit kartu kredit oleh hukum hukum diberikan hak-hak sebagai berikut :

(43)

a)Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit

pembayaran kembali uang harga pembelian barang atau

jasa.

b)Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit

pembayaran lainnya, seperti bunga, denda, iuran tahunan,

dll.

c)Menerima komisi dari pembayaran tagihan kepada

perantara penagihan atau kepada penjual.

b. Pihak pemegang kartu kedit (card holder)

Secara hukum, pihak pemegang kartu kredit mempunyai kewajiban sebagai berikut :

a)Tidak melakukan pembelian dengan kartu kredit yang

melebihi batas maksimum.

b)Menandatangani slip pembelian yang disodorkan oleh

pihak penjual.

c)Melakukan pembayaran kembali harga pembelian sesuai

dengan tagihan oleh pihak penerbit kartu kredit.

d)Melakukan pembayaran pembayaran lainnya.

Selanjutnya pihak pemegang kartu kredit mempunyai hak hak sebagai berikut :

a)Hak untuk membeli barang atau jasa dengan menggunakan

kartu kredit, dengan atau tanpa batas maksimum.

b)Kebanyakan dari kartu kredit juga memberikan hak kepada

pemegangnya untuk mengambil uang cash, baik pada

mesin teller tertentu, ataupun via bank bank lain atau bank

penerbit. Biasanya jumlahnya pengambilan uang cash

tersebut dibatasi sampai pada batas plafond tertentu.

c)Hak untuk menapatkan informasi dari penerbit tentang

perkembangan kreditnya dan tentang kemudahan

kemudahan sekiranya ada yang diperuntukan baginya.

(44)

Sedangkan pihak penjual barang atau jasa, terhadap mana kartu kredit akan atau telah dipergunakan, secara hukum mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut :

a)Memperkenankan pihak pemegang kartu kredit untuk

membeli barang atau jasa dengan memakai kartu kredit.

b)Bila perlu melakukan pengecekan atau otorisasi tentang

pengunaan dan keabsahan kartu kredit yang bersangkutan.

c)Menginformasikan kepada pemegang kartu kredit tentang

charge tambahan selain harga jika ada.

d)Menyodorkan slip pembelian untuk ditandatangani oleh

pihak pembeli.

e)Membayar komisi ketika melakukan penagihan kepada

perantara atau kepada penerbit kartu kredit.

Sedangkan yang menjadi hak dari pihak penjual adalah :

a)Meminta pelunasan harga barang atau jasa yang dibeli oleh

pembeli.

b)Meminta pembeli atau pemegang kartu kredit untuk

menandatangani slip pembelian.

c)Menolak unutk menjual barang aau jasa jika tidak terdapat

otorisasi dari penerbit kartu kredit.

d. Pihak perantara

Pihak perantara ini terdiri dari perantara penagihan (antara penjual dan penerbit), dan perantara pembayaran (antara pemegang dan penerbit.)

(45)

seperti juga tagihan perantara penagihan tersebut kepada penerbit, maka jumlah yang harus dibayar kepada penjualpun terkena potongan komisi oleh pihak perantara.

Selanjutnya yang dimaksud dengan perantara pembayaran adalah bank-bank dimana pembayaran kredit/harga dilakukan oleh pemegang kartu kredit. Selanjutnya bank-bank ini akan mengirim uang pembayaran tersebut kepada penerbit. Pihak perantara pembayaran ini berkedudukan dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama saja seperti pemberian jasa pengiriman uang lainnya yang biasa dilakukannya. Dalam hal ini bank perantara ini akan mendapatka bayaran berupa fee tertentu (munir fuady, 1999 :175).

f. Macam macam hasannah card/kartu kredit

Keleluasaan dan kebebasan dalam menggunakan sangat dibatasi kepada jenis kartu kredit yang dimilikinya. Setiap jenis kartu kredit memiliki keunggulan dan kekurangannya. Oleh karena itu nasabah harus pandai dalam memilih kartu kredit yang sesuai dengan keinginannya.

Jenis hasanah card/kartu kredit yang ada saat ini dilihat dari berbagai sisi adalah :

Dilihat dari segi fungsi

1) Charge card

Adalah kartu kredit dimana pemegang kartu kredit harus membayar semua tagihan yang terjadi atas dirinya secara sekaligus pada saat jatuh tempo.

2) Credit card

Adalah suatu sistem dimana pemegang kartu kredit dapat melunasi semua tagihan yang terjadi atas dirinya secara sekaligus ataupun secara angsuran pada saat jatuh tempo.

3) Debit card

(46)

4) Cash card

Adalah kartu kredit yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM maupun langsung di teller bank. Namun pembayaran cash ini tidak dapat dilakukan diluar bank.

5) Check guarantee

Adalah kartu kredit yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai.

Berdasarkan wilayah

1) Kartu lokal

Adalah kartu kredit yang hanya dapat digunakan dalam suatu wilayah tertentu saja.

2) Kartu internasional

Adalah kartu kredit yang dapat digunakan antar lintas negara, atau tidak terbatas hanya dalam suatu wilayah tertentu saja. (kasmir,2002 :320).

g. Dasar hukum hasanah card

1) Perjanjian para pihak sebagai dasar hukum

Sebagaimana diketahui bahwa sistem hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1) KUHPer). Dengan berdasarkan kepada Pasal 1338 ayat (1) KUHPer maka asal saja dibuat secara tidak bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku maka setiap perjanjian lisan maupun tertulis yang dibuat oleh para pihak dalam kegiatan kartu kredit, akan berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak tersebut. Dan memang ternyata ada perjanjian perjanjian yang dibuat oleh mereka yang berhubungan dengan penerbitan dan pengoperasian kartu kredit tersebut.

Karena itu Pasal 1338 ayat (1) KUHPer dapat menjadi salah satu dasar hukum berlakunya. Dengan demikian pula, tentunya pasal pasal tentang perikatan dalam buku ke III berlaku terhadap perjanjian perjanjian yang berkenaan dengan kartu kredit, secara mutatis mutandis.

(47)

Seperti telah disebutkan bahwa baik KUHD maupun KUHPer tidak dengan tegas memberikan dasar hukum bagi eksistensi kartu kredit, tetapi ada berbagai perundang undangan lain yang dengan tegas menyebut dan memberi landasan hukum bagi penerbitan dan pengoperasian kartu kredit ini. Yaitu sebagai berikut :

a) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang

Perbankan seperti yang telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

Sejauh yang berhubungan dengan perbankan, maka kegiatan yang berkenaan dengan kartu kredit mendapat legitimasinya dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, seperti yang telah diubah dengan Udang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 6 huruf I hanya dengan tegas menyatakan bahwa negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing”

c) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah

(48)
(49)

perbankan syariah, maka kegiatan yang berkenaan dengan kartu kredit dan produk produk lain yang berdasar pprinsip syariah mendapat legitimasinya dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

d) Keppres Nomor 6 tahun 1998, tentang Lembaga

Pembiayaan

Pasal 2 ayat 1 dari Keppres Nomor 6 ini antara lain menyebutkan bahwa satu kegiatan dari lembaga pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit. Sementara dalam Pasal 1 ayat (7) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam rangka pembelian barang atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.

Selanjutnya menurut Pasal 3 dari keppres Nomor 6 ini, yang dapat melakukan kegiatan lembaga pembiayaan tersebut, termasuk kegiatan kartu kredit adalah :

a) Bank

b) Lembaga keuangan bukan Bank (sekarang sudah

tidak ada lagi dalam sistem hukum keuangan

kita)

c) Perusahaan pembiayaan

e) Keputusan Menteri Keuangan no.1251/ kmk.013/

1998 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan

lembaga pembiayaan.

Pasal 2 dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251 ini kembali menugaskan bahwa salah satu dari kegiatan lembaga pembiayaan adalah usaha kartu kredit.

Selanjutnya dalam Pasal 7 ditentukan bahwa pelaksanaan kegiatan kartu kredit dilakukan dengan cara penerbitan kartu kedit yang dapat dipergunakan

(50)

oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadan barang atau jasa.

f) Peraturan Bank Indonesia Nomor. 10/8/PBI/2008

Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia

Nomor. 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan

Kartu.

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 maka yang dimaksud dengan alat pembayaran dengan menggunakan kartu adalah alat pembayaran yang berupa kartu debet, kartu kredit, Automated Teller Machine (ATM), dan/atau kartu prabayar. Pengertian kartu kredit sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 4 adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.

g) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia Nomor. 54/DSN-MUI/X. 2006 Tentang

Kartu Kredit Syariah.

(51)

pemegang kartu (hamil al-bithaqah) dan penerima kartu (merchant, tajir atau qabil al-bithaqah). Terdapat ketentuan-ketentuan yang membedakan antara kartu kredit syariah dan kartu kredit konvensional.

h) Berbagai peraturan perbankan lainnya

Masih terdapat berbagai peraturan perbankan lainya yang mengatur lebih lanjut atau menyinggung tentang kartu kredit ini, yang dikleuarkan dari waktu ke waktu (munir fuady, 1999:180).

5. Tinjauan umum tentang problematika hukum

Problematika adalah suatu permasalahan yang belum terselesaikan atau masih menjadi suatu kendala (KBBI, 1985:133-134).

Sedangkan untuk pengertian problematika hukum adalah suatu permasalahan hukum yang masih belum terselesaikan, atau masih terdapat kendala kendala dalam menyelesaikannya, atau suatu permasalahan hukum yang sering dijumpai.

(52)

B. Kerangka Pemikiran

Bagan 1. Kerangka Pemikiran UU N.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan peraturan yang lainnya

Dasar hukum Bank Syariah

Hasanah Card

keuntungan

Pemalsuan data Kredit macet

problematika

penyelesaian

Gambar

Tabel 3. Perbandingan perhitungan Hasanah Card dengan kartu kredit
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ...............................................................

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan pasien tentang DM tipe 2 dan obat antidiabetes oral di RS dan Klinik Gotong Royong

Contoh: untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap materi tertentu, alat evaluasi yang berbentuk isian (objektif), setelah dianalisis dan dibandingkan ternyata lebih baik

Namun begitu, terdapat banyak responden tidak terlibat dalam program kerajaan disebabkan oleh masalah pihak kerajaan. Antaranya termasuklah, 1) kekurangan kemahiran

Pada saat Keputusan Presiden ini mulai berlaku, Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2002 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2003 Yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan

Manfaat dari penelitian ini adalah apabila faktor pengalaman kerja, gender, usia dan komunikasi tersebut berpengaruh terhadap efektifitas audit, diharapkan auditor

Menurut Peter dan Olson (dalam Setiyaningrum, 2005), perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari satu

Berdasarkan hasil olah data dimana nilai probabilitas (p) ≤ 0,05 dapat disimpulkan bahwa karakteristik kategori produk Dimoderasi Oleh Kebutuhan Mencari Variasi

Karena sumber dana yang digunakan dalam proses pengadaan barang/jasa berasal dari dana APBN/APBD, proses pengadaan barang/jasa pemerintah juga termasuk pada