• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK BIOGAS PRODUCTION FROM WATER HYACINTH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK BIOGAS PRODUCTION FROM WATER HYACINTH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK

BIOGAS PRODUCTION FROM WATER HYACINTH

Panggih Winarni1, Yulinah Trihadiningrum2, Soeprijanto3 Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP ITS1,2

Jurusan Teknik Kimia, FTI ITS3 Email: p99hwinarnia@yahoo.co.id1,

yulinah_t@enviro.its.ac.id2, soeprijanto@chem-eng.its.ac.id3

ABSTRAK

Biomassa eceng gondok (Eicchornia crassipes) yang mengandung selulosa dan hemiselulosa pada kadar tinggi serta kandungan lignin yang rendah sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku produksi biogas. Penelitian ini bertujuan mengkaji produksi biogas dan penyisihan bahan organik pada reaktor batch dan plugflow.

Penelitian pendahuluan secara batch bertujuan mengoptimalkan produksi biogas dari eceng gondok. Dengan cara mencari komposisi eceng gondok dengan air dan perbandingan komposisi eceng gondok (EG) dengan kotoran sapi (KS) yang optimal. Penelitian ini menggunakan reaktor batch dengan kapasitas 1 L, kemudian dilanjutkan menggunakan reaktor plugflow volume 30 L. Pengamatan produksi biogas dilakukan dengan pengukuran volume biogas yang terbentuk setiap hari sedangkan penyisihan bahan organik dengan mencari efisiensi penyisihan COD.

Hasil dari penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa rasio optimum antara eceng gondok dan air 1:3, sedangkan perbandingan eceng gondok dan kotoran sapi yang optimum 75%:25%. Perbandingan komposisi tersebut digunakan dalam pengoperasian reaktor batch dan plugflow berkapasitas 30 L. Biogas baru terbentuk setelah 20 hari, pemberian umpan slurry menggunakan perbandingan eceng gondok dan kotoran sapi 1:3 sebanyak 1 L/hari dan hydraulic retention time (HRT) 40 hari. Biogas yang terbentuk pada reaktor 1 dengan komposisi EG:KS 100%:0% sebanyak 74.31 liter sedangkan pada reaktor 2 EG:KS 75%:25% sebanyak 40.59 liter. Penyisihan bahan organik tertinggi pada reaktor batch 1 liter sebesar 25.35%, pada reaktor batch 30 L sebesar 57.26% sedangkan penyisihan bahan organik tertinggi pada reaktor plugflow 30 L sebesar 57.26%,

(2)

2 ABSTRACT

Biomass of water hyacinth (Eicchornia crassipes), which contains cellulose and

hemicellulose at high levels and low lignin content, is potential for biogas production. The aims of this study were to examine biogas production and to determine organic matter removal in batch and plugflow reactors.

A preliminary study in batch reactors was done to optimize biogas production from water hyacinth slurry. Optimum ratios of water (W) and water hyacinth (WH), water hyacinth (WH) and cow manure (CM) for biogas production were determined. This study used batch reactors of 1 L capacity, followed by the use of using plugflow reactor 30 L volume. The biogas product was measured according to the volume, and the organic matter removal efficiency was measured based on the COD values.

Results of the preliminary study showed that the optimum WH and W ratio was 1:3. The optimum WH and CM ratio was 75%:25%. These ratios were used in batch and plugflow reactors of 30 L volume. The biogas was only formed after 20 days in the batch reactor. The batch process was continued with 75%:25% WH-CM plugflow feeding of 1 L/d at hydraulic retention time of 40 days. In Reactor 1, where mixed WH-CM slurry of 100%:0% ratio and COD value of 15725 mg/L were applied, 74.31 L of biogas was formed. Whereas mixed WH-CM slurry of 75%:25% and COD value of 35732 mg/L. In Reactor 2 produced 40.59 L of biogas. The highest organic matter removal in batch reactor of 1 L volume was 25.35%, and those of in 30 L batch and plugflow reactors were 57.26% and 75.79% respectively.

Keywords: biogas, water hyacinth, cow manure, organic matter removal

LATAR BELAKANG

Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dengan pertumbuhan bidang industri yang pesat menyebabkan peningkatan permintaan energi dan penurunan kualitas lingkungan. Pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan menjadi pilihan. Salah satu dari energi terbarukan adalah biogas, biogas memiliki peluang yang besar dalam pengembangannya (Widodo dkk., 2006). Eceng gondok merupakan salah satu gulma akuatik yang banyak dijumpai pada perairan, seperti di sungai-sungai, danau, dan waduk yang mengalami eutrofikasi. Pada umumnya, hasil panen eceng gondok dibuang atau dibakar (Gunnarsson dan Petersen, 2006). Emisinya akan mengandung logam berat sehingga membahayakan kesehatan apabila dibuang ke TPA, maka dapat meningkatkan kebutuhan luas lahan landfill. Oleh karena itu, Kreuzig (2007) menyarankan agar gulma yang digunakan dalam pengoperasian teknologi wetland atau fitoremediasi lainnya dimanfaatkan untuk menghasilkan bioenergi.

Pada prinsipnya biomassa gulma berpotensi sebagai bahan untuk pembuatan bioenergi, seperti biogas, dan bioetanol (Trihadiningrum dkk., 2008). Biodegradasi untuk menghasilkan biogas melalui beberapa tahap proses yakni proses hidrolisis, proses asidogenesis, proses asetogenesis dan proses metanogenesis (Gujer dan Zehnder 1983). Teknologi biogas bukanlah merupakan teknologi baru di Indonesia, sekitar tahun 1980-an sudah mulai diperkenalkan. Namun sampai saat ini belum mengalami perkembangan yang menggembirakan. Beberapa kendala antara lain yaitu kekurangan technical expertise, reaktor biogas tidak berfungsi akibat bocor/ kesalahan konstruksi, disain tidak user friendly, membutuhkan penanganan secara manual (pengumpanan/

(3)

3

mengeluarkan lumpur dari reaktor) dan biaya konstruksi yang mahal (Widodo dkk., 2006). Penelitian ini bertujuan mengkaji produksi biogas dari eceng gondok dan penyisihan bahan organik pada reaktor yang dioperasikan secara batch dan secara plug flow.

METODOLOGI Persiapan Alat

 Penelitian Tahap I Menggunakan Reaktor Batch

Persiapan reaktor anaerobic mengunakan reaktor batch dengan kapasitas 1 L. Reaktor berupa erlenmeyer 1 L yang ditutup dengan karet berselang yang dihubungkan ke labu erlenmeyer 250 mL yang berfungsi sebagai pengaman agar air dari wadah plastik tidak masuk ke labu erlenmeyer 1 L serta menampung slurry eceng gondok yang ikut terbawa saat gas menuju ke gelas ukur. Kemudian dihubungkan lagi ke gelas ukur 1 L untuk pengamatan penurunan air yang ada dalam gelas ukur akibat terbentuknya biogas. Gambar rangkaian reaktor biogas secara batch dapat dilihat pada Gqmbar 1.

Gelas ukur Labu Erlenmeyer 250 mL Labu Erlenmeyer 1 L Selang Wadah Plastik Tutup Karet Slurry Eceng Gondok Air

Gambar 1. Rangkaian Reaktor Biogas (batch)  Penelitian Tahap I Menggunakan Reaktor Plugfow

Reaktor anarob ini menggunakan drum plastik 30 L. Pada sisi kanan di beri lobang dan disambung dengan pipa sebagai saluran pemasukan bahan, kemudian pada sisi kiri di beri lubang, disambung dengan pipa sebagai saluran pembuangan. Bagian atas drum dilubangi dan dipasang valve untuk mengalirkan air ke plastik penampung dengan diameter 0,11 m dan panjang 3 m. Reaktor ini juga dilengkapi dengan manometer untuk mengukur tekanan gas dan flow meter untuk mengukur kecepatan alirannya. Desain reaktor biogas secara plugflow dapat dilihat pda Gambar 2.

(4)

4

Gambar 2. Desain Reaktor Biogas (plugflow) Persiapan Bahan

 Penyediaan eceng gondok.

Eceng gondok diambil langsung dari saluran pembuangan di wilayah ITS Surabaya. Setelah itu eceng gondok (batang dan daun) dicacah hingga berukuran kecil-kecil, kemudian diblender dan ditambahkan air sesuai variabel komposisi yang akan digunakan pada penelitian pendahuluan.

 Penyediaan Kotoran Sapi

Kotoran sapi diambil dari peternakan sapi perah di kawasan Jalan Jemursari. Kotoran sapi ini dicampur dengan eceng gondok yang sudah diblender sebagai biostarter. Perbandingan kotoran sapi dan air 1:1.

Pengoperasian Reaktor

Pengoperasian reaktor dilakukan berdasarkan urutan berikut ini :

 Penelitian pendahuluan tahap 1 bertujuan untuk mengetahui komposisi eceng gondok dan air yang menghasilkan biogas paling optimum. Perbandingan komposisi yang digunakan antara eceng gondok:air, yaitu 1:2 dan 1:3. Campuran eceng gondok dan air tersebut diblender sehingga terbentuk campuran yang homogen dan merata. Komposisi yang menghasilkan biogas paling optimum akan digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya.

 Penelitian pendahuluan tahap 2 bertujuan untuk mengetahui komposisi eceng gondok dan kotoran sapi yang menghasilkan biogas paling optimum. Perbandingan komposisi yang digunakan antara eceng gondok:kotoran sapi, yaitu 100%:0%, 75%:25%, dan 50%:50%. Campuran eceng gondok dan kotoran sapi tersebut diblender sehingga terbentuk campuran yang homogen dan merata. Komposisi yang menghasilkan biogas paling optimum akan digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya.

 Penelitian lanjutan dilakukan untuk mengetahui produksi biogas pada reaktor plugflow. Komposisi bahan menggunakan hasil dari penelitian pendahuluan tahap 1 dan 2. Volume operasi 20 L, dengan laju pengumpanan 1 L/hari.

 Volume biogas yang terbentuk tiap harinya dicatat dan dibuat grafik. Dari grafik tersebut dapat dilihat volume biogas yang dihasilkan tiap reaktor dan reaktor yang

(5)

5

menghasilkan biogas paling optimum. Apabila grafik sudah menunjukkan tidak adanya penambahan volume biogas berarti proses pembentukan biogas telah selesai. Slurry awal dan akhir proses biogas diuji karakteristiknya. Karakteristik slurry yang diuji meliputi COD, total suspended solids (TSS), dan volatile suspended solids (VSS).

 Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan kotoran sapi terhadap produksi biogas. Pengolahan data menggunakan software SPSS untuk melakukan uji normalitas data dan uji pengaruh tiap perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Pendahuluan a. Penelitian Pendahuluan Tahap 1

Pada tahap ini ditentukan perbandingan komposisi eceng gondok dan air yang dapat menghasilkan biogas paling optimum. Perbandingan eceng gondok dan kotoran sapi yang digunakan adalah 1:2 dan 1:3.

Tabel 1. Perbandingan hasil penelitian pendahuluan tahap 1

Komposisi Eceng Gondok:Air Eceng Gondok (g) Air (mL) COD (mg/L) Produksi Biogas (mL) Lama Waktu Pembentukan Biogas (hari) 1:2 50 100 21.538 0 0 1:3 50 150 19.230 13 5

Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa biogas lebih cepat terbentuk pada slurry eceng gondok dengan nilai COD yang lebih rendah. Maka dari hasil analisa ini perbandingan komposisi air dengan eceng gondok yang digunakan adalah 1:3. Substrat yang lebih encer memiliki beberapa kelebihan yaitu melarutkan konsentrasi inhibitor metanogenesis menjadi lebih kecil (Ward dkk.,2008). Gambar reaktor biogas yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

(6)

6 b. Penelitian Pendahuluan Tahap 2

Karakteristik Awal Slurry Biogas Eceng Gondok

Slurry eceng gondok yang telah dicampurkan dengan biostarter kotoran sapi sesuai variasi yang ditetapkan diuji karakterisitk awalnya. Hasil pengujian karakteristik awal ini digunakan sebagai pembanding terhadap karakteristik akhir slurry. Karakteristik yang diuji meliputi nilai COD, TSS, dan VSS. Pengujian dilakukan sebelum slurry dimasukkan ke dalam reaktor biogas. Karakteristik awal slurry dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Karakteristik awal slurry

Keterangan: EG = eceng gondok : air (1:3)

KS = kotoran sapi : air (1:1), dimana COD = 5088 mg/L Volume Biogas yang Terbentuk

Pengamatan pembentukan biogas dilakukan setiap hari mulai dari reaktor pertama beroperasi sampai 60 hari. Dilakukan pencatatan volume pembentukan biogas dalam mL. Penurunan muka air pada tabung reaksi menunjukkan volume biogas yang terbentuk. Kurva hasil pengamatan pembentukan biogas dapat dilihat pada Gambar 4.

(7)

7

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa biogas pada tiap reaktor mulai terbentuk mulai hari ke-6. Setelah itu kurva terus menunjukkan peningkatan volume biogas yang dihasilkan. Reaktor dengan 100% EG menunjukkan proses pembentukan biogas telah berhenti pada hari ke-24. Hal tersebut dapat dilihat pada kurva yang menunjukkan garis konstan setelah hari ke-24. Pada reaktor dengan 75% EG:25% KS dan 50% EG:50% KS menunjukkan proses pembentukan biogas belum terhenti hingga hari ke-60. Jumlah biogas tertinggi dihasilkan oleh reaktor 75% EG:25% KS sebesar 3.19 L

Laju Pembentukan Biogas

Laju pembentukan biogas per hari dapat dilihat pada Gambar 5. a-c. Data laju pembentukan biogas dapat menunjukkan waktu puncak pembentukan biogas. Data waktu puncak pembentukan biogas dijadikan acuan untuk mendisain reaktor biogas.

Gambar 5a. Laju pembentukan biogas (100% EG:0% KS)

Reaktor 1 yang berisi slurry eceng gondok 100% (Gambar 2a) menunjukkan bahwa biogas mulai terbentuk pada hari ke-5 dan mencapai laju pembentukan biogas tinggi pada hari ke-8 (360 mL/hari). Setelah hari ke-8, produksi biogas mulai menurun, tetapi terjadi lagi produksi biogas dengan laju 250 mL/hari pada hari ke-21. Kurva laju pembentukan biogas mengalami penurunan setelah hari ke-21. Kemudian puncak laju pembentukan biogas terjadi lagi pada hari ke-24 sebanyak 510 mL/hari. Produksi biogas pada reaktor 100% EG:0% KS berhenti pada hari ke-30.

(8)

8

Gambar 5b. Laju pembentukan biogas (slurry eceng gondok : kotoran sapi = 75:25)

Puncak laju pembentukan biogas pada reaktor yang berisi slurry eceng gondok dan kotoran sapi 75:25 (Gambar 2b) terjadi pada hari ke-7 (480 mL/hari). Dan terjadi penurunan produksi kemudian puncak laju pembentukan biogas terjadi pada waktu yang lebih lama, yaitu pada hari ke-37 sebesar 390 mL/hari.

Gambar 5c. Laju pembentukan biogas (slurry eceng gondok : kotoran sapi = 50:50) Karakteristik Akhir Slurry Biogas Eceng Gondok

Setelah proses pembentukan biogas selesai, selanjutnya dilakukan uji karakteristik akhir slurry eceng gondok. Karakteristik akhir slurry yang diuji meliputi nilai COD, TSS, VSS. Hasil karakteristik akhir digunakan sebagai pembanding terhadap karakteristik awal slurry. Dari perbandingan tersebut dapat diketahui perubahan parameter yang terjadi pada slurry eceng gondok. Karakteristik akhir slurry tiap reaktor dapat dilihat pada Tabel 3.

(9)

9 Tabel 3.Karakteristik akhir slurry eceng gondok

Keterangan: EG = eceng gondok : air (1:3) KS = kotoran sapi : air (1:1) 2. Reaktor Plugflow 30 L

Perancangan reaktor biogas dari eceng gondok ini disesuaikan dengan: Volume Digester 30 L, Volume Operasi 20 L, HRT 20 hari, Laju pengumpanan 1L/hari, Tekanan gas 1-2 atm. Untuk gambar reaktornya dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 6. Reaktor Biogas (plugflow)

3. Pengoperasian Reaktor Plugflow

Karakteristik Awal Slurry Biogas Eceng Gondok

Slurry eceng gondok yang telah dicampurkan dengan biostarter kotoran sapi sesuai variasi yang ditetapkan diuji karakterisitk awalnya. Hasil pengujian karakteristik awal ini digunakan sebagai pembanding terhadap karakteristik akhir slurry. Karakteristik yang diuji meliputi nilai COD, TSS, dan VSS. Pengujian dilakukan sebelum slurry dimasukkan ke dalam reaktor biogas. Karakteristik awal slurry dapat dilihat pada Tabel 4. F A B C D E Keterangan Gambar:

A : Saluran Inlet B: Manometer C: Reaktor

(10)

10 Tabel 4. Karakteristik awal slurry

Keterangan: EG = eceng gondok : air (1:3) KS = kotoran sapi : air (1:1) Volume Biogas yang Terbentuk

Pengamatan pembentukan biogas dilakukan setiap hari mulai dari reaktor pertama beroperasi sampai 60 hari. Dilakukan pencatatan volume pembentukan biogas dalam mL. Penurunan muka air pada tabung reaksi menunjukkan volume biogas yang terbentuk. Kurva hasil pengamatan pembentukan biogas dapat dilihat pada Gambar 7a dan 7b.

Gambar 7a. Kurva pembentukan biogas reaktor plugflow (100% EG:0% KS)

Dari Gambar 4a dapat dilihat bahwa produksi biogas reaktor 1 pada hari ke-1 hingga hari ke-20 tidak dapat terukur. Sedangkan setelah dilakukan pengumpanan 1 L/hari maka volume biogas mengalami kenaikan terus menerus sanpai hari ke-40. Jumlah total volume biogas yang dihasilkan sebanyak 74,31 L selama 40 hari. Dengan melakukan trendline pada data volume biogas hasil dari reaktor yang dioperasikan secara plugflow. Persamaan regresi yang dihasilkan dari data produksi biogas yang dihasilkan oleh reaktor plugflow adalah Y=4.014x-90.35 dengan R2=0.988. Dari persamaan tersebut dapat diketahui (flow rate) laju pembentukan biogas rata-rata sebesar 4.014 L/hari. Hasil ini sesuai dengan laju pembentukan biogas pada reaktor ini. Volume total 74.31 L, waktu operasi reaktor plugflow 20 hari sehingga laju pembentukan biogas rata-ratanya 3.716 L/hari Dengan menggunakan persamaan ini, dapat diketahui jumlah produksi biogas (Y) yang diproduksi dalam jangka waktu tertentu (x). Reaktor ini dioperasikan selama 40 hari, jadi apabila menggunakan

(11)

11

persamaan ini maka produksi biogas yang dihasilkan sebesar 70.21 L. Dilihat dari kedua nilai volume biogas, maka persamaan linear hasil perhitungan volume biogasnya (Y) yang nilainya lebih mendekati hasil pengamatan langsung adalah Y=4.014x-90.35 dengan R2=0.988.

Gambar 7b. Kurva pembentukan biogas reaktor plugflow (75% EG:25% KS)

Dari Gambar 4b dapat dilihat bahwa pada hari ke-1 hingga hari ke-20 biogas juga tidak dapat terukur seperti pada reaktor 1. Sedangkan setelah dilakukan pengumpanan 1 L/hari maka volume biogas mengalami kenaikan terus menerus sanpai hari ke-40. Jumlah total volume biogas yang dihasilkan pada reaktor 2 sebanyak 40,59 L. Persamaan regresi yang dihasilkan dari data produksi gas yang dihasilkan oleh reaktor plugflow adalah Y=2.121x-48.79 dengan R2=0.963. Dengan menggunakan persamaan ini, dapat diketahui jumlah produksi biogas (Y) yang diproduksi dalam jangka waktu tertentu (x). Reaktor ini dioperasikan selama 40 hari, jadi apabila menggunakan persamaan ini maka produksi biogas yang dihasilkan sebesar 36.05 L. Dilihat dari kedua nilai volume biogas, maka persamaan linear hasil perhitungan volume biogasnya (Y) yang nilainya lebih mendekati hasil pengamatan langsung adalah Y=2.121x-48.79 dengan R2=0.963. Dari persamaan tersebut dapat diketahui (flow rate) laju pembentukan biogas rata-rata sebesar 2.121 L/hari. Hasil ini sesuai dengan laju pembentukan biogas pada reaktor ini. Volume total 40.59 L, waktu operasi reaktor plugflow 20 hari sehingga laju pembentukan biogas rata-ratanya 2.029 L/hari Kurva laju pembentukan gas setiap harinya dapat dilihat pada Gambar. 4.15.

Laju Pembentukan Biogas

Laju pembentukan biogas per hari dapat dilihat pada Gambar 8 a-b. Data laju pembentukan biogas dapat menunjukkan waktu puncak pembentukan biogas. Data waktu puncak pembentukan biogas dijadikan acuan untuk mendisain reaktor biogas.

(12)

12

Gambar 8a. Laju pembentukan biogas (100% EG:0% KS)

Laju pembentukan biogas untuk reaktor 100% EG:0% KS mulai mengalami kenaikan yang signifikan pada hari ke-24 dengan rata-rata laju pembentukan biogas setiap hari sebesar 3-5 L/hari. Laju pembentukan biogas pada reaktor 1 dapat dilihat pada Gambar 5a. Laju pembetukan biogas mengalami naik turun hal ini dikarenakan proses anaerob sangat tergantung oleh aktivitas mikroorganisme yang sangat rentan terjadinya fluktuasi.

Gambar 8b. Laju pembentukan biogas (slurry eceng gondok : kotoran sapi = 75:25)

Rata-rata laju pembentukan biogas setiap hari sebesar 2-3 L/hari. Laju pembentukan biogas pada reaktor 2 dapat dilihat pada Gambar 5.b. Jumlah biogas yang dihasilkan pada reaktor 1 lebih tinggi karena memiliki COD yang lebih rendah (15725 mg/L), sedangkan untuk reaktor 2 nilai COD sebesar 35732 mg/L. Dari hari ke-21 hingga hari ke-22 terjadi kenaikan produksi biogas, dikarenakan pengumpanan 1L/hari dapat memicu keluarnya biogas yang terjebak di dalam sludge. Kemudian dari hari ke-23 hingga ke-33 produksi biogas sudah mulai stabil. Namun hari ke-34 telah

(13)

13

mengalami penurunan. Kemudian hari ke-34 hingga ke 40 kembali megalami kenaikan. Hal ini terlihat pada reaktor plugflow ini setiap 10 hari mengalami penurunan produksi biogas.

Karakteristik Akhir Slurry Biogas Eceng Gondok

Setelah proses pembentukan biogas selesai, selanjutnya dilakukan uji karakteristik akhir slurry eceng gondok. Karakteristik akhir slurry yang diuji meliputi nilai COD, TSS, VSS. Hasil karakteristik akhir digunakan sebagai pembanding terhadap karakteristik awal slurry. Dari perbandingan tersebut dapat diketahui perubahan parameter yang terjadi pada slurry eceng gondok. Karakteristik akhir slurry tiap reaktor dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Karakteristik akhir slurry eceng gondok

Keterangan: EG = eceng gondok : air (1:3) KS = kotoran sapi : air (1:1)

Penyisihan Komponen Organik, Volatile Suspended Solids, dan Total Suspended Solids

Penyisihan komponen organik pada slurry eceng gondok dan kotoran sapi dalam proses pembuatan biogas dapat diketahui dari perubahan nilai COD, kadar dan penyisihan nilai TSS dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 6. Penyisihan Komponen Organik dan Volume biogas yang terbentuk pada tiap reaktor No Komposisi EG:KS Volume Biogas rata-rata (L) Rata-rata Removal COD (%) Rata-rata Removal VSS (%) Rata-rata Removal TSS (%) Reaktor batch (Penelitian Pendahuluan)*

1 100:0 2,65 14,75 96.39 95.81 2 75:25 3,19 25,35 93.21 93.40 3 50:50 2,87 24,64 95.10 93.79 Reaktor plugflow*** 1 100:0 74,31 73.80 75.16 71.87 2 75:25 40,59 75,79 80.93 78.34 Keterangan: *HRT = 60 Hari ***HRT = 40 Hari

Dari Tabel 6 dapat dilihat hasil dari penelitian pendahuluan bahwa penurunan nilai COD tertinggi terjadi pada reaktor yang berisi slury kotoran sapi (25%), sedangkan penyisihan COD terendah terjadi pada reaktor yang hanya berisi slurry

(14)

14

eceng gondok (14,75%). Pada reaktor yang berisi campuran eceng gondok dan kotoran sapi penyisihan COD 50% mencapai 24.64%. Penurunan kandungan VSS tertinggi terjadi pada reaktor yang berisi slurry eceng gondok (96.39%). Hal tersebut ditunjukkan oleh sangat berkurangnya jumlah padatan yang dapat dilihat secara visual, dan terbukti memiliki nilai penyisihan TSS tertinggi (95.81%) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6. Penurunan nilai terendah TSS pada reaktor yang berisi slurry kotoran sapi mencapai 25%, diikuti reaktor yang berisi campuran slurry eceng gondok dan kotoran sapi (50%:50%).

Hasil dari pengoperasian reaktor plugflow apat dilihat bahwa penyisihan COD tertinggi terjadi pada reaktor yang berisi slurry campuran kotoran sapi 25% (73.80%), sedangkan penyisihan COD terendah terjadi pada reaktor yang hanya berisi slurry eceng gondok (75.79%). Penyisihan VSS tertinggi terjadi pada reaktor yang berisi slurry campuran kotoran sapi 25% (80.93%), sedangkan penyisihan VSS terendah terjadi pada reaktor yang hanya berisi slurry eceng gondok (75.16%). Sedangkan penyisihan TSS tertinggi terjadi pada reaktor yang berisi slurry campuran kotoran sapi 25% (78.34%), sedangkan penyisihan VSS terendah terjadi pada reaktor yang hanya berisi slurry eceng gondok (71.87%). Perbedaan besarnya nilai penurunan bahan organik dan solid pada setiap reaktor dipengaruhi oleh kondisi mikroorganisme pengurai pada setiap reaktor dan kondisi lingkungan pada reaktor yang sangat mempengaruhi proses. Banyaknya kotoran sapi pada reaktor 2 menambah jumlah mikroorganisme pengurai bahan organik, sehingga removal COD, VSS, TSS, pada reaktor ini lebih besar diantara reaktor lainnya. Perhitungan nilai Yield (Y)

Perhitungan nilai yield maksimum dilakukan untuk mengetahui kinerja dari reaktor biogas ini. Nilai yield yang diperoleh dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai yield pada masing-masing reaktor

Keterangan: EG = eceng gondok KS = kotoran sapi *HRT = 60 Hari **HRT = 20 Hari

Rendahnya nilai yield yang dihasilkan dalam penelitian ini disebabkan karena terganggunya atau kurang maksimalnya kegiatan mikroorganisme di dalam reaktor. Penyebabnya yaitu jumlah pengumpanan setiap harinya terlalu besar (1L/hari) sehingga

***HRT = 40 Hari

*y = nilai y teoritis (Tchobanoglous dan Burton, 2003)

(15)

15

menyebabkan waktu tinggal bahan di dalam reaktor terlalu cepat. Hal ini terlihat pada reaktor batch 20L, dimana tanpa dilakukan pengisian reaktor selama 20 hari nilai yield sebesar 0.34 g.VSS/g.COD, sudah masuk dalam range yield teoritis. Penyebab lainnya adalah tidak terkontrolnya C/N rasio dan adanya penurunan nilai pH (dari pH netral turun hingga pH 5).

Uji Statistik

Analisis statistik pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kotoran sapi terhadap produksi biogas.

1. Analisis Statistik Pada Reaktor Batch

Hasil uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov memperlihatkan bahwa kolom Asymp. Sig/Asymptoticsignificance dua sisi adalah 0.000 (KS 0%), 0.000 (KS 25%), 0.036 (KS 50%) atau probabilitas di bawah 0.05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal, atau distribusi data produksi biogas pada reaktor batch adalah tidak normal.

Karena sebaran datanya tidak normal maka uji selanjutnya menggunakan statistik non parametrik. Uji ini menggunakan Kruskal-Wallis Test, hasilnya bahwa terdapat hubungan yang sangat siginifikan antara antara penambahan kotoran sapi terhadap produksi biogas. Hal tersebut dapat diindikasikan dari Asymp Sig yang lebih kecil dari kriteria alpha 0,05 dan Nilai Chi-Square tabel yang lebih besar (22.473) dari Chi-Square tabel (5,591).

Setelah itu dilakukan uji perbedaan pengaruh penambahan kotoran sapi terhadap produksi biogas menggunakan Mann-Whitney Test, hasilnya adalah:

 Terdapat perbedaan antara penambahan kotoran sapi 0% dengan penambahan kotoran sapi 75% terhadap produksi biogas. Hal tersebut dapat diindikasikan dari Asymp Sig yang lebih kecil dari kriteria alpha 0,05. Perlakuan yang memberikan pengaruh yang lebih besar adalah penambahan 25% KS hal ini terlihat dari mean rank yang lebih besar (61.18) dari pada mean rank penambahan 0% KS (37.82).  Terdapat perbedaan antara penambahan kotoran sapi 0% dengan penambahan

kotoran sapi 50% terhadap produksi biogas. Hal tersebut dapat diindikasikan dari Asymp Sig yang lebih kecil dari kriteria alpha 0,05. Perlakuan yang memberikan pengaruh yang lebih besar adalah penambahan 50% KS hal ini terlihat dari mean rank yang lebih besar (61.18) dari pada mean rank penambahan 0% KS (37.82).  Tidak terdapat perbedaan antara penambahan kotoran sapi 25% dengan penambahan

kotoran sapi 50% terhadap produksi biogas. Hal tersebut dapat diindikasikan dari Asymp Sig yang lebih besar dari kriteria alpha 0,05, selain itu juga dari nilai mean rank juga sama sebesar 49.50.

2. Analisis Statitistik pada Reaktor Plugflow

Hasil uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov memperlihatkan bahwa pada kolom Asymp. Sig/Asymptotic significance dua sisi adalah 0.368 (KS 0%), 0.819 (KS 25%), atau probabilitas di atas 0.05 Maka Ho diterima, berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut normal, atau distribusi data produksi biogas pada reaktor plugflow adalah normal. Karena sebaran datanya normal maka uji selanjutnya menggunakan statistik parametrik. Dengan menggunakan Independent Samples Test diketahui bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang berarati terdapat perbedaan antara

(16)

16

penambahan kotoran sapi 0% dengan penambahan kotoran sapi 75% terhadap produksi biogas. Hal tersebut dapat diindikasikan dari Asymp Sig yang lebih kecil dari kriteria alpha 0,05. Pada reaktor plugflow perlakuan yang memberikan pengaruh yang lebih besar adalah penambahan yang tanpa penambahan kotoran sapi hal ini terlihat dari mean rank yang lebih besar (3.7145) dari pada mean rank penambahan 25% KS (2.0295). KESIMPULAN

Pengujian reaktor dilakukan dengan menggunakan hasil dari penelitian pendahuluan yaitu pada perbandingan eceng gondok dengan air 1:3 dan perbandingan eceng gondok dibanding kotoran sapi 75%:25%. Pengoperasian reaktor menggunakan sistem plugflow, biogas terbentuk setelah hari ke-20 dengan pengumpanan 1 L/hari. Total biogas yang dihasilkan oleh reaktor 1 (100% EG:0% KS) sebesar 74,31 L. Sedangkan untuk reaktor 2 (75% EG:25% KS) sebesar 40,59 L. Waktu pengoperasian reaktor 40 hari. Penyisihan eceng gondok pada: reaktor batch (1 L) penyisihan bahan organik terbesar (25,35%) pada komposisi eceng gondok dibanding kotoran sapi 75%:25%. Pada reaktor pugflow (30 L) penyisihan bahan organik terbesar (75.79%) pada komposisi eceng gondok dibanding kotoran sapi 75%:25%.

DAFTAR PUSTAKA

Gujer, W. & Zehnder, A.J.B. (1983). Conversion processes in anaerobic digestion, Wat. Sci. Tech. 15: 127-167

Gunnarsson, Carina C. dan Petersen, Cecilia M. (2006), “ Water hyacinths as a resource in agriculture and energy production: a literature review,” Journal Waste Management. Vol. 27. Hal. 117-129.

Kreuzig, R. (2007), “Phytoremediation: Potential of Plants to Clean Up Polluted Soils,” Braunschweig University of Technology Institute of Ecological Chemistry and Waste Analysis.

Trihadiningrum, Y., Basri, Hassan, Mukhlisin, M., Listiyanawati, D., and Jalil, N. A.A. (2008), “Phytotechnology a Nature-Based Approach for Sustainable Water Sanitation and Conservation,” The 3rd WEPA International Forum on Water Environmental, Putra Jaya.

Ward, A.J., Hobbs, P.J., Holliman, P.J., dan Jones, D.L. (2008). Optimation of The Anaerobic Digestion of Agricultural Resources. Bioresource Technology. 99. 7928-7940.

Widodo, T. W., Asari Ahmad., Nurhasanah A., Rahmarestia, E. (2006)., “Rekayasa dan pengujian reaktor biogas skala kelompok tani ternak,” Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Jurnal Enjiring Pertanian, Hal. 41-52.

Gambar

Gambar 1.  Rangkaian Reaktor Biogas (batch)   Penelitian Tahap I Menggunakan Reaktor Plugfow
Gambar 2 . Desain Reaktor Biogas (plugflow)  Persiapan Bahan
Tabel 1.  Perbandingan hasil penelitian pendahuluan tahap 1  Komposisi  Eceng  Gondok:Air Eceng  Gondok (g) Air  (mL) COD  (mg/L) Produksi Biogas (mL) Lama Waktu  Pembentukan Biogas (hari) 1:2  50  100  21.538  0  0  1:3  50  150  19.230  13  5
Gambar 4.  Kurva pembentukan biogas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya hasil produksi rambutan pada tiga desa di kecamatan Socah tidak terlepas dari beberapa faktor, yakni faktor luas lahan pekarangan dan produktifitas tiap pohon

Perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan hasil belajar kognitif antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Think Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

Ibadah BID. Pemeliharaan/ Sarana Keamanan/ ketertiban BID. Pelayanan/ Konsumsi BID.. Organisasi ini lahir pada tanggal 30 Novembeer 1930, ditangan para pemuda yang

Faktor internal dan eksternal dari segmen usaha ikan hias yang telah ditentukan selanjutnya diolah untuk mengetahui posisi strategis pada usaha budidaya kelompok Mitra

Dari empat metode ini yang paling banyak digunakan oleh orang tua adalah metode keteladanan karena metode ini dirasa paling mudah dalam melakukannya, dengan

Selain kendala yang terjadi diatas, ada beberapa kendala lain yang menjadikan aktifitas peserta didik kurang maksimal, diantaranya yaitu beberapa peserta didik ramai

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah mencapai tujuannya yaitu concurrency control dapat mengatur operasi-operasi di dalam semua transaksi yang

Beberapa manfaat dari pemecahan masalah open-ended , sebagai berikut: menyediakan lingkungan belajar yang sesuai bagi siswa untuk mengembangkan dan mengekspresikan