• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKANAN BATIN TOKOH PANCE DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT KARYA SUNARYONO BASUKI KS TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TEKANAN BATIN TOKOH PANCE DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT KARYA SUNARYONO BASUKI KS TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Christoforus Beo NIM: 014114046

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Juru selamatku Yesus Kristus,

Mama tercinta Theresia D. Bulu

Papa tercinta Stefanus Beo,

Adikku tersayang Maria Gratsiana Oliva Beo, dan

Untuk orang-orang

(5)

v

Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan,

Maka Ia akan memelihara engkau

(Mazmur, 55:23)

Saat kita membiarkan terang kita bersinar,

secara tak sadar kita mengizinkan orang lain

untuk melakukan hal yang sama.

Saat kita terbebaskan dari ketakutan kita,

Kehadiran kita dengan sendirinya

Membebaskan orang lain.

(6)

vi

KARYA SUNARYONO BASUKI KS. TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

Christoforus Beo Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Penelitian ini mengkaji tekanan batin tokoh Pance dalam novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks. Tujuan pokok dari penelitian ini adalah memaparkan tekanan batin yang dialami tokoh Pance dan tekanan batin akibat tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar sebagai manusia.

Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan psikologi sastra. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa antara psikologi dan sastra terdapat hubungan yang erat sehingga dapat digunakan untuk menganalisis tekanan batin tokoh Pance. Melalui pendekatan ini dapat diketahui bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar mengakibatkan seseorang mengalami ketertekanan batin.

Metode yang digunakan dalan penelitian ini adalah metode deskripsi. Dengan metode ini, penulis membagi kegiatan menjadi dua tahap. Pertama menganalisis struktur novel Topeng Jero Ketut untuk mengetahui struktur intrinsiknya. Kedua menggunakan analisis pertama untuk memahami lebih dalam mengenai aspek psikologi yang berkaitan dengan tekanan batin Pance dalam novel Topeng Jero Ketut.

Dari hasil analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri sangat dibutuhkan oleh tokoh Pance. Ketiga kebutuhan itu tidak didapatkan oleh Pance dari lingkungannya.

(7)

vii

IN THE NOVEL TOPENG JERO KETUT BY SUNARYONO BASUKI KS.

LITERATURE PSYCHOLOGY OBSERVATION

Christoforus Beo Sanata Dharma University

Yogyakarta 2007

This research examines the stress experienced by the main character (Pance) in the novel Topeng Jero Ketut by Sunaryono Basuki Ks. The main aim of this research is to explain the stress experienced by Candy, especially the stress created as a result of a lack of basic human necessities.

Within this research, a psychological approach has been in regard to the literature. This is based on the assumption that there is a close relationship between psychology and literature, ang this relationship can be used to analyze the stress experienced by the character of Pance. Using this approach, we can conclude that the ba sic needs of human musty be met, and to not meet these basic human needs can cause stress.

A descriptive methot has been used here, which allows the writer to divide the task into two stages. The first, by analyzing the structure of the novel Topeng Jero Ketut to know its intrinsic structure. The second stage uses the first analysis to further understand the psychological aspect of the stress experienced by Pance in the novel Topeng Jero Ketut.

Utilizing the results of this psychological and literature analysis, it can be concluded that many needs are very important for the character of Pance, including the need for feeling savety, the need of being appreciated, and the need for ones own actualization. The third of those needs Pance is unable to obtain from his environment.

(8)

viii

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih,

cinta, berkat serta kekuatan yang tiada henti-hentinya Dia berikan dalam

kehidupan Penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Penulis sadar

bahwa skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa pertolongan Tuhan.

Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sastra pada program studi Sastra

Indonesia.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat diselesaikan

tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bpk. Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum selaku dosen pembimbing pertama,

yang dengan sabar dan penuh perhatian memberi dorongan dan arahan kepada

penulis sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan skrips i ini.

2. Bpk. Drs. B. Rahmanto, M.Hum selaku dosen pembimbing kedua, terima

kasih atas segala bimbingan dan dukungannya serta kesediaan meluangkan

waktu dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bpk. Drs. Herry Antono, M.Hum, Bpk. Dr. I Praptomo Baryadi, Bpk. Drs. P.

Ari Subagyo, M.Hum, Bpk. Drs. FX Santoso, M.S, Ibu Dra. F. Tjandrasih

Adji, M. Hum, Ibu S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum atas bimbingannya selama

penulis menempuh studi di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

(9)

ix

dukungan yang diberikan selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Adikku Maria Gratsiana Oliva Beo, terima kasih atas dukungannya.

8 . Yayangku Veronika Eka Setiawati yang selama ini selalu memotivasi abang

untuk cepat menyelesaikan skripsi. Abang sering dimarahi karena suka ngeyel

waktu ngetik skripsi. Akhirnya abang dapat selesaikan skripsi ini. Terima

kasih atas kesediaan waktunya untuk abang. Tanpa yayang mustahil abang

mau menulis skripsi. I Love You. You’re in my heart.

9. Keluarga Bpk. Adreanus Ekon, B.A, terima kasih atas dukungan yang

diberikan.

10. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia angkatan ‘01’ khususnya, Andy,

Sherly, Ernest, Felix Terima kasih atas pertemanan kita selama ini.

11. Edo, Ratna, Rio, Aldo, Elis, Rinto, Chandra, Claus, Ento, Ari, Nian.Terima

kasih atas perhatian kalian semua.

Semoga kebaikan hati pihak-pihak yang disebutkan di atas menjadi awal

baik serta mendapat balasan dari Tuhan.

Meskipun penulis sudah berusaha menyusun skripsi ini sebaik -baiknya,

penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,

saran dan kritik senantiasa penulis perlukan demi perbaikan skripsi ini.

Yogyakarta, Maret 2007

(10)

x

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan

dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karangan ilmiah.

Yogyakarta, 15 Maret 2007

Penulis

(11)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR...viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... x

DAFTAR ISI... xi

BAB I . PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang Masalah... 1

2. Rumusan Masalah... 4

3. Tujuan Penelitian... 4

4. Manfaat Penelitian... 4

5. Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori... 5

5.1 Tinjauan Pustaka ... 5

5.2 Landasan Teori... 6

5.2.1 Tokoh... 6

(12)

xii

5.2.5 Psikologi Abraham Maslow ... 10

5.2.5.1 Kebutuhan Akan Rasa Aman... 11

5.2.5. 2 Kebutuhan Akan Penghargaan... 12

5.2.5.3 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri... 12

5.2.6 Tekanan Batin ... 13

6. Metode Penelitian... 14

6.1 Pendekatan... 14

6.2 Metode... 15

6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 15

6.4 Sumber Data ... 15

7. Sistematika Penyajian ... 16

BAB II. ANALISIS STRUKTUR NOVEL TOPENG JERO KETUT ... 17

2.1 Analisis Tokoh ... 17

2.1.1 Tokoh Pance... 18

2.1.2 Tokoh Nengah... 22

2.2 Analisis Latar ... 25

2.2.1 Latar Tempat... 25

2.2.1.1 Lovina ... 25

2.2.1.2 Buleleng ... 25

2.2.1.3 Bali ... 26

(13)

xiii

2.2.2.2 Siang... 27

2.2.2.3 Malam ... 27

2.2.3 Latar Sosial... 28

2.3 Analisis Alur ... 29

2.4 Rangkuman... 34

BAB III TEKANAN BATIN TOKOH PANCE DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT... 36

3.1 Analisis Kebutuhan Dasar ... 36

3.1.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Rasa Aman... 38

3.1.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Penghargaan ... 41

3.1.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri... 43

3.2 Bentuk-Bentuk Tekanan Batin Akibat Tidak Terpenuhinya Kebutuhan-Kebutuhan Dasar ... 46

3.2.1 Rasa Takut ... 47

3.2.2 Rasa Tidak Percaya Diri... 49

3.2.3 Rasa Frustrasi... 50

3.3 Rangkuman... 51

BAB IV PENUTUP ... 53

4.1 Kesimpulan... 53

4.2 Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA

(14)

1 1 . Latar Belakang Masalah

Manusia selalu berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan dan

kedamaian di dalam hidup dengan berbagai macam cara. Ada yang berhasil

dan ada juga yang tidak berhasil. Jika seseorang tidak berhasil mendapatkan

yang diinginkannya maka dia akan menjadi stres, tertekan dan putus asa.

Orang yang tabah dalam menjalani hidup kemungkinan besar dia akan

terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh tekanan batin (Daradjat, 1996 :

15).

Ketidaktentraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat

mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang, misalnya orang akan merasa

tertekan, atau merasa gelisah dan berusaha mengatasi perasaan yang tidak

enak itu dengan jalan mengungkapkannya keluar. Akan tetapi, tidak

selamanya orang mendapat kesempatan untuk itu. Orang yang menghadapi

kesukaran-kesukarannya dengan tidak wajar atau ia tidak sanggup

menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya dapat mengalami

gangguan jiwa (Daradjat, 1996 : 22).

Tekanan batin (pressure) adalah suatu perasaan yang di dalamnya

orang merasa dirinya dibebani dan seolah-olah dikejar untuk mencapai sesuatu

(15)

Novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks. cukup banyak

menyoroti permasala han tekanan batin ini. Oleh karena itu novel ini dipilih

untuk mengelaborasi dan mengungkap permasalahan tekanan batin yang

dialami oleh tokoh Pance.

Permasalahan tekanan batin banyak terlihat pada tokoh Pance dalam

novel Topeng Jero Ketut. Tekanan batin tokoh Pance berawal dari sejumlah

usahanya yang tidak berhasil seperti beternak udang yang menjadi komoditas

ekspor andalan ke Jepang. Ketika ada musibah berupa panen udangnya gagal,

maka kerugian pun harus ditanggung. Memang, berupaya sendiri seperti ini

punya resiko tinggi. Tekanan batin Pance disusul dengan gagalnya ia

memenangkan sejumlah tender sehingga ia gagal memperoleh keuntungan

seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Karena itulah dia menggunakan

Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang. Topeng ini

merupakan sarana wajib yang ha rus dipunyai untuk memenangkan sejumlah

tender. Caranya bagaimana? Pada saat keputusan mengenai pemenang tender

dibuat, dia akan menghilang dan memeriksa siapakah pemenangnya. Kalau

bukan perusahaannya, maka dia akan mengambil surat keputusan itu dan

mengubahnya. Dengan cara itu, begitu hasil tender diumumkan, nama

perusahannya akan muncul. Pada akhirnya ketika dia memakai Topeng Jero

Ketut, dia benar -benar menghilang dan berada di dimensi yang lain. Ia bisa

menembus tembok dan tak ada seorang pun yang melihatnya. Di dimensi yang

(16)

mengembalikan dirinya ke dunia yang nyata karena Topeng Jero Ketut telah

melekat di wajahnya.

Seorang yang mengalami tekanan perasaan atau tekanan batin yang

sangat berat, apalagi tidak ditemukan jalan keluarnya, akan mengakibatkan

seseorang mengalami gangguan jiwa atau bahkan penyakit jiwa. Hal ini

disebabkan seseorang tidak mampu menghadapi kesukaran-kesukaran dalam

hidupnya dengan jalan yang wajar atau ba hkan ia tidak mampu menyesuaikan

diri dengan situasi yang sedang dihadapinya (Daradjat, 1996 : 24).

Karena permasalahan tekanan batin tokoh banyak terdapat dalam novel

Topeng Jero Ketut, maka penulis tertarik untuk mengelaborasi dan

mengungkap masalah tersebut. Pendekatan yang tepat digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan ini digunakan

untuk menganalisis segi kejiwaan yang berhubungan dengan tokoh Pance.

Dalam meneliti novel Topeng Jero Ketut ini peneliti menggunakan

analisis struktural, yaitu meneliti unsur-unsur intrinsik karya sastra. Dalam

memahami karya sastra terutama novel, analisis intrinsik sangat diperlukan

sebagai langkah awal. Dalam penelitian ini unsur intrinsik yang akan dit eliti

adalah tokoh, latar, dan alur dengan alasan ketiga unsur ini sangat intensif

mengungkapkan permasalahan tekanan batin tokoh Pance. Selain itu, biasanya

para kritikus pada umumnya dalam menganalisis novel berdasarkan ketiga hal

tersebut (Wellek dan Warren via Budianta, 1995:283).

Setelah analisis struktural dilanjutkan analisis psikologis yang

(17)

Ketut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi

Abraham Maslow karena peneliti melihat adanya kesesuaian antara teori

psikologi Abraham Maslow untuk menganalisis tekanan batin tokoh Pance

dalam menghadapi permasalahan hidup.

2 . Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan dibahas

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

2.1 Bagaimanakah struktur penceritaan novel Topeng Jero Ketut karya

Sunaryono Basuki Ks?

2.2 Bagaimanakah gambaran tekanan batin tokoh Pance dalam novel

Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks?

3 . Tujuan Penelitian

3.1 Mendeskripsikan struktur penceritaan novel Topeng Jero Ketut.

3.2 Mendeskripsikan gambaran tekanan batin yang dialami tokoh Pance

dalam novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks.

4 . Manfaat Penelitian

Berdasar kan tujuan penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :

4.1 Hasil penelitian dapat memperkaya tinjauan sastra dari sudut psikologis

4.2 Dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi

sastra Indonesia khususnya novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono

(18)

5 . Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori 5.1Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan peneliti belum banyak tulisan yang mengupas

Topeng Jero Ketut. Penulis hanya menemukan tulisan berupa resensi Topeng

Jero Ketut lewat internet.

Dalam resensinya, Suarjana mengatakan Topeng Jero Ketut adalah

novel yang karakteristik dan ironis karena menonjolkan perjuangan

tokoh-tokohnya untuk memenuhi ambisinya. Ambisi yang tak terpenuhi karena

melanggar dunia realitas bahkan dunia imaginatif. Keinginan atau harapan

yang mereka hadapi ternyata sangat berbeda dengan kenyataan sehingga

membawa tokoh-tokohnya pada dunia alienasi, dunia wong samar.

Selanjutnya Suarjana mangatakan bahwa novel Topeng Jero Ketut juga

mengingatkan kita bahwa insting-insting hewani telah muncul ke permukaan dan

mengalahkan spiritualitas kita. Jadi novel tersebut mengajak kita untuk selalu

mewaspadai situasi lingkungan kita. Jangan lagi ada calon-calon pemakai Topeng

Jero Ketut tersebut (Http://www.balipost.co.id/BALIPOST CETAK / 2003 / 7 /

27 / ap3.html).

Dengan membaca novel Topeng Jero Ketut, dapat ditemukan tekanan

batin tokoh Pance ketika menghadapi permasalahan dalam hidup. Untuk

menganalisis hal tersebut maka akan digunakan teori psikologi Abraham

(19)

5.2 Landasan Teori

Dalam penelitian sastra ada dua sudut pandang yang dapat dijadikan

sebagai wahana untuk di analisis, yakni analisis intrinsik dan ekstrinsik.

Analisis intrinsik mencakup hal-hal ruang dalam karya sastra, yakni tokoh,

latar, alur, dan tema. Analisis ekstrinsik mencakup hal-hal di luar karya sastra

seperti tinjauan: sosiologis, psikologis, pendidikan, dan seterusnya (Wellek

dan Warren via Budianta , 1995:77-297).

Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang

bermakna. Struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antara

unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling

mempengaruhi yang secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh

(Nurgiyantoro, 1995:36).

Analisis psikologi yang digunakan dalam penelitian ini termasuk

analisis ekstrinsik. Analisis psikologis ini untuk mengetahui bagaimana

tekanan batin yang dialami oleh Pance. Untuk mengetahui hal itu, peneliti

menggunakan teori psikologi Abraham Maslow sebagai landasannya.

Sesuai dengan masalah di atas, maka kajian teoritis yang akan

digunakan sebagai teori dalam penelitian ini adalah tokoh, latar, alur, tekanan

batin dan psikologi sastra.

5.2.1 Tokoh

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau

kelakuan dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1988 : 16). Berdasarkan

(20)

utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan

penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang

paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai

kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam

keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak diperhitungkan dan kehadirannya hanya

jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak

langsung (Nurgiyantoro, 1995: 177)

Penganalisisan tokoh tidak dapat lepas dari watak yang dimiliki.

Watak ialah kualitas tokoh, nalar, dan jiwanya yang membedakannya dengan

tokoh lain (Sudjiman, 1991: 16). Dengan demikian kerja sama antara tokoh

yang satu dengan tokoh yang lain sangat dibutuhkan. Kerja sama itu akan

mendukung kelancaran dan keberhasilan sebuah cerita. Baik tokoh bawahan

maupun tokoh sentral, mereka sama-sama dibutuhkan dalam sebuah cerita.

5.2.2 Latar

Latar menunjuk pa da pengertian tempat, hubungan, waktu dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan

(Abrams via Nurgiyantoro, 1998 : 165). Latar berfungsi untuk

mengekspresikan perwatakan dan kemauan. Latar memiliki hubungan erat

dengan alam dan manusia (Wellek dan Warren via Sukada, 1978 : 6).

Secara terperinci latar dibedakan atas tiga bagian yaitu latar tempat,

latar waktu dan latar sosial. Latar tempat meliputi penggambaran lokasi

geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai pada rincian

(21)

“kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya tulis.

Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu, faktual,

waktu yang ada kaitannya atau dapat mengkaitkan dengan peristiwa sejarah.

Latar sosial mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan

hidup, cara berpikir dan bersikap (Nurgiyantoro, 1998 : 233).

5.2.3 Alur

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan

peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku

dalam suatu cerita (Aminuddin, 1991 : 83). Alur mengacu pada urutan suatu

peristiwa yang disajikan dalam urutan tertentu sehingga menbangun tulang

punggung suatu cerita. Peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita dapat disusun

menurut urutan waktu terjadinya, dapat juga disusun dengan memperhatikan

hubungan kausalnya atau hubungan sebab akibat. Urutan kronologis suatu

peristiwa dapat disela dengan peristiwa sebelumnya yang ditampilkan dalam

suatu dialog dalam bentuk mimpi, sebagai lamunan tokoh yang menyusuri

kembali jalan hidupnya atau kenangan masa lalunya (Sudjiman, 1988: 29-33).

Alur dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu kronologis dan

tidak kronologis. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut.

Alur kronologis disebut juga alur lurus atau alur maju, yaitu struktur

penceritaan yang peristiwanya disusun secara kronologis;

peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa-peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau

(22)

pemunculan konflik), tengah (konflik menungkat, klimaks), dan akhir

(penyelesaian).

Alur tidak kronologis disebut sebagai alur sorot balik (flash back) atau

alur mundur, yaitu urutan kejadian tidak tersusun atau dimulai dari tahap

awal, melainkan disusun dari akhir atau tengah cerita, baru kemudian ke tahap

awal cerita. Peristiwa-peristiwa cerita yang disajikan disela dengan peristiwa

yang terjadi sebelumnya. Alur sorot balik ditampilkan dalam dialog, dalam

mimpi atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri jalan hidupnya, atau yang

teringat kembali kepada peristiwa masa yang lalu (Sudjiman, 1998: 33)

Alur bukan hanya menitikberatkan pada peristiwa tertentu, tetapi juga

bagaimana seorang pengarang mampu mengurutkan peristiwa-peristiwa yang

ada dalam sebuah novel. Oleh karena itu alur yang baik dalam sebuah novel

akan menjadi daya tarik bagi pembacanya.

5.2.4 Psikologi Sastra

Teori yang akan digunakan sebagai landasan untuk menganalisis novel

Topeng Jero Ketut adalah psikologis sastra. Menurut Awang dalam Sahlan

(1985 : 27) psikologis dan sastra memiliki banyak persamaan. Keduanya

mempunyai fungsi dan cara yang sama dalam pelaksanaan tugas untuk

memahami perihal manusia dan kehidupannya. Dalam pelaksanaan fungsinya,

keduanya menggunakan tinjauan yang sama, yaitu menjadikan pengalaman

manusia sebagai bahan utama untuk penulisan atau penelitian.

Kajian sastra tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dengan ciri

(23)

persoalan pikiran, bertindak atau bergerak dalam sebuah karya sastra itu

tercipta, karya sastra ditanggapi oleh pengarang dan karya sastra yang akan

dibaca oleh peminatnya. Sastra juga tidak dapat lahir sendiri dalam ruangan

yang terpisah dengan unsur lain. Sastra merupakan satu penghasilan dari suatu

proses mental yang kompleks dan kemudian dikemukakan kepada pembaca

dengan cara yang demikian pula. Dari uraian di atas dapat diperjelas bahwa

sastra dan psikologi mempunyai hubungan yang erat. Keduanya saling

melengkapi, yang satu memerlukan yang lain. Karena itu kritik sastra sebagai

kegiatan untuk memahami dan menilai karya sastra secara mendalam dan

mantap tidak lepas dari psikologi.

5.2.5 Psikologi Abraham Maslow

Teori Maslow mendasarkan diri pada pandangan bahwa seseorang itu

pada hakikatnya baik dan bebas. Kekuatan jahat dan merusak yang ada pada

manusia merupakan hasil dari lingkungan yang buruk, bukan merupakan

bawaan (Maslow via Koeswara, 1989:224). Studi objektif tentang tingkah

laku manusia belumlah cukup untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh

maka segi-segi subjektifnya pun perlu dipertimbangkan termasuk perasaan,

keinginan, harapan, dan aspirasi-aspirasi seseorang (Maslow via Goble,

1987:41).

Maslow berbeda dengan kebanyakan psikolog maupun psikiater dalam

memberikan peran terhadap penyakit mental. Andaikata kesehatan mental

dapat dirumuskan dan merupakan ciri seluruh bangsa manusia, maka penyakit

(24)

seba gai kegagalan mencapai kesehatan mental. Jadi, penyakit mental

merupakan penyakit defisiensi, ketidakmampuan individu mengenali serta

memuaskan kebutuhan-kebutuhannya (Maslow via Goble, 1987:123).

Konsep fundamental Maslow adalah manusia dimotivasikan oleh

sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak

berubah dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Kebutuhan-kebutuhan

ini juga bersifat psikologis, bukan hanya fisiologis. Kebutuhan-kebutuhan itu

inti dari kodrat manusia, hanya saja mereka itu lemah, mudah diselewengkan

dan dikuasai oleh proses belajar, kebisaan atau tradisi yang keliru (Maslow via

Goble,1987:70).

Menurut Maslow, kebutuhan dasar manusia tersusun dalam lima

tingkatan yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutukan

akan rasa memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, kebutuhan akan

penghargaan, kebutuhan akan aktuali diri. Berkaitan dengan tujuan penelitian

ini, kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yang akan diuraikan hanya

kebutuhan yang berkaitan dengan ketertekanan batin tokoh Pance. Adapun

kebutuhan-kebutuhan itu adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan

penghargaan serta kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti berikut ini:

5.2.5.1 Kebutuhan Akan Rasa Aman

Kebutuhan akan rasa aman biasanya terpuaskan pada orang-orang

dewasa yang normal dan sehat, maka cara terbaik untuk memahaminya ialah

dengan mengamati anak-anak atau orang-orang dewasa yang mengalami

(25)

Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan

dan stabilitas secara berlebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-hal

yang bersifat asing dan tidak diharapkannya. Orang sehat juga menginginkan

keteraturan dan stabilitas, namun kebutuhan itu tidak sampai menjadi hidup

atau mati seperti pada orang neurotik (Maslow via Goble, 1987: 73).

Kebutuhan akan rasa aman dan terlindungi tentu dibutuhkan oleh

semua orang. Dengan terpenuhinya kebutuhan itu maka manusia dapat hidup

tenteram. Manusia akan berkembang bila ia hidup aman dan jauh dari tekanan

orang lain.

5.2.5.2Kebutuhan Akan Penghargaan

Menurut Maslow setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan

akan penghargaan yakni, harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga

diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetisi, penguasaan,

kecukupan, ketidaktergantungan dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain

meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik

serta penghargaan (Maslow via Goble, 1987: 76). Penghargaan dari orang lain

sangat berarti dalam kehidupan manusia. Dengan penghargaan itu manusia

merasa berarti dan diakui keberadaannya serta kemampuannya. Adanya

penghargaan membuat manusia lebih percaya diri menghadapi hidup.

5.2.5.3 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri

Setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya.

Pemapran tentang kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan,

(26)

aktualisasi diri. Maslow juga melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk

makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri. Menurut Maslow

kebutuhan akan aktualisasi diri biasanya muncul sesudah kebutuhan akan

cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai (Maslow via Goble,

1987: 77).

Bila manusia dapat tumbuh sesuai keinginan da n cita -cita hidupnya

maka hasrat untuk terus maju pun semakin besar. Dengan demikian apa yang

dicita-citakan dapat terwujud dengan baik. Dari situ manusia bisa tumbuh dan

berkembang sehingga ia mampu mengaktualisasikan dirinya dengan cara yang

positif.

5 .2.6 Tekanan Batin

Semua manusia mendambakan kebahagiaan, ketenangan, dan

kedamaian dalam hidupnya. Dengan berbagai cara manusia berusaha untuk

mendapatkan keinginannya. Namun, tidak sedikit orang yang gagal

mendapatkan keinginannya itu. Kegagalan yang dia lami oleh seseorang

seringkali mengakibatkan putus asa. Bahkan, bila rasa putus asa itu sangat

berat, maka bisa saja seseorang itu tertekan batinnya.

Tekanan batin adalah suatu perasaan yang di dalamnya orang merasa

dirinya dibebani dan seolah-olah dikejar-kejar untuk mencapai sesuatu atau

berperilaku tertentu (Winkel, 1997: 207).

Kesehatan mental sangat ditentukan oleh ketenangan dan kebahagiaan

batin (Daradjat, 1996: 16). Berhasil tidaknya seseorang mendapatkan

(27)

siap tidaknya seseorang menghadapi permasalahan-permasalahan yang

dihadapinya. Semakin seseorang itu siap dan tabah menghadapi kenyataan

hidup dan segala permasalahannya, maka semakin besar pula kemungkinan

seseorang untuk meraih impian-impian dalam hidupnya. Frustasi (tekanan

perasaan) ialah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya

hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya atau menyangka

bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya (Dara djat,

1996: 24).

Jika seseorang mengalami tekanan batin yang sangat berat sehingga

dia tidak dapat menemukan jalan keluarnya, maka seseorang itu akan

menderita penyakit jiwa (phychose) (Daradjat, 1996: 58).

Kesehatan mental sangat menentukan tanggapan seseorang terhadap

suatu persoalan, dan kemampuannya menyesuaikan diri. Kesehatan mental

pulalah yang menentukan apakah orang akan mempunyai kegairahan untuk

hidup, atau akan pasif dan tidak bersemangat (Daradjat, 1996: 16).

6. Metode Penelitian 6.1 Pendekatan

Pendekatan psikologi sastra merupakan pendekatan yang akan

digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan psikologi sastra artinya

pendekatan dari sudut psikologi dan sudut sastra. Pendekatan psikologi sastra

(28)

merupakan dua wajah satu hati dan sama -sama menyentuh manusia dalam

persoalan yang diungkapkannya (Sukada, 1987: 102).

Pendekatan dari sudut psikologi merupakan penelaahan sastra yang

menekankan pada segi-segi psikolog i yang terdapat dalam suatu karya sastra.

Karena psikologi mempelajari proses-proses kejiwaan maka psikologi dapat

diikutsertakan dalam studi sastra. Hal ini disebabkan jiwa merupakan sumber

ilmu pengetahuan dan kesenian (Sukada, 1987 : 104).

Dari sudut sastra, pendekatan struktural akan digunakan untuk

menganalisis tokoh, latar dan alur dalam novel Topeng Jero Ketut.

6.2 Metode

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini maka

metode yang akan dipakai adalah metode deskripsi. Metode deskripsi adalah

cara pemaparan atau penggambaran kata-kata secara jelas dan terinci

(Moeliono, 1990 : 30). Metode ini digunakan untuk melaporkan yang telah

dilakukan dalam suatu analisis dalam penelitian ini.

6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat.

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data yang konkret yang terdapat

dalam novel dan buku-buku yang berkaitan dengan novel tersebut.

6.4Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah :

Judul : Topeng Jero Ketut

(29)

Penerbit : Yayasan Indonesia Tera

Tahun : 2001

Tebal Buku : 189 halaman

7. Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab satu berisi Pendahuluan, be risi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,

metodologi penelitian dan sistematika penyajian. Bab dua berisi analisis

struktur novel, meliputi tokoh, latar dan alur. Bab tiga berisi analisis tekanan

batin yang dialami tokoh Pance. Bab empat penutup, berisi kesimpulan, dan

(30)

17

NOVEL TOPENG JERO KETUT

Dalam bab ini, akan dianalisis tiga unsur struktural yaitu tokoh, latar, dan

alur yang penting berkaitan dengan tekanan batin yang dialami tokoh Pance.

Unsur struktural yang meliputi tokoh, latar, dan alur ini sangat membantu peneliti

dalam memberikan data yang konkret mengenai novel Topeng Jero Ketut.

Dalam novel Topeng Jero Ketut terdapat suatu kasus kepribadian menarik

yang dialami oleh tokoh Pance. Tokoh Pance mengalami tekanan batin karena

kegagalan ia dalam memenangkan keputusan-keputusan tender. Oleh karena itu,

Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang merupakan cara

terbaik untuk mengubah keputusan-keputusan tender sehingga perusahaannya

dapat memenangkannya.

Untuk menemukan jawaban atas permasalahan di atas, maka akan

dianalisis terlebih dahulu siapa tokoh utama yang mengalami tekan batin tersebut?

Karena itu, analisis akan diawali dengan analisis tokoh, kemudian diikuti analisis

latar, dan alur.

2.1 AnalisisTokoh

Tokoh adalah rekaan pengarang, oleh sebab itu hanya pengarang yang

(31)

terjadi tanpa adanya tokoh. Keberadaan tokoh ini cenderung menjadi pusat

perhatian dalam setiap penganalisisan karya sastra.

Tokoh-tokoh yang ada dalam novel Topeng Jero Ketut adalah Pance,

Bobby, Tomy, Edy, Wayan Jegog, dan Nengah, Namun demikian, tokoh yang

dianalisis dibatasi pada tokoh Pance dan tokoh Nengah untuk mempersempit

masalah penelitian. Kedua tokoh ini dipilih untuk diambil karena kedua-duanya

merupakan tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel ini.

2.1.1. Tokoh Pance

Pance Sutawalegawa adalah seorang pengusaha muda. Hal ini terlihat

dalam kutipan berikut:

(1) Lain lagi apa yang dilakoni oleh Pance Sutawalegawa, seorang pengusaha muda yang juga putra seorang pengusaha tapi mantan pegawai negeri (hlm. 20).

Dengan bantuan seorang pemandu wisata amatir, Pance pun langsung

menghubungi sejumlah dukun yang membuka praktek di daerah Denpasar dan

sekitarnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(2) Lelaki berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu langsung menghubungi sejumlah dukun yang membuka praktek di Denpasar dan daerah sekitarnya. Seorang pemandu wisata amatir langsung menunjukkan alamat para dukun atau balian ini (hlm.20).

Pance bertemu dengan seorang Jero Balian untuk meminta petunjuk

mengenai keberadaan Topeng Jero Ketut dan juga mobil mercynya yang hilang.

Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(32)

muncul ke permukaan. Tetapi, soal yang kedua, itu memang nasib. Mercynya memang belum mau ikut Bapak berlama-lama (hlm.23).

Sebagai pengusaha muda yang kreatif, Pance merasa tidak puas dengan

apa yang dia miliki. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(4) Sebagai pengusaha muda yang kreatif, Pance merasa bahwa hal itu belum cukup. Keceh duwit saja tidak cukup. Seorang pengusaha sukses bukan hanya berbasah-basah dengan uang sebatas kaki, atau mandi uang, tetapi benar-benar berenang di dalam lautan uang (hlm.71).

Pance berkeinginan untuk mendapatkan Topeng Jero Ketut agar

memenangkan sejumlah tender. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(5) Karena itulah Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang, akan merupakan sarana wajib yang harus dipunyai untuk memenangkan sejumlah tender (hlm.72).

Pance merupakan orang yang mandiri. Hal ini terlihat dalam kutipan

berikut:

(6) Jadi, Pance sadar-sesadar sadarnya bahwa dia harus berdiri di atas kakinya sendiri (tidak dapat dibayangkan bagaimana dia bisa berdiri di atas kaki orang lain) (hlm.71).

Pance tidak ingin ada orang yang menyainginya dalam memenangkan

sejumlah tender. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(7) Pada saat keputusan mengenai pemenang tender dibuat, dia akan menghilang dan memeriksa siapakah pemenangnya. Kalau bukan perusahaannya, maka dia akan mengambil surat itu dan mengubahnya. Dengan cara itu, begitu hasil tender diumumkan, nama perusahaannya akan muncul (hlm.72).

Dalam perburuannya mencari Topeng Jero Ketut, Pance selalu waspada

agar tidak seorang pun mengetahui siapa dirinya. Hal ini terlihat dalam kutipan

(33)

(8) “Orang ini terlalu banyak bertanya. Aku harus berhati-hati (hlm.103).

Di Lovina tempat tinggal Pance, ada seseorang yang menawari sebuah

topeng kepada Pance. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(9) Lelaki yang menawarkan topeng pada Bobby akhirnya menemui Pance ketika tahu dari teman-temannya bahwa topeng itu dicari orang lain (hlm 103-104).

Pance tidak begitu saja percaya terhadap orang yang menawari topeng

padanya. Topeng itu harus dicoba apakah asli atau tidak. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut:

(10) “Kenapa harus dicoba?”

“ Supaya tahu apakah topeng ini asli atau tidak.” (hlm. 104)

Pance tidak ingin orang tahu bahwa yang dicarinya adalah Topeng Jero

Ketut yang dapat membuatnya menghilang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(11) “Topeng…..” Pance juga hampir terpeleset untuk mengatakan bahwa topeng yang dia cari ialah topeng yang bisa membuatnya menghilang (hlm.106).

Merasa tidak nyaman di Lovina, Pance memutuskan pulang ke Denpasar

bersama Nengah Radio, pemandunya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(12) ”Ya, kami mau pulang ke Denpasar,”jawab Pance. Mereka berpindah ke hotel ‘Palma’ yang halaman depannya bisa menampung parkir puluhan mobil dan bus wisata (hlm.107).

Pance harus kembali ke Jakarta karena ayahnya meninggal. Dia berpesan

kepada Nengah untuk membawa topeng ke Jakarta. Hal ini terlihat dalam kutipan

berikut:

(13) ”Nah, kalau semua sudah beres, bawa topengnya ke Jakarta. Sekarang kamu yang ke Sanggalangit, aku harus ke Jakarta.

“Tapi, kenapa?”

(34)

Waktu berganti waktu Pance lupa mengenai perburuan topengnya. Hal ini

disebabkan dia harus mengambil keputusan-keputusan penting untuk

menyelamatkan perusahaannya dari ancaman kebangkrutan. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut:

(14) Walaupun Pance sangat memerlukan topeng itu, dia pun lupa mengenai perburuannya, sebab sehari-hari dia harus mengambil keputusan-keputusan penting untuk menyelamatkan perusahaannya dari ancaman kebangkrutan (hlm.135).

Setelah berpisah sekian lama akhirnya Nengah menemui Pance di ruang

kerjanya untuk menyerahkan pesanan topeng kepada Pance. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut:

(15) ”Sudah, sudah. Ini barangnya,” jawab Nengah sambil menyerahkan topeng yang dibungkus kotak kardus (hlm.137).

Ada keajaiban yang terjadi ketika Pance mengenakan Topeng Jero Ketut

kewajahnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(16) ”Jadi , aku benar-benar sudah bisa menghilang,” (hlm.139).

Pance merasa senang bahwa dirinya bisa menghilang. Lalu dia mencoba

keampuhan topeng itu untuk menemukan surat-surat keputusan mengenai tender.

Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(17) Setelah Pance benar-benar yakin bahwa dia bisa menghilang, segera dia ingin mencoba keampuhan topeng itu. Sekarang juga dia akan menuju kantor Departemen Pekerjaan Umum. Di sana, dia berharap dapat menemukan surat- surat keputusan mengenai tender (hlm.143).

Namun, apa yang terjadi? Keampuhan topeng tersebut ternyata membawa

Pance ke dimensi yang lain sehingga dia tidak bisa kembali ke dimensi manusia.

(35)

(18) Ternyata, Pance salah duga. Tidak mudah baginya untuk berganti dimensi semaunya (hlm.145).

Pance tidak mampu berbuat apa-apa. Kini dirinya merasa pasrah. Dia

tidak bisa lagi berhubungan dengan manusia. Dia menyesali semua itu karena

telah menggunakan Topeng Jero Ketut tanpa menanyakan kepada Nengah

bagaimana cara melepaskan Topeng Jero Ketut dari wajahnya sehingga dia bisa

berhubungan lagi dengan manusia. Hal ini terlihat dalam kutipan (19) dan (20):

(19) “Gila. Kenapa aku tidak menanyakan cara melepas topeng ini? Apa topeng ini bisa lepas dari wajahku?” (hlm.145).

(20) Bisakah aku kembali lagi ke duniaku? (hlm.146).

Dari uraian-uraian di atas terlihat bahwa tokoh Pance adalah seorang

pemburu topeng. Dia berprofesi sebagai pengusaha muda. Tokoh Pance datang ke

Denpasar untuk mencari tahu keberadaan Topeng Jero Ketut yang konon dapat

membuat seseorang menghilang. Hal ini dilakukannya agar bisa mengubah hasil

tender yang sudah diputuskan agar perusahaannya memenangkan tender tersebut.

Namun malang bagi Pance Topeng Jero Ketut yang dikenakan diwajahnya

membawanya ke dimensi yang lain. Pance tidak bisa kembali ke dimensi manusia.

Hal ini menyebabkan penyesalan bagi Pance.

2.1.2 Tokoh Nengah

Nengah berprofesi sebagai seorang pemandu wisata amatir. Hal ini

diungkapkan pengarang pada kutipan berikut ini:

(36)

Nengah memiliki sifat jujur. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(22) ”Sumpah, saya tak pernah bicara dengan wartawan. Mana mungkin saya punya kenalan wartawan? (hlm.47).

Nengah memiliki keingintahuan yang besar mengenai maksud dan tujuan

Pance mencari Topeng Jero Ketut. Hal ini terlihat dalam kutipan (23) dan (24)

berikut ini:

(23) ”Tapi, buat apa sih topeng ini?” Tanya Nengah (hlm.102).

(24) ”Oh, saya kira buat Bapak sendiri (hlm.103).

Nengah merasa bosan di hotel. Namun dipikirkannya mengenai hadiah

yang akan diterimanya dari Pance diperanginya rasa bosan itu. Hal ini terlihat

dalam kutipan berikut:

(25) Nengah merasa bosan. Dia ingin pulang ke Denpasar tapi ketika dipikirkannya mengenai hadiah yang akan diterimanya, diperanginya rasa bosan itu dengan menonton tv atau ngobrol dengan karyawan yang sedang menganggur (hlm.108).

Saat ngobrol dengan satpam, Nengah mengetahui bahwa keberadaan

Topeng Jero Ketut ada di desa Sanggalangit. Nengah langsung memberitahukan

hal ini pada Pance. Hal ini terlihat dalam kutipan (26) dan (27) berikut ini:

(26) ”Jadi, topeng itu ada di Sanggalangit? Nama desanya saja aneh. Menyangga langit.” (hlm.111).

(27) ”Topeng itu sekarang sudah muncul.” “Lho, apa kamu yakin?”

“saya kira begitu. Satpam yang jaga malam ini bercerita bahwa topeng itu sekarang sudah ada.” (hlm.115).

Mengetahui keberadaan Topeng Jero Ketut di desa Sanggalangit, Nengah

tak bisa tidur. Dia membayangkan hadiah yang akan diterimanya. Hal ini terlihat

(37)

(28) Baik Nengah maupun Pance, di kamar mereka masing-masing, tak mampu segera tidur. Nengah membayangkan mengenai hadiah yang akan diterimanya (hlm.118).

Nengah merasa kikuk saat memasuki kantor Pance. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut:

(29) Sejak di pintu depan dia sudah merasa kikuk memasuki gedung sebesar kantor perusahaan milik Pance (hlm.137).

Saat berada di ruangan Pance, Nengah langsung menyerahkan topeng yang

dibungkus kotak kardus. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(30) ”Sudah, sudah. Ini barangnya,”jawab Nengah sambil menyerahkan topeng yang dibungkus kotak kardus (hlm.137).

Nengah merasa bingung saat Pance hilang dalam ruangannya. Hal ini

terlihat dalam kutipan berikut:

(31) ”Lho. Bapak sembunnyi di mana?” Tanya Nengah ketika Pance benar-benar hilang dari pandangannya (hlm.139).

Nengah dituduh maling oleh para karyawan saat mengetahui bos mereka

hilang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(32) ”Saya bukan maling. Saya bukan maling.” (hlm.142).

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Nengah

adalah gambaran seorang tokoh yang ingin membantu Pance dalam mendapatkan

Topeng Jero Ketut. Hal ini dilakukannya agar dia memperoleh hadiah yang akan

diterimanya dari Pance. Tokoh Pance mula-mula ragu terhadap Nengah yang

berusaha untuk mengetahui maksud dan tujuan kedatangannya ke Denpasar dalam

usaha mencari tahu keberadaan Topeng Jero Ketut. Tetapi karena kejujuran

Nengah maka dia percaya bahwa Nengah akan membantunya untuk mendapatkan

(38)

2.2 Analisis Latar

Latar adalah segala keterangan yang berkaitan dengan terjadinya suatu

peristiwa. Latar dapat dibedakan menjadi 3 yaitu latar tempat, latar waktu, dan

latar sosial. Berikut ini akan diuraikan hasil analisis latar.

2.2.1 Latar Tempat

Latar tempat yang ada dalam novel Topeng jero Ketut antara lain Lovina,

Buleleng, Bali, Jakarta.

2.2.1.1 Lovina

Lovina merupakan tempat wisata yang ada di Buleleng. Di tempat inilah

Pance bertemu dengan jero balian untuk meminta petunjuk mengenai keberadaan

Topeng jero Ketut.

(33) Biayanya murah. Paling cuma sepuluh ribu. Langsung diantar ke Lovina (hlm.17).

2.2.1.2 Buleleng

Buleleng merupakan sebuah daerah yang ada di Bali Utara. Di daerah

inilah Pance bertemu dengan Nengah, pemandu amatirnya untuk membantu

mencari tahu keberadaan Topeng Jero Ketut.

(34) ”Dia pergi ke Buleleng buat mengejar topeng itu.” “ke Buleleng? Di mana?”

“Di Bali Utara.”

(39)

2.2.1.3 Bali

Bali merupakan daerah wisata. Konon di daerah inilah adannya

keberadaan Topeng Jero Ketut. Maka Pance datang ke Bali untuk berburu Topeng

Jero Ketut.

(35) Karena nama ‘Jero Ketut’ berasal dari Bali, maka pulau Bali mereka serbu beramai-ramai untuk mengungkapkan misteri Topeng Jero Ketut ini (hlm.1) .

Selama keberadaannya di Bali, Pance sering pindah-pindah hotel. Ini

dilakukannya agar keberadaannya di Bali tidak diketahui.

(36) ”Ya, kami mau pulang ke Denpasar,”Jawab Pance. Mereka berpindah ke hotel ‘Palma’ yang halaman depannya bisa menampung parkir puluhan mobil dan bus wisata. Pance sengaja tidak keluar dari kawasan hotel pada pagi hari (hlm.107).

2.2.1.4 Jakarta

Jakarta merupakan tempat Pance bekerja. Nengah bertemu dengan Pance

di Jakarta untuk membawa pesanan Topeng Jero Ketut sesuai permintaan Pance.

(37) ”Ayo duduk saja. Selamat datang di Jakarta,” sambut Pance (hlm.137).

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat simpulkan bahwa latar tempat

menunjuk pada lokasi atau tempat terjadinya cerita. Latar tempat dalam novel

Topeng Jero Ketut menunjukkan keadaan tempat cerita itu berlangsung dan apa

yang dilakukan oleh tokoh-tokoh se lama berada di tempat itu.

2.2.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya

(40)

Jero Ketut digambarkan secara jelas oleh pengarang. Penggambaran waktu

disebutkan sebagai berikut:

2.2.2.1 Pagi

(38) Pance sengaja tidak keluar dari kawasan hotel pada pagi hari. Nengah yang masih disewakan kamar tersendiri diberi tahu agar berhati-hati (hlm.107).

(39) “Sudah check out?” Tanya Gudur kepada petugas penginapan. “Ya, pagi-pagi tadi” (hlm.85).

(40) Masih jam enam pagi, ketika bayang-bayang sinar baru kelihatan di langit, Nengah sudah bersiap. Kalaupun kurang tidur, Nengah tidak mengantuk atau lesu. Badannya terasa segar sehabis mandi air hangat dari pancuran di kamar mandinya (hlm.119).

2.2.2.2 Siang

(41) Pada suatu siang, di bulan entah kapan, ketika cuaca cerah, matahari bersinar dengan lembut di lapangan golf yang berumput lembut pula, terbetik berita yang bermula dari bisik-bisik seseorang (hlm. 54).

2.2.2.3 Malam

(42) Di penginapan-penginapan kecil itu mereka berbaur dengan rakyat kecil, makan di warung pinggir jalan, dan ikut minum tuak atau sedikit arak di malam hari (hlm.6).

(43) “Ceritanya begini. Hari sudah menjelang malam, dan pedagang sate yang biasa mangkal di areal pedagang di luar pulau pulaki itu ingin mandi, makanya dia turun ke laut (hlm.10).

(44) “Ada acara apa di sini?”Tanya seorang anggota satpam ketika menemani Nengah duduk di kursi di tepi kolam pada malam hari (hlm.108).

Dari penjelasan latar waktu yang digambarkan dalam novel Topeng Jero

Ketut maka dapat disimpulkan bahwa penggambaran waktu meliputi pagi hari

(41)

Dari beberapa latar waktu yang tergambar dalam novel Topeng Jero Ketut

ada satu latar yang mendominasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar waktu

tersebut adalah pada saat malam hari. Permasalahan yang dialami tokoh Pance

berawal di malam hari yang menjadi penyebab munculnya tekanan batin pada diri

Pance.

2.2.3 Latar Sosial

Latar sosial menunjuk pada kebiasaan hidup masyarakat di suatu tempat

yang diceritakan. Cerita di dalam novel Topeng Jero Ketut menunjuk kebiasaan

hidup masyarakat tersebut. Berikut kutipannya:

(45) “Bapak jangan main -main di Lovina sini. Bapak cari topeng, dan saya sudah bersusah payah mencarikannya, tapi dengan gampang topeng itu Bapak katakan tidak cocok. Kalau memang tidak punya duit jangan pura-pura begitu. Sok kaya raya. Masak orang kaya tidur di penginapan buuk. Penginapan jelek.” (hlm. 106).

Masyarakat yang digambarkan dalam novel ini adalah masyarakat

menengah kelas atas. Berikut kutipannya :

(46) “ Harganya berapa?” Tanya Pance.

“Tiga juta. Ini barang pusaka, bukan topeng sembarangan.”jawabnya. “Tidak mahal,” sambut Pance dengan tenang. Lelaki ceking itu heran mendengar reaksi Pance (hlm. 104).

(47) Pance melepaskan pegangannya lalu mengeluarkan dompetnya. Dari sana dia mengambil dua lembar uang bergambar Pak Harto dengan memberikannya pada lelaki ceking itu.

(42)

Sebagai kota metropolitan, Jakarta merupakan pusat segala aktivitas

perekonomian. Banyak kesibukan yang mewarnai kehidupan kota metropolitan

ini. Berikut kutipannya:

(48) DAN RODA KEHIDUPAN pun menggelinding seperti sedia kala. Bisnis terus berkembang, keuntungan terus ditumpuk. Pance tetap tersendat dengan sejumlah bisnisnya (hlm. 135).

(49) “Ayo, duduk saja. Selamat dating di Jakarta,” sambut Pance. Nengah masih menebar pandangannya ke dinding kantor yang penuh lukisan (hlm. 137).

Dari analisis latar di atas, dapat disimpulkan bahwa latar sosial yang ada

dalam novel Topeng Jero Ketut menggambarkan relasi antara masyarakat

menengah ke bawah dan masyarakat menengah ke atas seperti terlihat dalam

kutipan no. (45). Latar sosial juga dapat dilihat dari masyarakat menegah ke atas

seperti terlihat dalam kutipan no. (46-47). Latar sosial juga menggambarkan

Jakarta sebagai kota metropolitan sebagai pusat segala aktivitas perekonomian

yang penuh dengan berbagai kesibukan oleh masyarakatnya seperti terlihat dalam

kutipan no. (48-49)

2.3 Analisis Alur

Alur atau plot merupakan unsur yang penting dalam sebuah cerita.

Berbagai peristiwa disajikan oleh pengarang dengan urutan tertentu.

Peristiwa-peristiwa yang diurutkan itu kemudian membangun tulang punggung sebuah

cerita.

Novel Topeng Jero Ketut memiliki alur campuran, yaitu alur lurus dan alur

(43)

adalah alur sorot balik. Alur sorot balik ini digunakan pengarang untuk

menceritakan peristiwa-peristiwa atau untuk mengenang kejadian di masa lalu.

Novel Topeng Jero Ketut ini terdiri dari enam bagian. Bagian pertama novel

Topeng Jero Ketut ini menceritakan para pemburu topeng yang mencari informasi

mengenai keberadaan Topeng Jero Ketut. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(50) “Topeng Jero Ketut? Apa, ya? Kalau Jero Ketut sih banyak di rumah saya. Maklum istri saya juga percaya bahwa kita tak boleh membunuh Jero Ketut. Nanti bisa celaka (hlm.6).

(51) “Tapi, kalau Bapak memang serius, saya bisa usahakan. Semua bisa diatur. Bapak tak usah berkeliling Bali mengurus soal sepele begini. Masak cari Topeng Jero Ketut saja harus terjun langsung ke lapangan. Kan lebih murah kalau diborongkan. Bapak tinggal goyang kaki di penginapan.” (hlm.10).

Sorot balik pada bagian dua ini menceritakan pengenalan para pelakunya

yang berburu Topeng Jero Ketut. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(52) Mengenai para pemburu topeng, memang, yang banyak itu baru diwakili oleh satu orang, yang berbicara dengan lelaki peminum arak yang napasnya bau arak. Pemburu topeng yang satu ini bernama Tommy, sedangkan yang lain ada yang bernama Pance, lalu Bobby, lalu Edy (hlm.14).

Kutipan ini menunjukkan tokoh Pance yang mencari informasi mengenai

keberadaan Topeng Jero Ketut. Pance bertemu dengan seorang Jero Balian yang

ditemani oleh pemandu amatirnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(53) “Ada masalah apa, Bapak dari Jakarta?” Tanya Jero Balian tanpa menanyakan asal-usulnya.” Sayang sekali, Bapak. Soal yang utama itu kelihatannya gelap. Mungkin masih tidak pernah ada, atau belum muncul ke permukaan (hlm.23).

(44)

Bagian ketiga novel Topeng Jero ketut menceritakan keinginan Pance

dalam mendapatkan Topeng Jero Ketut. Hal ini tidak terlepas dari masalah yang

dihadapinya sehingga jalan satu-satunya adalah berusaha mendapatkan Topeng

Jero Ketut yang konon dapat membuat seseorang menghilang. Hal ini terdapat

dalam kutipan berikut:

(55) Ada sejumlah usahanya yang lain yang tidak seberhasil bisnisnya di bidang minyak. Dia ikut beternak udang yang menjadi komoditi ekspor andalan ke Jepang. Ketika ada musibah berupa panen udangnya gagal, maka kerugian pun harus ditanggung (hlm.71).

(56) Di dalam banyak tender, Pance tidak mampu melicinkan peluangnya, sehingga gagal memperoleh keuntungan seperti yang dia bayangkan sebelumnya (hlm.71-72).

(57) Karena itulah Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang, akan merupakan sarana wajib yang harus dipunyainya untuk memenangkan sejumlah tender. Caranya bagaimana? Pada saat keputusan mengenai pemenang tender dibuat, dia akan menghilang dan memeriksa siapakah pemenangnya. Kalau bukan perusahaannya, maka dia akan mengambil surat keputusan itu dan mengubahnya. Dengan cara itu, begitu hasil tender diumumkan, nama perusahaannya akan muncul (hlm.72).

Bagian keempat menceritakan kembali usaha Pance dengan perburuan

Topeng Jero Ketut. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut yang diceritakan secara

sorot balik:

(58) “Kalau berhasil mendapatkan topeng itu, kamu pasti mendapat hadiah besar,”kata Pance.

“Tapi, buat apa sih topeng ini,?” Tanya Nengah.

(45)

Kutipan ini menunjukkan seseorang yang menawarkan sebuah topeng

pada Pance. Akan tetapi, setelah dicoba topeng tersebut Pance tidak bisa

menghilang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(59)Lelaki yang menawarkan topeng pada Bobby akhirnya menemui Pance ketika tahu dari teman-temannya bahwa topeng itu dicari orang lain (hlm.103-104).

(60)“Berikan padaku biar kucoba,” pinta Pance (hlm.105).

(61)“Topeng…..” Pance juga hampir terpeleset untuk mengatakan bahwa topeng yang dia cari ialah topeng yang bisa membuatnya menghilang (hlm.106).

Kutipan ini menunjukkan informasi yang diperoleh Pance dari Nengah,

pemandu amatirnya ketika mengetahui keberadaan Topeng Jero Ketut. Hal ini

terlihat dalam kutipan berikut:

(62)“Topeng itu sekarang sudah muncul.” “Lho, apa kamu yakin?”

“Saya kira begitu. Satpam yang jaga malam ini bercerita bahwa topeng itu sekarang sudah ada.” (hlm.115).

(63)Baik Nengah maupun Pance, di kamar mereka masing-masing, tak mampu segera tidur. Nengah membayangkan mengenai hadiah yang akan diterimanya, dan Pance membayangkan tentang topeng yang akan membuatnya mampu menghilang, mengubah keputusan tender besar, akan memberinya keleluasaan untuk bergerak kesana-kemari (hlm.118).

Bagian kelima menceritakan kedatangan Nengah ke Jakarta untuk bertemu

Pance dengan maksud menyerahkan Topeng Jero Ketut pada Pance. Hal ini

terlihat dalam kutipan berikut:

(64) “Ada yang mencari Bapak dari Bali. Katanya penting.” “Siapa?”

(46)

(65) “Oh, semua ada di sini. Jadi, kamu sudah mendapatkan topeng asli itu?”

“Sudah, sudah. Ini barangnya,” jawab Nengah sambil menyerahkan topeng yang dibungkus kotak kardus? (hlm.137)

Bagian akhir menceritakan nasib Pance setelah memakai Topeng Jero

Ketut tersebut. Dia terbawa ke dimensi lain. Hal ini menyebabkan penyesalan bagi

Pance. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(66) Lalu, dengan cara yang dramatis Pance berdiri tegak, mengangkat topeng itu setinggi-tingginya , lalu dengan mengucap ‘Sim salabim’ mendekatkan topeng itu ke wajahnya. Terlihat asap tipis keluar dari topeng itu dan bergerak berputar-putar mengitari tubuh Pance, dan sesaat kemudian, lelaki itu hilang dari penglihatan (hlm.139).

(67) Setelah Pance benar-benar yakin bahwa dia bisa menghilang, segera dia ingin mencoba keampuhan topeng itu. Sekarang juga dia akan menuju kantor departemen Pekerjaan Umum. Di sana, dia berharap dapat menemukan surat-surat keputusan mengenai tender (hlm.143).

(68) “Aku memang goblok. Goblok. Tentu saja tak bisa. Aku kan berada pada dimensi yang berbeda dengan surat-surat itu. Jadi, yang penting sekarang, aku harus kembali ke dimensiku., dimensi yang sama dengan surat-surat itu, barulah aku bisa mengubahnya (hlm.144-145).

(69) Ternyata, Pance salah duga. Tidak mudah baginya untuk bergantu dimensi semaunya. Topeng itu sekarang sudah lekat di wajahnya, bahkan tanpa tali pengikat. Seakan topeng itu sudah menyatu dengan wajahnya (hlm.145).

(70) Pance merasa sangat sedih. Air matanya hampir tetes. Ya, Tuhan, bagaimana aku bisa kembali ke duniaku? Dimensiku ini ramai tapi tanpa suara (hlm.146).

Dari analisis alur di atas dapat disimpulkan bahwa alur yang ada dalam

novel Topeng Jero Ketut adalah alur campuran. Novel Topeng Jero Ketut ini

terdiri dari 6 bagian. Bagian I yang berisi para pemburu topeng yang mencari

informasi mengenai keberadaan Topeng Jero Ketut. Hal ini terdapat dalam

(47)

Topeng Jero Ketut. Hal ini terdapat dalam kutipan no. (52-54). Bagian III berisi

peristiwa-peristiwa yang disorot balik yang berintikan keinginan Pance dalam

mendapatkan Topeng Jero Ketut. Hal ini terdapat dalam kutipan no. (55-57).

Bagian IV berisi usaha Pance dalam perburuan Topeng Jero Ketut yang disorot

balik. Hal ini terdapat dalam kutipan no. (58-63).

Kutipan no. (64-65) dibuat untuk menegaskan pertalian kronologisnya

dengan bagian IV. Kutipan no. (66-70) yang merupakan bagian VI adalah nasib

yang menimpa Pance setelah memakai Topeng Jero Ketut yang menyebabkan

penyesalan baginya. Sorot balik terdapat pada kutipan I, II, III, IV, V, dan VI.

Sorot balik ini digunakan untuk menceritakan masa lalu tokoh. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa alur yang dominan dalam novel Topeng Jero Ketut ini

adalah alur sorot balik.

2.4 Rangkuman

Dari analisis keseluruhan tokoh, latar, dan alur terlihat bahwa tokoh, latar,

dan alur saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Untuk menunjukan

jati diri tokoh Pance, perlu diplotkan perjalanan kehidupannya. Sifat seseorang

akan dibentuk oleh keadaan latarnya (Nurgiyantoro, 1998: 225).

Kesimpulan dari uraian-uraian di atas dapat dilihat bagaimana watak dan

keadaan tokoh Pance. Pance adalah seorang lelaki yang gagal dalam

memenangkan keputusan-keputusan tender bagi perusahaannya. Topeng Jero

Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang tidak berhasil membuat ia

(48)

tidak bisa kembali ke dimensi asalnya. Ia mengalami schizoprenia setelah berada

di dunia lain . Hal-hal tersebut yang nantinya akan menyebabkan tekanan batin

pada tokoh Pance. Lebih lanjut dalam Bab III nanti akan mengkaji secara lebih

(49)

36

DALAM NOVEL TOPENG JEROKETUT

Dalam bab I telah diuraikan bahwa analisis yang akan digunakan untuk

menjawab permasalahan tekanan batin tokoh Pance dalam menghadapi kemelut

hidup, adalah dengan menggunakan pendekatan psikologis. Dengan menggunakan

pendekatan psikologis ini, peneliti mencoba menganalisis dan menyimpulkan

aspek-aspek psikologi yang tercermin dalam diri tokoh Pance.

Dalam bab II, novel Topeng Jero Ketut telah dianalisis secara struktural.

Hasil analisis tersebut selanjutnya akan digunakan untuk analisis psikologi.

Psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tingkah laku

dan aktivitas-aktivitas manusia karena tingkah laku dan aktivitas-aktivitas tersebut

merupakan manifestasi dari kehidupan jiwanya (Bimo Walgito via Roekhan, 1987

: 144).

3.1 Analisis Kebutuhan Dasar

Semua manusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, tidak

terkecuali dengan Pance. Ia juga mempunyai kebutuhan untuk hidup aman,

dihargai, dan mengaktualisasikan dirinya. Tidak terpenuhinya kebutuhan itu

disebabkan konflik yang melanda Pance datang silih berganti. Berawal dari

sejumlah usahanya yang tidak berhasil seperti beternak udang yang menjadi

(50)

sejumlah tender dan puncak dari semua konflik adalah terbawanya Pance ke

dimensi lain sehingga ia merasa kehausan dan kelaparan, dan ia tidak tahu

bagaimana harus mengembalikan dirinya ke dunia yang nyata karena Topeng Jero

Ketut telah melekat di wajahnya. Peristiwa demi peristiwa yang me landa Pance

tersebut membuatnya kecewa, putus asa dan tertekan batinnya.

Kebutuhan dasar ialah suatu hal yang harus ada dan bila tidak ada dapat

menimbulkan penyakit dan kehadirannya dapat mencegah timbulnya penyakit.

Dalam situasi tertentu, di mana orang bebas memilih bila ia sedang berkekurangan

ternyata ia lebih mengutamakan kebutuhan itu dibandingkan jenis-jenis kepuasan

lainnya.

Menurut Maslow kebutuhan dasar manusia dibedakan menjadi lima

tingkatan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan

rasa memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan

kebutuhan akan aktualisasi diri. Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kebutuhan

dasar menurut Maslow yang akan diuraikan hanya kebutuhan yang berkaitan

dengan ketertekanan batin tokoh Pance. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan

rasa aman, kebutuhan akan penghargaan, serta kebutuhan akan aktualisasi diri.

Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis dari ketiga kebutuhan dasar

manusia bagi tokoh Pance dan akibat tid ak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan

(51)

3.1.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Rasa Aman

Setiap orang membutuhkan rasa aman baik itu dalam lingkungan sekitar

atau dalam kehidupannya. Kebutuhan akan rasa aman meliputi kebutuhan akan

jaminan, stabilitas, perlindungan, ketertiban, bebas dari ketakutan, kekuatiran,

kegelisahan dan kecemasan. Berbeda dengan Pance, ia tidak pernah mendapatkan

rasa aman baik dalam lingkungan apalagi dalam hidupnya. Setelah keberadaannya

di Bali diketahui oleh wartawan, Pance justru merasa gelisah, kuatir, cemas, dan

takut. Dia tak ingin perburuan Topeng Jero Ketut diketahui oleh siapapun Hal ini

terlihat dalam kutipan berikut:

(71`) “Lain halnya dengan Pance. Dia mengucek –ngucek pemandu

wisatanya sampai lecek dan memaksanya mengaku. “Kalau kamu tak mengaku akan kupecat!” (hlm. 47).

(72) “Ya, kami mau pulang ke Denpasar,” jawab pance. Mereka berpindah ke hotel ‘Palma’ yang halaman depannya bisa menampung parker puluhan mobil dan bus wisata. Pance sengaja tidak keluar dari kawasan hotel pada pagi hari hari. Nengah yang masih disewakan kamar tersendiri diberi tahu agar berhati-hati (hlm. 107).

Kegelisahan juga dirasakan Pance saat ia bertemu dengan Jero Balian.

Pikirannya penuh keraguan mengenai pertanyaan yang harus dikemukan. Soal

Topeng Jero Ketut atau soal Mercy. Ini terlihat dalam kutipan berikut:

(73) Pance berpikir keras sebelum gilirannya tiba. Apakah dia akan berterus terang mengatakan bahwa dia mencari Topeng Jero Ketut,

(52)

(74) “Ada masalah apa, Bapak dari Jakarta? “Tanya Jero Balian tanpa menanyakan asal-usulnya. “Sayang sekali, Bapak. Soal yang utama itu kelihatannya gelap. Mungkin masih tidak pernah ada, atau belum muncul ke permukaan. Tetapi, soal yang kedua, itu memang nasib. Mercynya memang belum mau ikut Bapak berlama. Sekarangkan sudah ada mercy baru, ya? Jadi, buat apa dipikirkan? Kan Cuma soal kecil.” Kata Jero Balian. Pance terkejut mendengar kata-kata lelaki yang kelihatannya masih muda itu. Wajah lelaki itu benar-benar bersih, mungkin bersinar, dan pandangan matanya terang (hlm. 23).

Pance juga merasa kuatir kalu pemandu amatirnya ingin mengetahui

banyak tentang dirinya. Oleh karena itu Ia berhati-hati. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut:

(75) “Orang ini terlalu banyak bertanya. Aku harus berhati-hati.” Di Lovina, dia sengaja sewakan Nengah kamar tersendiri. Dia tidak mau lelaki itu tahu terlalu banyak tentang dirinya (hlm. 103).

Saat mengetahui keberadaan Topeng Jero Ketut dari Nengah, pemandu

amatirnya, Pance merasa gelisah. Ia tidak bisa tidur. Ia harus nomor satu dalam

mendapatkan Topeng Jero K etut tersebut. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(76) “ Ya itulah maksudku,” sahut Pance. “ Kita harus nomor satu.” “ Baik.” Baik Nengah maupun Pance, di kamar mereka masing-masing tak mampu segera tidur. Nengah membayangkan menganai hadiah yang akan diterimanya, dan Pance membayangkan tentang topeng yang akan membuatnya mampu menghilang, mengubah keputusan tender besar, akan memberinya keleluasaan untuk bergerak ke sana- kemari (hlm.118).

Setelah kedatangan Nengah ke Jakarta untuk membawakan pesanan

Topeng Jero Ketut sesuai permintaan pance, Pance merasa cemas dengasn

keberadaan Topeng Jero Ketut tersebut yang seolah-olah mata topeng tersebut

seakan memandang tajam ke dalam matanya sendiri. Pance pun mencoba

(53)

(77) Pance terkejut melihatnya, seakan ada aliran listrik yang mengalir melalui tangannya dan masuk ke dalam kepalanya. Jantungnya pun berdebar. Mata topeng itu seakan memandang tajam ke dalam matanya sendiri, kumis topeng itu terasa tajam bagikan rumput alang-alang yang melintang di wajah Jero Ketut. Taring topeng itu seakan seakan hendak menggigit dan menghancurkan tubuhnya. Tangannya pun ikut gemetar (hlm. 138-139).

(78) Lalu, dengan cara yang dramatis Pance berdiri tegak, mengangkat topeng itu setinggi-tinggi ke Arah langit, lalu dengan mengucap ‘Sim salabim’ mendekatkan topeng itu ke wajahnya. Terlihat asap tipis keluar dari topeng itu dan bergerak berputar -putar mengitari tubuh Pance, dan sesat kemudian, lelaki itu hilang dari penglihatan (hlm. 139).

Setelah Pance berada di dimensi yang lain, ia merasa gelisah karena ia

tidak tahu bagaimana harus kembali ke dimensi asalnya. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut:

(79) “ Aku memang goblok. Goblok. Tentu saja tak bisa. Aku kan berada pada dimensi yang berbeda dengan surat-surat itu. Jadi, yang penting sekarang, aku harus kembali ke dimensiku, dimensi yang sama dengan surat-surat itu, barulah aku bisa mengubahnya (hlm. 144-145).

(80) Ternyata, Pance salah duga. Tidak mudah baginya untuk berganti dimensi semaunya. Topeng itu sekarang sudah melekat di wajahnya, bahkan tanpa tali pengikat. Seakan topeng itu sudah menyatu dengan wajahnya. Lalu, bagaimana cara mencopotnya? (hlm. 145).

Rasa tidak aman juga dirasakan oleh Pance ketika ia berada di dimensi

yang lain. Apakah ia masih hidup atau sudah mati? Hal ini terlihat dalam kutipan

berikut:

(81) Apakah aku masih hidup atau sudah mati? Nerakakah ini semua? Kalau neraka, di mana apinya? Haruskah ada api di neraka seperti ini? Tanpa mampu berbuat apa -apa, hanya menjadi penonton yang tak berdaya, bukankah sebenarnya aku sudah dibakar oleh api nerakaku?” (hlm.147)

(54)

3.1.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Penghargaan

Harga diri sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. Penghargaan dari orang

lain dapat membuat orang lebih percaya diri menghadapi hidup. Harga diri bisa

berupa kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi,

ketidaktergantungan, dan kebebasan. Akan tetapi orang yang tidak mendapatkan

penghargaan dari orang lain akan tertekan batinnya.

Hal yang dialami Pance adalah tidak adanya penghargaan atas dirinya

sendiri, yang membuat Pance menjadi tidak puas dengan keadaan dirinya. Rasa

tidak puas itu dapat dibuktikan pada kutipan berikut:

(83) Namun, sebagai pengusaha muda yang kreatif, Pance merasa bahwa hasil itu belum cukup. Keceh duwit saja tidak cukup. Seorang pengusaha sukses bukan hanya berbasah-basah debgan uang sebats kaki, atau mandi uang, tetapi benar-benar berenang-renang di dalam lautan uang. (Namun, Pance tidak pernah berpikir, bahwa seseorang yang berenang di lautan bisa tenggelam, apalagi kalau tiba-tiba kakinya kram) (hlm. 71).

(84) Karena ayahnya sudah pensiun, Pance benar-benar merasa bahwa ayahnya hanyalah macan ompong belaka. Tidak seperti dulu, ketika ayahnya masih aktif dan ditakuti banyak pihak. Jadi, Pance sadar-sesadar sadarnya bahwa dia harus berdiri di atas kakinya sendiri (tidak dapat dibayangkan bagaimana dia bisa berdiri di atas kaki orang lain) (hlm. 71).

Pance merasa tidak berharga bila kalah bersaing dengan pengusaha muda

lainnya. Oleh karena itu, dia berusaha untuk mendapatkan Topeng Jero Ketut

yang konon dapat membuatnya menghilang. Hal ini merupakan sarana wajib yang

harus dipunyai untuk memenangkan sejumlah tender. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Konflik-konflik itu terdiri dari empat konflik batin, yaitu: (i) Basri mengalami penolakan dari pedagang martabak; (ii) perasaan Basri yang merindukan kampung halaman;

Penelitian novel tersebut akan difokuskan kepada sisi psikologis lima tokoh wanita yang mengalami stres pasca-trauma yang disebabkan oleh peristiwa traumatik yang dialami Marni

Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi sebagai wanita yang merindukan kedamaian, percaya diri karena memiliki prinsip dan semangat yang