• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perceraian Dan Akibatnya Yang Dilakukan Pegawai Negeri Sipil Dilingkungan Kota Tebing Tinggi Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perceraian Dan Akibatnya Yang Dilakukan Pegawai Negeri Sipil Dilingkungan Kota Tebing Tinggi Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum yang menjamin setiap warga negaranya untuk

membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah sesuai dengan

Pasal 28 b Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.2Perkawinan merupakan

kebutuhan hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini, karena perkawinan

merupakan masalah yang aktual untuk dibicarakan di dalam maupun di luar percaturan

hukum. Akibat perkawinan akan timbul hubungan hukum antara suami-istri yang kemudian

dengan lahirnya anak-anak, menimbulkan hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak

mereka. Dari perkawinan mereka memiliki harta kekayaan dan timbullah hubungan hukum

dengan antara mereka dengan harta kekayaan tersebut.3

Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu

bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada

serta pergaulan masyarakatnya. Ia dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,

dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan. Seperti halnya aturan perkawinan

bangsa Indonesia bukan saja dipengaruhi adat budaya masyarakat setempat, tetapi juga

dipengaruhi ajaran agama Hindu, Budha, Islam, dan Kristen, bahkan dipengaruhi budaya

perkawinan barat, hal mana berakibat lain padang lain belalang lain lubuk lain ikannya, lain

masyarakat lain aturannya.4

2

Pasal 28 (b) Undang-Undang Dasar 1945 (setelah amandemen)

3 Martiman prodjohmidijojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta,

2007, hal. 1.

4

(2)

Salah satu produk badan legislatif di negara kita yang menyentuh secara langsung

perikehidupan masyarakat bangsa kita adalah Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

(LNRI 1974 No. 1 TAMBAHAN LNRI No. 3019). Undang-undang Perkawinan nasional yang

diundangkan tanggal 2 Januari 1974 ini berlaku secara efektif tanggal 1 Oktober 1975 yakni

sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 sevagai peraturan pelaksananya.

Untuk kelancaran pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan UU Perkawinan dan Peraturan

Pelaksanaannya tersebut, dikeluarkan pula petunjuk pelaksanaannya, antara lain termuat

dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975, Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun

1975, Instruksi Direktur Jendaral Bimbingan Masyarakat Islam No. D/INS/117/1975, dan

petunjuk-petunjuk Mahkamah Agung Mengenai Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 dan

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tanggal 20 Agustus 1975 No. MA/Pemb/0808/75.

Tujuh setengah tahun kemudian setelah Undang-undang Perkawinan berlaku secara efektif,

keluarlah Pila Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan atas Peraturan

Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri

Sipil (TAMBAHAN LNRI No. 3250) yang mulai berlaku sejak diundangkannya tanggal 21

April 1983. Ketentuan-ketentuan teknis Peraturan Pemerintah ini termuat di dalam Surat

Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 48/SE/1990.5

Kehadiran Undang-undang yang mengatur segala masalah perkawinan yang selaras

dengan perkembangan dan dinamika masyarakat ini, sebenarnya sudah lama sekali

didambakan oleh masyarakat bangsa kita, bahkan sejak tahun lima puluhan, akan tetapi karena

beberapa hambatan maka baru pada awal tahun 1974 berhasil diciptakan Undang-undang

5

(3)

Perkawinan nasional yang bersifat unifikasi yang berlaku bagi seluruh warga negara

Indonesia6

Sementara itu, perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.7

Dalam rumusan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 itu tercantum

juga tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal, ini berarti bahwa perkawinan dilangsungkan bukan untuk sementara atau untuk jangka

waktu tertentu yang direncanakan, akan tetapi untuk seumur hidup atau selama-lamanya dan

tidak boleh diputuskan begitu saja, karenanya tidak diperkenankan perkawinan yang hanya

dilangsungkan untuk sementara waktu saja seperti kawin kontrak, pemutusan perkawinan

dengan perceraian hanya diperbolehkan dalam keadaan terpaksa.8

Sebelum perkawinan dilangsungkan seringkali didahului dengan peristiwa pertunangan.

Tetapi peristiwa pertunangan ini bukan lembaga yang wajib diikuti, terserah kepada kedua

belah pihak. Apabila telah ada kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melangsungkan

perkawinan, dan kedua belah pihak menghendaki adanya pertunangan. Lembaga pertunangan

tidak diatur dengan perundang-undangan, tetapi tumbuh sebagai perkembangan hukum.

Kesepakatan ini tentunya didahului dengan lamaran, yaitu permintaan atau tawaran yang

dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.9

6

Ibid.

7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 8

Riduan Syahrani, Op.cit, hal. 13.

9

(4)

Setelah mencapai kesepakatan antara mempelai pria dan mempelai wanita barulah

perkawinan dapat dilangsungkan. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk

melangsungkan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 adalah sebagai

berikut ini, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 s/d 12:10

1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai;

2. Adanya izin kedua orangtua/wali bagi calon mempelai yang berusia dibawah 21 tahun; 3. Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan mempelai wanita sudah mencapai

16 tahun;

4. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam hubungan darah yang tidak boleh kawin;

5. Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain;

6. Bagi suami isttri yang telah bercerai lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan tidak melarang mereka kawin untuk ketiga kalinya;

7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda.

Di Indonesia sendiri, masih berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dinyatakan juga bahwa syarat untuk sahnya suatu perkawinan harus berdasarkan

hukum agama dan harus dilakukan pndaftaran perkawinan di lembaga pencatatan perkawinan

setempat. Sehingga perkawinan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di Luar Negeri

dapat diakui sebagai perkawinan yang sah apabila telah didaftarkan di lembaga pencatatan

setempat dan mendapat surat bukti perkawinan.11

Selain adanya syarat pencatatan di negara setempat, hukum perkawinan kita juga

mensyaratkan kepada setiap warga negara Indonesia yang melangsungkan perkawinan di Luar

Negeri untuk segera mendaftarkan perkawinannya tersebut di lembaga pemerintah

sekembalinya ke Indonesia.12

Jika perkawinan yang tidak harmonis keadaannya, tidak baik dibiarkan berlarut-larut,

sehingga demi kepentingan kedua belah pihak suami-istri, perkawinan yang demikian diputus

10 Riduan Syahrani, Loc.cit 11

Hukum Online, Tanya Jawab Hukum Perkawinan dan Perceraian, Lentera Hati, Ciputat, 2010, hal. 7.

12

(5)

cerai. Tentu berakibat pada anak-anak putra-putrinya, yang tidak pernah berbuat salah

menanggung akibat perbuatan orang tuanya.13 Salah satu prinsip dalam Hukum Perkawinan

Nasional yang seirama dengan ajaran agama ialah mempersulit terjadinya perceraian (cerai

hidup), karena perceraian berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang

bahagia, kekal, dan sejahtera, akibat perbuatan manusia. Lain halnya terjadi putus perkawinan

karena kematian yang merupakan takdir dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat

dielakkan oleh manusia. Nampaknya baik dalam KUH Perdata maupun Undang-undang No. 1

Tahun 1974 putusnya perkawinan karena kematian hampir tidak diatur sama sekali.14

Adapun Perceraian itu sendiri merupakan suatu proses dimana sebelumnya pasangan

tersebut sudah (pasti) berusaha untuk mempertahankannya namun mungkin jalan terbaiknya

adalah suatu perceraian. Perlu diketahui bahwa proses perceraian di Indonesia hanya dapat

dilakukan di Pengadilan Agama (khusus untuk beragama Islam) atau di Pengadilan Negeri

(khusus untuk yang non-Islam). Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam dan

Pengadilan Negeri untuk yang beragama non-Muslim. Indonesia merupakan negara yang

masih menjunjung tinggi adat ketimuran, dimana pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang

sakral. Namun demikian, angka perceraian kerap melonjak tinggi di beberapa Pengadilan

Agama di Indonesia.15

Mengapa perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara suami dan istri yang

tidak bisa diharapkan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga ini dijadikan sebagai

salah satu alasan perceraian oleh pembuat Undang-undang? Kiranya hal ini mudah saja

dipahami, sebab perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara suami dan istri

13

Martiman Prodjohamidjojo, loc.cit

14 Hilman Hadikusuma, Op.cit, hal. 149. 15

Siti Nuraini, Perkawinan dan Perceraian, Internet,

(6)

membuat rumah tangga laksana neraka dunia, dimana suami istri di dalamnya tersiksa, jauh

dari rasa ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan yang justru menjadi tujuan perkawinan.16

Apa saja yang melatar-belakangi terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami dan

istri ini, tentu macam-macam sebabnya, bisa karena tekanan ekonomi rumah tangga, bisa

karena cara hidup dan pandangan hidup yang berbeda, bisa karena kehidupan beragama yang

berbeda dan sebagainya. Sampai sejauh mana perselisihan dan pertengkaran antara suami dan

istri itu mengakibatkan suami istri yang bersangkutan tidak bisa diharapkan lagi hidup rukun

dalam rumah tangga adalah persoalan yang relatif sifatnya. Hakimlah yang menilai dan

menetapkannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan bukti-bukti yang ada.17

Sedangkan Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi

masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku,

tindakan, ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat

melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus

ditunjang dengan kehidupan berkeluarga yang serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil

dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu dengan masalah-masalah dalam

keluarganya.18 Atas dasar pokok fikiran tersebut di atas, maka telah ditetapkan Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai

Negeri Sipil.19

16

Wila Chandrawila, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 65.

Jadi, Pegawai Negeri Sipil yang ingin melangsungkan perceraian harus

mengikuti ketentuan-ketentuan sesuai perundang-undangan yang berlaku, agar Pegawai

Negeri Sipil terhindar dari sanksi-sanksi berat akibat dari melanggar peraturan-peraturan

tersebut.

17 Riduan Syahrani, Op.cit, hal. 56. 18

Pasal 1 huruf (e) Surat Edaran, Nomor 08/SE/1983

19

(7)

Berdasarkan uraian di atas dan berbagai masalah hukum yang timbul yang berkaitan

dengan perceraian yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil, telah mendorong untuk meneliti

dan menelaah masalah tersebut yang selanjutnya akan dituangkan dalam judul skripsi

mengenai “PERCERAIAN DAN AKIBATNYA YANG DILAKUKAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL DI LINGKUNGAN KOTA TEBING TINGGI MENURUT

PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU” .

Judul ini sangat menarik, dikarenakan agar para Pegawai Negeri Sipil tidak semena-mena

melakukan perceraian tanpa mengindahkan syarat-syarat yang ada, dan alangkah baiknya

Pegawai Negeri Sipil untuk mengikuti syarat-syarat yang ada agar terhindar dari sanksi-sanksi

pelanggaran disiplin berat.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Upaya-upaya apa yang dilakukan Pemerintah Kota Tebing Tinggi terhadap Pegawai

Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian?

2. Bagaimana sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian di lingkungan

Pemerintah Kota Tebing Tinggi?

3. Bagaimana putusan Pengadilan Agama tentang Pegawai Negeri Sipil yang melakukan

(8)

C. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis

bagi pembaca.

Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Secara teoretis

Manfaat penelitian yang bersifat teoretis adalah sebagai bahan masukan yang dapat

dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para pembaca yang ingin memperdalam kajian

dan pengetahuan tentang perceraian, khususnya perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

2. Secara praktis

Manfaat penelitian bersifat praktis diharapkan agar tulisan ini dapat dijadikan sebagai

bahan rujukan dalam mempelajari hukum perkawinan dan perceraian, khususnya pada

perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, praktisi hukum perkawinan dan perceraian, dan

pihak-pihak terkait lainnya

D. Tujuan Penulisan

Adapun diantaranya yang menjadi tujuan penulis melakukan penelitian dan penulisan

skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan Pemerintah Kota Tebing Tinggi

terhadap Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian

2. Untuk mengetahui apa saja sanksi yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang

(9)

3. Untuk mengetahui bagaimana putusan Pengadilan Negeri tentang perceraian Pegawai

Negeri Sipil yang melakukan peceraian dilingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

E. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi

sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.20 Penelitian merupakan suatu kerja ilmiah

yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan

konsisten.21 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa

gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.22 Penelitian pada dasarnya merupakan

suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati sesuatu objek yang mudah terpegang

oleh tangan.23 Pada dasarnya sesuatu yang dicari tidak lain adalah pengetahuan atau lebih

tepatnya pengetahuan yang benar, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai

untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu. Dengan demikian, metode penelitian

adalah suatu upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan

metode tertentu.24

Penulisan skripsi ini berusaha untuk mengumpulkan informasi dan data-data yang

diperlukan untuk menjadi bahan dalam penulisan skripsi. Bahan-bahan tersebut haruslah

20

Mukti Fajar Nurdewata, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 94.

21

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 1.

22

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 38.

23Ibid

., hal. 27.

24Ibid

(10)

mempunyai hubungan satu sama lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Dalam

penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

a. Jenis Penelitian/Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dan

penelitian empiris. Penelitian normatif merupakan penelitian kepustakaan atau studi

dokumen yang dilakukan atau ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan

hukum lain.25

Penelitian ini meliputi asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan

perundang-undangan, dan beberapa buku mengenai perkawinan dan perceraian,

khususnya pada perceraian Pegawai Negeri Sipil.

Penelitian empiris merupakan penelitian berupa studi lapangan dengan

melakukan wawancara kepada Pejabat setempat dan Pegawai Negeri Sipil yang

melakukan perceraian di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan metode

pendekatan yuridis.

Tujuan penelitian normatif dan penelitian empiris ini adalah untuk mengetahui

upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Tebing Tinggi terhadap Pegawai Negeri

Sipil yang akan bercerai. Untuk mengetahui sanksi yang diberikan Pemerintah Kota

Tebing Tinggi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang akan bercerai, dan untuk

mengetahui apa akibat hukum dari perceraian tersebut.

Dengan demikian syarat-syarat yang harus dilakukan Pegawai Negeri Sipil

yang akan melakukan perceraian dapat berjalan sebagaimana mestinya dan juga agar

Pegawai Negeri Sipil terhindar dari sanksi pelanggaran disiplin berat.

25

(11)

2. Data dan Sumber Data

Pada umumnya data dibagi dalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data

primer (primary data) adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.26

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum

Islam, Hukum Adat, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, dan Surat Edaran Nomor :

48/SE/1990 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang

Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah

lainnya,situs internet, pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek

telaahan penelitian.27

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus

umum, majalah dan jurnal ilmiah. surat kabar dan majalah mingguan juga menjadi

tambahan bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan

dengan penelitian ini.

3. Alat Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menjawab

semua masalah yang menjadi objek penelitian dengan cara :

26

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 12.

27

(12)

a. Penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan

mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet yang berkaitan

dengan judul skripsi ini yang bersifat teoretis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai

dasar dalam penelitian.28

b. Penelitian lapangan (field research) yakni dengan mengadakan wawancara kepada

Pejabat setempat dan Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian di

lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam

bentuk suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.29 Analisis data dilakukan secara kualitatif,

rangkaian kegiatan analisis data dimulai setelah terkumpulnya data sekunder, kemudian

disusun menjadi sebuah pola dan dikelompokkan secara sistematis. Analisis data lalu

dilanjutkan dengan membandingkan data sekunder terhadap data primer untuk mendapatkan

penyelesaian permasalahan yang diangkat.

F. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas gagasan dari peneliti sendiri juga melalui masukkan yang

berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah

ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian

tentang, ”PERCERAIAN DAN AKIBATNYA YANG DILAKUKAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL DI LINGKUNGAN KOTA TEBING TINGGI MENURUT

PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU belum pernah dilakukan. Oleh karenanya penelitian ini

28

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Perss, 2007, hal. 21.

29

(13)

sangat jauh dari unsur plagiat. Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, dan dapat

dipertanggungjawabkan secara akademis.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab, dan

setiap bab dibagi dalam beberapa sub bab yang masing-masing bab diuraikan masalahnya

secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang

lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhan ke dalam 5

(lima) bab terperinci.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan apa yang menjadi latar belakang permasalahan, penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penelitiaan serta

sistematika penelitian.

Bab II Tinjauan Umum Tentang Perceraian, dalam bab ini menjelaskan tentang pengertian

perceraian, syarat sah nya perceraian, pembagian harta dalam perceraian.

Bab III Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, dalam bab ini diuraikan mengenai putusnya

perkawinan karena perceraian, putusnya perkawinan karena kematian, dan akibat hukum yang

timbul dari putusnya perkawinan tersebut.

Bab IV Akibat Perceraian Yang Dilakukan Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kota

Tebing Tinggi, dalam bab ini merupakan uraian hasil penelitian yang mencakup upaya-upaya

yang dilakukan Pemerintah Kota terhadap PNS yang bercerai, sanksi bagi PNS yang bercerai,

(14)

Bab V Penutup, bab ini adalah bagian yang memuat kesimpulan dan saran, pada bagian

Referensi

Dokumen terkait

Composer: Tyagaraja Language: Telugu Tala: rUpaka (3) +0.5 Raga: SrIranjani (). sogasugA mrdanga tALamu jatagUrchi ninnu

Kata yang dapat dikenali paling baik adalah kata MALAM yaitu 98%, sedangkan dalam mengenali kata MANA, HMM hanya menghasilkan akurasi 62% yang merupakan akurasi

Evaluasi dilakukan dengan pemilihan titik standar yang diikutsertakan pada kurva kalibrasi hingga diperoleh hasil pengukuran yang optimum dengan kemiringan kurva (slope) dan

Seorang isteri dilarang memasukkan ke dalam rumah laki-laki lain sekalipun laki-laki itu adalah temannya sendiri ketika kuliah, atau saudara jauhnya selama dapat

Sifat fisikokimia yang dianalisis meliputi swelling power , kelarutan dan viskositas tepung kentang termodifikasi menunjukkan lebih tinggi dibandingkan tepung kentang

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Gabungan) :

Perumahan Istana Dieng BRI Malang Bank Muamalat Pusat kediri ATM Muamalat Mall Sri Ratu Kediri ATM Muamalat Kantor Pos Pare Kediri ATM Muamalat Blitar ATM Muamalat Tulungagung

Dari hasil Tabel 4.4 dan Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa Biorthogonal 3.9 memiliki rata-rata normalisasi energi dekomposisi yang paling tinggi yaitu 1 dengan