• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanaman Nilai Nilai Kebangsaan pada Anak Usia Dini di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penanaman Nilai Nilai Kebangsaan pada Anak Usia Dini di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen Yogyakarta"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora

1

Penanaman Nilai Nilai Kebangsaan pada Anak Usia Dini di TK

Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen Yogyakarta

Ali Sadikin

STIT Syeh Saman Al-Hasan Gayo Lues Email: ali.sadikin@gmail.com

ABSTRAK

Pendidikan nilai kebangsaan untuk anak usia dini akan terbentuk jika dimulai semenjak usia dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai kebangsaan apa yang ditanamkan kepada siswa, dan strategi penanaman nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan oleh siswa TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen Yogyakarta. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Data dikumpulkan dengan Observasi, Interview (wawancara), dan dukumentasi. Data dianalisis dengan Reduksi Data, dan Penyajian Data. Hasil penilitian menunjukkan, pertama.: bahwa di TK ABA Sapen Yogyakarta nilai-nilai kebangsaan yang ditanakam yaitu sesuai dengan nilai-nilai/karakter bangsa yang di kembangkan oleh mendikbut, yaitu meliputi: nilai relegius, toleransi, jujur, semangat kebangsaan, disiplin, tangung jawab, kerja keras, mandiri, kreatif, rasa ingin tahu, gemar mebaca, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunitatif, cinta damai, demokrasi, peduli sosial dan lingkungan.

Kedua: Dalam penanamannya, strategi yang digunakan yaitu dengan sistem

Among, yakni strategi pendidikan yang melaksanakan konsep Trilogi Kepemimpinan yang digagas oleh ki Hadjar Dewantara, yaitu : Ing Ngarsa Sung

Tulada, Ngmadyo Mangun Karso, Tutwuri handayani artinya.

Kata kunci: Pendidikan, Anak Usia Dini, Nilai Kebangsaan. PENDAHULUAN

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun (Hasan, 2009:17).

Oleh karena itu untuk mewujudkan pendidikan nilai-nilai kebangsaan untuk anak usia dini diperlukan kepedulian dari setiap pihak, baik pemerintah, masyarakat, keluarga terutama sekolah. Pendidikan nilai kebangsaan untuk anak usia dini akan terbentuk jika semua pihak memilki kesadaran akan pentingnya pendidikan nilai kebangsaan dimulai semenjak usia dini. Guru adalah posisi paling strategis untuk membentuk karakter anak. Pendidikan nilai kebansaan pada anak usia dini itulah yang menjadi dasar pembentukan awal karena meluruskan sebatang ranting jauh lebih

(2)

2

mudah daripada meluruskan sebatang pohon, maka dari itu pendidikan nilai kebangsaan yang paling efektif adalah pendidikan pada masa kanak-kanak.

Menurut Samuel Hutingthon pernah berkomentar pada akhir abad ke-20, bahwa Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi paling besar untuk hancur, setelah Yugoslavia dan Uni Soviet akhir abad ke-20 ini. Demikian juga Cliffrod Gertz, antropolog yang Indonesianis ini pernah mengatakan; kalau bangsa Indonesia tidak pandai-pandai memanajemen keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas etnik, maka Indonesia akan pecah menjadi negara-negara kecil (Harsyad, B. 2009).

TK merupakan lembaga tingkat dasar yang berupaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada siswa-siswinya. TK ini mempunyai keunikan tersendiri atau ciri khas yang membedakan dengan sekolah-sekolah lain yang sederajat. Ciri khas tersebut yang kemudian menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan penanaman nilai-nilai kebansaan pada siswa. Keunikan atau ciri khasnya yaitu: pertama, mengedepankan pendidikan budi luhur, yaitu sebagai mana yang ditegaskan dalam visi misinya. Kedua, berupa pendidikan budaya-budaya lokal (jawa) dolanan anak, dan anak-anakl juga dilatih mewarania lukisan batik yang sudah disediakan oleh sekolah. Kemudian yang, ketiga, perlakuan guru terhadap siswa seperti orang tua terhadap anaknya, dan sikap siswa terhadap gurunya seperti anak kepada orang tuanya. Kelima, diberikan pendidikan keistimewaan,salah satunya pendidikan keistimewaan itu, mengenalkan budaya, mengunjungi tepat bersejarah (Sriani Purwanti, 2014).

Berdasarkan gambaran tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis artikel review tentang penanaman nilai-nilai kebangsaan terhadap anak usia dini di TK.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pamong TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen Yogyakarta. Data dikumpulkan dengan Observasi, Interview (wawancara), dan dukumentasi. Data dianalisis dengan Reduksi Data, dan Penyajian Data. Data diolah secara deskriptif. TINJAUAN PUSTAKA

Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut semakin menunjukkan minat terhadap teman. Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat.

Pada usia ini anak menunjukkan keingintahuan yang besar dan aktif dia bisa mengatur gerakan badannya dengan lebih baik dan lebih luwes. Anak juga bisa berjalan jinjit mundur dan berjalan mundur dengan tumitnya. Dia juga bisa berlari dengan cepat, meloncat, berlari dengan satu kaki. Anak pada usia ini sudah bisa mencuci tangannya sendiri tanpa membasahi bajunya, berpakaian dan mengikat tali sepatunya sendiri.

(3)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora

3 Koordinasi motorik yang baik berkembnag sampai si anak dapat mencontoh segitiga dan belah ketupat. Mereka mulai dapat menulis beberapa huruf dan angka dan menuliskan namanya dengan benar. Anak juga dapat menggambar benda hidup (Hasan, 2009:17).

Menurut Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M.Pd. anak usia dini secara umum dapat dikelompokkan dalam usia (0 – 1 tahun), (2 – 3 tahun), dan (4 – 6 tahun), dengan karakteristik masing-masing antara lain; Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan (0 – 1 tahun). Sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya (2 – 3 tahun), Perkembangan bahasa juga semakin baik (4 – 6 tahun) (Mulyasa, 2012:23).

Satuan Pendidikan Anak Usia Dini

Satuan pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu (Anita Yus, 2011):

1) Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)

TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6 tahun.

2) Kelompok Bermain (Play Group)

Kelompok bermain berupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun.

3) Taman Penitipan Anak (TPA)

Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain.

Landasan Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.

Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia Indonesia seutuhnya. Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa

(4)

4

Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya. Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung. Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia.

Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupkan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.

Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark, kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak.

Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini

Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus tujuan pendidikan anaka usia dini adalah :

a. Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya.

b. Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.

c. Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar.

d. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.

(5)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora

5 e. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan control diri.

f. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif.

Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Berorientasi pada Kebutuhan Anak

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.

b. Belajar melalui bermain

Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.

c. Menggunakan lingkungan yang kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.

d. Menggunakan pembelajaran terpadu

Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.

e. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup

Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.

f. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar

Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.

g. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar

Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang (Lia Ulfa Utami, 2014).

Penanaman Nilai-Nilai Kebangsaan

Penanaman nilai-nilai kebangsaan ini penting untuk dilakukan adalah untuk menciptakan peserta didik yang memiliki akhlak atau moral yang baik sehingga

(6)

6

mampu hidup berdampingan dengan orang lain dengan penuh rasa persaudaraan dan persatuan yang ditunjukan dengan sikap hormat menghormati, toleransi, bertanggung jawab, cinta damai, peduli, dan sikap-sikap positif yang lain. Selain itu juga adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan semangat kebangsaan yaitu kemampuan untuk berpikir dan bertindak yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan golongan.

Dalam konteks yang lebih luas, penanaman nilai-nilai kebangsaan ini merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu dalam hal pembentukan akhlak mulia. Tujuan pendidikan nasional, sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab 1 Ayat 1, menyatakan bahwa mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyakarat, bangsa, dan Negara (Anonimous, 2003:4).

Strategi Penanaman Nilai-Nilai Kebangsaan

Ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam pembelajaran nilai, yaitu (a) strategi tradisional, (b) strategi bebas, (c) strategi reflektif, dan (d) strategi transinternal (Muhaimin, 2014:172-174).

Pertama, pembelajaran nilai dengan menggunakan strategi tradisional, yaitu

dengan jalan memberikan nasihat atau indoktrinasi. Dengan kata lain, strategi ini ditempuh dengan jalan memberitahukan secara langsung nilai-nilai mana yang baik dan yang kurang baik. Dengan strategi tersebut guru memiliki peran yang menentukan, karena kebaikan atau kebenaran datang dari atas, dan siswa tinggal menerima kebaikan/kebenaran itu tanpa harus mempersoalkan hakikatnya. Penerapan strategi tersebut akan menjadikan peserta didik hanya mengetahui atau menghafal jenis-jenis nilai-nilai tertentu yang baik dan kurang baik, dan belum tentu melaksanakannya. Sedangkan guru atau pendidik kadang-kadang hanya berlaku sebagai juru bicara nilai, dan ia pun belum tentu melaksanakannya. Karena itu tekanan dari strategi ini lebih bersifat kognitif, sementara segi efektifnya kurang dikembangkan.

Kedua, pembelajaran nilai dengan menggunakan strategi bebas, yaitu kebalikan

strategi tradisional, di mana guru atau pendidik tidak memberitahukan kepada peserta didik justru peserta didik diberi kebebasan sepenuhnya untuk memilih dan menentukan nilai mana yang akan diambilnya karena nilai yang baik bagi orang lain belum tentu baik bagi peserta didik itu sendiri. Dengan demikian, peserta didik memiliki kesempatan untuk memilih dan menentukan nilai yang baik dan tidak baik, peran peserta didik dan guru sama-sama terlibat secara aktif. Kelemahan strategi ini yaitu, peserta didik belum tentu mampu memilih nilai-nilai mana yang baik dan kurang baik karena masih memerlukan bimbingan dari pendidik untuk menentukan nilai yang terbaik bagi dirinya.

Ketiga, pembelajaran nilai dengan menggunakan strategi reflektif adalah

dengan jalan mondar-mandir antara mengguanakan pendekatan teoritik ke pendekatan empiric, atau mondar-mandir antara pendekatan deduktif dan induktif. Dalam penggunaan strategi tersebut dituntut adanya konsistensi dalam penerapan kriteria

(7)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora

7 untuk mengadakan analisis terhadap kasus-kasus empiric yang kemudian dikembalikan kepada konsep teoritiknya, dan juga diperlukan konsistensi penggunaan aksioma-aksioma sebagai dasar deduksi untuk menjabarkan konsep teoritik ke dalam terapan pada kasus-kasus yang lebih khusus dan operasional.

Keempat, pembelajaran nilai dengan menggunakan strategi transinternal

merupakan cara untuk membelanjakan nilai dengan jalan melakukan transformasi nilai, dilanjutkan dengan transaksi dan transinternalisasi. Dalam hal ini guru dan peserta didik sama-smaa terlibat dalam proses komunikasi aktif, yang tidak hanya melibatkan komunikasi verbal dan fisik, tetapi juga melibatkan komunikasi batin (kepribadian) antara keduanya. Dengan strategi ini guru berperan sebagai penyaji informasi, pemberi contoh atau teladan, serta sumber nilai yang melekat dalam pribadinya. Sedangkan peserta didik menerima informasi dan merespon stimulus guru secara fisik, serta memindahkan dan mempolakan pribadinya untuk menerima nilai-nilai kebenaran sesuai dengan kepribadian guru tersebut.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Konsep Dasar Penanaman Nilai-Nilai Kebangsaan di Sekolah TK

Penanaman nilai-nilai kebangsaan merupakan penanaman nilai-nilai yang dikembangkan yang dikembangkan berdasarkan pada keadaan bangsa (Indonesia), dan mencintai (Sriani Purwanti, 2014). Dengan demikian bisa dipahami bahwa sesunguhnya nilai-nilai kebangsaan adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan bangsa Indonesia, di mana pada saat sekarang ini nilai-nilai tersebut tertuang dalam pendidikan karakter bangsa, yaitu pendidikan berbasis kearifan lokal yang sesuai dengan budaya bangsa (Isnindiyah, 2014).

Penanaman nilai-nilai kebangsaan penting untuk dilakukan, adalah agar tidak terjadi konflik atau kecemburuan satu sama lain antara siswa. Di samping itu juga untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan di antara siswa. Kemudian perlu disadari juga bahwa manusia itu makhlik Tuhan, dan setiap manusia di hadapan Tuhan sama (Nuryanti, 2014).

Penanaman nilai-nilai kebangsaan dilakukan melalui proses pendidikan nilai/karakter bangsa, baik melalui lisan (ceramah), kegiatan, maupun tauladan. Pendidikan nilai/karakter sendiri adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan serta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negra maupun masyarakat. Hal itu mampu diharapkan mampu mampu memberikan kontribusi optimal dan mewujutkan masyarakat yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradap, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Anonimous, 2010). Sistem nilai/karakter pada warga sekola meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemampuan, dan tindakan, baik terhadap Tuahan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehinga menjadi manusia insan kamil (Wiyani, 2012:3).

Dalam proses penanaman nilai-nilai kebangsaan , guru menjadi faktor penting, karena guru menjadi pengarah sekaligus model bagi peserta didik. Olek karenanya,

(8)

8

guru harus mampu memberikan tauladan bagi peserta didik dalam hal penanaman nilai-nilai kebangsaan, tentunya disamping itu guru menyampaikan secara lisan baik melalui ceramah (pembelajaran) maupun nasehat-nasehat (Sriyani Purwanti, 2014).

PENUTUP

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Nilai-nilai kebangsaan yang ditanakam TK ABA Sapen Yogyakarta yaitu sesuai dengan nilai-nilai/karakter bangsa yang di kembangkan oleh mendikbut, yaitu meliputi: nilai relegius, toleransi, jujur, semangat kebangsaan, disiplin, tangung jawab, kerja keras, mandiri, kreatif, rasa ingin tahu, gemar mebaca, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunitatif, cinta damai, demokrasi, peduli sosial dan lingkungan.

2. Dalam penanamannya, strategi yang digunakan yaitu dengan sistem Among, yakni strategi pendidikan yang melaksanakan konsep Trilogi Kepemimpinan yang digagas oleh ki Hadjar Dewantara, yaitu : Ing Ngarsa Sung Tulada, Ngmadyo

Mangun Karso, Tutwuri handayani artinya

DAFTAR PUSTAKA

Anita Yus (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

Anonimous (2010). Kebijakan Nasional, Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2015, Pemerintah Republik Indonesia, 2010, hlm. 28-29.

Anonimous (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV. Eka Jaya. hlm. 4

Hasan, M. (2009). Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Dipa Press. Harsyad, B. (2009). Seminar Konflik Sosial. http.bang harsyad World press.com.

Hasil Wawancara dengan kepala Sekolah Ibuk Sriani Purwanti, di TK Aisiyah Bustanul Athfal Sapen Yogyakarta tanggal 22 Agustus 2014

Hasan, M. (2009). Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Dipa Press.

Isnindiyah, (2014). Hasisl Wawancara Guru kelas A2 TK ABA Sapen Yokyakarta, di Ruangan kelas A2 pada Tanggal 19 September 2014

Lia Ulfa Utami, (2014). Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini” dalam www.blogspot-liaulfautami.com, diaskes tanggal 2 september 2014.

Muhaimin (2014). Paradikma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, (2012). Manajemen PAUD”, Bandung: PT. Rosdakarya.

Nuryanti, (2014). Hasil Wawancara Guru B2, di Rungan A2 pada Tanggal 20 September 2014

Sriani Purwanti, 2014. Wawancara dengan Kepala Sekolah TK ABA Sapen Yogyakarta di Kantor Kepala Sekolah pada Tanggal 15 September 2014.

Wiyani, N. A. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, Yogyakarta: Teras, 2012. hlm. 3

Referensi

Dokumen terkait

Mulai dari cara pandang yang baru terhadap sumber daya manusia yang ada sampai kepada peningkatan kualifikasi dan spesifikasi sumber daya manusia yang diperlukan serta

Berkebalikan denga n dampak negatif daya-paksa negara yang tinggi terhadap tingkat main hakim sendiri sebagaimana tertuang dalam H 1 , hasilnya menunjukkan bahwa tingkat main

Berdasarkan hasil tersebut hal ini menunjukan bahwa pengaruh e-marketing communication adalah searah dengan loyalitas pelanggan, maknanya adalah bahwa semakin baik,

Anak menalar dengan mampu mengetahui:  Nama tempat pemberhantian kendaraan di darat (stasiun dan terminal)  Bentuk angka 17  Menghitung Jumlah kendaraan di darat

Dari beberapa permasalahan tersebut, dapat diasumsikan bahwa Perpustakaan STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh masih terdapat ketidakpuasan dan belum sesuai

Sebelum di berangkatkan ke negara Tenaga Kerja Indonesia tersebut bekerja, Calon Tenaga Kerja Indonesia tersebut di antar oleh pemilik dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja

Dari hasil diatas dapat dilihat sebaran 16 tipe kepribadian MBTI, di mana mayoritas mahasiswa adalah Extrovert sekitar 60,31% ini berarti mereka adalah mahasiswa-mahasiswa yang

 Penggunaan FENG SHOU dalam jangka panjang secara teratur juga akan memperbaiki kerusakan tanah dan lingkungan hidup yang terjadi akibat penggunaan bahan kimia