• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Secara operasional,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Secara operasional,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

2.1.1. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Secara operasional, pendidikan kesehatan merupakan suatu kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003). Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik. Hasil yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan (Notoadmojo, 2012).

2.1.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Secara umum, tujuan dari pendidikan kesehatan ialah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial (Notoatmodjo, 2003). Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat

(2)

untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik secara fisik, mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun social, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya (Mubarak, 2009).

2.1.3. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003 ) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain: dimensi aspek kesehatan, dimensi tatanan atau tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan,dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan.

a. Aspek Kesehatan

Kesehatan masyarakat mencakup empat aspek pokok yaitu:

1. Promosi ( promotif )

2. Pencegahan ( preventif )

3. Penyembuhan ( kuratif )

4. Pemulihan ( rehabilitatif )

b. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan

Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu:

1. Pendidikan kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)

2. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid.

(3)

3. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan yang bersangkutan.

4. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum, yang mencakup terminal bus, stasiun, bandar udara, tempat-tempat olahraga, dan sebagainya.

5. Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, seperti: rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik rumah bersalin, dan sebagainya. c. Tingkat Pelayanan Kesehatan

Dimensi tingkat pelayanan kesehatan pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan dari leavel and clark, sebagai berikut;

1. Promosi kesehatan seperti peningkatan gizi, kebiasaan hidup dan perbaikan sanitasi lingkungan.

2. Perlindungan khusus seperti adanya program imunisasi. 3. Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera.

d. Pembatasan Cacat yaitu seperti kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit seringkali mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas, sedang pengobatan yang tidak sempurna dapat mengakibatkan orang yang ber sangkutan menjadi cacat.

(4)

2.1.4. Metode dalam Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik ( Notoatmodjo, 2003). Untuk mengoptimalkan hasil dari pendidikan kesehatan yang dilakukan dibutuhkan metode yang tepat. Apabila sasaran pendidikan kesehatan adalah kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya.

Metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dapat berupa:

a. Metode Pendidikan Individual

1. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek, dan dibantu penyelesaiannya.

2. Interview (wawancara), Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

b. Metode Pendidikan Kelompok

1. Kelompok besar : penyuluhan lebih dari 15 orang, dengan metode antara lain Ceramah: metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi

(5)

maupun rendah. Seminar : metode ini sangat cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah keatas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli dari beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.

2. Kelompok kecil : apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang. Metode-metode yang cocok yaitu diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), bola salju (snow balling), kelompok kecil-kecil (bruzz group), role play (memainkan peranan) dan permainan simulasi (simulation game)

c. Metode Pendidikan Massa

Metode pendidikan massa bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public, maka cara yang paling tepat adalah pendekatan massa. Metode pendidikan massa tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social, tingkat pendidikan dan sebagainya. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Beberapa contoh metode antara lain ceramah umum (public spesking), pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik tv maupun radio, simulasi, tulisan-tulisan di majalah atau Koran dan bill board yang di pasang di pnggir jalan, spanduk poster dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

(6)

2.1.5. Alat Bantu Pendidikan Kesehatan

Alat bantu pendidikan kesehatan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam penyampaian bahan pendidikan yang biasa dikenal sebagai alat peraga pengajaran yang berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses pendidikan, yang kemudian dapat memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu tersebut.

Ada tiga macam alat bantu pendidikan (alat peraga), antara lain:

a. Alat bantu melihat (visual aids) yang berguna dalam membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk. (1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip dan sebagainya. (2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan: (a) Dua dimensi, gambar peta, bagan dan sebagainya. (b) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka dan sebagainya.

b. Alat-alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat dapat membantu untuk menstimulasikan indera pendengar pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya : piring hitam, radio, pita suara dan sebagainya.

c. Alat bantu lihat-dengar, seperti televise dan video cassette. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA) (Notoatmodjo, 2003).

Media / alat bantu pendidikan kesehatan mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoadmojo, 2012) :

(7)

b. Mencapai sasaran yang lebih banyak

c. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman

d. Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan –pesan yang diterima orang lain

e. Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan f. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/ masyarakat

g. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik

h. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh

2.2. Mobilisasi Dini

2.2.1. Pengertian Mobilisasi Dini

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk berjalan bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya disamping kemampuan mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 1999).

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian–bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000). Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian (Carpenito, 2000) . Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.

(8)

2.2.2. Manfaat Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini memiliki manfaat yang sangat penting bagi ibu post partum. Rambey (2008) menyatakan bahwa mobilisasi dini dapat memperlancar sirkulasi darah, membantu proses pemulihan dan mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena gangguan pembuluh darah balik serta menjaga perdarahan lebih lanjut. Sedangkan menurut Manuaba (2002), mobilisasi dini mempunyai manfaat sebagai berikut:

a. Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi peurperium b. Mempercepat involusi alat kandungan

c. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan

d. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.

Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) keuntungan dari mobilisasi dini adalah:

a. Ibu merasa lebih sehat dan kuat.

b. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.

c. Kesempatan yang baik untuk mengajari merawat atau memelihara anaknya. d. Tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal.

e. Tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomy atau luka di perut. f. Tidak memperbesar kemungkinan prolaps atau retroflexio.

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

(9)

pelaksanaan mobilisasi pasca persalinan adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan merupakan faktor yang berperan penting dalam mewujudkan pelaksanaan mobilisasi dini pasca persalinan. Jika tingkat pengetahuan seseorang rendah terhadap manfaat dari mobilisasi maka hal itu akan sangat mempengaruhi pada tingkat pelaksanaannya. Pengetahuan yang dimiliki ibu hamil tentang manfaat mobilisasi dini adalah dasar bagaimana ibu postpartum tersebut akan mengambil sikap dalam pelaksanaan mobilisasi.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa ada kecenderungan apabila pengetahuan seseorang baik terhadap masalah yang dihadapinya maka seseorang itu akan mempunyai sikap positif terhadap masalah yang dihadapinya, dan sebaliknya apabila pengetahuan seseorang itu kurang terhadap masalah yang dihadapinya maka seseorang itu akan mempunyai sikap negatif.

Tingginya pengetahuan seseorang akan berpengaruh terhadap respon dan tanggapan terhadap suatu obyek atau situasi baru. Tanggapan tersebut akan menimbulkan gambaran dari seseorang untuk menerima atau menolak hal baru yang diterimanya. Pengetahuan yang dimiliki ibu hamil tentang manfaat mobilisasi dini tentu saja akan mempengaruhi sikap dalam pelaksanaan mobilisasi dini post partum.

b. Ketidakmampuan atau kelemahan fisik dan mental

(10)

mengerahkan seluruh tenaganya untuk melewati proses yang persalinan yang panjang. Tidak jarang setelah melahirkan ibu lebih sering memilih tidur dari pada melakukan pergerakan secara bertahap (Chapman, 2006).

c. Depresi

Besar kemungkinan setelah melahirkan ibu akan mengalami depresi. Biasanya depresi berlangsung sekitar satu sampai dua hari, hal ini dapat terjadi karena perubahan mendadak dari hormon. Gejalanya berupa mudah tersinggung , menangis, tanpa sebab, gelisah, takut pada hal yang sepele (Chapman, 2006).

d. Nyeri atau rasa tidak nyaman

Rasa nyeri setelah melahirkan membuat ibu enggan untuk mulai belajar mclakukan pergerakan, dimana seluruh alat reproduksi mengalami perubahan, rasa nyeri saat buang air kecil, buang air besar. Hal ini membuat ibu menjadi lebih takut dan tidak nyaman, besar kemungkinan ibu akan lebih memilih berbaring terus, diatas tempat tidur, dan pelaksanaan mobilisasi tentu saja akan terhambat (Chapman, 2006).

e. Kecemasan

Kecemasan ibu terhadap ketidakmampuan dalam melakukan mobilisasi sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan saat melakukan pergerakan, ibu harus mempunyai keyakinan untuk dapat melakukan mobilisasi dengan cepat dan tepat. Mobilisasi yang dilakukan sesegera mungkin dengan cara yang benar dan

(11)

bertahap dapat mempercepat proses pemulihan kondisi tubuh secara umum (Chapman, 2006).

2.2.4. Tahapan Mobilisasi Dini

Menurut Carpenito (2000), tahap-tahap dalam mobilisasi dini terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif, misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya, berbaring pasien menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan.

Pelaksanaan mobilisasi dini terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut tidur terlentang dulu selama 8 jam, kemudian boleh miring-miring, duduk, berdiri dan bejalan-jalan. Sebelum melakukan mobilisasi terlebih dahulu melakukan nafas dalam dan latihan kaki sederhana. Tahapan mobilisasi dapat membantu tubuh melakukan adaptasi dengan baik sehingga tidak menimbulkan keluhan lain yang

(12)

tidak di harapkan.Gerakan mobilisasi ini diawali dengan gerakan ringan seperti : a. Miring ke kiri-kanan

Memiringkan badan kekiri dan kekanan merupakan mobilisasi paling ringan dan yang paling baik dilakukan pertama kali. Disamping dapat mempercepat proses penyembuhan, gerakan ini juga mempercepat proses kembalinya fungsi usus dan kandung kemih secara normal.

b. Menggerakkan kaki

Setelah mengembalikan badan ke kanan dan ke kiri, mulai gerakan kedua belah kaki. Mitos yang menyatakan bahwa hal ini tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan timbulnya varices adalah salah total. Justru bila kaki tidak digerakkan dan terlalu lama diatas tempat tidur dapat menyebabkan terjadinya pembekuan pembuluh darah batik yang dapat menyebabkan varices ataupun infeksi.

c. Duduk

Setelah merasa lebih ringan cobalah untuk duduk di tempat tidur. Bila merasa tidak nyaman jangan dipaksakan lakukan perlahan-lahan sampai terasa nyaman.

d. Berdiri atau turun dari tempat tidur

Jika duduk tidak menyebabkan rasa pusing, teruskanlah dengan mencoba turun dari tempat tidur dan berdiri. Bila tersa sakit atau ada keluhan, sebaiknya hentikan dulu dan dicoba lagi setelah kondisi terasa lebih nyaman. e. Ke kamar mandi

Hal ini harus dicoba setelah memastikan bahwa keadaan ibu benar - benar baik dan tidak ada keluhan. Hal ini bermanfaat untuk melatih mental karena

(13)

adanya rasa takut pasca persalinan.

2.2.5. Indikator Pelaksanaan Mobilisasi Dini

Pelaksanaan mobilisasi dini menurut NANDA perlu dilakukan apabila ditemukan adanya tanda dan gejala :

a. Penurunan waktu reaksi b. Kesulitan merubah posisi

c. Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)

d. Keterbatasan motorik kasar dan halus e. Keterbatasan ROM

f. Gerakan disertai nafas pendek atau tremor g. Ketidakstabilan posisi selama melakukan ADL h. Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi

Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan mobilisasi dini adalah klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah dan dapat mendemonstrasikan mobilisasi baik dengan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi ataupun mobilisasi secara mandiri.

2.3. Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Ibu Pasca Sectio Caesarea

Menurut Kasdu (2003), mobilisasi dini dilakukan secara bertahap. Tahapan mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio sesarea, yaitu setelah

(14)

operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca operasi seksio sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6 – 10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan mencegah thrombosis dan trombo emboli. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan .

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, yang membedakan skripsi ini dengan penelitian tersebut yaitu skripsi ini akan mengkaji lebih dalam mengenai penafsiran akal yang secara spesifik

UU tersebut mengatur bahwa (1) asuransi pertanian merupakan bagian dari strategi untuk melindungi petani; (2)yang dimaksud petani meliputi a) petani penggarap tanaman pangan yang

hampir sama, pengedepanan keterangan. Dengan rasa kangen pemilihan umum pertama itu kucatat// memiliki kedudukan yang sama dengan larik pertama. Untuk menghindari

Subjek (responden) penelitian ini berjumlah 40 orang. Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan persentase penerimaan responden

Adalah Comman Event untuk melakukan Event Command tertentu yang telah diatur ketika suatu kondisi terpenuhi.. Tampilan dari Jendela Conditional Branch adalah

Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma pemerintahan yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian “hubungan antara problem solving appraisal dan penyesuaian diri pada napi anak penghuni Lapas di Bandung”

Penelitian deskriptif dengan desain cross sectional dan teknik accidental sampling ini dilakukan di Rejuva Skin & Beauty Surabaya bulan Juni-Juli 2016 untuk