• Tidak ada hasil yang ditemukan

HEALTH PROMOTION IN THE CONTROL OF FILARIASIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HEALTH PROMOTION IN THE CONTROL OF FILARIASIS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PROMOSI KESEHATAN DALAM PENGENDALIAN FILARIASIS

Ahmad Erlan*

Balai Litbang P2B2 Donggala

Jalan Masitudju No 58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia *E_mail: erlan3001@gmail.com

Received date: 26/8/2014, Revised date: 30/10/2014, Accepted date: 04/11/2014

HEALTH PROMOTION IN THE CONTROL OF FILARIASIS

ABSTRAK

Promosi kesehatan adalah cara yang efektif untuk mengubah perilaku masyarakat agar menjadi lebih sehat dan terhindar dari penyakit. Penularan filariasis dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu lingkungan, perilaku dan sosial budaya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian filariasis dari faktor lingkungan yaitu rawa-rawa di sekitar permukiman (OR=2,433); faktor perilaku seperti kebiasaan menggunakan kelambu, tidak menggunakan pakaian lengan panjang dan tidak menggunakan kasa di ventilasi (p<0,05); faktor pengetahuan dan stigma (p=0,07). Promosi kesehatan melalui penyuluhan ke masyarakat dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan perubahan perilaku untuk memutuskan rantai penularan filariasis.

Kata kunci: promosi kesehatan, filariasis, lingkungan, perilaku, sosial budaya

ABSTRACT

Health promotion is an effective way to change people's behavior to become more healthy and avoid illness. Filariasis transmission is influenced by three factors: environmental, social and cultural behavior. The results of several studies suggest that the factors that have a significant relationship with the occurrence of filariasis were environmental factors that marshes around settlements have (OR=2.433); behavioral factors such as the habit of using nets, do not use long-sleeved clothes and do not use gauze in ventilation (p <0.05); knowledge factor and stigma (p=0.07). Health promotion through counseling to the community was done to improve public knowledge and behavior change to cut the transmission of filariasis

Keywords: health promotion , filariasis, environmental, behavioral, social and cultural

PENDAHULUAN lebih baik. Promosi kesehatan menurut Leavel and

Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni Clark adalah upaya pencegahan penyakit dalam lima membantu masyarakat menjadikan gaya hidup tingkatan yang dapat dilakukan pada masa sebelum mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal sakit dan pada masa sakit. Pada masa sebelum sakit didefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan fisik, upaya yang dilakukan adalah mempertinggi nilai emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Hal ini bukan kesehatan (health promotion) dan memberikan sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun perlindungan khusus terhadap sesuatu penyakit berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang (specific protection). Pada masa sakit upaya yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat dilakukan adalah mengenal dan mengetahui jenis keputusan yang sehat. Perubahan gaya hidup dapat pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan difasilitasi melalui penggabungan, menciptakan yang tepat dan segera (early diagnosis and lingkungan yang mendukung, mengubah perilaku, treatment). Pembatasan kecacatan dan berusaha

1

dan meningkatkan kesadaran. untuk menghilangkan gangguan kemampuan

Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan (d i s a b i l i t y l i m i t a t i o n) , d a n r e h a b i l i t a s i kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau (rehabilitation). Promosi kesehatan menurut piagam individu. Dengan adanya pesan tersebut diharapkan Ottawa 1986 adalah suatu proses memberdayakan masyarakat, kelompok atau individu dapat atau memandirikan masyarakat untuk memelihara, memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui

BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 89-96

66

data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun menggunakan metode ceramah terhadap tingkat 2010-2011, kasus leptospirosis terdapat di 15 pengetahuan dan sikap responden dalam kecamatan dari 17 kecamatan di Kabupaten Bantul. pencegahan leptospirosis. Hasil penelitian dapat Kecamatan dengan jumlah kasus leptospirosis bermanfaat sebagai masukan bagi program promosi paling banyak adalah Kecamatan Sedayu (29 kasus kesehatan nuntuk peningkatan upaya pencegahan dan 1 penderita meninggal) dan Kecamatan Imogiri leptospirosis.

(19 kasus dan 3 penderita meninggal). Sebagian

besar penderita adalah kelompok usia produktif. METODE

Seluruh kasus adalah kasus baru bukan jenis kasus Penelitian ini merupakan penelitian kuasi 5 relaps. Faktor risiko leptospirosis di Kabupaten eksperimen one group pre and post-test design. Bantul adalah pekerjaan sebagai petani, terpapar air Variabel terikat adalah pengetahuan dan sikap sawah atau genangan air kotor dan peningkatan responden, sedangkan variabel bebas adalah p o p u l a s i t i k u s s e b a g a i h e w a n r e s e r v o i r p en didikan kesehatan dengan metode ceramah.

3

Leptospira sp. Populasi penelitian adalah penduduk di Desa

Peningkatan kasus leptospirosis di Kabupaten Argosari, Kecamatan Sedayu dan Desa Wukirsari, Bantul tahun 2010-2011 dinyatakan sebagai Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Pemilihan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada Surat Keputusan sampel dilakukan secara purposif dengan kriteria Bupati Kabupaten Bantul No.31 tahun 2011 tanggal inklusi penduduk yang tinggal di wilayah RW yang

4

24 Januari 2011. Studi ini merupakan bagian dari terdapat kasus leptospirosis pada tahun 2011, usia tindakan kedaruratan untuk penanggulangan KLB minimal 18 tahun dan bersedia mengikuti kegiatan leptospirosis tahun 2011 di Kabupaten Bantul. Hasil penyuluhan. Penelitian dilaksanakan pada bulan studi diharapkan menjadi salah satu strategi untuk Maret-April tahun 2011. Nara sumber adalah tim menanggulangi leptospirosis melalui pendekatan peneliti bersama dinas kesehatan dan tim komperehensif dan salah satu upaya yang dilakukan puskesmas.

adalah melalui sosialisasi pencegahan leptospirosis Penyuluhan menggunakan media slide pada kelompok masyarakat yang berisiko tertular presentasi dan alat peraga. Jenis alat peraga yang leptospirosis. Kegiatan tersebut bertujuan agar digunakan adalah alat untuk pengendalian tikus dan masyarakat mengetahui dan dapat melakukan upaya klorinasi badan air (chlorine diffuser). Materi pencegahan secara mandiri. penyuluhan berisi tentang etiologi dan bahaya Pendidikan kesehatan adalah metode leptospirosis, pencarian pengobatan, cara diseminasi informasi yang bertujuan menyebarkan pencegahan leptospirosis, perilaku hidup bersih dan pesan, menanamkan keyakinan sehingga sehat (PHBS), perlindungan diri dari kontak dengan masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, bakteri Leptospira sp., serta teknik pengendalian tetapi juga mau dan mampu melakukan suatu tikus baik di lingkungan rumah maupun di anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. lingkungan persawahan.

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan melalui Pengumpulan data melalui pengisian angket metode ceramah, diskusi maupun demonstrasi. kuesioner oleh peserta penyuluhan. Data Metode ceramah memiliki keunggulan biaya rendah dikumpulkan 2 kali yaitu sebelum penyuluhan (pre-dan mampu menjangkau berbagai responden dengan test) dan sesudah penyuluhan (post-test). Pengisian perbedaan karakteristik demografi. Metode ceramah angket dimonitoring oleh tim peneliti untuk merupakan metode yang umum digunakan untuk menjamin kesahihan data. Kuesioner berisi

4

kegiatan penyuluhan kesehatan pada masyarakat. pertanyaan tentang karakteristik responden, Pelaksanaan metode ceramah dapat dikombinasikan pengetahuan dan sikap tentang leptospirosis, upaya dengan metode pendidikan kesehatan yang lain pengendalian tikus, upaya perilaku hidup bersih dan

3

ataupun dengan menggunakan media/alat peraga. sehat (PHBS) dan penggunaan desinfektan. Bentuk Pendidikan kesehatan dalam studi ini menggunakan pertanyaan untuk pengetahuan adalah jawaban teknik ceramah yang dikombinasikan dengan dengan pilihan benar-salah, sedangkan untuk sikap diskusi interaktif dan penggunaan alat peraga berupa pernyataan dengan jawaban dalam skala (demonstrasi). Berdasarkan latar belakang tersebut likert.

(2)

90

peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, tinggi, penting sekali mengetahui dengan tepat serta pengembangan lingkungan sehat. Promosi bionomik dari vektor nyamuk, prevalensi dan kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya insidensi penyakit, dan faktor lingkungan yang 7 untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan berperan dalam penularan di setiap daerah. kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat Alternatif lain pengendalian vektor filariasis yang agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan dapat dilaksanakan adalah melalui penyuluhan

2

kesehatannya. Pada tahun 2004, filariasis telah kesehatan masyarakat agar masyarakat di daerah menginfeksi 120 juta penduduk di 83 negara di endemik filariasis dapat mengurangi kontak dengan seluruh dunia. Di Indonesia dilaporkan 22 provinsi n y a m u k v e k t o r, s e h i n g g a m e m p e r k e c i l diperkirakan telah terinfeksi filariasis sebanyak 150 kemungkinan terjadinya penularan. Peran lintas

3

juta manusia dan tertinggi di Irian Jaya. Di daerah sektor dan lintas program dalam pengendalian endemik, risiko terinfeksi filariasis sebesar 10-50% vektor sangat diperlukan, terutama dalam

8 dan 10% diantaranya adalah wanita yang memberi mengurangi tempat perkembangbiakannya.

4

dampak sosial dan psikologis. Di Indonesia jumlah kabupaten/kota endemis

Filariasis mempunyai ciri dan kekhasan filariasis sebanyak 335 kabupaten/kota (67%), 3 tersendiri, penyakit ini sifatnya menahun (kronis) kabupaten/kota tidak endemis (0,6%), dan 176 dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat kabupaten/kota belum dilakukan survei endemisitas menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran filariasis. Pada tahun 2009 telah dilakukan survei

5

kaki. Gejala klinis akut berupa limfadenistis, pada kabupaten/kota yang belum melakukan survei limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam, tahun 2008. Jumlah kabupaten/kota yang endemis sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses filariasis meningkat menjadi 356 kabupaten/kota d a p a t p e c a h d a n k e m u d i a n m e n g a l a m i dari 495 kabupaten/kota di Indonesia atau sebesar penyembuhan dengan meninggalkan parut, terutama 71,9%, sedangkan 139 kabupaten/kota (28,1%)

6

didaerah lipatan paha dan ketiak. Penyakit ini tidak endemis filariasis. Bila dilihat per-kabupaten memberikan dampak sosial budaya yang cukup dari laporan tahun 2009, tiga kabupaten dengan Mf besar, dampak ekonomi serta mental secara rate tertinggi adalah Bonebolango dengan Mf rate psikhologis, sehingga tidak dapat bekerja secara 40%, diikuti oleh Manokwari (Mf rate 38,57%) dan

9 optimal dan hidupnya selalu tergantung pada orang Kota Cilegon (Mf rate 37,50 %).

lain. Penelitian tentang upaya promosi kesehatan

Penularan filariasis terjadi apabila ada lima untuk mencegah penularan filariasis belum banyak unsur utama yaitu sumber penular (manusia dan dilakukan di Indonesia, selama ini yang sudah hewan sebagai reservoir), parasit (mikrofilaria), dilakukan pemerintah adalah pengobatan massal vektor (nyamuk), manusia yang rentan (host), (MDA) pada populasi yang berisiko dengan obat lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial DEC, albendazole dan paracetamol, setahun sekali budaya). Cara infeksi atau siklus dari mikrofilaria selama minimal 5 tahun berturut-turut. Upaya dalam tubuh sampai menimbulkan penyakit adalah lainnya yang sudah dilakukan adalah dengan dalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria masuk ke penyuluhan tetapi hasilnya belum efektif dalam dinding lambung dan berkembang dalam thorax menurunkan kasus filariasis.

hingga menjadi larva infektif (L3) yang kemudian

berpindah ke proboscis. Ketika nyamuk menghisap METODE

darah host, larva infektif (L3) akan ikut terbawa dan Kajian dilakukan dengan studi literatur aspek masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di promosi kesehatan dalam penanggulangan filariasis, kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor sosial mengikuti saluran limfa kemudian akan mengalami budaya yang mempengaruhi kejadian filarisis di perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum b e b e r a p a d a e r a h e n d e m i s d i I n d o n e s i a . menjadi cacing dewasa. Masa inkubasi ekstrinsik Pengumpulan data dilakukan dengan cara pada parasit mikrofilaria sampai menjadi cacing penelusuran data sekunder dari jurnal dan laporan dewasa adalah 3,5 bulan, cacing dewasa ini hidup hasil penelitian serta penelusuran internet melalui

6

dalam tubuh hospes 5-10 tahun. google search. Data yang ditampilkan adalah hasil Pengendalian vektor adalah upaya yang penelitian dari beberapa sumber dan dikaji aspek paling utama, di daerah dengan tingkat endemisitas promosi kesehatan dalam penanggulangan filariasis

EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011

Aryani Pujiyanti*, Wiwik Trapsilowati

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin No.123 Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia

*E_mail: yanie.litbang@gmail.com

Received date: 26/8/2014, Revised date: 30/10/2014, Accepted date: 04/11/2014 EFFECT OF HEALTH EDUCATION FOR CONTROLING LEPTOSPIROSIS

OUTBREAKS IN BANTUL DISTRICT, 2011

ABSTRAK

Salah satu strategi untuk penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) leptospirosis di Kabupaten Bantul tahun 2011 adalah dengan pendidikan masyarakat. Tujuan penelitian adalah untuk mengukur efektifitas pendidikan kesehatan dengan ceramah terhadap tingkat pengetahuan dan sikap responden dalam pencegahan leptospirosis. Penelitian ini merupakan penelitian intervensi dengan rancangan one group pre-post design. Lokasi penelitian di Desa Sedayu dan Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen angket pada Bulan Maret 2011. Angket diisi oleh responden sebanyak 2 kali yaitu sebelum dan sesudah penyuluhan. Sampel diambil secara purposif yaitu penduduk tinggal di wilayah Rukun Warga yang terdapat kasus leptospirosis pada tahun 2011, usia minimal 18 tahun dan bersedia mengikuti kegiatan penyuluhan. Jumlah responden sebanyak 61 orang. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada rerata pengetahuan responden sebelum dan sesudah intervensi, berarti ada peningkatan pengetahuan sesudah diberikan penyuluhan. Penerapan penyuluhan kesehatan efektif meningkatkan pengetahuan responden untuk pencegahan leptospirosis.

Kata kunci : leptospirosis, pendidikan kesehatan, kejadian luar biasa

ABSTRACT

One of strategy for controlling leptospirosis outbreaks in Bantul District in 2011 was using public education. The purpose of the study was to measure effectiveness of health education with a combination of lectures for respondent knowledge and attitudes in leptospirosis prevention. This study was an intervention with one group pre-post design. The research location was Sedayu and Wukirsari Village, Bantul. Data was collected through questionnaire in March 2011. Questionnaire was filled in by respondents before and after participated in health education. Respondent were taken purposively which was residents living in the area with leptospirosis cases in 2011, at least 18 years old and willing to participate in research activities. Data were analyzed using Wilcoxon test. The respondents was 61 people. The results showed significant difference (p<0.05) in the average of knowledge before and after the intervention, there was an increase in knowledge after counseling. The implementation of effective health education increase knowledge of the respondent for the prevention of leptospirosis.

Keywords: leptospirosis, health education, outbreak

PENDAHULUAN Penularan leptospirosis pada manusia terjadi melalui

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang kontak langsung ataupun tak langsung dengan urin, disebabkan oleh bakteri Leptospira sp. Penyakit ini darah atau jaringan hewan yang terinfeksi bakteri

2 dapat menimbulkan gejala (symptomatic) atau tidak Leptospira patogen.

menunjukan gejala sama sekali (asymptomatic). Kasus leptospirosis di Kabupaten Bantul, Leptospirosis memiliki gejala awal mirip dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mulai penyakit infeksi pada umumnya seperti demam terlaporkan pada tahun 2009 dengan jumlah kasus 10 tinggi, sakit kepala, menggigil, nyeri otot hingga orang dan 1 penderita meninggal dunia (Case

1

(3)

dilihat dari faktor lingkungan, perilaku dan sosial Lingkungan sekitar yang buruk dalam hal ini adanya budaya dari masyarakat. r a w a - r a w a y a n g m e r u p a k a n t e m p a t

perkembangbiakan nyamuk penular dekat

PEMBAHASAN pemukiman penduduk dengan jarak kurang lebih

Pada tahun 2012 jumlah Kabupaten/Kota 100 meter. Jarak terbang nyamuk yang kurang dari endemis filariasis sebanyak 300 kabupaten/kota, 200 meter akan sangat memberikan peluang hanya 87 kabupaten/kota yang melaksanakan terjadinya penularan filariasis di daerah tersebut. Hal Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) ini sesuai dengan teori bahwa nyamuk pada filariasis dan 32 kabupaten/kota yang telah selesai umumnya mempunyai daya terbang sejauh 50-100 POMP filariasis selama 5 tahun berturut-turut. meter. Dilaporkan pula beberapa jenis nyamuk Kondisi tersebut disebabkan kurangnya komitmen antara lain nyamuk Aedes mampu terbang sejauh 320 pemerintah daerah dalam menyediakan biaya meter. Keadaan lingkungan seperti daerah hutan, operasional POMP selama minimal 5 tahun berturut- persawahan, rawa-rawa yang sering ditumbuhi turut yang menjadi tanggung jawab Pemda, tumbuhan air dan saluran air limbah dan parit adalah sedangkan tanggung jawab pemerintah pusat adalah salah satu habitat yang baik untuk pertumbuhan

10 14

menyediakan obat. nyamuk spesies tertentu. Perbedaan lokasi tempat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tinggal responden (di perdesaan dengan perkotaan) wilayah Kabupaten Pekalongan pada tahun 2010 dan saluran pembuangan air limbah rumah tangga terhadap 68 responden. Ditemukan hubungan yang yang terbuka, mempunyai hubungan dan pengaruh bermakna secara biologis pada semua variabel yang signifikan terhadap kejadian filariasis dalam 12

15 diteliti, sedangkan secara statistik tidak ada bulan terakhir. hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin

dan perilaku terhadap filariasis, dan terdapat Faktor Perilaku

hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 11

kejadian filariasis. Survei mikrofilaria pada faktor perilaku antara lain kebiasaan menggunakan penderita kronis dengan elefantiasis dari tiga kelambu, kebiasaan memakai lengan panjang dan kabupaten yaitu Cilacap, Banyumas, dan pemakaian kasa pada ventilasi mempunyai Pekalongan ternyata sudah tidak ditemukan hubungan yang signifikan terhadap kejadian mikrofilaria dalam darah tepi. Keadaan ini dapat filariasis dengan p<0,05. Hasil uji statistik disebabkan penderita telah lama (lebih dari lima multivariat kebiasaan menggunakan kelambu tahun bahkan ada yang lebih dari 10 tahun) p=0,049 dengan Exp.B=9,568, kebiasaan menderita elefantiasis sehingga cacing dewasanya menggunakan pakaian lengan panjang p=0,014

12

sudah mati dan tidak memproduksi mikrofilaria. dengan Exp.B=2,870, pemakaian kasa pada ventilasi Pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan ada p=0,151 Exp.B=1,945 sehingga pemakaian kasa tiga faktor yang berperan dalam penularan filariasis tidak lagi berhubungan dengan kejadian filariasis. yaitu faktor lingkungan, perilaku dan sosial budaya. Penelitian ini berbeda dengan penelitian filariasis di Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan dan Kecamatan Cempaka Mulia yang menunjukkan penanggulangan filariasis dengan memperhatikan bahwa pemakaian kelambu tidak mempunyai faktor risiko yang dominan mempengaruhi kejadian hubungan dengan kejadian filariasis dengan p=1,00, filariasis. Kebijakan kementerian kesehatan dalam sedangkan hubungan kebiasaan penduduk pengendalian filariasis adalah pengobatan massal berpakaian lengkap saat bekerja di hutan mempunyai bagi daerah endemis dan menghindari kontak gigitan hubungan yang bermakna p=0,00 dengan nilai

6

16

nyamuk. OR=0,27.

Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa

Faktor Lingkungan perilaku yang berhubungan dengan pencarian

P e n e l i t i a n y a n g d i l a k u k a n o l e h pengobatan didapatkan yang ke puskesmas 102 Mahdiniansyah menunjukkan bahwa faktor orang (72,9%), praktik dokter 15 orang (10,7%), lingkungan mempunyai pengaruh terhadap obat sendiri 49 orang (35%), dan dukun 32 orang

3

penularan filariasis. Keadaan lingkungan yang buruk (22,9%). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun mempunyai resiko 2 sampai 3 kali lebih besar akses ke tempat pelayanan kesehatan sudah cukup

13

tehadap penularan filariasis dengan OR=2,433. tinggi namun usaha dalam mengobati sendiri dan infection in stray and household cats and its 25. Dubey JP. Strategies to reduce transmission of

hematogic evaluation. Scientia Medica (Porto Toxoplasma gondii to animals and humans. Vet Alegre). 2010; 20 (1): 76-82. Parasitol. 1996; 64 (1-2): 65-70.

20. Fernandez F, Ouvina G, Clot E, Frenandez GR, 26. Svobodova V, Knotek Z, Svobodova M. Prevalence Codoni C. Prevalence of Toxoplasma gondii of IgG and IgM antibodies specific to Toxoplasma antibodies in cats in the western part of Great Buenos gondii in cats. Vet Parasitol. 1998; 80 (2): 173-6. Aires, Argentina. Vet Parasitol. 1995; 59 (1): 75-9. 27. Michalski MM, Platt-Samoraj A, Mikulska-Skupien

21. Dubey JP, Darrington C, Tiao N, Ferreira LR, E. Toxoplasma gondii antibodies in domestic cats in Choudhary S, Molla B, et al. Isolation of viable Olsztyn urban area, Poland. Wiadomosci Parazytol. Toxoplasma gondii from tissues and feces of cats from 2010; 56 (3): 277-9.

Addis Ababa, Ethiopia. J Parasitol. 2013; 99 (1): 56-8. 28. Millan J, Cabezon O, Pabon M, Dubey JP, Almeria S.

22. Jakob-Hoff MR, Dunsmore DJ. Epidemiological Seroprevalence of Toxoplasma gondii and Neospora aspects of toxoplasmosis in Southern Western caninum in feral cats (Felis silvestris catus) in Australia. Aust Vet J. 1983; 60 (7): 217-8. Majorca, Balearic Island, Spain. Vet Parasitol. 2009;

165 (3-4): 323-6. 23. De Craeye S, Francart A, Chabauty J, De Vriendt V,

Van Gucht S, Leroux I, et al. Prevalence of 29. Astutik PS. Identifikasi protozoa saluran pencernaan Toxoplasma gondii infection in Belgian house cats. kucing di beberapa lokasi di Bali. Skripsi. Denpasar: Vet Parasitol. 2008; 157 (1-2): 128-32. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana;

2005. 24. Gyorke A, Opsteegh M, Mircean V. Iovu A, Cozma V.

Toxoplasma gondii in Romanian household cats: evaluation of serological test, epidemiology and risk factors. Prev Vet Med. 2011; 102 (4): 321-8.

(4)

minta pertolongan dukun masih dilakukan, sehingga menunjukkan hubungan yang bermakna. Orang penularan filariasis tetap berlangsung. yang terinfeksi filarisis tidak seluruhnya memperlihatkan gejala dan tidak selamanya menunjukkan gejala seperti pembengkakan, gejala-Faktor Sosial Budaya

gejala klinis yang muncul sangat bervariasi Upaya pengendalian vektor agar tidak kontak

17 tergantung respon imun masing-masing penderita. dengan nyamuk vektor, dapat dilakukan dengan

Berdasarkan manifestasi klinis filariasis dibedakan penggunaan kelambu tanpa atau dengan insecticide

menjadi empat tingkatan yaitu asymtomatic impregnation seperti misalnya permethrin atau

microfilaraemia, acute manifestations, chronic deltamethrin. Kelambu sebaiknya direndam larutan

manifestations dan tropical pulmonary eosinophilia insektisida dosis 0,5 g/m2 kemudian dikeringkan,

18

(occult filarisis). Penelitian terhadap illnes history daya insektisida tersebut dapat bertahan sampai 6

variables, penyakit filariasis menjadi masalah dalam bulan. Nyamuk yang hinggap pada kelambu

kehidupan sehari-hari p<0,01 terutama responden mengandung insektisida lethal dose seperti tersebut

merasa malu dan tidak merasa nyaman jika kaki diatas akan segera mati. Cara ini memang praktis

menjadi besar yang ditunjukkan dengan nilai namun tidak mudah diterima masyarakat dengan

6

p<0,05. Pengetahuan responden mengenai gejala tingkat pendidikan masih rendah. Program ini

filariasis sudah cukup baik yaitu diatas 90% yang pernah dilaksanakan di Flores dan tidak banyak

menjawab benar terhadap tanda-tanda filariasis. bermanfaat, karena penduduk enggan tidur di dalam

Adanya pemahaman yang menunjukkan filariasis kelambu pada suhu terlalu panas. Kelambu dilepas,

merupakan penyakit keturunan (44,3%), akibat dilipat, dan diletakkan di sudut ruangan dan ada yang

menginjak daerah terlarang (25,7%), dan disimpan di dalam almari, atau kelambu tetap

d u k u n / g u n a - g u n a ( 1 7 , 1 % ) m e m b u k t i k a n dipasang namun tidurnya di luar kelambu karena

pengetahuan masyarakat masih dipengaruhi hal-hal merasa lebih nyaman walaupun tetap digigit

yang membudaya yaitu yang berkaitan dengan nyamuk. Penyuluhan terhadap masyarakat tentang

kepercayaan yang sudah turun-temurun, sehingga masalah filariasis dan dampaknya perlu ditingkatkan

a k a n b e r p e n g a r u h p a d a p e r u b a h a n demi keberhasilan program eliminasi filariasis.

perilaku/kebiasaan dalam pencegahan filariasis. Pengalaman tersebut merupakan pengalaman

Pengetahuan tentang pencegahan filariasis berharga bagi penentu kebijakan (stakeholder)

menunjukkan hubungan tidak bermakna, tetapi bahwa mengubah sosial budaya penduduk tidaklah

nampak jelas bahwa dari pendapat responden semudah membalik telapak tangan dan perlu

menyatakan bahwa pencegahan yang paling tinggi mendapatkan perhatian sungguh-sungguh jika

adalah dengan cara penyemprotan. Untuk diinginkan penanggulangan filariasis dapat berhasil

8 menghindari kontak gigitan dengan nyamuk pilihan

dengan baik.

kedua. Ini menandakan bahwa peluang terjadinya Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penularan filarisis masih cukup tinggi. Beberapa pengetahuan mempunyai hubungan yang signifikan

perilaku/kebiasaan didapatkan proporsi kasus terhadap kejadian filariasis. Pengetahuan rendah

mempunyai kegiatan di luar rumah pada malam hari akan memberi peluang dua kali lebih besar terjadi

antara lain kegiatan ronda keamanan lingkungan, filariasis dibandingkan dengan yang mempunyai

berbincang-bincang di luar rumah, menonton di luar pengetahuan tinggi. Penelitian filariasis di

rumah, penjaja keliling/berjualan, berada di tempat K e c a m a t a n C e m p a k a M u l i a K a b u p a t e n

terbuka, buang air besar di luar rumah, berkumpul di Kotawaringin didapatkan pengetahuan mempunyai

luar rumah malam hari, dan memasang obat nyamuk hubungan yang signifikan dengan kejadian filariasis

19

13 di luar rumah. Kondisi ini menggambarkan peluang

p=0,07 dan OR=0,49.

kontak dengan nyamuk lebih besar. Hasil ini Pengetahuan tentang penyebab filariasis yang

didukung oleh teori Greene bahwa salah satu faktor menunjukkan hubungan yang signifikan adalah

yang mempengaruhi perubahan perilaku yaitu salah pendapat yang menyatakan bahwa filariasis

satunya adalah faktor-faktor penguat (reinforcing disebabkan karena selalu kontak dengan dengan air

factors) yaitu faktor-faktor yang mendorong atau dan kelebihan bekerja. Pengetahuan responden yang

memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, menimbulkan stigma bahwa filarisis adalah penyakit

meskipun seseorang tahu dan mampu untuk y a n g d i s e b a b k a n o l e h g u n a - g u n a , t i d a k

20 berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Hal

63

ookista ke lingkungan yang dapat menjadi sumber 30 (12-13): 1217-58.

infeksi bagi hewan lainnya dan berisiko menular ke 9. Iskandar T. Pencegahan toksoplasmosis melalui pola

manusia melalui makanan. makan dan cara hidup sehat. [Diakses 5 Maret 2013].

Diunduh dari: http://peternakan.litbang.deptan.go.id.

SARAN 2012:235-41.

Perlu dikaji infeksi T. gondii pada manusia

10. Subekti DT, Kusumaningtyas E. Perbandingan uji (terutama wanita dan ibu hamil), sosialisasi dan

serologi toksoplasmosis dengan uji cepat imunostik, penyuluhan tentang toksoplasmosis dan faktor risiko

ELISA dan aglutinasi lateks. J Ilmu Ternak dan Vet. penularan toksoplasmosis pada masyarakat

2011; 1692: 224-33. Kabupaten Banjarnegara.

11. Hanafiah M, Kamaruddin M, Nurcahyo W, Winaruddin. Studi infeksi toksoplasmosis pada UCAPAN TERIMA KASIH

manusia dan hubungannya dengan hewan di Banda Penulis mengucapkan terimakasih kepada

Aceh. Jurnal Kedokteran Hewan. 2010; 4 (2): 87-92. Kepala Balai Litbang P2B2 Banjarnegara, DR. drh.

R. Wisnu Nurcahyo dan Dr. drh. Widagdo Sri 12. Hartati S, Artama WT, Sumartono, Indarjulianto S. Nugroho, M.P., selaku pembimbing, drh Didik Tulus Identifikasi molekuler Toxoplasma gondii. Laporan Subekti, M.Sc, serta seluruh pihak yang telah Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan

memberikan dukungan dalam pelaksanaan UGM; 1994.

penelitian ini.

13. Kamani J, Mani AU, Kumshe HA, Yidawi JP, Egwu GO. Prevalence of Toxoplasma gondii antibodies in DAFTAR PUSTAKA

cats in Maiduguri, Northestern Nigeria. Acta 1. Cahaya I. Epidemiologi Toxoplasma gondii. [Diakses Parasitol. 2010; 55 (1): 94-95.

2 2 O k t o b e r 2 0 1 4 ] . D i u n d u h d a r i :

14. Miro G, Montoya A, Jime'nez S, Frisuelos C, Mateo h t t p : / / l i b r a r y. u s u . a c . i d / d o w n l o a d / f k m / f k m

-M. Fuentes I. Prevalence of antibodies to Toxoplasma indra%20c4.pdf.

gondii and intestinal parasites in stray, farm and 2. Levine ND. Protozoologi kedokteran. Cetakan household cats in Spain. Vet Parasitol. 2004;126:

Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 249-255. 1995: 354-63.

15. Dubey JP, Velmurugan GV, Alvarado-Esquivel C, 3. Subekti DT, Arrasyid NK. Imunopatogenesis Alvarado-Esquivel D, Rodriguez-Pena S,

Martinez-Toxoplasma gondii berdasarkan perbedaan galur. Garcia S, et al. Isolation of Toxoplasma gondii from Wartazoa. 2006; 6 (3): 128-45. animals in Durango, Mexico. J. Parasitol. 2009; 95

(2): 319-22. 4. Hartati S. Toksoplasmosis pada kucing dan

implikasinya terhadap kesehatan masyarakat. 16. D e k s n e G , P e t r u s e v i c a A , K i r j u s i n a M . [ D i a k s e s 3 M a r e t 2 0 1 3 ] . D i u n d u h d a r i : Seroprevalenve and factors associated with http://ugm.ac.id. Toxoplasma gondii infection in domestic cats from

urban areas in Latvia. J. Parasitol. 2013; 99 (1): 48-50. 5. Soedjono R. Zoonosis. Bogor: Fakultas Kedokteran

Hewan IPB, 2004: 44-5. 17. Dubey JP, Navarro IT, Sreekumar C, Dahl E, Freire

RL, Kawabata HH, Vianna MCB, et al. Toxoplasma 6. Sasmita R, Ernawati R, Samsudidin M. Insiden

gondii infections in cats from Parana, Brazil: toksoplasmosis pada babi dan kambing di rumah

seroprevalence, tissue distribution and biologic and potong hewan Surabaya. Seminar Parasitologi

genetic characterization of isolates. Journal of N a s i o n a l V d a n K o n g r e s P e r k u m p u l a n

Parasitology. 2004; 90 (4): 721-6. Pemberantasan Penyakit Parasit Indonesia (P41) IV.

Bogor; 1988. 18. Dubey JP, Su C, Cortes JA, Sundar N, Gomez-Marin

JE, Polo LJ, et al. Prevalence of Toxoplasma gondii in 7. Sasmita R. Toksoplasmosis penyebab keguguran dan

cats from Colombia, South America and genetic kelainan bayi: pengenalan, pemahaman, pencegahan

characterization of T. gondii isolates. Vet Parasitol. dan pengobatan. Surabaya: Airlangga University

2006; 141 (1-2): 42-7. Press; 2006.

19. Advincula JK dela C, Iewida SYP, Cabanacan-8. Tenter AM, Heckeroth AR, Weiss LM. Toxoplasma

(5)

yang sama didapatkan pada penelitian penduduk di Namun demikian karena keterbatasan sumber daya, wilayah puskesmas Cempaka Mulia Sampit, akan tidak efektif apabila upaya atau kegiatan Kalimantan Tengah menunjukkan tidak ada promosi kesehatan langsung kepada masyarakat. perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan Oleh sebab itu, perlu dilakukan pentahapan sasaran dalam hal pengetahuan tentang filariasis (X2=6,72, promosi kesehatan. Berdasarkan pentahapan upaya

16

p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh promosi kesehatan ini, maka sasaran dibagi dalam 2

data bahwa frekuensi penderita berdasarkan tiga kelompok sasaran. kepatuhan minum obat pada penderita didapatkan 1. Sasaran Primer

frekuensi tertinggi pada penderita yang tidak patuh Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran meminum obat, yaitu sebanyak 57,5% (23 orang langsung segala upaya pendidikan atau promosi dari 40 responden) dan frekuensi terendah adalah kesehatan. Sesuai dengan permasalahan penderita patuh meminum obat, yaitu sebanyak kesehatan, sasaran ini terdiri dari keluarga yaitu

21

42.5% (17 orang dari 40 responden). Pengobatan ayah, ibu dan anak-anaknya. Upaya promosi massal filaria yang dilakukan di Kelurahan Simbang kesehatan yang dilakukan terhadap sasaran Kulon, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan

22

hanya 23,4% responden yang minum obat filaria. masyarakat. Hal ini menyebabkan penularan filaria masih akan 2. Sasaran Sekunder

terus berlangsung karena banyak warga yang Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh menolak minum obat. Dalam pengobatan filariasis adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, perlu penjelasan dan pemahaman mengenai adanya karena dengan memberikan pendidikan kejadian ikutan pasca pengobatan filariasis kepada kesehatan kepada kelompok ini diharapkan masyarakat sebelum pelaksanaan pengobatan. untuk selanjutnya kelompok ini akan Bahwa dengan adanya kejadian ikutan sejalan memberikan pendidikan kesehatan kepada dengan suksesnya pengobatan agar mereka tidak masyarakat di sekitarnya. Disamping itu, merasa takut. Kejadian ikutan tersebut akan dengan perilaku sehat para tokoh masyarakat berkurang pada pengobatan tahun berikutnya, sebagin hasil pendidikan kesehatan yang sehingga mereka tidak menolak untuk diobati pada diterima, maka para tokoh masyarakat ini akan

23

tahun selanjutnya. menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Upaya promosi kesehatan yang ditujukan Pardede mengenai evaluasi promosi kesehatan kepada sasaran sekunder ini adalah sejalan dalam program eliminasi filariasis di Kabupaten dengan strategi dukungan sosial.

Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan menyatakan 3. Sasaran Tersier

bahwa pengetahuan masyarakat tentang filariasis Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan masih belum mencukupi terutama pada aspek baik ditingkat pusat, maupun daerah adalah gejala, cara penularan dan cara pencegahannya. sasaran tersier promosi kesehatan. Dengan Kurangnya promosi kesehatan dan media kebijakan-kebijakan atau keputusan yang penyuluhan yang digunakan kurang memadai dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai sehingga perilaku masyarakat kurang mendukung dampak terhadap perilaku para tokoh dalam eliminasi filariasis juga masyarakat tidak masyarakat (sasaran sekunder), dan juga kepada minum obat sesuai aturan karena ketakutan efek masyarakat umum (sasaran primer). Upaya samping obat filariasis. Lingkungan tempat tinggal promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat memungkinkan tempat berkembang sasaran tersier ini sejalan dengan strategi

biaknya nyamuk terutama nyamuk yang advokasi.

menularkan filariasis. Partisipasi masyarakat dalam P r o m o s i k e s e h a t a n d a l a m p r o g r a m eliminasi filariasis belum optimal, terutama pada Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis

24

aspek pemberdayaan masyarakat. Masyarakat (PAMSIMAS), menyatakan bahwa

Visi promosi kesehatan adalah kemampuan promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan masyarakat atau pemberian dan peningkatan k e s e h a t a n m e r e k a s e n d i r i . H a l t e r s e b u t pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, menunjukkan bahwa yang menjadi sasaran utama tetapi juga disertai upaya-upaya memfasilitasi adalah masyarakat, khususnya perubahan perilaku. perubahan perilaku. Dengan demikian promosi

62

lokasi ini mempunyai peluang terinfeksi daging yang tercemar kista.

toksoplasmosis yang lebih besar, tidak hanya dari Persentase seropositif T. gondii yang tinggi tikus liar tapi juga dari hewan lainnya. Karnivorisme diantara kucing domestik membuktikan adanya pada kucing dianggap menjadi cara infeksi yang sumber permanen atau keberadaan sirkulasi parasit

22

paling utama. tersebut di lingkungan, seperti terjadi di daerah

Infeksi T. gondii pada kucing di sekitar rumah perkotaan di Olsztyn, Polandia. Serum kucing merupakan hal bersifat umum dan ada kemungkinan sejumlah 135 yang diperiksa menggunakan direct yang tinggi terjadi serokonversi pada tahun agglutination assay (The Toxo-Screen DA

23

berikutnya. Seropositif pada kucing merupakan BioMerieux) menunjukkan 65,9% seropositif pada indikasi pencemaran lingkungan yang dapat pengenceran 1:40 berarti infeksi lampau, dan 68,1%

24

membahayakan kesehatan masyarakat. Kucing s e r o p o s i t i f p a d a p e n g e n c e r a n 1 : 4 0 0 0 dapat mengeluarkan ookista 1-2 minggu setelah mengindikasikan infeksi baru atau sedang

25 27

infeksi primer dan biasanya menjadi kebal. berlangsung.

Penelitian di Brno, Republik Czech Seroprevalensi T. gondii yang tinggi pada menunjukkan 357 ekor kucing usia 3 bulan hingga kucing liar membawa dampak terhadap kesehatan 16 tahun negatif feline immunodeficiency virus (FIV) masyarakat karena kucing yang seropositif dan feline leukemia virus (FeLV), tetapi sepertinya telah mengeluarkan ookista di lingkungan menunjukkan gejala seperti anoreksia, anemia, seperti terjadi di Majorca, Kepulauan Balearic, enteritis, stomatitis dan gingivitis. Prevalensi S pa ny o l ya ng menunjukkan seropositif sebesar T. gondii sebesar 61,3% positif antibodi IgG berkisar 84,7% dengan metode MAT, dengan kisaran 1:25 –

28

antara 10-2560 (rata-rata 247), sedangkan positif 1:2000. Kucing merupakan hospes definitif 29

IgM dengan titer 1:40 hanya ditemukan pada seekor T. gondii yang dapat mengeluarkan ookista. Kucing (0,28%) kucing yang mempunyai titer IgG 160. dapat terinfeksi toksoplasmosis melalui makan Kucing yang mengeluarkan ookista terjadi pada ookista dari lingkungan. Dalam penelitian ini hampir seekor kucing yang menunjukkan IgG dengan titer semua lokasi survei ditemukan kucing dengan 1:40. Seroprevalensi ini tidak berbeda pada 33 seropositif T. gondii. Toxoplasma dalam tubuh kucing yang positif FIV dan FeLV tetapi mayoritas kucing dapat berkembangbiak dengan cara seksual menunjukkan gejala anoreksia, anemia, ginjal, dan aseksual. Seekor kucing dapat mengeluarkan gangguan hati atau pernafasan, diare dan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu. konjungtivitis, sebesar 63,6% mempunyai antibodi Ookista di dalam tanah yang lembab dan teduh dapat IgG berkisar antara 10–640 (rata-rata 101), namun hidup lama sampai lebih dari 1 tahun. Infeksi pada tidak ada yang positif IgM dan mengeluarkan kucing dapat dihindari dengan memberikan ookista. Gejala klinis toksoplasmosis yang tidak makanan yang matang sehingga kucing tidak jelas, positif antibodi IgG merupakan hal yang sering berburu tikus atau burung, sedangkan apabila kucing terjadi pada kucing, tetapi hal itu menjadi karakter d i b e r i k a n m o n e n s i n 2 0 0 m g / k g m e l a l u i

26

penting dari sebuah infeksi oportunistik. makanannya, maka kucing tersebut tidak akan Kucing biasanya menderita toksoplasmosis, mengeluarkan ookista dalam fesesnya, tetapi ini tetapi tidak menunjukkan gejala atau asimptomatik. hanya dapat digunakan untuk kucing peliharaan. Kejadian tersebut berlangsung subklinik, akan tetapi Pencegahan terjadinya infeksi dengan ookista yang pada keturunannya manifestasi tersebut dapat berada di dalam tanah, dapat dilakukan dengan menjadi infeksi klinik. Penularan dengan cara mematikan ookista menggunakan bahan kimia perolehan tersebut dapat terjadi selama periode seperti formalin, amoniak dan iodin dalam bentuk

0

embrionik melalui berbagai cara, misalnya per oral, larutan serta air panas 70 C yang disiramkan pada melalui luka, telur cacing dan sebagainya. Penularan feses kucing.

yang paling sering terjadi pada manusia dan hewan

termasuk unggas adalah melalui makanan yang KESIMPULAN

terkontaminasi oleh ookista dari feses kucing atau Prevalensi kucing liar positif IgG T. gondii sejenisnya. Pada kenyataannya, infeksi pada sebanyak 40,9% (9 dari 22 ekor). Peluang terbesar manusia yang terjadi melalui ookista kucing kurang toksoplasmosis pada kucing liar yang berasal dari berperan menimbulkan toksoplasmosis jika kompleks pertokoan Kelurahan Semampir. Hal ini dibanding dengan infeksi yang diperoleh melalui mengindikasikan kucing liar telah mengeluarkan

(6)

kesehatan adalah program-program kesehatan yang 6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengendalian dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) filariasis. Jakarta: Direktorat Jenderal PP&&PL; baik dalam masyarakat sendiri maupun dalam 2005.

organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, 7. Adrial. Pengendalian vektor filariasis.[Diakses 26 sosial budaya, politik dan sebagainya). Atau dengan F e b r u a r i 2 0 1 4 ] . D i u n d u h d a r i : h t t p s kata lain promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan ://4cardio.files.wordpress.com/2013/09/pengendalia diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan n-vektor-filariasis.pdf

perilaku kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan

8. Soeyoko. Penyakit kaki gajah (filariasis limfatik) atau memperbaiki lingkungan (fisik dan non-fisik)

permasalahan dan alternatif penanggulangannya. dalam rangka memelihara dan meningkatkan

Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2002. 25

kesehatan masyarakat.

9. Endemisitas Filariasis. Bull Jendela Epidemiol. 2010; 1.

KESIMPULAN

Faktor perilaku/kebiasaan tidak memakai 10. Kementerian Kesehatan RI. Profil Pengendalian kelambu, tidak memakai pakaian lengan panjang dan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. faktor lingkungan (rawa-rawa), serta faktor sosial

11. Riftiana N, Soeyoko. Hubungan Sosiodemografi budaya (pengetahuan rendah) merupakan faktor

Dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten risiko terhadap kejadian filariasis. Hasil penelitian

Pekalongan. J Kesehat Masy. 2010; 4 (1): 59-65. menunjukkan masih banyaknya masyarakat yang

12. Endang Srimurni K, Soeyoko SS. Pengobatan tidak mengetahui cara-cara penularan filariasis, dan

Filariasis dengan Target Utama Endosymbiont

masih adanya kepercayaan bahwa filariasis adalah

Bakteri Wolbachia sp. Maj Kedokt Indon. 2008; 58 penyakit keturunan, penyakit kutukan dan penyakit

(10): 377-82. karena guna-guna. Hal tersebut perlu diluruskan

13. Mahdiniansyah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan promosi kesehatan melalui penyuluhan yang

dengan kejadian filariasis malayi di Kecamatan intensif dan tepat sasaran. Promosi kesehatan

Cempaka Mulia Kabupaten Kotawaringin Timur melalui penyuluhan kepada masyarakat dapat

Kalimantan Tengah. Tesis. Yogyakarta: Universitas memberikan pengetahuan tentang cara penularan,

Gadjah Mada; 2002. tanda-tanda, dan gejala klinis filariasis, cara

pencegahan dan kepatuhan minum obat bagi 14. Sigit H. Hama pemukiman Indonesia: pengenalan, penderita. Metode penyuluhan yang tepat dapat biologi dan pengendalian. Fakultas Kedokteran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Hewan Institut Pertanian Bogor; 2006.

perubahan perilaku kepada masyarakat sehingga

15. Mardiana, Lestari EW, Perwitasari D. Faktor-faktor mereka sadar dan mandiri untuk memelihara,

yang mempengaruhi kejadian filariasis di Indonesia meningkatkan dan melindungi kesehatannya.

(Data Riskesdas 2007). J Ekol Kesehat. 2011;10 (2): 83-92.

DAFTAR PUSTAKA

16. Sumarni S, Soeyoko. Filariasis malayi di wilayah 1. Maulana HD. Promosi kesehatan. Jakarta: EGC;

Puskesmas Cempaka Mulia, Sampit, Kalimantan 2009.

Tengah. Ber Kedokt Masy. 1998; XIV (3): 143-8. 2. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan teori & aplikasi.

17. Soeyoko. Pengembangan antibodi monoklonal Revisi. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.

spesifik terhadap antigen beredar Brugia malayi 3. Uloli R, Soeyoko, Sumarni. Analisis faktor–faktor untuk diagnosis filariasis malayi. Disertasi.

risiko kejadian filariasis. Ber Kedokt Masy. 2008; 24 Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2002. (1): 44-50.

18. Atmadja A. Management of lymphatic filariasis. Maj 4. WHO. Regional strategic plan for elimination of Kedokt Indones. 1999; 49 (4): 144-6.

lymphatic filariasis 2010-2015. New Delhi.

19. Haryuningtyas D, Subekti DT. Dinamika filariasis di 5. WHO. Lymphatic filariasis. [Diakses 30 April 2014]. Indonesia. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis.

Diunduhdari:http.who.int/media_centre/fasctsheeets 2004: 242–250. /fs_102/en.

61

Seropositif T. gondii kucing liar pada tempat menunjukkan prevalensi sebesar 45,2%, meskipun umum tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang tidak ditemukan ookista di feses maupun bioassay bermakna secara statistik (p>0,05). Meskipun pada mencit, namun T. gondii dapat diisolasi dari demikian, peluang kucing liar terinfeksi jaringan pada 15 dari 42 ekor kucing yang toksoplasmosis paling besar terjadi di kompleks menunjukkan titer 1:40 atau lebih. Toxoplasma pertokoan Kelurahan Semampir dengan nilai Odds gondii dapat diisolasi dari lidah (9 ekor), hati (8 ekor)

18

Ratio (OR) sebesar 2,67. dan otak (5 ekor). Pemeriksaan serologis antibodi IgG T. gondii menggunakan LAT pada kucing di

PEMBAHASAN masyarakat perkotaan Laguna, Filipina secara

Hasil pemeriksaan seropositif antibodi IgG umum adalah 46,67% yang berbeda antara T. gondii kucing liar di Kabupaten Banjarnegara kelompok kucing liar (18,33%) dan sekitar rumah

19 menggunakan FELISA imunostik sebesar 40,9 %. (28,33%) meskipun tidak signifikan.

20

Nilai ini lebih besar dari hasil seropositif kucing di Fernandez, et al. menyebutkan seropositif Banda Aceh yang diperiksa menggunakan Card pada kucing di bagian barat Great Buenos Aires,

11

Agglutination Test (CATT) yaitu sebesar 16%, Argentina sebesar 19,5% dan seropositif yang namun lebih kecil jika dibandingkan dengan berbeda pada kucing yang berburu tikus dan burung

12

prevalensi seropositif kucing di Jakarta (72,7%). atau tinggal bersama kucing lainnya. Seropositif 13

Penelitian Kamani, et al di Maiduguri, Nigeria toksoplasmosis pada kucing yang berburu tikus dan menggunakan Latex Aglutination Test (LAT) burung sebesar 48%, tidak berburu tikus dan burung menunjukkan seropositif kucing liar mencapai 14%, sedangkan kucing yang tinggal dengan kucing

14

42,4% dan Miro, et al di Spanyol sebesar 36,4%. lain 32% dibandingkan kucing yang tinggal sendiri Pemeriksaan Microscopic Aglutination Test (MAT) 13,8%. Jenis kelamin, ada atau tidaknya tempat (1:25) di Durango, daerah pedesaan Meksiko sampah dan ada tidaknya daging mentah dan produk diperoleh informasi bahwa 9,3% kucing positif k o m e r s i a l d a l a m m a k a n a n k u c i n g t i d a k antibodi T. gondii dan berhasil diisolasi pada 5 dari 8 membedakan seropositif tersebut.

15

kucing seropositif. Pemeriksaan serologis kucing liar di Addis

Sedikit berbeda jenis hospesnya, kucing Ababa, Ethiopia menggunakan teknik modified domestik di Kota Meksiko menunjukkan seropositif agglutination test (cut off 1:25) menunjukkan 91,7% tertinggi sebesar 39,1% pada kelompok yang diberi kucing positif T. gondii. Toxoplasma gondii dapat pelet dan daging mentah. Kucing domestik di daerah diisolasi dari hati 26 ekor (25 ekor positif) kemudian perkotaan Latvia menunjukkan serologis antibodi dibioassay pada mencit, dan sebesar 19,4% positif T. gondii sebesar 51,6%. Umur dan akses keluar ookista pada fesesnya yang menunjukkan rumah merupakan faktor yang berhubungan dengan pentingnya peranan kucing liar dalam epidemiologi

21 seroprevalensi sehingga mengindikasikan infeksi T. gondii.

perolehan, meskipun hanya 2 dari 80 ekor yang Kompleks pertokoan Kelurahan Semampir, 16

mengandung ookista dari pemeriksaan fesesnya. lokasi dengan peluang kucing terinfeksi T. gondii Penelitian di Santa Isabel Brazil menunjukkan paling besar, merupakan daerah pertokoan yang seroprevalensi toksoplasmosis akut pada manusia menyatu dengan permukiman warga, sangat dekat sebesar 84,4% menggunakan teknik modified dengan lingkungan persawahan dan kebun serta agglutination test (1:20). Penelitian ini berhasil terdapat tempat pembuangan sampah sementara mengisolasi T. gondii dari otak (7 ekor), otot skeletal milik warga di belakang pertokoan. Warga di sekitar

17

(9 ekor) dan hati (13 ekor). kompleks pertokoan ada yang memelihara kelinci,

(7)

95

20. Greene W. Introduction health education. University 23. K e m e n t e r i a n K e s e h a t a n R I . P e d o m a n

of Texas Medical Branch; 1991. penanggulangan kejadian ikutan pasca pengobatan filariasis; 2007.

21. Kumboyono, Setyorini I, Fransisca D. Hubungan

tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat 24. Hodmar PP. Evaluasi promosi kesehatan dalam pada penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah program eliminasi filariasis di Kabupaten Banyuasin Kecamatan Sirimau Kota Ambon. [Diakses 30 April Propinsi Sumatera Selatan; 2010.

2 0 1 4 ] . D i u n d u h 25. Anonim. Promosi kesehatan masyarakat dalam dari:http://id.scribd.com/doc/219623692/Dorsina- program pamsimas. [Diakses 20 April 2014]. Fransisca-Dahoklory. Diunduh dari: new.pamsimas.org/index.

22. Septriani O. Studi prevalensi dan gambaran perilaku minum obat filariasis pada pengobatan massal filariasis tahun kedua (Studi di Kelurahan Simbang Kulon Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan).

Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP; 2010.

Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya exact test menggunakan derajat kepercayaan 95% penularan pada manusia antara lain kebiasaan untuk mengetahui adanya asosiasi. Kekuatan makan sayuran mentah dan buah-buahan segar asosiasi diukur menggunakan Odds Ratio (OR) yang dicuci kurang bersih, kebiasaan makan tanpa untuk menggambarkan peluang kucing dalam mencuci tangan terlebih dahulu, mengonsumsi memaparkan T. gondii.

makanan dan minuman yang disajikan tanpa

d i t u t u p s e h i n g g a k e m u n g k i n a n b e s a r HASIL

terkontaminasi ookista, atau makan jaringan Jumlah kucing liar yang tertangkap di hewan (otak, hati, jantung, daging dan lain-lain) tempat-tempat umum di Kabupaten Banjarnegara yang mengandung kista tanpa dimasak dengan berjumlah 22 ekor. Proporsi kucing liar pada

9

sempurna. Cara penularan dan sumber infeksi masing-masing tempat umum disajikan pada beragam antara kelompok etnik dan letak Gambar 1.

geografis yang berbeda. Umumnya penularan horisontal pada manusia disebabkan karena mengonsumsi salah satu bentuk T. gondii, yaitu kista jaringan pada daging hewan atau ternak yang terinfeksi atau ookista pada makanan atau

8 minuman yang terkontaminasi feses kucing.

Pasar merupakan tempat potensial penularan toksoplasmosis. Hal ini disebabkan oleh sanitasi yang kotor oleh sisa makanan dan sampah

Gambar 1. Proporsi Kucing Liar yang Tertangkap pada sehingga menarik keberadaan kucing. Penelitian Tempat-Tempat Umum di Kabupaten tentang toksoplasmosis pada kucing liar di Banjarnegara

Kabupaten Banjarnegara belum pernah dilakukan. Gambar 1 menunjukkan kucing liar lebih Deteksi toksoplasmosis pada kucing liar banyak tertangkap dari rumah sakit sebanyak 9 menambah informasi dalam upaya pengendalian ekor (41%) daripada di pasar induk dan kompleks penularan toksoplasmosis ke manusia. Oleh sebab pertokoan. Hasil pemeriksaan serologis FELISA itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk imunostik terhadap kucing liar pada beberapa mendeteksi seropositif IgG T. gondii pada kucing tempat umum di Kabupaten Banjarnegara dapat liar di tempat-tempat umum di Kabupaten dilihat pada Gambar 2.

Banjarnegara.

METODE

Jenis penelitian ini adalah studi potong lintang dan laboratorik serologi. Populasi adalah seluruh kucing liar di tempat-tempat umum di Kabupaten Banjarnegara. Sampel adalah kucing liar yang tertangkap pada saat survei secara purposive sampling. Tempat umum dalam

penelitian ini adalah pasar induk, rumah sakit dan Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Serologis T. gondii Kucing Liar Berdasarkan Lokasi Survei di kompleks pertokoan Kelurahan Semampir.

Kabupaten Banjarnegara Pengambilan darah kucing dilakukan pada vena

Hasil pemeriksaan FELISA imunostik femoralis. Pemeriksaan serologis menggunakan

10

(Gambar 2) menunjukkan 9 dari 22 ekor (40,9%) uji cepat Field ELISA (FELISA) imunostik

positif antibodi anti T. gondii. Kucing liar positif menggunakan ikatan kompleks streptavidin-biotin

serologi antibodi anti T. gondii paling banyak HRP. Hasil positif jika FELISA imunostik

berasal dari kompleks pertokoan Kelurahan menunjukkan minimal satu lingkaran berwarna

Semampir yaitu 4 dari 7 ekor (57,1%). Hasil oranye dan negatif jika FELISA imunostik tidak

analisis bivariat seropositif T. gondii dan peluang menunjukkan satu pun lingkaran berwarna oranye.

kucing liar terinfeksi toksoplasmosis dari masing-Data dianalisis secara univariat dan bivariat.

masing tempat umum disajikan pada Tabel 1. Analisis bivariat dengan chi square (÷2) atau fisher

(8)

96

SEROPOSITIF TOKSOPLASMOSIS KUCING LIAR

PADA TEMPAT-TEMPAT UMUM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

SEROPOSITIVE OF TOXOPLASMOSIS ON STRAY CATS IN BANJARNEGARA DISTRICT PUBLIC PLACES

Tri Wijayanti*, Dewi Marbawati Balai Litbang P2B2 Banjarnegara

Jl. Selamanik No. 16A Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia *E_mail: tri.wijayanti.76@gmail.com

Received date: 3/9/2014, Revised date: 27/10/2014, Accepted date: 29/10/2014

ABSTRAK

Toksoplasmosis merupakan zoonosis yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, mempunyai penyebaran yang luas pada manusia dan hewan piaraan maupun satwa liar. Penularan secara horisontal pada manusia terutama disebabkan karena daging hewan/ternak yang terinfeksi T. gondii atau ookista pada makanan atau minuman yang terkontaminasi feses kucing. Oleh karena itu, perlu diketahui kucing liar dengan seropositif T. gondii. Jenis penelitian ini adalah potong lintang dan laboratorik serologi pada bulan Mei–Oktober 2013. Sampel sebanyak 22 ekor kucing liar yang berasal dari pasar induk, rumah sakit dan kompleks pertokoan kelurahan Semampir, Banjarnegara. Pemeriksaan serologis menggunakan FELISA imunostik. Hasil penelitian menunjukkan kucing liar dengan seropositif IgG T. gondii sebanyak 40,9% (9 dari 22 ekor). Kucing liar di kompleks pertokoan Kelurahan Semampir berpeluang lebih besar memaparkan T. gondii.

Kata kunci: toksoplasmosis, kucing liar, tempat umum, seropositif

ABSTRACT

Toxoplasmosis is zoonosis caused by Toxoplasma gondii that widespread in human, pet or wild animal. Horizontal transmission in humans is mainly caused by the flesh of animals/livestock infected T. gondii or oosista in food or drink that contaminated cat feces. So, it is necessary to know the seropositive T. gondii in stray cat. This research was cross-sectional design, a study carried out from May to October 2013. Samples were 22 cats from public places such wholesale market, hospital and Semampir Village shopping complex. Data collected by serology examination by FELISA immunostic. The results showed stray cats with IgG seropositivity of T. gondii was 40,9% (9 from 22 cats). Stray cats in Semampir village shopping complex have greater opportunities to distribute T. gondii.

Keywords: toxoplasmosis, stray cat, public places, seropositive

PENDAHULUAN sedangkan di Surabaya 46,7% pada kucing di rumah

6

Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis sakit dan 60% kucing di pasar. Ookista T. gondii yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii dan mulai diproduksi oleh kucing lima hari setelah dijumpai di seluruh dunia. Hospes definitif kucing diberi makan seekor tikus yang otaknya

7 Toxoplasma adalah anggota familia karnivora positif kista T. gondii.

Felidae seperti kucing, jaguarundi, ocelot, singa I n f e k s i T. g o n d i i u m u m n y a t i d a k 1

gunung, kucing macan tutul, bobcat dan cheetah. menimbulkan gejala atau subklinis. Gejala klinis Felidae penting dalam epidemiologi infeksi T. gondii utama adalah limfadenopati. Manifestasi berat karena dapat mengeluarkan ookista yang tahan di toksoplasmosis antara lain ensefalitis, sindroma

lingkungan. sepsis atau syok, miokarditis dan hepatitis, namun

Prevalensi toksoplasmosis pada manusia di gejala tersebut jarang dijumpai pada manusia yang

2 8

Indonesia berkisar antara 2 – 63%, sedangkan pada mempunyai daya tahan tubuh yang baik. 3

hewan berkisar antara 6 – 70%, tergantung pada Toksoplasmosis pada wanita hamil dapat iklim, geografis dan adanya kucing pada suatu mengakibatkan abortus, bayi lahir mati dan kelainan

4

daerah. Kucing di Kalimantan Selatan menunjukkan pada janin, serta ensefalomilitis. 5

Referensi

Dokumen terkait

materi Landasan Teori dan Program Proyek Akhir Arsitektur – 65 dengan judul.. Shopping Mall

Tahap ini dimulai di lokasi-lokasi dimana masyarakat sudah pernah melaksanakan program pemberdayaan melalui proses berikut: (i) pelembagaan pengelolaan pembangunan partisipatif

Untuk membuktikan kinerja dari alat monitoring ini sudah maksimal atau belum maka dilakukanlah pengujian khusus pada range daya pelanggan PLN 450 VA yang menggunakan Kwh meter

Berdasarkan pemodelan proporsi, sifat, pencahayaan, impresi spasial, dan impresi bidang kerja, dapat disimpulkan bahwa kenyamanan visual pada bidang kerja tercipta

Widyastuti, Tri, 2009, Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan Terhadap Manajemen Laba : Studi pada Perusahaan Manufaktur di BEI, Jurnal Maksi Volume 9 Nomor 1..

Ritual yang dilakukan mempunyai tiga nilai dalam kehidupan masyarakat China yaitu: (1) nilai sosial, karena dengan pelaksanaan ritual dapat memperkuat solidaritas

Frekuensi jenis yang paling sering di temukan adalah jenis Thalassia hemprichii yang di temukan di tiap titik sampel, total penutupan 11.95%, INP terbesar jenis Thalassia

Serta untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama perkuliahan sampai penyelesaian skripsi