TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Christoforus Beo NIM: 014114046
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Juru selamatku Yesus Kristus,
Mama tercinta Theresia D. Bulu
Papa tercinta Stefanus Beo,
Adikku tersayang Maria Gratsiana Oliva Beo, dan
Untuk orang-orang
v
Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan,
Maka Ia akan memelihara engkau
(Mazmur, 55:23)
Saat kita membiarkan terang kita bersinar,
secara tak sadar kita mengizinkan orang lain
untuk melakukan hal yang sama.
Saat kita terbebaskan dari ketakutan kita,
Kehadiran kita dengan sendirinya
Membebaskan orang lain.
vi
KARYA SUNARYONO BASUKI KS. TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA
Christoforus Beo Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Penelitian ini mengkaji tekanan batin tokoh Pance dalam novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks. Tujuan pokok dari penelitian ini adalah memaparkan tekanan batin yang dialami tokoh Pance dan tekanan batin akibat tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar sebagai manusia.
Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan psikologi sastra. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa antara psikologi dan sastra terdapat hubungan yang erat sehingga dapat digunakan untuk menganalisis tekanan batin tokoh Pance. Melalui pendekatan ini dapat diketahui bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar mengakibatkan seseorang mengalami ketertekanan batin.
Metode yang digunakan dalan penelitian ini adalah metode deskripsi. Dengan metode ini, penulis membagi kegiatan menjadi dua tahap. Pertama menganalisis struktur novel Topeng Jero Ketut untuk mengetahui struktur intrinsiknya. Kedua menggunakan analisis pertama untuk memahami lebih dalam mengenai aspek psikologi yang berkaitan dengan tekanan batin Pance dalam novel Topeng Jero Ketut.
Dari hasil analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri sangat dibutuhkan oleh tokoh Pance. Ketiga kebutuhan itu tidak didapatkan oleh Pance dari lingkungannya.
vii
IN THE NOVEL TOPENG JERO KETUT BY SUNARYONO BASUKI KS.
LITERATURE PSYCHOLOGY OBSERVATION
Christoforus Beo Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
This research examines the stress experienced by the main character (Pance) in the novel Topeng Jero Ketut by Sunaryono Basuki Ks. The main aim of this research is to explain the stress experienced by Candy, especially the stress created as a result of a lack of basic human necessities.
Within this research, a psychological approach has been in regard to the literature. This is based on the assumption that there is a close relationship between psychology and literature, ang this relationship can be used to analyze the stress experienced by the character of Pance. Using this approach, we can conclude that the ba sic needs of human musty be met, and to not meet these basic human needs can cause stress.
A descriptive methot has been used here, which allows the writer to divide the task into two stages. The first, by analyzing the structure of the novel Topeng Jero Ketut to know its intrinsic structure. The second stage uses the first analysis to further understand the psychological aspect of the stress experienced by Pance in the novel Topeng Jero Ketut.
Utilizing the results of this psychological and literature analysis, it can be concluded that many needs are very important for the character of Pance, including the need for feeling savety, the need of being appreciated, and the need for ones own actualization. The third of those needs Pance is unable to obtain from his environment.
viii
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih,
cinta, berkat serta kekuatan yang tiada henti-hentinya Dia berikan dalam
kehidupan Penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Penulis sadar
bahwa skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa pertolongan Tuhan.
Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sastra pada program studi Sastra
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat diselesaikan
tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bpk. Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum selaku dosen pembimbing pertama,
yang dengan sabar dan penuh perhatian memberi dorongan dan arahan kepada
penulis sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan skrips i ini.
2. Bpk. Drs. B. Rahmanto, M.Hum selaku dosen pembimbing kedua, terima
kasih atas segala bimbingan dan dukungannya serta kesediaan meluangkan
waktu dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bpk. Drs. Herry Antono, M.Hum, Bpk. Dr. I Praptomo Baryadi, Bpk. Drs. P.
Ari Subagyo, M.Hum, Bpk. Drs. FX Santoso, M.S, Ibu Dra. F. Tjandrasih
Adji, M. Hum, Ibu S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum atas bimbingannya selama
penulis menempuh studi di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.
ix
dukungan yang diberikan selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Adikku Maria Gratsiana Oliva Beo, terima kasih atas dukungannya.
8 . Yayangku Veronika Eka Setiawati yang selama ini selalu memotivasi abang
untuk cepat menyelesaikan skripsi. Abang sering dimarahi karena suka ngeyel
waktu ngetik skripsi. Akhirnya abang dapat selesaikan skripsi ini. Terima
kasih atas kesediaan waktunya untuk abang. Tanpa yayang mustahil abang
mau menulis skripsi. I Love You. You’re in my heart.
9. Keluarga Bpk. Adreanus Ekon, B.A, terima kasih atas dukungan yang
diberikan.
10. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia angkatan ‘01’ khususnya, Andy,
Sherly, Ernest, Felix Terima kasih atas pertemanan kita selama ini.
11. Edo, Ratna, Rio, Aldo, Elis, Rinto, Chandra, Claus, Ento, Ari, Nian.Terima
kasih atas perhatian kalian semua.
Semoga kebaikan hati pihak-pihak yang disebutkan di atas menjadi awal
baik serta mendapat balasan dari Tuhan.
Meskipun penulis sudah berusaha menyusun skripsi ini sebaik -baiknya,
penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik senantiasa penulis perlukan demi perbaikan skripsi ini.
Yogyakarta, Maret 2007
x
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan
dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karangan ilmiah.
Yogyakarta, 15 Maret 2007
Penulis
xi
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
MOTTO... v
ABSTRAK... vi
ABSTRACT... vii
KATA PENGANTAR...viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... x
DAFTAR ISI... xi
BAB I . PENDAHULUAN ... 1
1. Latar Belakang Masalah... 1
2. Rumusan Masalah... 4
3. Tujuan Penelitian... 4
4. Manfaat Penelitian... 4
5. Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori... 5
5.1 Tinjauan Pustaka ... 5
5.2 Landasan Teori... 6
5.2.1 Tokoh... 6
xii
5.2.5 Psikologi Abraham Maslow ... 10
5.2.5.1 Kebutuhan Akan Rasa Aman... 11
5.2.5. 2 Kebutuhan Akan Penghargaan... 12
5.2.5.3 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri... 12
5.2.6 Tekanan Batin ... 13
6. Metode Penelitian... 14
6.1 Pendekatan... 14
6.2 Metode... 15
6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 15
6.4 Sumber Data ... 15
7. Sistematika Penyajian ... 16
BAB II. ANALISIS STRUKTUR NOVEL TOPENG JERO KETUT ... 17
2.1 Analisis Tokoh ... 17
2.1.1 Tokoh Pance... 18
2.1.2 Tokoh Nengah... 22
2.2 Analisis Latar ... 25
2.2.1 Latar Tempat... 25
2.2.1.1 Lovina ... 25
2.2.1.2 Buleleng ... 25
2.2.1.3 Bali ... 26
xiii
2.2.2.2 Siang... 27
2.2.2.3 Malam ... 27
2.2.3 Latar Sosial... 28
2.3 Analisis Alur ... 29
2.4 Rangkuman... 34
BAB III TEKANAN BATIN TOKOH PANCE DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT... 36
3.1 Analisis Kebutuhan Dasar ... 36
3.1.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Rasa Aman... 38
3.1.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Penghargaan ... 41
3.1.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri... 43
3.2 Bentuk-Bentuk Tekanan Batin Akibat Tidak Terpenuhinya Kebutuhan-Kebutuhan Dasar ... 46
3.2.1 Rasa Takut ... 47
3.2.2 Rasa Tidak Percaya Diri... 49
3.2.3 Rasa Frustrasi... 50
3.3 Rangkuman... 51
BAB IV PENUTUP ... 53
4.1 Kesimpulan... 53
4.2 Saran... 55
DAFTAR PUSTAKA
1 1 . Latar Belakang Masalah
Manusia selalu berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan dan
kedamaian di dalam hidup dengan berbagai macam cara. Ada yang berhasil
dan ada juga yang tidak berhasil. Jika seseorang tidak berhasil mendapatkan
yang diinginkannya maka dia akan menjadi stres, tertekan dan putus asa.
Orang yang tabah dalam menjalani hidup kemungkinan besar dia akan
terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh tekanan batin (Daradjat, 1996 :
15).
Ketidaktentraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat
mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang, misalnya orang akan merasa
tertekan, atau merasa gelisah dan berusaha mengatasi perasaan yang tidak
enak itu dengan jalan mengungkapkannya keluar. Akan tetapi, tidak
selamanya orang mendapat kesempatan untuk itu. Orang yang menghadapi
kesukaran-kesukarannya dengan tidak wajar atau ia tidak sanggup
menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya dapat mengalami
gangguan jiwa (Daradjat, 1996 : 22).
Tekanan batin (pressure) adalah suatu perasaan yang di dalamnya
orang merasa dirinya dibebani dan seolah-olah dikejar untuk mencapai sesuatu
Novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks. cukup banyak
menyoroti permasala han tekanan batin ini. Oleh karena itu novel ini dipilih
untuk mengelaborasi dan mengungkap permasalahan tekanan batin yang
dialami oleh tokoh Pance.
Permasalahan tekanan batin banyak terlihat pada tokoh Pance dalam
novel Topeng Jero Ketut. Tekanan batin tokoh Pance berawal dari sejumlah
usahanya yang tidak berhasil seperti beternak udang yang menjadi komoditas
ekspor andalan ke Jepang. Ketika ada musibah berupa panen udangnya gagal,
maka kerugian pun harus ditanggung. Memang, berupaya sendiri seperti ini
punya resiko tinggi. Tekanan batin Pance disusul dengan gagalnya ia
memenangkan sejumlah tender sehingga ia gagal memperoleh keuntungan
seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Karena itulah dia menggunakan
Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang. Topeng ini
merupakan sarana wajib yang ha rus dipunyai untuk memenangkan sejumlah
tender. Caranya bagaimana? Pada saat keputusan mengenai pemenang tender
dibuat, dia akan menghilang dan memeriksa siapakah pemenangnya. Kalau
bukan perusahaannya, maka dia akan mengambil surat keputusan itu dan
mengubahnya. Dengan cara itu, begitu hasil tender diumumkan, nama
perusahannya akan muncul. Pada akhirnya ketika dia memakai Topeng Jero
Ketut, dia benar -benar menghilang dan berada di dimensi yang lain. Ia bisa
menembus tembok dan tak ada seorang pun yang melihatnya. Di dimensi yang
mengembalikan dirinya ke dunia yang nyata karena Topeng Jero Ketut telah
melekat di wajahnya.
Seorang yang mengalami tekanan perasaan atau tekanan batin yang
sangat berat, apalagi tidak ditemukan jalan keluarnya, akan mengakibatkan
seseorang mengalami gangguan jiwa atau bahkan penyakit jiwa. Hal ini
disebabkan seseorang tidak mampu menghadapi kesukaran-kesukaran dalam
hidupnya dengan jalan yang wajar atau ba hkan ia tidak mampu menyesuaikan
diri dengan situasi yang sedang dihadapinya (Daradjat, 1996 : 24).
Karena permasalahan tekanan batin tokoh banyak terdapat dalam novel
Topeng Jero Ketut, maka penulis tertarik untuk mengelaborasi dan
mengungkap masalah tersebut. Pendekatan yang tepat digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan ini digunakan
untuk menganalisis segi kejiwaan yang berhubungan dengan tokoh Pance.
Dalam meneliti novel Topeng Jero Ketut ini peneliti menggunakan
analisis struktural, yaitu meneliti unsur-unsur intrinsik karya sastra. Dalam
memahami karya sastra terutama novel, analisis intrinsik sangat diperlukan
sebagai langkah awal. Dalam penelitian ini unsur intrinsik yang akan dit eliti
adalah tokoh, latar, dan alur dengan alasan ketiga unsur ini sangat intensif
mengungkapkan permasalahan tekanan batin tokoh Pance. Selain itu, biasanya
para kritikus pada umumnya dalam menganalisis novel berdasarkan ketiga hal
tersebut (Wellek dan Warren via Budianta, 1995:283).
Setelah analisis struktural dilanjutkan analisis psikologis yang
Ketut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi
Abraham Maslow karena peneliti melihat adanya kesesuaian antara teori
psikologi Abraham Maslow untuk menganalisis tekanan batin tokoh Pance
dalam menghadapi permasalahan hidup.
2 . Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.1 Bagaimanakah struktur penceritaan novel Topeng Jero Ketut karya
Sunaryono Basuki Ks?
2.2 Bagaimanakah gambaran tekanan batin tokoh Pance dalam novel
Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks?
3 . Tujuan Penelitian
3.1 Mendeskripsikan struktur penceritaan novel Topeng Jero Ketut.
3.2 Mendeskripsikan gambaran tekanan batin yang dialami tokoh Pance
dalam novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks.
4 . Manfaat Penelitian
Berdasar kan tujuan penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
4.1 Hasil penelitian dapat memperkaya tinjauan sastra dari sudut psikologis
4.2 Dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi
sastra Indonesia khususnya novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono
5 . Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori 5.1Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan peneliti belum banyak tulisan yang mengupas
Topeng Jero Ketut. Penulis hanya menemukan tulisan berupa resensi Topeng
Jero Ketut lewat internet.
Dalam resensinya, Suarjana mengatakan Topeng Jero Ketut adalah
novel yang karakteristik dan ironis karena menonjolkan perjuangan
tokoh-tokohnya untuk memenuhi ambisinya. Ambisi yang tak terpenuhi karena
melanggar dunia realitas bahkan dunia imaginatif. Keinginan atau harapan
yang mereka hadapi ternyata sangat berbeda dengan kenyataan sehingga
membawa tokoh-tokohnya pada dunia alienasi, dunia wong samar.
Selanjutnya Suarjana mangatakan bahwa novel Topeng Jero Ketut juga
mengingatkan kita bahwa insting-insting hewani telah muncul ke permukaan dan
mengalahkan spiritualitas kita. Jadi novel tersebut mengajak kita untuk selalu
mewaspadai situasi lingkungan kita. Jangan lagi ada calon-calon pemakai Topeng
Jero Ketut tersebut (Http://www.balipost.co.id/BALIPOST CETAK / 2003 / 7 /
27 / ap3.html).
Dengan membaca novel Topeng Jero Ketut, dapat ditemukan tekanan
batin tokoh Pance ketika menghadapi permasalahan dalam hidup. Untuk
menganalisis hal tersebut maka akan digunakan teori psikologi Abraham
5.2 Landasan Teori
Dalam penelitian sastra ada dua sudut pandang yang dapat dijadikan
sebagai wahana untuk di analisis, yakni analisis intrinsik dan ekstrinsik.
Analisis intrinsik mencakup hal-hal ruang dalam karya sastra, yakni tokoh,
latar, alur, dan tema. Analisis ekstrinsik mencakup hal-hal di luar karya sastra
seperti tinjauan: sosiologis, psikologis, pendidikan, dan seterusnya (Wellek
dan Warren via Budianta , 1995:77-297).
Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang
bermakna. Struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antara
unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling
mempengaruhi yang secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh
(Nurgiyantoro, 1995:36).
Analisis psikologi yang digunakan dalam penelitian ini termasuk
analisis ekstrinsik. Analisis psikologis ini untuk mengetahui bagaimana
tekanan batin yang dialami oleh Pance. Untuk mengetahui hal itu, peneliti
menggunakan teori psikologi Abraham Maslow sebagai landasannya.
Sesuai dengan masalah di atas, maka kajian teoritis yang akan
digunakan sebagai teori dalam penelitian ini adalah tokoh, latar, alur, tekanan
batin dan psikologi sastra.
5.2.1 Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
kelakuan dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1988 : 16). Berdasarkan
utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang
paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam
keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak diperhitungkan dan kehadirannya hanya
jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak
langsung (Nurgiyantoro, 1995: 177)
Penganalisisan tokoh tidak dapat lepas dari watak yang dimiliki.
Watak ialah kualitas tokoh, nalar, dan jiwanya yang membedakannya dengan
tokoh lain (Sudjiman, 1991: 16). Dengan demikian kerja sama antara tokoh
yang satu dengan tokoh yang lain sangat dibutuhkan. Kerja sama itu akan
mendukung kelancaran dan keberhasilan sebuah cerita. Baik tokoh bawahan
maupun tokoh sentral, mereka sama-sama dibutuhkan dalam sebuah cerita.
5.2.2 Latar
Latar menunjuk pa da pengertian tempat, hubungan, waktu dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
(Abrams via Nurgiyantoro, 1998 : 165). Latar berfungsi untuk
mengekspresikan perwatakan dan kemauan. Latar memiliki hubungan erat
dengan alam dan manusia (Wellek dan Warren via Sukada, 1978 : 6).
Secara terperinci latar dibedakan atas tiga bagian yaitu latar tempat,
latar waktu dan latar sosial. Latar tempat meliputi penggambaran lokasi
geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai pada rincian
“kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya tulis.
Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu, faktual,
waktu yang ada kaitannya atau dapat mengkaitkan dengan peristiwa sejarah.
Latar sosial mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan
hidup, cara berpikir dan bersikap (Nurgiyantoro, 1998 : 233).
5.2.3 Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita (Aminuddin, 1991 : 83). Alur mengacu pada urutan suatu
peristiwa yang disajikan dalam urutan tertentu sehingga menbangun tulang
punggung suatu cerita. Peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita dapat disusun
menurut urutan waktu terjadinya, dapat juga disusun dengan memperhatikan
hubungan kausalnya atau hubungan sebab akibat. Urutan kronologis suatu
peristiwa dapat disela dengan peristiwa sebelumnya yang ditampilkan dalam
suatu dialog dalam bentuk mimpi, sebagai lamunan tokoh yang menyusuri
kembali jalan hidupnya atau kenangan masa lalunya (Sudjiman, 1988: 29-33).
Alur dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu kronologis dan
tidak kronologis. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut.
Alur kronologis disebut juga alur lurus atau alur maju, yaitu struktur
penceritaan yang peristiwanya disusun secara kronologis;
peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa-peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau
pemunculan konflik), tengah (konflik menungkat, klimaks), dan akhir
(penyelesaian).
Alur tidak kronologis disebut sebagai alur sorot balik (flash back) atau
alur mundur, yaitu urutan kejadian tidak tersusun atau dimulai dari tahap
awal, melainkan disusun dari akhir atau tengah cerita, baru kemudian ke tahap
awal cerita. Peristiwa-peristiwa cerita yang disajikan disela dengan peristiwa
yang terjadi sebelumnya. Alur sorot balik ditampilkan dalam dialog, dalam
mimpi atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri jalan hidupnya, atau yang
teringat kembali kepada peristiwa masa yang lalu (Sudjiman, 1998: 33)
Alur bukan hanya menitikberatkan pada peristiwa tertentu, tetapi juga
bagaimana seorang pengarang mampu mengurutkan peristiwa-peristiwa yang
ada dalam sebuah novel. Oleh karena itu alur yang baik dalam sebuah novel
akan menjadi daya tarik bagi pembacanya.
5.2.4 Psikologi Sastra
Teori yang akan digunakan sebagai landasan untuk menganalisis novel
Topeng Jero Ketut adalah psikologis sastra. Menurut Awang dalam Sahlan
(1985 : 27) psikologis dan sastra memiliki banyak persamaan. Keduanya
mempunyai fungsi dan cara yang sama dalam pelaksanaan tugas untuk
memahami perihal manusia dan kehidupannya. Dalam pelaksanaan fungsinya,
keduanya menggunakan tinjauan yang sama, yaitu menjadikan pengalaman
manusia sebagai bahan utama untuk penulisan atau penelitian.
Kajian sastra tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dengan ciri
persoalan pikiran, bertindak atau bergerak dalam sebuah karya sastra itu
tercipta, karya sastra ditanggapi oleh pengarang dan karya sastra yang akan
dibaca oleh peminatnya. Sastra juga tidak dapat lahir sendiri dalam ruangan
yang terpisah dengan unsur lain. Sastra merupakan satu penghasilan dari suatu
proses mental yang kompleks dan kemudian dikemukakan kepada pembaca
dengan cara yang demikian pula. Dari uraian di atas dapat diperjelas bahwa
sastra dan psikologi mempunyai hubungan yang erat. Keduanya saling
melengkapi, yang satu memerlukan yang lain. Karena itu kritik sastra sebagai
kegiatan untuk memahami dan menilai karya sastra secara mendalam dan
mantap tidak lepas dari psikologi.
5.2.5 Psikologi Abraham Maslow
Teori Maslow mendasarkan diri pada pandangan bahwa seseorang itu
pada hakikatnya baik dan bebas. Kekuatan jahat dan merusak yang ada pada
manusia merupakan hasil dari lingkungan yang buruk, bukan merupakan
bawaan (Maslow via Koeswara, 1989:224). Studi objektif tentang tingkah
laku manusia belumlah cukup untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh
maka segi-segi subjektifnya pun perlu dipertimbangkan termasuk perasaan,
keinginan, harapan, dan aspirasi-aspirasi seseorang (Maslow via Goble,
1987:41).
Maslow berbeda dengan kebanyakan psikolog maupun psikiater dalam
memberikan peran terhadap penyakit mental. Andaikata kesehatan mental
dapat dirumuskan dan merupakan ciri seluruh bangsa manusia, maka penyakit
seba gai kegagalan mencapai kesehatan mental. Jadi, penyakit mental
merupakan penyakit defisiensi, ketidakmampuan individu mengenali serta
memuaskan kebutuhan-kebutuhannya (Maslow via Goble, 1987:123).
Konsep fundamental Maslow adalah manusia dimotivasikan oleh
sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak
berubah dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Kebutuhan-kebutuhan
ini juga bersifat psikologis, bukan hanya fisiologis. Kebutuhan-kebutuhan itu
inti dari kodrat manusia, hanya saja mereka itu lemah, mudah diselewengkan
dan dikuasai oleh proses belajar, kebisaan atau tradisi yang keliru (Maslow via
Goble,1987:70).
Menurut Maslow, kebutuhan dasar manusia tersusun dalam lima
tingkatan yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutukan
akan rasa memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, kebutuhan akan
penghargaan, kebutuhan akan aktuali diri. Berkaitan dengan tujuan penelitian
ini, kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yang akan diuraikan hanya
kebutuhan yang berkaitan dengan ketertekanan batin tokoh Pance. Adapun
kebutuhan-kebutuhan itu adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan
penghargaan serta kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti berikut ini:
5.2.5.1 Kebutuhan Akan Rasa Aman
Kebutuhan akan rasa aman biasanya terpuaskan pada orang-orang
dewasa yang normal dan sehat, maka cara terbaik untuk memahaminya ialah
dengan mengamati anak-anak atau orang-orang dewasa yang mengalami
Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan
dan stabilitas secara berlebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-hal
yang bersifat asing dan tidak diharapkannya. Orang sehat juga menginginkan
keteraturan dan stabilitas, namun kebutuhan itu tidak sampai menjadi hidup
atau mati seperti pada orang neurotik (Maslow via Goble, 1987: 73).
Kebutuhan akan rasa aman dan terlindungi tentu dibutuhkan oleh
semua orang. Dengan terpenuhinya kebutuhan itu maka manusia dapat hidup
tenteram. Manusia akan berkembang bila ia hidup aman dan jauh dari tekanan
orang lain.
5.2.5.2Kebutuhan Akan Penghargaan
Menurut Maslow setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan
akan penghargaan yakni, harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga
diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetisi, penguasaan,
kecukupan, ketidaktergantungan dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain
meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik
serta penghargaan (Maslow via Goble, 1987: 76). Penghargaan dari orang lain
sangat berarti dalam kehidupan manusia. Dengan penghargaan itu manusia
merasa berarti dan diakui keberadaannya serta kemampuannya. Adanya
penghargaan membuat manusia lebih percaya diri menghadapi hidup.
5.2.5.3 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri
Setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya.
Pemapran tentang kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan,
aktualisasi diri. Maslow juga melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk
makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri. Menurut Maslow
kebutuhan akan aktualisasi diri biasanya muncul sesudah kebutuhan akan
cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai (Maslow via Goble,
1987: 77).
Bila manusia dapat tumbuh sesuai keinginan da n cita -cita hidupnya
maka hasrat untuk terus maju pun semakin besar. Dengan demikian apa yang
dicita-citakan dapat terwujud dengan baik. Dari situ manusia bisa tumbuh dan
berkembang sehingga ia mampu mengaktualisasikan dirinya dengan cara yang
positif.
5 .2.6 Tekanan Batin
Semua manusia mendambakan kebahagiaan, ketenangan, dan
kedamaian dalam hidupnya. Dengan berbagai cara manusia berusaha untuk
mendapatkan keinginannya. Namun, tidak sedikit orang yang gagal
mendapatkan keinginannya itu. Kegagalan yang dia lami oleh seseorang
seringkali mengakibatkan putus asa. Bahkan, bila rasa putus asa itu sangat
berat, maka bisa saja seseorang itu tertekan batinnya.
Tekanan batin adalah suatu perasaan yang di dalamnya orang merasa
dirinya dibebani dan seolah-olah dikejar-kejar untuk mencapai sesuatu atau
berperilaku tertentu (Winkel, 1997: 207).
Kesehatan mental sangat ditentukan oleh ketenangan dan kebahagiaan
batin (Daradjat, 1996: 16). Berhasil tidaknya seseorang mendapatkan
siap tidaknya seseorang menghadapi permasalahan-permasalahan yang
dihadapinya. Semakin seseorang itu siap dan tabah menghadapi kenyataan
hidup dan segala permasalahannya, maka semakin besar pula kemungkinan
seseorang untuk meraih impian-impian dalam hidupnya. Frustasi (tekanan
perasaan) ialah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya
hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya atau menyangka
bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya (Dara djat,
1996: 24).
Jika seseorang mengalami tekanan batin yang sangat berat sehingga
dia tidak dapat menemukan jalan keluarnya, maka seseorang itu akan
menderita penyakit jiwa (phychose) (Daradjat, 1996: 58).
Kesehatan mental sangat menentukan tanggapan seseorang terhadap
suatu persoalan, dan kemampuannya menyesuaikan diri. Kesehatan mental
pulalah yang menentukan apakah orang akan mempunyai kegairahan untuk
hidup, atau akan pasif dan tidak bersemangat (Daradjat, 1996: 16).
6. Metode Penelitian 6.1 Pendekatan
Pendekatan psikologi sastra merupakan pendekatan yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan psikologi sastra artinya
pendekatan dari sudut psikologi dan sudut sastra. Pendekatan psikologi sastra
merupakan dua wajah satu hati dan sama -sama menyentuh manusia dalam
persoalan yang diungkapkannya (Sukada, 1987: 102).
Pendekatan dari sudut psikologi merupakan penelaahan sastra yang
menekankan pada segi-segi psikolog i yang terdapat dalam suatu karya sastra.
Karena psikologi mempelajari proses-proses kejiwaan maka psikologi dapat
diikutsertakan dalam studi sastra. Hal ini disebabkan jiwa merupakan sumber
ilmu pengetahuan dan kesenian (Sukada, 1987 : 104).
Dari sudut sastra, pendekatan struktural akan digunakan untuk
menganalisis tokoh, latar dan alur dalam novel Topeng Jero Ketut.
6.2 Metode
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini maka
metode yang akan dipakai adalah metode deskripsi. Metode deskripsi adalah
cara pemaparan atau penggambaran kata-kata secara jelas dan terinci
(Moeliono, 1990 : 30). Metode ini digunakan untuk melaporkan yang telah
dilakukan dalam suatu analisis dalam penelitian ini.
6.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat.
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data yang konkret yang terdapat
dalam novel dan buku-buku yang berkaitan dengan novel tersebut.
6.4Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah :
Judul : Topeng Jero Ketut
Penerbit : Yayasan Indonesia Tera
Tahun : 2001
Tebal Buku : 189 halaman
7. Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab satu berisi Pendahuluan, be risi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,
metodologi penelitian dan sistematika penyajian. Bab dua berisi analisis
struktur novel, meliputi tokoh, latar dan alur. Bab tiga berisi analisis tekanan
batin yang dialami tokoh Pance. Bab empat penutup, berisi kesimpulan, dan
17
NOVEL TOPENG JERO KETUT
Dalam bab ini, akan dianalisis tiga unsur struktural yaitu tokoh, latar, dan
alur yang penting berkaitan dengan tekanan batin yang dialami tokoh Pance.
Unsur struktural yang meliputi tokoh, latar, dan alur ini sangat membantu peneliti
dalam memberikan data yang konkret mengenai novel Topeng Jero Ketut.
Dalam novel Topeng Jero Ketut terdapat suatu kasus kepribadian menarik
yang dialami oleh tokoh Pance. Tokoh Pance mengalami tekanan batin karena
kegagalan ia dalam memenangkan keputusan-keputusan tender. Oleh karena itu,
Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang merupakan cara
terbaik untuk mengubah keputusan-keputusan tender sehingga perusahaannya
dapat memenangkannya.
Untuk menemukan jawaban atas permasalahan di atas, maka akan
dianalisis terlebih dahulu siapa tokoh utama yang mengalami tekan batin tersebut?
Karena itu, analisis akan diawali dengan analisis tokoh, kemudian diikuti analisis
latar, dan alur.
2.1 AnalisisTokoh
Tokoh adalah rekaan pengarang, oleh sebab itu hanya pengarang yang
terjadi tanpa adanya tokoh. Keberadaan tokoh ini cenderung menjadi pusat
perhatian dalam setiap penganalisisan karya sastra.
Tokoh-tokoh yang ada dalam novel Topeng Jero Ketut adalah Pance,
Bobby, Tomy, Edy, Wayan Jegog, dan Nengah, Namun demikian, tokoh yang
dianalisis dibatasi pada tokoh Pance dan tokoh Nengah untuk mempersempit
masalah penelitian. Kedua tokoh ini dipilih untuk diambil karena kedua-duanya
merupakan tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel ini.
2.1.1. Tokoh Pance
Pance Sutawalegawa adalah seorang pengusaha muda. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut:
(1) Lain lagi apa yang dilakoni oleh Pance Sutawalegawa, seorang pengusaha muda yang juga putra seorang pengusaha tapi mantan pegawai negeri (hlm. 20).
Dengan bantuan seorang pemandu wisata amatir, Pance pun langsung
menghubungi sejumlah dukun yang membuka praktek di daerah Denpasar dan
sekitarnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(2) Lelaki berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu langsung menghubungi sejumlah dukun yang membuka praktek di Denpasar dan daerah sekitarnya. Seorang pemandu wisata amatir langsung menunjukkan alamat para dukun atau balian ini (hlm.20).
Pance bertemu dengan seorang Jero Balian untuk meminta petunjuk
mengenai keberadaan Topeng Jero Ketut dan juga mobil mercynya yang hilang.
Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
muncul ke permukaan. Tetapi, soal yang kedua, itu memang nasib. Mercynya memang belum mau ikut Bapak berlama-lama (hlm.23).
Sebagai pengusaha muda yang kreatif, Pance merasa tidak puas dengan
apa yang dia miliki. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(4) Sebagai pengusaha muda yang kreatif, Pance merasa bahwa hal itu belum cukup. Keceh duwit saja tidak cukup. Seorang pengusaha sukses bukan hanya berbasah-basah dengan uang sebatas kaki, atau mandi uang, tetapi benar-benar berenang di dalam lautan uang (hlm.71).
Pance berkeinginan untuk mendapatkan Topeng Jero Ketut agar
memenangkan sejumlah tender. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(5) Karena itulah Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang, akan merupakan sarana wajib yang harus dipunyai untuk memenangkan sejumlah tender (hlm.72).
Pance merupakan orang yang mandiri. Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut:
(6) Jadi, Pance sadar-sesadar sadarnya bahwa dia harus berdiri di atas kakinya sendiri (tidak dapat dibayangkan bagaimana dia bisa berdiri di atas kaki orang lain) (hlm.71).
Pance tidak ingin ada orang yang menyainginya dalam memenangkan
sejumlah tender. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(7) Pada saat keputusan mengenai pemenang tender dibuat, dia akan menghilang dan memeriksa siapakah pemenangnya. Kalau bukan perusahaannya, maka dia akan mengambil surat itu dan mengubahnya. Dengan cara itu, begitu hasil tender diumumkan, nama perusahaannya akan muncul (hlm.72).
Dalam perburuannya mencari Topeng Jero Ketut, Pance selalu waspada
agar tidak seorang pun mengetahui siapa dirinya. Hal ini terlihat dalam kutipan
(8) “Orang ini terlalu banyak bertanya. Aku harus berhati-hati (hlm.103).
Di Lovina tempat tinggal Pance, ada seseorang yang menawari sebuah
topeng kepada Pance. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(9) Lelaki yang menawarkan topeng pada Bobby akhirnya menemui Pance ketika tahu dari teman-temannya bahwa topeng itu dicari orang lain (hlm 103-104).
Pance tidak begitu saja percaya terhadap orang yang menawari topeng
padanya. Topeng itu harus dicoba apakah asli atau tidak. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut:
(10) “Kenapa harus dicoba?”
“ Supaya tahu apakah topeng ini asli atau tidak.” (hlm. 104)
Pance tidak ingin orang tahu bahwa yang dicarinya adalah Topeng Jero
Ketut yang dapat membuatnya menghilang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(11) “Topeng…..” Pance juga hampir terpeleset untuk mengatakan bahwa topeng yang dia cari ialah topeng yang bisa membuatnya menghilang (hlm.106).
Merasa tidak nyaman di Lovina, Pance memutuskan pulang ke Denpasar
bersama Nengah Radio, pemandunya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(12) ”Ya, kami mau pulang ke Denpasar,”jawab Pance. Mereka berpindah ke hotel ‘Palma’ yang halaman depannya bisa menampung parkir puluhan mobil dan bus wisata (hlm.107).
Pance harus kembali ke Jakarta karena ayahnya meninggal. Dia berpesan
kepada Nengah untuk membawa topeng ke Jakarta. Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut:
(13) ”Nah, kalau semua sudah beres, bawa topengnya ke Jakarta. Sekarang kamu yang ke Sanggalangit, aku harus ke Jakarta.
“Tapi, kenapa?”
Waktu berganti waktu Pance lupa mengenai perburuan topengnya. Hal ini
disebabkan dia harus mengambil keputusan-keputusan penting untuk
menyelamatkan perusahaannya dari ancaman kebangkrutan. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut:
(14) Walaupun Pance sangat memerlukan topeng itu, dia pun lupa mengenai perburuannya, sebab sehari-hari dia harus mengambil keputusan-keputusan penting untuk menyelamatkan perusahaannya dari ancaman kebangkrutan (hlm.135).
Setelah berpisah sekian lama akhirnya Nengah menemui Pance di ruang
kerjanya untuk menyerahkan pesanan topeng kepada Pance. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut:
(15) ”Sudah, sudah. Ini barangnya,” jawab Nengah sambil menyerahkan topeng yang dibungkus kotak kardus (hlm.137).
Ada keajaiban yang terjadi ketika Pance mengenakan Topeng Jero Ketut
kewajahnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(16) ”Jadi , aku benar-benar sudah bisa menghilang,” (hlm.139).
Pance merasa senang bahwa dirinya bisa menghilang. Lalu dia mencoba
keampuhan topeng itu untuk menemukan surat-surat keputusan mengenai tender.
Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(17) Setelah Pance benar-benar yakin bahwa dia bisa menghilang, segera dia ingin mencoba keampuhan topeng itu. Sekarang juga dia akan menuju kantor Departemen Pekerjaan Umum. Di sana, dia berharap dapat menemukan surat- surat keputusan mengenai tender (hlm.143).
Namun, apa yang terjadi? Keampuhan topeng tersebut ternyata membawa
Pance ke dimensi yang lain sehingga dia tidak bisa kembali ke dimensi manusia.
(18) Ternyata, Pance salah duga. Tidak mudah baginya untuk berganti dimensi semaunya (hlm.145).
Pance tidak mampu berbuat apa-apa. Kini dirinya merasa pasrah. Dia
tidak bisa lagi berhubungan dengan manusia. Dia menyesali semua itu karena
telah menggunakan Topeng Jero Ketut tanpa menanyakan kepada Nengah
bagaimana cara melepaskan Topeng Jero Ketut dari wajahnya sehingga dia bisa
berhubungan lagi dengan manusia. Hal ini terlihat dalam kutipan (19) dan (20):
(19) “Gila. Kenapa aku tidak menanyakan cara melepas topeng ini? Apa topeng ini bisa lepas dari wajahku?” (hlm.145).
(20) Bisakah aku kembali lagi ke duniaku? (hlm.146).
Dari uraian-uraian di atas terlihat bahwa tokoh Pance adalah seorang
pemburu topeng. Dia berprofesi sebagai pengusaha muda. Tokoh Pance datang ke
Denpasar untuk mencari tahu keberadaan Topeng Jero Ketut yang konon dapat
membuat seseorang menghilang. Hal ini dilakukannya agar bisa mengubah hasil
tender yang sudah diputuskan agar perusahaannya memenangkan tender tersebut.
Namun malang bagi Pance Topeng Jero Ketut yang dikenakan diwajahnya
membawanya ke dimensi yang lain. Pance tidak bisa kembali ke dimensi manusia.
Hal ini menyebabkan penyesalan bagi Pance.
2.1.2 Tokoh Nengah
Nengah berprofesi sebagai seorang pemandu wisata amatir. Hal ini
diungkapkan pengarang pada kutipan berikut ini:
Nengah memiliki sifat jujur. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(22) ”Sumpah, saya tak pernah bicara dengan wartawan. Mana mungkin saya punya kenalan wartawan? (hlm.47).
Nengah memiliki keingintahuan yang besar mengenai maksud dan tujuan
Pance mencari Topeng Jero Ketut. Hal ini terlihat dalam kutipan (23) dan (24)
berikut ini:
(23) ”Tapi, buat apa sih topeng ini?” Tanya Nengah (hlm.102).
(24) ”Oh, saya kira buat Bapak sendiri (hlm.103).
Nengah merasa bosan di hotel. Namun dipikirkannya mengenai hadiah
yang akan diterimanya dari Pance diperanginya rasa bosan itu. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut:
(25) Nengah merasa bosan. Dia ingin pulang ke Denpasar tapi ketika dipikirkannya mengenai hadiah yang akan diterimanya, diperanginya rasa bosan itu dengan menonton tv atau ngobrol dengan karyawan yang sedang menganggur (hlm.108).
Saat ngobrol dengan satpam, Nengah mengetahui bahwa keberadaan
Topeng Jero Ketut ada di desa Sanggalangit. Nengah langsung memberitahukan
hal ini pada Pance. Hal ini terlihat dalam kutipan (26) dan (27) berikut ini:
(26) ”Jadi, topeng itu ada di Sanggalangit? Nama desanya saja aneh. Menyangga langit.” (hlm.111).
(27) ”Topeng itu sekarang sudah muncul.” “Lho, apa kamu yakin?”
“saya kira begitu. Satpam yang jaga malam ini bercerita bahwa topeng itu sekarang sudah ada.” (hlm.115).
Mengetahui keberadaan Topeng Jero Ketut di desa Sanggalangit, Nengah
tak bisa tidur. Dia membayangkan hadiah yang akan diterimanya. Hal ini terlihat
(28) Baik Nengah maupun Pance, di kamar mereka masing-masing, tak mampu segera tidur. Nengah membayangkan mengenai hadiah yang akan diterimanya (hlm.118).
Nengah merasa kikuk saat memasuki kantor Pance. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut:
(29) Sejak di pintu depan dia sudah merasa kikuk memasuki gedung sebesar kantor perusahaan milik Pance (hlm.137).
Saat berada di ruangan Pance, Nengah langsung menyerahkan topeng yang
dibungkus kotak kardus. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(30) ”Sudah, sudah. Ini barangnya,”jawab Nengah sambil menyerahkan topeng yang dibungkus kotak kardus (hlm.137).
Nengah merasa bingung saat Pance hilang dalam ruangannya. Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut:
(31) ”Lho. Bapak sembunnyi di mana?” Tanya Nengah ketika Pance benar-benar hilang dari pandangannya (hlm.139).
Nengah dituduh maling oleh para karyawan saat mengetahui bos mereka
hilang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(32) ”Saya bukan maling. Saya bukan maling.” (hlm.142).
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Nengah
adalah gambaran seorang tokoh yang ingin membantu Pance dalam mendapatkan
Topeng Jero Ketut. Hal ini dilakukannya agar dia memperoleh hadiah yang akan
diterimanya dari Pance. Tokoh Pance mula-mula ragu terhadap Nengah yang
berusaha untuk mengetahui maksud dan tujuan kedatangannya ke Denpasar dalam
usaha mencari tahu keberadaan Topeng Jero Ketut. Tetapi karena kejujuran
Nengah maka dia percaya bahwa Nengah akan membantunya untuk mendapatkan
2.2 Analisis Latar
Latar adalah segala keterangan yang berkaitan dengan terjadinya suatu
peristiwa. Latar dapat dibedakan menjadi 3 yaitu latar tempat, latar waktu, dan
latar sosial. Berikut ini akan diuraikan hasil analisis latar.
2.2.1 Latar Tempat
Latar tempat yang ada dalam novel Topeng jero Ketut antara lain Lovina,
Buleleng, Bali, Jakarta.
2.2.1.1 Lovina
Lovina merupakan tempat wisata yang ada di Buleleng. Di tempat inilah
Pance bertemu dengan jero balian untuk meminta petunjuk mengenai keberadaan
Topeng jero Ketut.
(33) Biayanya murah. Paling cuma sepuluh ribu. Langsung diantar ke Lovina (hlm.17).
2.2.1.2 Buleleng
Buleleng merupakan sebuah daerah yang ada di Bali Utara. Di daerah
inilah Pance bertemu dengan Nengah, pemandu amatirnya untuk membantu
mencari tahu keberadaan Topeng Jero Ketut.
(34) ”Dia pergi ke Buleleng buat mengejar topeng itu.” “ke Buleleng? Di mana?”
“Di Bali Utara.”
2.2.1.3 Bali
Bali merupakan daerah wisata. Konon di daerah inilah adannya
keberadaan Topeng Jero Ketut. Maka Pance datang ke Bali untuk berburu Topeng
Jero Ketut.
(35) Karena nama ‘Jero Ketut’ berasal dari Bali, maka pulau Bali mereka serbu beramai-ramai untuk mengungkapkan misteri Topeng Jero Ketut ini (hlm.1) .
Selama keberadaannya di Bali, Pance sering pindah-pindah hotel. Ini
dilakukannya agar keberadaannya di Bali tidak diketahui.
(36) ”Ya, kami mau pulang ke Denpasar,”Jawab Pance. Mereka berpindah ke hotel ‘Palma’ yang halaman depannya bisa menampung parkir puluhan mobil dan bus wisata. Pance sengaja tidak keluar dari kawasan hotel pada pagi hari (hlm.107).
2.2.1.4 Jakarta
Jakarta merupakan tempat Pance bekerja. Nengah bertemu dengan Pance
di Jakarta untuk membawa pesanan Topeng Jero Ketut sesuai permintaan Pance.
(37) ”Ayo duduk saja. Selamat datang di Jakarta,” sambut Pance (hlm.137).
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat simpulkan bahwa latar tempat
menunjuk pada lokasi atau tempat terjadinya cerita. Latar tempat dalam novel
Topeng Jero Ketut menunjukkan keadaan tempat cerita itu berlangsung dan apa
yang dilakukan oleh tokoh-tokoh se lama berada di tempat itu.
2.2.2 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
Jero Ketut digambarkan secara jelas oleh pengarang. Penggambaran waktu
disebutkan sebagai berikut:
2.2.2.1 Pagi
(38) Pance sengaja tidak keluar dari kawasan hotel pada pagi hari. Nengah yang masih disewakan kamar tersendiri diberi tahu agar berhati-hati (hlm.107).
(39) “Sudah check out?” Tanya Gudur kepada petugas penginapan. “Ya, pagi-pagi tadi” (hlm.85).
(40) Masih jam enam pagi, ketika bayang-bayang sinar baru kelihatan di langit, Nengah sudah bersiap. Kalaupun kurang tidur, Nengah tidak mengantuk atau lesu. Badannya terasa segar sehabis mandi air hangat dari pancuran di kamar mandinya (hlm.119).
2.2.2.2 Siang
(41) Pada suatu siang, di bulan entah kapan, ketika cuaca cerah, matahari bersinar dengan lembut di lapangan golf yang berumput lembut pula, terbetik berita yang bermula dari bisik-bisik seseorang (hlm. 54).
2.2.2.3 Malam
(42) Di penginapan-penginapan kecil itu mereka berbaur dengan rakyat kecil, makan di warung pinggir jalan, dan ikut minum tuak atau sedikit arak di malam hari (hlm.6).
(43) “Ceritanya begini. Hari sudah menjelang malam, dan pedagang sate yang biasa mangkal di areal pedagang di luar pulau pulaki itu ingin mandi, makanya dia turun ke laut (hlm.10).
(44) “Ada acara apa di sini?”Tanya seorang anggota satpam ketika menemani Nengah duduk di kursi di tepi kolam pada malam hari (hlm.108).
Dari penjelasan latar waktu yang digambarkan dalam novel Topeng Jero
Ketut maka dapat disimpulkan bahwa penggambaran waktu meliputi pagi hari
Dari beberapa latar waktu yang tergambar dalam novel Topeng Jero Ketut
ada satu latar yang mendominasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar waktu
tersebut adalah pada saat malam hari. Permasalahan yang dialami tokoh Pance
berawal di malam hari yang menjadi penyebab munculnya tekanan batin pada diri
Pance.
2.2.3 Latar Sosial
Latar sosial menunjuk pada kebiasaan hidup masyarakat di suatu tempat
yang diceritakan. Cerita di dalam novel Topeng Jero Ketut menunjuk kebiasaan
hidup masyarakat tersebut. Berikut kutipannya:
(45) “Bapak jangan main -main di Lovina sini. Bapak cari topeng, dan saya sudah bersusah payah mencarikannya, tapi dengan gampang topeng itu Bapak katakan tidak cocok. Kalau memang tidak punya duit jangan pura-pura begitu. Sok kaya raya. Masak orang kaya tidur di penginapan buuk. Penginapan jelek.” (hlm. 106).
Masyarakat yang digambarkan dalam novel ini adalah masyarakat
menengah kelas atas. Berikut kutipannya :
(46) “ Harganya berapa?” Tanya Pance.
“Tiga juta. Ini barang pusaka, bukan topeng sembarangan.”jawabnya. “Tidak mahal,” sambut Pance dengan tenang. Lelaki ceking itu heran mendengar reaksi Pance (hlm. 104).
(47) Pance melepaskan pegangannya lalu mengeluarkan dompetnya. Dari sana dia mengambil dua lembar uang bergambar Pak Harto dengan memberikannya pada lelaki ceking itu.
Sebagai kota metropolitan, Jakarta merupakan pusat segala aktivitas
perekonomian. Banyak kesibukan yang mewarnai kehidupan kota metropolitan
ini. Berikut kutipannya:
(48) DAN RODA KEHIDUPAN pun menggelinding seperti sedia kala. Bisnis terus berkembang, keuntungan terus ditumpuk. Pance tetap tersendat dengan sejumlah bisnisnya (hlm. 135).
(49) “Ayo, duduk saja. Selamat dating di Jakarta,” sambut Pance. Nengah masih menebar pandangannya ke dinding kantor yang penuh lukisan (hlm. 137).
Dari analisis latar di atas, dapat disimpulkan bahwa latar sosial yang ada
dalam novel Topeng Jero Ketut menggambarkan relasi antara masyarakat
menengah ke bawah dan masyarakat menengah ke atas seperti terlihat dalam
kutipan no. (45). Latar sosial juga dapat dilihat dari masyarakat menegah ke atas
seperti terlihat dalam kutipan no. (46-47). Latar sosial juga menggambarkan
Jakarta sebagai kota metropolitan sebagai pusat segala aktivitas perekonomian
yang penuh dengan berbagai kesibukan oleh masyarakatnya seperti terlihat dalam
kutipan no. (48-49)
2.3 Analisis Alur
Alur atau plot merupakan unsur yang penting dalam sebuah cerita.
Berbagai peristiwa disajikan oleh pengarang dengan urutan tertentu.
Peristiwa-peristiwa yang diurutkan itu kemudian membangun tulang punggung sebuah
cerita.
Novel Topeng Jero Ketut memiliki alur campuran, yaitu alur lurus dan alur
adalah alur sorot balik. Alur sorot balik ini digunakan pengarang untuk
menceritakan peristiwa-peristiwa atau untuk mengenang kejadian di masa lalu.
Novel Topeng Jero Ketut ini terdiri dari enam bagian. Bagian pertama novel
Topeng Jero Ketut ini menceritakan para pemburu topeng yang mencari informasi
mengenai keberadaan Topeng Jero Ketut. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(50) “Topeng Jero Ketut? Apa, ya? Kalau Jero Ketut sih banyak di rumah saya. Maklum istri saya juga percaya bahwa kita tak boleh membunuh Jero Ketut. Nanti bisa celaka (hlm.6).
(51) “Tapi, kalau Bapak memang serius, saya bisa usahakan. Semua bisa diatur. Bapak tak usah berkeliling Bali mengurus soal sepele begini. Masak cari Topeng Jero Ketut saja harus terjun langsung ke lapangan. Kan lebih murah kalau diborongkan. Bapak tinggal goyang kaki di penginapan.” (hlm.10).
Sorot balik pada bagian dua ini menceritakan pengenalan para pelakunya
yang berburu Topeng Jero Ketut. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(52) Mengenai para pemburu topeng, memang, yang banyak itu baru diwakili oleh satu orang, yang berbicara dengan lelaki peminum arak yang napasnya bau arak. Pemburu topeng yang satu ini bernama Tommy, sedangkan yang lain ada yang bernama Pance, lalu Bobby, lalu Edy (hlm.14).
Kutipan ini menunjukkan tokoh Pance yang mencari informasi mengenai
keberadaan Topeng Jero Ketut. Pance bertemu dengan seorang Jero Balian yang
ditemani oleh pemandu amatirnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(53) “Ada masalah apa, Bapak dari Jakarta?” Tanya Jero Balian tanpa menanyakan asal-usulnya.” Sayang sekali, Bapak. Soal yang utama itu kelihatannya gelap. Mungkin masih tidak pernah ada, atau belum muncul ke permukaan (hlm.23).
Bagian ketiga novel Topeng Jero ketut menceritakan keinginan Pance
dalam mendapatkan Topeng Jero Ketut. Hal ini tidak terlepas dari masalah yang
dihadapinya sehingga jalan satu-satunya adalah berusaha mendapatkan Topeng
Jero Ketut yang konon dapat membuat seseorang menghilang. Hal ini terdapat
dalam kutipan berikut:
(55) Ada sejumlah usahanya yang lain yang tidak seberhasil bisnisnya di bidang minyak. Dia ikut beternak udang yang menjadi komoditi ekspor andalan ke Jepang. Ketika ada musibah berupa panen udangnya gagal, maka kerugian pun harus ditanggung (hlm.71).
(56) Di dalam banyak tender, Pance tidak mampu melicinkan peluangnya, sehingga gagal memperoleh keuntungan seperti yang dia bayangkan sebelumnya (hlm.71-72).
(57) Karena itulah Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang, akan merupakan sarana wajib yang harus dipunyainya untuk memenangkan sejumlah tender. Caranya bagaimana? Pada saat keputusan mengenai pemenang tender dibuat, dia akan menghilang dan memeriksa siapakah pemenangnya. Kalau bukan perusahaannya, maka dia akan mengambil surat keputusan itu dan mengubahnya. Dengan cara itu, begitu hasil tender diumumkan, nama perusahaannya akan muncul (hlm.72).
Bagian keempat menceritakan kembali usaha Pance dengan perburuan
Topeng Jero Ketut. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut yang diceritakan secara
sorot balik:
(58) “Kalau berhasil mendapatkan topeng itu, kamu pasti mendapat hadiah besar,”kata Pance.
“Tapi, buat apa sih topeng ini,?” Tanya Nengah.
Kutipan ini menunjukkan seseorang yang menawarkan sebuah topeng
pada Pance. Akan tetapi, setelah dicoba topeng tersebut Pance tidak bisa
menghilang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(59)Lelaki yang menawarkan topeng pada Bobby akhirnya menemui Pance ketika tahu dari teman-temannya bahwa topeng itu dicari orang lain (hlm.103-104).
(60)“Berikan padaku biar kucoba,” pinta Pance (hlm.105).
(61)“Topeng…..” Pance juga hampir terpeleset untuk mengatakan bahwa topeng yang dia cari ialah topeng yang bisa membuatnya menghilang (hlm.106).
Kutipan ini menunjukkan informasi yang diperoleh Pance dari Nengah,
pemandu amatirnya ketika mengetahui keberadaan Topeng Jero Ketut. Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut:
(62)“Topeng itu sekarang sudah muncul.” “Lho, apa kamu yakin?”
“Saya kira begitu. Satpam yang jaga malam ini bercerita bahwa topeng itu sekarang sudah ada.” (hlm.115).
(63)Baik Nengah maupun Pance, di kamar mereka masing-masing, tak mampu segera tidur. Nengah membayangkan mengenai hadiah yang akan diterimanya, dan Pance membayangkan tentang topeng yang akan membuatnya mampu menghilang, mengubah keputusan tender besar, akan memberinya keleluasaan untuk bergerak kesana-kemari (hlm.118).
Bagian kelima menceritakan kedatangan Nengah ke Jakarta untuk bertemu
Pance dengan maksud menyerahkan Topeng Jero Ketut pada Pance. Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut:
(64) “Ada yang mencari Bapak dari Bali. Katanya penting.” “Siapa?”
(65) “Oh, semua ada di sini. Jadi, kamu sudah mendapatkan topeng asli itu?”
“Sudah, sudah. Ini barangnya,” jawab Nengah sambil menyerahkan topeng yang dibungkus kotak kardus? (hlm.137)
Bagian akhir menceritakan nasib Pance setelah memakai Topeng Jero
Ketut tersebut. Dia terbawa ke dimensi lain. Hal ini menyebabkan penyesalan bagi
Pance. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(66) Lalu, dengan cara yang dramatis Pance berdiri tegak, mengangkat topeng itu setinggi-tingginya , lalu dengan mengucap ‘Sim salabim’ mendekatkan topeng itu ke wajahnya. Terlihat asap tipis keluar dari topeng itu dan bergerak berputar-putar mengitari tubuh Pance, dan sesaat kemudian, lelaki itu hilang dari penglihatan (hlm.139).
(67) Setelah Pance benar-benar yakin bahwa dia bisa menghilang, segera dia ingin mencoba keampuhan topeng itu. Sekarang juga dia akan menuju kantor departemen Pekerjaan Umum. Di sana, dia berharap dapat menemukan surat-surat keputusan mengenai tender (hlm.143).
(68) “Aku memang goblok. Goblok. Tentu saja tak bisa. Aku kan berada pada dimensi yang berbeda dengan surat-surat itu. Jadi, yang penting sekarang, aku harus kembali ke dimensiku., dimensi yang sama dengan surat-surat itu, barulah aku bisa mengubahnya (hlm.144-145).
(69) Ternyata, Pance salah duga. Tidak mudah baginya untuk bergantu dimensi semaunya. Topeng itu sekarang sudah lekat di wajahnya, bahkan tanpa tali pengikat. Seakan topeng itu sudah menyatu dengan wajahnya (hlm.145).
(70) Pance merasa sangat sedih. Air matanya hampir tetes. Ya, Tuhan, bagaimana aku bisa kembali ke duniaku? Dimensiku ini ramai tapi tanpa suara (hlm.146).
Dari analisis alur di atas dapat disimpulkan bahwa alur yang ada dalam
novel Topeng Jero Ketut adalah alur campuran. Novel Topeng Jero Ketut ini
terdiri dari 6 bagian. Bagian I yang berisi para pemburu topeng yang mencari
informasi mengenai keberadaan Topeng Jero Ketut. Hal ini terdapat dalam
Topeng Jero Ketut. Hal ini terdapat dalam kutipan no. (52-54). Bagian III berisi
peristiwa-peristiwa yang disorot balik yang berintikan keinginan Pance dalam
mendapatkan Topeng Jero Ketut. Hal ini terdapat dalam kutipan no. (55-57).
Bagian IV berisi usaha Pance dalam perburuan Topeng Jero Ketut yang disorot
balik. Hal ini terdapat dalam kutipan no. (58-63).
Kutipan no. (64-65) dibuat untuk menegaskan pertalian kronologisnya
dengan bagian IV. Kutipan no. (66-70) yang merupakan bagian VI adalah nasib
yang menimpa Pance setelah memakai Topeng Jero Ketut yang menyebabkan
penyesalan baginya. Sorot balik terdapat pada kutipan I, II, III, IV, V, dan VI.
Sorot balik ini digunakan untuk menceritakan masa lalu tokoh. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa alur yang dominan dalam novel Topeng Jero Ketut ini
adalah alur sorot balik.
2.4 Rangkuman
Dari analisis keseluruhan tokoh, latar, dan alur terlihat bahwa tokoh, latar,
dan alur saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Untuk menunjukan
jati diri tokoh Pance, perlu diplotkan perjalanan kehidupannya. Sifat seseorang
akan dibentuk oleh keadaan latarnya (Nurgiyantoro, 1998: 225).
Kesimpulan dari uraian-uraian di atas dapat dilihat bagaimana watak dan
keadaan tokoh Pance. Pance adalah seorang lelaki yang gagal dalam
memenangkan keputusan-keputusan tender bagi perusahaannya. Topeng Jero
Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang tidak berhasil membuat ia
tidak bisa kembali ke dimensi asalnya. Ia mengalami schizoprenia setelah berada
di dunia lain . Hal-hal tersebut yang nantinya akan menyebabkan tekanan batin
pada tokoh Pance. Lebih lanjut dalam Bab III nanti akan mengkaji secara lebih
36
DALAM NOVEL TOPENG JEROKETUT
Dalam bab I telah diuraikan bahwa analisis yang akan digunakan untuk
menjawab permasalahan tekanan batin tokoh Pance dalam menghadapi kemelut
hidup, adalah dengan menggunakan pendekatan psikologis. Dengan menggunakan
pendekatan psikologis ini, peneliti mencoba menganalisis dan menyimpulkan
aspek-aspek psikologi yang tercermin dalam diri tokoh Pance.
Dalam bab II, novel Topeng Jero Ketut telah dianalisis secara struktural.
Hasil analisis tersebut selanjutnya akan digunakan untuk analisis psikologi.
Psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tingkah laku
dan aktivitas-aktivitas manusia karena tingkah laku dan aktivitas-aktivitas tersebut
merupakan manifestasi dari kehidupan jiwanya (Bimo Walgito via Roekhan, 1987
: 144).
3.1 Analisis Kebutuhan Dasar
Semua manusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, tidak
terkecuali dengan Pance. Ia juga mempunyai kebutuhan untuk hidup aman,
dihargai, dan mengaktualisasikan dirinya. Tidak terpenuhinya kebutuhan itu
disebabkan konflik yang melanda Pance datang silih berganti. Berawal dari
sejumlah usahanya yang tidak berhasil seperti beternak udang yang menjadi
sejumlah tender dan puncak dari semua konflik adalah terbawanya Pance ke
dimensi lain sehingga ia merasa kehausan dan kelaparan, dan ia tidak tahu
bagaimana harus mengembalikan dirinya ke dunia yang nyata karena Topeng Jero
Ketut telah melekat di wajahnya. Peristiwa demi peristiwa yang me landa Pance
tersebut membuatnya kecewa, putus asa dan tertekan batinnya.
Kebutuhan dasar ialah suatu hal yang harus ada dan bila tidak ada dapat
menimbulkan penyakit dan kehadirannya dapat mencegah timbulnya penyakit.
Dalam situasi tertentu, di mana orang bebas memilih bila ia sedang berkekurangan
ternyata ia lebih mengutamakan kebutuhan itu dibandingkan jenis-jenis kepuasan
lainnya.
Menurut Maslow kebutuhan dasar manusia dibedakan menjadi lima
tingkatan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan
rasa memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan
kebutuhan akan aktualisasi diri. Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kebutuhan
dasar menurut Maslow yang akan diuraikan hanya kebutuhan yang berkaitan
dengan ketertekanan batin tokoh Pance. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan
rasa aman, kebutuhan akan penghargaan, serta kebutuhan akan aktualisasi diri.
Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis dari ketiga kebutuhan dasar
manusia bagi tokoh Pance dan akibat tid ak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
3.1.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Rasa Aman
Setiap orang membutuhkan rasa aman baik itu dalam lingkungan sekitar
atau dalam kehidupannya. Kebutuhan akan rasa aman meliputi kebutuhan akan
jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, bebas dari ketakutan, kekuatiran,
kegelisahan dan kecemasan. Berbeda dengan Pance, ia tidak pernah mendapatkan
rasa aman baik dalam lingkungan apalagi dalam hidupnya. Setelah keberadaannya
di Bali diketahui oleh wartawan, Pance justru merasa gelisah, kuatir, cemas, dan
takut. Dia tak ingin perburuan Topeng Jero Ketut diketahui oleh siapapun Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut:
(71`) “Lain halnya dengan Pance. Dia mengucek –ngucek pemandu
wisatanya sampai lecek dan memaksanya mengaku. “Kalau kamu tak mengaku akan kupecat!” (hlm. 47).
(72) “Ya, kami mau pulang ke Denpasar,” jawab pance. Mereka berpindah ke hotel ‘Palma’ yang halaman depannya bisa menampung parker puluhan mobil dan bus wisata. Pance sengaja tidak keluar dari kawasan hotel pada pagi hari hari. Nengah yang masih disewakan kamar tersendiri diberi tahu agar berhati-hati (hlm. 107).
Kegelisahan juga dirasakan Pance saat ia bertemu dengan Jero Balian.
Pikirannya penuh keraguan mengenai pertanyaan yang harus dikemukan. Soal
Topeng Jero Ketut atau soal Mercy. Ini terlihat dalam kutipan berikut:
(73) Pance berpikir keras sebelum gilirannya tiba. Apakah dia akan berterus terang mengatakan bahwa dia mencari Topeng Jero Ketut,
(74) “Ada masalah apa, Bapak dari Jakarta? “Tanya Jero Balian tanpa menanyakan asal-usulnya. “Sayang sekali, Bapak. Soal yang utama itu kelihatannya gelap. Mungkin masih tidak pernah ada, atau belum muncul ke permukaan. Tetapi, soal yang kedua, itu memang nasib. Mercynya memang belum mau ikut Bapak berlama. Sekarangkan sudah ada mercy baru, ya? Jadi, buat apa dipikirkan? Kan Cuma soal kecil.” Kata Jero Balian. Pance terkejut mendengar kata-kata lelaki yang kelihatannya masih muda itu. Wajah lelaki itu benar-benar bersih, mungkin bersinar, dan pandangan matanya terang (hlm. 23).
Pance juga merasa kuatir kalu pemandu amatirnya ingin mengetahui
banyak tentang dirinya. Oleh karena itu Ia berhati-hati. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut:
(75) “Orang ini terlalu banyak bertanya. Aku harus berhati-hati.” Di Lovina, dia sengaja sewakan Nengah kamar tersendiri. Dia tidak mau lelaki itu tahu terlalu banyak tentang dirinya (hlm. 103).
Saat mengetahui keberadaan Topeng Jero Ketut dari Nengah, pemandu
amatirnya, Pance merasa gelisah. Ia tidak bisa tidur. Ia harus nomor satu dalam
mendapatkan Topeng Jero K etut tersebut. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
(76) “ Ya itulah maksudku,” sahut Pance. “ Kita harus nomor satu.” “ Baik.” Baik Nengah maupun Pance, di kamar mereka masing-masing tak mampu segera tidur. Nengah membayangkan menganai hadiah yang akan diterimanya, dan Pance membayangkan tentang topeng yang akan membuatnya mampu menghilang, mengubah keputusan tender besar, akan memberinya keleluasaan untuk bergerak ke sana- kemari (hlm.118).
Setelah kedatangan Nengah ke Jakarta untuk membawakan pesanan
Topeng Jero Ketut sesuai permintaan pance, Pance merasa cemas dengasn
keberadaan Topeng Jero Ketut tersebut yang seolah-olah mata topeng tersebut
seakan memandang tajam ke dalam matanya sendiri. Pance pun mencoba
(77) Pance terkejut melihatnya, seakan ada aliran listrik yang mengalir melalui tangannya dan masuk ke dalam kepalanya. Jantungnya pun berdebar. Mata topeng itu seakan memandang tajam ke dalam matanya sendiri, kumis topeng itu terasa tajam bagikan rumput alang-alang yang melintang di wajah Jero Ketut. Taring topeng itu seakan seakan hendak menggigit dan menghancurkan tubuhnya. Tangannya pun ikut gemetar (hlm. 138-139).
(78) Lalu, dengan cara yang dramatis Pance berdiri tegak, mengangkat topeng itu setinggi-tinggi ke Arah langit, lalu dengan mengucap ‘Sim salabim’ mendekatkan topeng itu ke wajahnya. Terlihat asap tipis keluar dari topeng itu dan bergerak berputar -putar mengitari tubuh Pance, dan sesat kemudian, lelaki itu hilang dari penglihatan (hlm. 139).
Setelah Pance berada di dimensi yang lain, ia merasa gelisah karena ia
tidak tahu bagaimana harus kembali ke dimensi asalnya. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut:
(79) “ Aku memang goblok. Goblok. Tentu saja tak bisa. Aku kan berada pada dimensi yang berbeda dengan surat-surat itu. Jadi, yang penting sekarang, aku harus kembali ke dimensiku, dimensi yang sama dengan surat-surat itu, barulah aku bisa mengubahnya (hlm. 144-145).
(80) Ternyata, Pance salah duga. Tidak mudah baginya untuk berganti dimensi semaunya. Topeng itu sekarang sudah melekat di wajahnya, bahkan tanpa tali pengikat. Seakan topeng itu sudah menyatu dengan wajahnya. Lalu, bagaimana cara mencopotnya? (hlm. 145).
Rasa tidak aman juga dirasakan oleh Pance ketika ia berada di dimensi
yang lain. Apakah ia masih hidup atau sudah mati? Hal ini terlihat dalam kutipan
berikut:
(81) Apakah aku masih hidup atau sudah mati? Nerakakah ini semua? Kalau neraka, di mana apinya? Haruskah ada api di neraka seperti ini? Tanpa mampu berbuat apa -apa, hanya menjadi penonton yang tak berdaya, bukankah sebenarnya aku sudah dibakar oleh api nerakaku?” (hlm.147)
3.1.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Penghargaan
Harga diri sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. Penghargaan dari orang
lain dapat membuat orang lebih percaya diri menghadapi hidup. Harga diri bisa
berupa kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi,
ketidaktergantungan, dan kebebasan. Akan tetapi orang yang tidak mendapatkan
penghargaan dari orang lain akan tertekan batinnya.
Hal yang dialami Pance adalah tidak adanya penghargaan atas dirinya
sendiri, yang membuat Pance menjadi tidak puas dengan keadaan dirinya. Rasa
tidak puas itu dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
(83) Namun, sebagai pengusaha muda yang kreatif, Pance merasa bahwa hasil itu belum cukup. Keceh duwit saja tidak cukup. Seorang pengusaha sukses bukan hanya berbasah-basah debgan uang sebats kaki, atau mandi uang, tetapi benar-benar berenang-renang di dalam lautan uang. (Namun, Pance tidak pernah berpikir, bahwa seseorang yang berenang di lautan bisa tenggelam, apalagi kalau tiba-tiba kakinya kram) (hlm. 71).
(84) Karena ayahnya sudah pensiun, Pance benar-benar merasa bahwa ayahnya hanyalah macan ompong belaka. Tidak seperti dulu, ketika ayahnya masih aktif dan ditakuti banyak pihak. Jadi, Pance sadar-sesadar sadarnya bahwa dia harus berdiri di atas kakinya sendiri (tidak dapat dibayangkan bagaimana dia bisa berdiri di atas kaki orang lain) (hlm. 71).
Pance merasa tidak berharga bila kalah bersaing dengan pengusaha muda
lainnya. Oleh karena itu, dia berusaha untuk mendapatkan Topeng Jero Ketut
yang konon dapat membuatnya menghilang. Hal ini merupakan sarana wajib yang
harus dipunyai untuk memenangkan sejumlah tender. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut: