• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2015"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Rumah sakit merupakan organisasi yang unik yang berbeda dengan organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit merupakan organisasi komplek yang padat sumber daya manusia, padat modal, padat teknologi dan pengetahuan, dan padat regulasi atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu dengan kompleksitas yang ada dalam organisasi rumah sakit maka perlu adanya perhatian yang lebih baik dalam hal pengelolaan sumber daya manusia yang ada di dalamnya, karena sumber daya manusia dalam rumah sakitinilahpenentu kelangsungan hidup organisasi (Darajat, 2011).

Lok (1997)menyatakan dalam lingkungan rumah sakit, ada banyak unit, departemen dan kelompok kerja, perawat yang bekerja di kelompok kerja yang berbeda atau bangsal mungkin memiliki nilai yang berbeda dan keyakinan jika dibandingkan dengan keseluruhan budaya organisasi (rumah sakit).

(2)

Gillies (1994) menyatakan bahwa 40% - 60% pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling dominan di rumah sakit dan memberikan pelayanan kepada pasien selama 24 jam sehari secara terus menerus. Kemampuan perawat yang tidak memadai sebagai hambatan utama untuk memberikan kesehatan yang berkualitas tinggi.

Profil Kesehatan Aceh tahun 2012, menunjukkan rasio jumlah perawat yang ada di Kota Langsa adalah 153,08 per 100,000 penduduk, ini melebihi standar normal menurut indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 117,5 per 100,000 penduduk, melihat sebaran maksimal tersebut seharusnya beban kerja perawat menjadi lebihringan ataupun seimbang sehingga kinerja perawat pelaksana menjadi lebih baik. Namun menurut 5 orang perawat pelaksana yang di wawancarai kurangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerja mereka yang belum memuaskan disebabkan oleh beban kerja mereka yang tinggi dan kurangnya perhatian dari atasan terhadap prestasi kerja mereka, serta tidak adanya perbedaan insentif yang diterima antara yang rajin dengan yang malas bekerja. Kurangnya perhatian dan beban kerja yang tinggi serta tidak adanya perbedaan insentif yang diterima akan menimbulkan kelelahan dan stress kerja (Profil Kesehatan Aceh, 2012).

(3)

Menurut Green dan Thorogood (1998) dalam Sutrisno (2007), organisasi rumah sakit dicirikan oleh campuran heterogen profesional dan staf non-profesional. Rumahsakit juga ditandai dengan tingkat profesional yang tinggi, suasana keluarga serta keterlibatan karyawanyangtinggi.

Berbagai kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan perilaku kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006). Budaya organisasi merupakan karakter suatu organisasi, yang mengarahkan hubungan kerja sehari-harikaryawan dan menuntun mereka tentang berperilaku dan berkomunikasi dalam organisasi, serta membimbing hirarki perusahaan di bangun dan merangsang tingkah laku staf menjadi produktif (Marquis &Huston, 2006).

Urrabazo (2006)menyatakan pemahaman tentang budaya dalam suatu organisasi sangat penting, memainkan peranan yang besar dan merupakan tempat yang menyenangkan dan sehat untuk bekerja. Selain itu budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit tentang hal-hal yang dapat dipromosikan, keputusan yang dibuat dan bahkan bagaimana bertindak (Arnold dkk, 1987).

Sejalan dengan itu hasil penelitian Harvard Business School (Kotter dan Heskett, 1992), menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai dampakkuat terhadap prestasi kerja suatu organisasi.

(4)

besar pada keterkaitan yang efektif antara jiwa anggota organisasi (Denison dan Mishra 1995).

Penelitian Urrabazo (2006)menyatakan bahwa lingkungan kerja yang memuaskan dapat dibuat oleh karyawan ketika organisasi memiliki budaya yang sehat dan dengan demikian memiliki sikap positif terhadap pekerjaan karyawan. Hal ini dapat menciptakan dan mengidentifikasi dengan memberikan kesempatan bagi tindakan organisasi, semua anggota akan tetap dalam organisasi apa pun yang akan terjadi. Penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas yang lebih tinggi pada eksekutif keperawatan memiliki pengaruh positif terhadap budaya organisasi di rumah sakit.

Penelitian ini didukung Hsu (2009), menyatakan budaya organisasi dapat meningkatkan komitmen organisasi dan bahkan kinerja pelayanan rumah sakit. Budaya organisasi rumah sakit merupakan pedoman atau acuan untuk mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya.

(5)

lingkunganrumah sakit yang menampilkanbudaya organisasi yang kuat adalah dua sumber daya kesehatan yang dapat mempromosikan hasil yang baik pada pasien.

Menurut Denison dan Mishra (1995) organisasi yang efektif memberdayakan dan melibatkan orang-orang di sekitar mereka, membangun tim, dan mengembangkan kemampuan semua tingkatan. Penelitian tersebut membantu untuk meningkatkan pemahaman eksekutif keperawatan untuk dapat mengembangkan budaya organisasi rumah sakit dalam mempromosikan komitmen organisasi.

Pemahaman tentang budaya organisasi menyebabkan komitmen perawat yang tinggi, dengan kata lain budaya organisasi sangat efektif dalam mengembangkan kerja yang positif bagi perawat (Hsiao,dkk 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan Ehtesham dkk, (2011),menyatakan bahwa dua dimensi budaya organisasi kemampuan beradaptasi (adaptability) dan misi (mission) memiliki korelasi yang lebih signifikan dengan praktik performance management.

(6)

misi tinggi sebesar 83.3%. Secara keseluruhan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi yang kuat memengaruhi efektivitas organisasi pada RSUD Haji Makasar sedangkan di RSUD Labuang Baji, budaya organisasi yang kuat tidak menunjukkan pengaruh dalam meningkatkan efektivitas organisasi.

Hasil penelitian Yanidrawat (2012) di RSUD kabupaten Bekasi perawat yang merasa puas dalam bekerja hanya sebesar 7.04%, dan yang tidak puas sebesar 92.96%. Penelitian ini sejalan dengan teori Robbins (2001) mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja, budaya yang kuat akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang tinggi sedangkan budaya organisasi yang lemah akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang rendah. Namun penelitian Tarjo, (2011) tentang pengaruh budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan dan kinerja perawat di RSUD H. Hanafie Muara Bungo-Jambi, budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja.

Gillies (1994) menyatakan sumber daya manusia perawat merupakan jumlah terbesardi rumah sakit sekitar 60-70%. Olehkarena itu kinerja perawat menjadi sangat penting untuk diperhatikan, khususnya dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.

(7)

dengan penelitian Minarsih (2011), kinerja perawat di instalasi rawat inap non bedah (penyakit dalam) RSUP. Dr Jamil Padang tergolong rendah (54.7 %).

Berbagai konsep teori menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya organisasi yang dianut secara intensif akan memberikan dampak dalam pencapaian tujuan organisasi dan kinerja (Ndraha,1997).

Budaya organisasi yang kuat akan menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab yang besar dalam diri karyawan sehingga mampu memotivasi untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan, mencapai tujuan yang lebih baik, dan pada gilirannya akan memotivasi seluruh anggotanya untuk meningkatkan kinerja kerjanya (Robbins & Caulter, 2010).

Perusahaan yang mengkobinasikan nilai dan keyakinan,kebijakan dan praktik manajemen serta hubungan antara keduanya akan menunjukan keberhasilan yang terlihat dalam budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan, konsistensi, penyesuaian dan misi (Sutrisno, 2007).

(8)

tidak puas dengan pelayanan di rumah sakit dan juga (Profil RSUD Kota Langsa, 2012)

Berdasarkanobservasi yang dilakukan di RSUD Kota Langsa banyak perawat yang mengeluhkan beban kerja yang tinggi, perawat harus melakukan tugas yang bukan tindakan keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik. Dari 43 dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Kota Langsa: pada pengkajian 35% tidak lengkap, diagnosa keperawatan 20.8 % dengan menggunakan diagnosa yang sama. hal ini sangat beralasan karena implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien.

(9)

dapat disebabkan karena pekerja tidak menerapkan budaya organisasi (keterlibatan,konsistensi,penyesuaian,misi).

Berdasarkan fenomena diatas peneliti perlu melakukan penelitian tentang hubungan budaya organisasi dengan kinerja perawat di rumah sakit. Budaya organisasi yang baik memberikan implikasi pada peningkatan kinerja perawat sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada latar belakang dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan budaya organisasi (Keterlibatan, konsistensi, penyesuaian,misi) dengan kinerja perawat di rumah sakit.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan budaya organisasi (Keterlibatan,konsistensi,penyesuaian,misi) dengan kinerja perawat di rumah sakit umum daerah Kota Langsa.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

(10)

2. Mengetahui hubungan budaya organisasi konsistensi dengan kinerja perawat di RSUD Kota Langsa.

3. Mengetahui hubungan budaya organisasi penyesuaian dengan kinerja perawat di RSUD Kota Langsa.

4. Mengetahui hubungan budaya organisasi misi dengan kinerja perawat di RSUD Kota Langsa.

1.4. Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan budaya organisasi keterlibatan dengan kinerja perawat di RSUD Kota Langsa

2. Ada hubungan budaya organisasi konsistensi dengankinerja perawat di RSUD Kota Langsa

3. Ada hubungan budaya organisasi penyesuaiandengan kinerja perawat di RSUD Kota Langsa

4. Ada hubungan budaya organisasi misi dengan kinerja perawat di RSUD Kota Langsa

1.5. Manfaat Peneltian

(11)

1. Pendidikan kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan pengetahuan serta menjadi evidence khususnya dalam pengajaran diperkuliahan pada manajemen keperawatan yang berhubungan dengan budaya organisasi. 2. Manfaat praktis bagi rumah sakit

Referensi

Dokumen terkait

Pemasaran sasaran diharuskan melakukan langkah – langkah utama yaitu mengindetifikasi dan memilah – milah kelompok pembeli yang berbeda – beda yang mungkin meminta produk

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Issues of concern in this study is, REST WebService running on the HTTP protocol, which means the data is sent in the form of text. If

Ethnic Mandailing mostly inhabit the area of Mandailing, while Malays Coastal and Minangkabau inhabit the West Coast, there are four variations of dialect in the language

Warna dapat berperan dalam mendukung kondisi interior kelas yang menunjang program kegiatan belajar sesuai kebutuhan anak agar perkembangan mereka dapat optimal.. Kata kunci :

Kota Tuban berkembang menjadi kota perdagangan seiring dengan timbulnya lingkungan rumah- rumah mewah yang dihuni oleh orang eropa dan pedagang cina kaya, yang secara tidak

As the result of this research variation of kinship terms and why do variations of kinship term occur, there are 5 clusters and there are 46 kinship terms: 4 kinship terms related

Ketiga, bahwa tingkat pendidikan jemaat GSJA Victorious Worship Family Makassar sangat berpengaruh terhadap sikap memberi persepuluhan kepada Tuhan, di mana apabila terjadi

Konstruksi ketinggian tempat duduk dibuat dengan kemiringan >20 ° untuk memberikan garis pandang yang baik dan dapat menampung pantulan bunyi langsung dari lantai panggung