BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Manusia sejak dilahirkan telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup
bersama dengan orang lain. Tuhan telah menciptakan segala sesuatu saling
berpasangan, ada laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana Al Qur’an Surah Ar-Rum ayat 21 yang artinya:
“ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir.”1
Manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu
mendapat pemenuhan. Dalam hal ini manusia diciptakan Allah SWT untuk
mengabdikan diri kepada sang pencipta dengan segala aktifitas hidupnya. Pemenuhan
naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas
hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup
manusia dengan aturan perkawinan.
Islam melihat pernikahan sebagai suatu ikatan yang sakral antara laki-laki dan
perempuan. Dari keduanya lahir suatu keluarga yang didalamnya tumbuh subur
1Departemen Agama Republik Indonesia,Al Qur’an Dan Terjemahannya,Pustaka Assalam,
perasaan yang luhur. Bahkan pernikahan merupakan cara manusia untuk tetap
mempertahankan keturunannya maka. Pernikahan merupakan suatu hal yang penting
dalam kehidupan manusia. Dengan pernikahan adalah satu–satunya cara untuk
melanjutkan kehidupan manusia dan merupakan motivator utama bagi manusia untuk
bekerja dan mencari rezeki.
Perkawinan diatur didalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974, dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan nomor 9 tahun 1975, undang-undang ini merupakan hukum materiil dari perkawinan, sedangkan hukum formalnya ditetapkan dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Adapun sebagai aturan pelengkap yang akan menjadi pedoman hakim di lembaga peradilan agama adalah Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang telah ditetapkan dan disebarkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).2
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pengertian
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketentuan tersebut mengandung arti bahwa landasan pernikahan adalah
Ketuhanan yang Maha Esa. Sehingga pernikahan yang sah adalah pernikahan yang
dilakukan menurut agama dan kepercayaanya masing-masing. Sedangkan dari segi
formal bahwa pernikahan tersebut harus dicatatkan pada kantor pencatatan sipil selain
pemeluk Islam dan bagi mereka yang melangsungkan pernikahan menurut Islam
maka dilakukan di kantor P3N (Petugas Pembantu Pencatat Nikah).
2
Pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam yang dituangkan
dalam Pasal 2 dan Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaqan ghaliidzan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Ditinjau dari sudut pandang Islam, lembaga pernikahan merupakan suatu
lembaga yang suci dan luhur, dimana kedua belah pihak dihubungkan sebagai suami
istri dengan mempergunakan nama Allah SWT, sebagaimana dalam surah An-Nisa’
ayat 1 yang artinya:
“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan yang menciptakan kamu dan dari padanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”3
Perkawinan bertujuan untuk memiliki keturunan, dan dapat menimbulkan
ketenangan hidup manusia dan menumbuhkan rasa kasih sayang, sebagaimana
dinyatakan dalam surah Ar-Rum yang artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untik kamu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya dan dijadikan-Nya rasa kasih sayang di antara kamu…”4
Aturan pernikahan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu
mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan pernikahan pun hendaknya
ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama.
Adapun tujuan dalam pernikahan yaitu:5
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. 4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta
kewajiban, juga bersungguh sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.
Allah SWT menentukan pernikahan dengan tujuan untuk mewujudkan
ketenangan hidup, menimbulkan rasa kasih sayang antara suami istri, antara mereka
dan anak-anaknya, antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan besan akibat
pernikahan suami istri tersebut dan untuk melanjutkan keturunan dengan cara
berkehormatan.
Apabila seorang lai-laki dan perempuan telah melakukan akad nikah secara sah,
maka pada saat itu masing-masing telah terikat oleh tali perkawinan dan hidup
sebagai suami isteri. Dengan adanya ikatan perkawinan maka akan timbul hak dan
kewajiban bagi suami isteri.
Hak adalah suatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau
isteri yang diperoleh dari hasil perkawinannya.6 Hak ini dapat dipenuhi apabila
pasangannya melaksanakan kewajibannya atau dapat hapus apabila yang berhak
ikhlas bila haknya tidak dipenuhi atau dibayar oleh pihak yang lain.
5Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Rajawali
Press,Jakarta,2009, hal.15-16
6Kamal Mukhtar,Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta, 1974,
Adapun yang dimaksud dengan kewajiban adalah hak-hak yang wajib
dilaksanakan atau diadakan oleh salah seorang suami isteri untuk memenuhi hak dari
pihak yang lain.7 Meskipun suami adalah kepala rumah tangga , dia juga harus
mengurus isteri dan keluarganya. Al Qur’an Surah An-Nisa ayat 34 mengatakan
laki-laki itu pengurus atas perempuan-perempuan dan sebaliknya isteri adalah ibu rumah
tangga, juga harus setia (taat) kepada suaminya.8
Dalam hak isteri terdapat kewajiban atas suami, yang berarti bahwa suami
berkewajiban memenuhi segala sesuatu yang menjadi hak isterinya tersebut.
Demikian pula mengenai hak suami terhadap isteri, berarti merupakan hal-hal yang
merupakan kewajiban isteri untuk memenuhi dan melaksanakan hak suaminya.
Sedangkan yang dimaksud hak bersama adalah hak-hak yang dimiliki oleh suami
isteri secara bersama dan kewajiban juga dipenuhi secara bersama-sama.
Menurut Sayyid Sabiq sebagaimana dikutip Neng Djubaedah, bahwa hak dan
kewajiban suami isteri terbagi tiga yaitu:9
1. Hak isteri terhadap suami
Adapun hak isteri terhadap suami yaitu: a. Hak isteri yang bersifat kebendaan adalah:
i) Hak menerima mahar. ii)Hak atas nafkah iii)Hak atas kediaman
b. Hak atas isteri yang bukan bersifat kebendaan (rohaniah) i)Suami menggauli isteri dengan baik
ii)Suami menjaga kehormatan isteri
7
Ibid.
8Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Karya Gemilang, Jakarta, 2011,
hal.32. 9
iii) Suami berlaku adil yang memiliki isteri lebih dari seorang.
2. Hak suami terhadap isteri
Adapun hak suami terhadap isteri yaitu:
a. Isteri hendaknya taat dan patuh kepada suami b. Mengurus dan mengatur rumah tangga dengan baik c. Menjaga diri dan harta suaminya ketika suami tidak ada.
3. Hak dan kewajiban suami isteri bersama
Adapun hak dan kewajiban bersama suami isteri meliputi:10 a. Penghalalan hubungan suami isteri
b. Hak saling mewarisi apabila salah seorang suami atau isteri meninggal dunia c. Sah menasabkan anak kepada suami.
d. Pergaulan suami isteri yang baik dan tenteram, saling mencintai dan sntun menyantuni.
e. Saling menjaga rahasia masing-masing.
Pengaturan tentang Hak dan kewajiban suami isteri dalam Kompilasi Hukum
Islam merupakan gabungan dari ketentuan dalam Hukum Islam (Al Qur-an dan
hadist) dan ketetapan dalam Undang-Undang Perkawinan(UUP).
Adapun yang menjadi hak dan kewajiban suami istri diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam antara lain:11
1. Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yangsakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat
2. Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain;
3. Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya;
4. Suami isteri wajib memelihara kehormatannya;
5. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Kewajiban suami (Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam):
10
Neng Djubaedah dkk,Op.cit.hal.108.
1. Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama.
2. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b.biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak.
5. Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat 4 huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.
6. Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat 4 huruf a dan b.
7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat 5 gugur apabila isterinusyuz.
Kewajiban isteri (Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam) yaitu;
1. Kewajiban utama bagi seorang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami yang dibenarkan dalam ukum Islam.
2. Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Tujuan pernikahan yang telah diuraikan kadang-kadang terhalang oleh
keadaan-keadaan yang tidak terduga sebelumnya, misalnya antara suami dan istri terdapat
perbedaan karakter dan watak yang tidak mudah untuk diserasikan. Rumah tangga
selalu diliputi percecokan-percecokan yang tidak mudah diselesaikan. Meskipun telah
diupayakan untuk mendamaikan dengan berbagai jalan, ternyata antara suami istri
tidak dapat hidup damai. Ketenangan rumah tangga terhalang, mawaddah dan
rahmah(rasa kasih sayang) tidak pula terjalin. Dalam hal seperti ini. Islam tidak akan
Diantara mereka dimungkinkan memutuskan ikatan pernikahan dengan jalan
baik-baik, dengan pertimbangan untuk kebaikan hidup masing-masing.
Putusnya perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan dalam
undang-Undang Perkawinan untuk menjelaskan perceraian atau berakhirnya hubungan
perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang selama ini
hidup sebagai suami istri.12
Mengenai putusnya perkawinan akibat perceraian diatur dalam Pasal 38
Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 113 Kompilasi Hukum Islam dengan
dasar bahwa perceraian dapat dilaksanakan bagi suami isteri. “ Walaupun perceraian
itu adalah malapetaka, tetapi suatu malapetaka itu tidak menimbulkan malapetaka
yang lain yang lebih besar bahayanya, perceraian hanya dibenarkan penggunaannya
dalam keadaan darurat untuk tidak menimbulkan mudharat yang lebih besar. Karena
itu perceraian adalah pintu daruratnya perkawinan guna keselamatan bersama.13
Para ahli fikih menyebut perceraian dengan istilah talak atau furqah yang
artinya adalah membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Sehingga makna dari
talak adalah perceraian antara suami isteri. Meskipun Islam mensyariatkan
perceraian, tetapi tidak berarti agama Islam menyukai terjadinya perceraian dalam
suatu pernikahan. Perceraian dalam Hukum Islam hanya diizinkan kalau terdapat
alasan yang kuat, dan kebolehan itu hanya dapat dipergunakan dalam keadaan yang
sangat mendesak.
12Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hal.189.
Rasulullah SAW bersabda:
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah SWT adalah talak” (HR Abu
Daud dan Ibnu Majah)”.14
Menurut ketentuan hukum Islam bahwa perkawinan dapat putus karena:15
1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah SWT sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan pernikahan.
2. Putusnya perkawinan atas kehendak suami sendiri oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebutthalaq.
3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri karena melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya pernikahan yang disampaikan oleh istri dengan cara tertentu ini diterima oleh si suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutuskan pernikahan itu. Putus pernikahan dengan cara ini disebut dengankhulu’.
4. Putusnya pernikahan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami atau istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan pernikahan itu dilanjutkan. Putusnya pernikahan dalam bentuk ini disebutfasakh.
Didalam perkembangannya, perceraian terjadi tidak hanya karena kemauan
suami (cerai talak) saja, tetapi juga bisa terjadi kaerna permintaan isteri (cerai gugat).
Banyak alasan yang dikemukakan isteri untuk menggugat cerai kepada suaminya.
Misalnya ada kekerasan dalam rumah tangga atau pun seringnya terjadi pertikaian
yang pada akhirnya melayangkan gugatan cerai ke pengadilan. Hal ini membuktikan
bahwa setiap pasangan tidak selamanya dapat menyelesaikan konflik-konflik yang
mereka alami, sehingga menempuh upaya hukum untuk menyelesaikan pertikaian
tersebut.
Pada zaman jahiliyah suami berhak untuk menceraikan isterinya dengan tidak
ada batasnya meskipun sudah menceraikannya seratus kali, selama si isteri berada
dalam masaiddah. Tidak ada perikemanusiaan atau keadilan dalam memperlakukan
isteri-isterinya. Sampai datangnya Nabi Muhammad SAW yang sama sekali tidak
menyetujui kebiasaan perceraian tersebut. Beliau menghilangkan kebiasaan ini secara
bertahap karena kebiasaan ini telah mendarah daging di zaman jahiliyah. Hukum
Islam memberi jalan kepada isteri yang menghendaki perceraian dengan mengajukan
khulu. Sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada suami untuk menceraikan
isterinya dengan jalan talak.
Makna khulu’ adalah perceraian berdasarkan persetujuan suami istri yang
berbentuk jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan adanya penebusan harta
atau uang oleh isteri yang menginginkan cerai dengan khulu’tersebut. Berdasarkan
definisi ini, talakkhulu’disebut juga dengan talak tebus.16
Adapun definisikhulu’menurutfuqahaadalah menghilangkan ikatan suami
isteri dengan ucapankhulu’atau memiliki pengertian sama sebagai pengganti dari
tebusan yang diberikan isteri kepada suaminya.17
Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 229 yang artinya:
16
Neng Djubaedah dkk,Op.cit, hal 152.
17Abdul Majid Mahmud Mathlub,Panduan Hukum Keluarga Sakinah, Era Intermedia, Solo,
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”18
Pasal 1 huruf i Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa khulu adalah
perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atauiwadh
kepada dan atas persetujuan suaminya.
Khulu’ boleh dilakukan bila memenuhi persyaratan. Hal ini berdasarkan atas
sabda Rasulullah SAW kepada isteri Tsabit bin Qais yang datang kepada beliau
untuk mengadukan perihal suaminya:
“Wahai Rasulullah, saya tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi saya
membenci kekufuran setelah Islam.” Rasulullah SAW menjawab: “maukah
kamu mengembalikan kebunnya kepadanya?” Ia menjawab: “ Mau!.” Maka
Rasulullah SAW bersabda kepada suaminya: “ Terimalah kebun itu dan
jatuhkan satu talak kepadanya!”19
Berdasarkan hadist ini, disunahkan seorang suami untuk mengabulkan
permintaan isterinya. Tuntutan khulu’tersebut diajukan isteri karena ia merasa tidak
akan terpenuhi dan tercapai kebahagiaan di antara mereka.
18 Departemen Agama Republik Indonesia,Al Qur’an Dan Terjemahannya, hal 45.
19Abu Bakar Jabir El-Jazairi,Pola Hidup Muslim (Minjahul Muslim Mu’amalah), Rosadakarya,
Dalam keadaan seperti ini menurut Ibnu Qudamah, ahli fikih Mazhab Hambali,
keduanya lebih baik bercerai. Akan tetapi jika isteri tidak memiliki alasan yang jelas,
maka ia tidak boleh mengajukankhulu’.20
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Wanita mana saja yang menuntut cerai pada suaminya tanpa alasan,
diharamkan baginya bau surga.”21
Adapun yang menjadi syarat-syaratkhulu’yaitu:22
1. Kebencian hendaknya timbul dari pihak isteri. Apabila suami yang membenci, maka suami tidak boleh menerima tebusan(khulu’)dari isterinya, melainkan ia harus bersabar atau menceraikannya bila takut menjadi mudharat.
2. Pihak isteri tidak dibenarkan mengajukan khulu’ sebelum tampak jelas adanya mudharat, atau karena ia khawatir terkena had (hukum) Allah, atau karena suaminya tidak mampu menunaikan hak-hak atasnya.
3. Pihak suami tidak dibenarkan membiasakan diri menyakiti isterinya sehingga menimbulkan kenginan isteri untuk melakukan khulu’. Apabila suami biasa menyakiti isterinya, maka tidak halal baginya meminta apapun dari isterinya (ketika ia menceraikannya), karena ia berbuat maksiat; padahal khulu’ bisa berarti sebagai talak ba’in; artinya bila suami ingin merujuk isterinya kembali, maka hal itu tidak halal kecuali melalui akad yang baru.
Adapun yang akan diteliti dalam kasus ini adalah mengenai pemberian tebusan
atau iwadh yang diberikan oleh isteri kepada suaminya. Bahwa pada tanggal 31
Januari 2005 Penggugat telah melangsungkan pernikahan dengan Tergugat dihadapan
Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Taragong Kidul,
Kabupaten Garut. Selama pernikahan tersebut Penggugat dan Tergugat telah hidup
rukun sebagaimana layaknya suami isteri dan dikaruniai anak bernama A, berusia 4
20
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Ensiklopedi Hukum Islam, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal.932
21 Ibid. 22
tahun. Bahwa sejak Juli 2009 ketenteraman rumah tangga Penggugat dan Tergugat
mulai goyah sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan antara
Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada kesepahaman dalam menyelesaikan masalah
rumah tangga, diantaranya Tergugat tidak bertanggung jawab dalam masalah
ekonomi. Kemudian antara Penggugat dan Tergugat pisah rumah dan selama itu
sudah tidak ada hubungan lahir maupun batin.
Penggugat sudah tidak sanggup lagi untuk meneruskan rumah tangga dengan
Tergugat, karena apabila diteruskan akan lebih banyak mudharatnya daripada
maslahatnya, sehingga tujuan dari perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang
kekal dan bahagia tidak tercapai.
Apabila perceraian berasal dari keinginan Penggugat, maka Tergugat tidak
berkeberatan namun dengan syarat Penggugat memberi tebusan (iwadh) kepada
Tergugat sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) sebagai tebusannya.
Kemudian Tergugat memohon agar anak Penggugat dan Tergugat berada pada
hadhanah Tergugat.Dengan demikian telah terjadi sengketa antara Penggugat dan
Tergugat mengenai tebusan.
Berdasarkan uraian diatas, suami berhak menentukan besarnyaIwadhatas dasar
khulu, namun tidak boleh melebihi nilai mahar yang diberikan suami kepada
isterinya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan beberapa
1. Apakah yang menjadi dasar hukum pembayaran Iwadh dalam perceraian
Khulumenurut FiqihIslam dan Kompilasi Hukum Islam?
2. Bagaimanakah akibat hukum yang lahir setelah isteri membayarIwadh?
3. Apakah yang menjadi pertimbangan hukum Hakim tentang pembayaran
Iwadh dalam memutuskan perkara Nomor 248/K/AG/2011?
C.Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar-dasar hukum pembayaran iwadh
dalam perceraianKhulu menurutFiqihIslam dan Kompilasi Hukum Islam.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum yang ditimbulkan dari
perceraianKhulu.
3. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi pertimbangan hukum bagi Hakim
dalam memutus perkara Nomor 248/K/AG/2011 tentang pembayaraniwadh.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi semua pihak bagi
peneliti, para pihak yang nantinya dihadapkan dalam keadaan untuk mengetahui
tentang pembayaran iwadh kepada suami dalam perceraian khulu menurut Fiqih
Islam dan Kompilasi Hukum Islam.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi ilmu
pembayaran iwadh kepada suami dalam perceraian khulu menurut perspektif Fiqih
Islam dan Kompilasi Hukum Islam.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
kalangan praktisi dalam menangani suatu perkara tentang pembayaraniwadh kepada
suami dalam perceraian khulu menurut Fiqih Islam dan kompilasi Hukum Islam
yang terjadi di masyarakat. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan masukan bagi praktisi hukum, pengacara, mahasiswa dan
masyarakat umum.
E.Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan sementara di Lingkungan
Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang
berhubungan dengan judul topik dalam tesis ini antara lain:
1. Penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Penuntutan Pengembalian Mahar Akibat Perceraian (Studi Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh Nomor 15/PDT.G/2011/MS-Aceh“oleh Yanti Julia Nim 117011023/M.Kn. Rumusan masalah yang dibahas adalah:
a. Apakah yang melatarbelakangi kewajiban pemberian mahar dari calon
suami kepada calon isteri dalam perkawinan Islam?
b. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan seorang suami melakukan
c. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengadili perkara
perceraian dengan penuntutan pengembalian mahar putusan Mahkamah
Syar’iyah Aceh Nomor 15/Pdt.G/2011/MS-Aceh.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Ilmu pengetahuan merupakan ilmu yang tersusun secara sistematis dengan
penggunaan kekuatan, pemikiran, pengetahuan mana senantiasa dapat diperiksa dan
ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian.
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat,
membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat prespektif dan
terapan. Sebagai ilmu yang bersifat prespektif, ilmu hukum mempelajari tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan
norma-norma hukum.23
Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada
berbagai ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi, karena aktivitas
penelitian hukum dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.
Teori adalah merupakan sutu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui
proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu
masalah.24
Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang
telah diuji kebenarannya. Suatu teori mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas
penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.25
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, atau
teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis.26
Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa
kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :27
1. untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
2. berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur-struktur konsep serta mengembangkan definisi-definisi.
3. suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
4. kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
5. sebagai petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori dalam suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman
mengenai suatu fenomena atau teori merupakan kesimpulan dari rangkaian sebagai
24Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,
Jakarta,1999,hal.12
25Ibid,hal.6
fenomena menjadi sebuah penjelasan.28
Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah suatu keharusan.
Hal ini dikarenakan kerangka teori digunakan sebagai landasan berpikir untuk
menganalisis permalahan yang dibahas dan penelitian ini merupakan normatif,
Kerangka teori ini akan digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa
permasalahan yang dibahas dalam tesis ini yaitu “Analisis Yuridis pemberian Iwadh
dalam Gugatan Cerai Menurut Hukum Islam (Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No.248K/AG/2011)”.
Adapun teori yang dikaitkan dalam penelitian adalah teori keadilan dan teori
kemaslahatan.
Adil merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia untuk
menegakkan kebenaran walau akan merugikan diri sendiri. Secara etimologisal-adlu
berarti “tidak berat sebelah, tidak memihak atau menyamakan sesuatu dengan yang
lain (al-musawah). Istilah lain dari ad-adl adalah al-qisth, al-Mitsl (sama bagian,
atau semisal).29
Keadilan dalam hukum Islam digantungkan kepada keadilan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Karena manusia tidak mungkin mengetahui keadilan secara benar dan tepat. Di sini keimanan mendahului pengertian karena telah ditetapkan segala yang ditentukan bahwa segala yang ditentukan oleh Allah SWT pasti adil.30
28 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal.134
29 Zamakhsyri, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, Citapustaka Media
Perintis, Bandung, 2013 , hal.95.
30 Busthanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia Akar Sejarah, Hambatan dan
Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki seseorang, termasuk hak asasi harus diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait pula dengan amanah, sementara amanah wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, hukum berdasarkan amanah harus ditetapkan secara adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negatif lainnya.31
Dalam perceraian yang merupakan hak suami sebagai tanda berakhirnya
hubungan suami isteri, juga disyari’atkan untuk berlaku adil, dalam arti melakukan
perceraian secara baik(ma’ruf)dan disaksilan pula oleh dua orang saksi yang adil.
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 231 yang artinya:
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Alkitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu, dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”32
Selain dari teori keadilan sebagai teori utama, penelitian ini juga disertai dengan
teori mashlahahyang menjadi teori pendukung .
Dalam bahasa Indonesia kataMashlahahdikenal dengan maslahat.Mashlahah
ini secara bahasa atau secara etimologi berarti manfaat, faedah, bagus, baik,
kebaikan, guna atau kegunaan.33
Maslahat atau dalam bahasa Arab biasa disebutal-mashlahah yang artinya
31
Zamakhsyri, Op.cit, hal.95. 32
Departemen Agama Republik Indonesia,Al Qur’an Dan Terjemahannya, hal.46.
33Departemen Pendikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan II, Balai
adalah manfaat atau suatu pekerjaan yang megandung manfaat.34
Mashlahat kadang-kadang disebut dengan istilah yang berarti mencari yang
benar. Esensi mashlahat adalah terciptanya kebaikan dan kesenangan dalam
kehidupan manusia serta terhindar dari hal-hal yang dapat merusak kehidupan
umum.35
Menurut Imam al-Ghazali pengertian mashlahah atau yang biasa disebut mashlahat adalah: “ Mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuansyara.”
Suatu kemashlahatan harus sejalan dengan tujuan syara’, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Karena kemashlahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syara’ tetapi kepada kehendak hawa nafsu.
Adapun tujuansyara’yang harus dipelihara ada lima bentuk yaitu: a. memelihara agama.
b. memelihara jiwa c. memelihara akal. d. memelihara keturunan. e. memelihara harta.36
Upaya untuk menolak segala bentuk kemudharatan yang berkaitan dengan
kelima aspek tujuansyara’tersebut juga disebut maslahah.
Dalam kaitan ini Imam Asy-Syatibi mengatakan tidak dibedakan antara
kemashlahatan dunia dan kemashlahatan akhirat, karena apabila kedua kemashlahatan
tersebut bertujuan untuk memelihara kelima tujuan syara’ tersebut, maka keduanya
termasuk kedalam konsep mashlahat.37
2. Kerangka Konsepsi
34
Zamakhsyri, Op.cit, hal.36.
35
M.Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan elestisitas Hukum, USU Press, Medan,2002, hal.27
36
Zamakhsyri, Op.cit, hal.37. 37
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam
penelitian ini adalah sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit. Konsep diartikan sebagai kata yang khusus yang disebut dengan definisi
operational (operational definition).38
Kerangka konsepsi merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang
lain-lain seperti asas dan standar. Sehingga kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya oleh hukum39.
Kerangka konsepsi mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang
akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.40
Adapun untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian terhadap istilah
yang digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk mendefinisikan
beberapa konsep penelitian yang sesuai dengan makna variabel yang dipakai dalam
penelitian ini:
Sehingga dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut:
a. Analisis Yuridis adalah: pandangan menurut hukum; berdasarkan ketentuan
hukum.
b. Fiqih Islam adalah: seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Illahi dan
penjelasannya dalam sunah Nabi tentang tingkah laku manusia mukallaf
yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.41
38Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal.3. 39Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung,1996,hal 397.
40Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
c. Kompilasi Hukum Islam adalah hukum material Pengadilan Agama yang
terkodifikasi dan unifikasi yang pertama saat ini dan diperlukan untuk
landasan rujukan setiap keputusan peradilan agama.42
d. Iwadh adalah bayaran ganti yang diambil oleh suami dari isterinya sebagai
tebusannya dalam menuntutkhulu’.43
e. Perceraian adalah berakhirnya hubungan antara seorang laki-laki dengan
perempuan yang selama ini hidup sebagai suami isteri.44
f. Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan
memberikan tebus atauiwadhkepada suami dan atas persetujuan suami.45
G. Metode Penelitian
Metode Penelitian berasal dari kata “Metode dan Logos”. Metode yang artinya adalah cara yang tepat untuk melakukan sesutau dan logos artinya adalah ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya yaitu melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian adalah suatu keinginan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis samapi menyusun laporannya.46
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan
konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis
berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu
41Amir Syarifuddin,
Op.cit,hal.4
42M.Hasballah Thaib,Ilmu Hukum Waris Islam, MKn, USU, Medan, 2006, hal.11.
43Ribat Rafie http://ribatrafie.blogspot.com/2010/05/khuluk-dan-permasalahannya.html, diakses
pada tanggal 20 Maret 2015
44Amir Syarifuddin, Op.cit, hal.189. 45Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 huruf i
46Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, PT.Bumi Aksara, Jakarta, 2002,
sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam
suatu kerangka tertentu.47
Metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan memiliki
peranan antara lain:48
1. Menambah kemampuan para ilmuwan umtuk mengadakan atau melaksanakan
penelitian secara lebih baik .
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum
diketahui.
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian
interdisipliner.
4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintergerasikan
pengetahuan mengenai masyarakat.
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
membuat gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.49
Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan
47
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitan Hukum,hal.42 48
Ibid, hal.7
sekunder dan bahan acauan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.50
2. Sumber Data
Penelitian kajian yuridis tentang “ Analisis Yuridis Pemberian Iwadh Kepada
Suami Dalam Gugatan Cerai Menurut Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam
(Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 248 K/AG/2011) ini
menggunakan data sekunder. Data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan
(library research)yang diperoleh dari:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu studi Kepustakaan, berupa dokumen-dokumen,
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer misalnya buku-buku yang berhubungan
dengan permasalahan, tulisan para ahli, makalah, hasil penelitian, karya
ilmiah atau hasil-hasil seminar yang relevan dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan informasi dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder misal
kamus hukum, kamus fiqih, majalah, surat kabar, kamus bahasa Indonesia,
internet, jurnal-jurnal.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data sangat penting menentukan hasil penelitian sehingga
apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini dapat tercapai.
Alat pengumpulan data ada tiga yakni studi dokumen atau bahan pustaka,
pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview. Alat mana yang akan
digunakan senantiasa bergantung pada ruang lingkup dan tujuan penelitian hukum
yang akan dilakukan.51
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini maka alat
pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen dengan meneliti
dokumen-dokumen tentang hukum Islam. Dokumen ini merupakan sumber informasi penting.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses
penelitian yang sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan sumber yang
akan diteliti.
Adapun untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti dan dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat normatif maka
tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara
menghimpun data. 52 Data-data tersebut dapat diperoleh dari kepustakaan, yakni
berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur, jurnal ilmiah,
majalah-majalah, artikel, putusan pengadilan yang ada kaitannya dengan masalah
yang diteliti serta tulisan-tulisan yang terkait dengan cerai gugat menurut hukum
Islam.
51
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,hal.201. 52
5. Analisa Data
Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.53
Analisa data dapat diartikan sebagai proses menganalisa, memanfaatkan data yang telah terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian. Dalam proses pengolahan, analisa dan pemanfaatan data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu prosedur penelitan yang menghasilkan data yang deskriptif yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang diobservasi dari manusia.54
Penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif adalah penelitian yang
mengacu pada hukum yang terdapat dalam peraturan peraturan perundang-undangan
dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat.55
Dengan dilakukan analisa data, maka dapat ditarik kesimpulan. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan memakai metode deduktif, yaitu cara berpikir yang
dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya mengambil atau menarik hal-hal
yang khusus sebagai kesimpulan sehingga diharapkan dapat menjawab dari
permasalahan yang ada.
53Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.
101.