• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Aromaterapi Lavender Secara Evaporasi Terhadap Penurunan Tekanan Darah dan Denyut Jantung pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Aromaterapi Lavender Secara Evaporasi Terhadap Penurunan Tekanan Darah dan Denyut Jantung pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tekanan Darah

2.1.1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah terhadap dinding pembuluh darah (Guyton dan Hall, 2008). Tekanan maksimal sewaktu darah dipompakan ke dalam pembuluh selama fase sistol disebut tekanan sistolik, sedangkan tekanan minimal di dalam arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh darah yang lebih kecil di hilir sewaktu diastol disebut tekanan diastolik. Tekanan darah pada aorta, arteri brakhialis, dan arteri besar lainnya pada dewasa muda memiliki tekanan sistolik sekitar 120 mmHg dan tekanan diastolik sekitar 70 mmHg. Penulisan tekanan darah secara umum didahului oleh tekanan sistolik lalu tekanan diastolik, contohnya 120/70 mmHg (Ganong, 2013). Nilai ambang terkini untuk tekanan darah normal yang ditentukan oleh National Institutes of Health (NIH) adalah kurang dari 120/80 (Sherwood, 2011).

Tekanan arteri rerata adalah tekanan darah yang dipantau dan diatur di tubuh, bukan tekanan sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan dibagian lain pohon vaskular. Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sitolik dan diastolik arteri, yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata(Sherwood, 2011).

Tekanan arteri rerata adalah rata-rata tekanan darah selama siklus jantung. Karena waktu sistol lebih singkat dibandingkan dengan waktu diastol, tekanan arteri rerata sedikit lebih rendah dari nilai tengah antara tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan arteri rerata dapat diperkirakan dengan menambahkan tekanan diastolik dengan sepertiga tekanan nadi (pulse pressure). Tekanan nadi (pulse pressure) adalah tekanan sistolik dikurang dengan tekanan diastolik (Sherwood, 2011).

(2)

yang dilakukan dalam aspek resistensi arteriol yang mendarahi organ-organ tersebut. Kedua, tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga menimbulkan tambahan kerja bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus (Sherwood, 2011).

2.1.2. Fisiologi Tekanan Darah

Dua penentu tekanan arteri rerata adalah curah jantung dan resistensi perifer total (Sherwood, 2011).Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam satu satuan waktu. Dalam keadaan istirahat, seorang laki-laki dengan posisi terlentang mempunyai curah jantung sebesar 5 L/menit. Volume darah total rerata adalah 5 sampai 5,5 liter, maka masing-masing paruh jantung setiap menit memompa setara dengan seluruh volume darah (Ganong, 2013).

Curah jantung bergantung pada stroke volume(isi sekuncup) dan denyut jantung (Sherwood, 2011). Denyut jantung dikontrol oleh sistem saraf otonom, dimana sistem saraf simpatis meningkatkan denyut jantung dan parasimpatis menurunkannya. Denyut jantung normal saat istirahat adalah 70 kali/menit (Ganong, 2013).

(3)

jangka panjang, volume darah bergantung pada keseimbangan garam dan air, yang secara hormonal dikontrol masing-masing oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron dan vasopresin (Sherwood, 2011).

Penentu utama lain tekanan arteri rerata, resistensi perifer total, bergantung pada jari-jari semua arteriol serta kekentalan darah. Faktor utama yang menentukan kekentalan darah adalah jumlah sel darah merah. Namun, jari-jari arteriol adalah faktor yang lebih penting dalam menentukan resistensi perifer total. Jari-jari arterial dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal (intrinsik) yang menyamakan aliran darah dengan kebutuhan metabolik. Jari-jari arteriol juga dipengaruhi oleh aktivitas simpatis, suatu mekanisme kontrol ekstrinsik yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol untuk meningkatkan resistensi perifer total dan tekanan arteri rerata. Jari-jari arteriol juga dipengaruhi secara ekstrinsik oleh hormone vasopressin dan angiotensin II, yaitu vasokonstriktor poten serta penting dalam keseimbangan garam dan air (Sherwood, 2011).

2.1.3. Regulasi Tekanan Darah

Perubahan setiap faktor di atas yang mempengaruhi tekanan darah akan mengubah tekanan darah, kecuali jika terjadi perubahan kompensasi di variabel lain yang menjaga tekanan darah konstan. Aliran darah ke suatu organ bergantung pada gaya dorong tekanan arteri rerata dan derajat vasokonstriksi arteriol organ tersebut. Karena tekanan arteri rerata bergantung pada curah jantung dan derajat vasokonstriksi arteriol, maka jika arteriol-arteriol di satu organ melebar, maka arteriol-arteriol-arteriol-arteriol di organ lain berkonstriksi untuk mempertahakan tekanan darah arteri yang adekuat. Tekanan yang memadai diperlukan untuk menghasilkan gaya untuk mendorong darah tidak saja ke organ yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang bergantung pada aliran darah yang konstan meskipun kebutuhan akan darah dari masing-masing organ berubah-ubah (Sherwood, 2011).

Tekanan arteri rerata secara terus menerus dipantau oleh baroreseptor (reseptor tekanan) di dalam sistem sirkulasi. Ketika terdeteksi adanya penyimpangan dari normal maka berbagai respon refleks teraktifkan untuk mengembalikan tekanan arteri rerata ke nilai normalnya (Sherwood, 2011).

(4)

vasokonstriksi dan merangsang vagus sehingga mengakibatkan vasodilatasi sirkulasi perifer dan pengurangan denyut jantung yang mengakibatkan penurunan tekanan darah. Baroreseptor mengurangi variasi perubahan tekanan darah sehari-hari kira-kira 1/3-1/2 setengah dari tekanan yang terjadi dibandingkan jika baroreseptor tidak ada. Baroreseptor tidak berperan pada pengaturan jangka panjang, karena terjadiya adaptasi (”resetting baroreceptor”) dalam 1-2 hari setelah kenaikan tekanan darah sebesar apapun. Selain refleks baroreseptor, pengaturan yang segera atau agak cepat (moderately rapid) bisa melalui hormon yaitu melalui mekanik vasokonstraktor norepinefrin, epinefrin, renin angiotensin, vasopresin, dan chemoreceptor dan CNS ischemic respon. Mekanisme ini bekerja terutama bila tekanan darah turun (Majid, 2005).

Pengaturan jangka menengah berlangsung setelah beberapa menit terjadi kenaikan tekanan darah dan berlangsung aktif 30 menit sampai beberapa jam, sedangkan pada saat tersebut pengaturan melalui saraf tidak efektif lagi. Sistem pengaturan melalui:

1. Pergeseran Cairan Kapiler (Capillary Fluid Shift Mechanism)

Bila terjadi kenaikan tekanan darah terlalu tinggi, terjadi kehilangan cairan kapiler ke intersitium, yang menyebabkan berkurangnya volume darah dan dengan demikian menurunkan tekanan darah ke nilai normal. Besarnya penurunan yang dapat ditimbulkan adalah kira-kira ¾ kenaikan yang terjadi.

2. Vascular Stress Relaxation

Jika tekanan darah turun tekanan organ yang menyimpan darah seperti vena, hepar limpa, paru-paru juga turun, sedangkan pada kenaikan tekanan darah, tekanan di organ-organ ini juga naik. Akibat kenaikan tekanan ini, terjadi penyesuaian dalam pembuluh-pembuluh darah dengan akibat organ ini dapat lebih banyak menampung jumlah darah yang ada.

(5)

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah:

1. Variasi Diurnal Tekanan Darah

Dari penelitian didapatkan bahwa tekanan darah mencapai puncak tertinggi pada pagi hari (mid morning), puncak kedua pada sore hari, menurun malam hari, paling rendah pada waktu tidur sampai jam tiga sampai jam empat pagi, kemudian tekanan darah naik perlahan sampai bangun pagi dimana tekanan darah naik secara cepat. Tekanan darah dapat bervariasi sampai 40 mmHg dalam 24 jam (Majid, 2005).

2. Tidur dan Bangun Tidur

Menjelang bangun tidur tekanan darah meningkat 20 mmHg. Peningkatan darah sistolik/diastolik bisa naik sewaktu mau bangun, kemudian naik lagi setelah bangkit dari tidur dan bergerak. Naiknya tekanan darah pada awal pagi dapat membahayakan dan kebanyakan mati mendadak terjadi pada saat tersebut. Umumnya selama tidur, tekanan darah tidak banyak bervariasi (Majid, 2005).

3. Pengaruh Penuaan (Umur)

Perubahan usia pada jantung antara lain berupa penurunan cardiac index, heart rate maksimum menurun, peningkatan kontraksi dan waktu relaksasi otot jantung, penigkatan kekakuan otot jantung selama diastol, penumpukan pigmen sel-sel miokardium.

(6)

4. Perubahan Sikap

Gerakan dari posisi terlentang ke posisi berdiri mempengaruhi sirkulasi oleh adanya pengaruh gravitasi terhadap distribusi darah vena. Gravitasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan transmural 10 kali lipat, menyebabkan redistribusi darah dari thoraks ke ekstremitas bawah kira-kira 500 ml. Tekanan pengisian kardiak turun (melalui mekanisme Frank-Starling) menyebabkan stroke volume dan pulse pressure arteri menurun 30-40%.

Perubahan turunnya tekanan dapat menyebabkan hipotensi postural dan hoyong. Pengurangan pulse pressure dan tekanan sinus karotis mengurangi aktivitas baroreseptor arteri dan juga aktivitas cardiac mechanoreceptor. Pengurang aktivitas aferen secara cepat menimbulkan takikardi 15-20 denyut/menit, vasokonstriksi perifer san venokonstriksi splanknik. Respon ini akan menaikkan tekanan arteri rerata sedikit diatas nilai posisi terlentang (Majid, 2005).

5. Valsalva Maneuver

Peristiwa mengedan (ekspirasi yang ditahan terhadap penutupan glottis) menaikkan tekanan intrathoraks sehingga menghalangi aliran balik vena dan mengakibatkan turunnya stroke volume dan pulse pressure dan disertai refleks takikardi. Bila maneuver ini dihentikan, tekanan intratoraks turun dan darah vena yang menumpuk mengalir sehingga menaikkan stroke volume (mekanisme Frank Starling). Akibatnya naiknya pulse pressure menyebabkan timbulnya refleks bradikardi secara dramatis. Valsava maneuver ini digunakan untuk tes klinis persarafan otonom jantung (Majid, 2005).

6. Kondisi Kesehatan

(7)

7. Olahraga

Perubahan kardiovaskular bisa terjadi pada orang normal, untrained, usia pertengahan yang melakukan exercise dinamik seperti berlari. Dapat terjadi peningkatan denyut jantung dan curah jantung yang banyak, demikian juga tekanan darah terutama sistolik dan pulse pressure. Perubahan ini oleh akibat penigkatan kebutuhan metabolisme otot skelet sehingga diperlukan aliran darah yang cukup ke otot skelet.

Pada exercise static (isometric) seperti handgrip, mengangkat beban 20 kg selama 2-3 menit dapat meningkatkan tekanan diastolik sampai 30 mmHg. Hal ini akan meningkatkan kerja jantung; oleh karena itu isometric exercise sebaiknya dilarang pada penderita penyakit jantung iskemik.

Setelah melakukan olahraga, tekanan darah turun secara cepat dan tetap rendah untuk beberapa jam. Dari berbagai penelitian diadapatkan bahwa olahraga mempunyai efek antihipertensi sebesar 6 – 15 mmHg (Majid, 2005).

8. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Nikotin dalam rokok dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dengan variasi mekanisme sebagai berikut :

a. Merangsang pelepasan norepinefrin melalui saraf adrenergik dan meningkatkan kadar katekolamin yang dikeluarkan dari medula adrenal. b. Merangsang chemoreceptor di carotid dan aortic bodies, yang

menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.

(8)

9. Alkohol

Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak dan teratur dapat meningkatkan tekanan darah secara dramatis. (American Heart Association, 2013).

10. Kondisi Psikis

Paparan stres kronik bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah dan dapat menyebabkan hipertensi (Gasperin et al., 2009). Menurut The American Institute of Stress (2014), stres susah untuk didefenisikan karena stres berbeda untuk setiap orang. Setiap orang akan memberikan respon yang berbeda terhadap stres yang sama. Ketika seseorang mengalami stres, baik secara fisik ataupun psikologis, sistem saraf simpatis mengirimkan sinyal ke kelenjar adrenal untuk mensekresikan hormon adrenalin dan kortisol. Salah satu efek dari hormon-hormon yang dihasilkan kelenjar adrenal ini adalah peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Setelah stres terlewati, maka efek tersebut akan menghilang.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Denyut Jantung

Jantung merupakan organ yang dipengaruhi oleh kerja sistem sarah simpatis dan

(9)

Meningkatkan denyut jantung:

Tabel 2.1 Faktor-faktor yang Meningkatkan Denyut Jantung Penurunan aktivitas baroreseptor

arteri

Amarah

Peningkatan aktivitas reseptor regang atrium

Hipoksia

Inspirasi Stimulus yang paling nyeri

Kegembiraan Olahraga

Hormon tiroid Demam

Sumber: Ganong, 2013

Menurunkan denyut jantung:

Tabel 2.2 Faktor-faktor yang Menurunkan Denyut Jantung Peningkatan aktivitas baroreseptor

arteri

Stimulasi nyeri pada nervus trigeminus

Ekspirasi Peningkatan tekanan intrakranial

Rasa takut Kesedihan

Sumber: Ganong, 2013

2.3. Aromaterapi

(10)

aromaterapi dengan minyak esensial seperti mawar, lemon, lavender, geranium, dan bergamot dapat diberikan melalui beberapa cara, seperti berendam, kompres kulit, inhalasi langsung, ataupun dijadikan pengharum ruangan (Thomas, 2002). Aromaterapi dapat diberikan dengan berbagai cara. Cara yang sering digunakan adalah dengan cara inhalasi (Liu, Lin, dan Chang, 2013).

Efek dari minyak esensial paling cepat didapat dengan cara inhalasi. Inhalasi aromaterapi dapat menstimulasi nervus olfaktorius dan kemudian mempengaruhi sistem limbik. Sistem limbik dapat mempengaruhi kedua sistem saraf otonom, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis (Cook, 2008).

Salah satu minyak esensial yang paling sering digunakan adalah lavender (Chang dan Shen, 2011). Menurut Collet (1994) dalam Sakamoto et al. (2012) minyak esensial lavender dapat menjadi terapi untuk insomnia, sakit kepala, migrain, ansietas, gugup, and melankolis.

Pemeriksaan regio otak terhadap 10 perempuan sehat yang telah diberikan stimulus wewangian lavender dengan menggunakan positron emission tomography mendapatkan hasil peningkatan neuronal pada daerah orbitofrontal, girus singulata posterior, batang otak, talamus, serebelum, dan penurunan aktivitas di girus presentralis dan possentralis dan frontal eye field. Penemuan ini mengindikasikan bahwa aromaterapi dengan lavender selain menimbulkan efek relaksasi, dapat juga meningkatkan gairah pada beberapa subyek (Duan et al., 2007 dalam Koulivand, Ghadiri, dan Gorji, 2013).

Salah satu efek dari minyak esensial lavender adalah peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis dan penekanan aktivitas sistem saraf simpatis (Cook, 2008). Komposisi minyak esensial lavender sudah diketahui dengan baik, komposisi utamanya adalah

linalool

dan

linalyl acetate. Menurut Jager

et al. (1992) pada aplikasi minyak esensial lavender secara topikal yaitu dengan massage, kadar linalool dan

linalyl

acetate dalam darah dapat terdeteksi dengan cepat, dan mencapai puncak dalam 19

menit (Koulivand, Ghadiri, dan Ghorji, 2013). Linalool akan menstimulasi nervus

olfaktorius dan kemudian impuls berjalan menuju hipotalamus dan mempengaruhi

sistem saraf pusat. Linalool akan berikatan dengan reseptor GABA di sistem saraf

pusat dan menimbulkan efek relaksasi (Xu et al., 2008). Minyak esensial lavender

(11)

Sedangkan menurut Price (1997) dalam Widjaja (2011), impuls yang masuk ke

otak mengaktifkan jaras ke nucleus Raphe sehingga dihasilkan serotonin. Serotonin

yang dihasilkan akan merangsang hipotalamus anterior sebagai pusat parasimpatis.

Aktivasi sistem saraf parasimpatis menimbulkan efek inotropik dan kronotropik

negatif pada jantung yang menyebabkan penurunan kuat kontraksi dan frekuensi

denyut jantung (Guyton dan Hall, 2008). Lavender juga diperkirakan menghambat

kerja sistem saraf simpatis dengan cara menghambat reseptor histamin (Koulivand,

Ghadiri, dan Ghorji, 2013).

Seorang ahli kimia berkebangsaan Perancis Rene Maurice Gattefosse menemukan kegunaan minyak esensial lavender yaitu dapat menyembuhkan luka bakar tanpa sedikitpun meninggalkan jaringan parut (Thomas, 2002). Lavender juga mempunyai efek menenangkan (Cook, 2008). Hasil penelitian di Bali menunjukkan inhalasi minyak esensial lavender dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (Dewi, Putra, dan Witarsa, 2013). Minyak esensial lavender juga dapat meningkatkan kualitas tidur (Lytle, Mwatha, dan Davis, 2014).

Selain itu, minyak esensial lavender dapat menurunkan tekanan darah dan efektif dalam pengobatan hipertensi. Penelitian terhadap 28 responden penderita prehipertensi dan hipertensi yang menerima intervensi berupa inhalasi campuran minyak esensial yang didalamnya terdapat lavender menunjukkan penuruan tekanan darah sistolik sebesar 4,7 mmHg dari 132,3 mmHg ke 127,6 mmHg dalam waktu empat minggu. Tekanan darah diastolik juga menurun sebesar 1,21 mmHg dari 85,7 mmHg ke 84,5 mmHg juga dalam waktu empat minggu (Kim et al., 2012). Penelitian pada pasien di Intensive Care Unit (ICU) juga menemukan bahwa massage kaki dengan minyak esensial lavender bukan hanya dapat menurunkan tekanan darah, tetapi juga denyut jantung dan frekuensi nafas (Hongratanaworakit, 2004).

2.4. Fisiologi Penciuman

2.4.1 Epitel Penciuman dan Bulbus Olfaktorius

(12)

cells) dan basal stem cells. Epitel penciuman dilapisi oleh lapisan mucus tipis yang disekresikan oleh sel penyokong dan kelenjar Bowman yang terletak dibawah epitel penciuman. Masing-masing saraf penciuman memiliki dendrit yang pendek dan tebal yang berjalan ke rongga hidung. Pada ujung dendrit terdapat 6-12 silia. Nervus olfaktorius akan melewati lempeng kribriformis yang merupakan bagian dari tulang etmoidalis dan kemudian akan memasuki bulbus olfaktorius. Molekul odoran larut di dalam mucus dan berikatan dengan reseptor pada silia saraf penciuman. Akson-akson saraf sensoris penciuman (N. Olfaktorius) berjalan ke atas melalui lempeng kribriformis tulang etmoidalis dan memasuki bulbus olfaktorius (olfactory bulbs). Pada bulbus olfaktorius, akson-akson dari sel reseptor penciuman akan berhubungan dengan sel mitral dan sel berumbai (tufted cells), yang akan membentuk glomeruli olfaktori. Bulbus olfaktorius juga terdiri dari sel periglomerular, yang merupakan saraf inhibitory yang menghubungkan satu glomerulus ke glomerulus lainnya, dan sel granul, yang tidak memiliki akson, dan membuat sinaps dengan sel mitral atau sel berumbai. Pada sinaps-sinaps ini, sel mitral atau sel berumbai akan merangsang sel granul dengan mengeluarkan glutamat, kemudian sel granul akan menghambat kerja sel mitral atau sel granul dengan mengeluarkan GABA.

Banyak ditemukan ujung-ujung bebas dari saraf trigeminal pada epitel penciuman. Ujung-ujung bebas ini terstimulasi oleh substansi yang dapat mengiritasi, yang akan membantu kita untuk mengenal karateristik bau tertentu, seperti peppermint, menthol, dan chlorine. Aktivasi dari ujung-ujung bebas ini juga akan menginisiasi bersin, lakrimasi, dan refleks lainnya. (Ganong, 2013)

2.4.2. Korteks Penciuman

(13)

pada jalur yang menuju korteks orbitofrontalis. Jalur menuju amigdala mungkin melibatkan respon emosional terhadap rangsangan penciuman, dan jalur menuju korteks entorinalis bersangkutan dengan memori penciuman (Ganong, 2013).

2.4.3. Reseptor Penciuman dan Transduksi Sinyal

Terdapat kira-kira 500 gen penciuman yang fungsional pada manusia. Reseptor penciuman adalah G protein coupled receptor (GPCR). Ketika molekul odoran berikatan dengan reseptor tersebut, maka subunit alfa, beta, dan gamma dari protein G akan berdisosiasi. Subunit alfa akan mengaktifkan adenilat siklase untuk mengkatalisis produksi cAMP, yang berperan sebagai second messenger untuk membuka kanal kation, yang kemudian akan meningkatkan permeabilias ion Na+, K+, dan Ca2+. Influks dari ion Ca2+ akan membuat graded receptor potential. Lalu, kanal ion Cl- yang teraktivasi oleh ion Ca2+ akan terbuka, kemudian depolarisasi sel akan terjadi lebih lanjut. Jika stimulus dapat mencapai nilai ambang batas, potensial aksi dari nervus olfaktorius akan terpicu.

(14)

Selain itu, jawaban mengapa 10.000 bau dapat dideteksi terletak pada organisasi saraf dari jalur penciuman. Walaupun terdapat jutaan saraf sensori, masing-masing hanya mengekspresikan satu dari 500 gen penciuman. Masing-masing saraf akan menuju satu atau dua glomeruli. Hal ini akan memberikan peta dua dimensi yang khas terhadap masing-masing bau pada bulbus olfaktorius. Sel-sel mitral dari glomeruli akan menuju ke bagian korteks penciuman yangberbeda.

Inhibisi yang diperantarai oleh sel-sel periglomerular dan sel-sel granul, tujuannya adalah untuk mempertajam dan memfokuskan sinyal-sinyal penciuman. Bagian ekstrasel dari setiap glomerulus juga berosilasi, yang diatur oleh sel-sel granul. Fungsi dari osilasi ini belum jelas diketahui, diperkirakan juga ikut membantu memfokuskan sinyak-sinyal penciuman menuju korteks penciuman (Ganong, 2013).

2.4.4. Ambang Deteksi Bau

Molekul-molekul yang memproduksi bau (odoran) berukuran kecil, terdiri dari 3 sampai 20 atom karbon; dan molekul-molekul dengan jumlah atom karbon yang sama tetapi berbeda konfigurasi strukstural memiliki bau yang berbeda. Molekul dengan karakter sangat larut dalam air dan lemak memiliki bau yang kuat.

Ambang deteksi bau adalah konsentrasi terendah suatu zat kimia untuk dapat dideteksi. Beberapa substansi dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah seperti H2S (0,0005 parts per million, ppm), asam asetat (0,016 ppm), minyak tanah (0,1 ppm),

dan bensin (0,3 ppm). Di sisi lain, ada substansi yang bersifat toksik yang tidak memiliki bau. Substansi-substansi ini memiliki nilai ambang yang melebihi konsentrasi letal agar dapat terdeteksi. Contohnya karbon dioksida (CO2), yang terdeteksi pada 74.000 ppm

tetapi sudah letal pada 50.000 ppm.

(15)

2.4.5. Odorant-binding Proteins

Epitel penciuman terdiri dari beberapa odorant-binding protein (OBP) yang diproduksi oleh sel penyokong yang dikeluarkan ke ruang ekstraseluler. Protein tersebut diperkirakan homolog dengan protein dalam tubuh yang berfungsi membawa molekul lipofilik. OBP ini berfungsi: (1) mengkonsentrasikan odoran dan kemudian mentransfernya ke reseptor, (2) mengencerkan molekul hidrofobik dari udara, (3) mengisolir aroma menjauh dari tempat pengenalan bau (Ganong, 2013).

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penciuman

Anosmia (tidak dapat mencium bau) dan hiposmia atau hypesthesia (berkurangnya sensitivitas penciuman) bisa berasal dari hidung tersumbat atau polip di hidung. Hal ini juga bisa merupakan tanda dari masalah yang lebih serius seperti kerusakan nervus olfaktorius yang disebabkan oleh fraktur lempeng kribriformis atau trauma kepala, tumor seperti neuroblastoma atau meningioma, dan infeksi saluran pernafasan. Anosmia kongenital merupakan suatu kelainan yang jarang ditemukan dimana seseorang terlahir tanpa kemampuan untuk mencium bau. Penggunaan nasal dekongestan yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan anosmia. Kerusakan nervus olfaktorius sering terlihat pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Menurut National Institue of Health, 1-2% populasi Amerika Utara yang berusia dibawah 65 tahun mengalami derajat kehilangan penciuman yang bermakna. Proses penuaan juga berhubungan dengan kelainan sensasi penciuman; 50% individu berusia 65 tahun sampai 80 tahun dan >75% yang berusia 80 tahun memiliki gangguan kemampuan untuk mengenali bau. Anosmia juga berhubungan dengan penurunan sensitifitas pengecapan (hipogeusia).

Hiperosmia (peningkatan sensitivitas penciuman) lebih jarang terjadi dibandingkan dengan kehilangan kemampuan penciuman. Ibu hamil biasanya menjadi lebih sensitif terhadap bau.

Gambar

Gambar 2.1. Reseptor Penciuman

Referensi

Dokumen terkait

Jelaskan peranan pendidikan kewarganegaraan dengan mengacu tujuan yang ingin dicapai?. Jelaskan ruang lingkup materi pokok

The first case is by using GPS onboard as control point and integration with proposed algorithm in image registration and the second case is image processing by using control

The effect of point density on the calculation of quantiles at the plot level is significantly different to that seen due to the variation of different flying heights. Decreasing

Mengapa suatu bangsa perlu memiliki pandangan hidup yang mantap dan diyakini kebenarannya oleh

Tidak sepenuhnya bisa kita salahkan, selain karena warga negara Indonesia yang kurang peduli dengan kebudayaannya, dan pemerintah yang cenderung tidak memberikan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan proses reekspor yang dilakukan oleh freight forwarder PT Wira Servindo Kirana Abadi secara bertahap serta dampaknya

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Kajian Pengaruh Variasi

sebagai suatu prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik. dalam mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum,