• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu - FERLIANI CAHYANINGRUM BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu - FERLIANI CAHYANINGRUM BAB II"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Peneliti memilih tiga penelitian terdahulu yang dijadikan dasar referensi. Hal ini didasarkan atas pertimbangan kelengkapan esensi dimana ketiga penelitian tersebut melengkapi referensi penelitian “Studi

Korelasi Kompetensi Pedagogis Guru Akidah dengan Prestasi Belajar di Kelas X SMA Muhammadiyah Boarding School Zam-zam Cilongok Tahun Ajaran 2016/2017”.

Penelitian yang menjadi referensi adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitri Yulianti tentang “Hubungan Kompetensi Pedagogis Guru PAI dengan Prestasi Belajar PAI (Studi Deskriptif Guru PAI di SMP Negeri

Indramayu)”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Fitri

(2)

pengumpulan data menggunakan angket dengan jumlah 26 kuesioner. Hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada mata pelajarannya, dalam penelitian terdahulu meneliti mata pelajaran PAI sedangkan penelitian ini meneliti mata pelajaran Akidah.

Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan di MTs Miftahul Umam Pondok Labu Jakarta Selatan oleh Muhammad Irfan dengan judul “Hubungan Kompetensi Guru dengan Prestasi Belajar Siswa dalam

Bidang Studi Al-Quran Hadits. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat korelasi signifikan antara kompetensi guru dengan prestasi belajar. Hal tersebut didasarkan pada hasil r hitung (0,5078) lebih besar dibanding r tabel (0,361 dan 0,463). Metode yang digunakan adalah angket, wawancara, dan dokumentasi. Sementara metode analisis menggunakan deskriptif analisis dan korelasi product moment dengan jenis penelitian lapangan. Sampel yang digunakan adalah 30 siswa dari populasi 198. Hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada variabel X-nya, dalam penelitian terdahulu variabel X-nya adalah kompetensi guru al-quran hadits sedangkan penelitian ini kompetensi pedagogis guru Akidah.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian tentang “Korelasi Kompetensi Guru Akidah Akhlak Dengan Motivasi Belajar Akidah Akhlak

Kelas VIII MTS Negeri Piyungan Bantul Yogyakarta Tahun Pelajaran

(3)

signifikan antara kompetensi pedagogis dengan motivasi belajar. Hal tersebut didasarkan pada hasil korelasi (rxy) sebesar 0,692 dan p > 0,05. Besarnya sumbangan kompetensi pedagogis terhadap motivasi belajar sebesar 47,89 %. Ditegaskan lebih lanjut bahwa motivasi belajar di MTS tersebut berada pada level cukup atau sedang. Sedangkan kompetensi pedagogis termasuk dalam kategori kurang. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan angket, observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan analisis deskriptif dan product moment sebagai analisis datanya. Hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada kedua variabelnya, dalam penelitian terdahulu variabelnya adalah kompetensi guru akidah akhlak dengan motivasi belajar sedangkan penelitian ini adalah kompetensi pedagogis guru akidah dengan prestasi belajar.

B. Guru

1. Kompetensi Pedagogis Guru Akidah

Kusnandar (2009:73) mengutip Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 28 ayat 3 tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran meliputi: kompetensi pedagogis, kepribadian, profesional, dan sosial. Output dari terpenuhinya ke-empat kompetensi tersebut adalah guru yang ideal sebagaimana tergambar dalam peraturan tersebut.

(4)

sifat, ciri anak dan perkembangannya, mengerti berbagai konsep pendidikan yang berguna untuk membantu murid, menguasai beberapa metodologi mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkembangan murid serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya semakin meningkatkan kemampuan murid. (Tim Dosen Nasional Kependidikan, 2016:76)

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dikutip Jejen Musfah (2011:31) yang dimaksud dengan kompetensi pedagogis adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi:

a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, b. pemahaman tentang peserta didik,

c. pengembangan kurikulum/silabus, d. perancangan pembelajaran,

e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, f. evaluasi hasil belajar, dan

g. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Berkaitan dengan profesi keguruan pendidik Islam, Muhammad Kosim (2012:107-108) merumuskan pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun ke dalam beberapa uraian berikut:

a. guru menjadi teladan bagi anak didiknya,

(5)

c. guru memiliki kompetensi di bidang keilmuannya, d. guru mendidik dengan penuh kasih sayang,

e. guru memperhatikan pikologi anak dan memperlakukan mereka sesuai dengan kondisi psikisnya, dan

f. guru memberikan motivasi kepada anak didik untuk menuntut ilmu.

Pada akhirnya, agar kompetensi pedagogis guru akidah dapat terpenuhi, maka diperlukan adanya cara yang perlu dilakukan yaitu melalui pergaulan, (Zakiyah, 2000:70) sebab melalui pergaulan itulah terjadi suatu proses interaksi antara guru dan murid yang berimplikasi pada proses pembelajaran baik dengan penyampaian melalui tutur kata maupun melalui teladan-teladan yang dicontohkan guru kepada peserta didik, yang dengan teladan itulah dapat memberikan motivasi kepada anak didik agar terpengaruh untuk melakukan hal yang serupa.

2. Syarat Guru Akidah

(6)

Ahmad Tafsir (2012:129) mengutip pendapat Mursi Munir, beliau tatkala membicarakan syarat guru kuttab, menyatakan syarat terpenting bagi guru dalam Islam adalah syarat keagamaan. Dengan demikian syarat guru dalam Islam adalah sebagai berikut:

a. umur, harus sudah dewasa,

b. kesehatan, harus sehat jasmani dan ruhani,

c. keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkan dan menguasai ilmu mendidik, dan

d. harus berkepribadian muslim.

Melihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional. (Zakiyah Daradjat, 1996:41)

Guru yang menguasai kompetensi pedagogis baik teori maupun praktis dapat dikategorikan sebagai guru yang memiliki profesionalitas kinerja. Hal ini senada dengan pendapat Paul Soeparno sebagaimana dikutip Tim Dosen Nasional Kependidikan (2016:45-47) tentang ciri-ciri bermutu guru yang dapat dijadikan syarat-syarat guru profesional.

a. Guru sebagai Pengajar

(7)

terhadap bidang ilmunya, tidak akan membuatnya menjelaskan secara keliru sehingga tidak menimbulkan miskonsepsi pada pikiran peserta didiknya. Di samping itu, guru juga diharapkan menguasai berbagai metode mengajar yang dapat membantu murid belajar lebih baik. Mengajar adalah proses membantu murid untuk belajar, maka, tujuan utama pembelajaran adalah peserta didik dapat belajar sendiri. Hal ini perlu keahlian dan keterampilan membantu murid untuk mau belajar sendiri.

b. Guru sebagai Pendidik

Guru sebagai pendidik berarti mempunyai fungsi untuk membantu murid berkembang sebagai manusia yang utuh dan penuh. Maka segi emosi, sosialitas, estetika, religionitas, moralitas, dan soft skill perlu dikembangkan juga selain intelektualitas. Sikap yang sangat penting dimiliki guru adalah rasa kecintaan kepada murid dan keinginan tulus untuk membantu murid, terlebih dalam situasi pendidikan yang kurang ideal dan banyak persoalan.

c. Guru yang Kritis, Kreatif, dan Inovatif di Era Globalisasi

(8)

perlu membantu anak didik dalam menentukan pilihan hidup yang bijak. Situasi Indonesia di masa mendatang serba tidak jelas terutama dalam hal lapangan kerja. Anak didik perlu dibantu untuk selalu melihat persoalan dengan berbagai kemungkinan, bukan hanya dari satu sisi saja. Hal ini hanya mungkin terjadi, jika guru sendiri juga membiasakan diri berpikir rasional kritis, keratif, dan inovatif.

Pemilihan pendidik di sekolah Islami kerapkali mengalahkan syarat keahlian dan lebih memenangkan pertimbangan madzab fiqh. Kebiasaan tersebut perlu dipikir ulang dalam rangka memudahkan pengelola sekolah Islami dalam mencari tenaga guru yang ahli, bila guru memenuhi syarat, khususnya syarat keahlian, maka tugas guru yang berat lebih mudah dilakukan. (Mursi Munir, 2012:129-130) Pengajaran akidah pada peserta didik bukan didasarkan pada ideologi suatu lembaga tetapi pada ideologi murni Islam itu sendiri.

3. Tugas Guru Akidah

(9)

Memerinci tugas guru, Mujib dan Mudzakir (2008:90) mengutip pendapat Al-Ghazali yang menyebutkan tugas utama pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri dalam peribadatan peserta didiknya maka ia gagal dalam mengemban tugasnya, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa.

Abuddin Nata (2001:47) dengan mengacu pada QS Al-An‟am (6):162, al-syu‟ara (26): 24 dan 109, Al-Muthaffifin (83): 6, Al-An‟am (6):164, Al-Isra‟ (17): 102, Al-A‟raf (7): 122, Thaha (20): 70 menyimpulkan empat hal yang berkenaan dengan guru. Pertama, guru harus memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi. Kedua, guru harus dapat mempergunakan kemampuan intelektual dan emosional spiritualnya untuk memberikan peringatan kepada manusia lain. Ketiga, guru harus dapat membersihkan diri orang lain dari segala perbuatan dan akhlak tercela. Keempat, guru harus berfungsi sebagai pemelihara, pembina, pengarah, pembimbing, dan pemberi bekal ilmu pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan kepada orang-orang yang memerlukannya.

(10)

dan sifat guru, yaitu: guru harus mengetahui karakter murid, guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalm cara mengajarkannya, guru harus mengamalkan ilmunya, jangan berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.

Ahmad Tafsir mengutip pendapat Ag. Soejono (2012:126) yang memerinci tugas pendidik sebagai berikut:

a. wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya,

b. berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang,

c. memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat,

d. mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik, dan

e. memberikan bimbingan dari penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.

(11)

yang mendokrin peserta didik menguasai seperangkat pengetahuan dan skill tertentu. Guru semestinya bersikap demokratis dengan memberikan kebebasan dan menciptakan suasana kelas yang bebas, namun, tetap kondusif untuk mendorong peserta didiknya memecahkan masalah yang mereka hadapi. Hal senada disebutkan oleh Tim Departemen Agama RI bahwa tugas pendidik bukan hanya sebagai transfer of knowledge tetapi juga bertanggungjawab atas pengelolaan (manajer of learning), pengarah (director of learning), fasilitator, dan perencana (the planner of future society). (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2008:90-91)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan tugas guru yang terwujud dalam prinsip keguruan berikut: a. kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memperhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan, dan perbedaan peserta didik, b. membangkitkan gairah peserta didik,

c. menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik, d. mengatur proses belajar mengajar yang baik,

e. memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang mempengaruhi proses mengajar, dan

(12)

C. Pendidikan Akidah

1. Definisi Akidah

Secara etimologis, akidah berasal dari kata „aqada-„aqdan -„aqidatan. „Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah

terbentuk menjadi „aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara kata „aqdan dan „aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di

dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. (Yunahar Ilyas, 2002:1)

Akidah adalah sesuatu perkara yang harus dibenarkan oleh hati, yang dengannya jiwa dapat menjadi tenang sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantap tidak dipengaruhi oleh keraguan dan tidak dipengaruhi oleh syak-wasangka. (Muslich Shabir, 1983:6)

Aqidah ahlussunnah wal jamaah (Muslich Shabir, 1983:6) yaitu:

a. aqidah salafiyah yang bersandar kepada rasulullah, para sahabat serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik sampai hari akhir, dan

b. akidah kaum muslimin yang senantiasa memegangi akidah yang selamat selama mereka itu melalui jalan kebenaran yang jelas dari kitabullah dan sunnah rasul.

(13)

a. ma‟rifat kepada Allah,

b. ma‟rifat dengan alam yang ada dibalik alam semesta, c. ma‟rifat dengan kitab Allah,

d. ma‟rifat dengan nabi-nabi dan rasul-rasul,

e. ma‟rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa, dan f. marifat kepada takdir. (Sayid Sabiq, 1995:16-17)

Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa hal ihwal mengenai pembahasan akidah ialah ketauhidan yang dengan ketauhidan tersebut manusia mampu meyakini segala hal yang disyariatkan agama.

2. Dasar pendidikan Akidah

Dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kukuh dan komprehensif, serta tidak mudah berubah, karena diyakini memiliki kebenaran yang telah teruji oleh sejarah. (Abuddin Nata, 2016:39)

(14)

bertujuan, yang tidak disertai dengan keyakinan mengenai kebaikan dan kebenaran yang diperbuatnya itu bukanlah perbuatan pendidikan.

Dasar pendidikan Islam adalah Al-Quran dan Al-Sunnah yang mana terkandung banyak nilai di dalamnya. Abuddin Nata (2016:40) mengklasifikasikan nilai-nilai tersebut menjadi dua macam yaitu nilai dasar atau intrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik adalah nilai yang ada dengan sendirinya, bukan sebagai prasyarat atau alat bagi yang lain. Nilai tersebut adalah tauhid atau iman tauhid. Nilai ini tidak akan berubah menjadi nilai instrumental, karena kedudukannya yang paling tinggi. Sebagai contoh, kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemajuan di suatu saat merupakan nilai intrinsik, sedangkan kekayaan, ilmu pengetahuan, dan jabatan merupakan nilai instrumental untuk menuju kebahagiaan. Demikian pula etos kerja, taat beribadah, sabar, syukur, dan nilai-nilai kebaikan lainnya adalah nilai-nilai instrumental untuk menuju tauhid.

Pendidikan Islam selain tauhid juga berdasarkan pada humanisme. (Abuddin Nata, 2016:42) Karena ajaran yang teosentris itu pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan manusia dan memang sesuai dengan fitrah manusia yang mana fokus tauhid hanya tertuju pada mengesakan Allah semata (QS Ar-Rum, 30:30), namun pada praktiknya berimplikasi dalam pola pikir, tutur kata, dan sikap seseorang yang meyakininya.

(15)

3. Tujuan Pendidikan Akidah

Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap rohani. Menurut pandangan Islam, rohani adalah pusat eksistensi manusia dan menjadi titik perhatian pandangan Islam. (Muhammad Quthb, 1993:59) Pendidikan akidah adalah suatu proses mendidik rohani manusia maka tujuan pendidikan akidah seharusnya dibuat dengan memperhatikan tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT dalam segala aktivitasnya. (QS Al-Dzariyat, 51:56)

Mujib dan Mudzakir (2008:71-72) menyebutkan empat aspek mendasar yang harus dipenuhi dalam pendidikan. Pertama, tugas dan tujuan hidup manusia. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah ditegaskan Allah dalam QS Al-Dzariyat ayat 56 ialah:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

(16)

terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. Terkait dengan nilai-nilai budaya seringkali manusia melanggar terhadap apa yang sebenarnya dilarang dalam syariat. Maka dari itu, pendidikan akidah diharapkan mampu menjadi tameng bagi diri manusia agar tidak terjerembab pada nilai atau kebiasaan masyarakat yang tidak ada anjurannya dalam agama. Keempat, dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dimensi kehidupan dunia ideal Islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang lebih membahagiakan, sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki. Namun demikian, kemelaratan dunia harus diberantas sebab kemelaratan dunia bisa menjadi ancaman yang menjerumuskan manusia pada kekufuran dengan meminta pertolongan kepada selain Allah SWT.

Aspek yang disebutkan oleh Mujib dan Mudzakir dapat terpenuhi jika tujuan pendidikan akidah disusun secara tepat, agar tertanam dalam diri peserta didik akidah yang kuat sehingga tidak akan terombang-ambing oleh gemerlap duniawi. Zakiah dalam buku ajarnya berjudul “Ilmu Pendidikan Islam” menjelaskan tujuan pendidikan

(17)

Merujuk dalam pembahasan akidah, maka disebutkan dua tujuan saja yaitu tujuan akhir dan tujuan operasional. Berikut merupakan tujuan pendidikan Akidah.

a. Tujuan Akhir

Tujuan akhir ialah tujuan yang hendak dicapai oleh pendidik terhadap peserta didik melalui seluruh proses pendidikan. Tujuan akhir disebut juga dengan tujuan tertinggi yang jika telah tercapai tujuan ini maka berakhirlah proses pendidikan. (Zakiyah, 2002:23) Tujuan akhir dari pendidikan akidah sebagaimana Al-Quran Surat Ar-Rum ayat 30 berikut:

Artinya:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

(18)

b. Tujuan Operasional

Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Suatu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan tercapai tujuan tertentu. (Zakiyah, 2002:25) Tujuan pendidikan akidah tersebut disusun berdasarkan kepentingan dari suatu lembaga pendidikan mengenai arah pembentukan peserta didik yang telah ditetapkan.

4. Metode Pendidikan Akidah

Mujib dan Mudzakir (2008:179-182) membagi metode Pendidikan Islam ke dalam enam metode. Metode-metode tersebut termasuk pula metode yang digunakan dalam pendidikan akidah karena akidah masuk pada ranah pendidikan Islam, metode tersebut yaitu:

a. metode diakronis (sosiohistoris)

(19)

dan As-Sunnah serta pengetahuan tentang latar belakang masyarakat, sejarah, budaya dengan segala alam pikirannya.

b. metode sinkron-analitis

Metode ini memberi kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelektual. Metode ini mengutamakan segi pelaksanaan atau aplikasi praktis. Teknik pengajarannya meliputi diskusi, lokakarya, seminar, kerja kelompok, resensi buku, lomba karya ilmiah.

c. metode problem solving

Metode ini merupakan pelatihan anak didik yang dihadapkan pada berbagai masalah suatu cabang ilmu pengetahuan solusinya. Metode ini dikembangkan melalui teknik simulasi, micro-teaching, dan critical incident.

d. metode empiris

Metode mengajar yang memungkinkan anak didik mempelajari ajaran Islam melalui proses realisasi, aktualisasi, internalisasi norma-norma dan kaidah Islam melalui proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi sosial.

e. metode induktif

(20)

melalui riset. Prosedur pelaksanaan dilakukan melalui empat tahap, yaitu:

1) adanya penjelasan dan penguaraian serta penampilan topik pikiran umum,

2) menampilkan pokok-pokok pikiran dengan cara menghubung-hubungkan masalah tertentu, sehingga dapat mengikat bahasan untuk menghindari masuknya bahasan yang tidak relevan, 3) identifikasi masalah dengan mensistematiskan unsur-unsurnya,

dan

4) aplikasi formula baru tersebut.

f. metode deduktif

Metode ini dilakukan melalui cara menampilkan kaidah yang umum kemudian menjabarkan dengan berbagai contoh masalah sehingga menjadi terurai.

5. Teknik Pendidikan Akidah

(21)

a. teknik periklanan dan teknik pertemuan

1) teknik ceramah

Ceramah merupakan cara yang digunakan dalam mengembangakan proses pembelajaran melalui cara penuturan. (Abdul Majid, 2013:194) Prosedur pelaksanaan teknik ceramah dapat dimulai dari persiapan, dengan menyediakan bahan, menjelaskan tujuan serta membangkitkan apersepsi pada anak didik untuk memahami dan mengonsentrasikan pada pelajaran, dan penyajian bahan yang berkenaan dengan pokok masalah, perbandingan abstraksi, generalisasi dan aplikasi penggunaannya.

2) teknik tulisan

Teknik untuk menyebarkan informasi kepada anak didik melalui resume tulisan, diktat, modul, literatur. Teknik ini digunakan sebagai ganti tatap muka bila pendidik berhalangan hadir.

b. teknik dialog

(22)

menemukan hakikat apa yang dicari, berikut teknik-teknik yang dimaksud:

1) teknik tanya jawab

Teknik ini dilakukan dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat membimbing anak didik untuk menemukan kebenaran dan hakikat sesungguhnya.

2) teknik diskusi

Teknik ini dilakukan dengan penyajian bahan ajar. Pendidik dapat memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengadakan pembicaraan ilmiah, baik secara individu maupun kelompok dan mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun alternatif pemecahan masalah.

3) teknik brainstorming

(23)

memberikan kesimpulan bahwa semua kebenaran yang dicapai manusia bersifat nisbi dan temporer yang dibatasi ruang dan waktu.

c. teknik bercerita

Teknik ini dilakukan untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang mengandung ibrah. Dengan mendengarkan suatu kisah, kepekaan jiwa dan perasaan anak didik dapat tergugah, meniru figur baik untuk kebaikan hidupnya dan membenci terhadap tokoh antagonis.

d. teknik imitasi

teknik imitasi terdiri dari teknik uswatun khasanah, demontrasi dan dramatisasi, permainan dan simulasi. Namun yang lebih menonjol dalam pembelajaran akidah adalah teknik uswatun khasanah. Teknik ini digunakan dengan cara memberikan teladan yang baik, yang tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diharapkan anak didik tidak sungkan untuk meniru, seperti salat berjamaah, kerja sosial, partisipasi kegiatan masyarakat.

e. teknik drill

1) teknik inkuiri

(24)

masalah dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan guna mencapai tujuan yang diinginkan.

2) teknik discovery

Teknik yang dilakukan dengan cara mengajar peserta didik yang melibatkan dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi, seminar, membaca, dan mencoba sendiri agar anak didik terbiasa dan dapat belajar sendiri. Teknik ini dapat mengembangkan kesiapan mental anak didik seperti mengamati, mencerna, mengerti, mengklasifikasikan, membuat asumsi, menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan.

f. teknik pengambilan pelajaran dari suatu peristiwa (ibrah)

Aplikasi teknik ibrah dalam pendidikan Islam adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengajar peserta didik melalui pengamatan, perbandingan, dan penganalogian, serta pengambilan keputusan terhadap objek yang dipelajari.

g. teknik pemberian janji dan ancaman

1) teknik pemberian bimbingan dan ampunan

(25)

jujur, suci dan lurus, tetapi pendidikan terlampau halus akan sangat berpengaruh jelek karena membuat jiwa tidak stabil. (Muhammad Quthb, 1993:343)

2) pemberian motivasi dan peringatan

Teknik yang dilakukan dengan cara memberi motivasi tinggi pada anak didik sehingga ia merasa senang dan bangga melakukan suatu perintah. Di samping itu, teknik ini memberikan gambaran yang sangat membahayakan terhadap perbuatan yang jahat sehingga peserta didik secara preventif menghindarkan diri dari segala perbuatan yang menyulitkan masa depannya.

3) teknik anugerah dan hukuman

Teknik yang dilakukan dengan cara memberi anugerah (hadiah) pada peserta didik yang berprestasi dan hukuman bagi mereka yang melanggar dan lemah.

h. teknik koreksi dan kritik

(26)

i. teknik perlombaan

1) teknik membaca

Teknik membacakan pada peserta didik sementara peserta didik menyimak dan memerhatikan bacaan dan menirukan bacaan pendidik.

2) teknik imla‟ (dikte)

Suatu teknik yang dilakukan oleh pendidik untuk membacakan suatu bacaan kemudian peserta didik mencatatnya, sehingga anak didik memiliki kemampuan menulis yang benar dan melatih pendengaran yang tajam. 3) teknik hafalan, teknik yang digunakan untuk menyerukan

menghafal sejumlah kata-kata, kalimat ataupun kaidah kepada peserta didik.

D. Prestasi Belajar

Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil tes kemampuan akademis maupun bentuk prestasi berupa kondisi yang tidak dapat dipegang, seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, dan kebersihan. (Nanang hanafiah dan Cucu Suhana, 2012:85) Teori Bloom menyatakan bahwa bentuk keberhasilan proses pendidikan mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. (Nanang hanafiah dan Cucu Suhana, 2012:20)

a. Indikator Kognitif

(27)

2) Pemahaman, yaitu kemampuan menangkap pengertian, menerjemahkan, dan menafsirkan,

3) Penerapan, yaitu kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata,

4) Analisis, yaitu kemampuan menguraikan, mengidentifikasi, dan mempersatukan bagian yang terpisah, menghubungkan antar bagian guna membangun suatu keseluruhan,

5) Sintesis, yaitu kemampuan menyimpulkan, mempersatukan bagian yang terpisah guna membangun suatu keseluruhan, dan

6) Penilaian, yaitu kemampuan mengkaji nilai dan harga sesuatu.

b. Indikator Afektif

1) Penerimaan, yaitu kesediaan untuk menghadirkan dirinya untuk menerima atau memerhatikan pada suatu perangsang.

2) Penanggapan, yaitu keturutsertaan, memberi reaksi, menunjukan kesenangan memberi tanggapan secara sukarela.

3) Penghargaan, yaitu kepekatanggapan terhadap nilai atas suatu

rangsangan, tanggung jawab, konsisten, komitmen.

4) Pengorganisasian, yaitu mengintegrasikan berbagai nilai yang berbeda, memecahkan konflik antarnilai, dan membangun sistem nilai, serta pengkonseptualisasian suatu nilai.

5) Pengkarakterisasian, yaitu proses afeksi dimana individu memiliki

(28)

dengan pola umum penyesuaian diri secara personal, sosial, dan emosional.

c. Indikator Psikomotor

1) Persepsi, yaitu pemakaian alat-alat perasa untuk membimbing

efektifitas gerak.

2) Kesiapan, yaitu kesediaan untuk mengambil tindakan.

3) Respon terbimbing, yaitu tahap awal belajar keterampilan lebih kompleks.

4) Mekanisme, yaitu gerakan penampilan yang melukiskan proses dimana gerak yang telah dipelajari, kemudian diterima dan diadopsi menjadi kebiasaan sehingga dapat ditampilkan dengan penuh percaya diri dan mahir.

5) Respon nyata kompleks, yaitu penampilan gerakan secara mahir dan cermat dalam bentuk gerakan yang rumit, aktivitas motorik berkadar tinggi.

6) Penyesuaian, yaitu keterampilan yang telah dikembangkan secara

lebih baik sehingga tampak dapat mengolah gerakan dan menyesuaikannya dengan tuntutan dan kondisi yang khusus dalam suasana yang lebih probelamatis.

(29)

Mengetahui prestasi belajar, tidak lepas dari proses penilaian. Penilaian merupakan proses pengumpulan data yang mendeskripsikan mengenai perkembangan perilaku (Nanang hanafiah dan Cucu Suhana, 2012:75) serta pengetahuan peserta didik. Nana Sudjana (2010:113-115) menyebutkan jenis alat penilaian yang dibagi menjadi dua yaitu:

a. tes

Tes terdiri dari tiga bentuk yaitu tes lisan, tulisan, dan tindakan. Tes yang paling baik adalah tes yang sudah distandarisasi dengan proses validasi dan reliabilitasi. Tes-tes tipe seperti ini biasanya adalah tes-tes yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti ujian nasional, tes CPNS, ujian sekolah, tes-tes yang dibuat oleh MGMP, dan lain sebagainya. Sementara tes yang dibuat oleh guru biasanya belum terstandarisasi, meskipun demikian, dalam pembuatannya semestinya mempertimbangkan tujuan pembelajaran itu sendiri.

b. non tes

(30)

1) observasi, yakni pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi tertentu,

2) wawancara, adalah komunikasi langsung antara pihak pewawancara dan yang diwawancarai, dan

Referensi

Dokumen terkait

Konflik dalam perusahaan terjadi dalam berbagai bentuk dan corak, yang merintangi hubungan individu dengan kelompok.Adanya perbedaan pandangan diantara setiap orang

Jika EPS makin besar maka investor akan menilai prospek perusahaan tersebut dimasa mendatang akan lebih baik, sehingga investor akan berebut untuk membeli saham dengan

Gaver dan Gaver (1993) menyatakan bahwa kesempatan investasi merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini mencakup lima bab yaitu, bab I pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III karakteristik fisik jalan, sistem aktivitas,

a) Fungsi produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. b) Fungsi pemasaran, merupakan fungsi yang

Merupakan perbaikan dari prosedur quenching dan digunakan untuk mengurangi distorsi dan chocking selama pendinginan. Caranya benda kerja dipanaskan sampai ke

hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan metode Ummi dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada siswa SMP IT Izzatul Islam Getasan secara umum telah

1) Laporan kegiatan mingguan berupa lembaran/form yang memuat laporan kegiatan yang dilakukan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi di tempat praktik profesi