• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI PARASETAMOL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI PARASETAMOL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Elisa Eka Adrianto

NIM : 078114091

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

PARASETAMOL

Yang diajukan oleh :

Elisa Eka Adrianto

NIM : 078114091

telah disetujui oleh

Pembimbing

(Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. )

(3)

iii

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN

Macaranga tanarius(L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI PARASETAMOL

Oleh : Elisa Eka Adrianto

NIM : 078114091

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

(Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.)

Panitia Penguji : Tanda tangan

1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. ………..

2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. ………..

(4)

iv

“Akhir dari upaya terbaik kita adalah awal dari campur tangan Tuhan. Maka bekerjalah sebaik mungkin, lalu bersabarlah seyakin mungkin.”

Kupersembahkan skripsi ini untuk……

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga dan memberiku kekuatan

Papa Mamaku tercinta, Kedua adikku Vina dan Vani, dan keluarga besarku yang selalu memberiku dukungan dan doa

Marco Vincentius penyemangatku

Sahabat-sahabatku tersayang

(5)

v

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus jantan terinduksi parasetamol, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Januari 2011

Penulis

(6)
(7)

vii

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol:Air Daun Macaranga tanarius L. Pada Tikus Jantan Terinduksi Parasetamol”dengan baik.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya selama ini. 2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. sebagai Dosen Pembimbing Utama skripsi ini atas segala kesabarannya telah memberikan bimbingan, pengarahan, tuntunan, dukungan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas bantuan, masukkan dan perhatian kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

(8)

viii

7. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. yang telah membimbing dalam determinasi tanamanMacaranga tanariusL.

8. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuwono dan Pak Timbul yang telah banyak membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.

9. Papa Miming, Mama Ina, Oma, Opa, Vina, Vani, dan Yozh yang telah membantu dari awal sampai akhir penelitian ini, atas doa, dukungan semangat dan perhatiannya.

10. Mikael Marco Vincentius Karyadi sebagai sahabat seperjalanan yang tak pernah selesai, atas doa, kasih sayang, perhatian, bantuan, motivasi dan waktunya.

11. Teman-teman “Tim Macaranga” Andreas Arry Mahendra, Arry Widya Nugraha, Aryanti Prima Andini dan Dina Wulandari, atas kerja sama, bantuan, suka duka, dan perjuangan dalam menyelesaikan penelitian ini sampai akhir.

12. Teman-teman tercinta Sano, Tika, Yesia, Siska, Ina, Paul, Mbak Dewi, dan Fenny atas semangat keceriaan selama penyelesaian skripsi ini.

(9)

ix

telah memberikan semangat dan kerja sama dalam penyelesaian skripsi ini. 15. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut

membantu selama penyusunan skripsi ini berlangsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 28 Januari 2011

Penulis

(10)

x

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA …….. vi

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

PRAKATA……….... viii

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR TABEL………... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN………... xviii

INTISARI………... xx

ABSTRACT………... xxi

BAB I. PENGANTAR………... 1

A. Latar Belakang………..……….... 1

1. Perumusan masalah...………...……….... 3

2. Keaslian penelitian………...…… 4

3. Manfaat penelitian………..…. 5

(11)

xi

C. Hepatotoksin...12

D. Parasetamol... 13

E. Metode Uji Hepatotoksisitas... 15

F.Macaranga tanarius(L.)... 17

1. Taksonomi... 17

2. Nama Daerah... 18

3. Morfologi... 18

4. Kandungan kimia... 18

5. Khasiat dan kegunaan... 19

6. Ekologi penyebaran dan budidaya... 21

G. Metode Penyarian... 21

H. Landasan Teori... 22

K. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 26

B. Variabel dan Definisi Operasional... 26

1. Variabel………..………...26

2. Definisi operasional ...27

(12)

xii

BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ...38

A. Hasil Determinasi Tanaman………...38

B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air DaunM. tanarius...39

C. Uji Pendahuluan………...40

1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol………40

2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai maksimal…...40

3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daunM. tanarius……….43

4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daunM. tanarius………..44

D. Perbandingan Aktivitas ALT-AST-serum tiap kelompok...45

1. Kontrol hepatotoksin Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB...48

2. Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/Kg BB...50

3. Kontrol ekstrak daunM. tanariusdosis 3,84 g/kg BB...51

4. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daunM. tanariusdosis 0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi parasetamol...52

E. Rangkuman Pembahasan...63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...…65

A. Kesimpulan...…65

B. Saran...…65

(13)
(14)

xiv

pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang

waktu 24, 48, dan 72 jam...41 Tabel II Purata ± SE aktivitas ALT-serum tikus jantan setelah pemberian

ekstrak metanol-air daunM. tanarius1 x sehari selama 6 hari yang

diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol

dosis 2,5 g/kgBB...45 Tabel III. Purata ± SE aktivitas AST-serum tikus jantan setelah pemberian

ekstrak metanol-air daunM.tanarius1 x sehari selama

6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi

parasetamol dosis 2,5g/kgBB...46 Tabel IV. Efektif Dosis Tengah Hepatoprotektif (ED50) ...60 Tabel V. Data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol

setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daunM. tanariusselama 6 hari...79 Tabel VI. Data aktivitas AST-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol

setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daunM. tanariusselama 6 hari...92 Tabel VII. Rangkuman signifikansi hasil uji Mann Whitney ALT-serum tikus

(15)

xv

Tabel IX. Dosis, log dosis, % efek hepatoprotektif dan ED50pada masing- masing kelompok perlakuan...103 Tabel X. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daunM. tanarius...105

(16)

xvi

Gambar 2. Struktur Parasetamol...13 Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daunM. tanarius...20 Gambar 4. Mekanisme toksik parasetamol...23 Gambar 5 Prediksi perpindahan elektron ikatanα-βunsaturated

pada macarangiosida A...25 Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus setelah

pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24,

48, dan 72 jam. ...41 Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus setelah

pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24,

48, dan 72 jam. ...42 Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus

setelah pemberian ekstrak metanol-air daunM.tanarius1 x sehari selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis 2,5 g/kgBB...47 Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus

setelah pemberian ekstrak metanol-air daunM.tanarius1 x sehari

(17)
(18)

xviii

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daunM. tanarius... 70

Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daunM. tanarius... 70

Lampiran 4. Surat Determinasi TanamanM. tanarius... 71

Lampiran 5. Hasil uji anova waktu pencuplikan darah... 72

Lampiran 6. Hasil data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanariusselama 6 hari...78

Lampiran 7. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov,ANOVA oneway, Uji Kruskall Wallis dan Uji Mann Whitney ALT-serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daunM. tanariusselama 6 hari...79

Lampiran 8. Hasil data aktivitas AST-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanariusselama 6 hari...92

Lampiran 9. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov,ANOVA onewayAST-serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daunM. tanarius selama 6 hari...93 Lampiran 10. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov,ANOVA

(19)

xix

onewayAST-serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak

metanol-air daunM. tanarius...98 Lampiran 12. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol daun

Macaranga tanarius(L.) kelompok perlakuan...99

Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis untuk manusia...100 Lampiran 14. Perhitungan efek hepatoprotektif...101 Lampiran 15. Perhitungan efektif dosis tengah (ED50) hepatoprotektif ekstrak

metanol-air daunMacaranga tanarius(L.) pada tikus jantan

(20)

xx

dapat digunakan sebagai hepatoprotektor, serta mendapatkan besar dosis efektifnya. Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi parasetamol 2,5 g/kg BB. Kelompok II (kontrol negatif) diberi CMC Na 1% 3,840 g/kg BB. Kelompok III (kontrol ekstrak daunM. tanarius3,840 g/kg BB. Kelompok IV-VI (perlakuan) diberi ekstrak metanol-air daunM. tanariusdosis 0,426 g/kg BB; 1,280 g/kg BB; dan 3,840 g/kg BB secara oral sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-7 semua kelompok perlakuan diberi suspensi parasetamol dosis 2,5 g/kg BB secara oral. Empat puluh delapan jam sesudahnya, darah diambil dari sinus orbitalis mata untuk ditetapkan aktivitas ALT-AST serumnya. Data ALT-AST serum yang didapat dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya, dilanjutkan analisis dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan Mann Whitney

untuk melihat perbedaan tiap kelompok. Dosis efektif hepatoprotektif (ED50) dihitung dengan analisis regresi linier.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius

mempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol pada dosis 0,426 g/kg BB; 1,280 g/kg BB; dan 3,840 g/kg BB dengan memberikan efek hepatoprotektif berturut-turut sebesar 39,5%; 69,2%; dan 90,7%. Nilai ED50 ekstrak metanol-air daunM. tanariusadalah 0,629 g/kg BB.

(21)

xxi

The research was pure experimental with direct sampling design. The research used Wistar male rats, age 2-3 months and the weight ± 150-250 grams. Rats can be divided into six treatment groups. First group (hepatotoxin control) given paracetamol 2.5 g/kg BW. Second group (negative control) given CMC Na 1% 3.840 g/kg BW. Third group (extract controlM. tanariusleaf) 3.840 g/kg BW. Fourth-sixth group (treatment) given water-methanol extractM. tanariusleaf dose 0.426 g/kg BW;

1.280 g/kg BW; and 3.840 g/kg BW orally once a day for six days and then in the seventh day all treatment groups were given suspention of paracetamol dose 2.5 g/kg BW orally. After 48 hours, blood taken from sinus orbitalis eyes for measuring ALT-AST serum activity. Data ALT-ALT-AST serum that got and analyzed with Kolmogorov-Smirnov test to see the distribution the data and continue to the Kruskal Wallis to know the different ALT-AST serum among the groups. Then it was continued the test with Mann Whitney test to see the difference among the groups. Hepatoprotective effective dose (ED50) was calculated by linier regresion analysis.

The result of this research showed that water-methanol extract M. tanarius

leaf has hepatoprotective effect on male rat induced by paracetamol at dose 0.426 g/kg BW; 1.280 g/kg BW; and 3.840 g/kg BW and give hepatoprotective effects 39.5%, 69.2%, and 90.7%. Hepatoprotective effective dose (ED50) as of the water-methanol extractM. tanariusleaf was 0,629 g/kg BW.

(22)

A. Latar Belakang

Faktor-faktor penyebab kerusakan pada hati adalah karena induksi oleh obat atau racun seperti alkohol, infeksi viral dan reaksi imunologi (Williamson, David, dan Fred, 1996). Kerusakan hati yang disebabkan oleh induksi obat menjadi hal yang sangat penting untuk diteliti karena jumlah keracunan hati pada pasien yang menderita penyakit kuning diperkirakan 2% disebabkan oleh induksi obat dan 3-10% diantaranya mempengaruhi hati. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1960-1970 memberikan gambaran bahwa obat atau toksikan menyebabkan kira-kira 10% dari seluruh kasus hepatitis atau kira-kira 20-30% dari kasus penyakit hati akut. Beberapa penelitian terbaru melaporkan bahwa 15-40% kasus penyakit hati akut diperantarai oleh obat-obatan (Cadman, 2000). Obat-obatan untuk mengatasi kerusakan hati masih jarang ditemukan di Indonesia. Maka dari itu, dalam penelitian ini akan dicari alternatif terapi pengobatan dari sumber daya alam.

Tanaman macaranga adalah salah satu tanaman yang tersebar di daerah Asia Tenggara, Afrika, Madagaskar, Australia dan daerah sekitar Pasifik. Di daerah Malaysia akar tanaman ini dimanfaatkan sebagai dekok yang khasiatnya sebagai antitusif dan antipiretik (Lim, Lim, dan Yule, 2009). Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk meneliti kandungan-kandungan kimia dalam daun Macaranga

(23)

tanarius (L.) Berdasarkan penelitian Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto,

Kondo, Otsuka (2006), tanaman Macaranga tanarius (L.) mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan, yaitu macarangiosida A-D, dan malofenol B yang didapat dari isolasi ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) yang mana mempunyai aktivitas penangkapan terhadap DPPH. Penelitian Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dkk (2009) yang terbaru melaporkan hasil isolasi daun Macaranga tanarius (L.) menghasilkan

kandungan lignin glukosida yang memiliki aktivitas penangkapan DPPH oleh antioksidan. Hasil penelitian Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat dan Sutthivaiyakit (2005) menyebutkan bahwa ada kandungan senyawa antioksidan dalam daunMacaranga tanarius(L.) yang terbukti dapat menghambat radikal DPPH

yaitu tanariflavanon C dan tanariflavanon D,nymphaeolA,nymphaeolB,nymphaeol

C.

Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model yang dapat menimbulkan kerusakan pada hati adalah parasetamol. Umumnya, parasetamol aman jika diberikan pada dosis terapetik, yaitu 1-4 g per hari, tetapi jika diberikan pada dosis yang berlebih akan menyebabkan hepatotoksik (Forrest, 2006). Ketoksikan parasetamol akan terjadi pada manusia normal pada dosis sebesar 15 g (Madan, 1977). Akibat overdosis, parasetamol akan menghasilkan metabolit yang dapat mengakibatkan kerusakan sel hati, yaitu N-acetyl, p-benzoquinone imine (NAPQI)

(24)

Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ekstrak. Hal ini berdasar pada penelitian Matsunami dkk (2006) bahwa senyawa antioksidan yang dapat diperoleh dari daun Macaranga tanarius (L.) adalah dari hasil isolasi ekstrak

metanol yang bersifat polar. Oleh karena itu, dengan penggunaan pelarut penyari metanol-air, diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan. Keberadaan antioksidan dari macaranga yang diharapkan dapat mencegah terjadinya oksidasi parasetamol menjadi metabolitnya (NAPQI). Eksplorasi terhadap tanaman M. tanariusdi Indonesia masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian efek

hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol menarik untuk diteliti.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif

pada tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara menurunkan aktivitas Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate Transaminase (AST) serum?

(25)

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun tanaman M. tanarius pada tikus jantan

terinduksi parasetamol belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Matsunami dkk (2006,2009) , M. tanarius mengandung senyawa glukosida yang dinamai macarangiosida A-C dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol daun M. tanarius. Senyawa tersebut menunjukkan aktivitas

penangkapan radikal terhadap DPPH.

Phommart, dkk (2005) melaporkan dari daun M. tanarius ditemukan 3

kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu

nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B, blumenol A

(vomifoliol), blumenol B (7,8dihydrovomifolioldan annuionon).

Penelitian terkait pengujian daunM. tanariusmelaporkan kandungan ekstrak

metanol M. tanariusberupa corilagin mallotinic acid, chebulagic aciddan novel ellagitannin (macatannin A) mempunyai aktivitas menghambat α-glukosidase

(Puteri dan Kawabata, 2010).

Ekstrak n-heksan dari daun M. tanariusdilaporkan mengandungnymphaeol

dan tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B

(26)

Selain itu telah dilakukan penelitian oleh James, Mayeux, dan Hinson (2003) yaitu mengenai analisis terhadap dosis hepatotoksik dari parasetamol pada subyek uji mencit.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu pengetahuan baik kefarmasian ataupun di bidang obat herbal.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan penggunaan tanaman M. tanarius oleh masyarakat khususnya sebagai alternatif pengobatan bagi para

penderita penyakit hati.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daunM. tanariuspada

tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara menurunkan aktivitas ALT-AST serum.

(27)

A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati adalah organ lunak lentur yang dicetak oleh struktur sekitarnya dan merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gram atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus (Price dan Wilson, 2005). Kedua pembuluh darah ini akan bertemu di hati, dan darah yang dibawa akan keluar melalui vena sentralis menuju vena hepatika dan akhirnya sampai di vena kava inferior (Lingappa, 1995).

Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus (Price dan Wilson, 2005). Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus berbentuk silindris dengan panjang beberapa

(28)
(29)

Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Chandrasoma dan Taylor, 1995)

Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna limpa melalui vena porta hepatika, dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior (Price dan Wilson, 2005).

(30)

mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan (Price dan Wilson, 2005).

Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak ; penimbunan vitamin, besi dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Price dan Wilson, 2005). Untuk menjalankan fungsi tersebut, hati dilengkapi dengan sistem vaskuler hepatika, sistem retikuloendotelial, sistem saluran empedu, dan sistem parenkim hepatika (Guyton, 1983). Sistem vaskuler hepatika memungkinkan hati sebagai tempat utama metabolisme (biotransformasi) obat induk menjadi metabolitnya (Donatus, 1992).

Hati yang normal mempunyai kapasitas cadangan yang besar untuk melakukan fungsinya. Dalam keadaan normal, 80% bagian dari hati dapat dihentikan aktivitasnya tanpa harus mengurangi fungsinya (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

B. Kerusakan Hati

(31)

fungsi cadangan yang sangat besar, kegagalan hati hanya terjadi ketika ada penyakit hati yang menyerang hingga 80% organ (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

Kerusakan hati karena obat atau senyawa kimia dibagi menjadi dua, yaitu kerusakan hati akut dan kerusakan hati kronis (Zimmerman,1978).

a. Kerusakan hati akut

Kerusakan hati akut umumnya disebabkan oleh sel nekrosis masif akut yang dikarenakan adanya hepatitis viral dan toksisitas obat. Kerusakan hati akut digolongkan oleh : (1) penyakit kuning, (2) hipoglikemia, (3) luka yang cenderung disebabkan oleh penyebaran koagulasi intravaskular dan kerusakan sintesis faktor penggumpalan darah dalam hati, (4) elektrolit dan gangguan asam-basa (hipokalemia paling berbahaya), (5) peradangan hati, (6) sindrom hepatorenal, dan (7) peningkatan enzim serum (LDH, AST, ALT) (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

b. Kerusakan hati kronis

(32)

Akibat kerusakan hati akut dapat diikuti dengan mengamati perubahan sebagai berikut :

(1) pengurangan sintesis albumin, yang menimbulkan rendahnya tingkat serum albumin, edema, dan efusi,

(2) pengurangan tingkat protrombin dan faktor VII, IX, dan X yang dihasilkan saat terjadi luka,

(3) hipertensi portal (4) peradangan hati (5) sindrom hepatorenal

(6) perubahan endokrin yang disebabkan oleh gangguan metabolisme beberapa hormon. Akumulasi estrogen karena gynecomastia, testicular atrophy, dan lesi

vaskular yang terbentuk oleh dilatasi sekelompok pembuluh darah kecil di dalam kulit. Kerusakan metabolisme aldosteron dikarenakan sodium dan retensi air dan dapat berkontribusi menjadi edema. Kerusakan metabolisme dari hormon antidiuretik dapat berkontribusi pada ketidaknormalan tingkat serum ADH pada kasus tertentu disebabkan olehhyponatremia.

(7) Fetor hepaticus

(33)

C. Hepatotoksin

Hepatotoksin merupakan zat yang mempunyai efek toksik pada hati dengan dosis berlebih atau diberikan dalam jangka waktu lama sehingga dapat menimbulkan kerusakan hepar akut, subkronik, maupun kronik (Zimmerman,1978).

Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. hepatotoksin teramalkan (intrinsik)

Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya mempunyai sifat toksik terhadap sel hati. Contoh hepatotoksin teramalkan yang dapat menimbulkan kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita phalloides),

(34)

bergantung dosis dan dapat dicobakan pada hewan uji dan menyebabkan lesi yang mirip manusia (Zimmerman,1978).

2. hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)

Senyawa yang termasuk golongan ini yaitu senyawa yang mempunyai sifat tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit hati pada individu yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut yang diperantarai oleh mekanisme alergi (misalnya sulfonamid, halotan) atau karena keabnormalan metabolik menuju penumpukan metabolit toksik (misalnya iproniazid, isoniazid) (Zimmerman, 1978; Donatus, 1992). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh hepatotoksin golongan ini tidak dapat diperkirakan dan tidak tergantung pada dosis (Donatus, 1992).

D. Parasetamol

Gambar 2 . Struktur Parasetamol (Anonim,1979)

Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol (gambar 2) merupakan derivat para

(35)

merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasanya sedikit pahit (Anonim, 1979).

Parasetamol memiliki efek analgesik-antipiretik. Mekanisme aksi parasetamol tidak jelas. Parasetamol merupakan inhibitor siklooksigenase lemah pada jaringan perifer (Katzung dan Trevor, 1995).

Parasetamol sejumlah 10-15 g (20-30 tablet) dapat menyebabkan nekrosis hepatoselular berat dan kadang-kadang nekrosis tubuli ginjal. Kadar dalam darah antara 4-10 jam setelah minum obat, yang mencapai 300 µg/ml dapat menyebabkan kerusakan hati (Wenas,1999). Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare dan nyeri abdomen (Katzung, 1989).

(36)

memadai. Kemudian NAPQI bereaksi dengan gugus sulfidril lain yang terdapat dalam hepatoselular seperti sitosol, dinding sel, dan retikulum endoplasma. Hal ini mengakibatkan nekrosis sentrilobuler hepatic (DiPiro dkk, 2005).

E. Metode Uji Hepatotoksisitas

Studi tentang senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan efek toksik pada hati dapat dilakukan secarainvivo maupuninvitro. Model invivo dapat menunjukkan

bahwa senyawa eksogen secara nyata menimbulkan kerugian pada hati berdasarkan pada tanda-tanda fisiologi yang terjadi. Model invitro menjelaskan mekanisme kerusakan yang terjadi.

Zimmerman (1978) mengemukakan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kerusakan hati antara lain : (1) uji enzim serum ; (2) pemeriksaan asam amino dan protein; (3) perubahan penyusun kimia dalam hati; (4) uji ekskretori hati; dan (5) analisis histologi.

1. Uji enzim serum

(37)

sitosol dan organela subsel, seperti mitokondria, lisosom, dan nukleus (Zimmerman, 1978).

Enzim-enzim transaminase adalah contoh yang paling utama kelompok enzim hati yang level serumnya berubah selama gangguan hepatoseluler. Transaminase terdiri atas glutamate piruvat transaminase (GPT) dan glutamat oksaloasetat transaminase (GOT). Sebagian besar GOT terdapat di hati dan otot rangka, serta tersebar ke seluruh jaringan. Meskipun enzim GPT terdapat pula pada beberapa bagian jaringan, konsentrasi terbesarnya pada semua spesies adalah di hati sehingga GPT merupakan petunjuk yang lebih spesifik terhadap nekrosis hati daripada GOT. Pada keadaan nekrosis, sel hati akan dipecah sehingga enzim GPT yang terdapat di dalam sel hati keluar dan masuk ke dalam aliran darah. Peningkatannya bisa mencapai 10-100 kali lipat dari harga normal (Zimmerman,1978).

2. Pemeriksaan asam amino dan protein

(38)

3. Perubahan penyusun kimia dalam hati

Perubahan penyusun kimia dalam hati menjelaskan mekanisme kerusakan hati. Pengukuran jumlah lemak di dalam hati mempunyai hubungan yang dekat dengan terjadinya steatosis (Zimmerman, 1978).

4. Uji ekskretori hati

Kemampuan hati untuk mensintesis urea, kolesterol, plasma protein, dan mempertahankan kadar glukosa darah serta asam amino merupakan sebagian contoh fungsi hati. Adanya ketidaknormalan dari beberapa fungsi hati tersebut dapat menunjukkan terjadinya kerusakan hati. Perubahan kecepatan metabolisme obat yang terjadi di hati dapat dijadikan parameter hepatotoksisitas (Zimmerman, 1978).

F. Macaranga tanarius(L.)

TanamanMacaranga tanarius(L.) 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisio : Spermatophyta

(39)

Classis : Magnoliopsida

Sub-classis : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius (L.) (Anonim, 2008). 2. Nama daerah

Tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Anonim, 2010). 3. Morfologi

Merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau memiliki ketinggian 4-5 meter dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Anonim, 2010).

4. Kandungan kimia

Dalam penelitian kandungan kimia daun M. tanarius yang sudah dilakukan

dilaporkan bahwa terdapat empat kandungan senyawa didalam daun M. tanarius megastigman glukosida dinamai macarangiosida, bersama dengan

(40)

2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F, bersama dengan 15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun M. tanarius (Matsunami, dkk, 2009). Uji kandungan kimia dari tanin daun M. tanarius melaporkan kandungan tanin baru, yaitu 7 hydrolyzable, bersama

dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lin, Nonaka dan Nishioka, 1990). Dari daun M. tanarius ditemukan 3 kandungan senyawa baru yaitu

tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol, dan

annuionone) (Phommart,dkk, 2005). Gambar 4 menunjukkan struktur

senyawa tanariflavanon C dan D, nymphaeol A, B dan C, malofenol serta

macarangiosida A-D. 5. Khasiat dan kegunaan

Daun M. tanarius secara tradisional digunakan untuk fermentasi tempe dan

(41)

Tanariflavanon C Tanariflavanon D

NymphaeolA NymphaeolB NymphaeolC

Malofenol Macarangiosida A Macarangiosida B

Macarangiosida C Macarangiosida D

Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daunM. tanarius(Phommart, dkk,

(42)

6. Ekologi penyebaran dan budidaya

M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malesia, sampai ke Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di daratan Asia Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak pulau di Malesia (yaitu Sumatera, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Nugini, seluruh Kepulauan Filipina). Selain itu M. tanarius ditemukan di

daerah bersemak di sepanjang Asia Selatan dan Timur, khususnya bagian Selatan Cina, Korea, dan Okinawa, Jepang (Anonim, 2010).

G. Metode Penyarian

Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem maserasi dengan menggunakan pelarut organik.

(43)

Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).

H. Landasan Teori

Di dalam hati, terdapat bermacam-macam bentuk kerusakan hati. Kerusakan hati akibat induksi obat yang biasa terjadi yaitu nekrosis (Forrest, 2006). Pada keadaan nekrosis terjadi pemecahan sel hepatosit sehingga enzim ALT yang terdapat dalam sel hati keluar dan masuk ke aliran darah. Kerusakan ini ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas ALT (Zimmerman, 1978).

(44)

makromolekul protein hati dan menimbulkan hepatotoksisitas (Zimmerman, 1978). Mekanismenya sebagai berikut :

Gambar 4. Mekanisme toksik parasetamol (Lee, 1995)

(45)

sitokrom P-450 menjadi NAPQI. Salah satu kandungan daun M. tanarius yang

dapat tersari dari ekstrak metanol-air adalah glikosida, yang mempunyai aktivitas antioksidan terhadap penangkapan radikal DPPH (Matsunami, dkk, 2006, 2009). Secara umum dapat dikatakan bahwa senyawa turunan glikosida mampu memberikan efek antioksidan karena adanya senyawa didalamnya yaitu malofenol B dan macarangiosida A (Matsunami, dkk, 2006). Kemungkinan mekanisme kerja antioksidan ini dalam memberikan efek hepatoprotektif adalah dengan menghambat oksidasi parasetamol menjadi metabolit reaktifnya yaitu NAPQI oleh sitokrom P-450. Selain sebagai antioksidan, kemungkinan lain senyawa malofenol B dan macarangiosida A mampu meningkatkan jumlah enzim glutation S-transferase dalam hati yang berfungsi sebagai enzim penetralisir setiap metabolit reaktif, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh tubuh. Kemungkinan lain mekanisme kerja antioksidan, yaitu malofenol B dan macarangiosida A yang dilihat dari pendekatan struktur memiliki penangkapan radikal bebas (Matsunami, dkk, 2006) akibat adanya gugus karbonil (C=O) dengan ikatan rangkap terkonjugasi serta memiliki ikatanα-βunsaturated. Ikatan

α-β unsaturated ini mempunyai ciri khusus yaitu memiliki ikatan sigma dan

(46)

Gambar 5. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated

pada macarangiosida A

Pada gambar diatas, atom C pada posisiβakan bermuatan positif karena pada ikatan phi terdapat lompatan elektron. Dimungkinkan atom C pada posisi β ini yang akan menangkap radikal bebas.

I. Hipotesis

Ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol.

O O

+

- -OH

a b

(47)

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Utama a. Variabel bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daunM. tanarius

dalam variasi dosis. Dosis ekstrak daun M. tanarius adalah sejumlah (gram)

ekstrak daun M. tanarius tiap satuan kg berat badan subyek uji yang

bersangkutan. Ekstrak daun M. tanarius dibuat dengan mengekstraksi sejumlah (gram) serbuk daunM. tanariusdalam pelarut polar (metanol-air).

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius secara jangka panjang terhadap sel hati tikus

terinduksi parasetamol, ditandai dengan tolok ukur kuantitatif berupa penurunan aktivitas Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Transaminase (AST).

(48)

2. Variabel pengacau terkendali

a. Hewan uji tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-250 gram, umur antara 2-3 bulan.

b. Frekuensi pemberian ekstrak metanol-air daunM. tanarius1x sehari selama 6

hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama. c. Cara pemberian obat pada tikus dilakukan secara per oral.

d. Bahan uji yang digunakan berupa daunM. tanariusyang diperoleh dari kebun

obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan diambil pada tanggal 10 Agustus 2010.

3. Variabel pengacau tak terkendali Kondisi patologis hewan uji 4. Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian ini adalah

a. Ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Ekstrak daun M. tanarius adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10,0 gram yang

(49)

b. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol-air daunM. tanarius

pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan Utama

a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Daun M. tanarius yang dipanen dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus 2010.

2. Bahan Kimia

a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan air yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan hepatotoksin yang digunakan yaitu Parasetamol, berwarna putih, tidak berbau, dan berasa pahit yang diperoleh dari PT. Konimex, Solo.

(50)

d. Aquadest dan aquabidest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

e. Bahan untuk mengukur aktivitas ALT dan AST serum berupa bahan kit-ALAT (GPT) FS* dan kit-ASAT (GOT) FS* produksi Dyasis yang digunakan untuk mengukur aktivitas ALT-AST serum. Masing- masing bahan terdiri atas dua reagen yaitu Reagen 1 dan Reagen 2.

Kit-ALAT (GPT) FS* :

R1 TRIS pH 7.15 140 mmol/L

L-Alanine 700 mmol/L

LDH (Lactate dehydrogenase) ≥2300 U/L

R2 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate FS :

Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

Kit-ASAT (GOT) FS* :

R1 TRIS pH 7.65 110 mmol/L

L-Aspartate 320 mmol/L

MDH (Malate dehydrogenase)≥800 U/L LDH (Lactate dehydrogenase)≥1200 U/L

R2 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

(51)

Pyridoxal-5-phosphate FS :

Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

D. Alat atau Instrumen Penelitian

1. Alat ekstraksi

a. Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen. pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass)

b. Shaker

c. Timbangan analitik d. Oven (Memmert)

e. Mesin penyerbuk (Retsch) 2. Alat uji hepatoprotektif

a. Seperangkat alat gelas (Pyrex) b. Timbangan elektrik

c. Sentrifuge

d. Vortex

e. Spuit per oral dan syringe 3 cc f. Pipa kapiler

(52)

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi TanamanM. tanarius

Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri

tanaman M. tanarius dengan buku acuan (Koorders dan Valeton,1918).

Determinasi dilakukan oleh Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., dosen Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas JP MIPA, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus 2010.

3. Pembuatan Serbuk

Daun M. tanarius dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih daun

diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah lagi kemudian untuk mengoptimalkan pengeringan, pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat serbuk dan diayak dengan ayakan nomor 50.

4. Pembuatan ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Sebelum pembuatan ekstrak, daun M. tanarius dibuat serbuk terlebih dahulu supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius lebih

(53)

maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol 50% pada suhu kamar selama 3x24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Tujuan dilarutkan dalam pelarut metanol adalah agar senyawa kimia yang terkandung dalam daun M. tanarius dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman,

hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Selanjutnya, cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi tersebut dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50°C agar mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan

bobot pengeringan ekstrak yang tetap yaitu sebesar 1,92 g (Andini, 2010). 5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Menghitung rata-rata randemen ke-6 replikasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius kental yang telah dibuat.

Randemen ekstrak = Berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong

(54)

CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan yaitu sebesar 0,384 g/ml atau 384 mg/ml atau 38,4% b/v (Andini, 2010).

6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Dasar penetapan peringkat dosis adalah dari bobot tertinggi tikus dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml.

Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daunM. tanariusadalah:

Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya dari dosis tertinggi sehingga didapatkan dosis 1280 mg/Kg BB dan 426 mg/Kg BB. Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 426 ; 1280 ; dan 3840 mg/kg BB.

7. Pembuatan suspending agent CMC- Na 1%

(55)

8. Pembuatan suspensi Parasetamol konsentrasi 25%

Suspensi parasetamol dalam CMC-Na 1% dibuat dengan cara mensuspensikan 25 g parasetamol yang telah ditimbang seksama ke dalam suspending CMC-Na 1% sebanyak 100 ml.

9. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin parasetamol

Pemilihan dosis parasetamol dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa parasetamol mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas GPT-serum paling tinggi. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Linawati, Apriyanto, Susanti, Wijayanti, dan Donatus (2006), bahwa dosis 2,5 g/kg BB sudah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT serum pada tikus bila diberikan secara per oral.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

(56)

parasetamol. Setelah pengambilan darah, darah diukur aktivitas serum ALT dan AST-nya.

c. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Lama waktu pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dilakukan

selama 6 hari berturut-turut, pada hari ketujuh dipejankan senyawa hepatotoksin dan ukur aktivitas ALT dan AST-nya setelah 48 jam pemejanan senyawa hepatotoksin.

10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan masing-masing sejumlah 5 ekor. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi suspensi parasetamol 2,5 g/kgBB secara oral. Kelompok II (kontrol negatif) diberi suspensi CMC-Na 1% dosis 3,84 g/kgBB selama 6 hari berturut-turut secara oral. Kelompok III (kontrol ekstrak daun M. tanarius

(57)

11. Pembuatan serum

Darah tikus diambil melalui sinus orbitalis mata dan ditampung dalam tabung sentrifugasi melalui dinding tabung, diamkan selama 15 menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan diambil supernatannya (serum).

12. Penetapan aktivitas ALT-AST serum

Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT-AST serum adalah vitalab mikro.

Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340nm, suhu 37°C, dengan faktor koreksi -1745. Aktivitas serum ALT dan AST dinyatakan dalam U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di laboratorium Farmakologi Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

(58)

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas ALT-AST diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian antar kelompoknya sabagai syarat analisis parametrik. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah (ANOVA one way) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui

perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji LSD

untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Tetapi bila distribusi tidak normal dilakukan analisis dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan

aktivitas ALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan

Mann Whitneyuntuk melihat perbedaan tiap kelompok.

(59)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan khasiat ekstrak metanol-air daun M. tanarius sebagai hepatoprotektor tikus terinduksi parasetamol serta untuk mengetahui kisaran dosis hepatoprotektif dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka

dilakukan serangkaian pengujian. Aktivitas ALT-AST serum digunakan sebagai tolok ukur kuantitatif pengujian tersebut.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman ini dilakukan untuk membuktikan kebenarannya bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar M. tanarius,

dimana tanaman ini sering digunakan untuk pakan ternak hewan. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah batang, daun, biji, buah dan bunga.

Determinasi dilakukan secara benar dengan mencocokkan ciri-ciri yang dimiliki sesuai dengan buku acuan. Dari determinasi dinyatakan bahwa batang, daun, biji, buah dan bunga yang digunakan adalah benarM. tanarius.

(60)

B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air DaunM. tanarius Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius menggunakan metode penyarian yaitu maserasi. Alasan menggunakan metode maserasi karena pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana. Selain itu, metode maserasi ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Digunakan cairan penyari metanol-air (50:50). Senyawa hipotesis yang diketahui adalah golongan glikosida fenolik yang dapat larut dalam air.

Pada standarisasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dilihat sebagai parameternya adalah bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan 0%. Tujuan dilakukan pengukuran parameter non spesifik yaitu parameter susut pengeringan adalah untuk menghitung sisa zat setelah dilakukan pengeringan pada temperatur 50°C. Ekstrak yang berada dalam cawan ditimbang setiap 1 jam selama 24 jam atau hingga berat menjadi konstan (dinyatakan dalam persen). Tujuannya adalah untuk menentukan batasan atau rentang mengenai seberapa banyak senyawa yang hilang selama proses pengeringan, dimana hal ini dapat mempengaruhi bobot ekstrak yang didapatkan sehingga akan mempengaruhi konsentrasi dan dosis ekstrak.

Hasil dari proses pengeringan didapatkan bahwa tidak ada perubahan bobot ekstrak sehingga diperoleh bobot pengeringan tetap yaitu pada jam ke-23 dan ke-24. Untuk susut pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada

(61)

sudah tidak ada atau tidak ada sisa. Dengan demikian, pada penelitian ini, waktu pengeringan 24 jam yang digunakan untuk memperoleh bobot pengeringan tetap ekstrak metanol-air daunM. tanarius.

C. Uji Pendahuluan

1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol

Pada percobaan ini digunakan parasetamol sebagai hepatotoksin. Pemilihan dosis parasetamol dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa parasetamol mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT-AST serum paling tinggi.

Dosis yang digunakan pada percobaan ini yaitu 2,5 g/kgBB. Dosis tersebut mengacu pada penelitian sebelumnya (Linawati, dkk, 2006), dimana pada dosis tersebut terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT-serum, minimal 10 kali lipat terhadap kontrol negatif (Ladoangin, 2004).

2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai maksimal

(62)

Data aktivitas ALT-AST serum setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24 jam, 48 jam dan 72 jam tersaji pada tabel I.

Tabel I. Aktivitas ALT-AST serum sel hati tikus setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24, 48, dan 72 jam

Selang Waktu (jam) Purata Aktivitas ALT-serum ± SE (U/L)

(63)

Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24, 48, dan 72 jam

Berdasarkan tabel I terlihat bahwa aktivitas ALT-serum pada selang waktu 24 jam, 48 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah 343,7 ± 33,4 U/L, 1102,3 ± 66,5 U/L dan 505,0 ± 12,7 U/L. Dan untuk aktivitas AST- serum pada selang waktu 24 jam, 48 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah 390,3 ± 32,6 U/L, 804,7 ± 137,4 U/L dan 326,7 ± 27,8 U/L. Aktivitas ALT-serum tertinggi terjadi pada pemberian parasetamol 2,5 g/Kg BB dengan selang waktu 48 jam yakni 1102,3 ± 66,5 U/L dan aktivitas AST-serum tertinggi terjadi pada pemberian parasetamol 2,5 g/Kg BB dengan selang waktu 48 jam yakni 804,7 ± 137,4 U/L. Dalam selang waktu 24 jam, aktivitas ALT-AST serum belum mencapai angka aktivitas yang tinggi. Hal ini dapat dikarenakan waktu untuk parasetamol menyebabkan hepatotoksik belum mencapai maksimal. Dan pada selang waktu 72 jam sudah terjadi

(64)

penurunan aktivitas ALT-AST serum yang signifikan (p<0,05) terhadap aktivitas ALT-AST serum pada selang waktu 48 jam.

Berdasarkan uji statistik ANOVA one way maka disimpulkan bahwa

waktu kehepatotoksikan parasetamol 2,5 g/Kg BB pada tikus mencapai maksimal pada selang waktu 48 jam. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dosis hepatotoksik parasetamol yang digunakan pada tikus jantan adalah 2,5 g/Kg BB dengan selang waktu pengambilan cuplikan darah adalah 48 jam setelah pemberian hepatotoksin parasetamol.

3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daunM. tanarius

(65)

Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ladoangin (2004) dan Linawati dkk (2006), dimana penulis mengambil model penelitian tikus diberi ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke 7 diberi

parasetamol dosis hepatotoksik.

4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Tujuan ditetapkan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah

untuk menentukan tingkatan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang

akan digunakan dalam penelitian ini. Penentuan dosis ekstrak metanol-air daun

M. tanariusdidasarkan pada dosis maksimal ekstrak metanol-air daunM. tanarius

pada tikus jantan. Dosis maksimal ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada

tikus jantan didasarkan pada konsentrasi tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dapat dipejankan secara oral. Dari hasil orientasi diketahui bahwa konsentrasi tertinggi ekstrak metanol-air daunM. tanarius yang dapat dipejankan

(66)

D. Perbandingan Aktivitas ALT-AST serum tiap kelompok

Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol didasarkan pada ada tidaknya

penurunan aktivitas ALT-AST serum akibat praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap aktivitas ALT-AST serum kontrol parasetamol. Aktivitas ALT-AST serum (U/L) disajikan dalam bentuk purata ± SE pada tabel II.

Tabel II. Purata ± SE aktivitas ALT-serum tikus jantan setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis 2,5 g/kgBB

Aktivitas ALT-serum

% Perbedaan terhadap Kel. Praperlakuan Purata ± SE

(U/L) Kel. I Kel. II

Parasetamol 2,5 g/kgBB 977,2 ± 85,2 - (+) 1242,3

-II Kontrol Negatif CMCNa 1% 3,840 g/kgBB 72,8 ± 1,7 (-) 92,5(b) -

-III Kontrol3,840 g/kgBBM.tanarius 72,8 ± 1,3 (-) 92,5(b) 0,00(tb)

-IV M.BB + parasetamoltanarius0,426 g/Kg 590,8 ± 36,6 (-) 39,5(b) (+) 711,5(b) 39,5

V M.BB + parasetamoltanarius1,280 g/Kg 301,0 ± 30,7 (-) 69,2(b) (+) 313,5(b) 69,2

VI M.BB + parasetamoltanarius3,840 g/Kg 91,2 ± 5,7 (-) 90,7(b) (+) 25,3(tb) 90,7

(67)

Tabel III. Purata ± SE aktivitas AST-serum tikus jantan setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis 2,5 g/kgBB

Aktivitas AST-serum

% Perbedaan terhadap Kel. Praperlakuan Purata ± SE

(U/L)

Kel. I Kel. II

Efek Hepatoprotektif

(%)

I Parasetamol 2,5 g/kgBBKontrol Hepatotoksin 673,2 ± 110,4 - (+) 567,8

-II Kontrol Negatif CMCNa 1% 3,840 g/kgBB 100,8 ± 3,6 (-) 85,0(b) -

-III Kontrol3,840 g/kgBBM.tanarius 104,8 ± 3,5 (-) 84,4(b) (+) 3,9(tb)

-IV M.BB + parasetamoltanarius0,426 g/Kg 499,2 ± 24,1 (-) 25,8(tb) (+) 395,2(b) 25,8

V M.tanarius1,280 g/Kg

BB + parasetamol 252,2 ± 28,7 (-) 62,5

(b) (+) 150,2(tb) 62,5

VI M.BB + parasetamoltanarius3,840 g/Kg 125,8 ± 7,3 (-) 81,3(b) (+) 24,8(tb) 81,3

(68)

Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis 2,5 g/kgBB

(69)

1. Kontrol hepatotoksin Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB

Kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kg BB (kelompok I) dibuat untuk mengetahui pengaruh induksi parasetamol 2,5 g/kgBB terhadap sel hati tikus sekaligus digunakan sebagai patokan dalam menganalisis efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius.Uji ini dilakukan dengan memejankan parasetamol dosis 2,5

g/kgBB secara oral pada tikus. 48 jam kemudian diambil darahnya untuk diukur aktivitas ALT-AST serum.

Aktivitas ALT-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kgBB (kelompok I) adalah sebesar 977,2 ± 85,2 U/L. Bila dibandingkan dengan aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC-Na 1% 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 72,8 ± 1,7 U/L maka terlihat adanya kenaikan aktivitas ALT-serum yang begitu besar, yaitu lebih kurang 13,4 kalinya atau sebesar 1242,3 % yang tersaji pada tabel II. Secara statistik, kenaikan aktivitas ALT-serum kontrol hepatotoksin (kelompok 1) terhadap kontrol negatif (kelompok II) tersebut adalah bermakna (p<0,05).

(70)

atau sebesar 567,8 % yang tersaji pada tabel III. Secara statistik, kenaikan aktivitas AST-serum kontrol hepatotoksin (kelompok I) terhadap kontrol negatif (kelompok II) tersebut adalah bermakna (p<0,05).

(71)

2. Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/Kg BB

Kontrol negatif (kelompok II) dibuat dengan tujuan: (1) memastikan bahwa peningkatan aktivitas ALT-serum (efek hepatotoksik) pada tikus jantan adalah akibat pemberian hepatotoksin parasetamol dan (2) memastikan bahwa efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol adalah akibat praperlakuan ekstrak metanol-airM. tanarius. Uji ini dilakukan dengan memberikan CMC

Na 1% secara oral pada tikus 1x sehari selama 6 hari berturut-turut. 48 jam kemudian diambil darahnya untuk diukur aktivitas ALT-AST serum.

(72)

batas rentang normal ini dapat disebabkan karena sebagian besar enzim aspartate tidak spesifik berada didalam hati, tetapi berada dalam otot rangka, jantung, hati, serta tersebar ke seluruh jaringan sehingga belum dapat digunakan sebagai patokan adanya kerusakan hati.

Pada penelitian ini, nilai aktivitas ALT-AST serum kontrol negatif CMC Na 1% 3,84 g/kgBB dijadikan patokan nilai normal ALT-AST serum untuk penelitian ini selanjutnya.

3. Kontrol ekstrak daunM. tanariusdosis 3,84 g/kg BB

Kontrol ekstrak daunM. tanarius(kelompok III) dibuat dengan

tujuan melihat pengaruh ekstrak daun M. tanarius terhadap sel hati

tikus tanpa induksi parasetamol. Uji ini dilakukan dengan memberikan ekstrak daunM. tanarius dosis 3,84 g/kgBB secara oral pada tikus 1x

sehari selama 6 hari berturut-turut. 48 jam kemudian diambil darahnya untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya.

Aktivitas ALT-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kgBB (kelompok III) adalah 72,8 ± 1,3 U/L. Bila dibandingkan dengan aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 72,8 ± 1,7 U/L maka terlihat angka aktivitas yang hampir mendekati sama (0,0). Secara statistik, angka aktivitas ALT-serum kontrol ekstrak daunM. tanarius (kelompok III)

(73)

II) tersebut adalah tidak bermakna (p>0,05). Hal ini menggambarkan bahwa ekstrak daun M. tanarius tidak memberikan pengaruh hepatotoksik pada sel hati tikus, karena nilai aktivitas ALT-serum juga masih berada dalam rentang normal yaitu 29,8-77,0 U/L, (Hastuti, 2008)

Aktivitas AST-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis

3,84 g/kgBB (kelompok III) adalah 104,8 ± 3,5 U/L. Bila dibandingkan dengan aktivitas AST-serum kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 100,8 ± 3,6 U/L maka angka aktivitas keduanya hampir mendekati sama yaitu 3,9. Secara statistik angka aktivitas ini tidak bermakna (p>0,05). Walaupun angka aktivitas AST-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kgBB tidak masuk dalam rentang normal, tetapi angka ini tidak dapat menjadi patokan terjadinya kerusakan sel hati tikus karena enzim aspartate didalam tubuh, sebagian besar tidak spesifik berada didalam hati saja, tetapi berada dalam otot rangka, jantung, hati, serta tersebar ke seluruh jaringan.

4. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi parasetamol

(74)

pada ada tidaknya penurunan aktivitas ALT-AST serum akibat praperlakuan ekstrak daun M. tanarius terhadap aktivitas ALT-AST serum kontrol parasetamol.

Dilihat dari tabel II dan III, semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan, semakin besar pula perlindungan yang diberikan pada sel hati, hal ini ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ALT-AST serum tikus.

Kelompok IV adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok ini adalah sebesar 590,8 ± 36,6 U/L. Bila dibandingkan dengan aktivitas ALT-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kgBB (kelompok I) yaitu sebesar 977,2 ± 85,2 maka aktivitas ALT-serum kelompok IV mengalami penurunan lebih kurang 1,6 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB mampu menghambat

peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 39,5 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis

0,426 g/kgBB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB.

Kemampuan perlindungan ekstrak daun M. tanarius dosis

(75)

Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 499,2 ± 24,1 U/L. Dapat dilihat di tabel bahwa angka AST-serum juga terjadi penurunan dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol yaitu sebesar 1,3 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis

0,426 g/kgBB mampu menghambat peningkatan aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 25,8 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05), yaitu kelompok IV pada dosis 0,426 g/kgBB mengalami kerusakan hati. Hal ini dapat menunjukkan ekstrak daun

M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB dapat menurunkan aktivitas

ALT-AST serum sel hati akibat induksi parasetamol, karena patokan kerusakan hati lebih spesifik pada aktivitas ALT, dimana signifikansi pada kontrol hepatotoksin menunjukkan perbedaan yang bermakna.

(76)

menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis

1,280 g/kgBB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB.

Kemampuan perlindungan ekstrak daun M. tanarius dosis

1,280 g/kgBB juga dapat dilihat dari aktivitas AST-serumnya. Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 252,2 ± 28,7 U/L. Dapat dilihat di tabel III bahwa angka AST-serum juga terjadi penurunan dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol yaitu sebesar 2,6 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB mampu menghambat peningkatan

aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 62,5 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini dapat menunjukkan ekstrak daunM. tanarius dosis 1,280 g/kgBB dapat menurunkan aktivitas ALT-AST

serum sel hati akibat induksi parasetamol.

Analisis statistik aktivitas ALT-AST serum antara kedua kelompok tersebut menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05). Terlihat bahwa kemampuan aktivitas ALT-serum untuk melindungi sel hati tikus oleh ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB (kelompok V) sebesar 69,2 % lebih baik daripada ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB (kelompok IV) sebesar 39,5 %. Dan

(77)

tikus oleh ekstrak daunM. tanariusdosis 1,280 g/kgBB (kelompok V)

sebesar 62,5 % lebih baik daripada ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB (kelompok IV) sebesar 25,8 %.

Kelompok VI adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok ini adalah sebesar 91,2 ± 5,7 U/L. Bila dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol (kelompok I) maka aktivitas ALT-serum kelompok VI mengalami penurunan lebih kurang 10,7 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daunM. tanariusdosis 3,840 g/kgBB mampu menghambat peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 90,7 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis

3,840 g/kgBB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB.

(78)

aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 81,3 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini dapat menunjukkan ekstrak daunM. tanarius dosis 3,840 g/kgBB dapat menurunkan aktivitas ALT-AST

serum sel hati akibat induksi parasetamol.

Analisis statistik aktivitas ALT-AST serum masing-masing kelompok tersebut juga menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05). Terlihat bahwa kemampuan aktivitas ALT-serum untuk melindungi sel hati tikus oleh ekstrak daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB (kelompok VI) sebesar 90,7 % lebih baik daripada ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB (kelompok IV) dan 1,280 g/kgBB

(kelompok V) masing-masing sebesar 39,5 % dan 69,2 %. Dan untuk kemampuan aktivitas AST-serum untuk melindungi sel hati tikus oleh ekstrak daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB (kelompok VI) sebesar

81,3 % lebih baik daripada ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB (kelompok IV) dan 1,280 g/kgBB (kelompok V) masing-masing sebesar 25,8 % dan 62,5 %.

Uji efek hepatoprotektif terhadap ketiga dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis

(79)

keefektifan penghambatan terhadap kehepatotoksikan parasetamol yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan aktivitas ALT-serum, berturut-turut sebesar 39,5%; 69,2%; dan 90,7% dan dengan aktivitas AST-serum berturut-turut sebesar 25,8%; 62,5%; dan 81,3%. Kelompok VI (pemberian praperlakuan ekstrak metanol-air daunM. tanarius dosis 3,840 g/kgBB) merupakan kelompok yang

memiliki tingkat kerusakan hati paling rendah, sedangkan untuk kelompok IV (pemberian praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB) memiliki tingkat kerusakan hati paling besar. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah kandungan zat aktif yang terdapat pada ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426

(80)

Dari ketiga penurunan nilai aktivitas ALT-AST serum pada peringkat dosis tersebut maka dapat dihitung nilai efektif dosis tengah hepatoprotektif (ED50) seperti terlihat pada lampiran 15, menunjukkan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dapat menghambat

kenaikan aktivitas ALT-AST serum terhadap sel hati terinduksi parasetamol sebesar 50%, membutuhkan dosis sebesar 0,629 g/kgBB. Rangkuman secara singkat dapat dilihat pada tabel IV.

Tabel IV. Efektif Dosis Tengah Hepatoprotektif (ED50)

Kelompok

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada dosis 0,629 g/kgBB ekstrak metanol-air daun M. tanarius mampu menurunkan

(81)

didapat yaitu y= 53,615 x – 100,098 dengan r= 0,995. Persamaan ini didapat dengan cara memplotkan log dosis vs persen efek hepatoprotektif.

Gambar 10. Persamaan garis ED50 ekstrak metanol-air daun M.

tanarius.

Dalam penelitian ini digunakan ektrak metanol-air daun M. tanarius dengan konsentrasi terpekat yang dapat dibuat yaitu sebesar

3,840 g/kgBB. Bila dikonversikan ke manusia, dapat dihitung seperti berikut : faktor konversi tikus (200 g) ke manusia (70 kg) adalah 56,0. Dengan demikian, ED50ekstrak metanol-air daun M. tanarius 0,629 g/kgBB bila dikonversikan ke manusia dengan berat badan 70 kg

(82)

adalah sebesar 7,045 g yang diperoleh dari 200/1000 x 0,629 x 56,0 untuk manusia Indonesia (50 kg) maka 50/70 x 7,045 menjadi 5,032 g.

Adanya penghambatan aktivitas ALT-AST serum menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daunM. tanariusmempunyai

efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol. Kemungkinan adanya efek hepatoprotektif tersebut dapat ditinjau dari mekanisme kerusakan hati tikus yang ditimbulkan oleh hepatotoksin parasetamol dan aktivitas antioksidan yang terkandung pada ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Kandungan kimia ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diduga larut dan dapat memberikan efek

(83)

dkk, 2006) akibat adanya gugus karbonil (C=O) dengan ikatan rangkap terkonjugasi serta memiliki ikatanα-βunsaturated. Ikatanα-β unsaturated ini mempunyai ciri khusus yaitu memiliki ikatan sigma

dan ikatan phi. Seperti telah diketahui bahwa elektron pada ikatan sigma kuat dan elektron pada ikatan phi lemah, hal ini menyebabkan elektron pada ikatan phi dapat berpindah atau melompat. Jika terjadi protonasi pada ikatan α-β unsaturated, maka terjadi perpindahan

elektron seperti pada gambar 11.

Gambar 11. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated

pada macarangiosida A

Pada gambar diatas, atom C pada posisi β akan bermuatan positif karena pada ikatan phi terdapat lompatan elektron. Dimungkinkan atom C pada posisiβini yang akan menangkap radikal bebas.

O O

+

- -OH

a b

Gambar

Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Chandrasoma dan Taylor, 1995)
Gambar 2 . Struktur Parasetamol (Anonim,1979)
Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius (Phommart, dkk,
Gambar 4. Mekanisme toksik parasetamol (Lee, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel kondisi selokan, dari hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara kondisi selokan yang buruk dengan kejadian leptospirosis di Kabupaten Pati ( p =

• Cara ini dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. • Uji didih ini dapat digunakan utk mendeteksi apakah susu sdh disimpan terlalu lama tanpa pendinginan dan sudah

Baku emas pemeriksaan tersebut adalah spektrofotometer , tetapi penggunaan glukometer lebih sederhana , oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui

Selama ini perkara yang berasal dari wilayah kabupaten Nunukan ditangani di Pengadilan Agama Tarakan, ada yang disidangkan di Tarakan dan juga ada yang disidangkan dengan cara

Mengacu dari uraian yang sudah dijelaskan di atas bahwa penerapan model Missouri Mathematics Project (MMP) menggunakan teknik permainan kartu arisan merupakan model

- Bahwa Terdakwa memperoleh 1 (satu) batang rokok ganja terbalut dengan kertas tiktak putih tersebut dari seorang laki-laki yang namanya tidak diketahui seharga

Pada penelitian ini, metode pembuatan yang akan dilakukan yaitu dengan mengurangi jumlah semen yang dipakai dalam komposisi beton, ditentukan dengan menambahkan persentase fly ash dan

Hidayahti, N., 2010, Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit pada Umbi Bawang Putih (Allium sativum) sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri terhadap Bakteri Streptococcus