• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu (Studi Kasus di Oka Jamur Bali, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu (Studi Kasus di Oka Jamur Bali, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung)."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN

BAKU SERBUK GERGAJI KAYU

(Studi Kasus di Oka Jamur Bali, Desa Penarungan, Kecamatan

Mengwi, Kabupaten Badung)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh

Agustini Citra Dewi NIM. 1205315041

KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, 14 April 2016 Yang menyatakan,

(3)

iii ABSTRACT

Agustini Citra Dewi. NIM 1205315041. Analysis of Raw Material Inventory Control on the Wood Sawdust (Case Studies on Mushroom Oka Bali, Village Penarungan, Mengwi Districts, Counties Badung). Guided by: Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Dr. Ir. I Ketut Suamba, MP.

The raw material is an important factor that should be utilized effectively and efficiently. Raw materials that are not available will result in the production process would not be possible. The purpose of this study was to determine the amount of raw material inventory control efficiency in implementing the company's raw material inventory control systems are effective. This goal can help companies in solving the problem at hand. The results showed that the total cost of inventory in the Economic Order Quantity method of Rp 1.652.039.00, while the total cost of the actual inventory of Rp 2.141.603.00 so that savings are Rp 489.565.00. The suggestions that the authors recommend is 1) companies need to review the control methods applied during this time , because it is based on the calculation method used by the researchers , the total cost of inventory is minimized; 2) Oka Mushroom Bali in procuring raw material wood sawdust, should make purchases in large numbers and with a low frequency per production period , this is done with the aim to minimize inventory costs that will be incurred by the company; and 3) companies should determine the magnitude of Safety Stock and the Reorder Point appropriately in the inventory control of raw materials to protect or preserve the possibility of a shortage or excess materials and prevent delays in raw material ordered.

(4)

iv ABSTRAK

Agustini Citra Dewi. NIM 1205315041. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu (Studi Kasus di Oka Jamur Bali, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung). Dibimbing oleh: Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Dr. Ir. I Ketut Suamba, MP.

Bahan baku merupakan faktor penting yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Bahan baku yang tidak tersedia akan mengakibatkan proses produksi tentu tidak dapat terlaksana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah efisiensi pengendalian persediaan bahan baku perusahaan dalam menerapkan sistem pengendalian persediaan bahan baku yang efektif. Tujuan ini dapat membantu perusahaan dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya persediaan menurut metode EOQ sebesar Rp 1.652.039,00; sedangkan total biaya persediaan aktual adalah sebesar Rp 2.141.603,00 sehingga penghematan sebesar Rp 489.565,00. Saran yang dapat penulis berikan adalah 1) perusahaan perlu mengkaji kembali metode pengendalian yang diterapkan selama ini, karena berdasarkan hasil perhitungan dengan metode yang digunakan peneliti, total biaya persediaan masih dapat diminimalkan; 2) Oka Jamur Bali dalam melakukan pengadaan bahan baku serbuk gergaji kayu, sebaiknya melakukan pembelian dalam jumlah yang besar dan dengan frekuensi yang rendah per periode produksi, hal ini dilakukan dengan tujuan

untuk meminimalisir biaya persediaan yang nantinya akan dikeluarkan oleh

perusahaan; dan 3) perusahaan sebaiknya menentukan besarnya safety stock dan

reorder point dengan tepat dalam pengendalian persediaan bahan baku untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan maupun kelebihan bahan baku serta mencegah terjadinya keterlambatan bahan baku yang dipesan.

(5)

v

RINGKASAN

Bahan baku adalah barang-barang yang dibeli perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi. Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan bahan baku. Bahan baku yang tidak tersedia akan mengakibatkan proses produksi yang dilakukan untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi tentu tidak dapat terlaksana. Bahan baku yang diteliti dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu.

Masalah yang dihadapi oleh perusahaan adalah sering terjadi ketidakstabilan antara pembelian dan penggunaan bahan baku. Terkadang pembelian lebih banyak atau lebih besar daripada penggunaan atau kebutuhan bahan baku yang diperlukan dalam kegiatan produksi.

Penelitian ini dilakukan di Oka Jamur Bali yang beralamat di Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2015 s.d November 2015. Penelitian ini memakai dua metode yaitu metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk menjawab tujuan pertama penelitian yaitu untuk mengetahui proses pengadaan dan penggunaan bahan baku sedangkan metode kuantitatif untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk mengetahui sistem pengendalian persediaan bahan baku yang efektif dan berapa besar efisiensi pengendalian persediaan bahan baku perusahaan dalam menerapkan sistem pengendalian persediaan bahan baku yang efektif.

(6)

vi

gudang masih 1,289 ton. Persediaan maksimum (maximum inventory) yang harus tersedia diperusahaan menurut metode EOQ adalah sebesar 16,658 ton.

Berdasarkan perhitungan efisiensi total biaya persediaan, total biaya persediaan efisien menurut metode EOQ sebesar Rp 1.652.039,00, sedangkan menurut kebijakan perusahaan sebesar Rp 2.141.603,00. Perusahaan dapat menghemat total biaya persediaan sebesar Rp 489.565,00; apabila perusahaan menerapkan analisis pengendalian persediaan bahan baku.

(7)

vii

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SERBUK GERGAJI KAYU

(Studi Kasus Di Oka Jamur Bali, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung)

Agustini Citra Dewi NIM. 1205315041

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP Dr. Ir. I Ketut Suamba, MP NIP. 19610708 198610 2 001 NIP. 19600820 198603 1 007

Mengesahkan, Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS. NIP. 19630515 198803 1 001

(8)

viii

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SERBUK GERGAJI KAYU

(Studi Kasus Di Oka Jamur Bali, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung)

Dipersiapkan dan diajukan oleh Agustini Citra Dewi

NIM. 1205315041

Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Pada tanggal 27 Januari 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No. 10/UN 14.1.23/DL/2016

Tanggal : 19 Januari 2016 Tim Penguji Skripsi adalah:

Ketua : Dr. Ir. I Nyoman Gede Ustriyana, MM Anggota :

1. Prof. Dr. Ir. I Made Narka Tenaya, MS

2. Ir. I Dewa Gede Agung, MMA

3. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP

(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

Agustini Citra Dewi lahir di Denpasar pada 01 Agustus 1994. Penulis merupakan anak pertama dari I Ketut Setiawan dengan Ni Nyoman Gemparini.

Pendidikan dasar ditempuh di SDN 23 Dangin Puri Kaja (2000-2006). Pendidikan menengah pertama dilanjutkan ke SMP PGRI 9 Denpasar (2006-2009). Penulis melanjutkan ke pendidikan menengah kejuruan di SMK PGRI 4 Denpasar (2009-2012). Penulis, melalui seleksi nasional masuk perguruan tinggi (SNMPTN) tahun 2012, diterima di Program Studi Agribisnis, Jurusan Pengembangan Bisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Selama masa kuliah, penulis aktif mengikuti berbagai seminar yang berlangsung baik ditingkat fakultas maupun universitas. Seminar tersebut antara lain: National Seminar of World AIDS Day 2012, seminar internasional “Unity in Diversity”, seminar nasional “Bali’s Agriculture In Development”, seminar nasional “Your Passion Your Power”, Seminar Creaive Writing and Public

Speaking, pelatihan program manajemen wirausaha dengan tema “Melalui

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu (Studi

Kasus di Oka Jamur Bali, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi,

Kabupaten Badung)” ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Oleh karena itu penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. I Wayan Widyantara, MP selaku Ketua Jurusan Prodi Agribisnis yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Konsentrasi Pengembangan Bisnis, Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian yang turut membantu melancarkan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. I Made Oka Widnya selaku pemilik perusahaan (Oka Jamur Bali) yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian di perusahaan dan sangat ramah dalam memberikan informasi terkait penelitian serta meluangkan waktu kapanpun untuk memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti. 4. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP selaku Dosen Pembimbing Skripsi I serta

(11)

xi

5. Dr. Ir. I Ketut Suamba, MP selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah sabar dan membantu mengarahkan, memberikan masukan, menyumbangkan tenaga, waktu serta pikiran demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Keluarga yaitu Papa, Mama dan adik serta orang terkasih yang selalu memberikan motivasi, arahan serta Doa yang tiada hentinya kepada penulis. 7. Teman seperjuangan selama mengikuti perkuliahan di Konsentrasi

Pengembangan Bisnis, Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana yaitu : Desilya, Gung Istri, Novi, klara, desi anes, dan semua teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebut namanya satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan pihak-pihak yang telah membantu mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Denpasar, 22 Januari 2016

(12)

xii

1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Serbuk Gergaji Kayu ... 7

2.1.1 Pengertian serbuk gergaji kayu ... 7

2.1.2 Manfaat serbuk gergaji kayu ... 8

2.2 Pengertian Persediaan Bahan Baku ... 11

2.2.1 Pengertian persediaan ... 11

2.2.2 Alasan diadakannya persediaan ... 12

2.2.3 Kerugian dari ketidakpastian pengadaan persediaan bahan baku ... 13

2.2.4 Fungsi-fungsi persediaan ... 14

(13)

xiii

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan

bahan baku ... 17

2.3 Pengertian Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 20

2.3.1 Tujuan pengendalian persediaan ... 21

2.3.2 Prinsip-prinsip pengendalian ... 22

2.3.3 Sistem pengendalian persediaan ... 24

2.4 Penggunaan Bahan Baku ... 25

2.4.1 Pengertian bahan baku ... 25

2.4.2 Perkiraan kebutuhan bahan baku ... 25

2.4.3 Penentuan kebutuhan bahan baku ... 26

2.5 Langkah-Langkah dalam Melaksanakan Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 26

2.5.1 Menentukan jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) ... 26

2.5.2 Frekuensi pembelian bahan baku... 28

2.5.3 Menentukan persediaan pengaman (safety stock) ... 28

2.5.4 Menentukan titik pemesanan kembali (reoerder point) ... 29

2.5.5 Menentukan jumlah persediaan maksimum (maximum inventory) ... 30

2.5.6 Total biaya persediaan ... 30

2.6 Penelitian Terdahulu ... 30

2.7 Kerangka Pemikiran ... 34

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2 Jenis Data Penelitian ... 38

3.3 Sumber Data Penelitian ... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5 Responden Penelitian ... 41

3.6 Variabel, Indikator, Parameter, dan Skala Pengukuran ... 41

3.7 Batasan Operasional Variabel ... 43

(14)

xiv

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Gambaran Umum Oka Jamur Bali... 50

4.2 Visi dan Misi Oka Jamur Bali ... 52

4.3 Legalitas Oka Jamur Bali ... 53

4.4 Struktur Organisasi Oka Jamur Bali ... 54

4.5 Sistem Ketenagakerjaan Oka Jamur Bali ... 56

4.6 Proses Produksi Baglog Jamur Tiram ... 58

V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Pembelian Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu ... 66

5.2 Analisis Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Kondisi Aktual Oka Jamur Bali ... 68

5.3 Analisis Persediaan Bahan Baku Yang Efektif ... 72

5.4 Analisis Persediaan Bahan Baku Yang Efisien ... 78

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 90

6.2 Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1.1. Perkembangan Pembelian, Penggunaan, dan Produksi

Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 3

3.1. Variabel, Indikator, Parameter, dan Skala Pengukuran ... 42

4.1. Jadwal Libur Karyawan di Oka Jamur Bali ... 57

4.2. Pembagian Tenaga Kerja di Oka Jamur Bali ... 58

5.1. Perkembangan Pembelian Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 66

5.2. Kuantitas Pemesanan dan Tingkat Persediaan Rata-rata Serbuk Gergaji Kayu ... .... 70

5.3 Komponen Biaya Pemesanan per Pesanan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 71

5.4. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 72

5.5. Jumlah Pemesanan Ekonomis Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 73

5.6. Frekuensi Pembelian Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 74

5.7. Persediaan Pengaman (Safety Stock) Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 75

5.8. Reorder Point Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Selama Lead Time Tahun 2014 ... 76

5.9. Persediaan Maksimum Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 77

5.10. Data Perhitungan Biaya Pemesanan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 78

5.11. Data Perhitungan Biaya Penyimpanan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Aktual Tahun 2014 ... 79

5.12. Data Perhitungan Total Inventory Cost Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Aktual Tahun 2014 ... 80

5.13. Data Perhitungan Biaya Pemesanan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 80

5.14. Data Perhitungan Biaya Penyimpanan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Normatif Tahun 2014 ... 81

(16)

xvi

Tahun 2014 ... 82 5.17. Hubungan EOQ, Safey Stock, ROP dan MI Serbuk Gergaji Kayu

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Serbuk Gergaji Kayu di Oka Jamur Bali ... 36

4.1. Struktur Organisasi Oka Jamur Bali ... 54

4.2. Alur Proses Produksi Jamur Tiram Putih Oka Jamur Bali ... 62

5.1. Alur Pengadaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Oka Jamur Bali ... 68

5.2. Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 69

5.3. Grafik Hubungan EOQ terhadap Biaya Persediaan... 84

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Pembelian Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 96

2. Penggunaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu Tahun 2014 ... 97

3. Perhitungan Biaya Penyusutan Gudang ... 98

4. Perhitungan Biaya Listrik ... 99

5. Perhitungan Biaya Air... 100

6. Pengendalian Persediaan Bahan Baku yang Efektif bagi Perusahaan ... 101

7. Perhitungan Biaya Persediaan Aktual ... 104

8. Perhiungan Biaya Persediaan Normatif ... 105

(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan manufaktur dalam menjalankan kegiatan usahanya memerlukan bahan baku sebagai bahan utama dalam proses produksi. Kekurangan bahan baku dapat mengakibatkan terhambatnya proses produksi. Usaha untuk menyediakan bahan baku yang cukup untuk proses produksi tentu saja harus ditempuh dengan melakukan pembelian bahan baku. Pembelian bahan baku supaya dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka harus memperhatikan penerapan sistem pembelian yang baik, yang tentunya disesuaikan dengan kondisi perusahaan.

Bahan baku adalah unsur-unsur yang belum diolah yang digunakan dalam proses pabrikasi (Simamora, 2000:547). Bahan baku (raw material) merupakan prioritas utama dan sangat vital bagi suatu industri dalam proses produksinya. Hal ini menjadikan banyak perusahaan melakukan berbagai metode untuk mengelola persediaan bahan baku. Perusahaan harus menentukan jumlah bahan baku yang optimal dengan maksud agar jumlah pembelian dapat mencapai biaya persediaan minimum (Asrori, 2010).

Oka Jamur Bali adalah salah satu perusahaan yang memproduksi baglog jamur tiram di daerah Badung. Bahan baku yang digunakan oleh Oka Jamur Bali dalam memproduksi baglog adalah serbuk gergaji kayu yang merupakan bahan baku utama dengan komposisi paling banyak mencapai 90% dan bahan penolongnya yaitu dedak, tepung jagung, gypsum, dan air. Bahan baku yang diteliti dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu.

(20)

2

terhadap permintaan baglog jamur tiram. Tentu dalam kegiatan produksi harus ada bahan baku. Bahan baku merupakan masalah yang sangat penting dalam dunia usaha. Berkaitan dengan kebutuhan pasar, tentu terdapat perusahaan-perusahaan sejenis di daerah Badung yang juga berniat dapat memenuhi kebutuhan pasar yang semakin hari semakin meningkat.

Perusahaan-perusahaan tersebut yaitu: (1) PT Alam Bali Mushroom yang beralamat di Jalan Pasek II No. 3 Gang Jamur, Br. Pasek, Desa Jagapati, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali; (2) Supermushroom yang beralamat di Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Badung; dan (3) Bapak Sri yang beralamat di Br. Tohpati, Bongkase, Abiansemal, Badung. Perusahaan yang mengolah baglog jamur tiram tidak hanya terdapat di daerah Badung melainkan ada juga dari Denpasar, Gianyar, Tabanan, dan Buleleng. Persaingan yang sangat ketat dirasakan oleh Oka Jamur Bali terdapat di daerah Badung karena daerah pemasaran yang dijangkau oleh perusahaan adalah sekitar daerah Badung dan Denpasar. Persaingan yang terjadi dengan perusahaan-perusahaan sejenis baik dari Badung maupun daerah lain, Oka Jamur Bali bertekad untuk menghasilkan produk-produk yang kualitasnya bermutu tinggi dengan harga yang bersaing.

(21)

3

Tabel 1.1

Perkembangan Pembelian, Penggunaan, dan Produksi Baglog Jamur Tiram Tahun 2014

Bulan Pembelian Penggunaan Produksi Deviasi

(ton) (ton) (baglog) (kg)

Tabel 1.1 menjelaskan bahwa jumlah penggunaan serbuk gergaji kayu pada tahun 2014 berfluktuasi. Terkadang penggunaan serbuk gergaji kayu melebihi dari pembelian namun terkadang penggunaan lebih sedikit dari pembelian tersebut. Produksi baglog yang dilakukan perusahaan juga berfluktuasi. Data tersebut juga menunjukkan bahwa pola produksi yang diterapkan perusahaan adalah pola produksi bergelombang. Pola produksi bergelombang merupakan pola produksi dimana jumlah produksi untuk setiap satuan waktu yang lebih pendek dari satu tahun tidak selalu sama. Biasanya mengikuti pola penjualan. Produksi tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 13.167 baglog dan produksi terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 10.167 baglog. Berdasarkan nilai minus pada data deviasi menunjukkan bahwa dalam kegiatan produksi diperlukan adanya persediaan.

(22)

4

banyak persediaan maksimal yang seharusnya disimpan di gudang, berapa jumlah persediaan yang harus ada di gudang (safety stock). Tujuannya, agar persediaan tetap tersedia untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan yang tidak terduga, tapi diusahakan untuk meminimalisir jumlah stock karena inventory yang berlimpah akan berelevansi pada pemborosan biaya.

Selama ini Oka Jamur Bali dalam kebijaksanaan pengadaan bahan baku hanya berdasarkan pada pengalaman atau data-data dari masa lalu, jadi belum menerapkan analisis pengendalian persediaan bahan baku. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan bahan baku adalah menggunakan pendekatan metode Economic Order Quantity. Metode tersebut dapat menentukan berapa besar jumlah bahan baku dan kapan bahan baku seharusnya dipesan dengan tujuan dapat meminimalisir Total Inventory Cost.

Mengingat pentingnya pengendalian persediaan bahan baku, maka hal itu yang menyebabkan penulis ingin menerapkan sistem pengendalian persediaan bahan baku. Tujuannya, untuk membantu memecahkan permasalahan dengan melakukan penelitian di perusahaan dengan judul “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu di Oka Jamur Bali, Kabupaten Badung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang disimpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(23)

5

2. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan di Oka Jamur Bali dilihat dari persediaan bahan baku yang ekonomis, persediaan pengaman, titik pemesanan kembali, dan persediaan maksimum? 3. Berapakah efisiensi biaya persediaan bahan baku di Oka Jamur Bali

Kabupaten Badung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui.

1. Pola pembelian bahan baku serbuk gergaji kayu di Oka Jamur Bali.

2. Sistem pengendalian persediaan bahan baku yang efektif dilihat dari persediaan bahan baku yang ekonomis, persediaan penyelamat, waktu pemesanan kembali, dan persediaan maksimum bahan baku bagi Oka Jamur Bali Kabupaen Badung.

3. Efisiensi biaya persediaan bahan baku perusahaan dalam menerapkan sistem pengendalian persediaan bahan baku yang efektif.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak antara lain.

(24)

6

2. Oka Jamur Bali, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan sumber dana dan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menentukan besarnya kuantitas produksi yang ekonomis dengan biaya produksi yang efisien.

3. Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan masalah pengendalian persediaan bahan baku di perusahaan serta diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan sekaligus sebagai bahan acuan untuk perbandingan dalam penelitian.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian dilakukan di Oka Jamur Bali Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Oka Jamur Bali bergerak dibidang pengolahan bahan baku serbuk gergaji kayu menjadi baglog jamur tiram. Penelitian ini dibatasi bagaimana Oka Jamur Bali tersebut dalam menyediakan bahan baku serbuk gergaji kayu dalam pembuatan baglog jamur tiram yang berkualitas dibandingkan dengan perusahaan pesaing dengan produk yang sejenis.

(25)

7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Serbuk Gergaji Kayu

2.1.1 Pengertian serbuk gergaji kayu

Serbuk gergaji kayu merupakan limbah industri penggergajian kayu. Selama ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat (Departmen Pertanian, 1970).

(26)

8

aluminium foil. Media serbuk disterilisasi pada autoklaf selama kurang lebih dua sampai dengan empat jam pada tekanan 1,5 atmosfir. Tahapan setelah diinokulasi, media serbuk diinkubasikan di dalam ruangan yang bersuhu kamar 24oC – 25oC selama 30 s.d 40 hari. Kayu atau serbuk gergajian yang paling baik digunakan sebagai media tanam: kayu harus steril, yakni tidak mengandung pestisida atau bahan beracun lainnya (Departemen Pertanian, 1970).

2.1.2 Manfaat serbuk gergaji kayu

Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah yang dapat diperoleh dari hasil menggergaji yang biasa di lakukan di tukang kayu. Biasanya serbuk gergaji dapat dihasilkan setelah melakukan proses penggergajian kayu ataupun proses penghalusan dari kayu dan dilakukan dengan menggunakan alat penghalus kayu. Hasil dari serbuk gergaji akan langsung dibuang. Serbuk kayu hasil proses penggergajian ataupun limbah dari penghalusan kayu ternyata memilki berbagai manfaat (Departemen Pertanian, 1970).

1. Sebagai bahan campuran pembuatan meubel

Serbuk gergaji memiliki manfaat yang baik sebagai bahan campuran dalam pembuatan meubel. Beberapa pabrik meubel besar saat ini sudah tidak menggunakan bahan kayu utuh untuk membuat meubel. Hal ini dilakukan untuk menekan harga produksi, sehingga produk-produk meubel, seperti lemari kecil dan juga meja belajar dapat dijual dengan harga yang lebih rendah. Keuntungan dari produk meubel yang dicampur serbuk gergaji ini, antara lain.

(27)

9

(2) Harga jual lebih murah

(3) Bobot meubel yang lebih ringan

Terdapat beberapa kelemahan dari produk meubel yang dibuat dengan menggunakan campuran serbuk gergaji kayu. Berikut ini adalah beberapa kelemahan dari meubel yang dibuat dengan menggunakan bahan campuran dari serbuk gergaji antara lain.

(1) Tidak tahan lama (2) Mudah lapuk

(3) Sering menimbulkan kotoran di lantai (4) Ringkih dan juga rapuh

2. Bahan pembuatan batako

Teknologi saat ini juga menggunakan manfaat serbuk gergaji kayu sebagai salah satu bahan campuran dalam pembuatan batako. Hasil penelitian mengatakan bahwa campuran serbuk gergaji pada batako dapat menekan biaya produksi, dan konon katanya kualitas batako yang dibuat juga tidak kalah baiknya dengan jenis batako yang tidak menggunakan campuran dari serbuk gergaji.

3. Sebagai bahan bakar

(28)

10

Serbuk gergaji kayu diletakkan pada bagian dasar kandang hamster ataupun marmut. Kegunaannya adalah sebagai tempat hamster untuk tidur dan juga sebagai tempat buang air kecil dan besar agar tidak bau. Hamster ataupun marmut juga senang bermain-main pada kandang yang berisi serbuk gergaji dan juga serbuk kayu.

5. Media tanam

Manfaat serbuk gergaji kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu media tanam yang baik. Media tanam ini yang dibuat dengan menggunakan serbuk kayu biasanya dapat mengoptimalkan penyerapan air dan unsur hara pada tanaman. Meningkatnya penyerapan air dan juga unsur hara oleh tanaman, maka kondisi kesuburan dari tanaman tersebut akan menjadi lebih baik. Serbuk gergaji kayu sebagai media tanam dalam polybag ataupun pot kecil dan bisa juga digunakan sebagai media tanam untuk tanaman yang lebih besar.

6. Briket serbuk gergaji

(29)

11

Setiap sosis yang dijual di pasaran pasti memiliki lapisan luar yang melapisi olahan daging sosis. Lapisan luar yang melapisi olahan daging sosis ini bukan plastic pembungkus sosis, namun lapisan dari olahan daging yang berwarna merah ataupun krem pada sosis. Lapisan ini pun diolah dengan manfaat serbuk kayu. Tidak perlu khawatir, karena lapisan yang dibuat dari serbuk gergaji atau serbuk kayu ini sudah diolah sedemikian rupa dan aman untuk dikonsumsi. Hal ini tidak akan membahayakan kesehatan, karena memang sudah terstandarisasi secara internasional.

2.2 Pengertian Persediaan Bahan Baku

2.2.1 Pengertian persediaan

Setiap perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan produksi akan memerlukan persediaan bahan baku. Tersedianya persediaan bahan baku maka diharapkan sebuah perusahaan industri dapat melakukan proses produksi sesuai kebutuhan atau permintaan konsumen. Persediaan bahan baku yang cukup tersedia digudang juga diharapkan dapat memperlancar kegiatan produksi perusahaan dan dapat menghindari terjadinya kekurangan bahan baku. Keterlambatan jadwal pengadaan produk yang dipesan konsumen dapat merugikan perusahaan dalam hal ini image yang kurang baik.

Penulis akan mengemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian dari persediaan, sebagai berikut.

(30)

12

2. Persediaan adalah bagian utama dari modal kerja, merupakan aktiva yang pada setiap saat mengalami perubahan (Gitosudarmo, 2002:93).

3. Soemarsono (1999:246), mengemukakan pengertian persediaan sebagai barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau digunakan dalam kegiatan perusahaan.

4. Inventory atau persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus-menerus mengalami perubahan (Riyanto, 2001:69).

Kesimpulan dari persediaan yang dimaksud adalah suatu bagian dari kekayaan perusahaan industri yang digunakan dalam rangkaian proses produksi untuk diolah menjadi barang setengah jadi atau akhirnya menjadi barang jadi. 2.2.2 Alasan diadakannya persediaan

Prinsipnya semua perusahaan melaksanakan proses produksi akan menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi dalam perusahaan tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan suatu perusahaan harus menyelenggarakan persediaan bahan baku menurut Ahyari (2003:150), sebagai berikut.

(31)

13

pula. Keadaan semacam ini maka bahan baku yang sudah dibeli oleh perusahaan namun belum dipergunakan untuk proses produksi akan masuk sebagai persediaan bahan baku dalam perusahaan tersebut.

2. Perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan bahan baku yang dipesan belum datang maka pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan tersebut akan terganggu. Ketidaktersediaan bahan baku tersebut akan mengakibatkan terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan bahan baku dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah tingginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan. Keadaan tersebut tentunya akan membawa kerugian bagi perusahaan.

3. Perusahaan dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang banyak untuk menghindari kekurangan bahan baku tetapi persediaan bahan baku dalam jumlah besar tersebut akan mengakibatkan terjadinya biaya persediaan bahan yang semakin besar pula. Besarnya biaya yang semakin besar ini berarti akan mengurangi keuntungan perusahaan. Resiko kerusakan bahan baku juga akan bertambah besar apabila persediaan bahan bakunya besar.

2.2.3 Kerugian dari ketidakpastian pengadaan persediaan bahan baku

(32)

14

cukup banyak namun sudah dilakukan pembelian sehingga berakibat bertambahnya bahan baku digudang. Hal ini bisa menurunkan kualitas bahan dan akan meningkatkan biaya penyimpanan.

Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi ketidakpastian bahan baku yaitu dari dalam perusahaan dan faktor dari luar perusahaan. Ketidakpastian dari dalam perusahaan disebabkan oleh faktor dari perusahaan itu sendiri dalam pemakaian bahan baku, karena pemakaian bahan baku oleh perusahaan tidaklah selalu tepat dengan apa yang selalu diencanakan. Suatu saat mungkin ada gangguan teknis sehingga akan mengganggu proses produksi yang akan menyebabkan pemakaian bahan baku berkurang. Pemborosan-pemborosan atau karena bahan baku yang kurang baik sehingga pemakaian bahan baku keluar dari rencana semula (Ahyari, 2003).

Ketidakpastian bahan baku selain berasal dari dalam perusahaan terdapat pula ketidakpastian dari luar perusahaan. Ketidakpastian dari luar perusahaan ini disebabkan oleh faktor-faktor dari luar perusahaan. Perusahaan pada saat melaksanakan pembelian sudah diperhitungkan agar bahan baku yang dibeli tersebut datangnya tepat pada saat persediaan yang ada sudah habis. Kenyataannya bahan baku tersebut datangnya sering tidak sesuai dengan yang telah diperhitungkan atau bahan tersebut datang sebelum waktu yang dijanjikan (Ahyari, 2003).

2.2.4 Fungsi-fungsi persediaan

(33)

15

sehingga perusahaan seolah-olah dalam posisi bebas. Fungsi persediaan pada dasarnya terdiri dari tiga fungsi sebagai berikut.

1. Fungsi Decoupling

Perusahaan akan dapat memenuhi kebutuhannya atas permintaan konsumen tanpa tergantung pada supplier barang. Pemenuhan fungsi ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) persediaan bahan mentah disiapkan agar perusahaan tidak sepenuhnya tergantung penyediaannya pada suplier dalam hal kuantitas dan pengiriman; (2) persediaan barang dalam proses ditujukan agar tiap bagian yang terlibat dapat lebih leluasa dalam berbuat; dan (3) persediaan barang jadi disiapkan pula dengan tujuan untuk memenuhi permintaan yang bersifat tidak pasti dan langganan (Asdjudiredja, 1999:114).

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar perusahaan dapat berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam jumlah yang cukup dengan tujuan agar dapat mengurangi biaya perunit produk. Pertimbangan yang dilakukan dalam persediaan ini adalah penghematan yang dapat terjadi karena pembelian dalam jumlah banyak yang dapat memberikan potongan harga serta biaya pengangkutan yang lebih mudah dibandingkan dengan biaya-biaya yang akan terjadi karena banyaknya persediaan yang dimiliki (Asdjudiredja, 1999:114).

3. Fungsi Antisipasi

(34)

16

dapat diperkirakan sebelumnya yang didasarkan pengalaman hal tersebut, perusahaan sebaiknya mengadakan persediaan musiman (seaseonal inventory) (Asdjudiredja, 1999:114).

Selain fungsi-fungsi diatas menurut Herjanto (1997:168), terdapat enam fungsi penting yang terkandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan antara lain: (1) menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku; (2) menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan; (3) menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi; (4) untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan sulit bila bahan tersebut tidak tersedia dipasaran; (5) mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (quantity discount); dan 6) memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersedianya barang yang diperlukan.

2.2.5 Jenis-jenis persediaan

Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang, sebagai berikut.

1. Persediaan bahan baku, yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Barang ini diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier atau perusahaan yang membuat atau menghasilkan bahan baku untuk perusahaan lain yang menggunakannya. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan, yaitu persediaan barang-barang

(35)

17

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong, yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses, yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah.

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku

Donald Delmar (1985) mengemukakan bahwa dalam melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan terdapat beberapa faktor terkait yang memerlukan perhatian. Faktor-faktor tersebut antara lain.

1. Inventory turnover

Inventory turnover (perputaran persediaan) merupakan frekuensi perputaran

(36)

18

2. Lead time

Lead time adalah interval waktu antara penyampaian pesanan dan

diterimanya pesanan sediaan itu dari pemasok. Produk atau komponen yang diproduksi secara internal, lead time dapat didefinisikan sebagai waktu total yang diperlukan untuk memperoleh bahan baku yang diperlukan atau membeli komponen, melaksanakan pengolahan yang diperlukan, pabrikasi, dan langkah-langkah perakitan serta pengepakan serta pengiriman barang-barang itu ke divisi lain di dalam perusahaan atau kepada pelanggan.

3. Customer service level

Customer service level merupakan derajat layanan kepada pelanggan yang mengacu pada persentase dari pesanan yang dapat diisi dengan sediaan atau produk jadi yang akan diserahkan, berdasarkan suatu tanggal tertentu yang telah disetujui. Derajat layanan kepada pelanggan ini merupakan fungsi langsung dari titik pemesanan kembali (reorder point) dan didefinisikan sebagai level sediaan atau waktu mana suatu order telah ditetapkan untuk mengganti unit sediaan yang sudah terpakai atau terjual.

4. Stock-out cost

(37)

19

pada aspek kualitas yang rendah. Saat citra baik dan pelanggan terjadi, berarti pada saat yang sama timbul derajat layanan kepada pelanggan.

5. Biaya persediaan bahan baku

Biaya persediaan terdiri atas biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, sebagai berikut.

(1) Ordering cost (biaya pemesanan)

Biaya ini mencakup biaya sewa bensin, upah sopir, dan biaya sewa pick up. Sehubungan dengan itu, untuk meminimumkan biaya pemesanan, perusahaan harus melakukan pemesanan dalam jumlah besar, yang pada gilirannya meminimumkan biaya pemesanan. Jumlah unit yang dipesan berbanding terbalik dengan frekuensi pemesanan. Jumlah unit yang dipesan diperbesar maka frekuensi pemesanan berkurang. Unit yang dipesan diperkecil maka frekuensi pemesanan meningkat. Tingkat biaya pemesanan yang optimal diperoleh pada titik keseimbangan antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan.

(2) Storage or holding (biaya penyimpanan), or carrying costs

Biaya atas sediaan yang terjadi sehubungan dengan penyimpanan sejumlah sediaan tertentu dalam perusahaan. Biaya ini mencakup biaya penyusutan gudang, biaya listrik, biaya air, dan upah tenaga kerja. Biaya penyimpanan umumnya dihitung dengan persen tertentu terhadap harga sediaan, misalnya 10% s.d 35%.

Menurut Assauri (1999), dalam menentukan jumlah pembelian atau pemesanan ekonomis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu.

(1) Menggunakan tabel (tabular approach)

(38)

20

menunjukkan biaya terendah merupakan jumlah pesanan atau pembelian yang paling ekonomis.

(2) Menggunakan grafik (graphical approach)

Penentuan jumlah pesanan atau pembelian yang ekonomis dengan pendekatan grafik ini dilkukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan total biaya dalam satu gambar. Sumbu horizontal menentukan jumlah besarnya pesanan, biaya penyimpanan, dan total biaya.

(3) Menggunakan rumus (formula approach)

Pendekatan ini menggunakan rumus matematika dalam menentukan jumlah pemesanan yang paling ekonomis. Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan bahwa total biaya persediaan yang minimum terjadi pada biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan.

2.3 Pengertian Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Pengendalian bahan baku yang diselenggarakan dalam suatu perusahaan, tentunya diusahakan untuk dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Keterpaduan dari seluruh pelaksanaan kegiatan yang ada dalam perusahaan akan menunjang terciptanya pengendalian bahan baku yang baik dalam suatu perusahaan.

(39)

21

Perencanaan adalah proses untuk memutuskan tindakan apa yang akan diambil dimasa depan. Perencanaan kebutuhan bahan adalah suatu sistem perencanaan yang pertama-tama berfokus pada jumlah dan pada saat barang jadi yang diminta yang kemudian menentukan permintaan turunan untuk bahan baku, komponen dan sub perakitan pada saat tahapan produksi terdahulu (Horngren, 1992:321).

Pengawasan bahan adalah suatu fungsi terkoordinasi didalam organisasi yang terus-menerus disempurnakan untuk meletakkan pertanggungjawaban atas pengelolaan bahan baku dan persediaan pada umumnya, serta menyelenggarakan suatu pengendalian internal yang menjamin adanya dokumen dasar pembukuan yang mendukung sahnya suatu transaksi yang berhubungan dengan bahan, pengawasan bahan meliputi pengawasan fisik dan pengawasan nilai atau rupiah bahan (Supriyono, 1999:400). Kegiatan pengawasan persediaan tidak terbatas pada penentuan atas tingkat dan komposisi persediaan, tetapi juga termasuk pengaturan dan pengawan atau pelaksanaan pengadaan bahan-bahan yang diperlukan sesaui dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan dengan biaya yang serendah-rendahnya.

2.3.1 Tujuan pengendalian persediaan

Menurut Assauri (1998:177), tujuan pengawasan persediaan dapat diartikan sebagai usaha untuk.

1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga menyebabkan proses produksi terhenti.

(40)

22

3. Menjaga agar pembelian bahan baku secara kecil-kecilan dapat dihindari. Tujuan dasar pengendalian bahan adalah kemampuan untuk mengirimkan surat pesanan pada saat yang tepat pada pemasok terbaik untuk memperoleh kuantitas yang tepat pada harga dan kualitas yang tepat (Matz, 1994:229).

Kesimpulan, dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pengendalian persediaan dan pengadaan perencanaan bahan baku yang dibutuhkan baik dalam jumlah maupun kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta kapan pesanan dilakukan.

2.3.2 Prinsip-prinsip pengendalian

Menurut Matz (1994:230), sistem dan teknik pengendalian persediaan harus didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

1. Persediaan diciptakan dari pembelian bahan dan suku cadang, tambahan biaya pekerja, dan overhead untuk mengelola bahan menjadi barang jadi. 2. Persediaan berkurang melalui penjualan dan kerusakan.

3. Perkiraan yang tepat atas skedul penjualan dan produksi merupakan hal yang esensial bagi pembelian, penanganan, dan investasi bahan yang efisien.

4. Kebijakan manajemen, yang berupaya menciptakan keseimbangan antara keragaman dan kuantitas persediaan bagi operasi yang efisien dengan biaya pemilikan persediaan tersebut merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan investasi persediaan.

(41)

23

6. Pencatatan persediaan saja tidak akan mencapai pengendalian atas persediaan.

7. Pengendalian bersifat komparatif, relatif dan tidak mutlak.

Matz (1994:229) berpendapat bahwa pengendalian persediaan yang efektif harus.

1. Menyediakan bahan dan suku cadang yang dibutuhkan bagi operasi yang efisien dan lancar.

2. Menyediakan cukup banyak stock dalam periode kekurangan pasokan (musiman, siklus, atau pemogokan) dan dapat mengantisipasi perubahan harga.

3. Menyiapkan bahan dengan waktu dan biaya penanganan yang minimum serta melindunginya dari kebakaran, pencurian, dan kerusakan selama bahan tersebut ditangani.

4. Mengusahakan agar jumlah persediaan yang tidak terpakai, berlebih, atau yang rusak sekecil mungkin dengan melaporkan perubahan produk secara sistematik, dimana perubahan tersebut mungkin akan mempengaruhi bahan suku cadang.

5. Menjamin kemandirian persediaan bagi pengiriman yang tepat waktu kepada pelanggan.

(42)

24

2.3.3 Sistem pengendalian persediaan

Menurut Assauri (1998), penentuan jumlah persediaan perlu ditentukan sebelum melakukan penilaian persediaan. Jumlah persediaan dapat ditentukan dengan dua sistem yang paling umum dikenal pada akhir periode antara lain. 1. Periodic system, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara

fisik agar jumlah persediaan akhir dapat diketahui jumlahnya secara pasti. 2. Perpetual system, atau book inventory yaitu setiap kali pengeluaran

diberikan catatan administrasi barang persediaan.

Beberapa cara yang dapat dipergunakan dalam melaksanakan penilaian persediaan yaitu.

1. First In, First Out (FIFO) atau masuk pertama keluar pertama

Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa arus harga bahan adalah sama dengan arus penggunaan bahan. Sejumlah unit bahan dengan harga beli tertentu sudah habis dipergunakan, maka penggunaan bahan berikutnya harganya akan didasarkan pada harga beli berikutnya. Atas dasar metode ini maka harga atau nilai dari persediaan akhir adalah sesuai dengan harga dan jumlah pada unit pembelian terakhir.

2. Last In, First Out (LIFO) atau masuk terakhir keluar pertama

(43)

25

3. Weighted Average (Rata-rata tertimbang)

Cara ini didasarkan atas harga rata-rata perunit bahan adalah sama dengan jumlah harga perunit yang dikalikan dengan masing-masing kuantitasnya kemudian dibagi dengan seluruh jumlah unit bahan dalam perusahaan tersebut. 4. Harga standar

Besarnya nilai persediaan akhir dari suatu perusahaan akan sama dengan jumlah unit persediaan akhir dikalikan dengan harga standar perusahaan. Harga pokok produksi suatu unit atau sekelompok produk selama periode tertentu, yang ditentukan dimuka.

2.4 Penggunaan Bahan Baku

2.4.1 Pengertian bahan baku

Salah satu fungsi pokok perusahaan manufaktur adalah fungsi produksi. Perusahaan bertugas mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Bahan baku adalah barang-barang yang dibeli perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi (Jusup 1999: 408). Pendapat tersebut tidak berbeda jauh dengan pendapat Suadi (2000: 64) bahwa bahan baku adalah bahan yang menjadi bagian produk jadi dan dapat diidentifikasikan ke produk jadi. Menurut Syamsudin (2001: 281) bahwa bahan baku adalah persediaan yang dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produk akhir dari perusahaan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan baku merupakan bahan yang dibuat menjadi barang jadi.

2.4.2 Perkiraan kebutuhan bahan baku

(44)

26

produksi dalam suatu periode. Perkiraan kebutuhan bahan baku untuk proses produksi biasanya didasarkan pada pengalaman tahun-tahun yang lalu sehingga dalam proses produksi tidak terjadi kekurangan atau kelebihan bahan baku.

Secara umum, tingkat penggunaan bahan baku yang diperkirakan sebagai kebutuhan suatu perusahaan untuk proses produksi relatif tetap atau bertambah dengan pertambahan yang teratur. Tujuannya agar proses produksi berjalan dengan lancar, diperlukan kecermatan dalam memperkirakan kebutuhan bahan baku. Memperkirakan kebutuhan bahan baku secara rutin untuk proses produksi, perusahaan juga perlu memperkirakan kebutuhan bahan baku secara khusus, misalnya menjelang hari raya atau hari- hari besar atau adanya pesanan yang tidak diduga.

2.4.3 Penentuan kebutuhan bahan baku

Menurut Suadi (2000), setelah kebutuhan bahan baku untuk proses produksi diprediksi atau diperkirakan, manajemen perusahaan perlu mengambil keputusan untuk menentukan jumlah bahan baku yang harus dibeli dan kapan harus dilakukan pembelian. Bertujuan agar pengambilan keputusan manajemen tentang jumlah bahan baku yang harus dibeli dan kapan harus membeli tepat waktu, dapat digunakan perhitungan pembelian optimal dengan metode EOQ.

2.5 Langkah-Langkah dalam Melaksanakan Pengendalian Persediaan Bahan Baku

2.5.1 Menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis (EOQ)

(45)

27

atau kuantitas pesanan ekonomis adalah sebuah contoh dari sistem persediaan yang bertujuan menentukan kuantitas pesanan yang akan meminimalkan total biaya. Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa EOQ merupakan suatu metode pembelian bahan baku yang optimal yang dilakukan pada setiap kali pembelian dengan meminimalkan biaya persediaan.

Perusahaan manufaktur dalam rangka proses produksi akan melakukan pembelian bahan baku. Pembelian bahan baku tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan selama satu periode tertentu dengan biaya yang minimal agar perusahaan tidak kekurangan bahan baku. Tujuannya agar pembelian (carrying) dan persediaan bahan baku (ordering cost) optimal, dalam perhitungan biaya dapat digunakan metode EOQ (Hansen dan Mowen, 2005).

Langkah ini sesuai dengan yang dikatakan Ahyari (1999: 160) bahwa pembelian dalam jumlah yang optimal untuk mencari jumlah pembelian yang tepat dalam setiap kali pembelian guna menutup kebutuhan yang tepat sehingga menghasilkan total biaya persediaan yang paling minimal. EOQ dipengaruhi oleh beberapa unsur, yaitu biaya penyimpanan per unit, biaya pemesanan per pesan, kebutuhan bahan baku untuk satu periode, dan harga pembelian.

Berkaitan dengan hal tersebut, Harahap (1999) dan Indra (2008) menyimpulkan bahwa EOQ memiliki beberapa asumsi sebagai berikut.

(1) Harga per unit barang konstan dan tidak memengaruhi jumlah barang yang akan dipesan nantinya.

(2) Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan.

(46)

28

(4) Permintaan konsumen, biaya pemesanan, biaya transportasi, dan waktu antara pemesanan barang sampai dengan barang tersebut dikirim dapat diketahui secara pasti dan bersifat konstan.

(5) Jumlah barang yang dipesan pada setiap pemesanan selalu stabil. 2.5.2 Frekuensi pembelian bahan baku

Frekuensi pembelian bahan baku berpengaruh terhadap biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Semakin sering perusahaan melakukan pembelian bahan baku, semakin banyak biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang dikeluarkan. Frekuensi pembelian bahan baku perlu ditetapkan secara cermat. Menurut Carter (2009: 315), penetapan frekuensi pembelian bahan baku didasarkan pada kebutuhan bahan baku per tahun dan kuantitas pemesanan atau pembelian ekonomis.

2.5.3 Menentukan persediaan pengaman (SS)

(47)

29

persediaan pengaman merupakan jumlah persediaan bahan baku minimal yang harus ada untuk menjaga kemungkinan keterlambatan bahan baku yang akan dibeli perusahaan.

Mengacu pada hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa persediaan pengaman penting dalam perusahaan manufaktur karena pada kenyataannya jumlah bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi tidak selalu tepat seperti yang direncanakan. Menurut Hansen dan Mowen (2005: 475), persediaan pengaman (safety stock) dapat dihitung melalui perkalian tenggang waktu dengan selisih antara tingkat penggunaan bahan baku maksimal dan tingkat rata-rata penggunaan.

2.5.4 Menentukan titik pemesanan kembali (ROP)

Perusahaan juga harus menentukan reorder point (titik pemesanan kembali) apabila besar persediaan pengaman telah diketahui. Menurut Hansen dan Mowen (2005: 470), reorder point adalah titik waktu di mana sebuah pesanan baru harus dilakukan (atau persiapan dimulai). Pendapat tersebut hampir sama dengan pendapat Martono dan Harjito (2008: 88) bahwa reorder point adalah saat harus diadakan pesanan lagi sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu persediaan di atas safety stock sama dengan nol. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa titik pemesanan kembali atau reorder point adalah saat perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali bahan baku sehingga datangnya pesanan tersebut tepat dengan habisnya bahan baku yang ada dalam persediaan pengaman.

(48)

30

produksi terganggu. Menurut Martono dan Harjito (2008: 88), dalam menentukan titik pemesanan kembali perlu diperhatikan dua faktor berikut.

(1) Penggunaan bahan selama Lead Time. (2) Safety stock (persediaan pengaman)

2.5.5 Menentukan jumlah persediaan maksimum (Maximum Inventory)

Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan yang paling besar yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Batas maksimum ini kadang-kadang tidak didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan efektifitas kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan maksimum dalam hal ini hanya didasarkan atas kemampuan keuangan perusahaan, kemampuan gudang yang ada dan kerusakan barang tersebut. Menurut Assauri (1999), persediaan maksimum ditentukan dengan cara menjumlahkan safety stock (persediaan penyelamat) dengan EOQ (jumlah pemesanan ekonomis).

2.5.6 Total biaya persediaan

Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk keperluan persediaan bahan baku dalam mengadakan persediaan bahan baku tersebut. Biaya persediaan bahan baku tersebut yaitu biaya persediaan untuk pembelian bahan baku yang terdiri atas total biaya pemesanan dan total biaya penyimpanan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penulis mendapat rujukan dari beberapa materi dari peneliti dahulu yang mengangkat topik yang sama yaitu “analisis pengendalian persediaan bahan baku”

(49)

31

Menurut penelitian Arga Mahardhika (2011) dengan judul “Analisis Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan pendekatan metode EOQ dan metode Kanban” diketahui bahwa menggunakan metode EOQ dapat diketahui kuantitas pemesanan paling ekonomis Wiper Pivot sebesar 1461 unit, Safety Stock 567 unit dan ROP sebesar 630 unit. Komponen Wiper Assy sebesar 1215 unit, Safety Stock 575 unit dan ROP sebesar 638 unit. Komponen Arm & Blade sebesar 1157 unit, Safety Stock 934 unit dan ROP sebesar 1010 unit. Menggunakan metode Kanban dapat diketahui memerlukan satu kartu kanban dengan kuantitas pemesanan WiperPivot sebesar 192 unit. KomponenWiper Assy dapat diketahui memerlukan satu kartu kanban dan kuantitas pemesanan ekonomis sebesar 192 unit. Komponen Arm & Blade memerlukan satu kartu kanban dengan kuantitas pemesanan sebesar 288 unit. Penerapan metode EOQ untuk periode perencanaan selama satu periode dihasilkan penghematan dari TIC sebesar Rp. 13.006.808 untuk komponen Wiper Pivot, sebesar Rp. 11.363.563 untuk komponen Wiper Assydan sebesar Rp. 6.533.310 untuk Arm &Blade.

(50)

32

Menurut penelitian Aris Nuryanto (2010) dengan judul “Analisis Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kain Micropolar Fleece antara pendekatan model EOQ dengan Just In Time Inventory Control (JIT/EOQ) pada CV Cahyo Nugroho Jati Sukoharjo diketahui bahwa kebijakan pengadaan bahan baku yang dilakukan CV Cahyo Nugroho Jati Sukoharjo selama ini belum optimal dan belum menunjukan biaya yang minimum, artinya biaya persediaan yang selama ini dikeluarkan perusahaan masih lebih besar jika dibandingkan dengan perusahaan menerapkan pengendalian persediaan bahan baku dengan menggunakan metode EOQ maupun metode JIT/EOQ.

Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ dan JIT/EOQ. Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan penulis saat ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal tersebut dilihat dari persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda. Penulis menjabarkan metode EOQ. Penulis juga mencantumkan tabel yang berisi model biaya variabel total persediaan; hubungan antara EOQ, safety stock, reorder point, dan persediaan maksimum serta perbandingan antara data aktual perusahaan dengan analisis persediaan bahan baku yang efisien.

Menurut penelitian Lulus Kantimaulida Fatma (2014) dengan judul “Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai di Pabrik Tahu UD. Jaya Abadi

Situbondo” diketahui bahwa total biaya persediaan bahan baku aktual yang

(51)

33

ekonomis sebesar Rp 20.014.050,38. Perusahaan dapat menghemat anggaran atau pengeluaran sebesar Rp 687.648,17.

Kesimpulannya adalah penelitian tersebut berfokus pada metode EOQ. Persamaan dari penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan penulis saat ini adalah sama-sama menggunakan metode EOQ. Hal tersebut dilihat dari persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda.

Menurut penelitian Ni KT. Puspasari K. Dewi (2004) dengan judul “Analisis Persediaan Bahan Baku pada Perusahaan Kopi Bubuk UD Mekar Sari di Kabupaten Karangasem” diketahui bahwa jumlah pembelian bahan baku yang

dilakukan oleh perusahaan adalah sebesar 1.260,37 kg kopi bijian dengan frekuensi pembelian sebanyak 30 kali. Jumlah persediaan penyelamat adalah sebesar 127,08 kg kopi bijian. Reorder Point dilakukan pada saat persediaan kopi bijian sebanyak 254,16 kg. Jumlah persediaan maksimum yang sebaiknya dipertahankan perusahaan sebesar 1.387,45 kg kopi bijian sedangkan total biaya persediaan yang sesungguhnya yang dikeluarkan perusahaan pada tahun 2003 yaitu sebesar Rp 2.163.840,00 dengan jumlah bahan baku yang dibutuhkan sebesar 36.600 kg kopi bijian. Total biaya persediaan bahan baku yang seharusnya dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 1.331.879,00 (kebutuhan bahan bakunya sebesar 38.125 kg).

(52)

34

persamaannya, jika dilihat dari segi perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan jenis komoditi yang diteliti juga berbeda.

2.7 Kerangka Pemikiran

Oka Jamur Bali merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi baglog jamur tiram dan ketersediaan bahan bakunya terkadang belum dapat mencukupi kebutuhan proses produksinya. Bahan baku merupakan salah satu faktor penting selain tenaga kerja yang sangat menentukan keberhasilan jalannya proses produksi suatu perusahaan.

Ketidaklancaran proses produksi terjadi apabila jumlah bahan baku tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, sehingga output yang diperoleh tidak maksimal. Sebaliknya jika ketersediaan bahan baku yang terlalu besar akan meningkatkan biaya produksi tersebut. Bahan baku utama yang diperlukan adalah serbuk gergaji kayu. Mengontrol ketersediaan bahan baku dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk menjawab tujuan pertama penelitian yaitu untuk mengetahui pola pembelian bahan baku serbuk gergaji kayu sedangkan metode kuantitatif untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga penelitian yaitu untuk mengetahui penerapan analisis persediaan bahan baku yang efektif dan seberapa besar efisiensi biaya persediaan. Perlu diterapkan sistem pengendalian persediaan bahan baku dengan tujuan agar mengefisiensikan biaya persediaan dari pembelian bahan baku. Biaya persediaan meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

(53)

35

(54)

36

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk Gergaji Kayu di Oka Jamur Bali

OKA JAMUR BALI

Bahan Baku

TIC Normatif

(Total Inventory Cost)

Efisiensi Biaya

Kesimpulan Metode Deskriptif

(Pola Pembelian Bahan Baku)

Metode Kuantitatif

TIC Aktual

(Total Inventory Cost)

Rekomendasi

Analisis Pengendalian

Biaya Aktual Biaya Normatif

1.Jumlah Pemesanan Ekonomis

Gambar

Tabel 1.1
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Serbuk

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbandingan lignin sabut siwalan pada beberapa jenis serbuk gergaji kayu, untuk menghasilkan Bahan

Jamur Tiram ( Pleorotus Ostreatus ) Pada Media Campuran Serbuk Gergaji Kayu Sengon, Ampas Tebu Dan Arang Sekam”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas genteng beton dengan bahan tambah serbuk gergaji kayu jati terhadap beban lentur, rembesan air,

Dalam penelitian ini serbuk gergaji kayu campuran dari industri penggergajian kayu hutan alam dan hutan tanaman digunakan sebagai bahan baku produksi arang

Dalam penelitian Setiagama (2014) tentang Pertumbuhan dan Produktivitas Jamur Tiram Putih ( Pleurotus ostreatus ) dengan Komposisi Media Tumbuh Serbuk Gergaji

Total biaya persediaan bahan baku kayu pada UD RAHMA terdiri atas biaya pesanan dan biaya penyimpanan. a) Biaya pemesanan yaitu biaya yang dikeluarkan karena adanya pemesanan

FENNY MARIANA SIMBOLON: Pertumbuhan dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) Pada Media Tanam Jerami Padi Sebagai Substitusi Serbuk Gergaji.. Dibimbing

Penelitian Bahan Bakar Alternatif Padat (BBAP) / briket Serbuk Gergaji Kayu dengan perekat lignin sabut siwalan, diarahkan untuk mengetahui pengaruh perbandingan lignin sabut