• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISHARMONISASI EKSISTENSI WAKIL WALIKOTA PADANG DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DISHARMONISASI EKSISTENSI WAKIL WALIKOTA PADANG DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH JURNAL"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

DISHARMONISASI EKSISTENSI WAKIL WALIKOTA PADANG

DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

JURNAL

Oleh

RINALDI KASIM

NPM. 1010018412010

Magister Ilmu Hukum

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

(2)

DISHARMONISASI EKSISTENSI WAKIL WALIKOTA PADANG DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Rinaldi Kasim1, Lis Febrianda1, Maiyestati1

1

Program Studi Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Bung Hatta Email : Rinaldi.kasim7@yahoo.co.id

ABSTRAK

Eksistensi wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan cukup penting, namun hubungan kerja antara kepala daerah dengan wakilnya umumnya cepat berakhir. Fenomena ini tentu akan berdampak pada jalannya roda Pemerintahan. Untuk itu rumusan masalah adalah : (1) Bagaimanakah disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah? (2) Faktor-faktor apakah yang memengaruhi disharmonisasi Wakil Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang? (3) Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota agar penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dapat berjalan dengan baik?. Metode penelitian melalui pendekatan yuridis sosiologis dengan melalui pengumpulan data studi dokumen dan wawancara mendalam dianalisis secara deskriptif analisis. Hasil penelitian : (1) a. Belum semua tugas dan wewenang Wakil Walikota diserahkan sepenuhnya kepada Wakil Walikota. b. Ada sebagian urusan administrasi yang tidak melalui Wakil Walikota, akan tetapi langsung ke Walikota. c. Dalam pengangkatan dan penunjukan pejabat-pejabat struktural di pemerintahan Kota Padang, Walikota tidak berkoordinasi dengan Wakil Walikota. (2) a. faktor hubungan kerja. b. faktor legitimasi. c. faktor politik. (3) Upaya-upaya yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota : a. Lebih mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan orang banyak dari pada kepentingan pribadi atau golongan. b. Memosisikan diri sebagai pembantu Walikota. c. Tidak mau terlalu masuk dalam pengambilan kebijakan yang menjadi porsi Walikota. d. Selalu berkomunikasi dengan Walikota jika ada hal-hal yang menyangkut kepentingan masyarakat. e. Lebih mengutamakan pembangunan untuk kepentingan daerah. f. Tidak memperlihatkan perbedaan pendapat dengan Walikota di forum terbuka atau depan masyarakat. g. Jika pendapat Wakil Walikota diakomodir oleh Walikota maka Wakil Walikota akan mengapresinya.

(3)

Pendahuluan

Penyelenggaraan

pemerintahan daerah diatur dalam beberapa undang-undang. Pada Orde Baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Era Reformasi, ada beberapa undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Pasal 16 ayat (1) dijelaskan, bahwa Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyak 5 (lima) orang calon yang

telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah. Sedangkan Ayat (2) menjelaskan bahwa hasil pemilihan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.

(4)

nama Presiden.

Adapun dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mempertegas paradigma baru tentang pemerintahan daerah. Dilihat dari susunan pemerintahan daerah dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa Pemerintahan Daerah terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Daerah. DPRD merupakan Badan Legislatif Daerah sedangkan Pemerintah Daerah merupakan Badan Eksekutif Daerah. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah lainnya. Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur, Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati, Kepala Daerah Kota disebut Walikota. Kepala Daerah Propinsi karena jabatannya adalah juga Kepala Daerah administrasi sebagai Wakil Pemerintah.1

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan

1

Ibid

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 24 ayat (1) dijelaskan, bahwa setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Pasal 24 Ayat (3) disebutkan bahwa Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Kemudian ayat (5) menyebutkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.

(5)

tentang Pemerintahan Daerah yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung. Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, penyelenggaraan pemerintahan di daerah hanya

dilakukan oleh

Bupati/Walikotamadya yang merupakan penguasa tunggal di daerah yang dipilih melalui rapat paripurna DPRD.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 26 dijelaskan bahwa Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup. Wakil Kepala Daerah juga bertugas memantau dan

mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota bagi Wakil Kepala Daerah Provinsi dan wilayah pemerintahan kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota.

Fenomena disharmonisasi kepala daerah dan wakil kepala daerah mulai terjadi dalam tiga bulan pertama masa kepemimpinan, dan biasanya cenderung terus berlarut-larut hingga masa kepemimpinan tersebut berakhir. Sehubungan dengan ini, Djohermansyah Djohan mengungkapkan bahwa dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tahun 2010 yang lalu tercatat dari 164 calon

incumbent yang maju, hanya

sebesar 9.19 % (15 pasangan) yang masih maju berpasangan, sementara sebesar 90.85 % (149) pasangan, maju sendiri-sendiri atau berpisah dengan pasangan sebelumnya.2

2

Djohermansyah Djohan, Solusi

Pecah Kongsi Kepala Daerah,

http://www.harian

(6)

Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya disharmonisasi antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Indonesia. Disharmonisasi antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah antara lain juga dapat dilihat dari mundurnya Wakil Bupati Garut, Dicky Chandra serta Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, meskipun pengunduran dirinya tidak disetujui oleh DPRD DKI Jakarta. Jika dicermati, banyaknya Wakil Kepala Daerah yang maju sebagai calon Kepala Daerah dalam Pemilukada periode berikutnya juga menjadi preferensi betapa banyak permasalahan ketika pasangan tersebut menjabat. Data dari Kementerian Dalam Negeri juga menjelaskan bahwa lebih dari 90 % pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di kabupaten/kota di Indonesia mengalami disharmonisasi akibat tidak jelasnya pembagian tugas dan wewenang. Dampaknya akan dapat mengganggu visi dan misi

& itemid = 82, diakses Hari Rabu Tanggal 21 Maret 2012.

saat kampanye Pemilukada.3 Berkaitan dengan hal di atas, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kota Padang sebagai ibu kota provinsi yang berkedudukan sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Sumatera Barat, merupakan barometer dalam menciptakan situasi yang kondusif baik di bidang politik, hukum, sosial dan budaya, termasuk pemilihan kepala daerahnya. Dalam pemilihan Kepala Daerah, jabatan Wakil Walikota Padang yang pemilihannya dilakukan secara langsung dan satu paket dengan Walikota Padang juga terjadi disharmonisasi dengan Walikota dalam penyelenggaran pemerintahan di Kota Padang. Hal ini terlihat ketika Wakil Walikota antara lain hanya ditugaskan untuk mewakili Walikota dalam menghadiri undangan, baik acara pemerintah maupun acara kemasyarakatan. Di samping itu, dalam menghadiri sidang Paripurna DPRD Kota Padang yang

3

(7)

seharusnya dilakukan oleh Walikota Padang tetapi hanya diwakili oleh Wakil Walikota saja.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah

disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah?

2. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang?

3. Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota agar penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dapat berjalan dengan baik?

Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk menganalisis untuk mengetahui

dan menganalisis disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang, dan untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota agar penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dapat berjalan dengan baik.

Metodologi

Pendekatan yang dipilih

dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan

yuridis-sosiologis (sosio legal

research) yaitu pendekatan

yang dilakukan melalui

perundang-undangan yang

(8)

fakta-fakta terhadap masalah

yang diteliti. 4

Jenis penelitian ini termasuk pada penelitian kualitatif, yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata/lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati atau dapat juga didefenisikan sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam wawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. 5

Lokasi Penelitian dilakukan pada Kantor Walikota Padang dengan pertimbangan bahwa Kota Padang adalah Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat yang merupakan barometer dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian

4

Bambang Sunggono, Metode

Penelitian Hukum, PT Rajawali Pers,

Jakarta, 2010, hlm. 113-114

5

Sudarwan Danim, Menjadi

Penelitian Kualitatif, Pustaka Setia,

Bandung, 2002, hlm, 40.

meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah adalah data yang diperoleh di lapangan dengan cara mengumpulkan sejumlah keterangan melalui wawancara mendalam (indepth interview), dilakukan secara terbuka dan diberi kebebasan kepada informan untuk berbicara secara luas dan mendalam, serta digunakan sistem snow ball yaitu informasi yang telah didapatkan dari seorang informan, masih membutuhkan informasi dari informan lainnya sebagai data pendukung dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

(9)

Pemerintahan Daerah.

Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini terdiri dari :6

a. Studi Dokumen yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari bahan-bahan yang ada di kepustakaan. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan dan buku-buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. b. Wawancara Mendalam

(indepth interview), dilakukan

secara terbuka dan diberi kebebasan kepada informan untuk berbicara secara luas dan mendalam serta digunakan sistem snow ball yaitu informasi yang telah didapatkan dari seorang informan, masih membutuhkan informasi dari informan lainnya sebagai data pendukung dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

6

Ahmad Kurnia, Manajemen

Penelitian,http://Skripsimahasiswa,blogspot.

com/2012/06/jenis-den-te, diakses Hari Sabtu Tanggal 20 Oktober 2012

Setelah data primer dan sekunder terkumpul, kemudian diolah dengan melakukan pengklasifikasian data dan dianalisis secara kualitatif deskriptif yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati atau dapat juga didefenisikan sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam wawasannya sendiri dan hubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya,7 sehingga penemuan dalam penelitian ini akan dirmuskan menjadi kesimpulan dalam penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi Hasil Penelitian

A. Disharmonisasi Eksistensi

Wakil Walikota Padang Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan

Menurut Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah

7

(10)

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa :

(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal

di daerah,

menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan,

melaksanakan

pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan

pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; c.

memantau dan

mengevaluasi penyelenggaraan

pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; d.

memantau dan

mengevaluasi penyelenggaraan

(11)

melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.

Selanjutnya dalam Pasal 27 dijelaskan pula bahwa :

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,

melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia; b. meningkatkan

kesejahteraan rakyat;

c. memelihara

ketentraman dan ketertiban

masyarakat; d. melaksanakan

kehidupan demokrasi;

e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundang an;

f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah; h. melaksanakan

prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.

i. melaksanakan dan mempertanggungj awabkan

pengelolaan keuangan daerah; j. menjalin

(12)

dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah; k. menyampaikan

rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.

Dari Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemberintahan Daerah di atas, maka terlihat jelas bahwa tugas dan wewenang dari Wakil Kepala Daerah adalah hanya terbatas pada membantu tugas-tugas dari Kepala Daerah, serta menggantikan Kepala Daerah sampai habis masa jabatannya apabila Kepala Daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya. Dalam hal pertanggungjawaban Wakil Kepala Daerah juga bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.

Perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah umumnya mengatur bahwa Wakil Kepala Daerah bertangung jawab kepada Kepala Daerah. Pengaturan tanggung jawab tersebut menunjukan kedudukan yang tidak sama antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan bahkan menyiratkan posisi

subordinate. Seluruh tugas,

wewenang dan fungsi dari Wakil Kepala Daerah sesungguhnya dapat dilakukan oleh Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) lain, seperti Sekretaris Daerah misalnya.8 Karena, yang mengelola roda birokrasi pemberintahan adalah Sekretaris Daerah, bukan Wakil Gubernur, Wakil Bupati atau Wakil Wali Kota.

Posisi yang tidak setara dan cenderung bersifat

subordinate memungkinkan

bahwa calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selayaknya tidak dicalonkan atau berpasangan. Hal ini juga sesuai

8

Suharizal, Pemilukada: Regulasi,

Dinamika, dan Konsep Mendatang,

(13)

dengan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 Ayat (4) bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis, tidak harus berpasangan dengan Wakil Kepala Daerah.

Selanjutnya jika dilihat eksistensi Wakil Walikota Padang berkenaan dengan tugas dan wewenang sebagai Wakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sangat jelaslah bahwa Wakil Walikota Padang telah menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik dan benar. Hal tersebut dibuktikan dengan penjelasan dari Walikota Padang yang mengatakan bahwa sekitar 90% mengenai penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang telah dikoordinasikan dengan Wakil Walikota, dan Wakil Walikota pasti tahu dan terlibat.9 Beliau juga menambahkan bahwa hampir 80% Wakil Walikota

9

Wawancara dengan Fauzi Bahar, Walikota Padang, pada Hari Kamis Tanggal 26 Desember 2013.

telah menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan kesepakatan awal mereka mencalonkan diri sebagai Walikota dan Wakil Walikota Padang, tidak mungkin Walikota bekerja tanpa bantuan dari Wakil Walikota.10

Pendapat yang hampir senada juga disampaikan oleh Sekretaris Daerah Kota Padang, Syafril Basyir,11 Kepala Dinas Keuangan dan Aset Kota Padang, Syahrul,12 dan Kepala Bagian Hukum Sekda Kota Padang, Andri Yulika, yang berpendapat bahwa hubungan antara Walikota dan Wakil Walikota dalam kedinasan sudah cukup baik dan sudah berjalan dengan baik dengan adanya saling koordinasi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawab dan wewenang masing-masing.

Meskipun ada “riak-riak kecil”

yang masih dalam batas

10Ibid.,

11

Wawancara dengan Syafril Basyir, Seketaris Daerah Kota Padang, pada Hari Rabu Tanggal 1 Januari 2014.

12

(14)

kewajaran dalam hubungan mereka.13

Selanjutnya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang Zulherman, yang mengatakan juga bahwa hubungan antara Walikota dan Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang pada saat ini berjalan dengan baik, sebab Wakil Walikota sekarang orangnya cukup bagus. Di beberapa daerah ada pasangan Kepala Daerah yang “pecah kongsi”, tetapi Wakil Walikota Padang sangat membantu tugas Walikota. Meskipun ada beberapa kewenangan yang diberikan pada Wakil Walikota, akan tetapi tanggung jawab tetap pada Walikota. Adapun masalah penempatan pejabat mestinya untuk pejabat eselon II adalah kewenangan Walikota tetapi untuk pejabat eselon III dan IV sebaiknya mesti diserahkan pada Wakil Walikota, namun untuk itu

13

Wawancara dengan Andri Yulika, Kepala Bagian Hukum Sekda Kota Padang, pada hari Jum`at Tanggal 3 Januari 2014.

oleh Walikota tidak dilakukannya.14

Selanjutnya juga disampaikan Wakil Walikota Padang, yang mengatakan bahwa dalam aplikasi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang ada sebagian tugas pemerintahan yang diserahkan Walikota kepada Wakil Walikota Padang seperti pengawasan keuangan, evaluasi program dan kegiatan SKPD. Semua dilakukan Wakil Walikota Padang karena adanya aturan yang mengatur. Beliau juga menjelaskan bahwa, tugas Wakil Walikota adalah pengawasan. dimana Kota Padang pada Tahun 2013 yang lalu mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangannya. Untuk penempatan personil pada jabatan tertentu, kadang-kadang Wakil Walikota Padang juga diikutsertakan tapi kadang-kadang juga tidak. Ada juga tugas yang diberikan Walikota kepada Wakil Walikota yang

14

(15)

ditolak untuk dilaksanakan karena hal tersebut tidak mengacu pada peraturan yang berlaku atau hal-hal yang menyangkut akidah seperti menghadiri perayaan Natal dan lain sejenisnya.15

Wakil Walikota Padang juga menjelaskan bahwa, secara teknis kesepakatan awal dengan Walikota dalam hal pembagian tugas sebagai Wakil Walikota Padang tidak ada secara tertulis. Wakil Walikota Padang melakukan segala sesuatu sesuai dengan undang undang yang mengatur, meskipun yang dilakukan itu ada kesepakatan atau tidak. Wakil Walikota juga mengecek laporan pimpinan SKPD, dan kalau ada salah diperbaiki. Sesuatu yang menyangkut masyarakat Wakil Walikota selalu mengadakan rapat dengan SKPD terkait. Berkaitan dengan keuangan, kalau Walikota tidak ada Wakil Walikota mengoptimalkan tugas-tugas tersebut. Wakil Walikota Padang juga melakukan

15

Wawancara dengan Mahyeldi Ansharullah, Wakil Walikota Padang, pada hari Senin tanggal 30 Desember 2013.

kesepakatan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan membuat pakta integritas dan lain-lain sebagainya.16

Selanjutnya Wakil Walikota Padang juga menegaskan bahwa tugas dan wewenang Wakil Kepala Daerah (Wakil Walikota) sifatnya hanya membantu tugas-tugas Walikota. Oleh karenanya ada tugas-tugas atau kebijakan-kebijakan yang tidak diberikan Walikota pada Wakilnya, seperti dalam penunjukan beberpa pejabat struktural, tidak semuanya tugas itu diserahkan pada Wakil Walikota. Juga seperti kasus rumah sakit Siloam yang didirikan di Padang, Wakil Walikota tidak pernah diajak serta dalam pengambilan kebijakan tersebut oleh Walikota Padang. Ada juga kasus sebuah perusahaan yang barang-barangnya sudah dibawa ke Padang tetapi karena izinnya belum keluar, maka Wakil Walikota membantu untuk mengurus izinnya, meskipun izin

16

(16)

tersebut tetap ditandatangani Walikota.17

B. Faktor-Faktor Yang

Memengaruhi Disharmonisasi

Eksistensi Wakil

Walikota Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan

Di Kota Padang

Berkaitan dengan hubungan penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dalam menanggapi pembagian tugas, peran dan wewenang antara Walikota Padang dan Wakil Walikota, Ketua DPRD Kota Padang Zulherman berpendapat bahwa, Wakil Walikota Padang harus diberi ruang cukup luas untuk mengurus pemerintahan secara internal. Saat ini belum seluruhnya kewenangan Wakil Walikota diserahkan kepada Wakil Walikota. Kewenangan-kewenangan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah itu belum dilaksanakan secara maksimal baik oleh Walikota maupun Wakil

17

Ibid.,

Walikota Padang, contohnya dalam menyusun personil untuk mengisi jabatan struktural pada Pemerintah Kota Padang, wakil walikota selama ini tidak diikut sertakan oleh walikota.18

Hal ini jugalah yang menjadi salah satu penyebab ketidakharmonisan yang dirasakan oleh Wakil Walikota dengan Walikota Padang, dimana Wakil Walikota Padang merasa kurang nyaman bila tidak dilibatkan sepenuhnya dalam penunjukan pejabat-pejabat struktural di lingkungan pemerintahan Kota Padang, begitu juga dalam hal pengambilan kebijakan strategis, Wakil Walikota juga jarang dilibatkan. Akan tetapi Wakil Walikota juga sangat menyadari tugas dan wewenangnya hanya sebatas membatu tugas-tugas walikota.19

Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang, dimana Wakil Walikota Padang

18

Wawancara dengan Zulherman, Ketua DPRD Kota Padang.

19

(17)

pada saat ini juga mencalonkan diri sebagai Walikota Padang untuk periode Tahun 2014-2019 yang dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sedangkan Walikota Padang lebih mendukung calon yang dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) yakni Muhammad Ichlas El Qudsi dan Januardi Sumka. Hal ini dipandang sebagian orang

sebagai “ketidakharmonisan”

antar Walikota dan Wakil Walikota Padang. Sebagaimana sama-sama diketahui bahwa pada Pilkada Kota Padang untuk periode Tahun 2009-2013 yang lalu Walikota Padang terpilih (Fauzi Bahar) diusung Partai Amanat Nasional (PAN), sedangan Wakil Walikota Padang terpilih (Mahyeldi) dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dimana sebagian masyarakat berpandangan bahwa Walikota sebenarnya tidak menginginkan Wakilnya maju sebagai calon Walikota Padang.

Oleh karena sering terjadi ketidakharmonisan antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

di Indonesia, maka Suharizal juga mengusulkan penghapusan Wakil Kepala Daerah dengan alasan:20 Pertama, alasan konstitusional. Dalam Pasal 18 ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 tidak ada menyebutkan po-sisi Wakil Kepala Daerah. Hal ini dianggap sebagai dasar konstitusional menghilangkan jabatan Wakil Kepala Daerah, yang dengan sendirinya menghi-langkan pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah. Pasal 18 ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 juga menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pe-merintah Daerah Provinsi, Kabu-paten, dan Kota dipilih secara de-mokratis.

Kedua, praktek dalam

penyelenggaraan pemerintahan era pilkada langsung. Berkaca dari realita kekinian, dengan ada-nya Wakil Kepala Daerah sering terjadi conflict of interest maupun conflict of politic dengan Kepala Daerahnya. Muaranya, efektifitas pemerintahan yang

20

Suharizal,

http://padangekspres.co.id/?news=nberita&i

(18)

diemban keduanya tidak berjalan.Seringkali antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terjadi hubungan yang kurang harmonis dan tidak kondusif bagi kelancaran pembangunan di daerah. Padahal kesatuan visi antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan faktor penting demi menjamin penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good

governance). Banyak daerah

pasca pilkada langsung terjadi konflik dan disharmonisasi hubungan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Lemahnya keberadaan Wakil Kepala Daerah dapat juga disebabkan perbedaan basis politik antara keduanya, dan hal itu akan berdampak semakin memperbesar potensi konflik an-tara mereka yang menyebabkan pemerintahan tidak efektif.

Ketiga, alasan efisiensi

dan efektivitas pemerintahan di daerah. Regulasi yang mengatur pemerintahan di daerah membe-rikan kewenangan yang terbatas, dan duplikasi kewenangan dengan organ-organ lainnya.

(19)

dan wewenang yang ada pada keduanya. Ketidakjelasan pem-bagian tugas inilah yang kemudian melahirkan rasa sakit hati dan memunculkan konflik politik dan kepentingan.

Keadaan tersebut juga dapat dijumpai dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dimana ada kebijakan-kebijakan yang dilakukan Walikota yang tidak melalui Wakil Walikota seperti surat-surat dan juga seperti kasus perizin Rumah Sakit Siloam yang mendapat penolakan dari masyarakat Kota Padang. Lebilh lanjut Wakil Walikota Padang berpendapat bahwa Walikota dan Wakil Walikota adalah bagaikan

sebuah “kotak” artinya apapun

yang menyangkut tugas-tugas harus dikoordinasikan dengan Wakil Walikota meskipun keputusan tetap berada ditangan Walikota. Penyusunan jabatan struktural yang dilakukan sendiri oleh Walikota ini juga menimbulkan ketidaknyaman Wakil Walikota, padahal Wakil Walikota Padang beranggapan bahwa seharusnya antara

Walikota dan Wakil Walikota adalah sebuah hubungan mitra kerja bukan antara atasan dan bawahan.21

Menurut Ariska, keretakan hubungan antara Kepala Daerah dan wakilnya praktis akan menggangu jalannya roda pemerintahan. Sebab, keretakan keduanya bisa memicu terkotak-kotaknya pejabat serta pegawai pemerintah, hal ini bisa memunculkan kelompok-kelompok hingga ke bawah, yang akan mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat tidak maksimal,"22

Dari uraian di atas jika dikaitkan dengan teori Talcott Parson, bahwa fungsi primer politik adalah untuk mengejar tujuan. Setiap masyarakat selalu merupakan suatu kesatuan politik, artinya masyarakat senantiasa berusaha untuk mencapai berbagai tujuan yang dianggap baik. Dalam rangka

21

Wawancara dengan Mahyeldi Ansharullah, Wakil Walikota Padang, Op. Cit

22

Kupas Tuntas (mor),

http://sindikasi.inilah.com/read/detail/18026

(20)

mencapai tujuan ini, suatu masyarakat akan bergerak sebagai suatu kesatuan. Semakin baik sifat kesatuan untuk bergerak mencapai tujuan itu, semakin tinggi jadinya sifat masyarakat itu sebagai suatu kesatuan politik, maka tindakan-tindakan yang dilakukan masyarakat dapat digolongkan sebagai tindakan politik.

Dalam peta Parson, fungsi primer dari sub sistem sosial adalah untuk melakukan integrasi. Ketertiban tercapai oleh karena kepentingan-kepentingan serta kegiatan-kegiatan dari anggota-anggota masyarakat yang bermacam-macam dapat dirangkum dan disalurkan dengan baik, khususnya oleh norma-norma sosial, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran dan kekacauan hubungan-hubungan yang disebut sebagai usaha pengintegrasian.

C. Uapaya-Upaya Wakil Walikota

Dalam Menjaga Harmonisasi

Dengan Walikota Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan

di Kota Padang

Dalam penyelenggaraan pemerintahan Kota Padang, Wakil Walikota Padang selalu mendahulukan kepentingan masyarakat Padang dibandingkan kepentingan pribadi ataupun golongan. Oleh karenanya Wakil Walikota Padang memegang prinsip bahwa Walikota dan Wakil Walikota adalah bagaikan sebuah kotak artinya apapun yang menyangkut tugas-tugas harus dikoordinasikan dengan Wakil Walikota meskipun keputusan tetap berada ditangan Walikota. Walikota dan Wakil Walikota adalah sebuah mitra kerja.

Selanjutnya

(21)

tidak terlalu masuk ke wilayah pengambilan kebijakan yang menjadi porsi Walikota, dan tetap berpegang kepada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana tugas Wakil Kepala Daerah hanya sebagai pembantu Kepala Daerah.23 Selanjutnya Wakil Walikota Padang juga telah menjalankan tugas-tugas yang telah diperintahkan oleh Walikota seperti pengambilan sumpah dan pelantikan Camat, Lurah, Tokoh Masyarakat Bundo Kanduang dan sebagainya.24

Dengan lebih terperinci Wakil Walikota Padang menjelaskan upaya-upaya yang dilakukannya dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota Padang dengan cara sebagai berikut:25

23

Wawancara dengan Mahyeldi Ansharullah, Wakil Walikota Padang, Op.

Cit.,.

24

Rel, Mahyeldi Minta Camat dan

Lurah Tingkatkan Kualitas Pelayanan

Publik,

http://www.minangkabaunews.com/artikel-

2995-mahyeldi-minta-camat-dan-lurah-tingkatkan-kualitas-pelayanan-publik.html,

diakses padda hari selasa tanggal 7 Januari 2014.

25

Ibid.,

1. Mempertimbangkan

kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan orang banyak.

2. Memosisikan Wakil Walikota untuk membantu Walikota dan mewakili Walikota apabila Walikota sedang tidak ada.

3. Kalau ada yang menyangkut kepentingan orang banyak, maka dibicarakan dan dikoordinasikan dengan Walikota.

4. Membangun untuk kepentingan daerah dan bukan untuk kepentingan pribadi, partai dan segolongan orang lain. Semua dikerjakan harus sesuai dengan aturan yang ada.

5. Perbedaan pendapat yang terjadi antara Walikota dan Wakil Walikota tidak perlu ditunjukan di forum atau di depan masyarakat tetapi dibicarakan dengan baik. Jika Walikota dapat menerimanya tentu akan diapresiasi, tetapi kalau tidak maka hal tersebut tidak menjadi masalah.

(22)

1. Ada beberapa disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota dengan Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang, diantaranya:

a. Tidak semua tugas dan wewenang Wakil Walikota Padang diserahkan sepenuhnya oleh Walikota Padang, seperti kasus rumah sakit Siloam yang didirikan di Padang, Wakil Walikota tidak pernah diajak serta dalam pengambilan kebijakan tersebut oleh Walikota Padang.

b. Dalam hal surat menyurat di pemerintahan Kota Padang, ada sebagian surat-surat yang tidak melalui Wakil Walikota akan tetapi langsung ke Walikota Padang.

c. Dalam hal-hal tertentu seperti pegangkatan dan penunjukan pejabat-pejabat struktural di pemerintahan Kota Padang, Walikota Padang kurang berkoordinasi dengan Wakil Walikota. Padahal menurut Wakil Walikota Padang segala sesuatu harus dikoordinasikan, meskipun

keputusannya tetap berada ditangan Walikota.

2. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi

disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang adalah antara lain: a. Pembagian tugas dan

wewenang yang kurang tegas dan jelas antara Walikota dan Wakil Walikota Padang. (faktor hubungan kerja). b. Wakil Walikota Padang

(23)

oleh rakyat (faktor ligitimasi).

c. Wakil Walikota Padang mencalonkan diri sebagai Calon Walikota Padang periode Tahun 2014-2019 (faktor politik).

3. Adapun upaya-upaya yang dilakukan Wakil Walikota dalam menjaga hubungan dengan Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang, adalah sebagai berikut:

a. Wakil Walikota Padang lebih

mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan orang banyak dibandingkan

kepentingan pribadi atau golongan.

b. Memosisikan diri sebagai pembantu Walikota dan mewakili Walikota apabila Walikota sedang tidak ada. c. Wakil Walikota

Padang tidak mau terlalu masuk ke wilayah pengambilan kebijakan yang menjadi porsi walikota.

d. Selalu Berkomunikasi atau berkoordinasi dengan Walikota Padang, jika ada hal-hal yang menyangkut kepentingan

masyarakat banyak. e. Lebih mengutamakan

pembangunan untuk kepentingan daerah. f. Tidak memperlihatkan

perbedaan pendapat yang terjadi antara Walikota dan Wakil Walikota di forum-forum terbuka atau didepan masyarakat. g. Jika Walikota Padang

dapat menerima pendapat Wakil Walikota, maka Wakil Walikota akan mengapresiasinya.

DAFTAR PUSTAKA

(24)

Bambang Sunggono, Metode

Penelitian Hukum, PT.

Rajawali Pers, Jakarta, 2010 Sudarwan Danim, Menjadi

Penelitian Kualitatif, Pustaka

Setia, Bandung, 2002

Suharizal, 2011, Pemilukada:

Regulasi, Dinamika, dan

Konsep Mendatang, Rajawali

Pers, Jakarta, 2011

Tjahya Supriatna, Teori Pembaharuan Pemerintahan

Daerah, Program

Pascasarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta, 2005

B. Peraturan

Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

C. Website

Djohermansyah Djohan, Solusi Pecah Kongsi Kepala Daerah, http://www.harian

haluan.com/index.php?option =com_contentd&view=article id=4936:solusi-pecah kongsi-kepala-daerah & catid=12:refleksi & itemid=82.

Ahmad Kurnia,Manajemen Penelitian http ://Skripsimahasiswa,blogspot. com/2012 /06/Jenis-den-te

http://www.riaupos.co/38011-berita- pecah-kongsi,-walikota- wakil-walikota-sama-sama-salah.html.

http://padangekspres.co.id/?news=nb erita&id=2515

http://sindikasi.inilah.com/read/detail 1802627/mayoritas-kepala-

daerah-dan-wakil-disharmonisasi.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut diatas, saudara tidak dapat hadir atau tidak dapat menunjukkan dokumen asli untuk melakukan

Wawancara guru mata pelajaran Fisika MAN Model Palangka Raya (tanggal 13/11/2013). Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar,

Ujang Suyatman, M.Ag Fakultas Adab dan Humaniora Desa Karyamekar Kecamatan Cibatu Purwakarta Kabupaten 80 190 300.. Mohamad Agus Salim,

Scanned by CamScanner... Scanned

Teori Jaringan Sosial yang sering dikaitkan dengan isu penghijrahan migran di Asia Tenggara boleh menerangkan penghijrahan Bugis ke Sabah kerana ia memberi fokus kepada

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air di Sungai Plumbon dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) dan menganalisis pengaruh kondisi tata

Pada kalimat (3) kata bujing-bujing ‘gadis-gadis’ dalam kalimat ketiga menunjukkan makna yang jelas bahwa bujing-bujing ‘gadis-gadis’ yang dimaksud sudah dewasa,

Selain itu, juga dibahas transisi dalam seni tradisi yang lain seperti relief dan prasi lontar. Transisi gunungan dalam wayang kulit memiliki benang merah dengan pembatas adegan