• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan keratometri sebelum dan setelah fakoemulsifikasi penderita katarak senilis Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan keratometri sebelum dan setelah fakoemulsifikasi penderita katarak senilis Chapter III VI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan rancangan prospektif longitudinal yakni membandingkan perubahan subjek penelitian setelah periode waktu tertentu. Data diambil dari subjek yang sama dan setiap variabel dibandingkan antara satu periode dengan periode berikutnya.20

3.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RS Khusus Mata Medan Baru, dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah semua penderita katarak senilis.Sampel adalah penderita yang menjalani fakoemulsifikasi.Sampel penelitian ditentukan sesuai rumus :

(2)

) 1 (

Z = deviat baku betha.

= 0,10 maka nilai baku normal1,28

0

P = proporsi katarak = 0.014 (1.4 %) (KEMENKES 2013)

a

P = perkiraan katarak senilis yang menjalani fakoemulsifikasi

sebesar 0,85 (85%)

a

P

P

0 = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25

Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 48 orang.

3.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria Inklusi :

o Seluruh penderita katarak yang menjalani operasi fakoemulsifikasi

o Penderita yang datang untuk evaluasi sebelum dan setelah operasi yaitu hari pertama, 7 hari, dan 1 bulan.

o Penderita setuju dan bersedia mengikuti penelitian

Kriteria Eksklusi :

o Katarak komplikata

o Riwayat pembedahan dan trauma mata sebelumnya

(3)

3.5. IDENTIFIKASI VARIABEL

 Variabel terikat adalah keratometri  Variabel bebas adalah fakoemulsifikasi

3.6. BAHAN DAN ALAT

 Alat tulis  Snellen chart

 Slit lamp Appasamy

 Tono non kontak Topcon CT-80A

 Keratometri Carl Zeiss IOLMaster ® Advanced Technology v.7.3

 Fakoemulsikasi Alcon Infiniti ® Vision System

3.7. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

 Mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

 Mengajukan surat izin penelitian “ethical clearance“ dari Komite

Etika Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran USU ke tempat penelitian di RSUP. H. Adam Malik Medan dan rumah sakit jejaring.

(4)

 Peneliti melakukan informed consent secara tertulis kepada subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian.

3.8. ALUR PENELITIAN DAN CARA KERJA

Populasi : Seluruh penderita katarak

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Sampel Penelitian :

Katarak senilis yang menjalani bedah

refraksi fakoemulsifikasi

Keratometri

sebelum operasi

Keratometri

setelah operasi

Evaluasi H0

(sebelum fakoemulsifikasi)

Evaluasi H7, dan H30

(kontrol setelah fakoemulsifikasi)

(5)

Seluruh sampel dilakukan pemeriksaan keratometri dan biometri sebelum pembedahan. Nilai kurvatura kornea dan lensa intraokular menggunakan IOL Master Carl Zeiss. Pada penelitian ini, sampel dikelompokkan dalam dua grup. Grup astigmatisma with the rule (AWR) silindris negatif pada aksis horizontal, berada di meridian antara 60 dan 120 derajat. Astigmatisma against the rule (ATR) silindris negatif pada aksis vertikal, berada di meridian antara 1-30 derajat dan 150-180 derajat.

Sebelum operasi seluruh penderita diberi tetes mata tropikamid (Midriatil 1% ; Cendo), natrium diklofenak (Flamar; Sanbe), dan Ofloxacin (Floxa; Cendo). Tindakan dimulai dengan pemberian lokal anestesia tetrakain (Pantokain eye drop;Cendo). Insisi utama dibuat

(6)

Follow-upsetelah fakoemulsifikasidilakukan pada hari pertama, dan ke-7, dan ke-30.Penderita menerima tetes mata kombinasi antibiotik ofloxacin-deksametason setiap 3 jam selama 7 hari dan di

tappering off selanjutnya, antibiotik oral dan analgesia oral. Pemeriksaan mencakup tajam penglihatan, slitlamp biomicroscopy, dan keratometri.

Penilaian dan interpretasi keratometri sebelum dan setelah fakoemulsifikasi pada katarak senilis didokumetasi dan dikumpulkan sebagai data penelitian untuk selanjutnya dijadikan sebagai hasil penelitian

3.9. METODE ANALISA DATA

Metode analisa data menggunakan program komputer SPSS (Statistical Program for Social Science) program 17.0 dengan analisa univariat, yaitudilakukan dengan cara menganalisis data yang menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel, dengan tujuan untuk mendeskripsikan karakteristik gambaran dari setiap variabel penelitian.

3.10. PERTIMBANGAN ETIKA

(7)

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

3.11. PERSONAL PENELITIAN

Peneliti : dr. Wina Fuad Lubis

3.12. BIAYA PENELITIAN

(8)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN

Responden yang diikutsertakan adalah seluruh penderita katarak senilis yang memenuhi kriteria inklusi. Total responden sebanyak 65 orang.

Tabel 1. Distribusi Demografi Responden

Usia (Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

41-50 1 1.5

51-60 10 15.4

>60 54 83.1

Jenis Kelamin

Laki-laki 28 43.1

Perempuan 37 56.9

Lateralitas

Mata Kanan 30 46.2

(9)

Usia rata-rata dalam penelitian ini 66.6 tahun (range 44-84 tahun). Jumlah mata yang dioperasi sebanyak 65 mata dari 65 orang responden.

4.2. PENGARUH FAKOEMULSIFIKASI TERHADAP NILAI KERATOMETRI

Tajam penglihatan sebelum fakoemulsifikasi adalah ≤1/60

sebanyak 24 orang (36.92 %), ≤3/60 sebanyak 18 orang (27.70%),

≤6/60 sebanyak 18 orang (27.70%), dan ≤6/18 sebanyak 5 orang

(7.69%).

Tajam penglihatan setelah fakoemulsifikasi adalah 6/6-6/9 sebanyak 39 orang (60%), 6/12-6/15 sebanyak 15 orang (23.08 %) dan 6/18-6/30 sebanyak 11 orang (16.92%).

Tabel 2. Perbedaan keratometri grup ATR sebelum dan setelah Fakoemulsifikasi

(10)

Dari penelitian ini didapati ATR sebelum operasi sebanyak 45 orang. Setelah operasi hari ke-7 dijumpai perubahan rata-rata nilai astigmatisma sebesar 0.412 dioptri dengan p.=0.035 (signifikan secara statistik), dan hari ke-30 sebesar 0.382 dioptri dengan

p.=0.052 (tidak signifikan secara statistik).

Tabel 3.Perbedaan keratometri grup AWR sebelum dan setelah Fakoemulsifikasi

Keterangan : a) Uji t-independent, b) Mann Whitney

Dari penelitian ini didapati AWR sebelum operasi sebanyak 20 orang. Setelah operasi hari ke-7 dijumpai perubahan rata-rata nilai astigmatisma sebesar 0.384 dioptri dengan p.=0.192 (tidak signifikan secara statistik), dan hari ke-30 sebesar 0.265 dioptri dengan

(11)

Tabel 4. Perubahan Keratometri Sebelum Dan Setelah Fakoemulsifikasi

Perubahan Kornea

ATR AWR

N % N %

Meningkat 7 10.77 7 10.77

Menurun 8 12.31 1 1.54

Tetap 20 30.77 4 6.15

Konversi 10 15.38 8 12.31

Total 45 69.23 20 30.77

(12)

Tabel 5. Uji Hipotesa Perbedaan Keratometri Sebelum Dan Setelah Fakoemulsifikasi

Astig

Fakoemulsifikasi

Perubahan Ranking p. Pre Post

 PerubahanRasio Bolton :

o RankingNegatifadalahperubahan dari ATR menjadiAWR. o Ranking Positifadalahperubahan AWRmenjadi ATR.

o Ties artinyatidakterjadiperubahan.Jikasebelumnya ATR makasetelahnya tetap ATR, sebaliknyajikasebelumnya AWR makasetelahnyatetap AWR.

(13)

BAB V

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Penderita katarak senilis menjalani ekstraksi katarak dengan harapanpenglihatan menjadi jelas dan sekaligus mengurangi ketergantungan kacamata. Komplikasi yang sering timbul setelah ekstraksi katarak fakoemulsifikasi melibatkan kornea disebabkan insisi menggunakan tehnik long tunnel, heat burn dari fako tip , dan phaco hydration. Hal tersebut menyebabkan kerusakan endotel dan descemet detachmentsebanyak 0.3% kasus.21,22

Penelitian sebelumnya mengenai surgically induced astigmatisma

oleh insisi clear cornea mendapati bahwa katarak senilis yang dilakukan ekstraksi dengan fakoemulsifikasi mempunyai tajam penglihatan sebelum fakoemulsifikasi yaitu 6/60 (32%), dan dikisaran antara 2 meter hingga lambaian tangan (29%). Astigmatisma setelah fakoemulsifikasi 0.50 Dioptri (32%), 0.50-1.00 dioptri (51%), dan 1.00-1.50 Dioptri (17%).23

(14)

ada peningkatan astigmatisma sebanyak 0.27 dan 0.34 dioptri. Pada grup A (AWR), ada peningkatan astigmatisma 33.33%, tidak berubah 20%, dan konversi ATR 20%, netral 13.33%, dan astigmatisma menurun 13.33%. Sedangkan pada grup B (ATR), ada peningkatan astigmatisma 62.50%, menetap 9.37%, dan konversi AWR 12.50%, netral 3.12%, dan astigmatisma menurun 12.50%.5

Insisi superotemporal (jam 10-11) 3.2 mm menyebabkan perubahan astigmatisma ≤ 0.50 D dari astigmatisma sebelumnya. Nilai ini

sedikit bergeser ke with the rule astigmatisma. Induksi astigmatisma oleh insisi temporal lebih kecil daripada insisi superior.5.9

(15)

Penelitian Rho (2012) membandingkan pengaruh lokasi insisi dengan surgically induced astigmatism (SIA). Pemilihan lokasi insisi clear cornea dilakukan pada steepest meridien dengan tujuan untuk menurunkan astigmatisma. Hasilnya menunjukkan SIA pada grup insisi temporal 0.28±79 D, grup superotemporal 0.40±85 D, dan grup superior 0.46±92D.24Menurut Lyhne (2009) insisi clear cornea temporal dapat mereduksi SIA pada penderita dengan preoperatif ATR.25

Penelitian He (2009) membandingkan astigmatisma akibat insisi

clear cornea temporal dan sklera superior menyimpulkan bahwa insisi

clear cornea temporal menunjukkan perubahan keratometrik astigmatisma lebih kecil daripada insisi sklera superior. Dan tidak dijumpai adanya perbedaan keratometrik astigmatisma setelah fakoemulsifikasi antara 1 bulan dan 3 bulan.26

Menurut Joshi (2009) menyatakan bahwa fakoemulsifikasi tidak merubah kurvatura kornea secara signifikan dan hanya sedikit sekali menginduksi astigmatisma.6

Besarnya astigmatisma yang di induksi oleh operator sekitar 0.50 dan 1.00 dioptri, tergantung tehnik dan faktor lainnya.27,28surgically induced astigmatism melalui insisi superior korneoskleral 0.79 D, temporal korneoskleral 0.52 D, superior clear cornea 0.60 D, temporal clear cornea

(16)

Pendataran kornea sesuai dengan lokasi insisi. Perubahan keratometrik pada WTR lebih bermakna secara klinis pada insisi temporal.30,31 Hal ini tentu berbeda dengan penelitian oleh anwar.

Nilai SIA rata-rata akibat insisi clear cornea pada fakoemulsifikasi berada dalam kisaran : 0.00-0.50 D (54%), 0.50-1.00D (39%), 1.00-1.50D (0.5%), 1.50-2.00D (1%), 2.00-2.25D (1%).23

Selanjutnya, penilaian terhadap perubahan astigmatisma melalui insisi temporal. Jika sebelum operasi : 0.50 D (54%), 0.50-1.00 D (34%), dan 1.00-1.50 D (12%). Kemudian setelah operasi :0.00-0.50 D (98%), dan 0.50-1.00 D (2%). Artinya terjadi reduksi astigmatisma pada preoperatif ATR melalui insisi temporal. Dan penilaian perubahan astigmatisma melalui insisi superior. Jika sebelum operasi : 0.50 D (49%), 0.50-1.00 D (30%), dan 1.00-1.50 D (21%). Kemudian setelah operasi menjadi 0.00-0.50 D (88%), dan 0.50-1.00 D (12%). Artinya terjadi reduksi keratometris pada preoperatif WTR. Keratometric reading pada insisi temporal :sebelum fakoemulsifikasi 44.10 dan setelahnya 43.07. perubahannya 1.03±0.96 dengan P<0.001. Pada insisi superior, keratometric reading preop 44.35 dan post op 43.43, perubahannya 0.92±0.95 dengan P<0.001. Ada reduksi keratometric reading sebanyak 1.00 D setelah fako dengan insisi pada steepest axis dan bermakna secara statistik.23

(17)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

1. Ada perubahan nilai keratometri sebelum dan setelah fakoemulsifikasi meskipun secara statistik tidak bermakna. 2. Perubahan keratometri sebelum dan setelah fakoemulsifikasi

pada hari ke-7 dan ke 30 adalah ≤0.50 dioptri.

6.2 . SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai perubahan keratometri sebelum dan setelah fakoemulsifikasi dengan waktu

Gambar

Tabel 1. Distribusi Demografi Responden
Tabel 2. Perbedaan keratometri grup ATR sebelum dan setelah
Tabel 3.Perbedaan keratometri grup AWR sebelum dan setelah
Tabel 4. Perubahan Keratometri Sebelum Dan Setelah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penyerahan pecandu narkotika yang telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan untuk menjalani rehabilitasi, penyerahan oleh kejaksaan disertai

Warna biji diamati secara visual berdasarkan karakteristik yang

Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik, mengarah kepada diagnosis penyakit ( pathognomonis ). Meskipun tidak memuat rangkaian pemeriksaan

Setelah mengamati gambar, siswa dapat menjelaskan gerak dasar melompat dan memutar sesuai irama (ketukan) tanpa iringan musik dalam aktivitas gerak berirama dengan benar..

[r]

Adapun beberapa alasan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan go private adalah (1) Perusahaan merasa lebih mendapat keuntungan jika go private ; (2) Biaya

Setelah mengamati gambar, siswa dapat mengurutkan bilangan dari kelompok benda yang banyaknya 41 sampai dengan 99 dari terkecil atau terbesar ,angka dari bilangan

SISTEM INFORMASI KANTOR KELURAHAN BAGAN DELI KECEMATAN MEDAN BELAWAN BERBASIS