• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan minat dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Kanisius Gamping menggunakan pendekatan kontekstual - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peningkatan minat dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Kanisius Gamping menggunakan pendekatan kontekstual - USD Repository"

Copied!
411
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD KANISIUS GAMPING MENGGUNAKAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

Valentina Feti Fetria NIM: 101134058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD KANISIUS GAMPING MENGGUNAKAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

Valentina Feti Fetria NIM: 101134058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini kupersembahkan kepada :

Yesus dan Bunda Maria yang telah menjadi sumber kekuatanku untuk mencapai

semua ini

Alm. Bapak yang selalu aku percaya doa dan dukungannya dan Ibu tercinta yang

selalu memberikan doa dan dukungan terutama di sela-sela lelahku

Kakak-kakakku tersayang yang menjadi penyemangat dalam perjuanganku dan

pendukung agar selalu fokus

Ibu E. Catur Rismiati, S.Pd.,M.A., Ed.D. yang telah memberikan pengorbanan

waktu, tenaga, dan pikiran selama langkah perjalanan ini

Sahabat-sahabatku yang telah memberikan semangat yang menguatkanku hingga

di titik ini

(6)

v

MOTTO

“Melangkahlah dan biarkan Tuhan menuntutmu ke tempat yang jauh lebih

indah dari ini dan nikmati setiap langkah bersama-Nya”

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD KANISIUS GAMPING MENGGUNAKAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Valentina Feti Fetria Universitas Sanata Dharma

2014

Pembelajaran IPA pada siswa kelas V di SD Kanisius Gamping menunjukkan rendahnya minat dan prestasi belajar. Rendahnya minat dan prestasi belajar tersebut mendorong peneliti melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui (1) penggunaan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan minat belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping tahun ajaran 2013/2014; (2) penggunaan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping tahun ajaran 2013/2014.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek penelitian adalah 28 siswa kelas V SD Kanisius Gamping. Objek penelitian ini adalah peningkatan minat dan prestasi belajar IPA menggunakan pendekatan kontekstual. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, kuesioner, dan dokumentasi.Teknik analisis data yang digunakan meliputi teknik analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan persentase siswa yang berminat dari 78,27% pada siklus 1 dan 85,12% pada siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah siswa yang termasuk kategori minimal cukup berminat dari 83,33% pada siklus 1 dan 85,71% pada siklus 2. Hasil minat belajar tersebut menunjukkan pencapaian target sebesar 85%. Prestasi belajar juga mengalami peningkatan dari jumlah siswa yang lulus KKM pada siklus 1 sebesar 53,6% menjadi 92,9% pada siklus 2 dan kenaikan rata-rata kelas pada siklus 1 sebesar 63 menjadi 83 pada siklus 2. Jumlah siswa yang lulus KKM telah mencapai target sebesar 70% dengan rata-rata kelas 70. Jadi penggunaan pendekatan kontekstual meningkatkan minat dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Kanisius Gamping.

(10)

ix

ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF STUDENT’S INTEREST AND LEARNING

ACHIEVEMENT OF SCIENCE ON GRADE V IN KANISIUS GAMPING ELEMENTARY SCHOOL BY USING CONTEXTUAL APPROACH

Valentina Feti Fetria Universitas Sanata Dharma

2014

Data had shown that Studying Science in fifth grade of Kanisius Gamping Elementary School got low interest and achivement among students. This fact has encouraged the researcher to conduct a research that is aimed to measure (1) the

use of contextual approach in increasing fifth grade Kanisius Gamping students’

interest on studying science for 2013/2014; (2) the use of contextual approach in

increasing fifth grade Kanisius Gamping student’s achievement on studying science for 2013/2014.

This research is a classroom action research with two cycles. Subjects of research are 28 fifth grade students. The object of this research is increasing

students’ interest and achievement on studying science by using contextual approach. The data collections are through observation, interview, questionaire and documentation. Analysis data is using quantitative technic and qualitative

technique. The result shows that there is increasing percentage on the students’

interest from 78,27% on the first cycles into 85,12% on the second cycles. Also, there is an increasing on the students who have quite interest from 83,33% on the first cycles into 85,71% on the second cycles. These result have reached target which is 85%. In case of students’ achievement there is an increasing of number

of students who pass KKM from 53,6% on the first cycles into 92,9% on the second cycles. Also mean has increased into 83 from 63 on the second cycles. The amount of students who pass KKM has reached target that is 70% by the mean of 70.Conclusion the use of contextual approach has increased fifth grade Kanisius

Gamping Elementary Students’ interest and achievement.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena telah melimpahkan

berkat dan kasihNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS V

SD KANISIUS GAMPING MENGGUNAKAN PENDEKATAN

KONTEKSTUAL

”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti

menyadari bahwa adanya banyak bantuan dari berbagai pihak selama menyusun

skripsi ini, sehingga peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Romo G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Ketua Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, dorongan, bantuan, semangat, dan

pengalaman berharga yang sangat berguna dalam penelitian ini.

3. Segenap dosen program studi PGSD atas bantuan yang diberikan selama

peneliti menempuh studi.

4. Ibu Fialistina, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Gamping yang

telah memberikan izin dan bantuan dalam penelitian.

5. Bapak Agustinus Legowo selaku guru kelas V SD Kanisius Gamping yang

(12)
(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ...xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

(14)

xiii

F. Batasan Pengertian ... 10

BAB II TINJAUAN TEORI A. Kajian Pustaka ... 12

1. Teori-teori yang Mendukung ... 12

2. Minat Belajar ... 14

3. Prestasi Belajar ... 18

4.Student Centered Learning ... 19

5. Pendekatan Kontekstual ... 24

6. Ilmu Pengetahuan Alam ... 30

7. Siswa Sekolah Dasar ... 32

8. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

B. Kerangka Berpikir ... 38

C. Hipotesis Tindakan ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B.SettingPenelitian ... 42

C. Rencana Tindakan ... 43

D. Indikator dan Pengukuran Keberhasilan ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

F. Instrumen Penelitian ... 50

G. Uji Validitas dan Reliabilaitas ... 60

H. Indeks Kesukaran ... 78

(15)

xiv

J. Jadwal Penelitian ... 87

BAB IV DESKRIPSI, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 89

B. Hasil Penelitian ... 99

C. Pembahasan ... 122

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 146

B. Keterbatasan ... 147

C. Saran ... 147

DAFTAR REFERENSI ... 149

(16)

xv

DAFTAR TABEL

1. Indikator Keberhasilan...47

2. Pedoman Observasi ... 51

3. Pedoman Wawancara ... 52

4. Kisi-kisi Kuesioner Minat ... 53

5. Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus 1 Sebelum Validasi... 54

6. Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus 2 Sebelum Validasi ... 55

7. Rubrik Penilaian Psikomotorik Pertemuan 1 Siklus 1 ... 56

8. Rubrik Penilaian Psikomotorik Pertemuan 2 Siklus 1 ... 56

9. Rubrik Penilaian Psikomotorik Pertemuan 3 Siklus 1 ... 57

10. Rubrik Penilaian Afektif Siklus 1 ... 58

11. Rubrik Psikomotorik Siklus 2 ... 59

12. Rubrik Penilaian Afektif Siklus 2 ... 60

13. Perhitungan SPSS untuk Kuesioner ... 63

14. Kisi-kisi Kuesioner Minat Setelah Validasi ... 64

15. HasilContent ValiditySilabus Siklus 1 ... 65

16. HasilContent ValiditySilabus Siklus 2 ... 66

17. HasilContent ValidityRPP Siklus 1... 67

18. HasilContent ValidityRPP Siklus 2... 68

19. HasilContent ValiditySoal Evaluasi Siklus 1 ... 70

20. HasilContent ValiditySoal Evaluasi Siklus 2 ... 70

(17)

xvi

22. Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus 1 Setelah Validasi ... 74

23. Perhitungan SPSS untuk Soal Evaluasi Siklus 2 ... 75

24. Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus 2 Setelah Validasi ... 76

25. Tabel Koefisien Reliabilitas ... 77

26. Perhitungan Reliabilitas Kuesioner Minat ... 77

27. Perhitungan Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus 1 ... 78

28. Perhitungan Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus 2 ... 78

29. Kriteria Indeks Kesukaran ... 79

30. Indeks Kesukaran Soal Siklus 1 ... 80

31. Kisi-kisi Indeks Kesukaran pada Soal Evaluasi Siklus 1 ... 81

32. Indeks Kesukaran Soal Siklus 2 ... 82

33. Kisi-kisi indeks Kesukaran pada Soal Evaluasi Siklus 2 ... 83

34. Rentang Nilai Tiap Kategori Minat ... 85

35. Jadwal Penelitian ... 87

36. Minat Belajar Siswa Kondisi Awal berdasarkan Observasi ... 99

37. Minat Belajar Siswa Pertemuan 1 Siklus 1 berdasarkan Observasi 100 38. Minat Belajar Siswa Pertemuan 2 Siklus 1 berdasarkan Observasi 100 39. Minat Belajar Siswa Pertemuan 3 Siklus 1 berdasarkan Observasi 101 40. Minat Belajar Siswa pada Siklus 1 berdasarkan Observasi ... 102

41. Minat Belajar Siswa Kondisi Awal berdasarkan Kuesioner ... 103

42. Minat Belajar Siswa Pertemuan 1 Siklus 1 berdasarkan Kuesioner 104

43. Minat Belajar Siswa Pertemuan 2 Siklus 1 berdasarkan Kuesioner 105

(18)

xvii

45. Minat Belajar Siswa pada Siklus 1 berdasarkan Kuesioner... 107

46. Hasil Penelitian Mina Belajar Siklus 1 ... 107

47. Minat Belajar Siswa Pertemuan 1 Siklus 2 berdasarkan Observasi108 48. Minat Belajar Siswa Pertemuan 2 Siklus 2 berdasarkan Observasi109 49. Minat Belajar Siswa Siklus 2 berdasarkan Observasi... 109

50. Minat Belajar Siswa Pertemuan 1 Siklus 1 berdasarkan Kuesioner 110 51. Minat Belajar Siswa Pertemuan 1 Siklus 1 berdasarkan Kuesioner 111 52. Minat Belajar Siswa pada Siklus 2 ... 112

53. Hasil Penelitian Minat belajar Siklus ... 112

54. Prestasi Belajar pada Tahun 2012/2013 ... 113

55. Prestasi Belajar pada Tahun 2013/2014 ... 114

56. Prestasi Belajar Siswa Aspek Kognitif Siklus 1 ... 115

57. Prestasi Belajar Siklus 1 berdasarkan Penilaian Otentik ... 116

58. Hasil Penelitian Prestasi Belajar Siklus 1 ... 117

59. Prestasi Belajar Siswa Aspek Kognitif Siklus 2 ... 118

60. Prestasi Belajar berdasarkan Penilaian Otentik ... 119

61. Hasil Penelitian Prestasi Belajar Siklus 2 ... 120

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

1. Literature Map ...37

2. Siklus PTK Model Kemmis & Taggart ... 42

3. Contoh Kegiatan Siswa melakukan Percobaan ... 125

4. Contoh Kesimpulan LAS ... 126

5. Contoh Komunitas Belajar ... 127

6. Contoh Kartupedia ... 128

7. Contoh Lembar Refleksi ... 128

8. Siswa yang menunjukkan Sikap Ceria ... 131

9. Contoh Percobaan dalam Kelompok ... 131

10. Siswa Presentasi ... 132

11. Siswa Bertanya ... 133

12. Bagan Minat Belajar berdasarkan Observasi ... 134

13. Contoh Kusioner Minat Indikator 1 Siklus 1 ... 135

14. Contoh Kusioner Minat Indikator 1 Siklus 2 ... 136

15. Contoh Kusioner Minat Indikator 2 Siklus 1 ... 137

16. Contoh Kusioner Minat Indikator 2 Siklus 2 ... 137

17. Contoh Kusioner Minat Indikator 3 Siklus 1 ... 138

18. Contoh Kusioner Minat Indikator 3 Siklus 2 ... 138

19. Contoh Kusioner Minat Indikator 4 Siklus 1 ... 139

20. Contoh Kusioner Minat Indikator 4 Siklus 2 ... 139

(20)

xix

22. Evaluasi Siklus 1 ... 142

23. Evaluasi Siklus 2 ... 143

24. Bagan pencapaian Jumlah Siswa mencapai KKM ... 144

(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Ijin Melakukan Penelitian dan Selesai Penelitian ...153

2. Instrumen Pembelajaran Sebelum Validasi ...155

3. Instrumen Pembelajaran Setelah Validasi...221

4. Contoh-contoh Hasil Pekerjaan Siswa ...297

5. Hasil penghitungan IK ...313

6. Output SPSS untuk Uji Validitas dan Reliabilitas ...315

7. HasilContent Validity...321

8. Data Kuesioner Kondisi Awal, Siklus 1& 2 ...345

9. Hasil Observasi Kondisi Awal Siklus 1 & 2 ...351

10. Daftar Nilai Kognitif Siswa Kondisi Awal, Siklus 1 & 2 ...363

11. Daftar Nilai 3 Aspek Siswa Siklus 1& 2...367

12. Data Analisis Hasil Observasi ...369

(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I pendahuluan membahas mengenai latar belakang masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

batasan pengertian.

A. Latar Belakang Masalah

Samatowa (2011:4) mengungkapkan bahwa pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) mempunyai tujuan untuk melatih siswa berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kritis ini berawal dari rasa ingin tahu yang mendorong siswa

untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan melalui langkah

sistematis. Kemampuan ini merupakan dasar untuk mengembangkan pengetahuan

siswa yang dinamis. Pengetahuan yang dinamis ini bermanfaat bagi siswa dan

lingkungannya. Samatowa (2011:4) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran

IPA menjadi dasar dalam pembangunan negara di bidang teknologi. Kemampuan

teknologi suatu bangsa akan menjadi tolok ukur untuk kemajuan bangsa tersebut.

Siswa mulai membangun pondasi kemampuan berpikir kritis tersebut di

tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

diharapkan lebih menekankan pada kemampuan berpikir daripada kemampuan

menghafal. Kemampuan berpikir ini dikembangkan melalui percobaan yang

dilakukan sendiri oleh siswa dalam pembelajaran. Kegiatan tersebut memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memupuk rasa ingin tahu secara alamiah dan

aktif mencari jawaban berdasarkan bukti melalui langkah yang sistematis. Rasa

(23)

Samatowa (2011:2)menjelaskan bahwa “fokus program pengajaran IPA di

SD hendaknya ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan siswa

terhadap dunia mereka dimana mereka hidup” . Minat tersebut dapat berupa rasa ingin tahu yang mendorong siswa untuk melakukan berbagai aktivitas yang

berkaitan dengan IPA. Rasa ingin tahu tersebut mengembangkan pengetahuan

yang dapat membantu siswa untuk menjelaskan dan menghadapi berbagai

fenomena alam yang terjadi di lingkungannya. Keberhasilan siswa untuk

membangun pengetahuan tersebut akan terlihat dari prestasi belajar. Hal ini sesuai

dengan pendapat Winkel dalam Sunarto (2009:1) yang menjelaskan bahwa

prestasi belajar sebagai bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.

Pembelajaran IPA pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping pada

kenyataannya belum mampu memenuhi harapan untuk mengembangkan minat

secara optimal melalui kegiatan yang mengaktifkan siswa. Pembelajaran yang

dilaksanakan di kelas V SD Kanisius Gamping masih mengalami kendala dalam

memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif membangun

pengetahuannya dan melakukan percobaan sehingga minat belajar siswa kurang

optimal. Kurang optimalnya minat belajar tersebut mempengaruhi prestasi belajar

IPA. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Syah (2001:132) yang

mengungkapkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh minat. Pendapat ini juga

diperkuat oleh Sardiman (dalam Susanto, 2013:66) yang menyatakan bahwa

proses belajar tidak dapat berjalan lancar tanpa adanya minat belajar yang

optimal. Proses belajar yang tidak berjalan lancar menyebabkan prestasi belajar

(24)

Kendala rendahnya minat dan prestasi belajar IPA pada siswa kelas V SD

Kanisius Gamping tersebut dapat dilihat dari hasil observasi, wawancara,

kuesioner, dan dokumentasi. Slamato, Djamarah, dan Mardapi mengungkapkan

mengenai indikator minat belajar. Peneliti merumuskan indikator minat

berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut. Minat belajar siswa ditunjukkan oleh

beberapa indikator, yaitu : (1) siswa memiliki rasa senang saat pembelajaran IPA;

(2) siswa memperhatikan saat proses pembelajaran IPA; (3) siswa terlibat dalam

proses pembelajaran IPA; dan (4) siswa berinisiatif mencari informasi baru.

Hasil observasi menggambarkan kondisi pembelajaran IPA di kelas V SD

Kanisius Gamping. Hasil observasi pertama pada tanggal 7 Oktober 2013

menunjukkan bahwa ada 67,86% siswa yang menunjukkan rasa senang saat

mengikuti pembelajaran IPA. Rasa senang tersebut muncul ketika guru meminta

siswa untuk bekerja dalam kelompok di luar kelas. Siswa yang memperhatikan

proses pembelajaran IPA ada 65,48%. Siswa yang kurang memperhatikan

pembelajaran IPA tersebut melakukan aktivitas lain seperti menggunting kuku

dan bermain dengan pulpen. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran ada

49,11%. Siswa yang tidak terlibat dalam kelompok memilih untuk bekerja sendiri.

Inisiatif siswa untuk mencari informasi baru ada 25,00% yang ditunjukkan dengan

adanya 1 siswa yang berusaha bertanya mengenai hal-hal lain yang berkaitan

dengan materi. Rata-rata siswa yang berminat pada observasi pertama adalah

51,86%.

Hasil observasi kedua pada 12 Oktober 2013 menunjukkan bahwa ada

(25)

siswa yang menunjukkan ekspresi ceria ketika proses pembelajaran. Siswa yang

memperhatikan proses pembelajaran ada 71,43% yang ditunjukkan dengan

adanya siswa yang mencatat saat diminta guru. Siswa yang terlibat dalam proses

pembelajaran ada 29,46%. Siswa yang kurang terlibat dalam proses pembelajaran

dan melakukan aktivitas lain seperti menggambar di sampul buku, bermain

dengan benda yang ada di meja (pulpen, pensil, bendera pramuka, tisu, dan

sebagainya), tiduran, dan berbicara dengan temannya mengenai hal yang tidak

ada kaitannya dengan materi pembelajaran. Inisiatif siswa ada 27,68% yang

ditunjukkan dengan adanya siswa yang berusaha untuk menjawab pertanyaan

yang diajukan guru dan bertanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi.

Rata-rata siswa berminat pada observasi kedua adalah 48,21%. Jadi kedua hasil

observasi menunjukkan bahwa rata-rata siswa berminat adalah 50,04%.

Hasil observasi pertama terhadap pembelajaran IPA menunjukkan bahwa

guru menggunakan metode penugasan dengan memberikan tugas kepada siswa

untuk mengerjakan soal. Metode ini sudah mulai menerapkan prinsip kerja

kelompok, tetapi kegiatan yang melibatkan siswa untuk aktif melakukan

percobaan belum ada. Hasil observasi kedua juga menunjukkan bahwa guru

menggunakan metode ceramah dan penugasan untuk mencatat penjelasan guru.

Uraian tersebut membuktikan bahwa guru menggunakan metode ceramah dan

penugasan sebagai metode utama dalam pembelajaran IPA, sehingga siswa

kurang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan aktif

mencari jawaban berdasarkan bukti melalui langkah yang sistematis. Kurangnya

(26)

Hasil wawancara kepada guru menunjukkan bahwa keinginan siswa untuk

mengajukan pertanyaan belum muncul dan tidak semua siswa memperhatikan

penjelasan guru. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan guru sebagai berikut. “Ya, ada juga anak yang diam dan kelihatannya memperhatikan, tapi ternyata malah

melamun saat pelajaran. Kalau ditanya tentang materi yang baru diterangkan itu

tidak bisa menjawab”(komunikasi pribadi, 7 Oktober 2013). Pernyataan ini juga menunjukkan bahwa siswa kurang memiliki inisiatif untuk menjawab pertanyaan.

Minat belajar yang belum optimal pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping juga

dibuktikan dengan hasil analisis terhadap kuesioner minat belajar yang telah diisi

oleh siswa. Hasil analisis kuesioner menunjukkan bahwa siswa yang termasuk

pada kategori minimal cukup berminat ada 53,57%.

Prestasi belajar yang rendah dibuktikan dengan hasil analisis terhadap nilai

IPA di SD Kanisius Gamping pada tahun 2012/2013 dan 2013/2014. Hasil

analisis tersebut menunjukkan bahwa pada tahun ajaran 2012/2013 siswa yang

mencapai KKM sebesar 65 ada 64,3% dengan nilai rata-rata kelas 64 dan pada

tahun ajaran 2013/2014 siswa yang mencapai KKM ada 28,6% dengan nilai

rata-rata kelas 56. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa rata-rata-rata-rata jumlah siswa yang

mencapai KKM dalam 2 tahun terakhir ada 46,5% dengan nilai rata-rata 60,5.

Kurang optimalnya minat belajar yang menyebabkan rendahnya prestasi

belajar tersebut menjadi dasar dalam menentukan tindakan untuk meningkatkan

minat belajar. Skinner (dalam Kusumah 2009:272) mengungkapkan bahwa untuk

mempengaruhi minat siswa, maka guru harus mengubah proses pembelajaran

(27)

lebih menarik, memberikan kesadaran terhadap manfaat mata pelajaran dan

penggunaan metode yang bervariasi. Pendapat ini didukung oleh Susanto

(2013:63) yang mengungkapkan bahwa perkembangan minat tergantung pada

kepuasan atas terpenuhinya kebutuhan dan kesempatan belajar yang dimiliki oleh

siswa. Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar diperlukan

sebuah konsep pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan siswa dan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi serta membangun

pengetahuannya. Smaldino (2008:50) menjelaskan bahwa konsep pembelajaran

yang berorientasi pada siswa (Student Centered Learning) bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan siswa. Konsep pembelajaran ini menempatkan siswa

sebagai fokus utama dan guru sebagai fasilitator.

Ada beberapa jenis pembelajaran dalam konsep SCL tersebut, antara lain

Inkuiri, Problem Based Learning, dan pembelajaran kontekstual. Hanafiah

(2012:71) menjelaskan bahwa inkuiri adalah pembelajaran dengan mengikuti

metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

Problem Based Learning adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata

sebagai suatu konteks sehingga siswa dapat belajar berpikir kritis dalam

melakukan pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan

atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran. Yuliana (2010:73) menjelaskan

bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning) atau pembelajaran kontekstual

merupakan proses pembelajaran yang integral dan menyeluruh yang bertujuan

membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya

(28)

pengetahuan dan keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk dikonstruksi

sendiri secara aktif melalui pemahamannya. Pendekatan kontekstual ini memiliki

tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme, tanya jawab, inkuiri, komunitas

belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik.

Tindakan yang dipilih untuk mengatasi masalah minat dan prestasi belajar

IPA adalah dengan menggunakan pendekatan kontekstual (CTL). Pendekatan

kontekstual dipilih karena adanya keunggulan pendekatan kontekstual seperti

yang diungkapkan Johnson (2007:37) yaitu mengajak siswa untuk membuat

hubungan-hubungan yang mengungkapkan makna dan memiliki potensi untuk

membuat siswa berminat belajar. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan

kontekstual meningkatkan minat belajar. Pernyataan bahwa pendekatan

kontekstual meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar telah dibuktikan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugrahaningtyas (2012). Pernyataan

bahwa CTL meningkatkan prestasi belajar juga telah dibuktikan dengan hasil

penelitian yang dilakukan olehMa’rifatulloh (2013)dan Gita (2007).

Oleh karena itu, peneliti menggunakan pendekatan kontekstual untuk

meningkatkan minat dan prestasi belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius

Gamping pada tahun ajaran 2013/2014. Peneliti berdasarkan pembahasan latar

belakang tertarik untuk meneliti mengenai peningkatan minat dan prestasi belajar

IPA siswa kelas V SD Kanisius Gamping menggunakan pendekatan kontekstual

(29)

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada peningkatan minat dan prestasi belajar IPA

menggunakan pendekatan kontekstual pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping

tahun ajaran 2013/2014 dan dibatasi pada Standar Kompetensi 4) memahami

hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat benda

sebagai hasil suatu proses. Kompetensi dasar 4.1) mendeskripsikan hubungan

antara sifat bahan dengan penyusunnya misalnya benang, kain dan kertas; dan

4.2) menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda, baik

sementara maupun tetap.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana penggunaan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan minat

belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping tahun ajaran

2013/2014?

2. Bagaimana penggunaan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan

prestasi belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping tahun ajaran

2013/2014?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai

(30)

1. Mengetahui penggunaan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan minat

belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping tahun ajaran

2013/2014 ;

2. Mengetahui penggunaan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan

prestasi belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping tahun ajaran

2013/2014.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat bagi beberapa pihak, yaitu:

1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat memberikan bantuan kepada siswa dalam

meningkatkan minat belajar IPA dan mengaktifkan siswa dengan mengaitkan

pembelajaran dengan konteks, sehingga prestasi belajar siswa yang dicapai lebih

optimal.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan membantu

guru dalam meningkatkan minat dan prestasi belajar IPA pada siswa kelas V SD

Kanisius Gamping tahun ajaran 2013/2014 menggunakan pendekatan kontekstual.

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu sekolah untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dengan upaya untuk

meningkatkan minat dan prestasi belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius

(31)

4. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah yang

membantu penelitian selanjutnya yang terkait dengan peningkatan minat belajar,

prestasi belajar, dan pendekatan kontekstual.

5. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan pemahaman yang

konkret bagi peneliti dalam melakukan penelitian tindakan kelas mengenai upaya

untuk meningkatkan minat belajar IPA pada siswa kelas V SD Kanisius Gamping

menggunakan pendekatan kontekstual.

F. Batasan Pengertian

1. Minat belajar adalah ketertarikan dan keinginan seseorang untuk terlibat

dalam proses perubahan tingkah laku dan membangun pengetahuan baru

secara aktif tanpa adanya paksaan.

2. Prestasi belajar adalah keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang yang

mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

3. Student Centered Learning (SCL) adalah konsep belajar yang menekankan

pada minat, kebutuhan, kemampuan, dan peran aktif siswa dalam

pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan fasilitas kepada siswa untuk

mengembangkan kemampuan komunikasi, pemahaman topik, dan

kemampuan pemecahan masalah.

4. Contextual Teaching Learning (CTL) atau pendekatan kontekstual adalah

pendekatan belajar yang mengaitkan pengalaman nyata dalam kehidupan

(32)

yang bermakna dengan memperhatikan tujuh komponen utama yaitu

konstruktivisme, tanya jawab, inkuiri, komunitas belajar, pemodelan,

refleksi, dan penilaian otentik.

5. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari objek berupa

kejadian alam dengan menggunakan metode ilmiah berdasarkan hasil

percobaan dan observasi.

6. Siswa sekolah dasar adalah murid pada tingkat pendidikan dasar yang

ditempuh selama 6 tahun dan berada pada tahap perkembangan kognitif

(33)

BAB II

TINJAUAN TEORI

Bab II tinjauan teori membahas mengenai kajian pustaka, hasil penelitian

yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi mengenai teori belajar yang mendukung, minat

belajar, prestasi belajar,Student Centered Learning,pendekatan kontekstual,Ilmu

Pengetahuan Alam, dan Siswa Sekolah Dasar.

1. Teori Belajar yang Mendukung

Robbins (dalam Trianto, 2010:15) mendefinisikan belajar sebagai proses

menciptakan hubungan antara pengetahuan yang sudah dipahami dan pengetahuan

yang belum dipahami. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa siswa telah

memiliki pengetahuan pada awal belajar. Hal ini sesuai dengan pandangan

konstruktivisme yang menekankan pada kegiatan memproses dan mengaitkan

pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan yang baru diperoleh dari

pengalaman.

Teori belajar yang menganut pandangan konstruktivisme tersebut

berkembang dari kerja Piaget dan Ausuble. Trianto (2009:28) menjelaskan bahwa

teori belajar konstruktivisme yang dikembangkan oleh Piaget dan Ausuble

mengungkapkan bahwa pembelajaran terjadi melalui usaha siswa untuk

membangun sendiri pengetahuannya. Piaget (dalam Trianto, 2009:29)

(34)

pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka”. Perkembangan kognitif tersebut melalui 4 tahap, yaitu : tahap sensorimotor (0-2 tahun), praoperasional

(2-7 tahun), operasional konkret ((2-7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun –

dewasa). Siswa pada tahap praoperasional dan operasional konkret belajar melalui

hal-hal yang bersifat konkret. Piaget (dalam Ormrod, 2009:41) juga

mengemukakan bahwa “anak-anak mengkonstruksi keyakinan-keyakinan dan

pemahaman-pemahaman mereka berdasarkan pengalaman”. Oleh karena itu,

pembelajaran akan optimal jika dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa yang

berupa pengalaman. Ausuble (dalam Wilis, 2011:95) mengungkapkan mengenai

teori belajar bermakna yang merupakan proses mengaitkan suatu informasi baru

pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Teori ini menjelaskan bahwa kebermaknaan dapat diperoleh jika ada upaya untuk

mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman siswa.

Kedua tokoh tersebut telah menjelaskan mengenai teori yang menjadi dasar

berkembangnya teori konstruktivisme. Teori konstruktivisme yang berkembang

menekankan pembelajaran pada proses membangun pemahaman yang dilakukan

sendiri oleh siswa dengan mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan

yang telah dimilikinya melalui pengalaman bermakna dan interaksi dengan yang

lain serta sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Oleh karena itu,

pembelajaran konstruktivisme lebih berpusat kepada siswa. Guru menjadi

fasilitator yang bertugas mendampingi, membimbing, dan menciptakan

lingkungan belajar yang mampu memberikan pengalaman belajar yang bermakna

(35)

kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan

mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang

diperolehnya dari pengalaman bermakna sesuai dengan tahap perkembangan

kognitif.

2. Minat Belajar

a. Pengertian Minat Belajar

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian minat yang dijelaskan oleh

para ahli seperti yang diungkapkan oleh Sukardi (dalam Susanto, 2013:57) yang

mendefinisikan minat sebagai “suatu kesukaan, kegemaran atau kesenangan akan sesuatu”. Slameto (2010:180) juga menyatakan bahwa minat adalah “rasa lebih

suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

menyuruh”. Crow dan Crow (dalam Djaali, 2007:121) juga mengatakan bahwa

“minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk

menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, dan pengalaman yang

dirangsang oleh kegiatan itu sendiri”.

Dewey (2004:121) juga berpendapat bahwa “The word interest, in its

ordinary, expresses the whole state of active development, the objective results

that are foreseen and the personal emotional inclination”. Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa minat biasanya mengekspresikan seluruh perkembangan

aktif, hasil dari tujuan yang telah diperkirakan, dan emosi dari kehendak

seseorang. Mardapi (2008:112) menjelaskan minat adalah “watak yang tersusun

melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas,

(36)

sesuai dengan pendapat Gunarso (2008:129) yang menyatakan bahwa “minat merupakan pendorong ke arah keberhasilan seseorang”. Seseorang yang menaruh minat pada suatu bidang akan mempelajari bidang itu. Pendapat lain mengenai

minat juga dikemukan oleh Walgito (2004:38) yang menyatakan bahwa minat

adalah “suatu keadaan dimana seseorang memiliki perhatian yang besar terhadap objek yang disertai dengan keinginan untuk mengetahui dan mempelajari hingga

akhirnya membuktikan lebih lanjut tentang objektersebut”.

Selain pengertian minat, ada juga beberapa ahli yang menjelaskan mengenai

pengertian belajar seperti Slameto (dalam Djamarah, 2011:13) yang menjelaskan

bahwa belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”. Proses tersebut dilakukan oleh siswa secara aktif dengan mengaitkan pengetahuan baru

dan pengetahuan yang telah dimiliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Jerome

Brunner (dalam Trianto, 2009:15) yang menyatakan bahwa belajar adalah “suatu

proses aktif dimana siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan pada

pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya”. Jadi, belajar bukan usaha untuk mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi usaha aktif siswa untuk

membangun pengetahuan tersebut melalui suatu pengalaman.

Minat belajar dapat disimpulkan berdasarkan beberapa pendapat ahli yang

telah diuraikan sebelumnya. Jadi, minat belajar adalah suatu ketertarikan dan

keinginan seseorang untuk terlibat dalam proses perubahan tingkah laku dan

(37)

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar

Slameto (dalam Djaali, 2007:121) menjelaskan bahwa minat belajar tidak

dibawa sejak lahir. Minat tersebut dipengaruhi oleh adanya kebutuhan dan

kepuasan. Jika kebutuhan dan kepuasan terpenuhi, maka muncul minat. Pendapat

ini diperkuat oleh Djamarah (2011:192) yang menyatakan bahwa upaya yang

dapat dilakukan untuk membangkitkan minat siswa adalah memahami

kebutuhannya dan melayani kebutuhan tersebut.

Skinner (dalam Kusumah 2009:272) juga mengungkapkan bahwa untuk

mempengaruhi minat siswa, maka guru perlu mengubah proses pembelajaran

menjadi lebih menggairahkan. Cara yang dilakukan untuk membuat proses

pembelajaran bergairah adalah membuat materi yang harus dipelajari menjadi

menarik dan menciptakan suasana baru. Suasana baru tersebut dapat diciptakan

dengan menggunakan pendekatan dalam pembelajaran sesuai dengan konsep

belajar yang mampu memenuhi kebutuhan siswa. Jadi, minat dapat ditingkatkan

dengan memahami dan memenuhi kebutuhan siswa, memberikan kesempatan dan

kebebasan kepada siswa untuk bereksplorasi dan berfikir kreatif, serta mengubah

proses pembelajaran menjadi lebih menggairahkan dengan menerapkan konsep

belajar yang mengaktifkan siswa.

c. Indikator Minat Belajar

Slameto (2010:180) mengungkapkan bahwa “minat dapat diekspresikan

melalui pernyataan yang menunjukan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal

daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu

(38)

mengungkapkan bahwa “minat dapat diekspresikan melalui perasaan senang dan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas”. Partisipasi tersebut dapat berupa perhatian dan keterlibatan dalam aktivitas pembelajaran IPA.

Mardapi (2008:112) menjelaskan bahwa indikator siswa yang memiliki

minat pada mata pelajaran adalah adanya kesadaran tentang manfaat dari mata

pelajaran tersebut, usaha untuk memahami mata pelajaran, usaha untuk membaca

buku mengenai mata pelajaran, usaha bertanya mengenai mata pelajaran, dan

usaha untuk mengerjakan tugas mata pelajaran dengan suka rela. Usaha yang

dilakukan siswa tersebut menunjukkan adanya inisiatif terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan yang diminatinya.

Indikator minat belajar pada mata pelajaran IPA yang digunakan

berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari uraian di atas adalah (1) siswa

memiliki rasa senang saat pembelajaran IPA; (2) siswa memperhatikan saat proses

pembelajaran IPA; (3) siswa terlibat dalam proses pembelajaran IPA; dan (4)

siswa berinisiatif mencari informasi baru. Indikator ini digunakan sebagai dasar

penyusunan instrumen untuk mengukur minat belajar siswa.

3. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Winkel (dalam Sunarto 2009) menjelaskan mengenai pengertian prestasi

belajar sebagai bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Syah

(2003:214) menjelaskan bahwa ada 3 aspek dalam prestasi belajar, yaitu : aspek

kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan

(39)

aspek kognitif terdiri dari tahapan mengingat, memahami, menerapkan,

menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.

Aspek afektif adalah aspek yang berkaitan dengan nilai, sikap, dan

kecerdasan emosional siswa. Supratiknya (2012:12) menjelaskan bahwa ranah

afektif meliputi sikap, minat, perhatian, kesadaran, nilai, dan apresiasi. Aspek

psikomotor adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan gerak fisik

yang mempengaruhi sikap mental. Supratiknya (2012:15) menjelaskan bahwa

aspek psikomotor ini mencakup kemampuan menggunakan aneka keterampilan

motor, koordinasi, dan gerakan fisik. Aspek kognitif, afektif, dan psikomotor

tersebut menjadi dasar dari penilaian otentik.

Pengertian prestasi belajar dapat disimpulkan berdasarkan pendapat yang

telah dikemukakan para ahli. Prestasi belajar adalah keberhasilan yang telah

dicapai oleh seseorang yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti yang diungkapkan

oleh Syah (2001:132) yaitu faktor internal, eksternal, dan pendekatan belajar.

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa seperti bakat,

kecerdasan, minat, dan motivasi. Faktor eksternal berasal dari luar diri siswa.

Faktor eksternal meliputi kualitas guru dalam penguasaan materi, metode yang

digunakan dalam mengajar, fasilitas mengajar, lingkungan yang mendukung, dan

sebagainya. Faktor pendekatan belajar merupakan suatu upaya belajar siswa yang

(40)

Uraian di atas menjelaskan bahwa minat dan pendekatan belajar menjadi

salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan prestasi, maka minat siswa perlu ditingkatkan dan pendekatan

belajar yang digunakan perlu disesuaikan dengan konsep belajar yang mampu

memenuhi kebutuhan siswa.

4. Student Centered Learning

McCombs & Miller (dalam Jacobsen, 2009:227) mengungkapkan bahwa

pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning)

menggambarkan pembelajaran yang difasilitasi guru dibandingkan dengan

pembelajaran langsung. Guru bukan lagi pusat pembelajaran dan satu-satunya

sumber ilmu. Attard (2010:2) mengungkapkan bahwa :

“SCL is broadly based on constructivism as a theory of learning, which is built on the idea that learners must construct and reconstruct knowledge in

order to learn effectively, with learning being most effective when, as part of

an activity, the learner experiences constructing a meaningful product.”

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa SCL berdasarkan pada

konstruktivisme sebagai teori belajar yang menekankan siswa untuk

mengkonstruksi dan merekonstruksi pengetahuan melalui pembelajaran yang

efektif sebagai bagian dari aktivitas dan pengalaman bermakna. Pendapat ini

mendukung pendapat Pongtuluran (2011:6) yang menjelaskan bahwa SCL adalah

pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar.

Guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan kepada siswa

(41)

Overby (2011:109) mendefinisikan Student Centered Learning (SCL)

sebagai berikut:

“the concept of student-centered learning is to bring the classroom and

student to life. The teacher is considered a ‘guide on the side’, assisting and

guiding student to meet the goal that have been made by students and the

teacher.”

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa SCL adalah suatu konsep yang

membawa kelas dan siswa dalam kehidupan nyata. Guru adalah sebagai seorang

pendamping yang mendampingi siswa dalam menemukan sendiri tujuan

pembelajaran.

SCL juga menekankan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan individu.

Minat siswa menjadi salah satu komponen yang ditekankan dalam SCL. Oleh

karena itu, SCL dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan

minat. Cornelius-White (dalam Jacobsen, 2009:228) menjelaskan pembelajaran

yang berpusat pada siswa memiliki tujuan yang mencakup pengembangan

proses-proses kemampuan dalam komunikasi, pengembangan pemahaman yang

mendalam tentang topik, dan pengembangan kemampuan pemecahan masalah.

Pengertian Student Centered Learning dapat disimpulkan berdasarkan

penjelasan yang dikemukan oleh para ahli. Student Centered Learning adalah

konsep belajar yang menekankan pada minat, kebutuhan, kemampuan, dan peran

aktif siswa dalam pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan fasilitas kepada

siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, pemahaman topik, dan

(42)

Jacobsen (2009:228) menjelaskan bahwa pembelajaran yang berpusat pada

siswa memiliki 3 karakterisitik, yaitu: (1) siswa berada dalam pusat proses

pembelajaran; (2) guru memandu siswa; dan (3) mengajar untuk pemahaman yang

mendalam. Guru memandu siswa dengan tujuan agar siswa bertanggungjawab

terhadap pembelajaran mereka sendiri. Guru dapat membuat siswa bertanggung

jawab terhadap pembelajaran mereka sendiri dengan memberikan tugas kepada

siswa. Guru mengajar untuk pemahaman yang mendalam dengan cara

memberikan penekanan yang mendalam tentang konten dan proses-proses yang

terlibat di dalamnya. Pemahaman tersebut juga melibatkan proses-proses yang

banyak menuntut pemikiran, seperti menjelaskan, menemukan bukti, penilaian,

memberikan contoh, generalisasi, dan menghubungkan bagian-bagian dengan

keseluruhannya.

Priyatmojo (2010:7) menjelaskan bahwa karakteristik dalam SCL adalah (1)

pembelajar dewasa yang aktif (mentally not physically), interaktif, mandiri,

bertanggung jawab atas pembelajarannya, mampu belajar beyond the classroom,

dan memiliki jiwa pembelajar sepanjang hayat; (2) adanya keleluasaan bagi siswa

untuk mengembangkan segenap potensinya, mengeksplorasi dan mentransformasi

ilmu pengetahuan; (3) pembelajaran yang bersifat kolaboratif, kooperatif, dan

kontekstual; (4) alih fungsi guru dari sumber utama ilmu pengetahuan menjadi

fasilitator. Priyatmojo (2010:7) juga menjelaskan bahwa dalam SCL siswa

memiliki keleluasaan untuk mengembangkan segenap potensinya (cipta, karsa,

(43)

jawab, membangun pengetahuan dan mencapai kompetensinya melalui proses

pembelajaran aktif, interaktif, kolaboratif, kooperatif, kontekstual dan mandiri.

Jadi, karakteristik Student Centered Learning adalah siswa sebagai pusat

pembelajaran yang aktif dengan adanya keleluasaan untuk mengembangkan

potensi, mengeksplorasi, dan mentransformasi ilmu pengetahuan, mengajar untuk

pemahaman yang mendalam melalui pembelajaran yang bersifat kolaboratif,

kooperatif, dan kontektual, dan guru sebagai fasilitator. Karakteristik tersebut

menjadi pedoman yang digunakan untuk menciptakan pembelajaran yang

menerapkan SCL.

Harsono dan Sudjana (dalam Kurdi, 2009:110) menyebutkan beberapa

keunggulan SCL yaitu (1) siswa dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi

miliknya sendiri karena adanya kesempatan yang luas untuk berpartisipasi; (2)

siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran; (3)

tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog

dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara siswa; dan (4) dapat

menambah wawasan guru karena adanya sesuatu yang dialami dan disampaikan

siswa yang mungkin belum diketahui sebelumnya.

Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh konsep belajar SCL tersebut

akan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien, sehingga membantu

siswa untuk mencapai prestasi yang optimal. Oleh karena itu, peningkatan prestasi

dapat dilakukan dengan menggunakan konsep SCL.

Konsep SCL telah dikembangkan ke dalam beberapa jenis pembelajaran

(44)

Hanafiah (2012:71) menjelaskan bahwa inkuiri adalah pembelajaran dengan

mengikuti metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran

bermakna. Problem Based Learning adalah pembelajaran yang menggunakan

masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga siswa dapat belajar berpikir kritis

dalam melakukan pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh

pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran. Yuliana (2010:73)

menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran

yang integral dan menyeluruh yang bertujuan membantu siswa untuk memahami

makna materi ajar dengan mengaitkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari

mereka, sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dinamis

dan fleksibel untuk dikonstruksi sendiri secara aktif melalui pemahamannya.

Pendekatan kontekstual dipilih untuk meningkatkan minat dan prestasi

belajar karena memiliki kelebihan dibandingkan Inkuiri dan PBL. Pendekatan

kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme, tanya jawab,

inkuiri, komunitas belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik. Pendekatan

kontekstual memuat komponen inkuiri dan PBL. Pendekatan kontekstual

menerapkan langkah inkuiri dan melibatkan masalah nyata yang merupakan

bagian dalam PBL. Masalah nyata tersebut dapat dilihat pada komponen

konstruktivisme. Komponen konstruktivisme tersebut merupakan komponen yang

menunjukkan bahwa ada usaha untuk menghubungkan pengetahuan yang

dipelajari dengan yang telah dimiliki siswa melalui pengalaman bermakna.

Pengetahuan tersebut berupa masalah nyata. Johnson (2007:37) juga menjelaskan

(45)

hubungan-hubungan yang mengungkapkan makna dan memiliki potensi untuk membuat

siswa berminat belajar.

5. Pendekatan Kontekstual

a. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Komalasari (2011:7) menjelaskan “pembelajaran kontekstual sebagai pendekatan yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan

nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat

maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut

bagi kehidupannya”. Sementara itu, Hanafiah (2009:67) mendefinisikan pendekatan kontekstual sebagai “suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara

bermakna yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan

lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupuncultural”. Yuliana (2011:75) menjelaskan bahwa pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama,

yaitu konstruktivisme, tanya jawab, inkuiri, komunitas belajar, pemodelan,

refleksi, dan penilaian otentik.

Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning) atau pendekatan

kontekstual dapat disimpulkan berdasarkan beberapa pengertian di atas. CTL

(Contextual Teaching and Learning) atau pendekatan kontekstual merupakan

pendekatan yang mengaitkan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari

siswa dengan materi pelajaran sehingga diperoleh hubungan yang bermakna

dengan memperhatikan tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme, tanya

(46)

b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual

Johnson (2007:65) mengungkapkan delapan karateristik pendekatan

kontekstual, yaitu : (1) making meaningful connections; (2) doing significant

work; (3) selft-regulated learning; (4) collaborating; (5) critical and creative

thinking; (6) Nurturing the individual; (7) reaching high standards; (8) using

authentic assessment; dan (9) using authentic assessment. Karakteristik making

meaningful connections memiliki arti bahwa siswa secara mandiri belajar aktif

dalam mengembangkan minatnya baik secara berkelompok maupun sendiri dan

mampu belajar dengan berbuat. Doing significant work memiliki makna bahwa

siswa menghubungkan apa yang dipelajari di sekolah dan konteks yang ada

dengan kehidupan sehari-hari. Selft-regulated learning berarti bahwa siswa

melakukan suatu pekerjaan yang memiliki tujuan, berhubungan dengan orang

lain, pengambilan keputusan, dan hasil yang bersifat nyata.

Collaborating berarti bahwa siswa mampu bekerja sama dengan bantuan

guru yang memfasilitasi untuk bekerja dalam kelompok secara efektif. Critical

and creative thinking berarti bahwa siswa dapat menggunakan tingkat berpikir

yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif melalui analisis, sintesis, memecahkan

masalah, dan membuat keputusan dengan menggunakan bukti-bukti dan logika.

Nurturing the individual berarti bahwa siswa mampu untuk mengembangkan

kepribadiannya terutama dalam membentuk konsep diri yang positif. Using

authentic assessment berarti bahwa pembelajaran menggunakan penilaian yang

mampu menggambarkan keadaan siswa sebenarnya baik dari aspek kognitif,

(47)

digunakan untuk membuat rancangan pembelajaran yang menerapkan pendekatan

kontekstual.

c. Prinsip Pendekatan Kontekstual

Johnson (2007:68) mengungkapkan bahwa ada tiga prinsip dalam

pendekatan kontekstual yaitu prinsip kesaling-bergantungan, prinsip diferensiasi,

dan pengaturan diri. Johnson (2002:36) berpendapat bahwa “interdependence is manifest, for instance, when students collaborate to solve problems and when

teachers confer with colleagues”. Prinsip kesaling-bergantungan bertujuan untuk mengajak siswa membuat hubungan yang bermakna. Prinsip ini akan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan bekerja sama. Siswa

akan mendapatkan bantuan dalam menemukan persoalan, merencanakan, dan

mencari pemecahan melalui kesempatan bekerja sama.

Prinsip diferensiasi menciptakan perbedaan, keberagaman, dan keunikan.

Prinsip ini menciptakan kesempatan kepada siswa untuk menemukan bakat,

menentukan cara belajar mereka sendiri, dan berkembang dengan cara mereka.

Prinsip diferensiasi mengajak guru untuk memahami bahwa siswa tidak sama.

Siswa memiliki keunikan, keragaman, dan kreativitas. Prinsip ini juga mengajak

siswa untuk terlibat dalam kerja sama dalam mencari makna, pengertian, dan

pandangan baru.

Prinsip pengaturan diri membuat siswa menemukan kemampuan dan minat

mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diperoleh

dari penilaian otentik, mencapai tujuan yang jelas dan standar tinggi, dan terlibat

(48)

kontekstual menerapkan prinsip kesaling-bergantungan, prinsip diferensiasi, dan

pengaturan diri.

d. Komponen Pendekatan Kontekstual

Yuliana (2011:75) mengungkapkan bahwa ada 7 komponen utama yang

menjadi pilar dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual

yaitu konstruktivisme, tanya jawab, inkuiri, komunitas belajar, pemodelan,

refleksi, dan penilaian otentik. Daryanto (2012:157) menjelaskan bahwa

pembelajaran yang mengandung komponen konstruktivsme menjadi proses

“mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Konstruktivisme ini merupakan dasar filosofis dari pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual menekankan

pada proses membangun pemahaman yang dilakukan sendiri oleh siswa dengan

mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan baru yang

diperoleh melalui pengalaman. Konstruktivisme menekankan siswa sebagai

subjek dan guru sebagai fasilitator.

Komponen tanya jawab dalam pendekatan kontekstual dilakukan dengan

menggunakan interaksi dua arah. Komponen ini mengajak siswa untuk lebih

memahami apa yang dipelajari olehnya, merasa tertantang, dan masuk ke dalam

temuan ilmiah melalui pemikiran kritis yang diawali dari rasa ingin tahu. Yuliana

(2011:76) menjelaskan bahwa kegiatan bertanya dalam pembelajaran yang

produktif dapat berfungsi untuk menggali informasi dan kemampuan yang telah

dimiliki siswa, membangkitkan motivasi, merangsang keingintahuan,

mengarahkan siswa dalam proses membangun pemahamannya, dan memberikan

(49)

Inkuiri adalah metode yang digunakan dalam membangun pengetahuan

yang dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: observasi, perumusan masalah,

pengajuan hipotesis, pengumpulan data, pengujian hipotesis/analisis data, dan

penarikan kesimpulan. Siswa belajar menggunakan kemampuan berpikir kritis

secara aktif dalam komponen ini. Inkuiri juga menekankan pada aktivitas

pembelajaran yang mengembangkan kemampuan merumuskan masalah dan

kemampuan berpikir induktif. Sund dan Trowbridge (dalam Mulyasa, 2007:109)

mengemukakan tiga macam inkuiri, yaitu : inkuiri terpimpin, inkuiri bebas, dan

inkuiri bebas yang dimodifikasi. Siswa dalam pembelajaran inkuiri terpimpin

masih mendapatkan bantuan dan bimbingan guru secara luas, sedangkan dalam

pembelajaran inkuiri bebas siswa mendapatkan kebebasan untuk menentukan

rumusan masalah dan langkah kerja. Pembelajaran dengan inkuiri bebas yang

dimodifikasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas

pembelajaran dengan bimbingan yang lebih sedikit dibandingkan dengan inkuiri

terpimpin.

Komponen berikutnya adalah komunitas belajar. Komunitas belajar adalah

kelompok yang berfungsi sebagai wadah untuk berbagi pengalaman dan gagasan.

Siswa dapat dibagi ke dalam kelompok kecil dan diberi proyek yang diselesaikan

dalam kelompok. Siswa dapat mengolah pengetahuan secara bersama-sama dan

mendapat penguatan terhadap pengetahuan yang dipelajari melalui komunitas

belajar ini. Komunitas belajar ini dapat berjalan dengan baik jika setiap siswa

(50)

membutuhkan. Setiap siswa yang terlibat dalam komunitas belajar ini merupakan

sumber belajar.

Komponen lain dalam pendekatan kontekstual adalah pemodelan.

Pemodelan dapat lebih membantu siswa dalam membangun pemahamannya.

Pemodelan dengan mendemonstrasikan suatu cara kerja dapat dilakukan oleh guru

dengan melibatkan siswa. Selain guru, pemodelan dapat diperoleh dari media

elektronik, media cetak, teman, tokoh masyarakat sekitar sekolah, dan orang tua

siswa. Pemodelan yang dilakukan bukan sekedar menjiplak, tetapi meniru yang

kreatif sehingga siswa dapat mengembangkan sesuatu yang baru bertolak dari

contoh-contoh yang telah diberikan.

Kompenen pendekatan kontekstual berikutnya adalah refleksi. Komalasari

(2011:12) menjelaskan bahwa refleksi merupakan respon terhadap kejadian,

aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi juga diartikan sebagai

upaya untuk menemukan makna yang terkandung dalam pengalaman belajar yang

diyakini oleh siswa. Guru membimbing siswa untuk merefleksikan pengalaman

belajar yang telah dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan. Siswa

dibimbing untuk menyakini nilai yang terkandung dalam pengalamannya melalui

refleksi tersebut. Siswa diharapkan dapat membentuk kepribadian mereka yang

sesuai dengan nilai yang diyakini tersebut.

Penilaian otentik merupakan prosedur penilaian yang menunjukkan

kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif siswa dalam keadaan yang

sebenarnya. Penilaian otentik ini bertujuan untuk membantu guru mengetahui

(51)

menentukan upaya-upaya untuk membantu siswa. Penekanan penilaian ini adalah

proses siswa mempelajari sesuatu, bukan hanya pada hasil yang diperoleh.

Keberhasilan belajar tidak hanya diukur dari hasil tetapi lebih pada prosesnya,

sehingga penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian baik

tes maupun non tes. Komalasari (2011:13) menjelaskan bahwa penilaian ini

dilakukan secara terpadu dalam proses pembelajaran. Penilaian tersebut dapat

berupa penilaian tertulis, penilaian berdasarkan perbuatan, penugasan, produk,

atau portofolio.

Jadi, komponen pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, tanya

jawab, inkuiri, komunitas belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik.

Ketujuh komponen utama tersebut digunakan dalam merancang dan

melaksanakan langkah pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual.

6. Ilmu Pengetahuan Alam

Samatowa (2011:3) menjelaskan IPA pada hakekatnya adalah “ilmu pengetahuan yang mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah”. IPA membahas objek mengenai kejadian alam yang disusun secara sistematis

berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan. Winaputra

(dalam Samatowa, 2011:3) menjelaskan bahwa IPA tidak hanya sebatas kumpulan

pengetahuan, tetapi juga sebuah langkah kerja, cara berpikir, dan cara

memecahkan masalah.

Selain itu, Susanto (2013:167) mengemukakan bahwa hakekat pembelajaran

IPA diklasifikasikan menjadi IPA sebagai produk, proses, dan sikap. Produk IPA

(52)

konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis. Bentuk

IPA sebagai produk antara lain : fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA.

Ilmu sebagai proses artinya untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang

alam maka diperlukan proses. Proses tersebut adalah keterampilan proses sains.

Paolo dan Marten (dalam Samatowa, 2011:5) menjelaskan bahwa keterampilan

proses sains adalah mengamati, mencoba memahami apa yang diamati,

mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, dan

menguji ramalan-ramalan tersebut.

IPA sebagai sikap artinya pembelajaran IPA harus mengembangkan sikap

ilmiah. Sulistyorini (dalam Susanto, 2013:169) menyebutkan ada 9 aspek yang

dikembangkan dari sikap ilmiah, yaitu : sikap ingin tahu, ingin mendapat sesuatu

yang baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri,

bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisplinan diri.

Pengertian IPA dapat disimpulkan berdasarkan uraian di atas. IPA

merupakan ilmu yang mempelajari objek berupa kejadian alam dengan

menggunakan metode ilmiah berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan.

7. Siswa Sekolah Dasar

Pengertian siswa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah murid

terutama pada sekolah dasar dan menengah. Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “jenjang pendidikan

dasar dan menengah adalah jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7

sampai 18 tahun dan merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih

(53)

dasar meliputi substansi jenjang pendidikan yang ditempuh selama 6 tahun dari

kelas I sampai kelas VI.

Piaget (dalam Mardika, 2011:10) juga mengemukan pendapat bahwa siswa

sekolah dasar adalah concrete thinkers (pemikir konkrit). Siswa memiliki

karakteristik berfikir secara konkret melalui benda-benda nyata di sekitarnya.

Piaget (dalam Susanto, 2013:78) menjelaskan bahwa siswa sekolah dasar berada

pada tahapan operasional konkret. Siswa pada tahapan ini memiliki ciri-ciri antara

lain (1) memandang dunia secara objektif, dari satu aspek situasi ke aspek lain

secara reflektif, dan memandang unsur-unsur dunia secara serentak; (2) mampu

memahami aspek-aspek kumulatif materi (volume, jumlah, berat, luas, panjang,

dan pendek) dan memahami tentang peristiwa-peristiwa yang konkret; (3)

menggunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda

yang bervariasi beserta tingkatannya; (4) mampu membentuk dan menggunakan

keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan menggunakan

hubungan sebab akibat; dan (5) mampu memahami konsep substansi (volume zat

cair, panjang, pendek, lebar, luas, sempit, ringan, dan berat). Siswa pada tahap ini

lebih mudah belajar dari benda-benda dan aktivitas nyata.

Pengertian siswa sekolah dapat disimpulkan berdasarkan uraian di atas. Jadi,

siswa sekolah dasar adalah murid pada tingkat pendidikan dasar yang ditempuh

selama 6 tahun dan berada pada tahap perkembangan kognitif praoperasional dan

(54)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan berisi mengenai hasil penelitian yang

menggunakan variabel yang sama dengan penelitian. Penelitian relevan yang

pertama adalah penelitian oleh Hartono (2012) yang berjudul“Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Siswa Menggunakan Metode Discovery-inquiry Terbimbing

pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV B SD Ungaran II Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar

siswa menggunakan metode Discovery-inqury terbimbing pada mata pelajaran

IPA kelas IV B SD Ungaran II tahun pelajaran 2011/2012. Jenis penelitian yang

dilakukan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus yang

masing-masing terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan minat pada siklus 1

dengan adanya kenaikan rata-rata minat siswa dari 8 menjadi 12 dan pada siklus 2

dengan adanya kenaikan rata-rata minat siswa menjadi 18. Selain itu, prestasi

belajar juga meningkat ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata nilai

siswa pada siklus 1 dari 61,93 menjadi 70,18 dan pada siklus 2 dengan kenaikan

rata-rata nilai siswa menjadi 81,46.

Penelitian kedua adalah penelitian oleh Nugrahaningtyas (2012) yang

berjudul“Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar IPS Materi Permasalahan Sosial

Menggunakan PendekatanContextual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa

Kelas IV Semester 2 SD Negeri Babarsari Tahun Pelajaran 2011/2012.”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model CTL dapat

(55)

SD Negeri Babarsari tahun pelajaran 2011/2012 dan apakah penerapan model

CTL dapat meningkatkan prestasi belajar IPS materi permasalahan sosial pada

siswa kelas IV SD Negeri Babarsari tahun pelajaran 2011/2012. Jenis penelitian

ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Siklus

tersebut terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek

penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri Babarsari pada semester 2 tahun

ajaran 2011/2012 sebanyak 37 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan CTL dapat meningkatkan minat siswa. Hal ini ditunjukan dengan

adanya kenaikan rata-rata minat belajar IPS materi permasalahan sosial pada

siswa kelas IV SD Negeri Babarsari tahun pelajaran 2011/2012 dari 40 menjadi

71,75 pada siklus 1 dan menjadi 79,75 pada siklus 2. Hasil penelitian juga

menunjukan bahwa penerapan CTL dapat meningkatkan prestasi belajar IPS

materi permasalahan sosial pada siswa kelas IV SD Negeri Babarsari tahun

pelajaran 2011/2012 yang ditunjukkan dengan adanya kenaikan persentase jumlah

siswa yang mencapai KKM dari 50 % pada kondisi awal menjadi 78,39 % pada

siklus 1 dan 89,19% pada siklus 2.

Penelitian yang ketiga adalah penelitian oleh Ma’rifatulloh (2013) yang berjudul “Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD

Negeri Plaosan 1 menggunakan Pembelajaran Kontekstual”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui penggunaan pembelajaran kontekstual dalam upaya

meningkatkan keaktifan belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Plaosan dan

penggunaan pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan prestasi belajar

Gambar

Tabel Koefisien Reliabilitas ...........................................................
Gambar 1. Literature Map
Gambar 2. Siklus PTK model Kemmis & Mc. Taggart
Tabel 1. Indikator Keberhasilan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kemampuan reaktor fluidisasi tiga fase dalam meningkatkan kandungan DO dan menurunkan kandungan organik yaitu COD dan mempelajari

Dengan demikian, melalui proses pendidikan yang memanusiakan manusia melalui pembinaan kemampuan berfikir ilmiah, sentuhan hati yang beretika, dan pengembangan kejernihan jiwa

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesesuaian wilayah perairan di zona budidaya laut pulau Karimunjawa dan pulau Kemujan bagi pengembangan budidaya

Pelaksanaan kegiatan Kunjungan Kelas untuk siklus II dilaksanakan sebagai berikut: Pelaksanaan teknik kunjungan kelas diatur dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pertemuan

Kalaulah sunnah fajar saja lebih baik dari dunia dan seisinya, berupa harta, istana, sungai-sungai, istri-istri dan lain-lain baik segala kebutuhan yang disenangi manusia

• Sepanjang tahun 2011 praktis IHSG bergerak menguat atau berada dalam kecenderungan menguat yang mana hingga pertengahan Desember indeks masih mencoba untuk

Dari beberapa hasil penelitian diatas, bisa terlihat bahwa nilai IC50 ekstrak Curcuma longa yang dipaparkan terhadap sel HeLa memerlukan konsentrasi yang jauh lebih tinggi

Anda dinasihatkan untuk selalu membuat salinan cadangan (backup) dari semua data yang disimpan di dalam Produk Sony Ericsson seperti item-item yang didownload, kalender dan