• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

dilarutkan dalam 1 mL bufer fosfat 0.05 M pH 6.5. Aktivitas yang tinggi menunjukan persentase kejenuhan amonium sulfat yang optimum. Jumlah amonium sulfat (gram) yang digunakan untuk melarutkan 1 liter larutan enzim menggunakan rumus dibawah ini dengan S1 merupakan konsentrasi awal amonium sulfat sedangkan S2 merupakan konsentrasi akhir amonium sulfat. Angka 533 menunjukan bahwa untuk membuat larutan jenuh 100% dibutuhkan 533 gram amonium sulfat per liter.

Jumlah amonium sulfat (gram/liter) =

0.3S2

-100

S1)

-(S2

533

Aktivitas spesifik yang tinggi menunjukan persentase kejenuhan amonium sulfat yang optimum dan selanjutnya digunakan dalam tahap pemurnian. Sebelum tahap pemurnian selanjutnya dilakukan dialisis dengan membran selofan. Enzim dimasukkan ke dalam membran selofan dan didialisis menggunakan bufer fosfat 0.01 pH 7 selama 24 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Produksi Enzim β-Galaktosidase dari

Enterobacter cloacae

Produksi enzim β-galaktosidase dilakukan dengan menumbuhkan bakteri Enterobacter

cloacae pada media laktosa, pepton, yeast

(LPY) cair setelah sebelumnya dikulturkan dalam medium yang sama hingga mencapai OD=0.7 setara dengan 1010 jumlah koloni/sel (Liu et al. 2009). Pemanenan sel dilakukan dengan cara sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm ( 15880 g) selama 15 menit pada suhu 4°C, untuk mencegah kerusakan enzim. Prinsip metode sentrifugasi ini, yaitu proses pemisahan ekstrak enzim yang didasarkan pada berat molekul dengan menggunakan gaya sentrifugal. Sentrifugasi dilakukan pada suhu rendah untuk mencegah terjadinya kerusakan enzim. Berdasarkan hal tersebut berat molekul yang ringan akan berada diatas dan yang berat berada dibawah (Koolman 2000). Sel kemudian dicuci sebanyak dua kali dengan menggunakan bufer fosfat 0.05 pH 6.5 agar terbebas dari pengotor yang berasal dari media. Selanjutnya, pemecahan sel dilakukan dengan metode sonikasi 50 kHz selama 5 menit. Metode ini bertujuan untuk memecah dinding sel dengan frekuensi gelombang suara yang lebih besar. Sel dipecah didalam bufer fosfat 0.05 pH 6.5 pada suhu 4°C agar enzim tidak mengalami kerusakan. Menurut Liu et al (2009), enzim β-galaktosidase pada bakteri Enterobacter

cloacae merupakan enzim intraseluler, sehingga memerlukan pemecahan dinding sel. Pemanenan sel dilakukan pada fase eksponensial, karena pembentukan enzim terdapat pada fase tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran pertumbuhan bakteri Enterobacter cloacae selama 30 jam melalui pengukuran optical density (OD) pada panjang gelombang 600 nm.

Kurva pertumbuhan diawali dengan fase awal (lag) yang merupakan masa penyesuaian mikroba. Pada fase tersebut terjadi sintesis enzim oleh sel yang dipergunakan untuk metabolisme metabolit. Setelah fase awal itu selesai, baru mulai terjadi reproduksi selular. Konsentrasi selular meningkat perlahan-lahan hingga makin lama makin meningkat sampai pada suatu saat laju pertumbuhan atau reproduksi seluler mencapai titik maksimal dan terjadi pertumbuhan secara logaritmik atau eksponesial. Berdasarkan kurva pertumbuhan tersebut diperoleh bahwa Enterobacter cloacae menunjukan fase eksponensial setelah diinkubasi selama 12-24 jam (Gambar 4). Selanjutnya, setelah substrat tertentu yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dalam media biakan mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk penghambat, maka terjadi penurunan laju pertumbuhan bakteri tersebut. Fase penurunan ditandai oleh berkurangnya jumlah sel hidup (viable) dalam media akibat terjadinya kematian (mortalitas) (Mangunwidjaja et al.1994). Berdasarkan aktivitas β-galaktosidase yang diperoleh, dibuatkan kurva aktivitas β-galaktosidase. Kurva aktivitas menunjukkan bahwa aktivitas

β-galaktosidase tertinggi diperoleh pada jam

ke-18 sebesar 9.117 U/mL enzim (Gambar 4). Adapun kadar protein β-galaktosidase tertinggi juga diperoleh pada jam ke-18 sebesar 0.211 mg/ml (Gambar 5). Hasil ini relatif lebih besar dibandingkan dengan aktivitas enzim β-galaktosidase dari Lactobacillus bulgaricus sebesar 0.088U/ml, sehingga prosfektif untuk produksi (Yuningtias 2008).

Gambar 4 Kurva pertumbuhan ( ) dan aktivitas β-galaktosidase ( ) dari Enterobacter cloacae.

(2)

Gambar 5 Kadar protein β-galaktosidase Enterobacter cloacae.

Hasil Optimasi Suhu β-galaktosidase dari

Enterobacter cloacae

Aktivitas enzim akan semakin meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai tingkat optimum, sesudahnya aktivitas enzim akan menurun, sehingga kehilangan sebagian aktivitasnya. Penentuan suhu terhadap aktivitas enzim β-galaktosidase diperlihatkan pada

Gambar 6. Aktivitas enzim β-galaktosidase

pada suhu 25-35°C menunjukkan kenaikan secara bertahap. Suhu optimum β-galaktosidase

dari Enterobacter cloacae dicapai pada suhu 35°C dengan aktivitas enzimnya sebesar 71.171 U/ml. Menurut Liu et al (2009),

β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae

mencapai aktivitas tertinggi pada suhu 35°C. Peningkatan suhu pada batas optimum menyebabkan naiknya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi, serta rotasi enzim dan substrat. Kondisi ini memperbesar peluang enzim dan substrat untuk bertumbukan. Semakin sering bertumbukan, maka reaksi pengikatan kompleks enzim substrat akan meningkat. Pada suhu setelah suhu optimum, akivitas enzim menurun. Hal ini dikarenakan enzim adalah molekul protein yang dapat terdenaturasi pada suhu tinggi. Peningkatan suhu hingga batas tertentu dapat menyebabkan semakin bertambahnya kerusakan enzim (Palmer 1991). Pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimum, aktivitas enzim juga rendah, hal ini disebabkan karena rendahnya energi aktivasi yang tersedia. Energi tersebut dibutuhkan untuk menciptakan kondisi tingkat kompleks aktif, baik dari molekul enzim atau molekul substrat (Hames dan Hooper 2000).

Pengaruh pemanasan juga dapat mempengaruhi aktivitas β-galaktosidase,

seperti diperlihatkan oleh Gambar 7.

Pemanasan selama 1 jam pada berbagai suhu ditunjukkan oleh suhu 35°C, dimana pada suhu tersebut aktivitas enzim mengalami peningkatan secara signifikan sebesar 120.045 U/ml.

Hasil penelitian Rhimi et al (2010) menyebutkan bahwa suhu optimum

β-galaktosidase dari bakteri Streptococcus

thermophillus sekitar 57°C. Hasil penelitian

Chen et al (2008) memperlihatkan bahwa suhu optimum β-galaktosidase dari Basillus stearothermophilus sekitar 70°C dan Bacillus licheniformis sekitar 45°C (Phan Tran et al

1998). Yuningtias (2008) menyebutkan bahwa suhu optimum β-galaktosidase dari bakteri

Lactobacillus bulgaricus aktif pada suhu 43°C

dengan aktivitas enzim 0.124 U/ml. Hal ini menunjukkan bahwa enzim β-galaktosidase

dari Enterobacter cloacae aktif pada suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bakteri lain penghasil enzim ini. Oleh karena itu, komsumsi energi yang diperlukan lebih rendah, sehingga menguntungkan untuk digunakan pada bioindustri.

Gambar 6 Pengaruh suhu terhadap aktivitas β- galaktosidase dari Enterobacter

cloacae.

Gambar 7 Pengaruh pemanasan selama 1 jam pada berbagai suhu terhadap aktivitas β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae.

(3)

Hasil Optimasi pH β-galaktosidase dari

Enterobacter cloacae

Enzim mempunyai gugus yang dapat terionisasi. Dengan demikian, perubahan pH dapat menyebabkan perubahan gugus tersebut yang dapat mengakibatkan perubahan struktur, komformasi, dan sisi aktif enzim (Chakraborti et al. 2000).

Keasaman (pH) dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Daya katalisis enzim menjadi rendah pada pH rendah maupun tinggi, karena terjadinya denaturasi protein enzim. Enzim mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif (+) dan negatif (-). Aktivitas enzim akan optimum kalau terdapat keseimbangan antara kedua muatannya. Pada keadaan asam muatannya cenderung positif, dan pada keadaan basa muatannya cenderung negatif sehingga aktivitas enzimnya menjadi berkurang atau bahkan menjadi tidak aktif (Koolman 2000). Peningkatan pH sebelum titik optimum menyebabkan terus meningkatnya aktivitas enzim, sampai seluruh enzim berikatan dengan membentuk kompleks enzim-substrat. pH optimum untuk masing-masing enzim tidak selalu sama

.

Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

β-galaktosidase diperlihatkan pada Gambar 8. Penggunaan tiga macam bufer (bufer asetat, bufer fosfat, dan bufer Tris-HCl) bertujuan untuk menyediakan lingkungan dengan kisaran pH cukup luas (5.0-8.5), sehingga tidak perlu menggunakan pereaksi yang bersifat asam atau basa kuat untuk membuat kondisi reaksi pada kisaran pH tersebut. Pemilihan buffer yang sesuai sangat penting untuk menjaga protein pada pH yang diinginkan dan untuk memastikan hasil penelitian yang konstan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mulai dari pH 5.5-8.0 aktivitas enzim β-galaktosidase pada bakteri Enterobacter cloacae mengalami peningkatan. pH optimum β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae dicapai pada pH 7

dengan nilai aktivitas enzim sebesar 224.504 U/ml. Pada kondisi pH tersebut sisi aktif enzim sudah seluruhnya berikatan dengan substrat membentuk kompleks enzim-substrat. Menurut Lehninger (2004), pada pH optimum, gugus penerima proton yang penting pada sisi aktif berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan. Peningkatan pH diatas batas optimum kerja enzim menyebabkan kerja enzim menurun, karena terjadi denaturasi enzim atau perubahan struktur tiga dimensi molekul enzim. Berdasarkan Gambar 9, memperlihatkan pengaruh pemanasan terhadap aktivitas β-galaktosidase dimana pada pH 7 aktivitas enzim mengalami peningkatan sebesar 170.180 U/ml.

Sebagai perbandingan, pH optimum aktivitas enzim β-galaktosidase dari

Leuconostoc sekitar pH 7.2 (Huang et al 1993).

Hasil penelitian Rhimi et al (2009) menyebutkan bahwa β-galaktosidase yang

diisolasi dari Lactobacillus bulgaricus memiliki kisaran pH optimum 6.5-7.0. pH optimum enzim β-galaktosidase yang diisolasi dari Streptococcus thermophilus sekitar pH 6.5-75

(Rhimi et al 2010).

Gambar 8 Pengaruh pH terhadap aktivitas β- galaktosidase dari Enterobacter

cloacae.

Gambar 9 Pengaruh pemanasan selama 1 jam

pada berbagai pH terhadap aktivitas β-galaktosidase dari Enterobacter

cloacae.

Aktivitas Enzim β-galaktosidase Terhadap Penambahan Ion Logam

Ion logam diperlukan sebagai aktivator untuk meningkatkan aktivitas pada enzim-enzim tertentu. Namun, ion logam tersebut dapat pula sebagai penghambat (inhibitor) pada konsentrasi yang berbeda. Ion logam diperlukan oleh enzim sebagai komponen pada sisi aktifnya. Logam berat mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan enzim dengan menggantikan fungsi ion logam dari gugus enzim (Murray et al. 2003). Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim β-galaktosidase

(4)

Mg2+ dapat meningkatkan aktivitas enzim (U/ml) pada ion Mn2+ dan Mg2+ masing-masing sebesar 1117.117 U/ml dan 918.919 U/ml dibandingkan dengan aktivitas enzim kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa ion Mn2+ dan ion Mg2+ dapat meningkatkan aktivitas enzim

β-galaktosidase dari bakteri Enterobacter cloacae (aktivator enzim). Ion Hg2+ dan Cu2+ memiliki kemampuan tertinggi sebagai inhibitor, dimana aktivitas enzim pada ion Hg+ dan Cu2+ mengalami penurunan masing-masing sebesar 8.408 U/ml dan 42.643 U/ml dibandingkan aktivitas enzim kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa ion Hg+ dan Cu2+ dapat menurunkan aktivitas enzim

β-galaktosidase secara drastis. Ion-ion Ca2+, Zn2+, dan Co2+ juga mengalami penurunan aktivitas enzim masing-masing sebesar 504.504 U/ml, 480.781 U/ml, dan 483.183 U/ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa ion Ca2+, Zn2+, dan Co2+ hanya menghambat sebagian aktivitas enzim β-galaktosidase (inhibitor parsial).

Hasil penelitian Liu et al (2009) menyebutkan bahwa β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae dihambat secara signifikan oleh ion Hg+ dan ion Cu2+ pada konsentrasi 0.01 mM. Ion-ion logam yang dapat meningkatkan aktivitas enzim

β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae (aktivator) adalah ion Mg2+ dan Mn2+. Hasil penelitian Chen et al (2008) menyebutkan bahwa β-galaktosidase dari Bacillus stearothermophilus dihambat secara signifikan

oleh ion Fe2+, Zn2+, Cu2+, Pb2+, dan Sn2+.

Gambar 8 Aktivitas enzim β-galaktosidase pada penambahan ion logam. Aktivitas Spesifik β-galaktosidase Hasil

Pengendapan Amonium Sulfat Pengendapan protein dengan amonium sulfat adalah metode yang sering digunakan karena memiliki daya larut tinggi di dalam air, dan relatif murah. Pemilihan amonium sulfat didasarkan pada kelarutan protein yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam dan daya tolak

menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein (pH dan temperatur tertentu) meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (salting in). Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu kelarutan protein menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan protein sehingga mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan kemudian mengendap (Harris 1989). Aktivitas spesifik adalah satu unit enzim permiligram protein (Wirahadikusumah 1989). Adapun nilai aktivitas spesifik tersebut dapat digunakan sebagai ukuran besarnya kemurnian enzim hasil isolasi (Lehninger 2004).

Hasil pengendapan amonium sulfat terhadap aktivitas spesifik β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae ditunjukkan pada Gambar

9, pengendapan dengan amonium sulfat fraksi 50% mampu meningkatkan aktivitas spesifik enzim β-galaktosidase sebesar 101.768 U/mg, jika dibandingkan dengan pengendapan ammonium sulfat pada fraksi lainnya. Pada prinsipnya, penambahan amonium sulfat sampai jenuh bertujuan untuk mengendapkan protein yang terdapat dalam larutan ekstrak kasar enzim. Enzim adalah protein, maka setelah pengendapan, konsentrasi

β-galaktosidase dalam campuran akan meningkat. Dengan konsentrasi yang lebih besar, aktivitas enzim terhadap substrat yang sama juga akan meningkat.

Hasil penelitian Chen et al (2008) menyebutkan bahwa pengendapan dengan amonium sulfat pada fraksi 65% mampu meningkatkan aktivitas spesifik β-galaktosidase

dari Bacillus stearothermophilus sebesar 80.3 U/mg. Hasil penelitian Shaikh et al (1999) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas spesifik β-galaktosidase dari

Rhizomucor sp pada pengendapan amonium

sufat 90% sebesar 10.5 U/mg.

Gambar 9 Aktivitas spesifik β-galaktosidase pada pengendapan ammonium sulfat berbagai konsentrasi.

(5)

Hasil Tahapan Pemurnian Enzim β-Galaktosidase

Fraksi-fraksi hasil pemekatan garam ammonium sulfat, kemudian didialisis untuk menghilangkan garam ammonium sulfat dan molekul kecil berberat molekul rendah. Pada tahap dialisis, garam yang berlebih di dalam sampel dapat dihilangkan dengan cara menempatkan sampel di dalam kantung (membran) dialisis semipermeabel yang direndam di dalam larutan buffer. Molekul yang berukuran kecil akan keluar melalui membran, sedangkan molekul yang besar akan tertahan di dalam membran dialisis (Harris 1989). Keberhasilan suatu tahap pemurnian, ditandai dengan semakin meningkatnya aktivitas spesifik enzim setelah mengalami pemurnian.

Hasil tahapan pemurnian diperlihatkan pada Tabel 1, dimana aktivitas spesifik dan tingkat kemurnian pada pengendapan amonium

sulfat 50% dan dialisis menunjukkan peningkatan sebesar 6.842 U/mg dan 7.397 U/mg dibandingkan ekstrak kasar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin murni suatu enzim, sehingga dapat dijadikan ukuran besarnya kemurnian enzim hasil isolasi (Lehninger 2004). Hasil tersebut relatif besar dibandingkan tingkat kemurnian enzim

β-galaktosidase dari Rhizomucor sp sebesar 3.18 kali (Shaikh et al.1999).

Rendemen (%) merupakan hasil pembagian total aktivitas tahapan purifikasi dengan total aktivitas ekstrak kasar dikalikan 100%, pada pengendapan amonium sulfat 50% dan dialisis menunjukkan penurunan sebesar 87.21% dan 68.42% dibandingkan ekstrak kasar. Hal ini dikarenakan adanya protein yang hilang pada tiap tahapan pemurnian, dimana senyawa-senyawa pengotor dan protein-protein lain sudah terpisahkan (Harris 1989).

Tabel 1 Tahapan pemurnian enzim β-galaktosidase.

Tahap Volume enzim (ml) total protein (mg) Total Aktivitas (U) Aktivitas spesifik (U/mg) Kemurnian Rendemen (%) Ekstrak kasar 30 374.329 789.189 2.108 1.000 100.00 ammonium sulfat 50% 1 100.592 688.288 6.842 3.246 87.21 Dialisis 1.8 73.000 540.000 7.397 3.509 68.42

Nilai KM dan Vmaks Enzim β-galaktosidase Penentuan nilai KM dan Vmaks berguna untuk

menganalisis afinitas enzim dengan substrat spesifiknya, menentukan kecepatan reaksi enzim pada suatu tertentu. Persamaan garis pada kurva Lineweaver-Burk ekstrak kasar dan dialisis dibuat dengan menurunkan persamaan Michealis-Menten yang diperoleh dari hasil penentuan kinetika enzim (Gambar 10). Data pada Lampiran 17 dan 18.

Penentuan KM dan Vmaks secara lebih tepat

dan mudah dilakukan pemetaan data dengan memanfaatkan transformasi aljabar persamaan Lineweaver-Burk (Gambar 11). Persamaan Lineweaver-Burk untuk ekstrak kasar enzim β-galaktosidase adalah y = 0.034x + 0.038 dengan nilai r2 sebesar 0.981 sehingga Vmaks aktivitas

β-galaktosidase sebesar 29.412 mol/menit, dan nilai KM sebesar 1.118 mM (Tabel 2). Pada

dialisis, peningkatan konsentrasi substrat juga meningkatkan kecepatan reaksi. Persamaan Lineweaver-Burk untuk dialisis adalah y = 0.113x + 0.031 dengan nilai r2 sebesar 0.997 sehingga kecepatan maksimum aktivitas

β-galaktosidase sebesar 8.850 µ mol/menit dan nilai KM sebesar 0.274 mM. Semakin rendah

nilai KM maka semakin kuat ikatan antara

enzim dan substrat. Dengan mengetahui nilai KM dan Vmaks maka kecepatan reaksi suatu

enzim pada setiap konsentrasi dapat dihitung. Selain itu, dengan mengetahui nilai KM dapat

mengetahui enzim tersebut berikatan kuat dengan substrat atau ikatannya lemah, yang berarti dapat diketahui kesesuaian enzim dengan substrat yang diberikan (Winarno 1999). Berdasarkan nilai diatas KM enzim

β-galaktosidase pada dialisis lebih kecil dibandingkan KM pada ektrak kasar, sehingga

β-galaktosidase dialisis lebih kuat berikatan

dengan substrat membentuk kompleks enzim-substra jika dibandingkan pada ekstrak kasar.

Hasil penelitian Yuningtias (2008) menyebutkan bahwa nilai Vmaks dan KM

β-galaktosidase dari isolat bakteri asam laktat masing-masing adalah 0.212 µ mol/menit dan 0.326 mM. Hasil penelitian Chen et al (2008) menyebutkan bahwa nilai Vmaks dan KM

β-galaktosidase dari Bacillus stearothermophilus masing-masing adalah 6.62 µ mol/menit dan 2.96 mM. Hasil penelitian Chandra (2009)

(6)

menyatakan bahwa β-galaktosidase dari Lactobacillus bulgaricus mempunyai parameter kinetik Vmaks 0.385 µmol/menit dan KM 1.075

mM.

Tabel 2 Nilai Vmaks dan KM β-galaktosidase

pada ekstrak kasar dan dialisis.

Tahapan Vmaks (µ mol/menit) KM (mM) Ekstrak kasar 29.412 1.118 Dialisis 8.850 0.274

Gambar 10 Kurva Michaelis-Menten ekstrak kasar ( ) enzim β-galaktosidase dan dialisis ( )

Gambar 11 Kurva Lineweaver-Burk ekstrak kasar ( ) enzim β-galaktosidase dan dialisis ( ).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Enzim β-galaktosidase dari bakteri

Enterobacter cloacae mempunyai waktu produksi optimum pada 18 jam. Kondisi optimum enzim β-galaktosidase dari bakteri

Enterobacter cloacae pada suhu 35°C, pH 7.

Aktivitas spesifik enzim β-galaktosidase pada ekstrak kasar, presipitasi 50%, dan dialisis masing-masing sebesar 2.108 U/mg, 6.842 U/mg, dan 7.397 U/mg. Kation divalen Mn2+ dan Mg2+ berperan sebagai aktivator enzim β-galaktosidase. Ion Hg+ dan Cu2+ berperan sebagai inhibitor enzim β-galaktosidase. Enzim

β-galaktosidase dari Enterobacter cloace pada

ekstrak kasar mempunyai parameter kinetik Vmaks sebesar 29.412 µmol/menit dan KM

sebesar 1.118 mM. Enzim β-galaktosidase dari

Enterobacter cloacae pada dialisis pada

parameter kinetik Vmaks sebesar 8.850

µ mol/menit dan KM sebesar 0.274 mM.

Saran

Bakteri Enterobacter cloacae perlu dilakukan pemurnian enzim selanjutnya misalnya dengan kromatografi filtrasi gel dan elektroforesis. Selain itu, perlu dilakukan amobilisasi enzim β-galaktosidase dari

Enterobacter cloacae agar enzim dapat

digunakan berulang-ulang dan mereduksi biaya. Perlu juga dilakukan penelitian lanjut mengenai aplikasi β-galaktosidase terhadap berbagai produk pangan yang mengandung laktosa, misalnya produk susu.

DAFTAR PUSTAKA

Belitz HD, Grosch W. 2009. Food Chemistry. Germany: Springer Verlag.

Bergmaier D, Champagne CP, Lacroix C. 2005. Growth and Exopolysaccharide Production During Free and Immobilized Cell Chemostat Culture of Lactobacillus rhamnosus RW-9595M. J Appl Microbiol

98:272-284.

Boyer R. 2000. Modern Experimental Biochemistry. San Fransisco: Adison Wesley Longman Inc.

Boyer R. 2002. Concepts in Biochemistry. United States: Brook Cole.

Bradford M.M. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem 72:248-254.

Buchanan RE, Gibbons. 2006. Bergey’s

Manual of Determinative Bacteriology.

Baltimore: Woverly.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H,

Gambar

Gambar  4  Kurva pertumbuhan (     ) dan                 aktivitas  β-galaktosidase  (      )                dari Enterobacter  cloacae
Gambar 5 Kadar protein β-galaktosidase            Enterobacter cloacae.
Gambar  8 Pengaruh pH  terhadap aktivitas β-              galaktosidase dari Enterobacter                    cloacae
Gambar 8 Aktivitas enzim  β-galaktosidase               pada penambahan ion logam.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kajian Yasmin Ahmad 2016 yang berkaitan dengan sensitiviti kepelbagaian budaya dalam kalangan guru pelbagai etnik di sekolah menengah kebangsaan di Malaysia juga

Permintaan tersebut harus memuat uraian tentang orang yang dicari, pernyataan yang menyatakan bahwa permintaan ekstradisi akan disampaikan melalui saluran

permukaan cetakan gigi tiruan (basis gigi permukaan cetakan gigi tiruan (basis gigi tiruan) terhadap mukosa pendukungnya tiruan) terhadap mukosa pendukungnya dengan cara menambah

Tidak adanya padanan kata yang tepat dalam bahasa Batak Toba, juga menjadi penyebab terjadinya campur kode dalam masyarakat Batak Toba di pasar Porsea. Tidak

Pada saat proses pencocokan citra wajah yang dilakukan banyak atau tidak  cocoknya citra wajah tersebut tergantung dari jumlah data training dan data testing

Berdasarkan uraian yang tersaji dalam bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa problematika evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di

[r]

makan siang tersebut, antar anggota tetap saling menghormati dan menanggapi dengan sopan tetapi tegas dan lugas. Para karyawan pun juga terlihat semangat dan