BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pasar modal (capital market) Indonesia adalah wadah investasi yang baru
berkembang di Indonesia. Menurut Undang-undang Pasar Modal no. 8 tahun
1995, pasar modal yaitu sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu
negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, salah satu fungsi pasar modal
yaitu sebagai sarana pendanaan atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk
mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor) dan dana yang diperoleh
dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja
dan lain-lain.
Untuk masuk dan berinvestasi di pasar modal, Investor membutuhkan suatu
informasi yang menjelaskan kinerja perusahaan saat ini dan lalu. Informasi ini
diungkapkan perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan
menjadi media bagi perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan
mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pemenuhan kebutuhan
pihak-pihak eksternal berupa informasi kinerja perusahaan. Parameter yang
digunakan untuk mengukur kinerja manajemen dalam laporan keuangan adalah
informasi laba yang terkandung dalam laporan laba rugi.Perusahaan cenderung
menentukan jumlah dana yang dapat diperoleh, sehingga dapat mendorong
manajer untuk menyusun laporan keuangan yang menarik perhatian investor.
Maka dapat disimpulkan laporan keuangan yang menjadi media informasi
tidak selalu akurat. Manajer selaku pengelola perusahaan terkadang melakukan
intervensi di dalam pelaporan tersebut atas insentif tertentu. Manajer melakukan
penyesuaian pada laporan keuangan agar laporan tampak lebih baik sehingga
muncul persepsi publik yang positif tentang kinerja perusahaan yang mana akan
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut di pasar modal. Tindakan
intervensi inilah yang dinamakan aktivitas manajemen laba (earnings
management). Fenomena manajemen laba merupakan tofik yang telah lama
muncul dalam dunia akademik maupun bisnis. Penelitian De Angelo ( 1988)
menunujukan bahwa manajemen laba telah meluas dan ada dalam settiap
pelaporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan. Mereka memberikan
bukti empiris bahwa manajemen laba ada dalam setiap laporan keuangan
kuartalan dan tingkat manajemen laba yang terbesar ditemukan pada kuartal
ketiga.
Manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan
intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal
sehingga dapat meratakan, menaikkan dan menurunkan laba (Schipper, 1989)
dalam Jaryanto (2008). Ini berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha
manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan
laba sesuai dengan keinginan manajer. Hal ini dikarenakan adanya pemisahan
pengelolaan perusahaan dalam lingkungan bisnis mengakibatkan perusahaan tidak
hanya dimiliki oleh satu orang saja yaitu manajer-pemilik. Kepemilikan
perusahaan berada ditangan para pemegang saham dan pengelolaan berada di
tangan pihak manajemen. Dimana manajer yang bertindak sebagai pengelola
tentunya akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan dengan pemiliknya. Manajer
yang akan memberikan laporan mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik
perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada para pemegang saham.
Para manajer menggunakan kebebasan ini untuk mengubah laba demi mencapai
keuntungan pribadi antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman,
maupun kontrak kompensasi. Dampaknya akan menimbulkan intepretasi yang
salah dari para pengguna laporan keuangan, sehingga akan menyebabkan
pengambilan keputusan yang salah dari pengguna laporan keuangan. Sebagai
salah satu contoh dari dampak tersebut yaitu investor akan salah mengambil
keputusan dalam menanamkan modalnya pada satu entitas dimana entitas tersebut
telah melakukan manajemen laba. Hal ini dilakukan oleh pihak manajemen karena
laba yang diperoleh suatu entitas dijadikan tolak ukur oleh para pengguna laporan
keuangan. Laba menunjukan tingkat keberhasilan dan kesuksesan suatu entitas
tersebut, sehinggan memotivasi para manajer untuk melakukan manajemen laba.
Para pemegang saham perlu meningkatkan pengawasan terhadap para
manajemen demi kelangsungan modal saham yang ditanamkan di entitas tersebut.
Pengawasan dapat dilakukan dengan menerapkan mekanisme good corporate
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance adalah suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah
pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang
saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.Penerapan Good
Corporate Governance(GCG) ini didorong dari dua sisi, yaitu etika dan
peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran
individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan
kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders dan menghindari
cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan
(regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kendatinya dua sisi tersebut menciptakan
lingkungan bisnis yang sehat.
Suatu perusahaan yang menganut good corporate governance, tentunya
akan mengutamakan transparansi dalam pelaporan keuangannya baik dari manajer
kepada pemegang saham maupun kepada publik. Seperti yang diketahui bahwa
baik tidaknya corporategovernance seharusnya dapat dilihat dari dimensi
keterbukaan (transparancy). Midiastuty (2003) menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara indikator-indikator good corporate governance
dengan manajemen laba. Mekanisme good corporate governance memiliki
beberapa indikator dan pada penelitian ini indikator yang digunakan seperti
Keberadaan komite audit pada saat ini telah diterima sebagai suatu bagian
dari organisasi perusahaan (Corporate Governance). Komite audit dibentuk oleh
dewan komisaris independen untuk membantu tugas dalam menjalankan fungsi
pengawasan terhadap kinerja direksi dan tim manajemen sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG. Bahkan untuk menilai pelaksanaan good corporate governance di
perusahaan, adanya komite audit yang efektif merupakan salah satu aspek dalam
kriteria penilaian. Komite audit diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pengawasan internal perusahaan, serta mampu mengoptimalkan mekanisme
checks and balances, yang pada akhirnya ditujukan untuk memberikan
perlindungan yang optimum kepada para pemegang saham dan stakeholder
lainnya. Biasanya laporan keuangan yang telah diaudit oleh komite audit dapat
dipercaya jika komite audit memiliki kompetensi dan independensi. Diharapkan
dengan pelaksanaan audit ini, dapat mengurangi perilaku oportunistik para
manajer seperti manajemen laba.
Dalam rangka penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance), perusahaan tercatat wajib memiliki Komisaris independen
yang jumlah sahamnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang
dimiliki oleh bukan Pemegang Saham Pengendali dengan ketentuan jumlah
Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jumlah
seluruh komisaris (Emirzon, 2007). Dewan komisaris secara luas dipercaya
memainkan peranan penting khususnya dalam memonitor manajemen tingkat
Dewan komisaris bertugas untuk menjamin terlaksananya strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (FCGI, 2003). Secara khusus, komisaris
independen yang merupakan bagian dari dewan komisaris sangat berperan dalam
meminimumkan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen.
Komisaris independen diharapkan mampu mendorong dan menciptakan iklim
yang lebih objektif, serta dapat menempatkan kesetaraan (fairness) sebagai prinsip
utama dalam memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan
stakeholders lainnya. Oleh karena itu, keberadaan komisaris independen dalam
perusahaan diharapkan dapat menjamin laporan keuangan yang menggambarkan
informasi sesungguhnya mengenai operasi perusahaan sehingga dapat mencegah
praktik manajemen laba.
Meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer juga diharapkan dapat
membuat manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal. Peningkatan
kepemilikan manajerial dalam perusahaan mendorong manajer untuk menciptakan
kinerja perusahaan secara optimal dan memotivasi manajer bertindak secara
hati-hati, karena mereka ikut menanggung konsekuensi atas tindakannya. Adanya
kepemilikan saham oleh pihak manajemen diharapkan dapat mengurangi perilaku
opportunistic manajer.
Dalam rangka mencegah terjadinya manajemen laba maka perlu juga
dilakukannya audit atas laporan keuangan. Pemeriksaan laporan keuangan oleh
Auditor juga dapat digunakan sebagai monitoring terhadap tindakan manajemen
akan mengambil keputusan sesuai dengan laporan keuangan yang sudah di audit
oleh auditor. Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor memiliki
kualitas yang berbeda-beda. Oleh karena itu, auditing berkualitas tinggi
(high-quality auditing) bertindak sebagai pencegah manajemen laba yang efektif, karena
reputasi manajemen akan hancur dan nilai perusahaan akan turun apabila
pelaporan yang salah ini terdeteksi dan terungkap. Manajemen laba yang terjadi
pada perusahaan yang di audit oleh auditor yang termasuk KAP Big Four lebih
rendah dibandingkan Non Big Four.
Dalam laporan keuangan juga yang menjadi patokan para pemegang saham
adalah laba yang terkandung di dalam laporan tersebut. Laba merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur kinerja manajemen. Generally Accepted Accounting
Principles (GAAP), yang di Indonesia dikenal dengan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK), memberikan fleksibilitas bagi manajemen untuk memilih
kebijakan akuntansi yang lebih merepresentasikan keadaan perusahaan
sesungguhnya. Fleksibilitas itulah yang terkadang dimanfaatkan oleh manajemen
untuk melakukan pengelolaan laba (earnings management).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada
variabel yang digunakan. Dalam penelitian ini variabel good corporate
governance menggunakan 3 indikator yaitu komite audit, proporsi dewan
komisaris independen dan kepemilikan manajerial. Peneliti juga menambahkan 2
variabel independen tambahan pada penelitian ini yaitu kualitas auditor yang
Sehingga tidak ada kesamaan variabel menyeluruh antara penelitian ini dan
peneliti sebelumnya.
Penelitian ini juga didasarkan dari banyaknya perbedaan-perbedaan hasil
yang diperoleh dari peneliti sebelumnya. Penelitian ini menggunakan sampel
perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena
perusahaan-perusahaan manufaktur merupakan perusahaan dalam taraf
perusahaan besar yang menyokong perekonomian negara. Pada lingkup
manufaktur ini diketahui munculnya banyak pemain baru yang meningkatkan
persaingan baik oleh pemain baru maupun pemain lama, sehingga kemungkinan
untuk melakukan aktivitas manajemen laba sangat besar. Periode yang diambil
yaitu berkisar antara tahun 2011 hingga 2013. Oleh karena itu, peneliti
menyimpulkan judul yang sesuai dengan penelitian ini yaitu “Pengaruh Good
Corporate Governance, Kualitas Auditor dan Profitabilitas terhadap Manajemen
Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)”.
1.2 Perumusan Masalah
Mekanisme yang dianggap berpengaruh dalam membatasai kegiatan
manajemen laba adalah good corporate governance, kualitas auditor dan
profitabilitas. Maka dapat dirumuskan yang menjadi perumusan masalah atau
pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut.
1. Apakah komite audit sebagai indikator dari good corporate governance
berpengaruh terhadap manajemen laba?
2. Apakah proporsi dewan komisaris independen sebagai indikator dari good
3. Apakah kepemilikan manajerial sebagai indikator dari good corporate
governance berpengaruh terhadap manajemen laba?
4. Apakah kualitas auditor berpengaruh terhadap manajemen laba?
5. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba?
6. Apakah komite audit, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan
manajerial, kualitas auditor dan profitabilitas berpengaruh secara simultan
terhadap manajemen laba?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis pengaruh komite audit sebagai indikator dari mekanisme
Good Corporate Governance terhadap praktek manajemen laba.
2. Menganalisis pengaruh proporsi dewan komisaris independen sebagai
indikator dari mekanisme Good Corporate Governance terhadap praktek
manajemen laba.
3. Menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial sebagai indikator dari
mekanisme Good Corporate Governance terhadap praktek manajemen
laba.
4. Menganalisis pengaruh kualitas auditor terhadap praktek manajemen laba.
6. Menganalisis pengaruh komite audit, ukuran dewan komisaris,
kepemilikan manajerial, kualitas auditor dan profitabilitas terhadap
manajemen laba.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Dipandang dari tujuan penelitian yang sudah di uraikan diatas, maka
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu
penulis, investor, manajemen, pihak lain dan kreditur.
1. Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis terutama
mengenai praktek manajemen laba, serta sebagai bahan pembanding antara
teori yang di dapat dengan keadaan sebenarnya.
2. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor
untuk menilai kinerja perusahaan dan investor dapat melakukan analisis
secara cermat dan mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan
keputusan investasi.
3. Bagi Manajemen
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada manajemen
untuk menghindari manajemen laba yang nantinya berdampak merugikan
4. Bagi pihak lain
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi
pembaca, serta menjadi bahan referensi dan perbandingan bagi semua
pihak khusunya kepada peneliti selanjutnya.
5. Bagi Kreditur
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada kreditur
tentangkinerja perusahaan yang melakukan kontrak utang dengan kreditur,
sehingga perusahaan yang menjadi pihak kreditur tidak akan mengalami
kerugian nantinya akibat perusahaan yang memiliki utang terhadap