Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular pada
Perancangan Kantor BAPPEDA Provinsi Jawa Barat,
Kota Bandung
Wildan Mubarak
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Itenas, Bandung
Email:
wildanmubarak10@gmail.com
ABSTRAK
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, disingkat Bappeda, adalah lembaga teknis daerah dibidang penelitian dan perencanaan pembangunan daerah yang dipimpin oleh seorang kepala badan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/wali kota melalui sekretaris daerah. Badan ini mempunyai tugas pokok membantu gubernur/bupati/wali kota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang penelitian dan perencanaan pembangunan daerah. Pada pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah memerlukan sarana dan prasarana, yakni kantor yang representatif. Perancangan kantor Bappeda ini menerapkan tema neo-vernakular dimana tema tersebut bertujuan untuk menjadikan bangunan Bappeda Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu icon di kota Bandung dengan merencanakan pembangunan yang menggabungkan antara bangunan modern dengan bangunan tradisional, sehingga bangunan tidak terlihat kuno dan lebih kuat tanpa menghilangkan unsur budaya setempat atau kearifan lokal. Penerapan tema tersebut pada kantor Bappeda mencakup pemakaian ornamen batik kujang dan penggunaan atap kumureb yang diterapkan pada main entrance dengan menggunakan material modern.
Kata kunci: Arsitektur Neo-Vernakular, Kantor BAPPEDA, Jawa Barat.
ABSTRACT
Regional Development Planning Agency, abbreviated as Bappeda, is a regional technical institution in the field of regional development research and planning led by a head of a body that is under and is responsible to the governor / regent / mayor through the regional secretary. This body has the main task of assisting the governor / regent / mayor in carrying out regional government in the field of research and regional development planning. In the implementation of regional autonomy, the government requires facilities and infrastructure, namely representative offices. The design of the Bappeda office applies a neo-vernacular theme where the theme aims to make the West Java Province Bappeda building an icon in the city of Bandung by planning a development that combines modern buildings with traditional buildings, so that the building does not look old-fashioned and stronger without eliminating elements local culture or local wisdom. The application of this theme in the Bappeda office includes the use of Kujang batik ornaments and the use of the Kumureb roof which is applied to the main entrance using modern materials.
1. PENDAHULUAN
Semakin pesatnya pertumbuhan, perekonomian dan pembangunan yang berada di kota Bandung dan jumlah penduduk kota Bandung yang semakin meningkat maka tuntutan masyarakat akan meningkat pula dalam hal pelayanan pemerintahan yang professional, transparan, partisipasif, efektif, efisien dan cepat dalam hal aspirasi masyarakat kota Bandung. Kantor pemerintah merupakan hal penting sebagai terlaksananya otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintah daerah yang mempunyai tujuan yaitu untuk tempat mengatur jalannya pemerintahan dan pembangunan daerah dalam segala sektor terutama dalam hal yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Kantor pemerintahan mempunyai peran sebagai simbol fungsional, filosofis dan teknis. Dengan demikian tuntutan masyarakat akan terus meningkat mengakibatkan pertumbuhan perekonomian dan pembangunan terus maju dengan sangat pesat. Konsep perancangan kantor pemerintahan di kota Bandung ini menggunakan konsep neo-venakular yang merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya setempat, iklim setempat yang diungkapkan ke dalam bentuk arsitektur dan lingkungan setempat. Lokasi tapak berada di Jalan Insinyur H. Djuanda, kec. Coblon, Kota Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan tata guna lahan, daerah sepanjang tapak digunakan untuk area perumahan dan pelayanan ekonomi. Dengan demikian penempatan bangunan kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini cukup baik. Lokasi tapak dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi tapak (Sumber: Google maps)
2. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANGAN
2.1 Metode Pendekatan dan Perancangan
Metode pendekatan perancangan yang digunakan dalam perancangan kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini terdapat lima langkah yaitu :
1. Tahap persiapan, merupakan bagian identifikasi masalah yang mencakup tujuan, lingkup proyek dan isue yang ada pada tapak.
2. Tahap pendahuluan, mencari daftar pustaka yang berkaitan dengan perancangan kantor pemerintahan dan landscape serta pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya.
3. Memahami tema lebih mendalam untuk mengembangkan konsep.
4. Penerapan zoning (private, public, semi public, service) berdasarkan kebutuhan desain sirkulasi dan konsep ruang.
2.2 Identifikasi Lokasi
Lokasi tapak berada di Jalan Insinyur H. Djuanda. Berdasarkan tata guna lahan, daerah sepanjang tapak digunakan untuk area perumahan dan pelayanan ekonomi. Kantor Bappeda ini memiliki luas lahan 9.100 m² dengan KDB 40%, KLB 1.6, KDH minimum 52% dan GSB yaitu 10m (berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011 – 2031), GSB minimum = ½ x lebar rumija. Lahan tapak di sini mempunyai potensi seperti lokasi tapak berada di persimpangan Jalan Insinyur H. Djuanda dan Jalan Dago Asri Raya yang dapat digunakan untuk sirkulasi masuk-keluar kendaraan pada tapak dan lokasi tapak memiliki 2 (dua) ruas jalan yang memudahkan untuk masuk ke dalam tapak dan terdapat pedestrian. Namun pada tapak memiliki kendala seperti kawasan Jalan Insinyur H. Djuanda ramai dilalui kendaraan pada pagi dan sore hari yang dapat mengakibatkan kemacetan di sekitar tapak. Peta lahan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta peruntukan lahan
(Sumber: Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bandung tahun 2014)
3. HASIL RANCANGAN
3.1 Penerapan Konsep Neo-Vernakular
Menurut Tjok Pradnya Putra, arsitektur neo-vernakular terdiri dari kata “neo” berasal dari Bahasa Yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru. Arsitektur neo-vernakular merupakan suatu paham dari aliran arsitektur post-modern yang lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi industri. Arsitektur neo-vernakular merupakan arsitektur yang konsepnya pada prinsipnya mempertimbangkan kaidah-kaidah normative, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan. Dari pernyataan Charles Jencks dalam bukunya language of Post-Modern Architecture (1986) maka dapat dipaparkan ciri-ciri arsitektur neo-vernakular sebagai berikut :
1. Selalu menggunakan atap bumbungan.
2. Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal). 3. Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional.
4. Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen modern dengan ruang terbuka luar bangunan. 5. Warna-warna yang kuat dan kontras [1].
Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa arsitektur neo-vernakular tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lebih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh neo-vernakular melalui tren akan rehabilitasi dan pemakaian kembali. Dapat dilihat pada Tabel 1.
1. Pemakaian atap miring.
2. Batu bata sebagai elemen lokal. 3. Susunan masa yang indah [2].
Tabel 1. Elaborasi tema
Elaborasi Tema
Kantor Bappeda Arsitektur Neo-Vernakular
Arsitektur Neo-Vernakular Ekletik
Mean
Kantor Bappeda adalah tempat penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ketatausahaan pemerintahan dalam lembaga teknis daerah yang mempunyai tugas pokok membantu
gubernur/bupati/wali kota dalam penelitian dan perencanaan pembangunan daerah.
Arsitektur neo-vernakular merupakan suatu paham dari aliran arsitektur
post-modern, yang merupakan perpaduan antara bangunan
modern dengan bangunan bata pada abad 19
Arsitektur neo-vernakular ekletik merupakan aliran memilih, memadukan unsur-unsur, elemen atau gaya dalam bentuk tersendiri dari bangunan tradisional/ modern
Problem
Merancang bangunan yang sesuai kantor dari aspek keindahan dan kenyamanan untuk meningkatkan produktifitas pegawai
Bagaimana penerapan desain arsitektur neo-vernakular dalam merancang bangunan kantor Bappeda dalam hal kenyamanan,keindahan serta penggunaan bentuk untuk mencerminkan daerah sekitar
Bagaimana merancang kantor Bappeda dengan penerapan neo-vernakular ekletik dalam penggunaan beberapa unsur, gaya menjadi satu kesatuan yang baik.
Fact
Kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat sudah tersedia namun sudah ketinggalan jaman dengan itu akan di redesain untuk dapat mengikuti jaman.
Pendekatan dan pemilihan material dengan desain neo-vernakular pada terbentuknya kawasan bangunan kantor Bappeda
Penerapan neo-vernakular ekletik pada bangunan terkesan modern dan mencerminkan berbagai bentuk, elemen dari beberapa unsur tradisional.
Need
Merancang bangunan kantor Bappeda harus memberikan kenyamanan, keindahan, keamanan dan memudahkan pengguna dalam menjalankan aktifitas
Kebutuhan mendesain yang kekinian dimana jaman semakin maju dan kebetuhan bangunan dari aspek fungsi struktural dan estetika dalam penerapan desain neo-vernakular.
Menerapkan berbagai bentuk-bentuk, gaya, elemen dan penggunaan material pada desain bangunan kantor Bappeda.
Goal
Menciptakan bangunan kantor Bappeda dengan desain yang tidak termakan oleh jaman serta tanpa melupakan khas daerah
Merancang bangunan kantor Bappeda dengan desain yang kekinian dan teknologi masa kini tanpa menghilangkan khas daerah dengan penerapan neo-vernakular.
Merancang bangunan kantor Bappeda dengan konsep modern dan berteknologi masa kini tanpa menghilangkan khas tradisional dari beberapa unsur, gaya.
Concept
Merancang kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat beserta fasilitas penunjang dengan menerapkan arsitektur neo-vernakular ekletik yang merupakan penggabungan tradisional dan modern yang berbagai unsur-unsur, elemen dan gaya menjadi satu kesatuan.
Dapat disimpulkan bahwa kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini merupakan bangunan penting di Jawa Barat khususnya kota Bandung, dan untuk kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini menggunakan tema arsitektur neo-vernakular yang merupakan suatu konsep penggabungan antara bangunan tradisional dan bangunan modern dengan berbagai elemen di dalamnya seperti dari bentuk maupun material yang digunakan pada bangunan. Penggabungan ini menjadikan bangunan yang khas dari daerah setempat tanpa menghilangkan modern pada bangunan menyesuaikan dengan jaman.
3.2 Konsep Zoning dan Sirkulasi Tapak
Zona publik pada kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini terbagi menjadi 2 (dua) area yang berada di lantai dasar, yaitu pada entrance bangunan yang merupakan ruang lobby/pameran dan bagian belakang bangunan seperti musholla dan cafetaria. Zona semi publik berada di belakang bangunan seperti ruang penitipan anak, ruang laktasi dan ruang dharma wanita. Bagian zona privasi terletak di kedua bagian pada samping bangunan seperti ruang kerja bidang, ruang rapat. Zona servis berada di belakang bangunan seperti tempat pembuangan sampah dan ruang genset, ruang cctv berada di semi basement. Lantai 2 (dua) dan 3 (tiga) tidak jauh berbeda dengan di lantai dasar bangunan. Pembagian zonasi pada kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat tersebut berdasarkan dari fungsi ruangan yang digunakan di dalamnya dan pengguna dari dalam kantor tersebut seperti pegawai atau tamu. pembagian zonasi pada tapak dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Zoning dan sirkulasi pada tapak
3.3 Penerapan Pada Fasad
Penggunaan tema neo-vernakular menjadi dasar dari konsep fasad bangunan, penggunaan bentuk yang tradisional namun diolah menjadi lebih modern dengan cara penggunaan material yang lebih modern. Bentuk dari kantor Bappeda ini simetris dan memiliki ketinggian yang berbeda-beda karena untuk menambah kesan seperti rumah dan bagian belakang bisa terlihat ke depan. Penggunaan material kaca, kayu, baja dan penerapan tradisional yang digunakan seperti penggunaan atap perahu kamureb yang merupakan salah satu atap rumah khas rumah Sunda, secondary skin yang memiliki bentuk seolah-olah bambu yang berbaris secara vertikal yang berada di sudut-sudut bangunan dan selanjutnya terdapat
tatapakan yang merupakan khas rumah tradisional Sunda dengan menggunakan batu kali dan adanya tatapakan tersebut membuat seperti bangunan panggung ditambah dengan bagian entrance terdapat
tangga untuk masuk bangunan dengan ketinggian 1.5 m menambah kesan panggung. Hasil dari semua penggunaan tersebut membuat bangunan memiliki kesan tradisional namun tetap modern dengan mengikuti jaman, dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tampak depan
Atap Perahu Kamureb Secondary
Pada detail bagian entrance bangunan kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini terdapat kanopi kaca dengan ketebalan kaca 8 mm yang dicapit dengan spider claw yang berada di atas dari rangka baja WF 350.175.7.11 sebagai struktur utama kanopi kaca ini dengan ditahan oleh dua buah kolom dengan ukuran 35 cm x 35 cm. Belakang kanopi terdapat talang air sehingga tidak terjadi genangan atau air terjun bebas ke droff off yang dapat merusak jalan dan membuat teras menjadi licin, sehingga air tersebut disalurkan kebagian kanopi yang berada dibagian samping kanopi kaca yang terbuat dari beton 10 cm. Kemudian air hujan tersebut di salurkan ke tanah dengan menggunakan pipa. Lebar dari kanopi yaitu 2 grid kolom maka menjadi 12m, sedangkan untuk Panjang kanopi yaitu 9 m cukup dapat menutupi seluruh teras bangunan dan area drop off. Kanopi berfungsi sebagai penghalang dari air hujan dan panasnya dari cahaya matahari. Penggunaan kanopi kaca ini bertujuan untuk mendapatkan cahaya alami dari sinar matahari pada bagian area lobby, ruang pameran dan untuk penghalang air hujan pada saat turun dari kendaraan, dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Detail fasad kanopi
Pada detail bagian fasad bangunan kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini terdapat bukaan dengan material terbuat dari kaca sebagai jendela, yang dibuka dengan cara di geser kesamping karena sebagian jendela tertutup oleh adanya secondary skin, sehingga tidak bisa dibuka secara ke depan. Secondary skin pada kantor Bappeda Provinsi Jawa barat ini menggunakan batang-batang hollow dengan berukuran 4 mm x 4 mm dan panjang dari setiap batang yaitu 2 meter dengan jarak antar batang yaitu 15 cm sampai menutupi jendela di belakangnya. Penggunaan secondary skin ini seolah-olah seperti bambu yang disusun secara vertikal. Hal ini dapat menambah kesan tradisional karena hollow menyerupai bambu yang disusun dan warnanya alami yaitu coklat sesuai dengan tema neo-vernakular. Fungsi dari penggunaan secondary skin ini memiliki tujuan untuk dapat mengurangi cahaya matahari masuk secara berlebihan pada ruang rapat yang terletak pada sudut-sudut bangunan dan juga sesuai dengan tema yang diambil yaitu neo-vernakular, penggabungan tradisonal dan modern dapat dilihat pada Gambar 6.
3.4 Eksterior Bangunan
Eksterior kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini terdapat ornamen berbentuk kujang yang merupakan senjata khas dari Jawa Barat. Secondary skin seperti bambu pada sudut bangunan bagian depan, terdapat
tatapakan pada sekeliling fasad bangunan dari depan sampai belakang dan penggunaan atap perahu kamureb yang merupakan salah satu atap khas rumah adat Sunda. Pada bangunan Bappeda ini terdapat
bukaan disetiap antar kolom berupa jendela geser untuk mendapatkan visual dan penghawaan yang baik dari dalam bangunan dan menambah kenyamanan bagi pengguna bangunan kantor Bappeda. Bagian
landscape terdapat lapangan upacara yang menghadap ke bangunan di tambah dengan pohon-pohon
yang mengelilingi kantor Bappeda dan terdapat dua pos satpam pada pintu masuk/keluar tapak. Eksterior tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Eksterior bangunan
3.5 Interior Bangunan
Interior kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini didominasi oleh warna-warna natural alam seperti warna kayu. Pada interior ruang kerja bidang didominasi warna cream pada bagian dinding ruangan dan Satu bagian dinding diberi ornamen berupa kotak-kotak kayu untuk memperindah ruangan dan menyesuaikan dengan tema neo-vernakular. Bagian lantai menggunakan warna cream muda. Ruang kerja bidang terdapat pantry yang dibatasi oleh tiang-tiang kecil vertikal berwarna coklat, terdapat pula ruang kepala bidang, ruang arsip dan fotocopi.
Ruang kepala Bappeda berisi ruang tamu yang terdapat ornamen kotak-kotak kayu, ditambah dengan adanya elemen garis-garis vertikal disampingnya, dimana kedua ornamen tersebut berwarna coklat. Ruang kepala Bappeda berada di lantai 3 (tiga). Dalam ruang kepala Bappeda terdapat ruang kerja, ruang tamu, pantry, ruang istirahat, ruang arsip dan teras, terdapat pula ruang rapat yang berada pada 1 (satu) area, terdapat 2 (dua) akses untuk ke ruang rapat yaitu khusus kepala Bappeda dimana pintu masuknya di bagian depan ruang rapat sedangkan khusus tamu berada di belakang ruang rapat, dengan itu tidak tercampur. Interior tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
4. SIMPULAN
Perancangan kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini menerapkan konsep-konsep neo-vernakular dengan menggabungkan bangunan tradisional dan bangunan modern. Fasad menggunakan bentuk atap
perahu kamureb, secondary skin berbentuk bambu, terdapat tatapakan dan pola kujang pada fasad
bangunan menjadi daya tarik visual yang baik dari bangunan dan mencerminkan bangunan khas daerah dengan penggunaan material dan bentuk yang lebih modern tanpa menghilangkan khas daerah setempat. Pemanfaatan adanya kontur pada tapak menambah suatu keuntungan seperti jumlah area parkir semakin banyak dan menambah bentuk tampak samping bangunan menjadi lebih menarik.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu penulis dalam melaksanakan Tugas Akhir ini. Khususnya kepada instansi BAPPEDA Jawa Barat atas data yang diberikan dan pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ching, F.D.K.(1979) : Architecture : Form, Space and Order atau Arsitektur : Bentuk, Ruang dan Susunannya, terjemahan Paulus Hanoto Ajie, Erlangga, Jakarta.
[2] Jencks, C. (2003). language of Post-Modern Architecture [3] Mete, T. (1990). Vernacular Architecture. Avebury
[4] Oliver, P. (1997). Encyclopedia of Vernacular Architecture of the World. Inggris: Cambridge University Press