iv
PERWALIAN ANAK HASIL TINDAK PERKOSAAN AYAH TERHADAP ANAK TIRI DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
ABSTRAK
Dalam keluarga anak merupakan unsur termuda. Anak
mengandalkan orang dewasa disekitarnya untuk melindungi, dan
membantu mereka bertahan hidup. Ironisnya, beberapa tahun ke
belakang anak menjadi korban perkosaan incest. Contoh kasus
perkosaan incest yang pernah terjadi yaitu perkosaan ayah terhadap anak tiri yang masih di bawah umur dan menyebabkan kehamilan. Korban yang tidak bisa menikah dengan laki-laki yang menyebabkan kehamilannya, menyebabkan korban menjadi orang tua tunggal dan anak korban tidak bisa mendapatkan pengakuan dari laki-laki yang menyebabkan kelahirannya. Sebagai orang tua tua tunggal dan masih di bawah umur tentunya korban tidak dapat memenuhi tugas dan kewajibannya sebagai orang tua dengan baik. Ketidaksanggupan korban menjalankan tugas dan kewajibannya mengakibatkan pemenuhan hak anak terganggu, sehingga anak membutuhkan orang tua pengganti yang disebut dengan wali. Oleh karena itu penelitian bertujuan mengetahui status nasab dan perwalian anak hasil tindak perkosaan ayah terhadap anak di bawah umur menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitif. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dalan 2 (dua) tahapan yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode analisa yang digunakan adalah analisis normatif kualitatif dan memperhatikan hukum positif baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan dengan objek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, anak hasil tindak perkosaan ayah terhadap anak tiri dikategorikan anak luar kawin. Anak luar kawin tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya menurut Hukum Islam dan menurut Undang-undang Perkawinan anak luar kawin dapat memiliki hubungan perdata dengan ayahnya. Perwalian anak hasil perkosaan ayah terhadap anak tiri di bawah umur bersifat sementara, sampai ibu dari anak tersebut dewasa, yaitu berusia lebih dari 18 tahun menurut Undang-undang Perkawinan atau 21 tahun menurut Hukum Islam melalui Kompilasi Hukum Islam. Peraturan pemerintah terkait dengan perwalian sudah seharusnya segera rumuskan dengan memperhatikan peraturan yang telah ada sehingga tidak terjadi perbedaan pengaturan.