• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Lanjut Usia Dalam Pemenuhan Perawatan Diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengetahuan dan Sikap Lanjut Usia Dalam Pemenuhan Perawatan Diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

2.1.1 Pengertian Lanjut Usia

Penuaan merupakan akan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup (Nugroho, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley & Beare, 2006).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksud dengan lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun keatas (Depkes RI). Lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial (Fatimah, 2010).

2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia menurut Maryam, dkk (2008) adalah:

a. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. b. Lansia

(2)

c. Lansia risiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.3 Karateristik Lanjut Usia

Menurut (Keliat, 1999 dalam maryam, dkk 2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif sehingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. 2.1.4 Tipe Lanjut Usia

(3)

1. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

4. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak asuh.

2.2 Perawatan Diri

2.2.1 Pengertian Perawatan Diri

Perawatan diri atau kebersihan diri merupakan perawatan diri sendiri yang

dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis

(4)

faktor, diantaranya : budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan

dan sikap terhadap pemenuhan perawatan diri, serta persepsinya terhadap

perawatan diri (Isro’in & Andarmoyo, 2012).

Lansia perlu mendapatkan perhatian dengan mengupayakan agar mereka

tidak terlalu tergantung pada orang lain dan mampu mengurus diri sendiri

(mandiri), menjaga kesehatan diri, yang tentunya merupakan kewajiban dari

keluarga dan lingkungannya. Teori self care, Dorothea Orem menganggap bahwa

perawatan diri merupakan suatu kegiatan membentuk kemandirian individu yang

akan meningkatkan taraf kesehatannya. Sehingga bila mengalami defisit, ia

membutuhkan bantuan dari perawat untuk memperoleh kemandiriannya kembali

(Hapsah, 2008).

Pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan status kesehatan, dimana

individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah

terjadinya penyakit. Upaya ini lebih menguntungkan bagi individu karena lebih

hemat biaya, tenaga dan waktu dalam mewujudkan kesejahteraan dan kesehatan.

Upaya pemeliharaan kebersihan diri mencakup tentang kebersihan rambut, mata,

telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam berpakaian. Upaya

pemeliharaan kebersihan diri ini, pengetahuan keluarga akan pentingnya

kebersihan diri tersebut sangat diperlukan, karena pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

(5)

2.2.2 Macam-Macam Perawatan Diri

a. Perawatan Kulit

Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh dan bertugas melindungi

jaringan tubuh di bawahnya dan organ-organ yang lainnya terhadap luka, dan

masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh. Menjaga kebersihan

kulit dan perawatan kulit ini bertujuan untuk menjaga kulit tetap terawat dan

terjaga sehingga bisa meminimalkan setiap ancaman dan gangguan yang akan

masuk melewati kulit. Perawat sebagai tenaga kesehatan penting untuk

menginformasikan pada klien di pelayanan kesehatan untuk pentingnya menjaga

kebersihan dan perawatan kulit. Setiap kondisi yang mengenai pada kulit

misalnya. Kelembaban, kerusakan lapisan epidermis, penekanan yang terlalu lama

pada kulit, dan sebagainya sudah cukup untuk mengganggu fungsional kulit

sebagai organ proteksi (Isro’in & Andarmoyo, 2012).

Terkait dengan lanjut usia (65 tahun keatas) struktur kulit berubah sebagai

bagian normal dari proses penuaan. Penggantian sel kulit mungkin lebih lambat

dibandingkan pengelupasannya. Hal ini menyebabkan kulit menjadi lebih tipis

dan mudah rusak (Pringle & Penzer,2002 dalam Dingwall 2013). Kolagen

kehilangan elastisitasnya sehingga kulit menjadi lebih kendur, berkerut, dan

lipatan kulit dapat muncul. Kulit lansia lebih rentan terhadap trauma dan

kerusakan akibat tekanan. Waktu penyembuhan memanjang setelah terjadi trauma

kulit apa pun akibat penurunan sirkulasi (Burr & Penzer, 2005 dalam Dingwall

2013) dan produksi sel kulit baru yang lambat. Perubahan yang berhubungan

(6)

sebagai sawar terhadap infeksi. Epidermis menipis dan sel kulit tidak melekat

secara efektif satu sama lain sehingga menurunkan kemampuan mereka untuk

mengikat air. Kondisi ini menyebabkan kulit kering (Lawtong, 2007 dalam

Dingwall 2013).

b. Kebersihan dan Kesehatan Kaki, Tangan, dan Kuku

Perawatan kaki, tangan, dan kuku secara wajar penting artinya bagi

manusia dalam usia berapapun dan kapanpun, akan tetapi dengan semakin

bertambahnya usia dan terutama pada saat sakit, perawatan kaki, tangan, kuku

akan semakin penting. Dalam kedudukannya sebagai pendidik pasien, maka

perawat perlu membatu klien dalam memahami pentingnya perawatan kaki,

tangan, dan kuku. Perawatan kaki, tangan yang baik dimulai dengan menjaga

kebersihannya termasuk didalamnya membasuh dengan air bersih, mencucinya

dengan sabun atau detergen, dan mengeringkannya dengan handuk. Hindari

penggunaan sepatu yang sempit, karena merupakan penyebab utama gangguan

kaki dan bisa mengakibatkan katimumul (kulit ari menjadi mengeras, menebal, bengkak pada ibu jari kaki dan akhirnya melepuh). Sedangkan perawatan pada

kuku dapat dilakukan dengan memotong kuku jari tangan dan kaki dengan rapi

dengan terlebih dahulu merendamnya dalam sebaskom air hangat, hal ini sangat

berguna untuk melunakkan kuku sehingga mudah dipotong. Kuku jari tangan

dipotong sedemikian rupa mengikuti alur pada jari tangan sedangkan kuku jari

kaki dipotong lurus (Isro’in & Andarmoyo, 2012).

Terkait dengan lanjut usia (65 tahun ke atas) antara 50 dan 70% lansia

(7)

proses penuaan yang alami dapat mempengaruhi keseimbangan individu lansia

(mis., terjadi penurunan massa tulang dan otot). Lansia lebih cenderung

mengalami berbagai gangguan medis yang mempengaruhi kesehatan kaki,

misalnya diabetes, perubahan artritis, dan penyakit sistem syaraf yang dapat

mempengaruhi sensasi pada kaki individu (Badlissi et al., 2005). Perubahan

sirkulasi yang normal pada proses penuaan juga menyebabkan kulit lebih mudah

rusak, dan waktu penyembuhan memanjang. Penurunan kemampuan melihat dan

keterampilan pada jari dapat menyebabkan lansia kesulitan untuk

mempertahankan perawatan kaki yang baik dan kuku jari kaki yang pendek.

Mereka mungkin menggunakan sepatu yang sempit dengan alasan kenyamanan.

Kondisi ini mengancam keselamatan; dalam salah satu studi, sebanyak 28%

individu lansia yang diperiksa karena jatuh menyatakan bahwa sepatu adalah

penyebab utama (Menz & Lord, 2001 dalam Dingwall 2013).

c. Kebersihan dan Kesehatan Gigi dan Mulut

Perawatan mulut merupakan salah satu intervensi keperawatan yang

penting. Kesehatan mulut akan mempengaruhi tingkatan kesehatan dan kecepatan

pemulihan. Menggosok gigi, lidah, dan penggunaan benang gigi (flossing) tidak

cukup untuk mencapai kesehatan mulut. Dibutuhkan pemeriksaan dan intervensi

yang teliti bagi klien yang tidak mampu mencapai kesehatan mulut. Keberhasilan

perawatan mulut ditentukan oleh volume saliva, plak gigi, dan flora mulut.

Perawatan mulut yang buruk mengakibatkan penurunan produk saliva,

peningkatan plak gigi, dan perubahan flora mulut. Saliva adalah komponen

(8)

kering dan mendorong terbentuknya plak gigi. Plak menjadi wadah organisme

yang menyebabkan pneumonia berhubungan dengan penggunaan ventilator,

karena adanya koloni patogen dalam orofaring (Penelirian Munro CL et al, 2006

dalam Potter dan Perry 2010).

Terkait dengan lanjut usia (65 tahun ke atas) perubahan gigi yang berumur

menjadi rapuh, lebih kering, dan berwarna lebih gelap. Gigi menjadi tidak rata,

bergerigi, dan patah setelah bertahun-tahun digosok dan diasah, gusi kehilangan

vaskularitas dan elastisitas jaringan yang menyebabkan gigi palsu kurang

malnutrisi dapat menjadi masalah. Penurunan sensitivitas rasa, penipisan mukosa,

dan penurunan massa dan kekuatan otot mastikasi juga terjadi. Pemakaian gigi

palsu mengurangi kemampuan mengunyah hingga 40% jika dibandingkan dengan

idividu yang memiliki gigi memadai. Lansia lebih cenderung menjadi pemakai

gigi palsu sehingga berisiko mengalami luka pada mulut, trauma gesekan akibat

gigi palsu yang tidak sesuai, dan stomatitis akibat gigi palsu termasuk kandidiasis

oral (Fitzpatrick, 2000 dalam Dingwall 2013).

d. Kebersihan dan Kesehatan Rambut

Rambut adalah mahkota tubuh, sehingga penampilan dan kesejahteraan

seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai

rambutnya. Sepanjang hidup, perubahan dalam perkembangan, distribusi, dan

kondisi rambut dapat mempengaruhi perawatan yang dibutuhkan seseorang.

Rambut yang berkilau dengan tekstur yang halus secara umum dianggap sehat dan

mempesona. Tekstur dan kilau rambut berhubungan dengan sifat permukaan

(9)

korteks rambut. Rambut bervariasi dalam jenis dan warna. Kosmetik digunakan

secara umum untuk mengubah sifat rambut, misalnya pewarnaan artifisial atau

perubahan struktur normal misalnya, pelurusan seperti yang ditentukan oleh

budaya dan mode (Sinclair, 2007 dalam Dingwall 2013).

Terkait dengan lanjut usia (65 tahun ke atas) penuaan menyebabkan

penurunan produksi melanin oleh folikel rambut sehingga rambut mulai beruban

(meskipun kondisi ini tidak selalu terjadi pada lansia). Seperti halnya perubahan

kulit, rambut menjadi lebih kering dan lebih rapuh saat penuaan. Tekstur rambut

juga berubah dan rambut yang lebih beruban cenderung menjadi kasar (Sinclair,

2007 dalam Dingwall 2013).

e. Perawatan Telinga

Perawatan telinga mempunyai aplikasi terhadap ketajaman pendengaran,

bila substansi benda asing berkumpul pada anal/liang telinga luar maka akan

menggangu konduksi suara. Khususnya pada lansia akan rentan terhadap masalah

ini. Perawat harus sensitiv terhadap isyarat perilaku apapun yang mengindikasikan

kerusakan pendengaran. Ketika merawat klien yang menggunakan alat bantu

pendengaran, perawat menginstruksikan klien pada pembersihan dan

pemeliharaan yang tepat seperti halnya teknik komunikasi yang meningkatkan

pendengaran kata yang diucapkan (Isro’in & Andarmoyo, 2012).

Lanjut usia (65 tahun ke atas) proses penuaan yang normal dapat

menyebabkan perubahan pada telinga yang mempengaruhi ketajaman

pendengaran. Presbikusis merupakan bentuk hilang pendengaran sensorineural

(10)

menjadi rusak setelah bertahun-tahun dan tidak mampu bergetar secara efektif,

yang berarti bahwa suara yang rendah tidak terdengar. Kondisi ini biasanya

terjadi secara bertahap, mempengaruhi kedua telinga dan ditandai dengan hilang

pendengaran berfrekuensi tinggi (bagai et al., 2006 dalam Dingwall 2013).

f. Metode Mandi

Kesempatan untuk mandi dapat memenuhi kebutuhan biopsikososial

individu. Mandi terapeutik mengurangi efek infeksi dan gangguan kulit (Ronda &

Falce, 2002 dalam Dingwall 2013). Pasien akan merasa lebih baik karena bau

badan hilang dan penampilan membaik sehingga kebutuhan budaya terpenuhi.

Selain itu, mandi dapat memberi perasaan nyaman dan relaksasi atau simulasi

(Sheppard & Brenner, 2000 dalam Dingwall 2013). Profesional layanan kesehatan

dihadapkan pada tantangan untuk memenuhi kebutuhan higiene individu yang

memiliki keinginan dan kebutuhan individual. Pembersihan kulit yang berlebihan

mengganggu keseimbangan alam flora kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan

(Beranda et al., 2002 dalam Dingwall 2013). Bahkan kesediaan kulit yang

dirancang untuk kulit sensitif dapat menimbulkan iritasi sehingga pasien harus

melakukan perawatan yang dapat mencegah kerusakan kulit misalnya,

penggunaan krim pelembut dan pelindung kulit.

Terkait dengan lanjut usia (65 tahun ke atas). Lansia seharusnya tidak

perlu mandi setiap hari untuk menjaga pH kulit mereka dan mencegah kekeringan

serta kemunduran yang mungkin terjadi. Lansia yang kebetulan memiliki masalah

inkontinensia akan memerlukan tindakan higiene untuk mencegah ekskoriasi kulit

(11)

harus diingat adalah suatu alat bantu hanya boleh dipilih jika dapat mengalirkan

atau menyerap urine dan bukan alat bantu yang membiarkan urine membasahi

kulit (Hampton, 2004 dalam Dingwall 2013).

2.2.3 Tujuan Perawatan Diri

Tujuan perawatan diri atau personal hygiene menurut Isro’in &

Andarmoyo (2012) adalah :

a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

b. Memelihara kebersihan diri seseorang

c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang

d. Pencegah penyakit

e. Meningkatkan percaya diri seseorang

f. Menciptakan keindahan

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perwatan Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri menurut Isro’in &

Andarmoyo (2012) adalah:

a. Praktik sosial

Perawatan diri atau kebersihan diri seseorang sangat mempengaruhi

praktik sosial seseorang. Selama masa anak-anak, kebiasaan keluarga

mempengaruhi praktik hygiene, misalnya frekuensi mandi, waktu mandi, dan

jenis hygiene mulut. Pada masa dewasa, teman dan kelompok kerja membentuk

harapan tentang penampilan pribadi. Sedangkan pada lansia akan terjadi beberapa

(12)

b. Pilihan pribadi

Setiap klien memiliki keinginan dan pilihan tersendiri dalam praktik

perawatan dirinya, misalnya: kapan dia harus mandi, bercukur, melakukan

perawatan rambut, dsb, termasuk memilih produk yang digunakan dalam praktik

perawatannya misalnya: sabun, sampo, deodoran, dan pasta gigi) menurut pilihan

dan kebutuhan pribadinya. Pilihan-pilihan tersebut setidaknya harus membantu

perawat dalam mengembangkan rencana keperawatan yang lebih kepada individu.

Perawat tidak mencoba mengubah pilihan klien kecuali hal itu akan

mempengaruhi kesehatan klien tersebut.

c. Citra tubuh

Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya,

citra tubuh sangat mempengaruhi dalam praktik perawatan diri seseorang. Ketika

seorang perawat dihadapkan pada klien yang tampak berantakan, tidak rapi atau

tidak peduli dengan hygiene dirinya, maka dibutuhkan edukasi tentang pentingnya

perawatan diri untuk kesehatan, selain itu juga dibutuhkan kepekaan perawat

untuk melihat kenapa hal ini bisa terjadi, apakah memang kurang atau

ketidaktauan klien akan perawatan diri perorangan atau ketidakmauan dan

ketidakmampuan klien dalam menjalankan praktik perawatan diri untuk dirinya.

d. Status sosial ekonomi

Status ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik hygiene

seseorang. sosial ekonomi yang rendah memungkinkan hygiene perorangan yang

rendah pula. Perawat dalam hal ini harus bisa menentukan apakah klien dapat

(13)

e. Pengetahuan dan motivasi

pengetahuan tentang perawatan diri akan mempengaruhi praktik hygiene

seseorang. namun, hal ini saja tidak cukup, karena motivasi merupakan kunci

penting dalam pelaksanaan hygiene tersebut. permasalahan yang sering terjadi

adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan. Sebagai seorang

perawat yang bisa dilakukan dalam hal ini adalah mendiskusikannya dengan

klien, memeriksa kebutuhan praktik hygiene klien dan memberikan informasi

yang tepat dan adekuat kepada klien.

f. Variabel budaya

Kepercayaan budaya dan nilai pribadi klien mempengaruhi perawatan diri

seseorang. berbagai budaya memiliki praktik hygiene yang berbeda. Di Asia

kebersihan dipandang penting bagi kesehatan sehingga mandi bisa dilakukan 2-3

kali dalam sehari, sedangkan di Eropa, memungkinkan hanya mandi sekali dalam

seminggu, beberapa budaya memungkinkan juga menganggap bahwa kesehatan

dan kebersihan tidaklah penting. Dalam hal ini sebagai seorang perawat jangan

menyatakan ketidaksetujuan jika klien memiliki praktik perawatan diri yang

berbeda dari nilai-nilai perawat, tetapi diskusikan nilai-nilai standar kebersihan

yang bisa dijalankan oleh klien.

g. Kondisi fisik

Klien dengan keterbatasan fisik biasanya tidak memiliki energi dan

ketangkasan untuk melakukan perawatan diri. Misalnya, pada genggaman yang

melemah akibat artitis, stroke, atau kelainan otot menghambat klien dalam

(14)

dsb. Kondisi yang lebih serius akan menjadikan klien tidak mampu dan akan

memerlukan kehadiran perawat untuk melakukan perawatan diri secara total.

2.2.5 Dampak perawatan diri

Dampak perawatan diri menurut Isro’in & Andarmoyo (2012) adalah:

a. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering

terjadi adalah: gangguan intregitas kulit, gangguan membran mukosa mulut,

infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

b. Gangguan psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan perawatan diri adalah gangguan

kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, aktualisasi diri

menurun, dan gangguan dalam interaksi sosial.

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model /mental

yang menggambarkan objek dengan tepat merepresentasikannya dalam aksi yang

dilakukan terhadap suatu objek (Martin dan Oxman, 1988 dalam kusrini, 2006).

Pengetahuan sering disebut dengan kebenaran ilmiah, atau scientific truth

(Kusrini, 2006 dalam Murwarni 2014). Menurut Potter (2009, dalam Murwarni

2014) pengetahuan adalah pembelajaran fakta atau informasi baru dan mampu

(15)

Pengetahuan adalah mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya

(fakta, konsep, teori), mengetahui istilah-istilah umum, fakta-fakta khusus,

metedo-metedo dan prosedur, konsep-konsep dasar, serta prinsip (Susilo, 2011

dalam Murwani 2014).

2.3.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (oventbehavior). Dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih abadi/berlangsung

lebih lama sekali daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(Wawan, 2011 dalam Murwani 2014).

a. Pengetahuan/Hafalan/Ingatan (Knowledge)

Knowledge, adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali

atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya,

tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau

ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.

b. Pemahaman (Comprehension)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu

setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah

mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari beberapa segi. Seseorang

peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan

(16)

menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan

berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

c. Penerapan (Application)

Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan

ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus,

teori-teori, dan sebagainya dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah

merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.

d. Analisis (Analysis)

Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu

bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu

memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan

faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang

jenjang aplikasi

e. Sintesis (syntesis)

Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses

berfikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian

atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang

berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kependudukannya setingkat

lebih tinggi daripada jenjang analisis

f. Penilaian/Penghargaan/Evaluasi (Evaluation)

Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif

dalam taksonomi Bloom. Penilaian/evaluasi disini merupakan kemampuan

(17)

misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu

memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria

yang ada.

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang

mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai

pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk

menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau

prosedur yang dipelajari untuk menghubungkan atau menggabungkan beberapa

ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah

tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang

mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat

pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.

2.3.3 Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari (Notoadmojo, 2003: 11)

melalui Wawan A. Dan Dewi dalam bukunya pengetahuan, sikap, dan perilaku

manusia adalah sebagai berikut:

a. Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini diperoleh sebelum kebudayaan, bahkan mungkin belum ada

peradaban. Cara coba salah ini menggunakan kemungkinan dalam memecahkan

masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan

(18)

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Cara ini berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal atau non

formal, ahli agama, pemegang perintah dan sebagai prinsip orang lain yang

menerima yang dikemukakan orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji

terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris

maupun penalaran sendiri.

c. Cara modern untuk memperoleh pengetahuan

Metode ini penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi

penelitian, mula-mula dikembangkan Francis Bacon (1561-1626), kemudian

dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk

melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

Penelitian yang dilakukan oleh Rekawati (2002) dengan judul “Gambaran

Kemampuan (Pengetahuan, Sikap Dan Praktek) Lanjut Usia Dalam Pemenuhan

Perawatan Diri Di Panti Tresna Wredha Budi Mulya Jakarta Timur" dengan

jumlah responden sebanyak 36 orang lanjut usia yang dipilih secara acak

diperoleh kesimpulan bahwa pengetahuan lansia dalam pemenuhan perawatan diri

dalam kategori sangat baik 72,22% (n=36).

2.4 Sikap

2.4.1 Defenisi Sikap

Sikap yang terdapat pada diri individu akan memberi warna atau corak

tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan. Dengan memahami

(19)

perilaku yang akan diambil. Beberapa defenisi sikap yang dikemukakan para ahli

dalah sebagai berikut:

a. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 1993).

b. Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek

atau situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan

memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respons atau

berperilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya (Walgito, 2001).

c. Sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap

suatu objek atau situasi secara konsisten (Ahmadi, 1999).

d. Sikap diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan

sikap pandang atau sikap perasaan, namun sikap tersebut disertai

kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan objek tadi (Gerungan, 1996).

e. Sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara,

metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa

individu-individu, maupun objek-objek tertentu (Aswar, 2003)

2.4.2 Komponen sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu

Azwar, (2003) :

a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang

dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini)

(20)

b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah biasanya berakar paling dalam sebagai komponen

sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap

pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif

disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu

sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. dan berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak/beraksi terhadap sesuatu dengan cara-cara

tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk

mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk

tendensi perilaku.

2.4.3 Determinasi sikap

Walgito (2001) mengungkapkan bahwa terdapat empat hal penting yang

menjadi determinan (faktor penentu) sikap individu, yaitu :

a. Faktor fisiologis

Faktor yang penting dalam faktor fisiologis adalah umur dan kesehatan,

yang menentukan sikap individu. Misalnya, orang muda umumnya bersikap

kurang perhitungan dengan akal,sedangkan orang tua bersikap dengan penuh

kehati-hatian.

b. Faktor pengalaman lansung terhadap objek sikap

Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap tersebut.

misalnya, pasien yang pernah dirawat dengan baik oleh perawat akan menaruh

(21)

c. Faktor kerangka acuan

Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap akan menimbulkan

sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut. misalnya, individu yang

meyakini bahwa hubungan seksual sebelum nikah tidak sesuai dengna norma

masyarakat dan agama.

d. Faktor komunikasi sosial

Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan

sikap pada diri individu tersebut. misalnya, PNS mendengar informasi dari TV

bahwa gaji mulai bulan depan naik 10% sehingga sikap PNS terhadap pemerintah

bersifat positif.

2.4.4 Ciri-ciri sikap

Sikap memiliki beberapa ciri tersendiri. Pada prinsipnya, ciri sikap

menurut beberapa ahli memiliki kesamaan. Gerungan (1996), Ahmadi (1999),

Sarwono (2000), dan Walgito (2001) mengungkapkan bahwa:

a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, namun dipelajari (Learnability) dan dibentuk

berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam

hubungan dengan objek.

b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu

sehingga dapat dipelajari.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, namun selalu berhubungan dengan objek sikap.

d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan

atau banyak objek.

(22)

f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga berbeda dengan

pengetahuan.

2.4.5 Pengukuran sikap

Dalam bukunya yang berjudul Principles of Education and Psychological

Measurement and Evaluation, Sax (1980) menunjukkan beberapa karakteristik

sikap. Berikut akan diuraikan dimensi tersebut satu-persatu (Azwar, 2013:87).

a. Sikap mempunyai arah

Sikap mempunyai arah, ialah sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu

apakah setuju atau tidak, apakah mendukung atau tidak, apakah memihak atau

tidak terhadap suatu objek. Jika setuju berarti orang tersebut memiliki sikap yang

arahnya positif dan sebaliknya.

b. Sikap memiliki intensitas

Sikap memiliki intensitas. Berarti kedalaman atau kekuatan sikap terhadap

sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang

yang sama tidak sukanya terhadap sesuatu belum tentu memiliki sikap negatif

yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua

bisa saja sangat tidak setuju. Begitupun pada sikap positifnya.

c. Sikap memiliki keluasan

Sikap memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan

terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan spesifik

(23)

d. Sikap memiliki konsistensi

Konsistensi sikap siperlihatkan oleh kesesuaian sikap antara waktu. Untuk

dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif

panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama

dikatakan sikap yang inkonsisten

e. Sikap memiliki spotanitas

Sikap ini menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan

sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi

apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan

atau desakan lebih dahulu agar individu mengungkapkannya.

2.4.6 Tingkat Sikap

Notoatmodjo (2010) seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri

dari berbagai tingkatan.

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap terhadap gizi dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

(24)

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang

mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi

menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah

suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi

anak.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau

menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang

tuanya sendiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Rekawati (2002) dengan judul “Gambaran

Kemampuan (Pengetahuan, Sikap Dan Praktek) Lanjut Usia Dalam Pemenuhan

Perawatan Diri Di Panti Tresna Wredha Budi Mulya Jakarta Timur" dengan

jumlah responden sebanyak 36 orang lanjut usia yang dipilih secara acak

diperoleh kesimpulan bahwa 13,89% (n=36) memiliki sikap cukup dan 11,11%

Referensi

Dokumen terkait

Dalam manfaat besi menurut sains, besi dan berbagai jenis logam lainnya adalah ciptaan Allah yang jika dipanaskan akan mencair dan apabila didinginkan akan membeku, sehingga besi

Kita gunakan prosedur di atas untuk menyusun tabel distribusi frekuensi nilai ujian mahasiswa (Tabel 1). Banyak Kelas: Tentukan banyak kelas yang diinginkan. Sebagai latihan,

Hasil uji t pada variabel Harga atau X2 diperoleh probabilitas Sig sebesar 0,000. Jadi thitung> ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel X2 memiliki kontribusi terhadap Y.

Finite State Automata digunakan untuk mengatasi kemungkinan yang terjadi didalam sistem serta mempermudah pemain dalam melakukan permainan ini. Permasalahan yang ada ialah masih

Berdasarkan hasil perolehan pada penelitian tindakan kelas dengan menggunakan media manipulatif dalam pembelajaran pengukuran sudut mengalami peningkatan,

Dalam penelitian ini menghasilkan sebuah algoritma baru dengan 9 putaran proses enkripsi, dengan menerapkan 2 (dua) prinsip block cipher yaitu iterated cipher dan kotak-S,

Untuk menentukan jumlah putaran yang digunakan dalam proses enkripsi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menguji avalanche effect dari plaintext dan kunci yang akan

Tentang model talking stick serta tujuan yang harus dicapai dalam penelitian,(2) Menentukan jadwal penelitian yang sesuai dengan jadwal belajar Ilmu Pengetahuan