• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh-sungguh dan hanya kepada Allah kamu berharap (Ala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh-sungguh dan hanya kepada Allah kamu berharap (Ala"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh-sungguh dan hanya kepada Allah kamu berharap

(5)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah...

Dengan rendah hati karya sederhana ini hasil perjuangan yang melelahkan, pergaulan-pergaulan pikiranku bersama-sama dengan kesabaran, ketakutan dan do a. Untuk itu karya sederhana ini kudedikasikan untuk :

1. Ayahanda H. A. Saidun dan Ibunda Hj. Nuriyah yang memberikan dukungan moral dan material serta doa yang tiada henti-hentinya hingga terselesaikan skripsi ini.

2. Mbah Bakrie (Alm), Mbah Hj. Sholehah, Mbah Pardi, Mbah Maunah, Pak Slamet, Ibu Ropiyah, Om Tumal Bakrie, Om Adro Bakrie beserta sanak famili, Bapak Hamzah beserta keluarga, dan Habibi B Amrullah yang senantiasa memberi kasih sayang dan doa kepada penulis demi keberhasilan dalam meraih cita-cita.

3. Kakak Siti Farida, Mas Alim Mikru Fauzie dan adik Noor Karimah, Khoirul Bariyah, dan Mansyurotun yang selalu memberikan motifasi untuk terus maju dan pantang mundur.

4. Majalah Tempo dan Sabili yang telah memberi inspirasi pembuatan judul skripsi. 5. Majalah Amanat beserta punggawa-punggawanya, Mas Joko TH, Mas Munif,

Mas Eros, Lek Whang, Gepenk IMPG, Acong, Amin, Farih, Bos Edi, Pink , Syafak, Kang Sis, dan seterusnya yang telah banyak mengenalku .. jangan lupakan aku !

6. Harian Sore Wawasan, khususnya Bapak Parlindungan Manik, Bapak Heri, Bapak Wiwik, dan seluruh staf karyawan yang telah banyak memberikan pengalaman dan bimbingan di lapangan.

7. Pejuang-pejuang PMII, KAMMI, HMI, GMNI, PPMI, IDEA, MISSI, Edukasi, Justisia dan PSIS, perjuangan kalian masih panjang!, ciptakan Gool sebanyak-banyaknya.

8. Teman-teman seperjuanganku: Khususnya untuk angkatan 2003, 2002, dan 2004 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan masukan dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini .

9. Sahabat-sahabatku: Mansyur Maliki, Mufid, Antoq, Amal, Aris, Udin, Ina, Ana, Umi, Dian, Dini, L area , Mujiono, Alexdinho, Nuriddin, Gendoet , Farid, Gabid Beckam, Umam, dan masih banyak lagi yang tidak bisa kusebutkan di halaman ini, gantungkanlah cita-citamu setinggi mungkin...

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, Juni 2010 Tanda tangan

Syaikhuna Ahmad NIM: 1103082

(7)

ABSTRAKSI

Dalam paradigma konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial di mana selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Bagaimana realitas itu dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai.

Penelitian pada majalah Tempo edisi 9-15 Juni 2008 dan Sabili edisi No 25 th XV 26 Juni 2008 bertujuan untuk mengetahui perbedaan frame berita insiden Monas tanggal 1 Juni 2008 dari kedua majalah berkelas nasional tersebut. Manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis untuk menambah keilmuan di bidang ilmu komunikasi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan analisis model framing yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dan teori konstruksionisme dalam menganalisis teks berita.

Hasil dari penelitian ini adalah frame yang dibangun wartawan Tempo tidak mengaitkan aktivitas AKKBB dengan persoalan Ahmadiyah dan Tempo mengecam pelaku kekerasan, sedangkan frame yang dibangun wartawan Sabili bahwa kegiatan yang dilakukan AKKBB adalah sebagai bentuk dukungan terhadap Ahmadiyah oleh karena itu Sabili mendukung tindak kekerasan yang dilakukan oleh FPI untuk membela agamanya.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah kepada setiap ciptaan-Nya. Sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman sekaligus inspirator kebaikan yang tiada pernah kering untuk digali.

Skripsi dengan judul Analisis Framing terhadap Pemberitaan Insiden Monas di Majalah Tempo Edisi 9-15 Juni 2008 dan Majalah Sabili Edisi No 25 Th XV 26 Juni 2008 tidak dapat penulis selesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Banyak orang yang berada di sekitar penulis, baik secara langsung maupun tidak, telah memberi dorongan yang berharga bagi penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang terkait dan berperan serta dalam penyusunan skripsi ini :

1. Prof. Dr. H. Abdul Jamil, MA., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Drs. H. M. Zain Yusuf, MM., selaku Dekan Fakultas Da wah IAIN

Walisongo Semarang.

3. Drs, H. Ahmad Hakim. MA. Ph. D, selaku pembimbing I dan Drs. H. Najahan Musyafak. MA, selaku pembimbing II sekaligus sebagai wali studi yang selalu siap untuk berdiskusi, memberikan arahan, dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(9)

4. Para Dosen pengajar dan staf karyawan di lingkungan Fakultas Da wah IAIN Walisongo Semarang.

5. Ayahanda H. Ahmad Saidun Dan Ibunda Hj. Nuriyah tercinta yang telah mendoakan dan memberikan support moral dan material dengan tulus ikhlas. 6. Kakak, Adik, sepupu, dan seluruh kerabat yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu yang telah memberikan semangat dalam hidup.

7. Teman temanku senasib seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan masukan, motivasi dan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Allah Arrahman Arrahim pasti akan membalas setiap amal baik kita di dunia maupun akhirat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kritik serta saran apapun bentuknya akan kami nantikan. Semoga karya ini bisa bermanfaat dan berguna bagi kita dan bagi ilmu pengetahuan.

Semarang, 30 Juni 2010

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... ii

HALAMAN NOTA PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

HALAMAN MOTTO ... viii

ABSTRAKSI... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

1.4. Tinjauan Pustaka... 6

1.5. Kerangka Teori ... 10

1.6. Metode Penelitian ... 15

1.7. Sistematika Penulisan .. 20

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG MEDIA MASSA dan IDEOLOGI 2.1. Media Massa... 22

2.1.1. Pengertian Media Massa... 22

2.1.2 Karakteristik Media Massa .. 23

2.1.3. Fungsi dan Peran Media Massa ... 25

2.2. Berita ... 29

2.2.1. Pengertian Berita ... 29

2.2.2. Jenis Berita ... 36

(11)

2.4. Pengertian Etika dan Kode Etik Jurnalistik Islami . 42

BAB III PEMBERITAAN INSIDEN MONAS DI MAJALAH TEMPO DAN MAJALAH SABILI 3.1. Profil Majalah Tempo dan Sabili... 40

3.1.1. Profil Majalah Tempo ... 40

3.1.1. Profil Majalah Sabili ... 46

3.2. Majalah sabili dan Dakwah Islam .. 50

3.3. Pemberitaan Insiden Monas di Majalah Tempo dan Sabili ... 51

3.3.1. Pemberitaan Insiden Monas di Majalah Tempo ... 51

3.3.2. Pemberitaan Insiden Monas di Majalah Sabili ... 54

3.3. Perbandingan Pemberitaan ... 61

BAB IV ANALISIS PEMBERITAAN INSIDEN MONAS DI MAJALAH TEMPO EDISI 9-15 JUNI 2008 DAN MAJALAH SABILI EDISI NO 25 TH XV 26 JUNI 2008 4.1. Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Insiden Monas di Majalah Tempo... 67

4.2. Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Insiden Monas di Majalah Sabili... 101

4.3. Kecenderungan Majalah Tempo dan Sabili dalam ritakan Insiden Monas... 163

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 166

5.2 Saran-saran ... 168

5.3 Penutup... 169 DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Media massa merupakan sebuah kekuatan raksasa yang sangat diperhitungkan. Dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, media sering ditempatkan sebagai salah satu variabel determinan. Bahkan, media dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, Karl Deutsch menyebutnya sebagai urat nadi pemerintah (the nerves of government). Hanya mereka yang mempunyai akses kepada informasi, kira-kira demikian Karl Deutsch berargumentasi, yang bakal menguasai percaturan kekuasaan. Atau paling tidak, urat nadi pemerintahan itu sebenarnya berada di jaring-jaring informasi (Sobur, 2002: 31).

Sistem pers adalah subsistem dari sistem komunikasi. Ia mempunyai karakteristik tersendiri dibanding dengan sistem lain, misalnya sistem informasi manajemen dan sistem dalam komunikasi. Unsur paling penting dalam sistem pers adalah media massa (cetak dan elektronik). Media massa menjalankan fungsi untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat (Nurudin, 2004: 69). Menurut Sobur (2002 : 30), pada dasarnya bias berita terjadi karena media massa tidak berada di ruang vakum. Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Sobur mengutip pernyataan Louis Althusser yang menulis bahwa media, dalam hubungan kekuasaan, menempati posisi strategis

(13)

karena kemampuannya sebagai sarana legitimasi. Media massa sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideological states apparatus). Antonio Gramsci menganggap pendapat Althusser tersebut mengabaikan resistensi ideologis dari kelas tersubordinasi dalam ruang media. Bagi Gramsci, media merupakan arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetisi. Gramsci melihat media sebagai ruang di mana berbagai ideologi dipresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.

Kepentingan media massa dapat dijelaskan dari isi media massa. Dalam studi media, ada tiga pendekatan untuk menjelaskan isi media. Pertama, pendekatan ekonomi politik (the political economy approach). Pendekatan ini berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media seperti pemilik media, modal dan pendapatan media. Faktor tersebut cukup dominan dalam menentukan peristiwa apa yang layak untuk ditampilkan serta kecenderungan arah pemberitaan. Kedua, pendekatan organisasi. Pendekatan ini menyebutkan isi media lebih ditentukan oleh mekanisme internal media, redaksi isi media. Ketiga, pendekatan kulturalis.

(14)

Dalam pendekatan ini, media massa pada dasarnya mempunyai aturan menentukan pola organisasi (internal media), akan tetapi media massa tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ekonomi politik (eksternal media) (Sudibyo, 2006:2-3).

Pandangan positivis melihat media murni hanya sebagai penyalur pesan. Sedangkan dalam pandangan kaum konstruksionis, media bukanlah sekadar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Pandangan semacam ini menolak argumen yang menyatakan media seolah-olah sebagai tempat saluran bebas. Berita yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukkan pendapat sumber berita, tetapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Apa yang tersaji dalam berita, dan kita baca tiap hari, adalah produk dari pembentukan realitas oleh media. Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak (Eriyanto, 2008:23).

Insiden Monas tanggal satu Juni 2008, tidak luput dari pantauan media massa cetak dan elektronik di Indonesia. Di antaranya adalah majalah Tempo dan majalah Sabili. Kedua majalah tersebut melansir berita mengenai insiden tersebut yang ditandai dengan penyerangan sekelompok orang beratribut Front Pembela Islam (FPI) terhadap anggota Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di kawasan Monas, dan mengakibatkan

(15)

puluhan orang terluka. Pihak AKKBB mengklaim diikuti oleh 70 lembaga, antara lain: Komunitas Santri, Ahmadiyah, Komunitas Gereja, Penghayatan Kepercayaan, Syiah, Nahdlatul Ulama, dan Pesantren Al Mizan Jatiwangi yang dipimpin oleh Maman Imanulhaq salah seorang anggota Ahmadiyah.

Tempo menulis headline Beriman Tanpa Jadi Preman , majalah ini memberitakan penangkapan pimpinan FPI yang melakukan penyerangan terhadap AKKBB. Dalam pemberitaannya Tempo memuji langkah pemerintah yang berani menahan dan menetapkan Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab sebagai tersangka insiden Monas. Rizieq, Munarman, atau siapapun tersangka pelaku penganiayaan harus bertanggung jawab. Tempo mencurigai ada tangan-tangan di belakang FPI yang membuat pemerintah tidak bersikap tegas. Negara harus memisahkan antara penganiayaan di Monas dan tuntutan terhadap sekte Islam yang ajaran kenabiannya dipersoalkan beberapa kelompok Islam lainnya.

Di bagian lain, Sabili menulis headline Membela Sang Pembela . Pada laporan utamanya, Sabili memberitakan kronologi insiden Monas. Dalam pemberitaannya, Sabili menuding ada campur tangan asing berada di balik insiden Monas yang menyudutkan Front Pembela Islam (FPI), sehingga mengantarkan kasus Ahmadiyah pada babak baru.

Menurut Sirikit Syah, Ketua (LKM) Lembaga Konsumen Media, polisi sudah benar melarang dan tidak mengeluarkan izin bagi AKKBB, karena jika bertemu bisa terjadi bentrok. Tetapi massa AKKBB tetap memaksakan diri melakukan demo di kawasan Monas. Proses ini tidak di-cover oleh media,

(16)

apalagi televisi. Media sengaja melakukan penghilangan fakta, jelasnya. Sebagai perbandingan, ketika memberitakan tentang penyimpangan Ahmadiyah, media tidak pernah membuat judul Bubarkan Ahmadiyah atau Ahmadiyah Sesat . Terkait hal ini, Sirikit yang pernah menggeluti dunia jurnalistik di beberapa media seperti Surabaya Post, The Jakarta Post, SCTV, dan RCTI ini menilai, media telah memainkan peran dengan beropini dan melakukan judgement (penghakiman) terhadap obyek pemberitaan (Sabili, 2008:44).

Pertentangan aqidah antara aqidah Ahmadiyah dengan aqidah yang dianut oleh umat Islam pada umumnya yang menjadi persoalan utama telah bergeser ke ranah sosial, politik, dan hukum. Disadari atau tidak, media massa sangat berperan penting di dalam pembiasan itu.

Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah, (Qadian) meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi dan Rasul. Ahmadiyah Qadian mempunyai kitab Tadzkirah, wahyu tetap, turun sampai hari kiamat. Mereka mempunyai surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah dan sertifikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang sangat mahal (Jaiz, 2002:57).

Menurut Iqbal (1991, viii), beberapa saat setelah Ghulam Ahmad meninggal pada tahun 1908, gerakan ini terpecah menjadi dua aliran, Qadian dan Lahore. Ahmadiyah Qadian tetap mengakui Gulam Ahmad sebagai Nabi, sedangkan Ahmadiyah Lahore hanya mengakui Ghulam Ahmad sebagai pembaharu atau mujaddid.

Hal kedua yang patut dicermati dalam insiden Monas adalah bagaimana media massa di Indonesia mengkonstruksi berita. Dalam penelitian ini, peneliti

(17)

berusaha menemukan perbedaan frame berita insiden Monas dari majalah Tempo dan Sabili.

Alasan majalah Tempo edisi 9-15 Juni 2008 berjudul Beriman Tanpa Jadi Preman dan majalah Sabili edisi No 25 th XV 26 Juni 2008 berjudul Membela Sang Pembela dijadikan obyek penelitian adalah karena kedua majalah tersebut memuat berita yang berkaitan dengan insiden Monas. Penulis juga ingin mengetahui kecenderungan pemberitaan oleh kedua majalah tersebut. II. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konstruksi berita tentang insiden Monas 1 Juni 2008 di majalah Tempo dan majalah Sabili?

III. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi berita terhadap pemberitaan insiden Monas pada majalah Tempo dan majalah Sabili sehingga dapat mengetahui kecenderungan kedua majalah terhadap permasalahan insiden Monas.

Manfaat dari penelitian ini adalah selain sebagai syarat memperoleh gelar sarjana, juga bisa memberikan sumbangan pada fakultas dakwah tentang kondisi

media massa kita dan menambah keilmuan di bidang ilmu komunikasi, secara

khusus ilmu komunikasi Islam. IV. Tinjauan Pustaka

Tujuan dari tinjauan pustaka adalah untuk mengetahui hasil dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya serta memastikan bahwa masalah yang akan

(18)

diteliti belum pernah diteliti oleh pihak manapun. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh banyak pihak antara lain:

Pertama, skripsi dengan judul Pemberitaan Media Massa Tentang Aliran Ahmadiyah di Indonesia (Analisis Framing Harian Kompas dan Republika Edisi Juli-Agustus 2005) yang dilakukan oleh Suroso. Dia menjadikan Kompas dan Republika yang mengangkat tema aliran Ahmadiyah sebagai objek kajiannya, kemudian menganalisis dengan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Hasil dari penelitiannya adalah Republika cenderung memberitakan penekanan untuk mengusut kasus-kasus yang melibatkan Ahmadiyah, sedangkan Kompas cenderung memberitakan aspek-aspek kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Kedua, skripsi dengan judul Pemberitaan Aktifis Aliansi Gerakan Anti Gerakan Pemurtadan (AGAP) di Majalah Tempo Edisi 5-11 September 2005 Paska Penutupan Gereja-Gereja di Bandung yang dilakukan Ahmad Nurdin. Dalam penelitianya, Nurdin menggunakan analisis wacana Teun Van Dijk, di mana teori ini lebih di kenal dengan kognisi sosial. Dalam analisis wacana ada tiga elemen yang digunakan guna menganalisis sebuah teks berita, diantaranya analisis teks, analisis sosial, dan kognisi sosial. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Tempo tidak bisa lepas dari keberpihakan. Upaya melakukan penulisan berita oleh wartawan majalah Tempo tidak menghasilkan sifat balancing. Dalam teks, justru Tempo terlihat memihak Nasrani. Sedangkan pemberitaan tentang AGAP, Tempo cenderung memberitakan citra negatif dan anarkis.

(19)

Ketiga, skripsi Darmanto dengan judul Pemberitaan Media Massa tentang Pengakuan Lembaga Internasional Worldhelp yang Membawa 300 Anak Korban Bencana Alam Tsunami di Aceh (Analisis Framing Harian Republika dan Kompas). Penelitian ini bertujuan untuk mencari kecenderungan pemberitaan media cetak harian Republika dan Kompas dalam mengkonstruksi realitas tersebut. Kasusnya adalah pengakuan misionaris Kristen asal Amerika Serikat (AS), Worlhelp yang membawa 300 anak-anak korban bencana alam tsunami di Aceh. Pada awalnya pengakuan tersebut dirilis di internet yang kemudian diberitakan oleh The Washington Post. Kemudian secara luas diberitakan oleh koran-koran di tanah air. Dalam penlitiannya, Darmanto menggunakan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicky. Hasil penelitian ini adalah Republika cenderung menganggap pengakuan Wordlhelp tersebut sebagai kebenaran yang terjadi di lapangan. Dengan fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan, seperti masuknya pesawat Worldhelp di Bandar Udara Blang-Bintang, Aceh pada tanggal 1 Januari 2005, Republika berusaha untuk meyakinkan khalayak, sehingga meminta kepada pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini, sedangkan Kompas cenderung menganggapnya sebagai isu destruktif yang meresahkan masyarakat. Untuk itu Kompas juga meminta kepada pemerintah untuk melakukan investigasi atas kasus tersebut, agar jelas kebenarannya.

Keempat, penelitian Nurul Aini dengan judul Radikalisme Islam di Koran Suara Merdeka (Edisi Juli-September 2003). Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui bagaimana format pemberitaan tentang radikalisme

(20)

Islam di Koran Suara Merdeka edisi Juli-September 2003. Kedua, untuk mengetahui kecenderungan sikap Suara Merdeka terhadap masalah radikalisme Islam. Metode penelitian ini adalah dengan mengkategorikan jenis penelitian sebagai penelitian kualitatif dengan pendekatan framing. Hasil dari penelitian ini adalah format pemberitaan di Suara Merdeka selalu menempatkan tema pokok pada awal berita dengan bangunan berita piramida terbalik. Untuk peristiwa-peristiwa besar ditampilkan dengan brace lay out, sedangkan berita-berita sambungan ditampilkan dengan horizontal lay out dan symitrical lay out. Dan sikap Suara Merdeka terhadap masalah radikalisme Islam adalah cenderung untuk mengcover masalah radikalisme Islam, serta cenderung menganggap Jamaah Islamiyah sebagai ormas Islam yang radikal. Sikap Suara Merdeka adalah mengecam terhadap radikalisme Islam, sebagai kejahatan kemanusiaan dan telah diperangi di seluruh bangsa.

Dari telaah pustaka yang penulis deskripsikan di atas, ada perbedaan mendasar yang perlu digarisbawahi, perbedaan ini untuk memberikan penjelasan bahwa penelitian yang akan diteliti belum dilakukan oleh orang lain, sehingga tidak dikatakan plagiat.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian Suroso adalah obyek dan waktu penelitian berlainan. Peneliti yang pertama menggunakan Harian Kompas dan Republika Edisi Juli-Agustus 2005, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan majalah Tempo edisi 9-15 Juni 2008 dan majalah Sabili edisi No 25 th XV 26 Juni 2008 sebagai obyek penelitian.

(21)

Perbedaan dengan penelitian kedua, yang meneliti Pemberitaan Aktifis Aliansi Gerakan Anti Gerakan Pemurtadan (AGAP) di Majalah Tempo Edisi 5-11 September 2005 Paska Penutupan Gereja-Gereja di Bandung , menggunakan metode analisis wacana dan tema dan objek kajiannya berbeda.

Perbedaan dengan penelitian Pemberitaan Media Massa tentang Pengakuan Lembaga Internasional Worldhelp yang Membawa 300 Anak Korban Bencana Alam Tsunami di Aceh (Analisis Framing Harian Republika dan Kompas) adalah subyek dan objek kajian. Perbedaan dengan penelitian Radikalisme Islam di Koran Suara Merdeka (Edisi Juli-September 2003) , adalah subyek dan objek. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama menggunakan analisis framing.

V. Kerangka Teori

Menurut Eriyanto (2008:13-24), analisis framing termasuk dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L Berger. Bersama Thomas Luckman, ia banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas

Konstruksi sosial mempunyai dimensi dialektis, dinamis, dan plural. Proses dialektis meliputi tiga tahap, yaitu eksternalisasi yang merujuk pada kegiatan kreatif manusia, objektivikasi yang merujuk pada proses di mana hasil-hasil aktivitas tadi mengkonfrontasi individu sebagai kenyataan objektif dan

(22)

internalisasi merujuk pada proses di mana kenyataan eketernal itu menjadi bagian dari kesadaran subjektif individu.

Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial dengan konstruksinya masing-masing.

Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Dalam level individu, dialektika berlangsung antara faktisitas objektif dan makna subjektif terhadap permasalahan yang ada bagi individu. Sementara dalam level sosial, pluralitas konstruksi terhadap permasalahan mengalami proses dialektis pula. Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas tersebut merupakan realitas subjektif dan realitas objektif sekaligus.

Dalam realitas subjektif, realitas tersebut menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antara individu dengan objek. Setiap individu mempunyai latar belakang sejarah, pengetahuan, dan lingkungan yang berbeda-beda, yang bisa jadi menghasilkan penafsiran yang berbeda pula ketika melihat dan berhadapan dengan objek. Sebaliknya, realitas itu juga mempunyai dimensi objektif-sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di luar-atau dalam istilah lain, tidak dapat kita tiadakan dengan angan-angan.

(23)

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Fakta atau peristiwa adalah hasil dari konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Di sini tidak ada realitas bersifat objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu.

Dalam konsepsi positivis diandaikan ada realitas yang bersifat eksternal yang ada dan hadir sebelum wartawan meliputnya. Jadi, ada realitas yang bersifat objektif, yang harus diambil dan diliput oleh wartawan. Pandangan semacam ini sangat bertolak belakang dengan pandangan konstruksionis. Fakta atau realitas bukanlah sesuatu yang tinggal ambil, ada, dan menjadi bahan dari berita. Fakta/realitas pada dasarnya dikonstruksi. Manusia membentuk dunia mereka sendiri.

Pandangan konstruksionis mempunyai posisi yang sangat berbeda dibandingkan positivis dalam media. Dalam pandangan positivis, media murni sebagai saluran. Apa yang tampil dalam pemberitaan itulah yang sebenarnya terjadi. Sedangkan dalam pandangan konstruksionis, media bukanlah sekadar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.

Berita bukan refleksi dari realitas, akan tetapi berita hanyalah konstruksi dari realitas. Dalam pandangan positifis, berita adalah informasi. Ia dihadirkan kepada khalayak sebagai representasi dari kenyataan. Kenyataan itu ditulis

(24)

kembali dan ditransformasikan lewat berita. Tetapi dalam pandangan konstruksionis, berita itu ibaratnya seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa.

Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Pandangan positifis melihat berita sebagai sesuatu yang objektif. Konsekuensinya, apa yang diterima oleh khalayak pembaca seharusnya sama dengan apa yang disampaikan oleh pembuat berita. Pandangan kaum konstruksionis mempunyai pandangan berbeda. Khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang pasif. khalayak juga subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca (Eriyanto, 2008:35).

Salah satu metode dalam pandangan kaum konstruksionis untuk membedah realitas berita yaitu analisis framing. Analisis tersebut berusaha untuk mengungkapkan bagaimana media mengkonstruksi suatu realitas. Model framing yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, adalah salah satu model yang paling populer dan banyak dipakai. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing ini dapat menjadi salah satu alternativ dalam menganalisis teks media di samping analisis kuantitatif. Dalam pendekatan ini, perangkat Framing dapat dibagi ke dalam empat struktur, yakni sintaksis (penyusunan berita), struktur skrip (pengisahan berita), struktur tematik (pengungkapan berita), dan struktur retoris (penekanan berita).

Dalam sisi normatif, kita sebagai umat beragama diperintah untuk meneliti sebuah berita yang datang dari manapun dan memberikan larangan untuk tidak

(25)

lekas percaya dengan berita tersebut. Dalam Al Qur an Surat Al Hujarat ayat 6 Allah SWT berfirman:

$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å™$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨•t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2

(#qßsÎ6óÁçGsù 4’n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBω»tR ÇÏÈ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (QS. Al-Hujarat ayat 6).

Menurut Nashir bin Sulaiman Al Umar dalam bukunya, dalam surat Al Hujarat ayat 6 tersebut memerintahkan umat Islam untuk menafsirkan berita yang datang. Ayat tersebut juga mengandung perintah untuk tatsabbut (meyakinkan kebenaran suatu berita) dan tabayyun (mencari kejelasan suatu berita).

Perintah pertama terkait dengan kebenaran yang datang dari sumber berita, kedua berkaitan dengan kebenaran dan kejelasan substansi materi berita serta hal-hal yang mengitarinya. Ayat tersebut memuat prinsip seleksi dan klarifikasi terhadap setiap berita yang sampai kepada kita (Al Umar, 2001:2003).

Media massa pada dasarnya adalah media diskusi publik tentang suatu masalah yang melibatkan wartawan, sumber berita dan khalayak. Masing-masing pihak menyajikan perspektif mereka untuk memberikan pemaknaan terhadap suatu persoalan. Setiap pihak juga berusaha untuk menonjolkan penafsiranya.

(26)

Dalam konteks ini, terdapat kemungkinan setiap pihak dengan bahasa simbolik atau retorika serta konotasi tertentu akan bermuara pada pembenaran secara sepihak dan memburukkan orang lain (Nugroho, 1999:26).

VI. Metode Penelitian a. Jenis dan Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna atas fenomena secara holistik dan harus memerankan dirinya secara aktif dalam keseluruhan proses studi. Orientasi kerjanya meligitimasi pemikiran bahwa pendekatan penelitian adalah subjektif. Mekipun demikian, pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa subjektivitas adalah esensial bagi pemahaman atas pengalaman yang terjadi (Danim, 2000:35).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan ilmu sosial kritis dengan melihat adanya kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam masyarakat yang mengontrol proses komunikasi. Sedangkan dalam menganalisis teks berita menggunakan adalah Framing. Framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita. Pembingkaian itu tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini realitas dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dimaknai dengan bentukan tertentu.

b. Sumber Data

Sumber data primer adalah berita pada majalah Tempo edisi 9-15 Juni 2008 berjudul Beriman Tanpa Jadi Preman , dan majalah Sabili edisi No 25 th XV 26 Juni 2008 berjudul Membela Sang Pembela . Penulis

(27)

beralasan karena dalam edisi itu kedua majalah tersebut memuat berita yang berkaitan dengan penelitian.

Sumber data sekunder, penulis menggunakan segala data tertulis yang berhubungan dengan tema yang bersangkutan baik dari buku, jurnal, skripsi, tesis, majalah dan penelitian-penelitan lain.

c. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).

Data yang kami maksud dalam penelitian ini adalah berita dari majalah Tempo edisi 9-15 Juni 2008 dan Sabili edisi 26 Juni 2008. Pada majalah Tempo edisi tersebut terdapat lima judul berita, sedangkan Sabili memuat sembilan judul berita yang berkaitan insiden Monas

d. Teknik Analisa Data

Data dalam penelitian ini akan penulis analisis farming model Pan dan Kosicki. Menurut Eriyanto ada empat model framing yang dikembangkan oleh para ahli. Model-model tersebut dikembangkan oleh Edelman, Robert N. Entman, Gamson, serta Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Meskipun ada banyak istilah dan definisi, berbagai model tersebut mempunyai kesamaan. Analisis framing secara umum membahas mengenai bagaimana media membentuk konstruksi atas realitas, menyajikannya dan

(28)

menampilkannya kepada khalayak. Ia adalah versi terbaru dari pendekatan wacana.

Framing telah digunakan untuk mengggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realitas oleh media. Analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau aktifitas komunikasi.

Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik dan lebih berarti atau lebih diingat untuk menggiring interprestai khalayak sesuai dengan prespektif. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana persepektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang yang digunakan atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditojolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut (Eriyanto, 2008: 68).

Framing menurut Pan dan Kosicki didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Model ini adalah yang paling popular dan banyak dipakai, tidak lepas dari konteks sosial politik Amerika. Ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan.

Konsep pertama yaitu psikologi, konsepsi ini menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing

(29)

berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Kedua, konsepsi sosiologis. Konsepsi ini lebih melihat bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame di sini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame disini berfungsi membuat suatu realitas menjadi terdeteksi, dipahami dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu (Eriyanto 2008: 253).

Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi dalam empat struktur besar. Pertama, sintaksis. Sintaksis ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dan bagian berita-headline, lead, latar informasi, sumber, penutup. Bagian itu tersusun dalam bentuk yang tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun. Bentuk sintaksis yang paling popular adalah struktur piramida terbalik. Dalam bentuk piramida terbalik ini, bagian yang di atas ditampilkan lebih penting dibandingkan bagian bawahnya. Elemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna tentang bagaimana wartawan memaknai peristiwa dan hendak ke mana berita tersebut dibawa (Eriyanto 2008 : 257).

Kedua, skrip. Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan mingisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Bentuk umum dari skrip ini adalah pola 5 W + 1 H-who, what, when, where, whay,

(30)

dan how. Meskipun pola ini tidak selalu dijumpai dalam setiap berita yang ditampilkan, kategori informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Skrip adalah salah satu strategi wartawan dalam mengkinstruksi berita : bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skrip memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya menyembunyikan ini dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.

Ketiga, tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya ke dalam proporsi, kalimat atau hubungan antara kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta tersebut itu ditulis. Bagaimana kalimat yang dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks secara keseluruhan. Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini. Yaitu detail, yang berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Selain itu juga ada elemen maksud, nominalisasi dan koherensi: pertalian atau jalinan antara kata, proposisi atau kalimat. Dua kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan konherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya (Eriyanto,

(31)

2008: 262). Keempat, retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran. Ada beberapa elemen struktur retoris yang dipakai, yang paling penting adalah leksikon, pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa (Eriyanto, 2008:264). VII. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab satu akan membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian yang meliputi jenis dan pendekatan sumber data, pengumpulan data, dan analisis data.

BAB II: KAJIAN TENTANG MEDIA MASSA DAN IDEOLOGI

Bab dua mengkaji tentang pengertian media massa, berita, pengertian ideologi, serta etika jurnalistik islami.

BAB III: PEMBERITAAN INSIDEN MONAS DI MAJALAH TEMPO DAN MAJALAH SABILI

Bab tiga berisi tentang pemberitaan yang dimuat majalah Tempo dan Sabili tentang insiden Monas dan perbandingan pemberitaannya. Tetapi

(32)

sebelumnya, akan diuraikan terlebih dahulu mengenai profil majalah Tempo dan Sabili. Hal ini penting karena menentukan kecenderungan pemberitaan yang dituliskan. Selain itu, penulis juga akan berusaha mengaitkan pemberitaan majalah Sabili dan dakwah Islam.

BAB IV: ANALISIS PEMBERITAAN INSIDEN MONAS DI MAJALAH TEMPO EDISI 9-15 JUNI 2008 DAN MAJALAH SABILI EDISI NO 25 TH XV 26 JUNI 2008

Dalam bab empat, model analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki akan digunakan untuk mengenalisis teks-teks berita yang diteliti, kemudian memaparkan hasil temuan dengan sebaik-baiknya.

BAB V. KESIMPILAN

Bab lima merupakan kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian. Dan memberi saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

(33)

BAB II

KAJIAN TENTANG MEDIA MASSA DAN IDEOLOGI

2.1. Media Massa

2.1.1. Pengertian Media Massa

Secara umum para ahli komunikasi memberikan batasan media massa, yakni media massa merupakan sarana penghubung dengan masyarakat seperti: surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan lain-lain.

Wahyudi memberikan batasan, yakni media massa merupakan sarana untuk "menjual" informasi atau berita kepada konsumen yang dalam hal ini dapat berupa pembaca, pendengar, maupun pemirsa, yang mana mereka lazim disebut sebagai audience (Wahyudi, 1991 : 55).

Sedangkan Assegaf (1983 : 129) mengartikan media massa sebagai sarana penghubung dengan masyarakat seperti surat kabar, majalah, buku, radio dan televisi.

Media massa merupakan suatu institusi yang melembaga yang bertujuan untuk menyampaikan informasi peristiwa atau kejadian kepada khalayak agar well informed (tahu informasi) (Kuswandi, 1996:98).

Dari berbagai definisi media massa yang telah dijelaskan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, media massa digunakan dalam proses

(34)

komunikasi yang dilakukan secara massal dengan menggunakan media teknologi komunikasi massa.

2.1.2. Karakteristik Media Massa

Untuk suksesnya komunikasi massa seseorang perlu mengetahui sedikit banyak ciri komunikasi itu, yang meliputi sifat-sifat unsur yang mencakupnya. Uchjana (1993 : 35) memberikan lima karakteristik, antara lain:

a. Sifat Komunikasi

Komunikasi ditujukan kepada khalayak yang jumlahnya relatif besar dan heterogen. Ciri khas dari komunikasi melalui media massa ini ialah pertama bahwa jumlah yang besar itu hanya dalam periode waktu yang singkat saja.

Kedua, komunikasi massa sifatnya heterogen. Selain itu komunikator tidak tahu apa pesan yang disampaikannya menarik perhatian atau tidak.

b. Sifat Media Massa

Sifat media massa adalah serempak cepat. Yang dimaksudkan dengan keserempakan kontrak antara komunikator dan komunikasi yang demikian besar jumlahnya. Selain itu sifat media massa adalah cepat. Artinya memungkinkan pesan yang disampaikan kepada begitu banyak orang dalam waktu yang cepat.

(35)

c. Sifat Pesan

Sifat pesan media massa lebih umum. Media massa adalah sarana menyampaikan pesan kepada khalayak, bukan untuk sekelompok orang tertentu. Karena pesan komunikasi massa bersifat umum, maka lingkungannya menjadi universal, mengakui segala hal dan dari berbagai tempat.

Sifat lain media massa adalah sejenak (transient), hanya sajian seketika.

d. Sifat Komunikator

Karena media massa adalah lembaga atau organisasi, maka komunikator dalam media massa, seperti wartawan, sutradara, penyiar radio, TV adalah komunikator terlembagakan. Media massa merupakan organisasi yang kompleks. Pesan-pesan yang sampai kepada khalayak adalah hasil kerja kolektif. Oleh karena itu, berhasil tidaknya komunikasi massa ditentukan berbagai faktor yang terdapat dalam organisasi media massa. Berita yang disusun oleh seorang wartawan tidak akan sampai kepada pembaca kalau tidak dikerjakan oleh redaktur, lay outer, juru cetak dan karyawan lain dalam organisasi surat kabar tersebut.

e. Sifat Efek

Sifat komunikasi melalui media massa yang timbul pada komunikan bergantung pada tujuan komunikasi yang dilakukan oleh komunikator. Apakah tujuannya agar tahu saja, atau agar

(36)

komunikan berubah sikap dan pandangannya, atau komunikan berubah tingkah lakunya.

2.1.3. Fungsi dan Peran Media Massa

Setiap institusi mempunyai fungsinya sendiri, demikian pula dengan media massa sebagai institusi sosial mempunyai fungsi penting dalam komunikasi massa, tentunya berbeda di negara satu dengan negara yang lainnya.

Wahyudi (1991 : 91) memberikan keterangannya berkaitan dengan fungsi media massa, walaupun pada hakekatnya jenis media massa yang satu dengan yang lain berbeda, namun pada prinsipnya mempunyai lima kesamaan fungsi, yaitu:

1. The surveillance of the environment

Yakni mengamati lingkungan atau dengan kata lain perkataan berfungsi sebagai penyaji berita atau penerangan. Dalam hal ini media massa harus memberikan informasi yang obyektif kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa mengenai apa yang terjadi di dunia. Dalam kaitan ini fungsi utama media massa adalah sebagai penyebar informasi atau pemberitaan kepada khalayak.

2. The correlation of the parts of society in responding to the environment.

Artinya bahwa setelah media massa berfungsi sebagai sarana pemberitaan yang ada di lingkungannya, juga mengadakan korelasi antara informasi yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak

(37)

sasaran, karenanya pemberitaan atau komunikasi lebih menekankan pada seleksi, evaluasi dan interpretasi.

3. The transmission of the social heritage from one generation to the next.

Yakni sebagai penyalur aspirasi nilai-nilai atau warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Atau dengan kata lain perkataan sebagai penyampai seni budaya dan penunjang pendidikan dapat dikatakan bahwa di negara-negara berkembang yang rakyatnya belum maju, komunikasi dalam banyak hal merupakan sarana pembelajaran.

4. Entertainment (hiburan)

Baik radio, televisi, surat kabar atau majalah mempunyai fungsi hiburan bagi khalayak. Radio dengan kelebihan audionya banyak menampilkan musik, sandiwara dan lain sebagainya. Televisi mempunyai kekuatan audio visualnya mampu memberikan hiburan yang cukup lengkap, selain ini media massa ini merupakan sarana hiburan yang relatif murah.

5. To sell goods for us (iklan)

Peran radio, televisi dan film mempunyai fungsi penyalur iklan yang efektif. Radio, walaupun ini pesannya hanya audio (suara), tetapi mempunyai daya jangkau yang relatif besar. Film karena disajikan ke audio visual walaupun daya jangkauannya relatif kecil tetapi mempunyai daya rangsang yang cukup tinggi.

(38)

Televisi selain mempunyai daya jangkau yang relatif besar juga mempunyai daya rangsang yang sangat tinggi.

2.1.4. Peran Media Massa

Sebagaimana telah disebutkan bahwa peran media massa di negara berkembang dan negara maju terdapat perbedaan. Di negara berkembang peran pers lebih menunjuk pada peran yang membangun untuk memberi informasi, mendidik dan menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. (Rahmadi, 1990 : 17).

Peran media massa adalah sebagai berikut:

1) Sebagai alat perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat. Termasuk dalam pengertian media massa adalah media elektronik (radio, televisi, film dan sebagainya), dan media tercetak (print media) seperti surat kabar, majalah, tabloid, bulettin dan sebagainya. Peranan media massa yang cocok dalam hal ini adalah sebagai agen perubahan demikian kata Wilbur Schramm, sebagaimana dikutip oleh Rahmadi, bahwa letak peranannya adalah membantu menciptakan proses peralihan masyarakat tradisional ke modern. Media massa sebagai agen perubahan mempunyai beberapa tugas memperluas cakrawala pandangan, memusatkan perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang ditulisnya, menumbuhkan aspirasi, menciptakan suasana membangun (Rahmadi, 1990 : 17).

(39)

Peran media massa selain melakukan pemberitaan kepada masyarakat juga berperan dalam pembentuk opini publik. Bahkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran politik rakyat. Hal ini didasarkan bahwa selain isi pesan media massa memuat berita atau uraian berita, juga pendapat-pendapat ini dapat perorangan, lembaga media massa yang kesemuanya itu isi pesannya bersifat umum sehingga dapat menimbulkan reaksi pro dan kontra dalam masyarakat. Pro dan kontra inilah yang disebut sebagai pendapat umum (Wahyudi, 1990 : 99).

2.1.5. Komunikasi dalam Perspektif Islam

Menurut Muis (2001:65-66) komunikasi Islam adalah sistem komunikasi umat Islam. Komunikasi Islam lebih fokus pada pada sistemnya dengan latar belakang filosofi (teori) yang berbeda dengan perspektif komunikasi non-Islam. Dengan kata lain system komunikasi Islam didasarkan pada Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW.

Menurut Aristoteles sebagaimana dikutip Muis, ada tiga komponen dalam proses komunikasi, yakni pembicara (rhetor), pesan, dan komunikan. Meskipun tidak disebut secara eksplisit tentu terdapat pula saluran (penghubung), efek, dan arus balik (feedback)(Muis, 2001:69). Komponen dalam komunikasi Islam sama dengan model yang diusung Aritoteles. Namun pesannya bersumber dari Al Quran (Firman Allah SWT) dan Hadis Rasulullah

(40)

SAW. Pesan bersifat interpretatif atau wajib hukumnya untuk dilaksanakan oleh komunikan (umat Islam) karena pesan tersebut berasal dari firman Allah SWT.

2.2. Berita

2.2.1. Pengertian Berita

Berita berasal dari bahasa Sansekerta Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut Write" arti sebenarnya adalah ada atau terjadi , ada juga yang menyebut dengan Vritta artinya kejadian atau yang telah terjadi . Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta . Jadi menurut artinya berita dapat dikaitkan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi (Djuroto, 2003: 1).

Pareno (2003:5) berpendapat bahwa para pakar jurnalistik tidak mudah untuk memberikan definisi berita . Para ilmuwan, penulis dan pakar komunikasi memberikan definisi berita yang beraneka ragam, di antaranya adalah sebagai berikut:

Williard C. Bleyer dalam Assegaf mendefinisikan berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena dia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut (Assegaf, 1991: 23).

Menurut William S. Maulsby sebagaimana dikutip Djuroto, berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat

(41)

menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. Menurut Eric C. Hepwood berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan dapat menarik perhatian umum (Djuroto, 2003:6).

Dari beberapa definisi di atas, kesemuanya menunjukkan beberapa persamaan yakni menarik perhatian, luar biasa, dan termasa (baru). Oleh karena itu Assegaf (1991:24) menyimpulkan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena luar biasa, entah karena pentingnya atau akibatnya, entah pila karena mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.

Menurut Romli (2005:3) berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views (opini). Mencari bahan berita lalu menyusunnya merupakan tugas pokok wartawan dan bagian redaksi sebuah penerbitan pers (media massa).

Unsur-unsur berita yang dipakai dalam memilih berita adalah sebagai berikut :

1. Aktual atau baru (Timelines)

Unsur aktual atau termasa merupakan unsur yang terpenting bagi sebuah berita. Berita baru yang masih hangat akan menarik perhatian pembaca. Sedangkan berita yang sudah di ketahui oleh para pembaca (basi) tentunya tidak laku jual. Pengertian termasa atau aktual mempunyai arti yang relatif. Aktual tidak harus

(42)

peristiwanya baru saja terjadi, misalnya peristiwa yang pernah terjadi dimasa lampau dan baru diketahui oleh pembaca setelah dia membaca berita itu untuk pertama kalinya. Aktual juga bisa juga diartikan adanya penemuan fakta-fakta baru atas kejadian atau peristiwa yang pernah terjadi pada ratusan tahun yang lalu (Assegaf, 1991: 26)

2. Jarak (Proximity)

Selain menyukai hal-hal tentang dirinya, manusia juga menyukai orang-orang yang dekat dengan dirinya seperti teman, keluarga, tetangga, atau hal-hal yang terjadi di daerahnya (Kusumaningrat, 2005:62).

Menurut Assegaf (1991:28), suatu berita mengenai peristiwa yang terjadi di Jakarta, akan menarik perhatian pembaca di Jakarta, akan tetapi belum tentu menarik perhatian pembaca di Ambon. Karena itu surat kabar atau harian Jakarta akan memuat berita tadi, sedangkan harian yang terbit di Ambon belum tentu akan memuat berita itu.

Begitu pula bagi pembaca surat kabar yang sudah menyaksikan sendiri sesuatu kejadian yang sudah dilihatnya, masih saja akan membalik lembaran surat kabar untuk membaca laporan atau berita tentang kejadian itu. Sebab dari dorongan untuk membaca ini tiada lain adalah untuk membandingkan apa yang telah dilihatnya dengan apa yang telah dilihatnya dengan apa yang

(43)

dituliskan wartawan dalam surat kabar. Jarak turut memberikan arti penting suatu berita karena umumnya manusia adalah mahluk yang sangat egosentris. Aku nya akan selalu menonjol ke depan dalam setiap menghadapi persoalan, dan kemudian secara bertingkat akunya aku terlepas, menjadi keluarga ku , teman ku , pekerjaan ku , daerah ku , bangsa ku dan sebagainya.

3. Keterkenalan (Prominence)

Menurut Djuroto (2003:15), penting atau tidaknya peristiwa atau kejadian untuk diberitakan, tidak hanya terletak pada besar kecilnya peristiwa, tetapi juga terkenal atau tidaknya subjek yang terkait pada peristiwa tersebut.

Mengenai unsur penting atau terkenal ini mempunyai pengertian yang relatif. Seseorang yang terkenal di Indonesia, seperti Asrul Sani atau Sitor Situmorang, bisa saja mempunyai nilai-nilai berita pada harian di Indonesia, akan tetapi belum tentu mempunyai nilai berita bagi harian di luar Indonesia. Dalam hubungan ini diperlukan penggolongan nama-nama penting (tokoh-tokoh), misalnya tokoh-tokoh daerah, tokoh-tokoh nasional dan tokoh-tokoh internasional. Begitu pula dengan nama-nama tempat yang dikenal, misalnya pemandian laut Cilincing, kurang dikenal di luar Jakarta, akan tetapi Menara Eifel atau Menara Pisa tentunya akan mempunyai nilai berita yang lebih tinggi karena dikenal oleh masyarakat dunia (Assegaf, 1991:30).

(44)

4. Keluarbiasaan (Unusualness)

Menurut Kusumaningrat (2005:64) kejadian yang tidak lazim atau sesuatu yang aneh akan memiliki daya tarik kuat untuk dibaca. Matahari yang terbit dari setiap pagi hari di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat, tidak menarik perhatian pembaca. Akan tetapi jika matahari pada suatu ketika terbit di ufuk barat, maka bini akan menarik perhatian orang, karena kejadian itu adalah merupakan sesuatu yang aneh dan diluar kebiasaan. Karena ia menarik perhatian orang, kejadian itu mempunyai nilai berita. Sesuatu yang aneh atau luar biasa selalu menarik perhatian orang (Assegaf, 1991:31).

5. Dampak (Consequence)

Kejadian atau peristiwa yang memiliki akibat atau pengaruh biasanya menarik perhatian masyarakat. Ini karena sifat manusia yang egosentris selalu mementingkan dirinya sendiri. Sesuatu yang menimbulkan akibat akan menarik perhatiannya. Ini perlu diwaspadai dalam hal membuat berita (Djuroto, 2003: 18). Peristiwa yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat, misalnya kenaikan harga BBM, memiliki nilai berita tinggi. Mengukur luasnya dampak yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa juga dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan, Berapa banyak manusia yang terkena dampaknya, seberapa luas, dan untuk berapa lama? Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan

(45)

apakah kita menghadapi berita besar atau berita biasa (Kusumaningrat, 2005:63).

6. Ketegangan (Suspence)

Ketegangan dapat dijadikan salah satu unsur dalam pembuatan berita agar dapat menarik perhatian pembaca. Seperti halnya dalam drama seri (sinetron) atau film, unsur ketegangan dijadikan dasar untuk membuat penonton tertarik mengikuti drama atau film sampai selesai.

7. Pertentangan (Conflict)

Peristiwa atau kejadian yang mengandung pertentangan senantiasa menarik perhatian pembaca. Para sosiolog, berpendapat bahwa pada umumnya manusia memberi perhatian terhadap konflik. Apalagi kalau mereka tidak mengalaminya sendiri. Sebab itu, orang suka membaca berita tentang perang, kriminalitas, olahraga atau persaingan dalam bidang apapun karena di dalamnya terkandung unsur konflik dan drama (Kusumaningrat, 2005:65). 8. Seks

Menurut Djuroto (2003:21) seks tidak terbatas soal perilakunya saja, tetapi juga pelakunya. Pada umumnya seks dari jenis kelamin wanita lebih banyak diminati. Jika dalam pemberitaan terpampang gambar wanita cantik, yang menggemari tidak hanya kaum pria saja, tetapi juga sesama wanita. Namun sebaliknya, jika yang terpampang itu gambar seorang laki-laki, yang tertarik hanya

(46)

kaum wanita saja, sesama pria biasanya acuh. Ini menunjukkan bahwa masalah seks menarik untuk dimasukkan dalam unsur pembuatan berita. Tetapi dalam penyampaiannya harus hati-hati. Karena pemberitaan tentang seks yang berlebihan akan menimbulkan pengaruh yang besar pada masyarakat terutama kalangan remaja.

9. Kemajuan (Progress)

Kemajuan tidak hanya dalam bidang tehnologi ruang angkasa saja yang mengandung nilai berita tinggi, kemajuan dalam bidang pengobatan atau kedokteran juga memiliki nilai berita tinggi (Assegaf, 1991:36).

10. Human Interest

Istilah human-interest lebih jelas kita sebut dengan satu kehidupan yang menarik. Dalam hal menampilkan human interst, yang perlu diperhatikan adalah pemaparan sesuatu yang menarik dari satu kehidupan. Bisa kehidupan manusia dan binatang. Kehidupan yang menarik pada penampilan berita, merupakan rangsangan tersendiri bagi pembaca. Ini karena sifat manusia selalu ingin mengetahui yang aneh dan menarik (Djuroto, 2003:23). 11. Emosi

Manusia adalah mahluk yang sangat dipengaruhi oleh emosi. Diantara emosi itu ada rasa simpati. Simpati yang ditimbulkan oleh sesuatu berita, selalu menarik perhatian pembaca (Assegaf,

(47)

1991:37). Di sini peran pembuat berita sangat diperlukan. Bagaimana cara mengetuk hati nurani pembaca hingga sifat simpatinya muncul. Jika sudah demikian tinggal bagaimana memberikan arahan agar pembaca/pendengar/pemirsa turut andil dalam masalah yang diberitakan, misalnya bencana alam (Djuroto, 2003:24).

12. Humor

Humor tidak harus dengan memaparkan gambar seperti karikatur, pengolahan kata yang unik bisa membuat pembacanya tersenyum merupakan bagian dari humor (Djuroto, 2003:24).

2.2.2. Jenis-jenis Berita

Menurut Romli (2003:11) jenis-jenis berita yang dikenal di dunia jurnalistik antara lain:

1. Straight news report adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Misalnya, sebuah pidato biasanya merupakan berita langsung yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu singkat. Berita memiliki nilai penyajian obyektif tentang fakta-fakta yang dapat dibuktikan. Jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, who, when, where, why dan how (5W + 1H) (Sumandiria, 2005 : 69).

2. Depth news adalah berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.

(48)

3. Investigative news adalah berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber.

4. Interpretative news adalah berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penilaian wartawan berdasarkan fakta yang ditemukan.

5. Opinion News adalah berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para cendikiawan, sarjana, ahli, atau pejabat, mengenai suatu hal atau peristiwa.

2.3. Ideologi

Poerwadarminto (1979:417) mengartikan ideologi dalam tiga definisi, pertama ideologi ialah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat, memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, kedua ideologi ialah cara berfikir seseorang atau suatu golongan, ketiga ideologi ialah paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik.

Istilah ideologi mempunyai dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsikan sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebagai kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutar balikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial (Sobur, 2004:61).

(49)

Menurut Teun A Van Dijk sebagaimana dikutip Eriyanto, bahwa ideologi terutama dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu dan anggota suatu kelompok. Ideologi membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka dan memberinya kontribusi dalam memberntuk solidaritas dan kohesi di dalam kelompok. Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual. Ia membutuhkan share di antara anggota kelompok, organisasi atau kolektifitas dengan orang lainnya. Hal yang di-sharekan tersebut bagi anggota kelompok digunakan untuk membentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap. Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal di antara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu ia tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi, tetapi juga membentuk identitas diri kelompok, membedakan dengan kelompok lain

Sebuah teks berita tak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. Seseorang yang membaca suatu teks berita tidak menemukan makna dalam teks, sebab yang dia temukan dan hadapi secara langsung adalah pesan dalam teks. Makna itu diproduksi lewat proses yang aktif dan dinamis, baik dari sisi pembuat maupun khalayak pembaca. Pembaca dan teks secara bersama-sama mempunyai andil yang sama dalam memproduksi pemaknaan, dan hubungan itu menempatkan seseorang sebagai suatu bagian dari hubungannya dengan

(50)

sistem tata nilai yang lebih besar di mana dia hidup dalam masyarakat. Pada titik inilah ideologi bekerja (Eriyanto, 2001:14).

Menurut Sudibyo (2001:54-56) konsep ideologi dilihat dari segi konstruksionisme yaitu, turut membantu menjelaskan bagaimana wartawan membuat liputan berita memihak satu pandangan, menempatkan pandangan satu lebih menonjol dibandingkan pandangan kelompok lain. Semua pandangan juga dipengaruhi dan mencerminkan ideologi dari wartawan atau media. Oleh karena itu, untuk mengetahui kenapa praktik jurnalistik bisa semacam itu bukan dengan meneliti sumber bias, namun dengan mengerahkan penelitian pada aspek ideologi di balik media melahirkan berita semacam itu. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya dan apa yang dilihatnya. Etika, moral, atau keyakinan pada kelompok atau nilai tertentu adalah bagian integral dan tidak bisa dipisahkan. Karena fungsi tersebut, wartawan menulis berita bukan hanya penjelas, tetapi mengkonstruksi peristiwa dan dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.

Media dipandang sebagai instrumen ideologi, melalui mana satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya kepada kelompok lain. Media juga berperan dalam mendefinisikan realitas kelompok dan ideologi dominanlah yang biasanya lebih berperan dalam hal ini.

Dalam hal ini media memainkan dua peran. Pertama, sumber dari kekuasaan hegemonik dan yang kedua, dapat menjadi sumber legitimasi. Pemberitaan tertentu tidak dianggap sebagai bias atau distorsi tetapi semata-mata sebagai akibat dari ideologi itulah yang menentukan bagaimana fakta itu

(51)

dipahami. Fakta apa yang diambil dan fakta apa yang dibuang. Semua proses ini dipandang sebagai konsekuensi dari ideologi sebuah media.

Menurut Eriyanto (2004:122-1280) media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya difahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Pendefinisian itu bukan hanya pada peristiwa, melainkan juga aktor-aktor sosial. Di antara fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama dalam ideologi adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media di sini berfungsi menjaga nilai-nilai kelompok, dan mengontrol bagaimana nilai-nilai-nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Salah satu kunci dari fungsi semacam ini adalah bidang atau batas budaya.

Untuk mengintegrasikan masyarakat dalam tata nilai yang sama, pandangan atau nilai harus didefinisikan sehingga keberadaannya diterima dan diyakini kebenarannya. Dalam kerangka ini, media dapat mendefinisikan nilai dan perilaku atau yang sesuai dengan nilai kelompok dan perilaku atau nilai yang dianggap menyimpang. Perbuatan, sikap, atau nilai yang menyimpang tersebut bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau alamiah, tetapi dikonstruksi. Daniel Hallin membuat ilustrasi dan gambaran menarik yang menolong menjelaskan bagaimana berita kita tempatkan dalam bidang/peta ideologis. Ia membagi dunia jurnalistik ke dalam tiga bidang, yaitu bidang penyimpangan, bidang kontroversi, dan bidang konsensus. Bidang-bidang ini menjelaskan bagaimana peristiwa-peristiwa dipahami dan ditempatkan oleh wartawan dalam keseluruhan peta ideologis.

(52)

Sebagai area ideologis, peta semacam ini dapat dipakai untuk menjelaskan bagaimana perilaku dan realitas yang sama bisa dijelaskan secara berbeda karena memakai kerangka yang berbeda. Masyarakat atau komunitas dengan ideologi yang berbeda akan menjelaskan dan meletakkan peristiwa yang sama tersebut ke dalam peta yang berbeda, karena ideologi menempatkan bagaimana nilai-nilai bersama yang difahami dan diyakini secara bersama-sama dipakai untuk menjelaskan berbagai realitas yang hadir setiap hari.

Menurut Denis McQuail sebagaimana dikutip Syahputra, ada enam kemungkinan yang dilakukan oleh media tatkala mengajukan realitas, pertama, media sebagai jendela, artinya media membuka cakrawala dan menyajikan realitas dalam berita apa adanya. Kedua, media sebagai cermin, artinya media merupakan pantulan dari peristiwa (realitas). Ketiga, media sebagai filter dengan menyeleksi realitas sebelum disajikan kepada khalayak, sehingga realitas yang disajikan tidak utuh lagi. Keempat, media sebagai penunjuk arah, pembimbing, atau penerjemah. Media mengkonstruksi realitas sesuai dengan kebutuhan khalayak. Kelima, media sebagai forum atau kesepakatan bersama. Media menjadikan realitas sebagai bahan diskusi. Untuk sampai pada tingkat realitas sebagai bahan diskusi inter-subyektif, realitas diangkat menjadi bahan perdebatan. Keenam, media sebagai tabir atau penghalang, artinya media dapat memisahkan khalayak dari realitas sebenarnya (Syahputra, 2006:73-74).

(53)

2.4. Pengertian Etika dan Kode Etik Jurnalistik Islam

Etika dalam istilah Islam lebih dikenal dengan kata "akhlak" perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab " ". Secara luas akhlak dapat diartikan sebagai interaksi seorang hamba Allah dan sesama manusia.

Secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani Kuno "ethos" dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti yaitu, padang rumput, kadang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (la etha) artinya kebiasaan (Bertens, 1993 : 3).

Menurut Amin (1995:3), etika merupakan suatu ilmu yang memperljelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

Kata etika sering disebut dengan etik saja. Karena itu, etika merupakan pencerminan dari pandangan masyarakat mengenai apa yang baik dan buruk, serta membedakan perilaku atau sikap yang dapat diterima atau ditolak guna mencapai kebaikan dalam kehidupan bersama. Etika mengandung nilai-nilai sosial dan budaya yang disepakati besama itu tidak salalu sama pada semua masyarakat lainnya (Amir, 1999:34).

Sedangkan yang dimaksud di sini adalah kode etika profesi yaitu, norma-norma yang harus dipindahkan oleh setiap tenaga profesi dalam

(54)

menjalankan tugas profesi dalam kehidupan di masyarakat. Norma-norma itu berisi apa yang boleh dan apa yang yang tidak boleh dilakukan oleh tenaga profesi dan pelanggaran terhadap norma-norma tersebut akan mendapatkan sanksi.

Jurnalis Islam dapat dirumuskan dengan suatu proses meliputi, mengolah dan menyebarkan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam kepada khalayak melalui media massa (Romli, 2003:34).

Karena jurnalistik Islam adalah jurnalistik dakwah, maka setiap jurnalis muslim, yakni wartawan dan penulis yang beragama Islam, berkewajiban menjadikan jurnalistik Islam sebagai "ideologi" dalam profesinya. Jurnalis muslim adalah sosok juru dakwah (da'i) di bidang pers, yakni mengemban dakwah bil qalam (dakwah melalui pena dan tulisan).

Dalam hal ini terdapat peran jurnalis muslim yaitu

1) Mendidik (muaddib) yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang islami, mengajak khayalak pembaca agar melakukan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu juga melindungi umat dari pengaruh buruk dan perilaku yang menyimpang dari syariat Islam.

2) Sebagai pelurus informasi (Musaddid)

Setidaknya ada 3 hal yang harus diluruskan oleh jurnalis muslim. Permta, informasi tentang ajaran dan umat Islam, informasi tentang

(55)

karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, jurnalis muslim dituntut mampu menggali, melakukan investigasi reporting tentang kondisi umat Islam.

3) Sebagai pembaharu (mujaddid)

Yakni menyebarkan paham pembaharuan akan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam, jurnalis muslim hendaknya menjadi juru bicara dalam menyerukan umat Islam, memegang teguh al-Qur'an dan As-Sunah yang memurnikan pemahaman tentang Islam.

4) Sebagai pemersatu (muwahid) yaitu harus mampu menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islamm(Ramli, 2003 : 40).

Utuk menjalankan peran-peran di atas, maka jurnalis muslim mempunyai kode etik jurnalistik sesuai dengan ajaran Islam di antaranya:

a. Menginformasikan atau menyampaikan yang benar saja (tidak berbohong) juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.

Sebagaimana firman Allah: "Dan jauhilah pekataan-perkataa dusta" (QS. Al-Hajj : 30).

(56)

Nabi saw juga menjelaskan dalam haditsnya

"Hendaklah kamu berpegang teguh pada kebenaran karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu yang membawa kepada surga" (HR. Muttafaq 'Alaih).

b. Bijaksana, penuh nasehat yang baik, serta argumentasi yang jelas dan baik pula. Karakter, pola pikir, kadar pemahaman obyek pembaca harus dipahami, sehingga tulisan berita yang dibuat pun akan disesuaikan sehingga mudah dibaca dan dicerna.

c. Meneliti kebenaran berita/fakta sebelum dipublikasikan harus melakukan check and recheck.

d. Hindari olok-olok, penghinaan, mengejek atau caci maki sehinggai menumbuhkan permusuhan dan kebencian.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu yang mengejek orang lain, mungkin yang diejek itu lebih baik dari mereka yang mengejek. Janganlah kamu saling mencaci dan janganlah memberi nama ejekan " (QS. Al-Hujurat : 11).

e. Hindarkan prasangka buruk (suudzhan). Dalam istilah hukum, pegang teguh "asas praduga tak bersalah" disebutkan dalam QS. 49 : 2 "Kaum mukmin dilarang terlalu banyak prasangka, karena sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dilarang pula saling memata-matai (mecari kesalahan orang lain) dan saling memfitnah atau menggunjing (ghibah, membicarakan aib orang lain) (Romli, 2003:41-43).

(57)

Dalam al-Qur'an juga dijelaskan tentang seruan larangan untuk berprasangka dan menyebarkan fitnah.

æóáÇó ÊõØöÚú ßõáøó ÍóáÇøóÝò ãóåöíäò

.

åóãøóÇÒò ãóÔøóÇÁò Èöäóãöíãò

.

(ÇáÞáÇã:

10-11)

"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, dan kian kemari menghambur fitnah". (QS. Al-Qalam : 10-11).

Selain kode etik jurnalistik muslim di atas, jurnalis muslim juga mentaati kode etik jurnalistik umum (pers). Ketaatan atau keterkaitan pada kode etik jurnalistik merupakan realisasi dari sebagai seorang jurnalis profesional sekaligus menjadi warga negara yang baik dan konstitusional". Pasal 7 (2) UU No. 40/1999 tentang pers menyebutkan "wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik" (Romli, 2003:43).

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa berita yang ditulis di media massa adalah hasil akhir dari proses panjang kerja seorang wartawan dan redaksi media. Ada banyak faktor yang menentukan mengapa peristiwa tertentu dihitung sebagai berita sementara peristiwa yang lain tidak, faktor tersebut antara lain adalah rutinitas kerja dan nilai berita. Rutinitas

(58)

organisasi yang dituntut oleh khalayak untuk menyajikan berita yang dipilih dari jutaan peristiwa yang terjadi setiap hari. Sebuah peristiwa yang mempunyai unsur nilai berita yang banyak dan paling tinggi lebih memungkinkan untuk dimuat oleh media karena organisasi media mempunyai ideologi profesional.

Demikianlah bab dua ini dibuat, yaitu untuk memberikan gambaran mengenai batasan media massa berita, etika jurnalistik dan ideologi yang dipakai oleh sebuah media.

Gambar

Gambar 1. Foto  Laskar Pembela Islam menyerang AKKBB.
Gambar pertama Laskar Pembela Islam menyerang AKKBB di Monas.
Gambar 1. Foto Laskar memukuli simpatisan AKKBB di Monas, Jakarta
Gambar  1. Rizieq Shihab bersama pengikutnya di Markas Front Pembela Islam, Petamburan, Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya bahan organik, seperti nitrat dan fosfat, yang dibutuhkan dalam perkembangan diatom dari penimbunan sampah Pasar Teratak

Masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unsur-unsur tindak pidana pornografi yang terdapat dalam pasal 4 Undang- undang Nomor 44 tahu 2008 tentang

Berikut adalah beberapa link utama pada halaman awal Sistem Aplikasi Rekomendasi Pemasukan & Pengeluaran Bibit / Benih Ternak, dimana terdapat beberapa link

Setelah uji coba 1 sudah dilaksanakan di MI Miftahul Ulum Pandanarum, kini uji coba II dilaksanakan di sekolah yang berbeda. Tujuannya, agar memperoleh hasil

Analisis bauran pemasaran( marketing mix) dipilih karenaunsur 7P( product, price, place, promotion,people,physical evidence, dan process) merupakan alat bagi pemasar yang

Pengujian usability menggunakan 33 peserta yang menggunakan mobile web browser di smartphone dengan pengujian dilakukan menggunakan perangkat smartphone dan web browser

Dari hasil penelitian menggunakan ONE-WAY MANOVA dan uji lanjut kontras ortogonal didapatkan perbedaan antara air minum sebelum diproses dengan air minum yang melalui

Untuk menganalisis apakah kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan rasio keuangan debt to equity ratio mengalami perbedaan setelah perusahaan melakukan merger dan