• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA

LABORATORIUM NEUROLOGI

AMNESIA PASCA TRAUMA

OLEH : Nindy

Maria Natalia Putri 115070107111078

Pembimbing :

dr. Sri Budhi Rianawati, Sp.S

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015

(2)

BAB I PENDAHULUAN

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN DESKRIPSI 2.1.1 Ingatan (Memory)

Ingatan adalah kemampuan otak untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksikan apa yang telah dipelajari atau dialami. Pada dasarnya ingatan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu ingatan eksplisti dan implisit. Ingatan eksplisit adalah ingatan yang diperoleh melalui suatu maksud tertentu dan juga disebut sebagai ingatan deklaratif. Sedangkan ingatan implisit adalah ingatan yang dicapai secara otomatis dan juga disebut sebagai ingatan non deklaratif. Dalam proses mengingat informasi terdapat 3 tahapan yaitu memasukkan informasi (encoding), penyimpanan (storage), dan mengingat (retrieval stage)

2.1.2 Gangguan Amnestik (Amnesia)

Amnesia adalah suatu keadaan di mana terjadi kehilangan atau gangguan daya ingat yang bersifat parsial maupun lengkap. Amnesia dapat berupa amnesia anterograde di mana pasien tidak dapat mengingat apapun yang terjadi setelah munculnya amnesia, ataupun amnesia retrograde di mana pasien tidak mampu mengingat kembali masa lalu yang sebelumnya diingat. Gangguan amnestik sering dijumpai pada pasien yang mengalami cedera kepala.

2.1.3 Trauma Kapitis

Cedera kepala atau trauma kapitis merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen. Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, kecelakaan secara umum 19%, kekerasan 11%. Cedera otak dapat dibedakan menjadi cedera otak primer dan sekunder. Kerusakan primer merupakan kerusakan otak yang timbul saat cedera, sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang menyebabkan deformitas jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal atau difus. Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemik, pembengkakan otak, peningkatan TIK.

(4)

Cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan derajat kesadarannya serta berdasarkan klinis. Berdasarkan derajat kesadaran, cedera kepala dibagi menjadi

 Cedera kepala ringan, ditandai dengan: o GCS>13

o Tidak didapatkan kelainan pada CT scan otak o Tidak memerlukan tindakan operasi

o Tidak ada hilang kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

o Keluhan pusing, sakit kepala, muntah, amnesia retrograde dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis

 Cedera kepala sedang, ditandai dengan: o GCS 9-13

o Ditemukan kelainan pada CT Scan otak o Kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit

o Keluhan sakit kepala, muntah, kejang, dan amnesia retrograd. Pemeriksaan neurologis didapatkan kelumpuhan saraf dan anggota gerak.

o Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial  Cedera kepala berat

o GCS<9

o Terjadi penurunan kesadaran secara progresif

o Gejalanya serupa dengan cedera kepala sedang hanya dalam tingkat yang lebih berat

Berdasarkan klinis, trauma kapitis dibagi menjadi:  Komosio serebri (Gegar otak)

Komosio serebri adalah keadaan di mana penderita setelah mendapat trauma kapitis mengalami kesadaran yang menurun sejenak. Gejala yang dapat dilihat adalah:

o Penderita tidak sadar sejenak , kurang lebih 10 menit o Wajah pucat

o Kadang disertai dengan muntah o Tidak ada Post traumatic amnesia  Kontusio serebri (Memar otak)

Kontusio serebri adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan interstisial nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap.

2.1.4 Post Traumatic Amnesia

PTA (Post traumatic amnesia) adalah salah satu gangguan memori yang biasanya disebabkan oleh pasca trauma kapitis.

(5)

Kebanyakan pasien yang mengalami trauma kapitis ringan atau sedang, pulih setelah beberapa minggu sampai dengan bulan tanpa terapi spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien akan terus mengalami sequele setelah periode ini, yang mengganggu pekerjaan atau aktivitas sosial. PTA dipertimbangkan sebagai suatu marker yang sensitif untuk tingkat keparahan trauma kapitis dan sebagai suatu prediktor outcome yang berguna.

Post traumatic amnesia didefinisikan oleh Russel dan Smith sebagai periode setelah trauma kapitis di mana informasi tentang kejadian yang berlangsung tidak tersimpan. Russel dan Smith kemudian memperhalus konsep PTA untuk memfokuskan pada gangguan penyimpanan informasi kejadian yang berlangsung. Russel dan Smith telah membuat suatu taksonomi keparahan trauma kapitis berdasarkan PTA sebagai berikut :

- Trauma kapitis ringan jika PTA kurang dari 1 jam

- Trauma kapitis sedang jika PTA antara 1 sampai 24 jam - Trauma kapitis berat jika PTA 1 sampai 7 hari

- Trauma kapitis sangat berat jika PTA lebih dari 7 hari

Pada keadaan akut trauma kapitis maka gangguan memori mempunyai peranan penting. Amnesia post trauma kapitis dapat meliputi kejadian sebelum trauma (retrograde amnesia) atau setelah trauma (anterograd amnesia). Lamanya amnesia dapat digunakan sebagi patokan akan luas lesi yang terjadi di otak. Pasien umumnya hanya terganggu memorinya tanpa kehilangan fungsi yang lainnya.

Dalam istilah neuropsikiologi kognitif, PTA adalah suatau gangguan pada memori episodik yang digambarkan sebagai ketidakmampuan pasien untuk menyimpan informasi kejadian yang terjadi dalam konteks temporospatial yang spesifik. Akan tetapi, fase penyembuhan dini setelah gangguan kesadaran juga dikarakteristikkan oleh gangguan atensi dan perubahan behavioral yang bervariasi dari mulai letargi sampai agitasi.

Post traumatic amnesia adalah suatu gangguan mental yang dikarakteristikkan oleh disorientasi, gangguan atensi, kegagalan memori kejadian dari hari ke hari, ilusi, dan salah dalam mengenali keluarga, teman, ataupun staf medis.

(6)

Dasar patologi dari PTA masih tidak jelas, meskipun korelasinya terhadap MRI terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal dari hemisfer dibanding dengan diencephalic. Memori dan new learning dipercaya melibatkan korteks serebral, proyeksi subkortikal, hippocampal formation ( gyrus dentatus, hipokampus, gyrus parahippocampal), dan diensefalon, terutama bagian medial dari dorsomedial dan adjacent mideline nuclei of thalamus. Sebagai tambahan, lesi pada lobus frontalis juga dapat menyebabkan perubahan pada behaviour, termasuk iritabilitas, aggresiveness, dan hilangnya inhibisi dan judgement. Sekarang ini, telah didapati bukti adanya keterlibatan lobus frontalis kanan pada atensi.

Trauma kapitis dapat bersifat primer ataupun sekunder. Cedera primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak kandungan intrakranial oleh karena pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak.

Akan tetapi, faktor yang paling penting pada cedera otak adalah shearing yang berupa tekanan rotasi yang cepat dan berulang terhadap otak segera setalah trauma kapitis. Jika tekanan shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan akson menjadi lebih banyak, durasi hilangnya kesadaran menjadi lebih panjang dan penyembuhan melambat. Dalam praktek, gambaran klinisnya adalah koma yang diikuti oleh PTA. Oleh karena itu tingkat keparahan trauma kapitis tertutup dapat dinilai dengan durasi koma dan PTA.

2.3 KLASIFIKASI POST TRAUMATIC AMNESIA

Post Traumatic Amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang pertama adalah retrograde, yang didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw, sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian yang telah terjadi dalam waktu sesaat sebelum trauma kapitis. Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara progresif.

Tipe yang kedua dari PTA adalah amnesia anteretrograde yang merupakan suatu defisit dalam membentuk memori baru setelah kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi yang tidak akurat. Memori anteretrograde merupakan fungsi terakhir yang paling sering kembali setelah sembuh dari hilangnya kesadaran.

Amnesia anterograd dan retrograd mengenai periode waktu yang bervariasi setelah dan sebelum cedera, dan dapat pula inkomplit, menyisakan yang disebut dengan pulau memori di antara jeda memori

(7)

amnestik. Orang yang mengalami amnesia retrograd biasanya memiliki kemampuan memanggil (recall) kejadian yang sangat lama dengan lebih baik.

2.4 GEJALA KLINIS POST TRAUMATIC AMNESIA

Gejala utama ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau gangguan pada kemampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingatnya. Gejala tersebut harus menyebabkan masalah bermakna bagi pasien dalam fungsi sosial dan pekerjaannya. Pada trauma kepala onset gejala biasanya mendadak. 2.5 INSTRUMEN PEMERIKSAAN POST TRAUMATIC AMNESIA

Untuk menilai apakah seseorang mengalami amnesia post trauma bisa dilakukan tes objektif kepada pasien. Tes yang dilakukan adalah Tes Orientasi dan Amnesia Galvelston (TOAG) dan ada pula tes lain seperti NRS

2.5.1 Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG)

Di antara beberapa penilaian PTA yang tersedia sekarang, TOAG merupakan yang paling banyak digunakan. Penilaian ini pendek dan mudah digunakan. Penilaiannya terdiri dari sejumlah poin yang ditambahkan ketika menjawab pertanyaan dengan benar. Skor yang mendekati angka 100, berarti fungsi masih terjaga. Tes ini dapat diberikan beberapa kali dalam sehari, meskipun pada hari yang berturut-turut. Sehingga dapat dibuat grafik untuk menggambarkan kapasitas dari mulai waktu tertentu sampai orientasi total tercapai. Tes ini sesuai bagi pasien untuk memulai pemeriksaan koginitif ketika skor 75 atau lebih dicapai, yang mengindikasikan pasien tidak disorientasi lagi.

2.5.2 Neurobehavioral Rating Scale (NRS)

NRS awalnya dikembangkan untuk memeriksa perubahan behavior akibat trauma. Tes ini terdiri dari suatu wawancara yang berstruktur yang menitikberatkan pada laporan pasien sendiri terhadap gejala, self-appraisal, planning, dan beberapa aspek tertentu dari fungsi kognitif, meliputi orientasi, memori, reasoning, dan atensi. Pemeriksa mengevaluasi respon spesifik dan penggabungan dengan observasi behavioral untuk menentukan level tiap-tiap 27 subskala, dengan memilih 1 dari 7 tingkatan, berkisar dari 1= tidak ada sampai dengan 7=sangat berat. Total skor dari NRS merupakan penjumlahan dari skor 27 subskala. Pemeriksaan NRS memiliki korelasi baik terhadap tingkatan keparahan trauma maupun tingkat kronisitas dari trauma kapitis.

(8)

2.6 PROGNOSIS POST TRAUMATIC AMNESIA

Levin dkk menemukan bahwa PTA yang berlangsung kurang dari 14 hari adalah prediktif dari good recovery, sedangkan PTA yang berlangsung lebih dari 14 hari adalah prediktif untuk disabilitas sedang sampai berat.

Menurut Oddy, Humphrey, dan Uttley, 71% PTA yang kurang dari 7 hari telah kembali bekerja dalam waktu 6 bulan setelah cedera kepala. Sedangkan pada PTA yang lebih dari 7 hari, hanya 27% yang dapat kembali bekerja

2.7 PENATALAKSANAAN POST TRAUMATIC AMNESIA

Secara umum, pasien post trauma harus dikenalkan pada lingkungan yang familiar dengan menggunakan benda atau gambar, lingkungan juga harus tenang. Pasien tidak boleh dibiarkan terstimulasi secara berlebihan. Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua yang dapat dilihat, didengar, atau dirasakan yang dapat membuat pasien berpikir. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya: menghindari televisi, radio, telpon serta meminimalkan kebisingan. Selain penatalaksaan secara umum, edukasi terhadap keluarga juga perlu dilakukan. Edukasi yang dimaksud adalah :

 Setiap perilaku menantang mungkin dikarenakan efek dari cedera dan tidak boleh ditanggapi secara personal

 Stimulasi terlalu banyak pada PTA dapat meningkatkan tingkat kebingungan dan penderitaan pada orang tersebut. Penting bagi keluarga untuk menjaga kegiatan di sekitar individu. Sebaiknya pasien dengan PTA menghindari untuk bertemu dengan banyak orang yang mengakibatkan terlalu banyak informasi yang digali sekaligus untuk menghindari kebingungan pada pasien.

 Penderita PTA kurang memiliki kapasitas belajar, karena itu sebaiknya kerika berinteraksi dengan pasien menggunakan percakapan dan instruksi yang sederhana dan sebaiknya bisa berbicara dengan cara yang tenang dan meyakinkan.

2.7.1 Picture Recall (PRL) and Picture Recognition Task (PRT)

Pasien diminta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu pasien diminta untuk menggambarkan ketiga gambar itu. Jika pasien tidak bisa mengingat maka pasien diminta untuk mengulang sebanyak tiga kali dengan bantuan pemeriksa untuk sedikit menggambarkannya.

(9)

Pasien diminta untuk mengingat dan menghafalkan tiga kata setelah diberikan pengarahan. Jika pasien tidak dapat mengulangnya maka pemeriksa membantu mengingatnya sampai bisa

BAB III RINGKASAN

Referensi

Dokumen terkait

Lalu dilanjutkan dengan operasi filtrasi yang menggunakan slurry yang terbuat dari 2% berat tepung terigu dalam 20 L air dan 2 gram pewarna,  pada operasi

satu bentuk dari adanya otonomi desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan asset desa di Desa Sitirejo, otonomi apa saja yang terlihat, serta faktor

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah karakteristik subjek meliputi umur, berat badan, tinggi badan, IMT, VO 2max, nadi latihan, frekuensi olahraga dalam

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.11/Menhut-II/2009 telah ditetapkan sistem silvikultur yang dapat diterapkan dalam areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan

a. Katarak kongenital, adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital sering ditemukan

Penanaman sikap peduli lingkungan pada jenjang SD (Sekolah Dasar) menjadi hal yang sangat urgent, karena level pendidikan usia dini merupakan jenjang pendidikan

63 Namun sebgaian masyarakat masih banyak yang melakukan transaksi gadai tanah atas dasar kepercayaan dan tanpa membuat surat bukti gadai tersebut, seperti yang dilakukan