• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

Menurut Kerlinger yang dikutip dari Effendy (2012:35), teori adalah serangkaian konsep, konstruk, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antara konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu.

Dengan adanya teori, peneliti dapat memahami secara jelas masalah yang akan diteliti. Adapun kerangka teori dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:

2.1.1 Kebijakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa yunani “polis” berarti Negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa inggris “policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan (Dunn, 2000:22)

Istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu badan pemerintahan) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Winarno,2002:14). Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistmatis

(2)

orang mengartikan sebagai Negara. Namun demikian publik merupakan konsep tersendiri yang mempunyai arti dan defenisi khusus akademik.

Menurut Anderson (Winarno 2012), kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempun yai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan

Menurut Easton, 1969 (dalam Tangkilisan, 2003:2), kebijakan publik adalah sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaanya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang mendapat suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. menurut Carl Friedrich (dalam Winarno 2002:19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran dan maksud tertentu.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijaan publik merupaka serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah yang bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat.

(3)

Adapun kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang cukup kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Menurut Willam Dunn (dalam Winarno,2002:28), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut: A. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan pada perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak tersentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

B. Formulasi kebijakan (Policy Formulation)

Masalah yang telah masuk ke agenda kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasalah dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk memecahkan masalah.

C. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhrinya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

(4)

D. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintahan di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

E. Evaluasi kebijakan (Policy Evaluation)

Pada tahap ini, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. oleh karena itu, ditentukanlah krteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meriah dampak yang diinginkan.

(5)

Gambar 2.1 Tahapan Kebijakan Publik, William Dunn,1994. Penyusunan kebijakan ( Agenda Setting)

Formulasi kebijakan (Policy Formulation)

Adopsi kebijakan (Policy Adoption)

Implemantasi kebijakan (Policy Implementation)

Evaluasi kebijakan (Policy Assassment) 2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik

Studi implementasi kebijakan publik merupakan usaha untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik serta variabel-variabel yang mempengaruhinya. Implementasi kebijakan merupakan proses atau tahapan yang penting dalam sebuah siklus kebijakan. Bagaimanapun, sebuah kebijakan yang telah dihasilkan apabila tidak dilaksanakan akan akan sia-sia atau tidak dapat mengatasi suatu permasalahan. Implementasi juga penting karena menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dibuat guna memecahkan suatu masalah.

Menurut Nugroho (2007), implementasi dikonseptualisasiakan sebagai suatu proses atau sebagai rangkaian keputusan dan tindakan yag ditujukan agar keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi diartikan dalam konteks keluaran atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu

(6)

proram. Akhirnya, pada tingkat abstraksi yang paling tinggi, dampak implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur ke dalam masalah.

Menurut Nurdin Usman Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”(Usman, 2002:70). Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.

Menurut Setiawan (2004:39), Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif. Artinya bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.

Sedangkan menurut Harsono (2002:67),Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.

(7)

Implementasi kebijakan di lapangan tidaklah mudah, karena banyak masalah-masalah yang mungkin tidak dijumpai dalam konsep bisa muncul dilapangan. Oleh karena itu, ada banyak variabel atau model yang dikembangkan untuk membantu sehingga suatu kebijakan dapat berhasil ketika diimplementasikan. Ada pun beberapa model implementasi kebijakan yaitu:

A. Model George Edwards III

Menurut Edwards (dalam Indahono, 2009:32), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di implementasikan dengan sangat baik, sementara kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implemntasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Menurut Edwards, terdapat empat faktor atau variabel dalam implementasi kebijakan publik, yaitu:

1. Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan

(8)

cermat. Secara umum, Edwards membahas tiga indikator penting dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu:

a) Transmisi, yatu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

b) Kejelasan, yaitu komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu.

c) Konsistensi, yaitu perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumber daya

Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yaitu kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah:

a) Staf, sumber daya utama implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya

(9)

disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, tidak mencukupi ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

b) Penyediaan Finansial, sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program atau kebijakan. Dengan adanya sumber daya finansial juga akan mendukung segala fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya kebijakan atau program.

c) Fasilitas, fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana), maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalanakan kebijakan dengan baik pula, seperti yang dinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijikan juga menjadi tidak efektif.

Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program atau kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline program. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan

(10)

kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program atau kebijakan.

4. Struktur birokrasi

Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satunya adalah adanya rincian tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi impelementor dalam bertindak. Selain itu, struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama birokrasi, yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut dengan Standard

Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi, yaitu:

a. Berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi yang kompleks dan tersabar.

b. Berasal terutama dari tekanan luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif , kelompok kepentingan, pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.

(11)

Sumber : George C. Edwards III, 1980

B. Model Van Meter dan Van Horn (1975)

Model pendekatan impelementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn, model ini menjelaskan bahwa kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan (Subarsono, 2005:19). Variabel-Variabel tersebut, yaitu:

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. Mengukur kerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.

(12)

2. Sumber Daya

Implementasi kebijkan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya mausia berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

3. Komunikasi dan penguatan aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai.

4. Karakterisik Agen Pelaksana

Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengeruhi implementasi suatu program. 5. Kondisi sosial, Ekonomi dan Politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dappat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberika dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaiamana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung

(13)

6. Disposisi Implementor

Disposisi impelementor ini mencakup 3 (tiga) hal penting, yaitu:

a) Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.

b) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan.

c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki implementor.

Gambar 2.3 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn, 1975

d)

C. Model Merilee S.Grindle

Merilee S.Grindle,1980 (Dalam Samodra Wibawa 1994:22), memberi pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Grindle juga menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif

Kebijakan Publik Standar dan tujuan Standar dan tujuan Sumber-Sumber Kebijakan Karakteristik Badan-Badan Pelaksana Kondisi-Kondisi Ekonomi Sosial dan Politik

Sikap para Pelaksana Kinerja kebijakan Publik

(14)

akan konteks kebijakan khusus yang menyangkut implementori, penerima implementasi dan arena konflik yang mungkin terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan Grindle menetukan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan yang cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:

A. Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan. B. Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

C. Derajat perubahan yang diinginkan. D. Kedudukan pembuat kebijakan. E. Siapa pelaksana program. F. Sumber daya yang dilibatkan.

Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan sejumlah kecil unit pengambilan kebijakan. Selanjutnya pengaruh dalam konteks lingkungan yang terdiri dari:

A. Kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat. B. Karakteristik lembaga dan penguasa.

C. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana.

(15)

Sumber : Grindle, 1980

2.1.3 Model Implementasi Yang Digunakan

Dalam penelitian ini penulis memilih beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi, antara lain :

A. Komunikasi

Komunikasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah organisasi agar program-programnya tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya.Komunikasi ialah sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas kebawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk menghindari distorsi implementasi. Sementara itu koordinasi menyangkut persoalan bagaimana praktik pelaksanaan kekuasaan. Koordinasi berarti adanya kerjasama yang saling terkait dan saling mendukung antar pelaksana kebijakan dalam guna pencapaian tujuan implementasi kebijakan.

(16)

Sumber daya Manusia (SDM) yang tidak memadai (Jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bias melakukan pengawasan dengan baik. Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya menunjukkan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia, fasilitas, dan financial. Ketersediaan sumber daya mempengaruhi efektifitas implementasi suatu program kebijakan. Oleh karena itu, dinas-dinas yang memiliki tugas dalam mempertimbangkan sumber daya yang sudah tersedia sebelumnya.

C. Disposisi

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementator. Jika implementator setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap atau respon implementator terhadap kebijakan, yaitu:

1. Kesadaran pelaksana.

2. petunjuk atau arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan.

3. Intensitas dari respon tersebut.

Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam pelaksanaan program secara tepat karena

(17)

mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehinggasecara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program.

D. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya Standard Operating

Procedures (SOP). Standard Operating Procedures (SOP) menjadi pedoman bagi

implementator untuk bertindak struktur organisasi yang prosedur birokrasi cukup rumit dan kompleks.

2.1.4 Pengertian Electronic Government

E-government, sebagai sebuah konsep memiliki prinsip-prinsip dasar yang

universal, tetapi pengertian maupun penerapannya di sebuah negara tidak dapat dipisahkan dari sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, kondisi ekonomi masing-masing negara. E-government didefinisikan sebagai suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, dimana pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi komunikasi dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan publik (Indrajit,2002).

Electronic Government di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi

Presiden Nomor 6/2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus

(18)

menggunakan teknologi telematika untuk mendukung Good Governance dan mempercepat proses demokrasi. Lebih jauh lagi, Electronic Government wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan. Administrasi publik adalah salah satu area dimana internet dapat digunakan untuk menyediakan akses bagi semua masyarakat yang berupa pelayanan yang mendasar dan mensimplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintah.

Menurut Keppres Nomor 20 Tahun 2006 E-Government adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Peranan IT dalam proses bisnis membuat organisasi berusaha untuk mengimplementasikan IT untuk proses terintegrasi.

World Bank Group (2001) menyatakan .E-Government refers to the use by

government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. These technologies can serve a variety of different ends: better delivery of government services to citizens, improve interactions with business and industry, citizen empowerment throught access to information, or more efficient government management.. Artinya

penggunaanteknologi informasi oleh aparat pemerintah mampu meningkatkan hubungan denganwarga negara, pelaku bisnis dan dengan sesama pemerintah itu sendiri. TImemberikan banyak manfaat di bidang perbaikan pelayanan pemerintah,meningkatkan interaksi dengan pelaku bisnis dan industri, serta

(19)

pemberdayaan warganegara melalui informasi atau menjadikan manajemen pemerintahan yang efektif danefisien.

2.1.5 Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement)

Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik atau E-Procurement adalah sistem pengadaan barang dan jasa yang proses pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi. Sistem aplikasi serta layanan pengadaan elektronik disediakan oleh LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektonik) Nasional, yang bertindak sebagai koordinator.

2.1.5.1 Pengertian pengadaan barang dan jasa Pemerintah secara elektronik (E-Procurement)

A. Menurut Croom dan Jones (2007) menjelaskan bahwa e-procurement merujuk pada penggunaan penggabungan sistem teknologi informasi untuk fungsi pengadaan meliputi pencarian sumber daya, negosisasi, pemesanan, dan pembelian.

B. Menurut Willem (2012:80) pengadaan secara elektronik (e-Proc) merupakan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan jaringan elektronik (jaringan internet atau intranet) atau electronic data interchange (EDI).

C. Pengadaan jasa konstruksi secara elektronik adalah sistem pengadaan jasa konstruksi yang proses pelaksanaanya dilakukan secara elektronik dan

(20)

berbasis web dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 207/PRT/M/2005 Tentang Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Secara Elektronik). D. Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010, Pengadaan barang/jasa pemerintah

yang selanjutnya disebut dengan pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa daerah/institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Selanjutnya Perpres ini menjelaskan tentang pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

E. Menurut Oliviera dalam Purwanto (2008:10), secara umum E-Procurement adalah proses pembelian barang dan jasa yang diperlukan bagi kebutuhan operasional orgnisasi secara elektronik.

2.1.5.2 Tujuan dan manfaat dari pengadaan barang dan jasa secara elektronik (E-Procurement).

Ada pun tujuan dari E-Procurement, menurut siahaya (2012:80) sebagai berikut:

A. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. B. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha. C. Meningkatkan tingkat efisiensi proses pengadaan. D. Mendukung proses monitoring dan audit.

(21)

Tujuan diatas sejalan dengan isi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah pada pasal 107, yaitu:

A. Meningkatkan trasnparansi dan akuntabilitas.

B. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yan sehat. C. Memperbaiki tingkat efesiensi proses pengadaan.

D. Mendukung prose monitoring dan audit.

E. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

Secara umum tujuan dari diterapkannya e-procurement yaitu untuk menciptakan transparansi, efisiensi dan efektifitas serta akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa melalui media elektronik antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Damin (2002) menambahkan mengenai tujuan e-procurement yaitu untuk memperbaiki tingkat layanan kepada para users, dan mengembangkan sebuah pendekatan pengadaan yang lebih terintegritas melalui rantai suplai perusahaan tersebut, serta untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam proses pengadaan.

Adapun manfaat yang diperoleh dari penerapan E-Procurement menurut Teo (2009) yaitu manfaat langsung ( meningkatkan akurasi data, meningkatkan efesiensi dalam operasi, proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya administrasi dan mengurangi biaya operasi) dan manfaat tidak langsung

(E-Procurement membuat pengadaan lebih kompetitif, meningkatkan customer services, dan meningkatkan hubungan dengan mitra kerja). Selain itu menurut

Olken (2007), melalui E-Procurement transparansi akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dapat di peroleh melalui akses yang lebih baik ke informasi. Hal ini

(22)

dapat membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi korupsi yang merupakan masalah besar di banyak negara berkembang

2.1.5.3 Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement)

Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengadaan barang/jasa sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dari segi administrasi, teknis, dan keuangan, Maka sesuai dengan Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 Pasal 5 pengadaan barang/jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

A. .Efesien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimal untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimal. B. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan

sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

C. Trasparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.

D. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.

(23)

E. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa

F. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama baik kepada semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional

G. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/ jasa sehingg dapat dipertanggungjawabkan.

2.2 Defenisi Konsep

Definisi konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, kejadian keadaan kelompok, atau individu tertentu. Dalam hal ini konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan dan mengidentifikasikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian dan perbedaan persepsi yang dapat mengaburkan penelitian ini.

Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Menurut Anderson (Dalam Winarno 2012), kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep

(24)

kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. 2. Implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III adalah

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel berikut:

a. Komunikasi b. Disposisi c. Sumber daya d. Struktur Birokrasi

3. Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik atau E-Procurement adalah sistem pengadaan barang dan jasa yang proses pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi.

2.3 Defenisi Operasional

Definisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Perumusan definisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi. Dalam penelitian ini defnisi operasional diambil dari penjabaran teori yang dikemukan oleh George. C. Edwards III yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Yang terdiri dari :

(25)

Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program atau kebijakan.

Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah: a. Kerjasama para implementor

b. Metode sosialisasi kebijakan atau program yang digunakan c. Intensitas komunikasi

2. Disposisi atau Sikap

Sikap para implementor sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah kebijakan atau program. Ada pun yang dimaksud dengan sikap implementor yang ditujukan dalam penelitian ini adalah:

a. Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi antara pelaksanaan kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan.

b. Sikap demokratis yang dapat dilihat dari proses kerjasama antar implementor. 3. Sumber Daya

Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun finansial sangat penting dalam menjalankan kebijakan atau program.

a. Kemampuan implementor, dengan melihat jenjang pendidikan, pemahaman terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program,kemampuan menyampaikan program dan mengarahkan.

(26)

b. Ketersedian finansial, dengan melihat kebutuhan dana, prediksi kekuatan dana dan besaran biaya.

4. Struktur Birokrasi

Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah

standard operating procedur (SOP) dan struktur organisasi pelaksana sendiri.

a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami.

b. Struktur organisasi pelaksana yangmelihat rentang kendali antara pimpinan dan bawahan.

2.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional serta sistematika penulisan.

(27)

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : Penyajian Data

Bab ini berisikan hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa dokumen.

BAB VI : Analisis Data

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VII : Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Gambar

Gambar 2.3  Model Implementasi Van Meter dan Van Horn, 1975

Referensi

Dokumen terkait

3.3.3 Bagi setiap kapal yang mempunyai satu atau lebih tingkap samping yang diletakkan sedemikian rupa sehingga persyaratan paragraf 3.3.1 akan berlaku

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan alat peraga Montessori yang diujicobakan secara terbatas untuk memberikan alternatif alat peraga bagi siswa kelas II dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses kemunduran mutu organoleptik dan oksidasi lemak yang terjadi pada ikan teri nasi setengah kering selama penyimpanan

Understanding the Consumption of Television Programming: Development and Validation of a Structural Model for Quality, Satisfaction and Audince Behavior.. Role

Botol yang keluar dari  filler   filler   dan  dan crowner  crowner   selanjutnya akan dibasuh dengan  selanjutnya akan dibasuh dengan air yang bertujuan untuk membersihkan

dan kedalaman invasi untuk diuji hubungannya adenokarsinoma musinosa dan karsinoma signet ring cell memiliki persentase yang lebih tinggi pada usia dibawah 50

Pada gambar tersebut kondisi pembu- atan pelet membran rapat LSCF ditunjukkan dengan angka xyz, di mana x menunjukkan tekanan yang diberikan saat mencetak membran, y adalah suhu