BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana
Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997
Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol
waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan
jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).
Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera(Arum, 2008).
Sasaran utama dalam pelayanan KB adalah pasangan usia subur (PUS).
Pelayanan KB diberikan diberbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun
swasta dari tingkat desa hingga ke tingkat kota dengan kompetensi yang sangat
bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas,
Dokter praktek swasta, Bidan praktek swasta, dan Bidan desa. Jenis alat atau obat
kontrasepsi antara lain kondom, pil, suntik, IUD, Implant, Tubektomi dan
vasektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari
apotik atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Kontrasepsi suntik KB
implant, vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan
berkompetensi (BKKBN,2002)
2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana
Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:
a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan
menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan
diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate)
dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita (Hanafi, 2002). Pertambahan penduduk
yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan
menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang
ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan
jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur,
sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.
b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan
anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama
serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.
c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah
lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini
memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga
yang bahagia dan berkualitas.
e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil
Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga
berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang,
pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi(Suratun,2008).
2.1.3 Visi Dan Misi Keluarga Berencana
Visi KB berdasarkan dengan seiring dimasukinya Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014,BKKBN sebagai institusi yang
selama ini mengemban tugas menyukseskan program KB di Indonesia telah
merevitalisasi visi dan misinya. Visi BKKBN sekarang ini adalah “Penduduk
Seimbang 2015” dengan misi “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan
Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”
menggantikan visi sebelumnya “Seluruh Keluarga Ikut KB” dan misi
“Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.(BKKBN,2010)
2.1.4 Macam-Macam Akseptor Keluarga Berencana
a. Akseptor Aktif adalah Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah
satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan/mengakhiri
kesuburan.
b. Akseptor Aktif Kembali adalah Pasangan Usia Subur yang telah
menggunakan kontasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi
cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti atau istirahat kurang
lebih tiga bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.
c. Akseptor KB baru adalah Akseptor yang baru pertama kali menggunakan
alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi
setelah melahirkan atau abortus.
d. Akseptor KB Dini adalah Para istri yang memakai salah satu cara
kontrasepsi dalam 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.
e. Akseptor Langsung adalah Para istri yang memakai salah satu cara
kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.
f. Akseptor dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian
kontrasepsi lebih dari 3 bulan.(BKKBN,2007)
2.2 Pemakaian Alat Kontrasepsi
2.2.1 Pengertian Pemakaian Alat Kontrasepsi
Pemakaian alat kontrasepsi adalah salah satu upaya dalam Program
Keluarga Berencana untuk pengendalian fertilitas atau menekan pertumbuhan
penduduk yang paling efektif. Dimana dalam pelaksanaannya diupayakan agar
semua metode atau alat kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada
masyarakat memberikan manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping
maupun keluhan yang ditimbulkan.
2.2.2 Metode atau alat Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Dan Metode Kontrasepsi Non MKJP
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang adalah cara kontrasepsi berjangka
panjang yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat
rendah.Penggolongannya terdiri dari : alat kontrasepsi IUD, Implan, dan MOW
(metode kontrasepsi Wanita), sedangkan alat kontrasepsi bukan metode
kontrasepsi jangka panjang adalah cara kontrasepsi yang tidak berjangka panjang
yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat kelangsungan
pemakaiannya yang rendah dengan angka kegagalannya yang tinggi.
Penggolongannya terdiri dari alat kontrasepsi Suntik, Pil dan alat kontrasepsi
Kondom (BKKBN,2010).
2.2.3 Alat Kontrasepsi (IUD Intra Uteri Dispoporsi)
Alat Kontrasepsi IUD adalah Suatu alat kontrasepi yang dimasukkan ke
dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam terdiri dari plastik (BKKBN,
1993).
1. Efektifitas
Efektifitas penggunaan IUD 99,2%-99,4% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
a. Endometrium mengalami transformasi yang ireguler, epitel atrofi sehingga
mengganggu implantasi.
b. Mencegah terjadinya pembuahan dengan mengeblok bersatunya ovum
dengan sperma.
c. Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba fallopi.
d. Menginaktifkan sperma (Prawirohardjo, 2013).
3. Kelebihan
a. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi.
c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu
diganti).
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A).
h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi).
j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
l. Membantu mencegah kehamilan ektopik (Prawirohardjo, 2013).
2.2.4 Alat Kontrasepsi Implant
Implant adalah Kontrasepsi berupa kapsul sebesar korek api sebanyak 6
buah yang berisi hormon untuk mencegah kehamilan, yang disusupkan di bawah
kulit pada lengan sebelah atas (BKKBN, 1993).
1. Efektifitas
Efektif penggunaan AKDR 99,2%-99,4% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
a. Lendir serviks menjadi kental.
b. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
c. Mengurangi trasnportasi sprema.
d. Menekan ovarium (Prawirohardjo, 2013).
3. Kelebihan
a. Daya guna tinggi.
b. Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun).
c. Pengembalia tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
d. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
e. Bebas dari pengaruh esterogen.
f. Tidak menggangu kegiatan sanggama.
g. Tidak mengganggu ASI.
h. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.
i. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
j. Mengurangi nyeri haid.
k. Mengurangi jumlah darah haid.
l. Mengurangi/memperbaiki anemia.
m.Melindungi terjadinya kanker endomterium.
n. Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara.
o. Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul.
p. Mengurangi angka kejadian endometriosis (Prawirohardjo, 2013).
4. Waktu Mulai Menggunakan Implan
a. Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan
b. Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi
kehamilan. Bila insersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan
melakukan hubungan seksual, atau mengguakan metode kontrasepsi lain
untuk 7 hari saja.
c. Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat , asa saja diyakini
tidak terjadi kehamiln, jangan melakukan hubungan seksual atau
digunakan kontrasepsi untuk 7 hari saja.
d. Bila menyusui anatara 6 minggu sampai 6 bulan pascapersalinan, insersi
dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual
selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain.
e. Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi
dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melaukan hubungan seksual
selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari
saja.
f. Bila klien menggunakan konttrasepsi hormonal dan ingin menggantinya
dengan implan, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien
tersebut tidak hamil atau klien menggunakan kontrasepsi suntikan
tersebut. Tidak dpat dilakukan metode kontrasepsi lain.
g. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi non hormonal (kecuali
AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan implan, insersi implan,
dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien tidak hamil. Tidak
h. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya
dengan implan, implan dapat diinersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien
jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau digunakan metode
kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut.
i. Pascakeguguran implan dapat segera diinersikan (Prawirohardjo, 2013).
2.2.5 Alat Kontrasepsi MOW (Metode Operasi Wanita)
MOW (Metode Operasi Wanita) adalah segala tindakan penutupan
(pemotongan, pengikatan, pemasangan cincin) pada kedua saluran kanan dan kiri,
yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur tesebut. Dengan
demikian wanita tersebut tidak dapat hamil. Kontap wanita juga bukan
pengebirian (kastrasi). Pada tindakan kebiri kedua indung telur di buang.
Akibatnya, baik sel telur maupun beberapa hormone wanita tidak dihasilkan lagi.
Pada kontap wanita hormon wanita tetap dihasilkan, oleh karena itu gairah seks
wanita tersebut tidak akan menurun (PKMI, 1991).
1. Efektifitas
Efektifitas penggunaan MOW 99,5% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
Kontrasepsi bagi wanita melalui operasi pengikatan atau pemotongan saluran
indung telur sehingga menghambat pertemuan antara sperma dan sel telur
(BKKBN, 2007).
3. Kelebihan
a. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
c. Tidak bergantung pada faktor senggama.
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang
serius.
e. Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi
hormon ovarium).
h. Berkurangnya resiko kanker ovarium (Prawirohardjo, 2013).
2.2.6 Alat Kontasepsi Suntik
Suntik adalah Cara kontrasepsi perempuan yang berisi hormon esterogen
dan progestin yang disuntikan ke otot panggul tiap bulan atau tiga bulan sekali
(BKKBN, 2007).
1. Efektivitas : Efektivitas suntikan 99,7% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
a. Mencegah ovulasi.
b. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi
sperma.
c. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.
d. Menghambat transportasi gamet oleh tuba (Prawirohardjo, 2013).
3. Kelebihan
a. Sangat efektif.
c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri.
d. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah.
e. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.
f. Sedikit efek samping.
g. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
h. Dapat digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai perimenopause.
i. Membantu mencegaj kanker endometrium dan kehamilan ektopik.
j. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.
k. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.
l. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell) (Prawirohardjo, 2013).
2.2.7 Alat Kontrasepsi Pil
Pil adalah Kontrasepsi yang diberikan secara oral dalam bentuk pil yang
mengandung hormon progestin atau dikenal dengan istilah minipil (BKKBN,
2011).
1. Efektivitas
Efektivitas penggunaan minipil 98,5% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
a. Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium (tidak
begitu kuat).
b. Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih
sulit.
d. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.
e. Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu
(Prawirohardjo, 2013).
3. Kelebihan
a. Sangat efektif bila digunakan secara benar.
b. Tidak mengganggu hubungan seksual.
c. Tidak mempengaruhi ASI.
d. Kesuburan cepat kembali.
e. Nyaman dan mudah digunakan.
f. Sedikit efek samping.
g. Dapat dihentikan setiap saat.
h. Tidak mengandung estrogen.
i. Mengurangi nyeri haid.
j. Mengurangi jumlah darah haid.
k. Menurunkan tingkat anemia.
l. Mencegah kanker endometrium.
m.Melindungi dari penyakit radang panggul.
n. Tidak meningkatkan pembekuan darah.
o. Dapat diberikan pada penderita endometiuosis.
p. Kurang menyebabkan peningkatan tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi.
q. Dapat mengurangi keluhan premenstrual sindrom (sakit kepala, perut
r. Sedikit sekali mengganggu pengidap kencing manis yang belum megalami
komplikasi (Prawirohardjo, 2013).
2.3 Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15- 49 tahun atau pasangan suami istri yang istri berumur kurang
dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih
haid (BKKBN, 2006). Sedangkan menurut pedoman potensi desa (Podes, 2008),
PUS adalah pasangan suami-istri yang masih berpotensi untuk mempunyai
keturunan atau biasanya ditandai dengan belum datangnya waktu menopause
(terhenti menstruasi bagi istri). Jumlah PUS di Indonesia pada tahun 2003
sebanyak 5.918.271; sedangkan tahun 2008 terdapat sekitar 38,9 juta PUS.
Adapun distribusi jumlah PUS tiap-tiap provinsi adalah sebagai berikut:
Sumatera; 7,57 juta, Jawa; 23,67 juta, Bali-Nusa Tenggara; 2,08 juta, Kalimantan;
2,15 juta, Sulawesi; 2,70 juta, Maluku-Papua; 0,76 juta. Jadi jumlah keseluruhan
di Indonesia 38,93 juta pasangan usia subur (Podes, 2008).
Pelayanan kesehatan pada PUS, yang dapat dilakukan adalah mengikuti
program KB, dengan tujuan berikut:
1. Mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui pengaturan kehamilan (PUS
dan WUS).
2. Peningkatan kwalitas keluarga dan kemandirian keluarga.
3. Peningkatan kepedulian dan PSM.
4. Peningkatan serta pemantapan komitmen politis dan komitmen operasional.
2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor
Memiliki anak merupakan salah satu cara untuk memenuhi kewajiban
dalam budaya reproduksi. Menanamkan konsep pada pada kaum perempuan
bahwa mengandung dan melahirkan anak adalah kewajiban, tanpa diimbangi
dengan hak dan juga pilihan lainnya. Di banyak negara berkembang, bahkan
keputusan untuk menggunakan kontrasepsi pun bukan merupakan keputusan
perempuan, meskipun pada akhirnya yang menggunakan adalah perempuan itu
sendiri (Mohamad,1998). Hal ini berkaitan dengan kesehatan seorang wanita yang
tergambar dari perilaku hidup sehat yang diterapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berhubungan dengan
upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan
respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan tersebut disebut dengan
determinan perilaku yang dibedakan menjadi dua yaitu: faktor internal (tingkat
kecerdasan/pengetahuan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya) dan
faktor eksternal (lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
politik, masyarakat dan sebagainya). Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu
menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang
terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu
kesehatan mempelajari perilaku adalah sangat penting, karena pendidikan
kesehatan berfungsi sebagai media atau sarana untuk merubah perilaku individu
atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma-norma hidup sehat
(Notoatmodjo,2003).
Lawrence Green (1980) seperti dikutip Notoatmodjo (2003) menyatakan,
terdapat 3 faktor yang mendasari perilaku individu dalam mengambil keputusan
untuk memilih menggunakan alat kontrasepsi yang tidak terlepas dari
masing-masing individu yaitu presdiposisi (predisposing), pendukung (enabling), dan
pendorong (reinforcing). Faktor prediposisi (faktor predisposing) meliputi umur,
pengetahuan dan jumlah anak yang merupakan kognitif domain yang mendasari
terbentuknya perilaku baru pada pasangan suami istri dalam menentukan jumlah
anak yang sesuai dengan diharapkan pada tujuan keluarga berencana. Hal lain dari
faktor ini adalah tradisi, sistem nilai, dan tingkat sosial ekonomi. Faktor
pendukung (faktor enabling) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan berupa ketersediaan alat kontrasepsi. Faktor pendorong (faktor
reinforcing) meliputi petugas kesehatan, media informasi, biaya pemasangan alat
kontrasepsi dan dukungan suami.
Dalam penelitian ini diambil faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
alat kontrasepsi dalam ber-KB adalah faktor predisposisi (predisposing) yaitu
umur, pengetahuan, jumlah anak dan faktor pendukung (enabling) yaitu
ketersediaan alat kontrasepsi, sedangkan faktor pendorong (reinforcing) meliputi
2.4.1 Umur Istri
Menurut Radita Kusumaningrum (2009) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa umur dalam hubungan dengan pemakaian KB berperan sebagai faktor
intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah, komposisi
biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah,
komposisi biokimiawi dan sistem hormonal pada suatu periode umur
menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan. Masa reproduksi
(kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu: masa menunda kehamilan (kesuburan), masa
mengatur kesuburan (menjarangkan kehamilan),dan masa mengakhiri kehamilan
(tidak ingin hamil lagi). Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar pola
penggunaan alat kontrasepsi rasional.
1.Masa Menunda Kehamilan
Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20
tahun.Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai yaitu: kembalinya kesuburan yang tinggi dan
efektifitas yang tinggi.Hal ini penting karena akseptor belum mempunyai anak
dan karena kegagalan akan menyebabkan tujuan KB tidak tercapai.Prioritas
kontrasepsi yang sesuai : Pil, AKDR, dan kondom.
2.Masa Mengatur Kehamilan
Umur terbaik bagi istri melahirkan adalah 20-30 tahun.ciri-ciri kontrasepsi
yang sesuai yaitu kembalinya kesuburan cukup, efektifitas cukup tinggi, dapat
dipakai 2-4 tahun sesuai dengan jarak kehamilan yang aman bagi ibu dan anak,
dipakai yaitu AKDR, suntik, Pil, kondom, implant dan kontap (jika umur istri 30
tahun).
3. Masa mengakhiri kehamilan
Umumnya pada keluarga yang sudah memiliki jumlah 2 anak dan umur
istri telah melebihi umur 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi. ciri-ciri kontrasepsi
yang sesuai yaitu: efektifitas yang sangat tinggi, dapat dipakai untuk jangka
panjang, tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada, dimana pada masa
umur tua kelainan itu seperti penyakit jantung, hipertensi dan metabolik
meningkat. Prioritas kontrasepsi yang dipakai yaitu Kontap, IUD, Implan.
2.4.2 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia,yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo,2003).
2.4.3 Jumlah Anak
Salah satu faktor yang menentukan keikutsertaan pasangan suami istri
dalam gerakan Keluarga Berencana adalah banyaknya anak yang dimilikinya.
Dimana diharapkan pada pasangan yang memiliki jumlah anak lebih banyak,
kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan pada pasangan
usia subur yang mempunyai anak lebih sedikit. BKKBN (2012) menerangkan
anaknya paling banyak 2 (dua ) orang, sedangkan keluarga besar adalah suatu
keluarga dengan jumlah anak lebih dari dua ( > 2 ) orang anak.
2.4.4 Ketersediaan Alat Kontrasepsi
Berdasarkan Dari hasil wawancara,diketahui bahwa ketersediaan alat
kontasepsi dari pemerintah seperti adanya KB safari sangat membantu masyarakat
untuk menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien pada akseptor KB.
2.4.5 Petugas Kesehatan
Hasil penelitian wyadnyana (1995) menemukan adanya hubungan antara
sikap petugas kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan kontrasepsi akseptor KB.
wyadnyana menyarankan agar petugas kesehatan perlu lebih interest terhadap
upaya pemberian pelayanan kontrasepsi dalam upaya memberikan pelayanan yang
terbaik pada masyarakat.
2.4.6 Media Informasi
Media informasi merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan informasi dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat dari si penerima. Berdasarkan
hasil wawancara sementara bahwa dengan media informasi baik dari televisi,
majalah, radio maupun dari penyuluhan yang berfungsi untuk merangsang ibu
untuk memilih menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien.
2.4.7 Biaya Pemasangan alat Kontrasepsi
Tingkat ekonomi mempengaruhi pemilihan pemakaian jenis alat
kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi
jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi jangka panjang lebih murah
dibanding dengan alat kontrasepsi jangka pendek, tetapi kadang masyarakat
melihatnya dari berapa biaya harus dikeluarkan untuk sekali pasang saja. Jika
patokannya adalah biaya setiap kali pasang, Mungkin alat kontrasepsi jangka
panjang terlihat jauh lebih mahal, tetapi jika dilihat masa/jangka waktu
penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan alat
kontrasepsi jangka panjang akan lebih murah dibandingkan alat kontrasepsi
jangka pendek. Untuk sekali pemasangan alat kontrasepsi jangka panjang bisa
aktif selama 3-5 tahun, bahkan seumur hidup/sampai masa menopause. Sedangkan
alat kontrasepsi jangka pendek hanya mempunyai masa aktif 1-3 bulan saja, yang
artinya untuk mendapatkan efek yang sama dengan alat kontrasepsi jangka
panjang, seseorang harus melakukan 12-36 kali suntikan bahkan berpuluh puluh
kali lipat (Saifuddin, 2003).
2.4.8 Dukungan Suami
Berdasarkan hasil penelitian Syamsiah (2002) dalam Farahwati (2009)
bahwa dukungan suami menunjukkan adanya hubungan antara dukungan suami
dengan pemilihan pemakaian alat kontrasepsi yang digunakan ibu/istri. Dimana
dukungan suami merupakan faktor yang paling dominan untuk memilih
menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien pada istri sebagai akseptor
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015
2.6 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh umur terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan
akseptor.
2. Ada pengaruh pengetahuan terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan
akseptor.
3. Ada pengaruh jumlah anak terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan
akseptor.
4. Ada pengaruh ketersediaan alat kontrasepsi terhadap jenis alat kontrasepsi
5. Ada pengaruh petugas kesehatan terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
6. Ada pengaruh media informasi terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
7. Ada pengaruh biaya pemasangan alat kontrasepsi terhadap jenis alat
kontrasepsi yang digunakan akseptor.
8. Ada pengaruh dukungan suami terhadap jenis alat kontrasepsi yang