• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan, karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah sesuatu yang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai langkah antisipasi kepentingan masa depan. Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan pendidikan, khususnya pendidikan menengah kejuruan untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan perlu terus-menerus dilakukan, diselaraskan dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha/dunia industri, perkembangan dunia kerja, serta perkembangan IPTEK.

Penyempurnaan atau perbaikan pendidikan menengah kejuruan yang bermutu dan utuh untuk menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif di masa yang akan datang telah dilakukan pemerintah dengan melahirkan tiga pilar utama yaitu: “(1) Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; dan (3) Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan penciptaan publik” (Dit-PSMK, Dikdasmen-Depdiknas : 2008). Khusus kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan mutu, relevansi, dan daya saing, pemerintah (pendidikan kejuruan) melakukan reorientasi program baik eksternal maupun secara internal. Pemerintah telah menetapkan beberapa sasaran

(2)

2 utama yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan kejuruan. Salah satu sasaran tersebut adalah pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. Oleh karena itu pada tataran mikro yakni SMK sebagai lembaga penyelenggara pendidikan dituntut untuk melakukan langkah-langkah dalam program pengembangan atau evaluasi baik pada desain, implementasi, maupun evaluasi kurikulum. Program-program tersebut dibuat dengan tujuan utama yaitu menghasilkan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan, siap kerja, cerdas, dan kompetitif dalam menghadapi persaingan global.

Ketika Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) digulirkan sebagai kurikulum yang dipakai oleh setiap satuan pendidikan SMK, permasalahan utama ada pada domain implementasinya. Guru masih belum memahami konsep, substansi, dan mekanisme pelaksanaan KTSP sehingga banyak guru kurang paham bagaimana mengimplementasikan kurikulum tersebut, sebagaimana yang ungkapkan oleh Komaro, M. (2009) dari hasil penelitian evaluasi implementasi KTSP di SMK, bahwa “dibandingkan dengan rambu-rambu tuntutan kurikulum yang terdapat pada dokumen KTSP di SMK, ketercapaian kompetensi wawasan kependidikan sebesar 50,97 %, ketercapaian kompetensi akademik keilmuan dan keterampilan sebesar 58,3 %, sedangkan ketercapaian kompetensi pengembangan profesi sebesar 38,07 %”.

Kekurangpahaman guru dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut berdampak terhadap proses pembelajaran yakni tidak ada peningkatan mutu proses pembelajaran. Sedangkan guru sebagai pelaksana kurikulum yang berhadapan langsung dengan siswa dituntut memiliki kompetensi/kemampuan

(3)

3 dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sesuai UU RI no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; Permen no 16 tahun 2007 bahwa guru dituntut memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial, yang harus diejawantahkan dalam tugasnya. Lebih spesifik dalam pelaksanaaan pembelajaran, guru dipersyaratkan memiliki: 1) keterampilan dasar mengajar (KDM) mencakup keterampilan membuka dan menutup pelajaran, memberikan variasi, menjelaskan, bertanya, memberikan penguatan, membimbing diskusi, mengelola kelas, melaksanakan pembelajaran kelompok kecil dan perorangan; 2) memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat; dan 3) terampil menggunakan media pembelajaran; 4) melakukan evaluasi dan memberikan feedback. Oleh karena itu, guru dituntut dapat melakukan perencanaan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran dengan baik sesuai tuntutan kurikulum.

Untuk melakukan langkah-langkah dalam pembelajaran tersebut, selain oleh guru sebagai instrumental input, juga ditentukan oleh faktor lain seperti siswa (raw input), lingkungan dan masyarakat, dunia usaha/industri/stakeholders (environmental input), kurikulum, kebijakan sekolah, komite sekolah (instrumental input). Semua faktor-faktor tersebut merupakan komponen-komponen yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya sehingga terbentuk sebagai suatu sistem pendidikan. Hasil akhir yang diharapkan dari sistem ini adalah kualitas lulusan yang kompeten (output).

Kualitas lulusan yang kompeten sangat ditentukan oleh mutu proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dikemas berdasarkan tuntutan kurikulum

(4)

4 akan menghasilkan mutu lulusan yang kompeten. Kompetensi lulusan (siswa) menjadi tolok ukur keberhasilan pembelajaran dalam rangka implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Dalam perspektif spesifik, keadaan tersebut juga berlaku dalam kaitan antara peningkatan kompetensi siswa dengan keberhasilan pembelajaran dalam program produktif SMK. Artinya, keberhasilan pembelajaran program produktif sangat berperan dalam peningkatan kompetensi siswa.

Namun, kondisi nyata yang terjadi di Sekolah Menengah Kejuruan, sebagai satuan mikro penyelenggara proses pembelajaran berbasis kompetensi (competency based-learning) menunjukan bahwa hasil pembelajaran yang dicapai siswa pada beberapa mata pelajaran program produktif masih belum optimal. Secara kuantitatif terlihat dari hasil survey pada beberapa SMK di Bandung (2008-2009) tentang pencapaian kompetensi dalam beberapa mata pelajaran produktif, sebagaimana disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 1.1 Hasil Test Kompetensi Memahami Komponen Mesin

No Rentang

Nilai Kategori

Frekuensi Perolehan Nilai

Ketuntasan Belajar Banyaknya Siswa Persentase 1. 9,00-10,00 A 0 0,00 37,50% 2. 8,00-8,99 B 2 6,25 3. 7,00-7,99 C 10 31,25 4. <7,00 D 20 62,50 Jumlah 32 100

(5)

5 Tabel 1.2 Hasil Test Kompetensi Mengidentifikasi Komponen Engine dan Istilah

Otomotif

No Rentang

Nilai Kategori

Frekuensi Perolehan Nilai

Ketuntasan Belajar Banyaknya Siswa Persentase 1. 9,00-10,00 A 3 8,10 43,23% 2. 8,00-8,99 B 8 21,62 3. 7,00-7,99 C 5 13,51 4. <7,00 D 21 56,77 Jumlah 37 100

(Sumber: Dokumen Guru Mata Pelajaran Program Produktif SMKN B Bandung) Terlihat bahwa rata-rata nilai kompetensi siswa terbanyak dibawah 7,00, dengan demikian pencapaian ketuntasan belajar masih rendah jauh di bawah standar ketuntasan belajar dalam kurikulum sebesar 75% (Panduan Penyusunan KTSP: 2006:10). Antara tuntutan dalam kurikulum dengan kenyataan yang terjadi lapangan, jelas menunjukkan adanya kesenjangan yang mencolok. Jelas bahwa kondisi ini berada dalam lingkup pembelajaran khususnya pada program produktif. Jika kondisi ini dibiarkan dan tidak diantisipasi dengan melakukan program-program perbaikan, maka sulit kiranya untuk menjangkau dan menyesuaikan pencapaian kompetensi siswa sebagaimana yang dituntut oleh pasar kerja, atau SKN (Standar Kompetensi Nasional).

Pembelajaran dalam program produktif ditekankan pada penguasaan dasar-dasar keahlian yang luas, kuat, mendasar-dasar, serta penguasaan alat dan teknik bekerja yang tepat. Selain pembelajarannya dilaksanakan di sekolah, juga dilaksanakan di industri/bengkel dengan agar siswa dapat mengetahui, mengenal, memahami pekerjaan yang sesungguhnya. Industri/bengkel dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran di SMK, terutama untuk meningkatkan penguasaan peserta terhadap dasar-dasar keahlian yang benar serta memberikan wawasan tentang dunia kerja.

(6)

6 Penyelenggaraan pembelajaran tersebut merupakan salah satu strategi yang dapat meningkatkan pencapaian kompetensi siswa.

Untuk mencapai kompetensi yang ditentukan dalam program produktif, maka pembelajaran program produktif dilaksanakan secara teori dan praktik. Pembelajaran teori lebih menekankan pada penyajian materi-materi pengantar praktik, sedangkan pembelajaran praktik lebih menekankan pada penampilan siswa terhadap penguasaan pekerjaan tertentu. Pelaksanaan pembelajaran antara teori dan praktek setiap SMK bisa berbeda-beda dalam penggunaan waktu dan bobotnya, sehingga pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di SMK tersebut.

Pelaksanaan pembelajaran dalam program produktif di SMK jelas sangat berbeda dengan pelaksanaan pembelajaran sekolah umum. Oleh karena itu, pembelajaran program produktif menjadi ciri utama pendidikan SMK yang memberi bekal pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang keahlian tertentu untuk mempersiapkan peserta didik bekerja dalam bidang keahliannya sesuai tuntutan kebutuhan lapangan atau pasar kerja.

Untuk menyesuaikan kompetensi dengan tuntutan pasar kerja, pemerintah telah melahirkan kebijakan link and match (keterkaitan dan kesepadanan). Meski bukan merupakan konsep baru dalam bidang pendidikan, bagi dunia pendidikan kejuruan masih dijadikan solusi untuk memecahkan permasalahan atau isu yang berkembang saat ini, sehingga kebijakan tersebut dijadikan salah satu pijakan dalam prinsip penyelenggaraan pendidikan yang menyelaraskan antara pengembangan aspek-aspek pendidikan dengan perkembangan masyarakat

(7)

7 (stakeholders) baik untuk masa kini dan yang akan datang. Kebijakan link and match bagi pendidikan kejuruan di Indonesia, telah memberikan penegasan terhadap perlunya keterkaitan yang nyata antara penyelenggaraan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat yakni dunia kerja untuk para lulusannya. Kebijakan tersebut pada dasarnya merupakan sarana untuk membangun kemitraan dengan industri dalam menentukan prioritas serta menyusun bentuk dan materi program-program pendidikan kejuruan. Dengan kemitraan tersebut, secara tidak langsung perencanaan dan penyelenggaraan program pendidikan kejuruan memperhatikan kecenderungan tuntutan kebutuhan pasar kerja, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas hasil.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka bentuk pendidikan kejuruan yang tinggi dan terbaik harus dirancang secara komprehensif melalui pengembangan kecakapan yang bersifat spesifik. Demikian pula meningkatnya kebutuhan keterampilan kewirausahaan dan inovasi perlu diprioritaskan dalam setiap jenis pelatihan kejuruan, sehingga dalam merancang kurikulum pendidikan kejuruan perlu kecermatan, utamanya dalam mengintegrasikan keterampilan keteknikan dan keterampilan wirausaha. Isu-isu yang digambarkan di atas memperlihatkan rentang dan keragaman tantangan yang harus ditanggapi oleh sistem pendidikan kejuruan di Indonesia.

Keterlibatan dan dukungan dunia usaha/industri terutama dalam menetapkan berbagai standar keahlian, pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan, dan kebijakan pengelolaan sistem pendidikan sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan. Kebijakan yang telah dikembangkan

(8)

8 salah satunya adalah pembelajaran berbasis kompetensi (Competency-Based Learning). Pembentukan komite-komite industri sejenis diperlukan sebagai langkah awal untuk memulai sistem pembelajaran berbasis kompetensi dan selanjutnya adalah kerjasama dengan para instruktur dan guru kejuruan untuk mengembangkan seperangkat standar kompetensi yang berkaitan langsung dengan kebutuhan nyata lapangan kerja. Standar kompetensi terbagi dalam berbagai tingkat kompetensi di tempat kerja, yang tidak hanya mencakup kompetensi spesifik (vokasional), namun juga kompetensi umum yang harus dimiliki supaya dapat menjadi pekerja yang baik, misalnya melek huruf, bahasa Inggris, dan kompetensi sosial lainnya. Standar kompetensi tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk pengembangan bahan-bahan pembelajaran.

Penyusunan dan pengembangan standar kompetensi di tempat kerja dapat meyakinkan dunia usaha/industri kepada proses pembelajaran di dalam lembaga pendidikan kejuruan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan. Dengan demikian memudahkan dunia usaha/industri dalam menilai kompetensi para lulusan yang akan memasuki lapangan pekerjaan. Standar kompetensi demikian menjadi ukuran mutu (bench mark) dalam rangka sertifikasi keahlian para lulusan, yang dapat dirasakan oleh para lulusan ataupun dunia usaha/industri.

Kurikulum SMK yang sedang berjalan (diimplementasikan) saat ini disebut sebagai kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum berbasis kompetensi 2004. Acuan utama KTSP adalah Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Dengan demikian pengembangan KTSP mengacu pada Standar

(9)

9 Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL, sebagaimana yang dimuat dalam bagian pertama penyusunan KTSP yaitu ”panduan umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL”. (Panduan Penyusunan KTSP, 2006: 2).

Secara operasional KTSP disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (tingkat mikro), sedangkan dalam pengembangan dan implementasinya mendapat perhatian yang sama dengan pengembangan pada tingkat makro. Ini sesuai dengan prinsip pengembangan KTSP (2006), yakni ”Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI).

Sebagai suatu program yang bersifat pembaharuan dan pengembangan, kurikulum SMK memiliki karakteristik dan spesifikasi program sesuai dengan tujuan khusus yang akan dicapai. Sejak diterapkannya Kurikulum SMK edisi 2004 dirancang menggunakan berbagai pendekatan yaitu: ”(1) pendekatan akademik, (2) pendekatan kecakapan hidup (life skills), (3) pendekatan kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum), (4) pendekatan kurikulum berbasis luas dan mendasar (broad-based curriculum)”.

Lebih lanjut pendekatan-pendekatan tersebut dikembangkan dalam Kurikulum SMK edisi 2006, sebagaimana yang tertuang dalam prinsip-prinsip pengembangan KTSP, yaitu:

(10)

10 (1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) beragam dan terpadu; (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) menyeluruh dan berkesinambungan; (6) belajar sepanjang hayat dan; (7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Prinsip-prinsip yang tertuang dalam kurikulum tersebut dalam penerapannya berhubungan dengan berbagai masalah krusial yang dihadapi saat sekarang, yaitu seberapa besar penyelenggaraan pembelajaran di SMK saat ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan dunia kerja, dunia usaha ataupun industri. Demikian juga seberapa besar lulusan memiliki kecakapan (kompetensi) sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Jawaban atas pertanyaan di atas memerlukan studi secara komprehensif, untuk berikutnya diupayakan rumusan dan langkah pemecahan. Dengan diperoleh rumusan dan langkah-langkah pemecahan atas permasalahan tersebut, diharapkan penyelenggaraan pendidikan kejuruan di Indonesia terutama SMK akan memiliki kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan dunia usaha/industri, khususnya dalam penyediaan lulusan sebagai tenaga terampil yang kompeten.

Sejalan dengan permasalahan tersebut, beberapa hasil studi terdahulu yang relevan dengan penyelenggaraan pembelajaran dalam rangka implementasi kurikulum di SMK adalah sebagai berikut:

Hasil penelitian Kuswana, S.W. (2003) melalui Riset Dasar Depdiknas SMK di Jawa Barat, menunjukkan hanya 38,25% dari 1860 sampel guru yang siap menggunakan model dan media pemelajaran. Hal tersebut menggambarkan bahwa guru-guru belum terbiasa dengan perubahan-perubahan teknologi pendidikan.

(11)

11 Guru lebih senang menggunakan pembelajaran konvensional dari pada menggunakan pembelajaran baru dan bervariasi. Kondisi ini mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan tidak menarik dan monoton sebab komunikasi berlangsung dengan satu arah. Siswa hanya duduk, mendengar, dan mencatat sehingga tidak ada interaksi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa.

Pembelajaran konvensional yang digunakan oleh kebanyakan guru saat ini, sangat merugikan perkembangan peserta diklat. Peserta diklat tidak aktif dan inovatif dalam upaya pengembangan diri dan harus terus disuapi oleh guru (tidak mandiri) karena guru hanya menggunakan satu model pembelajaran saja. Hamalik, (2001: 25) menyatakan bahwa “seorang guru yang baik tidaklah menggunakan model tunggal dalam mengajar, akan tetapi mencoba bermacam model dan bila perlu mengkombinasikan beberapa model sesuai dengan kebutuhan”. Temuan penelitian pada SMK tersebut menunjukkan bahwa implementasi kurikulum pada tingkat mikro sebagaimana dalam proses pembelajaran masih belum memenuhi harapan. Penggunaan metode pembelajaran masih terlihat belum optimal, padahal pembelajaran di SMK sangat dipengaruhi sarana prasarana yang dapat dijadikan rujukan guru untuk menentukan model dan media dengan penggunaan metode pembelajaran yang cocok.

Studi Djohar (2003) di SMK Bandung tentang Pengembangan Model Kurikulum Berbasis Kompetensi SMK yang dikembangkan untuk program keahlian mesin perkakas antara lain menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis kompetensi teruji dapat meningkatkan kompetensi siswa. Konsekuensi dari model tersebut menuntut kemampuan guru dalam mengembangkan desain

(12)

12 model pembelajaran serta kemampuan dalam mengimplementasikannya dalam pembelajaran di kelas teori maupun di ruang praktik. Demikian juga disimpulkan faktor-faktor pendukung bagi kelancaran dan keberhasilan pengembangan model pembelajaran berbasis kompetensi meliputi semangat kerja guru, latar belakang pendidikan guru, pengalaman kerja guru, kinerja guru, kesiapan siswa dalam belajar, serta ketersediaan sarana/fasilitas/lingkungan. Studi tersebut menunjukkan bahwa guru dituntut profesional dalam melaksanakan tugasnya, terutama dalam mengembangkan model pembelajaran yang tepat, membuat perencanaan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi hasil pembebelajaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Hughes, dkk (dalam Samsudi, 2006: 8) dalam rangkuman tulisan yang berjudul Work-Based Learning and Academic Skill, yang dilakukan terhadap lima program studi, menyimpulkan bahwa pembelajaran non-akademik dalam bentuk kumpulan pengalaman kerja, dapat memberikan landasan kuat untuk mendukung pembelajaran berbasis kerja (work-based learning). Kajian ini menjawab anggapan yang ada, bahwa pengalaman kerja memberikan sumbangan yang besar terhadap performansi akademik para siswa.

Hubungan antara pengalaman (non-akademik) dengan pembelajaran berbasis kerja (work-based learning) dan performansi akademik (academic performance) seperti dijelaskan dalam studi di atas, pada dasarnya sejalan dengan yang dikembangkan dalam implementasi kurikulum kejuruan. Pembelajaran berbasis kerja sejalan dengan berbasis produksi (productive-based) dan pembelajaran di dunia kerja (dual-based); sedangkan academic performance

(13)

13 sejalan dengan berbasis kompetensi (competence-based), berbasis luas (broad-based) dan berbasis normatif-adaptif. Implementasi di atas dalam bentuk pembelajaran, secara integral akan membentuk kemampuan kerja dan akademis lulusan, yang kemudian disebut sebagai kompetensi. Jadi studi Hughes tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran non-akademik dalam bentuk pengalaman kerja, memiliki kontribusi terhadap pembelajaran berbasis kerja, serta meningkatkan kompetensi para siswa.

Hasil studi yang dilakukan Samsudi (2006) di SMK Semarang tentang pengembangan model pembelajaran produktif SMK yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran program produktif yang dikelola guru mencirikan tiga hal yang cenderung berjalan tidak efektif, yaitu: pertama, tugas pembelajaran diberikan guru kepada siswa tidak dikemas dalam bentuk modul pembelajaran dan pembimbingannya bersifat klasikal; kedua, pemanfaatan jobsheet hanya diterapkan oleh beberapa guru pada SMK tertentu dalam bentuk/versi yang berbeda. Studi tersebut menggambarkan bahwa ketidakefektifan pembelajaran jika guru tidak mengoptimalkan perangkat pembelajaran yang ada.

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyana (2007) di SMK Negeri 8 Bandung menyimpulkan bahwa kinerja guru dalam rangka implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) pada Mata Diklat Perbaikan Sistem Kelistrikan Otomotif mencakup penguasaan materi, metode mengajar, cara mengajar, serta pengelolaan kelas belum maksimal, sehingga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja guru dalam

(14)

14 melakanakan tugas merupakan aspek penting dalam keberhasilan proses pembelajaran karena memberikan sumbangan yang besar terhadap performansi akademik para siswa.

Studi Nurdiansah, B. (2008) di SMKN 8 Bandung menyimpulkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran sesuai dengan standar GBPP ketidak tercapai 100% disebabkan guru dalam pembuatan RPP hanya pemenuhan syarat administrasi, menyebabkan ada beberapa indikator pelaksanaan proses pembelajaran yang kadang-kadang dilaksanakan atau tidak sama sekali. Sehingga berakibat pada tingkat penguasaan Kompetensi Pemeliharaan/Service Engine dan Komponen-komponennya tidak 100% sesuai dengan standar GBBP. Temuan lainnya bahwa dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar siswa memerlukan perbaikan terutama pada aspek penilaian dengan menggunakan lembar penilaian praktik (evaluation sheet), kedua responden tidak menilai praktik langkah demi langkah dan hanya melakukan penilaian akhir saja. Sehingga kemampuan peserta diklat tidak terukur, karena dalam pembelajaran praktik penilaian dimulai dari persiapan, langkah kerja, sikap kerja dan hasil kerja. Kondisi ini menyebabkan tingkat penguasaan kompetensi peserta diklat tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. Temuan studi di atas pada dasarnya sejalan dengan upaya pengembangan pembelajaran dalam implementasi kurikulum kejuruan, yaitu bahwa relevansi kurikulum pendidikan yang berorientasi kerja (salah satu ciri kurikulum kejuruan) juga perlu diupayakan melalui peningkatan kualitas pembelajaran dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang tepat dilakukan oleh guru.

(15)

15 Hasil studi Sapto, W. (2008) penelitian di SMKN 6 Bandung, yang berkaitan dengan pelaksanaan sinkronisasi proses pembelajaran dalam rangka implementasi kurikulum SMK menyimpulkan bahwa perencanaan program pembelajaran kelas binaan PT.ASTRA, yang ditinjau dalam beberapa aspek yaitu : perencanaan dasar pelaksanaan, perencanaan kelengkapan pelaksanaan kelas binaan PT.ASTRA, perencanaan pengelolaan pembelajaran, perencanaan pengorganisasian bahan pembelajaran, perencanaan pengelolaan kelas/bengkel dan perencanaan pelaksanaan penilaian, belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan ideal dari pelaksanaan kosep PSG seperti yang direkomendasikan dari PT.ASTRA dan silabus. Temuan lainnya yaitu Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan kedua responden, ditinjau dari aspek-aspek yaitu pra pembelajaran, pembelajaran inti dan pasca pembelajaran, dan Pelaksanaan penilaian belum sepenuhnya sesuai dengan tuntuitan ideal pelaksanaan PSG seperti direkomendasikan PT.ASTRA dan silabus. Ini menunjukkan bahwa guru belum mengkaji kurikulum secara optimal, yang seharusnya dilakukan sebelum melaksanakan proses pembelajaran, misal melakukan sinkronisasi materi pembelajaran dengan kompetensi yang tertuang dalam kurikulum, membuat silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.

Maclean, R. (2008) menyimpulkan bahwa pengembangan kecakapan kerja harus melalui pengembangan program ketenagakerjaan, tidak hanya keahlian ketenagakerjaan secara spesifik, tapi kecakapan kerja secara umum mencakup keahlian motorik, sosial, dan intelektual. Kecakapan kerja tersebut merupakan

(16)

16 keahlian atau kompetensi seseorang dalam ketenagakerjaan yang diperoleh melalui proses pembelajaran di lembaga pendidikan dan latihan.

Sebagai indikator utama hasil-belajar siswa, bahwa pencapaian kompetensi siswa menjadi tolok ukur keberhasilan pembelajaran dalam rangka implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Dalam perspektif spesifik, keadaan tersebut juga berlaku dalam kaitan antara peningkatan kompetensi siswa dengan keberhasilan pembelajaran dalam program produktif SMK. Artinya, keberhasilan pembelajaran dalam program produktif sangat berperan dalam peningkatan kompetensi siswa.

Pembelajaran dalam program produktif merupakan penyelenggaraan pembelajaran di SMK. Pembelajaran dalam program produktif memiliki dua ciri pokok berupa pembelajaran berbasis kompetensi dan berbasis produksi. Pembelajaran berbasis kompetensi adalah proses pembelajaran dengan perencanaan, pelaksanaan dan penilaiannya mengacu kepada penguasaan kompetensi yang telah diprogramkan antara SMK dengan institusi pasangannya. Sedangkan pembelajaran berbasis produksi mengandung arti proses pembelajaran keahlian atau keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job), untuk menghasilkan barang atau jasa sesuai tuntutan pasar atau konsumen.

Kedua ciri pokok di atas berimplikasi terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dalam program produktif. Dalam hal perencanaan, pembelajaran berbasis kompetensi dan produksi perlu disusun sesuai dengan standar internal (standar kompetensi lulusan) dan tuntutan

(17)

17 eksternal (kebutuhan keahlian/kecakapan di dunia usaha/industri). Dalam konteks operasional, rencana pembelajaran yang telah melalui tahap penyesuaian (matching) dan siap diimplementasikan harus sudah mencerminkan isi kompetensi yang harus dicapai (what) dan bagaimana cara/strategi untuk mencapainya (how). Dalam hal implementasi, pembelajaran dalam program produktif perlu diterapkan berdasarkan prinsip: (a) fokus terhadap penguasaan kompetensi; (b) kesesuaian dengan prosedur dan standar bekerja sesungguhnya (real fob); dan (c) pembelajaran di dunia kerja (learning by doing).

Pembelajaran program produktif ditinjau dari aspek evaluasi perlu mengembangkan prosedur : (a) formative evaluation, summative evaluation, dan competence evaluation; (b) uji kompetensi dan sertifikasi yang melibatkan penilai dari dunia kerja/asosiasi profesi (external assessor).

Keluhan tentang kualitas tenaga (lulusan) yang belum memenuhi tuntutan keahlian (kompetensi) yang diharapkan di dunia usaha/industri, sebagaimana yang terjadi pada beberapa SMK diakui oleh asosiasi dan dunia usaha/industri. Ini mengindikasikan keadaan bahwa penyelenggaraan pembelajaran dalam program produktif dalam rangka implementasi kurikulum SMK belum memiliki kesesuaian secara maksimal dengan perkembangan dan kebutuhan dunia usaha/industri. Jika keadaan ini terus menerus terjadi berarti pendidikan kejuruan di Indonesia tidak mengalami peningkatan mutu pendidikannya, sehingga akan selalu melahirkan lulusan yang 'underqualified'. Untuk mengantisipasi terhadap fenomena tersebut maka penyelenggaraan pembelajaran dalam program produktif SMK perlu dikembangkan dan dioptimalkan agar diperoleh peningkatan kompetensi lulusan.

(18)

18 B. RUMUSAN MASALAH

Kajian mendalam terhadap penyelenggaraan pembelajaran dalam program produktif dalam rangka implementasi kurikulum SMK diperlukan untuk memperbaiki proses penyelenggaraan pembelajaran agar diperoleh hasil yang diharapkan. Model dan pendekatan tertentu perlu dirancang dan dikembangkan secara optimal agar hasilnya dapat dijadikan landasan baik secara konseptual maupun operasional. Berdasarkan pemaparan masalah tersebut penulis bermaksud melakukan studi dengan masalah pokok yaitu “model pembelajaran seperti apakah yang sesuai diterapkan pada program produktif Program Keahlian Mekanik Otomotif di SMK untuk meningkatkan kompetensi siswa? "

C. PERTANYAAN PENELITIAN

Secara rinci permasalahan penelitian ini, dipaparkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Model pembelajaran seperti apakah yang saat ini dilaksanakan dalam program produktif di SMK, yang mencakup: a) bentuk rencana pembelajaran; b) bentuk pelaksanaan pembelajaran; c) bentuk pelaksanaan evaluasi hasil belajar; d) pelaksanaan tugas guru (Ka Prodi, guru program produktif dan pembimbing lapangan); e) bentuk dukungan stakeholders (Du/Di, Asosiasi Profesi, dan Komite Sekolah) terhadap penyelenggaraan pembelajaran dalam program produktif; dan f) Hasil pembelajaran, dalam bentuk deskripsi kompetensi lulusan berdasarkan hasil uji kompetensi ?

(19)

19 b. Desain model pembelajaran bagaimanakah yang cocok diterapkan oleh guru

program produktif pada keahlian Teknik Mekanik Otomotif mencakup: a) desain model rencana pembelajaran; b) desain model pelaksanaan pembelajaran; dan c) desain model evaluasi hasil pembelajaran ?

c. Bagaimana tingkat keterterapan model pembelajaran yang dikembangkan dalam aspek: a) peningkatan kompetensi siswa; b) dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru, khususnya dalam menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; c) fleksibilitas isi dan struktur model; d) keselarasan dengan dukungan alat dan bahan; dan e) potensi dukungan stakeholder ?

d. Bagaimanakah dampak penerapan model pembelajaran yang dikembangkan dalam aspek: a) peningkatan kompetensi siswa; dan b) dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru ?

D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi dalam implementasi kurikulum yang memfokuskan pada pengembangan model pembelajaran dalam program produktif pada keahlian Teknik Mekanik Otomotif di SMK. Pengembangan model pembelajaran ini dalam rangka mengoptimalkan pencapaian kompetensi siswa dalam program produktif sebagai wujud keahlian yang harus dimiliki siswa sebagai calon tenaga kerja yang profesional sesuai bidang keahliannya.

(20)

20 Tujuan utama penelitian ini adalah menghasilkan model pembelajaran dalam program produktif pada Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif untuk meningkatkan kompetensi siswa.

Tujuan utama di atas dijabarkan dalam rumusan tujuan-tujuan khusus:

a. Menghasilkan desain model pembelajaran dalam program produktif yang dapat diterapkan oleh guru program keahlian Teknik Mekanik Otomotif, mencakup: a) desain model rencana pembelajaran; b) desain model pelaksanaan pembelajaran; dan c) desain model evaluasi hasil pembelajaran; b. Mendapatkan data tentang tingkat keterterapan model pembelajaran dalam

program produktif dilihat pada aspek: a) peningkatan kompetensi siswa; b) dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru, khususnya dalam menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; c) fleksibilitas isi dan struktur model; d) keselarasan dengan dukungan alat dan bahan; dan e) potensi dukungan stakeholders.

c. Mendapatkan data tentang dampak penerapan model pembelajaran dalam program produktif, terhadap aspek: a) peningkatan kompetensi siswa; dan b) dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru.

E. MANFAAT PENELITIAN 1. Siginifikansi Rencana Penelitian

a. Kondisi nyata masih banyak kualitas hasil pembelajaran dalam rangka penerapan kurikulum tidak sejalan dengan harapan dan/atau standar hasil pendidikan yang ditetapkan; untuk itu pelaksana di lapangan perlu

(21)

21 memaksimalkan proses pembelajaran agar hasil yang dicapai sesuai standar yang ditetapkan. Dalam konteks ini diperlukan penyesuaian (adaptasi), perubahan (modifikasi) atau pembaharuan (inovasi) sehingga sejalan dengan perubahan dan tuntutan stakeholders.

b. Keberhasilan penyelenggaraan pembelajaran dalam rangka implementasi kurikulum berkaitan dengan berbagai komponen yaitu: kesiapan guru sebagai pelaksana di lapangan, ketersediaan alat dan fasilitas pendidikan, manajemen pendidikan dan manajemen sekolah, serta dukungan stakeholders terkait. Sinergi dari komponen-komponen tersebut dalam praktiknya sering tidak berjalan sebagaimana diharapkan dan direncanakan, sehingga hasil pembelajaran tidak memenuhi harapan dan standar hasil yang ditetapkan. Untuk ini, diperlukan langkah-langkah kreatif untuk menciptakan terobosan ataupun pembaharuan dalam penyelenggraan pembelajaran sehingga hasil yang dicapai lebih maksimal, dan harapan lebih jauh dapat mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.

c. Standar kompetensi lulusan adalah kondisi ideal yang seharusnya dimiliki oleh lulusan SMK, setelah melalui penyelenggaraan pendidikan secara tuntas. Kondisi dan tuntutan ideal tersebut dirumuskan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan tantangan obyektif khususnya dibidang ketenagakerjaan secara mikro maupun makro. Namun demikian, masih banyak dijumpai keluhan dunia usaha/industri tentang banyaknya lulusan SMK belum dapat mencapai kompetensi ideal tersebut. Salah satu upaya

(22)

22 untuk mencapai kompetensi ideal tersebut, dapat dilakukan melalui pengembangan pembelajaran dalam program produktif.

d. Masuk dalam era Asian Free Labour Association (AFLA), standar kompetensi lulusan SMK adalah kriteria yang tidak dapat ditawar agar lulusan memiliki posisi tawar (bargaining position) yang tinggi dalam persaingan ketenagakerjaan. Untuk maksud tersebut, maka penyelenggaraan pembelajaran dalam program produktif dalam rangka implementasi kurikulum SMK perlu secara kreatif dikembangkan guna meningkatkan kompetensi lulusan.

2. Manfaat Penelitian a. Praktis

1) Bidang Pengembangan Kurikulum Dikmenjur, untuk merumuskan dan mengembangkan kebijakan tentang implementasi kurikulum dan pembelajaran secara lebih terfokus sesuai dengan kondisi lapangan; 2) Kalangan SMK, untuk lebih berdaya-guna dalam penyelenggaraan

pembelajaran dalam program produktif, dan pada gilirannya dapat meningkatkan kompetensi lulusan;

3) Para guru, utamanya program produktif SMK, dalam rangka melaksanakan tugas profesi sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran, khususnya dalam penyelenggaran pembelajaran dalam program produktif

(23)

23 4) Para peneliti bidang pendidikan kejuruan, utamanya bidang kurikulum dan pembelajaran; untuk menjadi salah satu rujukan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan.

b. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa dalil yang memungkinkan dikembangkan lebih lanjut menjadi teori, guna menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya pendidikan kejuruan.

Gambar

Tabel 1.1 Hasil Test Kompetensi Memahami Komponen Mesin

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan didapat lama penyimpanan telur ayam merawang (Gallusgallus) menunjukkan berpengaruh sangat nyata (P&lt;0.05) terhadap berat tetas, hal ini

Sekolah yang merupakan tempat penelitian adalah SMA Advent Purwodadi sekolah ini adalah merupakan sekolah satu atap (SATAP) yang terdiri dari 300 siswa dari berbagai daerah

Penelitian ini diharapkan memberikan suatu masukan atau informasi bagi manajemen perusahaan agar lebih memperhatikan pengaruh Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh product customization BTX Concept terhadap customer loyalty, (2) untuk mengetahui pengaruh brand

Konsep-konsep tersebut antara lain meliputi Pengertian Matriks, Operasi Aljabar dan Sifat-sifat Operasi Matriks, Macam-macam Matriks, Matriks Bagian Sub Matriks, Partisi

dengan melakukan Reengineering diharapkan kedepannya efisiensi biaya dan waktu dapat lebih eifisien. Hal ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang bernama PT. Herona

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pengelolaan program Raskin yang ditinjau dari peran organisasi lokal di Desa Salam, Kecamatan

Dari uji statistik diperoleh ada hubungan sanksi dengan kinerja bidan dalam pengisian partograf pada ibu bersalin di Puskesmas Jekulo (p=0,022 &lt; α=0,05).Kebanyakan responden