• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Skor Pengan Karies Antara Maloklusi Ringan Dan Maloklusi Berat Pada Siswa SMA Swasta Eria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Skor Pengan Karies Antara Maloklusi Ringan Dan Maloklusi Berat Pada Siswa SMA Swasta Eria"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Maloklusi

Maloklusi adalah suatu penyimpangan dalam pertumbuhan dento-fasial yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, bicara, dan keserasian wajah.1 Maloklusi merupakan penyimpangan letak gigi kelainan hubungan antara rahang atas dan rahang bawah ketika rahang menutup.3,6 Maloklusi memiliki dampak yang besar terhadap individu dan lingkungan sosial dalam hal kenyamanan, kualitas hidup, keterbatasan sosial dan fungsi.15 Dilihat dari segi fungsi fisik, gigi yang susunannya tidak teratur merupakan tempat akumulasi sisa makanan, sehingga rentan terhadap

tejadinya penyakit karies dan periodontal, sedangkan dari segi psikis maloklusi juga dapat berpengaruh pada estetika, sehingga menyebabkan kurangnya kepercayaan diri

serta kurangnya kepuasan terhadap penampilan wajah.16 Maloklusi sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi bila tidak dirawat dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pengunyahan, penelanan, bicara, dan keserasian wajah, yang berakibat pada gangguan fisik maupun mental.3

2.1.1 Etiologi Maloklusi

Maloklusi memiliki penyebab yang multifaktorial dan hampir tidak pernah memiliki satu penyebab yang spsesifik.7,8,15 Graber membagi etiologi maloklusi berdasarkan faktor umum dan faktor lokal. Pengelompokan faktor ini membantu dan membuat lebih mudah untuk memahami dan mengaitkan maloklusi dengan faktor etiologi, hal-hal dibawah ini adalah faktor-faktor etiologi maloklusi menurut Graber:2

A. Faktor Umum, yaitu:2 1. Herediter

(2)

2. Kongenital

Malformasi faktor kongenital terlihat pada saat mereka lahir. Malformasi paling sering terjadi adalah mikrognasi, oligodonsia, anodonsia, celah bibir dan langit-langit.

3. Predisposisi penyakit metabolik

Kondisi yang perlu diperhatikan dalam penyakit sistemik adalah ketidakseimbangan endokrin, gangguan metabolik, dan penyakit infeksi.

4. Malnutrisi

Ketidakseimbangan gizi pada ibu hamil telah dikaitkan dengan malformasi tertentu pada anak. Defesiensi nutrisi pada anak selama masa pertumbuhan dapat menyebabkan pertumbuhan yang abnormal contohnya maloklusi.

5. Kebiasaan buruk

Beberapa kebiasaan buruk yang bisa mempengaruhi terjadinya maloklusi adalah menghisap ibu jari, menjulurkan lidah, menghisap atau menggigit bibir dan kuku, bernapas dari mulut, bruxism. Semua kebiasaan ini memiliki satu kesamaan yang menghasilkan kekuatan yang abnormal. Suatu kebiasaan buruk yang dilakukan

berulang dari waktu ke waktu dapat membuat deformitas permanen di musculoskeletal.

6. Postur

Kebiasaan postural abnormal atau ketidakseimbangan otot lainnya meningkatkan risiko maloklusi.

7. Trauma dan kecelakaan

Trauma dan kecelakaan dapat dibagi menjadi prenatal trauma (hipoplasia mandibular dan asimetri wajah) dan postnatal trauma (fraktur rahang dan gigi).

B. Faktor lokal, yaitu:2 1. Kelainan jumlah gigi

Kelainan jumlah gigi terdapat dua jenis: i. Gigi supernumerari

(3)

berbeda dalam ukuran, bentuk, dan lokasi. Gigi supernumerari paling sering terlihat adalah mesiodens, biasanya terletak diantara gigi insisif rahang atas dan dapat bervariasi dalam bentuk. Biasanya berbentuk kerucut dengan akar dan mahkota yang pendek, dapat terjadi pada rahang atas atau rahang bawah.2,17

ii. Jumlah gigi yang kurang

Jumlah gigi yang kurang lebih sering terlihat dibandingkan dengan gigi supernumerari. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan satu atau lebih kongenital gigi yang hilang adalah anodonsia, hipodonsia, atau oligodonsia.2

2. Kelainan ukuran gigi

Hanya dua anomali dari ukuran gigi yaitu mikrodonsia dan makrodonsia, yang melibatkan satu atau banyak gigi. Makrodonsia merupakan predisposisi gigi berjejal sedangkan mikrodonsia merupakan predisposisi gigi tersusun renggang. Mikrodonsia dari insisif lateral atas mempunyai hubungan dengan impaksi kaninus atas permanen.2,17

3. Kelainan bentuk gigi

Kelainan bentuk gigi dapat ditemukan pada gigi yang menyatu, rangkap, dan dens in dente. Dilaserasi juga anomali bentuk gigi dimana ada lengkung di daerah

akar atau mahkota. Umumnya tidak mempengaruhi perawatan ortodonti tetapi dapat mempersulit ekstraksi gigi yang terkena.2

4. Kelainan frenulum labial

Pada saat kelahiran, frenunum labial melekat pada ridge alveolar dengan beberapa serat dan terletak dengan papilla lingual gigi. Saat gigi erupsi, frenulum bermigrasi ke superior sehubungan dengan ridge alveolar. Beberapa serat dapat bertahan di antara gigi insisif sentral atas. Perlekatan frenulum yang rendah dihubungkan dengan diastema garis tengah rahang atas. Jika papilla palatal memucat saat frenulum ditarik atau pada gambar radiograf terlihat celah alveolar diantara gigi insisif, frenulum terlibat dalam pembentukan diastema.2,17

5. Kehilangan dini

(4)

trauma dan kondisi sistemik. Kehilangan dini gigi sulung dapat menyebabkan pengurangan lengkung rahang, pergerakan atau drifting dari gigi geligi yang berada dekat daerah hilang, gangguan perkembangan dan erupsi gigi permanen sehingga akan menimbulkan gigi berjejal, rotasi, impaksi bahkan merubah hubungan anteroposterior gigi molar pertama permanen rahang atas dengan rahang bawah dan terjadi penyimpangan dari oklusi normal bila tidak dikoreksi.2,17,18

6. Retensi berkepanjangan gigi sulung

Apapun alasan untuk retensi berkepanjangan pada gigi sulung, mereka memiliki dampak yang signifikan pada gigi. Defleksi palatal pada lengkung rahang atas mengakibatkan erupsi gigi permanen menjadi crossbite yang kemungkinan sulit untuk perawatan pada tahap selanjutnya.2

7. Terlambatnya tumbuh gigi tetap

Urutan erupsi gigi individu di setiap lengkung rahang terjadi secara alami. Urutan erupsi memiliki sejumlah fleksibilitas, tetapi jika terdapat gigi supernumerari atau gigi tidak menempati posisinya, kemungkinan akan terjadi migrasi gigi lainnya kedalam ruang yang tersedia. Dapat mengakibatkan terjadinya impaksi pada gigi.2

8. Kelainan jalan erupsi gigi

Umumnya setiap gigi mempunyai perjalanan erupsi yang berbeda sejak awal ke lokasi dimana ia akan erupsi. Perjalanan ini dapat menyimpang dari jalan erupsi.

Gigi yang paling sering erupsi di lokasi yang tidak seharusnya erupsi adalah gigi kaninus maksilla.2

9. Ankilosis

Ankilosis adalah suatu kondisi yang melibatkan penyatuan akar atau bagian dari akar langsung ke tulang tanpa intervensi membran periodontal. Ankilosis ini ditemui relative sering selama tahap pertumbuhan gigi bercampur. Ankilosis gigi yang terlihat lebih sering dikaitkan dengan gangguan infeksi endokrin tertentu dan kelainan bawaan.2

10. Karies gigi

(5)

yang berdekatan ke ruang yang tersedia atau supra erupsi gigi pada lengkung berlawanan.2

11. Restorasi gigi yang tidak tepat

Maloklusi dapat disebabkan oleh restorasi gigi yang tidak tepat. Restorasi proksimal yang kurang dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dalam panjang lengkung terutama di geraham gigi sulung. Restorasi proksimal yang berlebih seperti tonjolan ke gigi yang akan ditempati akan mengalami pengurangan ruang.2

2.1.2 Klasifikasi Maloklusi

Pemerikasaan klinis untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan maloklusi dapat ditentukan dengan suatu klasifikasi maloklusi. Klasifikasi yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi maloklusi menurut Angle. Pada tahun 1899, Edward Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan mesio-distal gigi, lengkung gigi dan rahang. Penggunaan klasifikasi ini berdasarkan hubungan dari gigi geligi terutama gigi molar satu permanen rahang atas memiliki relasi terhadap gigi molar satu permanen rahang bawah yang digunakan sebagai kunci oklusi. Idealnya cusp mesiobukal molar atas kontak dengan groove bukal molar bawah.2,17-19 Angle membagi klasifikasi maloklusi kedalam tiga kategori, yaitu:

1. Maloklusi Klas I

(6)

Gambar 1. Maloklusi Klas I Angle19

2. Maloklusi Klas II

Hubungan mesiodistal pada lengkung gigi tidak normal dengan seluruh gigi rahang bawah lebih posterior menciptakan ketidakharmonisan dengan gigi insisivus atas dan garis wajah. Tonjol mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan ruang diantara tonjol mesiobukal molar satu rahang bawah dan dengan bagian distal premolar dua rahang bawah. Selain itu, tonjol mesiolingual molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke mesial dari tonjol mesiolingual molar satu permanen rahang bawah (Gambar 2).2,18-20 Maloklusi Angle Klas II lebih sering terlihat, terjadi

pada individu dengan bibir atas yang menonjol dan dagu yang perkembangannya kurang baik.6

Gambar 2. Maloklusi Klas II Angle19

Angle membagi maloklusi Klas II menjadi dua divisi berdasarkan sudut labiolingual gigi insisivus rahang atas. Pembagiannya yaitu:2,18,20,21,

a. Klas II divisi I

(7)

Gambar 3. Maloklusi Klas II divisi I Angle2

b. Klas II divisi II

Maloklusi Klas II divisi 2 memiliki hubungan molar Klas II dengan karakteristik maloklusi ini adalah adanya inklinasi lingual atau linguoversi gigi insisivus sentralis rahang atas dan insisivus lateral rahang atas yang lebih ke labial ataupun mesial (Gambar 4).2,18,20,21 Lengkung gigi rahang atas biasanya berbentuk persegi dan memiliki overbite yang berlebihan.18

Gambar 4. Maloklusi Klas II divisi II Angle2

3. Maloklusi Klas III

(8)

Gambar 5. Maloklusi Klas III Angle19

2.1.3 Indeks Maloklusi

Penilaian kebutuhan perawatan ortodonti pasien dapat dilakukan menggunakan indeks kebutuhan perawatan ortodonti. Indeks ortodonti dapat membantu dalam menilai kebutuhan perawatan secara subjektif dan objektif beberapa parameter dan memberikan informasi tentang sulitnya suatu kasus.21

Macam-macam indeks maloklusi:

1. Handicapping Malocclusion Assessment Record

Handicapping Malocclusion Assessment Record (HMAR) diperkenalkan oleh

Salzmann pada tahun 1968. Indeks ini memberikan penilaian terhadap ciri-ciri oklusi dan cara menentukan prioritas kebutuhan perawatan ortodonti menurut tingkat keparahan maloklusi yang dapat dilihat dari besarnya skor yang tercatat pada lembar isian. Indeks HMAR digunakan untuk mengukur kelainan gigi pada satu rahang, kelainan hubungan kedua rahang dalam keadaan oklusi dan kelainan dentofasial. Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau didalam mulut. Penilaian indeks

HMAR tidak memerlukan alat khusus atau rumit dibandingkan dengan indeks lain.3,16 Penilaian maloklusi pada metode ini dengan menggunakan HMAR (Handicapping Malocclusion Assesment Record) yaitu suatu lembar isian yang

(9)

Variabel-variabel yang dinilai sesuai indeks HMAR adalah:3,16,22 A. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra arch deviation) 1) Segmen Anterior

Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi anterio r rahang bawah diberi skor 1.

a) Gigi absen (missing)

Gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar gigi (radiks). b) Gigi berjejal (crowded)

Gigi berjejal yang dilihat secara visual dengan adanya gigi yang tidak pada susunan yang seharusnya ataupun adanya gigi yang tumpang tindih dengan gigi lain.

c) Gigi rotasi (rotation)

Gigi yang letaknya berputar tetapi cukup tempat dalam lengkung rahang. Perpindahan atau pergeseran posisi gigi dari sumbu gigi yang normal.

d) Diastema (spacing)

Keadaan gigi bercelah yang dilihat secara visual adanya celah antara satu gigi dengan gigi lain.

2) Segmen posterior

Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1. Cara penilaian seperti segmen anterior. B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter arch

deviation)

1) Segmen Anterior

Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2 a) Jarak gigit (overjet)

(10)

b) Tumpang gigit (overbite)

Tumpang gigit (overbite) adalah jarak antara gigi insisivus atas dengan mahkota klinis insisivus bawah dalam arah vertikal. Penilaian tumpang gigit (overbite) ialah apabila pada waktu oklusi, gigi insisivus atas mengenai mukosa gingiva gigi insisivus bawah, sedangkan gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum.

c) Gigitan silang (crossbite)

Gigitan silang (crossbite) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada posisi abnormal baik dalam arah bukal, lingual, atau labial dalam hubungannya dengan geligi antagonisnya.

d) Gigitan terbuka (openbite)

Gigitan terbuka (openbite) adalah keadaan oklusi dimana gigi insisivus atas tidak beroklusi dengan gigi insisivus bawah (gigitan terbuka) diukur dari insisal insisivus sentralis rahang atas ke insisal insisivus rahang bawah pada model gigi, yaitu apabila waktu oklusi gigi depan atas dan bawah tidak berkontak.

2) Segmen posterior

Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1. a) Kelainan anteroposterior

Kelainan anteroposterior yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu oklusi gigi

kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi molar pertama bawah berada disebelah distal atau mesial gigi antagonisnya. Kelainan tersebut diskor bila terdapat satu tonjol atau lebih dari gigi molar, premolar dan kaninus beroklusi lebih ke mesial atau ke distal dari posisi normal.

b) Gigitan silang (crossbite)

(11)

c) Gigitan terbuka (openbite)

Gigitan terbuka (openbite) adalah pada waktu keadaan oklusi terdapat celah antara gigi posterior atas dan bawah.

Setiap ciri maloklusi berupa kelainan dentofasial diberi skor 8. Ciri-ciri tersebut yaitu: celah bibir, palatal bite, gangguan oklusi, keterbatasan fungsi rahang, asimetri wajah, gangguan bicara.3,16

Indikator kebutuhan perawatan berdasarkan kriteria tingkat keparahan maloklusi menunjukan keparahan maloklusi berkisar antara :3,16,22

1. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal

2. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan

3. Skor 10 – 14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan 4. Skor 15 – 19 : maloklusi berat, memerlukan perawatan

5. Skor ≥ 20 : maloklusi berat, sangat memerlukan perawatan

2. Dental Aesthetic Index

Dental Aethetic Index (DAI) dikembangkan oleh Cons, Jenny, dan Kohout tahun 1986. Dental Aethetic Index telah diadopsi oleh World Health Organization (WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal: overjet, underjet, kehilangan gigi, openbite anterior, berjejal anterior, diastema anterior, penyimpangan yang parah pada

gigi anterior, dan hubungan antero-posterior molar. Indeks ini membagi nilai kebutuhan akan perawatan ortodonti menjadi 4 tingkat, yaitu: normal atau maloklusi

ringan dan tidak atau sedikit memerlukan perawatan (tingkat < 25), indikasi maloklusi nyata dan memerlukan perawatan (tingkat 26-30), indikasi maloklusi parah dan sangat memerlukan perawatan (tingkat 31-35), dan indikasi maloklusi sangat parah dan wajib dilakukan perawatan (tingkat ≥ 36).14,23

3. Index of Orthodontic Treatment Need

(12)

Health Component (DHC). Aesthetic Component (AC) menilai persepsi seorang tentang penampilan gigi-geligi melalui skala fotograf, terdapat 10 poin menunjukkan tingkatan penampilan gigi-geligi secara estetik yang terlihat menarik dan foto mewakili gigi-geligi secara estetik yang terlihat tidak menarik. Dental Health Component (DHC) menilai beberapa jenis maloklusi seperti overjet, overbite, openbite, crossbite, crowding, erupsi palatal yang terhalang, anomali palatal dan bibir, serta hypodonsia.21,24

4. Index of Complexity, Outcome and Need (ICON)

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) merupakan indeks internasional yang menyediakan metode penilaian tunggal untuk mencatat kekomplekan, kebutuhan dan keberhasilan perawatan. Indeks ini terdiri dari 5 komponen yang memiliki bobot yang berbeda sesuai dengan kepentingannya. Komponen pertama diadaptasi dari komponen estetik IOTN. Komponen lainnya termasuk diatema rahang atas, crossbite, openbite/overbite anterior, dan relasi anteroposterior segmen bukal. Skor ICON mencerminkan tingkat dari kebutuhan, kekomplekan dan derajat perubahan sebagai hasil perawatan.25

2.2 Karies

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan

sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Gejala klinis karies gigi adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya dan berakibat terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta menyebabkan penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan rasa nyeri.10,11,12

2.2.1 Etiologi Karies

(13)

Agar terjadi karies, setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrak yang sesuai dan waktu yang lama.10,12

Faktor etiologi karies:10,11

1. Faktor host atau tuan rumah

Kerentanan permukaan gigi menunjukkan area dimana plak lebih mudah melekat dan berakumulasi membentuk proses karies. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan menumpuk terutama pit dan fisur yang dalam. Permukaaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.

2. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak merupakan materi yang bersifat lengket dan menjadi akumulasi mikroorganisme pada permukaan gigi.

3. Faktor substrat atau diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena

membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu dapat mempengaruhi metabolism bakteri dalam plak dengan menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri yang menyebabkan

timbulnya karies.

4. Faktor waktu

Waktu menunjukkan bahwa proses karies terdiri dari periode pengrusakan dan perbaikan yang terjadi silih berganti. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.

2.2.1 Indeks Karies

(14)

digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam.10

1. Indeks DMF, Klein

Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi sulung hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth) atau DMFS (decayed missing filled surface) sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu. Rerata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa.10

A. DMFT

Indeks DMFT adalah indeks yang digunakan pada gigi permanen untuk menunjukkan jumlah gigi yang terkena karies (D), telah dicabut dan diindikasikan pencabutan (M), dan gigi yang telah dirawat (F). Indeks DMFT menggambarkan

tingkat keparahan kerusakan gigi permanen.10.13 Beberapa hal yang perlu diperhatikan:10

i. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D. ii. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen

dimasukkan dalam kategori D.

iii. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.

iv. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M.

v. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.

(15)

vii. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F.

viii.Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M.

B. DMFS

Permukaan gigi yang diperiksa adalah gigi anterior dengan empat permukaan, fasial, lingual, distal dan mesial sedangkan gigi posterior dengan lima permukaan yaitu fasial, lingual, distal, mesial dan oklusal. Kriteria untuk D sama dengan DMFT. Bila gigi sudah dicabut karena karies, maka pada waktu menghitung permukaan yang hilang dikurangi satu permukaan sehingga untuk gigi posterior dihitung 4 permukaan dan 3 permukaan untuk gigi anterior. Kriteria untuk F sama dengan DMFT.10

2. Indeks DMF, WHO

Pemeriksaan DMF-T dilakukan dengan memeriksa 28 gigi yang ada. Jumlah DMF-T rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan jumlah gigi karies, gigi yang hilang, dan gigi yang ditambal, lalu dibagi dengan jumlah populasi.26

Rerata DMF-T Populasi = D + M + F

(16)

2.3KERANGKA TEORI

Karies Maloklusi

Defenisi Klasifikasi

Angle

Klas III

Divisi II Klas I Klas II

Divisi I

Etiologi Indeks

Defenisi

Etiologi

Indeks

HMAR

DAI

IOTN

ICON

DMF Klein

(17)

2.4 KERANGKA KONSEP

Variabel Bebas

Maloklusi (Indeks HMAR) :

Maloklusi ringan

Maloklusi berat

Variabel Terikat

Pengalaman Karies (Indeks DMFT WHO) :

Decay (D)

Missing (M)

Gambar

Gambar 1. Maloklusi Klas I Angle19
Gambar 3. Maloklusi Klas II divisi I Angle2
Gambar 5. Maloklusi Klas III Angle19

Referensi

Dokumen terkait

Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara), menunjukkan bahwa dalam pengelolaan zakat oleh Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara terdapat

I Wayan Gede Suacana, M.Si Koordinator FI Gedung I KU LAB.FE R.113.. 22 Luh Putu Suryani, SH., MH

Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat bertujuan selain sebagai pengabdian tenaga pengajar dosen juga untuk mempersiapkan mahasiswa melalui penyesuaian

2' Berikut yang terrnasuk teknik dasar pacla akhir gerakan menendang bola dengan punggung

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisisapakah ada pengaruh logoterapi dengan Teknik Paradoxical Intention terhadap Citra Tubuh (Body Image) pada Lansia di Unit

Dari pernyataan diatas yang nrerupai&lt;an lrikmah sujud syuirur )'ang paling tepat adalah

Saat itu, dia langsung menanyakan banyaknya guru yang masih hidup setelah peristiwa pengeboman terjadi (Chatib, 2014). Guru dapat dikatakan sebagai garda terdepan kemajuan

JUDUL : BELUM PENUHI KRITERIA KLB MEDIA : HARIAN JOGJA. TANGGAL : 14