• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan dan Kepercayaan Ibu terhadap Tindakan Mencegah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan dan Kepercayaan Ibu terhadap Tindakan Mencegah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Tualang Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan (Knowledge)

Purwodarminto dalam Azwar (2005) menyatakan bahwa pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu hal objek. Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitip merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).

Bloom dalam Notoatmodjo (2003), menyebutkan pengetahuan atau knowledge adalah individu hasil tahu apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya. Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

(2)

memutuskan untuk mencoba tingkah laku baru, untuk itu perlu adanya motivasi yang kuat dari petugas kesehatan dan juga penerangan yang jelas agar putusan mereka tidak merupakan paksaan, dan (4) Confirmation, apabila masyarakat atau individu telah mau melaksanakan tingkah laku yang baru sesuai dengan norma-norma kesehatan, kita tinggal menguatkan tingkah laku yang baru.

Margono dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan adalah kemampuan untuk mengerti dan menggunakan informasi. Selanjutnya disebutkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang diperlukan seseorang agar dapat melakukan sesuatu. Unsur-unsur tersebut adalah:

1. Pengetahuan/pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan;

2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dari apa yang dilakukannya;

3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya; dan

4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakan.

(3)

1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi: a. Penyebab penyakit

b. Gejala atau tanda-tanda penyakit

c. Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencaripengobatan d. Bagaimana cara penularannya

e. Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehari-hari meliputi:

a. Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya b. Pentingnya olahraga bagi kesehatan

c. Penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, minuman keras, narkoba, dan sebagainya

d. Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya bagi kesehatan. 3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

a. Manfaat air bersih

b. Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat, dan sampah

c. Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat

d. Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan, dan sebagainya.

(4)

2.2.1 Definisi Kepercayaan

Menurut (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), definisi kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yg dipercayai itu adalah benar atau nyata. Fishbein dan Azjen dalam Dahniar (2009) kepercayaan atau keyakinan dengan kata ”belief’” memiliki pengertian sebagai inti dari setiap tingkah laku manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap suatu objek.

Rousseau, (1998) mendefinisikan kepercayaan (trust) adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perhatian atau perilaku yang baik dari orang lain. McKenzie (2006) mendefinisikan kepercayaan adalah variabel yang sangat memengaruhi status kesehatan karena kalau tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan rendah, maka usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan semakin sulit dilakukan.

(5)

Menurut penelitian Ramdhania (2008), dari 53 responden yang diteliti 91,4% percaya untuk pergi ke pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaaan masyarakat terhadap petugas kesehatan sudah mulai timbul, walaupun di beberapa daerah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan masih rendah karena petugas kesehatan dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat di wilayahnya dan tidak mempunyai kharismatik.

Masyarakat cenderung menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2 Dimensi Kepercayaan

Dimensi kepercayaan menurut Sarafino (2002) terdiri dari motivasi dan emosional.

a. Motivasi dalam kepercayaan

(6)

merokok kretek, cenderung memakai proses bias; mereka mencari tahu alasan-alasan menerima dukungan informasi dan mengurangi penyampaian informasi.

Alasan-alasan yang mereka pilih kelihatannya dapat mereka terima, pun jika secara logika benar-benar salah. Orang-orang tampaknya cenderung menggunakan proses penalaran bias menjadi cukup stabil dan konsisten di berbagai situasi. (Sarafino, 2002).

Penelitian memperlihatkan proses berpikir yang tidak rasional pada beberapa tipe keputusan yang berhubungan dengan kesehatan. Pertama, orang dengan sakit kronis, seperti diabetes, yang cenderung menggunakan pola berpikir tidak logis pada situasi yang berkaitan dengan kesehatannya cenderung tidak mengikuti saran medis dalam memanajemen kesehatannya (Christensen, 1999). Mungkin perasaan terancam yang tinggi memotivasi mereka menggunakan penyangkalan. Sama halnya, individu-individu yang kelihatan menggunakan informasi yang tidak relevan, seperti secara atraktif pasangan seksual menilai resiko berhubungan seks dengan orang tersebut (Blandon & Gerrard, 1997). Kedua, resiko orang yang merokok kretek lebih rendah daripada yang bukan perokok ketika diminta untuk menilai resiko mereka sendiri terhadap penyakit yang berhubungan dengan rokok, seperti kanker paru-paru. Kepercayaan seperti itu sangat resisten terhadap perubahan (Kreuter & Stretcher, 1995).

b. Emosional dalam kepercayaan

(7)

pengambilan keputusan secara rasional dan tidak rasional, dan stress adalah faktor penting dalam model ini (Janis & Mann, 1977). Model ini menggambarkan urutan kognitif dimana orang-orang membuat keputusan penting, termasuk keputusan yang berhubungan dengan kesehatan. Menurut teori konflik, urutan kognitif yang digunakan orang untuk sampai pada suatu keputusan stabil dimulai saat suatu peristiwa petualangan mereka atau pada gaya hidup. Petualangan juga dapat menjadi satu ancaman, seperti gejala sakit atau satu berita sejarah tentang bahaya merokok, atau suatu peluang, seperti kesempatan mengikuti suatu program gratis pada acara untuk menghentikan rokok. Langkah pertama dalam urutan kognitif termasuklah menilai tantangan, yang pada dasarnya menjawab pertanyaan: “Adakah resiko serius jika saya tidak berubah?” Jika jawabannya ‘tidak’ perilaku tetap sama dan proses pengambilan keputusan berakhir; tetapi jika jawabannya adalah ‘ya’, proses berlanjut-misalnya, dengan sebuah alternatif survey untuk menyetujui tantangan.

Menurut Goleman (2007) sistem pemahaman impulsif yang berpengaruh besar, adalah pikiran emosional. Lebih lanjut, dikemukakan ciri utama pikiran emosional, yakni respons yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional jauh lebih cepat dari pada pikiran rasional, langsung melompat tanpa mempertimbangkan sekejap pun apa yang dilakukannya. Kecepatan itu, mengesampingkan pikiran hati-hati dan analitis yang merupakan ciri khas akal yang berpikir atau tindakan pikiran rasional.

(8)

masyarakat penyelenggara, serta partisipasi masyarakat profesi kesehatan. Sejalan dengan itu masyarakat mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya pemeliharaan kesehatannya sendiri, keluarga maupun lingkungan. Bahkan diharapkan ikut berperan secara aktif dalam pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2007).

Ada beberapa model perilaku kesehatan yang dapat menggambarkan bagaimana sebuah perilaku terbentuk, teori Health Belief Model (HBM) dan Becker & Rosenstock. Teori ini berpendapat bahwa persepsi kita terhadap sesuatu lebih menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock (1974) didasarkan pada empat elemen persepsi seseorang, yaitu:

a. Perceived suscepilbility: penilalan individu mengenai kerentanan mereka terhadap suatu penyakit.

b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.

c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan fnansial, fisik, dan psikososial.

d. Perceived benefits: penilaian ndividu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan.

(9)

a. Variabel demografi; seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dan sebagainya. b. Variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, sosial-ekonomi, dan sebagainya. c. Variabel struktural; seperti pengetahuan, pengalaman, dan sebagainya.

d. Cues to action; pengaruh dari luar dalam mempromosikan perilaku kesehatan yang disarankan, seperti pemberian informasi melalui media massa, artikel surat kabar dan majalah, saran dan ahli, dan sebagainya (Smet, 1994).

2.3 Demam Berdarah Dengue 2.3.1. Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan 1). Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari; 2) Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, ekimosis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji Torniquet (Rumple Leede) positif; 3) Trombositopeni

(jumlah trombosit ≤ 100.000/ µl); 4) Hemokonsentras i (peningkatan hematokrit ≥ 20%); dan 5) Disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali) (Depkes

RI, 2010).

(10)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai dengan : (1) demam mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, (2). Manifestasi pendarahan (petekie, purpura, pendarahan kunjungtiva, epistaksis, ekimosis, pendarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquest (Rumple Leede) Positif, (3) trombositopeni (jumlah trombositpeni (jumlah trombosit <100.000); (4). Hemokonsentrasi peningkatan hematrokrit, 20%); dan (5). Disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali) (Depkes, RI, 2005).

2.3.2. Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue

Penyebab DBD adalah virus dengue yang sampai sekarang dikenal 4 serotipe (Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, Dengue-4), termasuk dalam group B Arthropod Borne virus (arbovirus). Keempat serotype virus ini telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4. Dari empat tipe virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe Den 1 dan Den 3.

(11)

kepada manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Depkes, RI, 2010).

2.3.3. Gejala-Gejala yang Ditimbulkan oleh Demam Berdarah Dengue

Tanda gejala penyakit Demam Berdarah Dengue adalah :

1) Demam : yaitu demam tinggi mendadak, selama terus-menerus selama 2-7 hari, panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas turun mendadak;

2) Pendarahan: pendarahan terjadi di semua organ, bentuk pendarahan dapat berupa uji tourniquet (Rumple Leede ) positif atau dalam bentuk 1 atau lebih manifestasi perdarahan sebagai berikut: petekie, ekimosis, perdarahan konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis, melena dan hematuri;

3) Pembesaran Hati: pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus;

4) Renjatan (syok): terjadi renjatan karena pendarahan, atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vasikuler melalui kapiler yang terganggu;

5) Trombositopeni: jumlah trombosit <100.000/ biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit, pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun,

(12)

7) Gejala klinik lain: gejala klinik lain yang menyertai penderita DBD adalah nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan kejang.

Jadi seseorang dinyatakan tersangka DBD apabila demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang- kurangnya uji tourniquet positif) dan atau trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000). Diagnose klinis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO yaitu terdiri dari kriteria klinis dan laboratories dengan maksud untuk mengurangi diagnose yang berlebihan (over diagnosis). Kriteria Klinis meliputi: (1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari; (2) terdapat manifestasi perdarahan, sekurang- kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif, (3) Pembesaran hati; (4). Syok. Sedangkan kriteria laboratoris terdiri dari Trombositopenia (jumlah trombosit 100.000/mmk darah) dan hemokosentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokroit 20% (Depkes. RI, 2006).

2.3.4. Cara Penularan Demam Berdarah Dengue

(13)

Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina menghisap darah.. Biasanya nyamuk Aedes aegypti betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00, dan nyamuk ini mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik , untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit (Depkes RI, 2010).

2.3.5. Tindakan Pencegahan DBD

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behaviour). OIeh sebab itu indikator praktik kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut di atas, yakni: (Notoatmodjo, 2007). a. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit

(14)

b. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, dan sebagainya.

c. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan

Perilaku ini antara lain mencakup: membuang air besar jamban (WC), membuang sampah di tempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak, dan sebagainya.

Upaya pencegahan DBD dapat dilakukan yaitu: 1. Pemberantasan Nyamuk Demam Berdarah Dengue

Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aeypti merupakan cara utama yang dilakukan untuk pengendalian kasus Demam Berdarah Dengue, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang dilakukan adalah terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya, seperti gambar di bawah ini (Depkes RI, 2005).

Biologis Kimiawi Fisik

Dengan Insektisida (Fogging Dan Ulv) Nyamuk

Dewasa

(15)

a. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan (Pengasapan atau pengabutan = fogging) dengan insektisida. Mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda–benda bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Untuk membatasi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainya akan mati.Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk-nyamuk-nyamuk baru yang di antaranya akan mengisap darah penderita veremia yang masih ada yang menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan kedua agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain.

b. Pemberantasan jentik aedes aegypty

Sedangkan pemberantasan terhadap jentik aedes aegypty yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD) dilakukan dengan cara : 1) Fisik

(16)

Cara inilah yang efektif yang bisa kita lakukan dengan kondisi kita saat ini. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia sebagai contoh: menguras dan menyikat bak mandi, bak WC, dan lain-lain; menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain); serta mengubur menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (seperti kaleng, ban bekas dan lain- lain). Kondisi itu dimungkinkan karena larva nyamuk tersebut dapat berkembang biak dengan volume air minimum kira-kira 0.5 sentimeter setara atau dengan dengan satu sendok teh (Judarwanto, 2007).

(Sumber : Judarwanto, 2007)

Pengurasan tempat-tempat penampungan air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang

(17)

nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.

2) Kimia

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

a. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.

b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

Formulasinya adalah granules (san granules), dan dosis yang di gunakan 1 ppm atau 10 gram (±1 sendok makan rata- rata untuk tiap seratus liter air. Arvasida dengan temephos mempunyai efek residu 3 bulan.

3) Biologi

Misalnya dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, akan black moli dan lain- lain). Berdasarkan beberapa teori di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku pemberantasan sarang nyamuk (kegiatan 3M) adalah suatu kegiatan menguras, menutup, dan mengubur barang-barang yang kemungkinan dijadikan sebagai sarang nyamuk aedes aegypti yang dapat menyebabkan penyakit DBD.

(18)

yang hanya membunuh nyamuk dewasa serta tidak dibarengi dengan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk secara rutin dan berkelanjutan.

2. Teknologi Pemutusan Siklus Demam Berdarah Dengue

Rui, dkk. (2003) dalam Kardinan (2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk. Lotion anti nyamuk yang telah beredar di Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam konsentrasi 10-15% (Gunandini, 2006). Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray) bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena membahayakan kesehatan manusia. Sementara propoxur masih diperbolehkan, walaupun telah menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India.

Jirakanjanakit (2007) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae. aegypti menunjukkan ketahanan terhadap insektisida pyrethroid, permethrin, dan deltamethrin yang umum digunakan di Thailand. Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya. Pengasapan dengan Malathion 4 persen dengan pelarut solar, yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius 100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto, 2007). Dalam kondisi seperti itu, penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap kesehatan dan lingkungan.

(19)

Peneliti tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol, tymol, cyneol atau estragole sebagai bahan-bahan aktif repellent (pengusir) serangga. Selasih berpotensi sebagai repelen Ae. aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET. Daya proteksinya yang tertinggi adalah sebesar 79,7% yang dicapai selama satu jam (Kardinan, 2007).

3. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis, manajemen lingkungan sehat, kajian bioekologi serangga vektor, sosialisasi dan program aksi kesehatan lintas instansi, partisipasi aktif masyarakat. Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron hubungan vektor dengan inang, lingkungan dan manusia sebagai faktor utama yang patut menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut dan disajikan pada Gambar 2.4 sebagai berikut :

(

Sumber: Kardinan, 2007)

Gambar 2.3. Hubungan antara Serangga Vektor dengan Lingkungan, Inang dan Manusia

Manusia

Lingkungan

(20)

4. Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di tingkat provinsi, kabupaten dan desa), sosialisasi, koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan. Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, maka masalah vektor dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi. Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin. Walaupun demikian sosialisasi untuk mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah, untuk itu diperlukan sosialisasi dan pengembangan teknologi-teknologi alternatif terkait musuh alami, insetisida botani dan mikroba, zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit, dan dinamika populasi dan struktur komunitas serangga vektor di lapangan.

Untuk penanganan kasus vektor dan DBD tidak bisa lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian, pengembangan teknologi, advokasi, edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan luar biasa (KLB).

(21)

keadaan serangan DBD luar biasa dan vektor tinggi maka strategi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti insektisida.

Setiap keluarga diharapkan seyogyanya mampu melakukan pengendalian dan pencegahan penularan penyakit Demam Berdarah. Pengendalian DBD dalam hal ini adalah dengan melakukan upaya-upaya yang mampu menekan atau bahkan mengurangi jumlah kasus DBD di suatu daerah. Jadi, jangan menunggu datangnya penyemprot oleh petugas fogging dari Dinas Kesehatan. Dianjurkan setiap keluarga mengambil langkah-langkah pengamanan internal, antara lain yaitu :

a. Gunakan obat racun serangga, boleh obat nyamuk bakar, oles, atau semprot, atur tidur pakai kelambu. Apalagi sudah tersedia kelambu yang sudah dibaluri obat racun serangga dan yang yang mulai dipopulerkan program PSN plus yaitu Pemberantasan Sarang Nyamuk disertai kegiatan lain seperti menggunakan obat nyamuk bakar, semprot, atau kelambu. Atau yang lebih sederhana menggunakan kipas angin agar aliran udara di dalam kamar tidur tetap ada. Bila aliran udara atau angin selalu mengalir, nyamuk Aedes aegyti si penular virus biasanya tidak tahan dan terbang keluar rumah berlindung di dedaunan pekarangan.

b. Pakaian-pakaian yang bergantungan di balik lemari atau dibalik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam lemari. Nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan istirahat di tempat-tempat gelap dan kain tergantung seperti horden apalagi bila berwarna gelap .

(22)

Bak penampungan air di kamar mandi dianjurkan tidak terlalu besar, cukup ukuran 50 x 60 x 90 c agar air dalam bak selalu terganti dan diganti 2 atau 3 kali sehari, sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak berkesempatan meletakkan telurnya pada dinding bak penampungan air.

d. Kalau ada taburkan bubuk Abate ke dalam bak penampungan air untuk mematikan jentik nyamuk. Bubuk Abate tidak merusak dinding bak penampungan air meskipun terbuat dari bahan logam. Apalagi terbuat dari semen atau plastik. Abate aman, meskipun pada bak penampungan air minum aman untuk diminum.

e. Barang-barang bekas sekitar rumah seperti : kaleng bekas oli, kantong plastik, ban bekas dan aki bekas yang bisa menampung air hujan harus disingkirkan agar tidak menjadi tempat nyamuk bertelur (Depkes RI, 2007).

5. Meningkatkan Stamina (daya tahan tubuh)

Tubuh memiliki daya tahan cukup kuat terhadap infeksi, oleh karena itu ketahanan tubuh harus senantiasa dijaga, terutama pada masa penghujan atau pancaroba.

1). Tidur yang cukup

(23)

2). Mengkonsumsi makanan yang bergizi (4 sehat 5 sempurna)

Almatsier (2006) mengungkapkan bahwa pedoman umum gizi seimbang menjabarkan pedoman 4 sehat 5 sempurna merupakan makanan yang dianjurkan dan menjamin keseimbangan zat gizi yang didasari pada 3 fungsi utama zat-zat gizi :

a). Sumber energi/tenaga (beras, jagung, gandum, ubi dan lain-lain b). Sumber zat pembangun (ikan, telur, ayam, daging, susu dan lain-lain) c). Sumber zat pengatur (sayuran dan buah-buahan) (Almatsier, 2006). 3). Menggunakan alat pelindung diri

Pendapat Satari (2008) bahwa menggunakaan alat pelindung diri adalah:

a. Jika hendak bepergian sebaiknya memakai pakaian yang tidak mudah digigit myamuk (lengan panjang).

b. Jjika tidur di siang hari hendaknya menggunakan kelambu (obat nyamuk). c. Menjaga kulit agar terhindar dari gigitan nyamuk (menggunakan lotion anti

nyamuk dan lain-lain).

4). Waspada pada gejala awal penyakit DBD

(24)

sudah di masak. Hindari minuman yang berwarna coklat dan merah agar tidak terjadi kesalahan intepretasi bila terjadi muntah. Pemeriksaan suhu tubuh harus dilakukan selalu dan bila kejang; jaga lidah agar tidak tergigit, kosongkan mulut, longgarkan pakaian dan tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang.

Selanjutnya didalam Depkes RI. (2009) dinyatakakan jika dalam 2 hari suhu tubuh tidak turun atau timbul gejala dan tanda lanjut seperti bekas gigitan nyamuk, muntah, gelisah, agar segera dibawa berobat ke Puskesmas atau ke unit pelayanan kesehatan lainnya, untuk segera mendapatkan pengobatan dan perawatan khusus. 6. Menjaga Kebersihan Lingkungan

Menurut pendapat Fahmi, (2008) bahwa faktor kebersihan lingkungan tidak mudah dikontrol karena melibatkan lingkungan dan perilaku manusia sekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik, psikis maupun rohani. Dalam hubungan interaksi tersebut, faktor komponen lingkungan sering kali mengandung atau memiliki potensi timbulnya penyakit.

Selanjutnya Mulia (2005), menyatakan dalam Undang Undang R.I. Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup menyebutkan” Lingkungan hidup adalah adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

(25)

makan/keluarga, dapur, kamar mandi, jamban/wc dan tempat cuci pkaian). Adapun syarat bagi rumah sehat agar terbebas dari bibit penyakit (terbebas dari DBD) adalah sebagai berikut :

1). Bahan–bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang berbahaya bagi kesehatan. 2). Ventilasi hendaknya tersedia pada tiap rungan guna bagi tempat keluar

masuknya udara, agar rumah tidak lembab usahakan sinar matahari dapat masuk kedalam rumah dan menyinari lantai rumah.

3). Langit-langit dan halaman rumah selalu dibersihkan, pekarangan ditanami yang bermanfaat, seperti tanaman yang tidak disukai oleh nyamk Aedes aegypti (lavender, akar wangi, geranium, zodia dan selasih).

4). Ruangan yang tidak padat huni (mencukupi). Setiap ruangan memiliki jendela agar cahaya dan udara dapat masuk, jendela sebaiknya setiap hari dibuka agar ruangan tidak terasa pengap dan sebaiknya setiap jendela terpasang kasa nyamuk agar nyamuk penular DBD tidak muda masuk kedalam rumah.

5). Ada tempat penampungan air bekas (buangan), ada tempat sampah (diangkat petugas), ada jamban, septiktank dengan jarak 10 m dari SAB dan ada saluran penampungan air hujan (talang).

6). Dinding rumah sebaiknya berwarna terang, lantai hendaknya selalu kering (agar tidak lembab), dan peralatan rumah tertata rapi.

(26)

Seyogyanya jalan masuknya cahaya melalui ventilasi (jendela) yang luasnya kira-kira 15%--20% dari luas lantai yang terdapat pada suatu ruangan.

8). Dimanapun tidak terdapat jentik – jentik penular DBD, yang dikenal saat ini dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk adalah dengan cara pemberantasan

sarang nyamuk PSN DBD), yang dikenal 3M plus (3M yang diperluas) adalah: a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi,

drum dan lain-lain seminggu sekali (M1).

b. Menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air atau tempayan dan lain-lain (M2).

c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3) (Depkes RI, 2010).

Dalam Depkes RI, (2010) dijelaskan Selain 3M ditambah dengan cara lainnya (3M plus), seperti;

1. Mengganti air vas bunga tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya sejenis.

2. Seminggu sekali memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak. 3. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan

tanah, dan lain-lain), menaburkan bubuk larvasida (abate), misalnya pada tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air, memelihara ikan pemakan jentik di kolam bak-bak penampungan air.

(27)

6. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai. 7. Menggunakan kelambu.

8. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.

Menurut pendapat Satari (2008) mengingat hampir disetiap rumah memiliki tempat-tempat penampungan air dan jarak terbang nyamuk yang mencapai 100 meter, menjaga lingkungan sekitar merupakan prioritas utama dalam mencegah terjadinya penyakit DBD. Oleh karena itu gerakan memberantas nyamuk hendaknya dilakukan pada setiap rumah. Agar pemberantasan sarang nyamuk dapat berjalan dengan berkesinambungan, Sebaiknya meminta aparat setempat untuk memberikan himbauan atau gerakan langsung mengajak masyarakat untuk melakukan aksi gotong-royong.

Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah, dan penularannya dapat terjadi disemua tempat, oleh karena itu setiap ada yang terserang sebaiknya agar melaporkan kepada aparat setempat, agar aparat dapat melakukan pengasapan (fogging) dan memberikan himbauan kepada masyarakat untuk bergotong-royong dalam memberantas nyamuk dan jentik Aedes aegypti (Depkes R.I, 2010).

2.4. Perilaku Kesehatan

2.4.1. Definisi Perilaku Kesehatan

(28)

dalam diri manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan di antaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner (dalam Maulana, 2007), maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang memiliki unsur-unsur perilaku dengan sakit dan penyakit, perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour), perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour), perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku terhadap makanan, dan minuman, serta perilaku terhadap lingkungan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit

Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respon tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respons terbuka (tindakan nyata).

2. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour) Perilaku seseorang untuk memelihara dan memingkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.

3. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)

(29)

4. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment) sampai mencari bantuan ahli.

5. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)

Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial.

6. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern dan atau tradisional.

7. Perilaku terhadap makanan

Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan makanan.

8. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan

Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya.

2.4.2. Aspek-aspek Perilaku

(30)

perkembangannya, teori Bloom dimodifikasi untuk mengukur hasil pendidikan kesehatan, yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik atau tindakan (practise).

Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakekatnya perilaku manusia adalah tingkatan atau aktifitas manusia yang memiliki bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakari resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yakni: aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam memengaruhi perilaku manusia.

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa tindakan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu:

a. Faktor Predisposisi

Faktor-faktor ini mencakup mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial/ekonomi.

b. Faktor Pemungkin (enabling factors)

(31)

c. Faktor Penguat

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas ternasuk petugas kesehatan, ternasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dan pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.5. Landasan Teori

Model perilaku yang dikaji dalam landasan teori antara lain pendapat Margono dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan kemampuan untuk mengerti dan menggunakan informasi. Selanjutnya disebutkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang diperlukan seseorang agar dapat melakukan sesuatu. McKenzie (2006) mendefinisikan kepercayaan adalah variabel yang sangat memengaruhi status kesehatan karena kalau tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan rendah, maka usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan semakin sulit dilakukan.

Pendekatan teori yang digunakan untuk mengamati fenomena tindakan ibu dalam mencegah penyakit DBD berdasarkan teori

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni:

(32)

Perilaku

a) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan lain-lain.

b) Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut WHO alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek. Konsep teori Determinan Perilaku Manusia (dalam Notoatmodjo,

2003) dapat diilustrasikan seperti pada bagan di bawah ini.

Gambar 2.4 Determinan Perilaku Manusia (Sumber : WHO dalam Notoatmodjo, 2003)

(33)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat dijelaskan bahwa definisi konsep dalam penelitian ini adalah variabel independen (variabel bebas) yang terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan (persepsi manfaat dan isyarat untuk bertindak) dapat memengaruhi tindakan mencegah DBD di Kelurahan Tualang Kota Tebing Tinggi yang merupakan variabel dependen (variabel terikat). Pembatasan indikator dilakukan dengan pertimbangan penekanan pada permasalahan yang ada di lokasi penelitian sesuai tema penelitian.

Pengetahuan Ibu

Tindakan Mencegah DBD

Kepercayaan Ibu

Gambar

Gambar 2.3. Hubungan antara Serangga Vektor dengan Lingkungan, Inang dan Manusia
Gambar 2.4  Determinan Perilaku Manusia
Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

12/2008, harus menegaskan bahwa: (1) Pilkada yang seharusnya diselenggarakan sepanjang Januari 2015 sampai Mei 2016, penyelenggaraannya diundur sampai dengan penyelenggaraan Pemilu

 Karena hasil displacement dan base shear pada analisa gaya lateral ekivalen lebih besar dibandingkan pada analisa spektrum respons ragam, maka hasil analisa gaya

c) Business games (permainan bisnis). Merupakan suatu simulsi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis yang

Critical review in oral biology and medicine : Inflamation- induced bone remodeling in periodontal disease and the influence of post menopausal osteoporosis.. Journal of

Berdasarkan hasil penulisan dan pembuatan program sistem pakar ini secara umum maka dapat disimpulkan bahwa Aplikasi Perancangan Sistem Pakar Mendeteksi Permasalahan

Utara terkhusus untuk sahabat tercinta penulis yang selalu mendukung dan banyak.. memberikan masukan Arnike Doya, Mia Rhamayani dan Ari

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP 74 Tahun 2008 tentang Guru, maia guru harus mempunyai prestasi yang luar biasa atau melebihi yang dicapai oleh guru lain, sehingga

Akan tetapi, karena kandungan hadis yang terus membengkak pada era selanjutnya dan dalam setiap generasi Muslim materi hadis berjalan paralel dengan doktrin-doktrin