• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN RAKYAT DAN PENGAWASANNYA DI KABUPATEN PESISIR BARAT Oleh Roby Surya Rusmana, Muhammad Akib, Ati Yuniatai. (Email: robyrusmana702gmail.com) Abstrak - PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN RAKYAT DAN PENGAWASANNYA DI KABUPATEN PESISIR BA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN RAKYAT DAN PENGAWASANNYA DI KABUPATEN PESISIR BARAT Oleh Roby Surya Rusmana, Muhammad Akib, Ati Yuniatai. (Email: robyrusmana702gmail.com) Abstrak - PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN RAKYAT DAN PENGAWASANNYA DI KABUPATEN PESISIR BA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN RAKYAT DAN PENGAWASANNYA DI KABUPATEN PESISIR BARAT

Oleh

Roby Surya Rusmana, Muhammad Akib, Ati Yuniatai. (Email: robyrusmana702@gmail.com)

Abstrak

Kabupaten Pesisir Barat merupakan salah satu daerah di Provinsi Lampung yang memiliki potensi tambang jenis batuan yang cukup baik, yang akhirnya dijadikan masyarakat lokal sebagai salah satu mata pencaharian. Kurangnya kesadaran masyarakat melakukan perizinan mengakibatkan lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal tersebut kegiatan pertambangan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Permasalahan dalam skripsi adalah: (1) Bagaimana mekanisme pemberian IPR di Kabupaten Pesisir Barat ? (2) Bagaimana pengawasan terhadap pertambangan rakyat di Kabupaten Pesisir Barat ? (3) Apa faktor penghambat pemerintah daerah melakukakan pengawasan terhadap pertambangan tersebut ?. Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan cara normatif dan empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang dianalisis secara kualitataif.

Hasil penelitian bahwa mekanisme pemberian IPR di Kabupaten Pesisir Barat, pada awalnya pemohon mengajukan persyaratan administrasi, teknis, lingkungan dan finansial kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu dan Dinas Lingkungan hidup yang kemudian akan memberikan surat rekomendasi kepada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung agar izin diberikan atau ditolak. Bentuk pengawasan kegiatan pertambangan rakyat di Kabupaten Pesisir Barat dilakukan dengan beberpa tahapan yaitu Pengawasan Langsung, dan pengawasan tidak langsung, serta pasca pengawasan. Faktor penghambat pemerintah daerah melakukan pengawasan ada 2 faktor yaitu: (1) faktor internal: adalah kurangnya personil dari staf/aparatur pemerintahan, kurangnya kendaraan operasional untuk menempuh ke lokasi, kurangnya biaya perjalanan dinas untuk melakukan pendataan. (2) faktor eksternal: kurangnya kesadaran masyarakat, tidak adanya laporan dari masyarakat dan kegiatan yang berskala kecil.

(2)

Abstract

Pesisir Barat District is one area in Lampung Province which has a potential mine rock types is quite good, which eventually turned into the local community as a livelihood. Lack of public awareness perform licensing have weak oversight by local governments. In connection with the mining activities in Indonesia is regulated in Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal. Problems in the thesis are: (1) How does the mechanism of IPR in the Pesisir Barat District ? (2) How is the supervision of artisanal mining in the Pesisir Barat district (3) What are the factors inhibiting local governments to supervise the mining?. This study uses the approach to normative and empirical. The data used are primary data and secondary data and qualitative analyzed.

The results of the study that the mechanism of IPR in the Pesisir Barat district, at first applicant filed administrative requirements, technical, environmental and financial to the Department of Investment and Integrated Services One and the Environment Department which will then provide a letter of recommendation to the Department of Mines and Energy of the Province of Lampung for permission granted or denied. Shape control artisanal mining activity in the Pesisir Barat District conducted with several stages of the Supervisory Direct and indirect supervision, and post-supervision. Factors inhibiting local government oversight there are 2 factors: 1) internal factors: is the lack of personnel on staff / government personnel, a lack of operational vehicles to travel to the location, the lack of official travel expenses to perform data collection. (2) external factors: lack of awareness, lack of reports from the public and small-scale activities.

Keywords: Licensing, Supervision, Minin

A. Pendahuluan

Kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi air, udara, tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Menurut Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia maka diselenggarakan berbagai macam

kegiatan usaha dan produksi yang menunjang pembangunan. Salah satu kegiatan usaha yang menunjang pembangunan di Indonesia adalah sektor pertambangan.

(3)

dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

Pertambangan merupakan rangkaian kegiatan dalam upaya pencarian penambangan/penggalian,

pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batu bara, panas bumi, migas).1 Penguasaan mineral dan batubara oleh negara diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah meliputi :

1. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan terhadap potensi bahan galian yang terdapat potensi bahan galian yang terdapat diwilayah provinsi, kabupaten, dan kota.

2. Penyidikan dan penelitian merupakan usah untuk memperoleh informasi tentang bahan galian yang terdapat didalam perut bumi.

3. Pengaturan merupakan usaha dari negara untuk mengatur bahan galian yang terdapat dalam perut bumi.

4. Pemberian izin merupakan usah untuk memberikan izin kepada perseorangan dan atau badan hukum dalam rangka penguasaan bahan galian.

5. Pembinaan dan pengawasan pengusahaan bahan galian di wilayah hukum negara dalam

1

Salim HS.,Hukum Pertambangan Mineral & Batubara (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm 24

rangka pengusahaan bahan-bahan galian sehingga dapat diproleh hasil yang sebesar-besarnya, sedangkan pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh negara atas pelaksanaan kegiatan pengusahaan bahan galian.

Usaha pertambangan bertujuan untuk mengolah bahan galian yang berada di dalam bumi agar dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh semua umat manusia untuk melangsungkan kehidupannya agar tercapai kesejahteraan dan kemakmuran. Kegiatan pertambangan juga harus memperhatikan kondisi lingkungan sekitar dari dampak kegitan pertambangan tersebut, baik kondisi masyarakat sekitar yang tinggal dekat dengan lokasi pertambangan ataupun lingkungan alamnya, karna kegiatan penambangan merupakan kegiatan yang pemanfaatannya bukan hanya untuk masa sekarang tetapi juga masa mendatang.

Dalam Pasal 34 UU Minerba, usaha pertambangan dikelompokkan atas pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Pertambangan mineral digolongkan atas:

a. pertambangan mineral radio aktif

b. pertambangan mineral logam c. pertambangan mineral bukan

logam

d. pertambangan batuan

(4)

Pasal 7 ayat (2) memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur usaha pendayagunaan sumber daya alam yang terdapat dalam wilayah yuridiksinya. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentnag Pemerintahan Dearah, kewenangam urusan pertambangan kembali ke pusat dan daerah provinsi. Ini sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat (1) pada Undang-Undang tersebut bahwa Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi, yang artinya pemerintah daerah kabupaten/kota tidak memiliki kewenangan lagi dalam urusan sumber daya mineral.

Kegiatan usaha pertambangan tidak hanya dilakukan oleh perusahaan, tetapi ada pula sebagian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh pihak perseorangan. Pelaku pertambangan dalam melakukan usaha pertambangan harus mendapatkan Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut IUP. Pengertian IUP dalam Pasal 1 butir ke 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. IUP diberikan kepada badan usaha, koperasi dan perseorangan.

Kabupaten Pesisir Barat adalah wilayah yang memiliki potensi tambang yang cukup baik. Potensi yang ada memberikan peluang kepada masyarakat untuk menambang dan menjadi sumber mata pencaharian. Pengelolaan penambangan di Kabupaten Pesisir Barat bukan hanya dilakukan oleh perusahaan perusahaan saja, tetapi

adapula pertambangan yang langsung dilakukan oleh masyarakat lokal sendiri. Namum pertambangan yang dilakukan masyarakat ini tidak semuanya meiliki izin untuk melakukan usaha pertambangan. Dalam kewenangan pengawasannya di Kabupaten Pesisir Barat pertambangan pada awalnya merupakan fungsi dari peran dinas Pekerjaan Umum dan Pertambangan Energi (PUPE) Kabupaten Pesisir Barat, namum pada awal 2017 ini lalu Dinas PUPE dirubah menjadi Dinas Pekerjaan Umum dan untuk urusan pengawasan kegiatan pertambangan menjadi urusan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Lingkungan Hidup. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ruli selaku staf di Dinas Pekerjaan Umum dan Pertambangan Energi Kabupaten Pesisir Barat pada tanggal 13 Desember 2016 lalu, bahwa berdasarkan pengaduan masyarakat terutama keluh kesah dari pemilik tambang legal atau yang memiliki izin usaha terhadap kegiatan kegiatan pertambanangan yang ilegal, di Kabupaten Pesisir Barat terdapat 19 titik pertambanagan ilegal.

Dampak negatif yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan tanpa izin ini dikhawtirkan dapat merusak lingkungan, pemborosan sumber daya mineral, kecelakaan tambang, juga merugikan negara khususnya pemerintah daerah, yang seharusnya menjadi salah satu pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu dampak yang disebabkan pertambangan tanpa izin yaitu mengakibatkan kerusakan lingkungan menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh pelaku tambang.

(5)

sehingga dapat dengan mudah dilakukan pengawasan oleh pemberi izin. Kenyataannya bahwa masih terdapatnya kegiatan pertambangan rakyat yang tidak memiliki izin sehingga berimplikasi pada

lemahnya pengawasan.

Permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini adalah bagaimana Mekanisme pemeberian izin usaha pertambangan rakyat di Kabupaten Pesisir Barat, bagaimana pengawasan kegiatan usaha pertambangan rakyat di Kabupaten Pesisir Barat dan apa faktor penghambat pemerintah daerah melakukakan pengawasan pertambangan rakyat di Kabupaten Pesisir Barat.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme perizinan pertambangan rakyat di Kabupaten Pesisir Barat, bagaimana pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan rakyat di Kabupaten Pesisir Barat dan apa faktor penghambat dari pemerintah daerah melakukakan pengawasan pertambangan rakyat di Kabupaten Pesisir Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan hukum normatif empiris dengan tipe penelitin analisis kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi perundang-undangan, pustaka yang berkaitan dengan judul, dan wawancara, yaitu wawancara dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Barat.

B. Pembahasan

1. Mekanisme Pengajuan Izin Usaha Pertambangan Rakyat Di Kabupaten Pesisir Barat Berdasarkan wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku Kepala Bidang Penanaman Modal di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat bahwa mengenai mekanisme pemberian izin pertambangan yang di Kabupaten Pesisir Barat, setiap instansi mempunyai peranan penting. Berikut dinas-dinas yang terkait dalam perizinan pertambangan di daerah Kabupaten Pesisir Barat :

a. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu satu Pintu. Izin atau surat yang dikeluarkan yaitu: Izin pemakaian lahan, Izin administrasi umum: SIUP, TDP dll.

b. Dinas Lingkungan Hidup. Izin atau surat yang dikeluarkan yaitu: Izin AMDAL, Izin pembuangan limbah hasil tambang/ Tailing

(6)

Pintu Kabupaten Pesisir Barat. Setelah syarat administrasi lengkap dan telah mendapat persetujuan dari Dinas Lingkungan Hidup, maka akan diadakan survey lokasi untuk melihat tempat yang akan dijadikan lokasi pertambangan. Setelah itu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu akan memberikan surat rekomendasi kepada Provinsi dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi selaku pihak yang berwewenang dalam mengambil keputusan apakah izin diberikan atau ditolak. Setelah mendapat persetujuan maka dikeluarkannya izin usaha pertambangan.

A. Syarat Administrasi

a. Perseorangan :

1. Surat permohonan bermeterai cukup

2. Salinan Kartu Tanda Penduduk Pemohon

3. Salinan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemohon 4. Surat Keterangan Domisili

Usaha Pertambangan (asli) 5. Surat Rekomendasi dari

Kepala desa/Lurah atau kepala adat mengenai kebenaran riwayat kegiatan pertambangan rakyat

6. Bukti kepemilikan lahan atau surat persetujuan dari pemegang hak atas lahan 7. Surat pernyataan bermeterai

pemohon tentang kebenaran salinan dokumen yang dilampirkan dalam permohonan

b. Kelompok Masyarakat

1. Surat permohonan bermeterai cukup

2. Salinan Kartu Tanda Penduduk Ketua Kelompok 3. Salinan Nomor Pokok

Wajib Pajak Pemohon 4. Surat Keterangan Domisili

Usaha Pertambangan (asli) 5. Salinan Akta pendirian

Kelompok Masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku

6. Surat Rekomendasi dari Kepala desa/Lurah atau kepala adat mengenai kebenaran riwayat kegiatan pertambangan rakyat

7. Bukti kepemilikan lahan atau surat persetujuan dari pemegang hak atas lahan 8. Surat pernyataan bermeterai

pemohon tentang kebenaran salinan dokumen yang dilampirkan dalam permohonan

c. Koperasi

1. Surat permohonan bermeterai cukup

2. Salinan Kartu Tanda Penduduk Ketua Koperasi 3. Salinan Nomor Pokok

Wajib Pajak Pemohon 4. Susunan pengurus koperasi 5. Salinan Akta pendirian

koperasi yang salah satu maksud dan tujuannya bergerak dibidang usaha pertambangan

6. Surat Keterangan Domisili Usaha Pertambangan (asli) 7. Surat Rekomendasi dari

(7)

8. Bukti kepemilikan lahan atau surat persetujuan dari pemegang hak atas lahan 9. Surat pernyataan bermeterai

pemohon tentang kebenaran salinan dokumen yang dilampirkan dalam permohonan

B. Persyaratan Teknis

Berdasarkan wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku Kepala Bidang Penanaman Modal di Dinas Penanaman Modal dan Pelaanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat, mengenai persyaratan teknis dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:

1. Peta Wilayah Izin Pertambangan Rakyat (WIPR) ditandatangani oleh pemohon yang menggunakan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis nasional (sejajar dengan lintang bujur dan menggunakan peta dasar RBI BIG skala minimal 1:25.000) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 12 tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral dan Batubara yang dilengkapi dengan batas koordinat

2. Surat pernyataan bermeterai cukup yang memuat paling sedikit:

1. Sumuran pada IPR paling dalam 25 (dua puluh lima) meter

2. Menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power

3. Tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak.

Berasarkan uraian terebut diatas dapat dianalisis bahwa selain syarat administrasi syarat teknis merupakan syarat yang wajib dikumpulkan sebelum mendapatkan izin usaha pertambangan, hal itu untuk mengetahui posisi atau letak dan jenis bahan galian/ tambang sehingga izin yang dikelurkan sesuai dengan izin usaha pertambangan yang sesuai dengan kondisi dan potensinya.

C. Persyaratan Lingkungan

Berdasarkan wawancara dengan Nico.F.A selaku Plt. sekretaris perencanaan dan kajian Dampak Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Barat mengenai persyaratan lingkungan yaitu :

a. Untuk izin usaha pertambangan (IUP) ekplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

b. Untuk izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi , meliputi:

(8)

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

2. Persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan perundang-undagan (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dianalisis bahwa persyaratan lingkungan wajib dikarenakan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan akibat adanya kegiatan pertambangan setelah izin usaha pertambangan dikeluarkan.

D. Persyaratan Finansial

Berdasarkan wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku Kepala Bidang Penanaman Modal di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat dalam masalah persyaratan Finansial pengurusan priziananpada dasarnya tidak dipungut biaya tetapi para calon pengusaha tambang hanya dikenakan biaya survei wilayah yang akan dijadikan wilayah pertambangan dan baiaya administrasi pengeluaran Surat Izin Usaha Pertambangan.

2. Pengawaasan Kegiatan Usaha Pertambangan Rakyat Di Kabupaten Pesisir Barat

Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku Kepala Bidang Penanaman Modal di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

Pesisir Barat yang kemudian dipertegas pula dengan Nico.F.A selaku sekretaris perencanaan dan kajian dampak lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Barat menjelaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pengawasan kegiatan pertambangan pada awalnya merupakan Peran dari Dinas Pekerjaan Umum dan Pertambangan Energi yang kemudian sekarang sudah menjadi kewenangan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Lingkungan Hidup. Dalam mengawasi kegiatan-kegiatan pertambangan rakyat, dari pemerintah daerah Kabupaten Pesisir Barat membagi menjadi beberapa tahap yaitu :

a. Pengawasan Langsung

(9)

ataupun dari pihak dinas terkait yang melakukan penyidikan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku Kepala Bidang Penanaman Modal di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat bersama Dinas Lingkungan Hidup, pengawasan langsung sudah pernah dilaksanakan yakni melalui kunjungan dan inspeksi mendadak ketempat penambangan. Dalam inspeksi tersebut akan dilakaukan beberapa tindakan, yakni :

1. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pelanggaran dalam kegiatan usaha pertambangan. Hal ini merupakan proses lanjutan dari tahap awal yakni dengan memeriksa orang atau badan terkait secara langsung. Dilakukannya tahapan kedua ini bertujuan untuk dapat memperoleh bukti kuat kebenaran laporan pelanggaran terhadap kegiatan usaha pertambangan misalnya IUP yang bermasalah.

2. Memanggil atau mendatangkan secara paksa orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana kegiatan usaha pertambangan. Pemanggilan saksi atau tersangka secara paksa harus dilakukan untuk mendengarkan kesaksian tentang proses terjadinya pelanggaran tindak pidana usaha pertambangan.

3. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha

pertambangan dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana kegiatan usaha pertambangan. Apabila orang atau suatu badan telah terbukti melakukan pelanggaran, maka semua alat produksi dihentikan sementara untuk proses pengembangan penyidikan.

b. Pengawasan Tidak Langsung

Berdasarkan wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku Kepala Bidang Penanaman Modal di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat, pengawasan yang dilakukan pimpinan hanya melalui laporan-laporan dari bawahan dan yang diperoleh dari dokumen seperti arsip izin pertambangan dan lain-lain merupakan pengawasan secara tidak langsung. Pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dari pengawasan langsung yang dilakukan tanpa mendatangi tempat yang diawasi. Pengawasan ini dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisa dokumen yang menyangkut objek yang diawasi, seperti:

1. Laporan pelaksanaan pengawasan dari bawahan, baik laporan berkala ataupun laporan wajib.

2. Laporan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari perangkat pengawas lainnya.

3. Surat pengaduan dari masyarakat

4. Berita atau artikel dari media massa

5. Dokumen lainnya

(10)

daerah untuk kegiatan usaha yang sudah memiliki izin dilakukan dengan cara pengawasan langsung yakni pengawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi atau melakukan pemeriksaan di tempat terhadap objek yang diawasi, serta berdasarkan kelengkapan-kelengkapan dan kesesuaian suarat izin yang ada atau pengawasan tidak langsung. Bentuk pengawasan untuk kegiatan pertambangan yang tidak memiliki izin pemerintah daerah hanya berdasarkan pengaduan masyarakat (pengawasan tidak langsung) dan hasil temuan dilapangan (pengawasan langsung).

Dari keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Pesisir Barat dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Lingkungan Hidup belum dilaksanakan secara maksimal karena pengawasan dilakukan hanya secara pasif yaitu hanya ketika terdapat laporan dari masyarakat mengenai kegiatan pertambangan batuan.

c. Pasca Pengawasan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku kepala bidang penanaman modal di Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat, setelah dilakukannya pengawasan maka ada tindak lanjut dari pengawasan tersebut yakni tahapan korektif. Tahapan korektif adalah tindakan lebih lanjut dari pengawasan yang dilakukan pemerintah daerah atas kegiatan pengusaha tambang, baik penyalah gunaan Izin Usaha Penambangan ataupun aktivitas penambangan

lainnya yang tergolong kedalam tindak pidana ataupun melanggar peraturan tentang pertambangan yang tercantum dalam UU No 4 Tahun 2009. Pemerintah Daerah juga akan menjatuhkan sanksi terhadap pengusaha pertambangan apabila terbukti tidak memiliki izin ataupun melanggar aturan-aturan lainnya yang telah tercantum didalam UU No 4 Tahun 2009. dalam tahapan

penertiban kegiatan pertambangan ilegal pihak pemerintah daerah dalam hal ini sudah pernah melakukan penertiban berupa pemberian sanksi kepada kegiatan pertambangan-pertambangan tanpa izin di Kabupaten Pesisir Barat berupa penutupan tempat kegiatan pertambagan seperti kegiatan pertambangan pasir dikecamata pesisir selatan dan pertambangan emas di kecamatan Ngambur. Untuk kegitan pertambangan yang sudah memiliki izin usaha tetapi menyalahi prosedur perizinan pemberian sanksi dapat berupa sanksi andimistratif yang terdiri dari:

1. Teguran Tertulis sebanyak tiga (3) kali.

2. Paksaan Pemerintah. Hal ini dilakukann apabila ketika teguran-teguran tertulis yang diberikan kepada pengusaha tambang tidak dihiraukan maka akan dilakukan paksaan berupa pembekuan izin dan pencabutan izin.

(11)

a. Faktor Internal

Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku kepala bidang penanaman modal di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat, pemerintah daerah dalam pengawasan kegiatan pertambangan tanpa izin di Kabupaten Pessir Barat sudah melakan upaya-upaya mulai dari tahapan sosialisasi sampai dengan penertiban demi menekan setiap kegiatan kegiatan pertambangan ilegal yang dilakukan oleh masyarakat, namun dalam kenyataannya sampai saat ini masih banyak sekali hambatan-hambatan pemerintah daerah dalam mengawasi kegiatan pertambangan rakyat tanpa izin di Kabupaten Pesisir Barat. Beberapa faktor yang menjadi hambatannya adalah sebagi berikut:

1. Kurangnya Sumber Daya Manusia dalam Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Lingkungan Hidup, mengingat Kabupaten Pesisir Barat adalah Kabupaten termuda di Provinsi Lampung yang masih dalam tahap perkembangan.

2. Kurangnya kendaraan operasional untuk menempuh ke lokasi yang sulit ditempuh dengan kendaraan biasa, sehingga sulit untuk menemukan Pengusaha tambang.

3. Kurangnya Biaya perjalanan Dinas untuk melakukan pendataan perusahaan tambang yang terdapat di Kabupaten Pesisir Barat sehingga masih banyak Perusahaan Tambang yang belum terdaftar di Dinas

Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal disini adalah faktor penghambat Pemerintah Daerah dalam melakukan pengawasan yang berasal dari luar. Faktor utama yang ikut menghambat dalam pengawasan adalah :

1. kurangnya kesadaran masyarakat terhadap budaya taat peraturan atau hukum yang ditetapkan oleh pemerintah setempat. Masyarakat juga kurang memahami tentang dampak pelanggaran terhadap hukum dan peraturan yang telah ditetapkan, yang tanpa masyarakat sadari dampak tersebut juga akan merugikan masyarakat itu sendiri.

2. Tidak Ada Laporan Dari Masyarakat

Berdasarkan wawancara dengan Muhammad Zinnur selaku kepala bidang penanaman modal di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat, beliau mengatakan bahwa masyarakat merasa tidak terganggu dengan kegiatan penambangan sehingga masyarakat tidak melapor.

3. Kegiatan pertambangan yang berskala kecil

(12)

enggan untuk mengurus izin pertambangan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Miswar Efendi Selaku pengusaha tambang rakyat menerangkan bahwa yang jadi penghambat bagi masyarakat untuk melakukan proses perizinan adalah kurangnya informasi dan rumitnya proses perizinan sehingga sulit untuk mendapatkan izin serta biaya administrasinya yang mahal. Serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki izin usaha pertambangan.

Untuk mengatasi berbagai factor penghambat ini diperlukan kerjasama Perintah Daerah dan Pengusaha Tambang untuk mengambil langkah-langkah positif agar apa yang diharapkan oleh kedua pihak tercapai sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sehingga penegakan hukum dapat terlaksana.

C. Penutup

1. Kesimpulan

1. Mekanisme perizinan usaha pertambangan rakyat di kabupaten Pesisir Barat merupakan kewenangan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Lingkungan Hidup yang keduanya memiliki perannya masing-masing. Dalam pengajuan perizinan pertambangan rakyat ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu yaitu (1) Persyaratan Administrasi, (2)Persyaratan Teknis, (3)

Persyaratan Lingkungan, dan (4) Persyaratan Finansial.

2. Pengawasan pemerintah daerah dalam menangani Kegiatan Pertambangan Rakyat yakni dengan cara sebagai berikut:

a. Pengawasan langsung, merupakan pengawasan yang yang dilakukan langsung ke objek yang diawasi atau tempat terjadinya kegiatan pertambangan pengawasan semua Perusahaan Pertambangan yang terdapat di Kabupaten Pesisir Barat.

b. Pengawasan tidak langsung, yakni pengawasan yang dilakukan melalui laporan dokumen atau arsip izin pertambangan, Surat pengaduan dari masyarakat, atau berita/artikel dari media massa.

c. Pasca pengawasan atau tahapan kolektif yakni, tindakan lebih lanjut dari pengawasan yang dilakukan pemerintah daerah atas kegiatan pengusaha tambang, baik penyalah gunaan Izin Usaha Penambangan ataupun aktivitas penambangan lainnya yang tergolong kedalam tindak pidana ataupun melanggar peraturan tentang pertambangan yang tercantum dalam UU No 4 Tahun 2009.

(13)

a. Faktor Internal :

1. Kurangnya Suber Daya Manusia dalam Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Lingkungan Hidup. 2. Kurangnya kendaraan operasional

untuk menempuh ke lokasi.

3. Kurangnya Biaya perjalanan Dinas untuk melakukan pendataan perusahaan tambang.

b. Faktor Eksternal :

1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya izin

2. Tidak ada laporan dari masyarakat.

3. Kegiatan pertambangan yang berskala kecil

Faktor penghambat masyarakat melakukan perizinan, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Miswar Efendi Selaku pengusaha tambang rakyat menerangkan bahwa yang jadi penghambat masyarakat melakukan proses perizinan adalah kurangnya informasi dan rumitnya proses perizinan sehingga sulit untuk mendapatkan izin serta biaya administrasinya yang mahal. Serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki izin usaha pertambangan.

5.2 Saran

Berdasarkan uraian diatas bahwa masih ada hambatan-hambatan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat dalam Menangani Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin di Kabupaten Pesisir Barat yakni kurangnya kesadaran pengusaha pertambangan yang tidak memiliki izin untuk melakukan perizinan

kepada Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat. Penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:

a. Perlu adanya sosialisasi tentang manfaat dari perizinan Pertambangan agar Pengusaha Tambangan mengetahi fungsi dari izin Tambang.

b. Diharapkan kepada Tim Dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Barat agar lebih bersikap Loyalitas kepada seluruh masyarakat agar pengusaha tambang tidak segan melakukan Perizinan Tambang.

c. Penambahan staf atau aparatur pemerintah karna mengingat masih terbatasnya jumlah staf pemerintaha terutama di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Barat agar penyelenggaraan tugas lebih maksimal.

d. Sosialisakan juga pentingnya keamanan kerja bila melakukan perizinan tambang yang menggunakan alat sederhana sehingga kecelakaan kerja tidak terjadi.

e. Perbesar biaya oprasional agar Tim Lebih bersemangat untuk melakukan pendataan seluruh perusahaan Pertambangan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku.

Helmi. 2012. Hukum Perizinan

Lingkungan Hidup. Jakarta: Sinar

Grafika.

HS Salim. 2012. Hukum Pertambangan Mineral &

Batubara. Jakarta: Sinar

Grafika

Muchsan.1982. Pengantar Hukum

Administrosi Negara

Indonesia. Yogyakarta:

Liberty

Putyatmoko,Y.Sri. 2009. Perizinan

Problem dan upaya

pembenahan. Jakarta:

Grasindo

Ridwan, Dkk. 2009. Hukum

Administrasi Negara dan

Kebijakan Pelayanan Publik.

Bandung: Nuansa

Soekanto,Sri Mamudji Sri. 1995. Penelitian Hukum Normatif

Suatu Tinjauan Singkat.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sunggono Bambang. 2011.

Metodelogi Penelitian

Hukum, Jakarta: Persada

Sutedi Andrian. 2010. Hukum

Perizinan Dalam Sektor

Pelayanan Publik. Jakarta:

Sinar Grafika.

2. Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 Perubahan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara

Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom

3. Website:

Minority study club. 2013. Definisi dan Fungsi Pertambangan. http://minoritystudyclub.blog spot.co.id/2013/04/definisi- dan-fungsi-pertambangan-rakyat.html. Diakses 7 November 2016 pukul 22.20 WIB

Kerinci asli. 2011. Penggolongan Bahan Galian Menurut UU No.

Referensi

Dokumen terkait

Dari kegiatan siswa tentang persepsi BK yang diuraikan diatas, satu orang siswa yang mempersepsi BK dengan cukup baik, yaitu beranggapan BK sebagai pembimbing

Percobaan dilakukan di rumah kassa Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Barat Jl. Percobaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh introduksi jamur Trichoderma spp.

Penggunaan IT dalam proses penyelenggaraan manajemen telah dirasakan manfaatnya yaitu cepat, jelas, mudah dan transparan dan terhindar dari gratifikasi, suap,

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “Asuhan

Kantor Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah 12 Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Purwakarta,

DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN PADANG LAWAS UTARAARIAN LEPAS.. DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYAERIZINA PADANG

bahwa pelayanan perizinan secara terpadu di Kabupaten Bandung Barat dilaksanakan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu berdasarkan Peraturan Bupati

Kualitas Pelayanan Publik dalam Perizinan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kantor Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T) Kabupaten