• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK EKONOMI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DI BALI. IB. Erwin Ranawijaya, SH., MH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK EKONOMI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DI BALI. IB. Erwin Ranawijaya, SH., MH."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK EKONOMI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DI BALI

IB. Erwin Ranawijaya, SH., MH.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2019

(2)

DAFTAR ISI

Daftar Isi i

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 23

DAFTAR PUSTAKA

(3)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu kepariwisataan merupakan bagian yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan masyarakat dan pembangunan di Bali1. Pariwiwsata sebagai sumber devisa Bali telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kesejahteraan masyarakat.

Sejak penguasaan oleh Belanda, Bali seolah dibuka lebar untuk kunjungan orang asing, Bali tidak saja kedatangan orang asing sebagai pelancong namun tak sedikit para pemerhati dan penekun budaya yang datang mencatat keunikan seni budaya Bali.

Para penekun budaya yang terdiri dari sastrawan, penulis dan pelukis, inilah keunikan Bali kian menyebar ke seluruh dunia internasional. Penyampaian informasi melalui berbagai media oleh orang asing ternyata mampu menarik minat wisatawan untuk mengunjungi Bali, kekaguman akan tanah Bali kemudian menggugah minat orang asing memberi gelar kepada Bali sebagai " The Island of Gods, The Island of Paradise, The Island of Thousand Temples, The Magic of The World, dan berbagai nama pujian lainnya yang bergema menyanjung Bali di dunia pariwisata.

Industri pariwisata disamping memiliki potensi dan manfaat yang sangat tinggi bagi pembangunan kemakmuran rakyat dan pengembangan perekonomian bangsa, pariwisata juga mengandung potensi dampak yang sangat mengancam dan membahayakan kelangsungan

1 Pitana, I Gde, dalam makalah “Reinvention of Bali: Menata Bali Pasca Tragedi Menuju Pariwisata Berkualitas dan Berkelanjutan”, (Denpasar: Universitas Udayana, 2003).

(4)

2 peradaban suatu masyarakat. Dampak negatif industri pariwisata tidak hanya bersifat biasa (ordinary impacts), melainkan fundamental. Tidak hanya menyentuh aspek-aspek perdagangan, seperti kualitas jasa, tarif, dan persaingan pasar, melainkan juga aspek-aspek fundamental kehidupan masyarakat, seperti: cara pandang, cara bersikap dan berperilaku, gaya hidup, kesetiaan terhadap nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, kesetiaan terhadap identitas dan kepribadian, peradaban, dan tradisi, yang sangat lekat dengan sentuhan-sentuhan ideologis.

Pada skala yang lebih besar, mulai timbul berbagai permasalahan lingkungan, Kerusakan dan menurunnya fungsi-fungsi ekologis lingkungan sebagai akibat pemanfaatan lingkungan, seperti: (a) transformasi lahan pertanian menjadi lokasi usaha dan perumahan; (b) transformasi kawasan hutan bakau menjadi sentra kegiatan ekonomi; (c) kemerosotan daya dukung dan ketersediaan air, baik air minum, konsumsi, maupun irigasi; (d) kemerosotan daya dukung dan daya fungsi hutan dan sungai sungai; (e) kerusakan ekologi pantai (coastal zone), termasuk kerusakan sempadan pantai dan hutan bakau; (f) kerusakan struktur fisik tanah pada wilayah- wilayah tertentu sebagai akibat penambangan bahan galian C.2

Lingkungan sosial dalam pengertian masyarakat yang berada disekitar kawasan wisata adalah masyarakat yang paling dahsyat menerima dampak dari perkembangan industri pariwisata ini. Masyarakat, sebagian memperoleh dampak positif dalam batasan peningkatan kesejahteraan, namun di bagian lainnya menerima dampak negatif, terutama akibat masuknya investasi berskala besar di daerah mereka. Dalam kawasan-kawasan tertentu, masyarakat memiliki keterbatasan dalam memperoleh atau menikmati hak-hak ekonomi mereka.

Kawasan resort terpadu yang dikembangkan oleh PT Bali Pecatu Graha (BPG), seluas 400 ha berlokasi di pesisir barat Semenanjung Bukit Badung, Pecatu Indah Resort adalah resort

2 N.K. Mardani, Daya Dukung Lingkungan Fisik Dalam Pengembangan Pariwisata Budaya Berkelanjutan Di Bali, 2006, h. 65-80.

(5)

3 terpadu yang terluas yang pernah ada di Indonesia. Dikawasan tersebut akan dibangun berbagai fasilitas seperti Main gate, Residential/Condominium area, New Kuta Commercial area (office, business, convention center), New Kuta Championship Golf Course, International Hospital Area, International school area, Entertainment area, Sports area. Tanah yang dipergunakan adalah tanah Negara yang telah dimanafaatkan oleh petani penggarap sejak lama. Berdasarkan perjanjian tukar guling yang dilaksanakan antara Pemerintah Propinsi Bali dan PT. Bali Pecatu Graha (BPG) dengan perbandingan 1 berbanding 1,5 (1:1,5), tanah tersebut kemudian sepenuhnya menjadi hak pengelolaan dari PT. BPG.

Pembangun lapangan golf dan vila di Pecatu terus dilakukan, baik pembuatan lapangan golf 17 hole, maupun penataan lokasi maupun pembangunan vila. Pemandangan di Pecatu sangat indah terutama bila kita berdiri di Puncak Nuri, pemandangan lepas pantainya sangat menakjubkan. Kota Denpasar tampak di kejauhan dengan hamparan bangunannya yang padat.

Apabila terus menyusur ke bawah, kita akan berpapasan dengan pantai Dreamland, surga bagi para peselancar. Dengan berbagai kelebihan itu, kawasan ini memang menjanjikan sebagai tujuan wisata. Namun di balik semua itu, terekam kegelisahan masyarakat yang selama ini mengelola warung dan penginapan sederhana di pantai Dreamland, dengan alasan para pengelola warung dan penginapan sederhana di sana akan direlokasi (digusur).

Saat ini terdapat sekitar 40 warung dan dua penginapan yang dikelola warga lokal di Dreamland. Letaknya di suatu cekungan yang lebarnya kira-kira 400 meter. Penginapannya begitu sederhana, sepadan dengan tarifnya antara Rp 50.000 - Rp 200.000. Kendati demikian, kesederhanaan itu justru menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis asing, khususnya pencinta selancar.

(6)

4 Fakta di atas merupakan contoh kecil dari dampak negatif perkembangan industri pariwisata di Bali. Untuk kawasan pariwisata dengan luasan dan hak pengelolaan yang luas, akan terasa sangat membatasi hak-hak ekonomi masyarakat yang pernah tinggal atau bekerja/ mencari nafkah di daerah tersebut. Keterbatasan hak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat disamping merugikan masyarakat secara langsung, juga dapat membawa dampak negatif pada keamanan, kenyamanan dan keberlangsungan kawasan-kawasan pariwisata bersangkutan. Masyarakat yang tidak puas dapat melakukan hal-hal yang kontra produktif terhadap wisatawan dan kawasan pariwisata di lingkungannya.

Pembatasan hak-hak ekonomi masyarakat dapat terjadi secara langsung dan seketika ataupun dapat secara tidak langsung dan bertahap. Pembatasan hak ekonomi secara langsung dan seketika dapat berupa penggusuran atau pemindahan lokasi tempat mencari nafkah masyarakat, ataupun penentuan jenis pekerjaan yang sebelumnya tidak mereka jalani.

Pembatasan hak ekonomi secara tidak langsung dan bertahap dapat berupa peningkatan nilai jual objek pajak di kawasan pariwisata yang menyebabkan penghasilan masyarakat tidak dapat memenuhi atau membayar pajak, hal ini berimbas terhadap keharusan bagi masyarakat untuk mengalihkan tanahnya kepada pihak lain, dan atau mengalihkan pekerjaan yang sebelumnya telah di jalani kepada pekerjaan lain.

Bali dari tampilan wajah pariwisatanya, seakan meyakinkan pengunjung bahwa provinsi ini tidak lagi tersentuh kemiskinan. Namun pembangunan kepariwisataan telah menyembunyikan kenyataan bahwa sebagian masyarakat Bali masih dalam kategori miskin.

Kasus kemiskinan ini terjadi diakibatkan oleh dampak pembangunan kepariwisataan itu sendiri.

Beberapa dampak negatif pariwisata terhadap ekonomi daerah dan nasional adalah:

• Kebocoran pendapatan daerah atau negara yang berasal dari:

(7)

5 (a) impor peralatan dan material untuk konstruksi;

(b) impor barang konsumsi, terutama sekali makanan dan minuman;

(c) repatriasi laba yang didapat oleh investor asing; dan (d) biaya promosi ke luar negeri

• Pembiayaan lebih infrastruktur penunjang pariwisata, mengurangi pembiayan untuk pendidikan dan kesehatan

• Peningkatan harga pada kebutuhan hidup

• Beralihnya fungsi pelestarian lingkungan menjadi fungsi industri pariwisata

• Beralihnya fungsi-fungsi lahan pertanian menjadi fasilitas pariwisata

• Ketergantungan ekonomi penduduk lokal terhadap pariwisata

Faktanya, globalisasi memang lebih memihak kepada kepentingan bisnis perusahaan- perusahaan transnasional3 dan negara-negara kapitalis maju, serta mengancam, bukan hanya aspek kelembagaan negara-negara berkembang, tetapi juga eksistensi kehidupan masyarakat di dalamnya.4 Oleh karena itu, ahli hukum Indonesia, harus dapat memastikan bahwa hukum harus dapat melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif globalisasi ekonomi, termasuk hak- hak ekonomi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan.

3Istilah perusahaan transnasional adalah ganti dari istilah perusahaan multinasional yang disarankan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Istilah multinasional memberikan tafsiran makna yang keliru, karena seakan- akan perusahaan tersebut memiliki status nasionalitas di beberapa negara. Adapun istilah transnasional lebih tepat, karena mengacu kepada suatu bentuk otonomi pada suatu perusahaan yang berada di beberapa negara. Sejak 1974, istilah multinasional menjadi hilang dari dokumen dan literatur PBB. Baca Huala Adolf. 1977. Hukum Ekonomi Internasional, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 58.

4J.D. Bowo Santoso (ed.). 2003. Jasa Publik, Milik Siapa? GATS & FTAA: Bumi Tidak untuk Diperjualbelikan, Stop Globalisasi Korporasi!, Terjemahan oleh Binartoto dari Judul Asli “In Whose Service? GATS and te FTAA”, Cindelaras Pustaka Rakyat Cedas, Yogyakarta, hal. iii.

(8)

6 B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Hak-hak Ekonomi Masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan?

2. Bagaimana hukum Internasional dan Nasional memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak ekonomi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di Bali?

(9)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Sejarah Hak Asasi Manusia

Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini dikenal (baik yang di cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD), memiliki riwayat perjuangan panjang bahkan sejak Abad Ke-13 perjuangan untuk mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini sesudah dimulai segera setelah di tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja John Lackbland, maka sering kali peristiwa ini di catat sebagai permulaan dari sejarah perjuangan hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum merupakan perlindungan terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang di kenal surat ini.

Menurut Muhammad Kusnardi dan Ibrahim di jelaskan bahwasannya perkembangan dari hak-hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya Polition of Rights pada tahun 1628 oleh raja Charles 1. Kalau pada tahun 1215 raja berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja, yang mendorong lahirnya Magna Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons) kenyataan ini memperlihatkan bahwa perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi yang erat sekali dengan perkembangan demokrasi.

Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwasannya hak asasi manusia itu telah ada sejak abad 13, karena telah adanya pejuangan-perjuangan dari rakyat untuk mengukuhkan gagasan hak asasi mausia sudah di miliki.

Macam-Macam Hak Asasi Manusia

Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia

(10)

8 Perkembangan pemikiran mengenai HAM dibagi pada 4 generasi yaitu:

Generasi Pertama

Berpendapat bahwa pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.

Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru. Pada generasi pertama ini berkembang pemikiran dari pemikiran Immanuel Kant dimana negara dan pemerintah tidak ikut campur tangan dalam urusan warga negaranya kecuali dalam hal yang menyangkut kepentingan umum. Aliran pikiran yang disebut liberalisme ini dirumuskan dalam dalil “The Last Government is the best Government” artinya Pemerintahan yang paling sedikit campur tangannya terhadap warga negara adalah Pemerintahan yang baik. Dalam pandangan ini negara dianggap sebagai Nachwachterstaat atau negara penjaga malam yang memiliki ruang gerak yang sangat sempit dalam mengatur tata kehidupan masyarakat atau rakyat dari suatu negara, bukan hanya di bidang politik tetapi juga di bidang ekonomi. Dalam konsep ini kegiatan di bidang ekonomi dikuasai oleh dalil: Laissez faire, laissez aller” yang artinya kalau manusia dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya masing-masing maka dengan sendirinya keadaan ekonomi seluruh negara akan sehat.

Generasi Kedua

Pada masa ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukkan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada generasi kedua ini lahir dua covenant yaitu International Covenant on Economic, Sosial and Cultural Rights dan International

(11)

9 Covenant on Civil and Political Rights. Kedua Covenant tersebut disepakati dalam sidang umum PBB 1966. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik. Pada masa ini pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif dalam mengatur kehidupan ekonomi dan sosial rakyatnya. Negara dalam konsep ini dinamakan negara kesejahteraan (Welfare State) atau Sosial Service State (negara yang memberi pelayanan kepada masyarakat atau negara modern).

Generasi Ketiga

Generasi ketiga ini lahir sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam satu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.

Generasi Keempat

Setelah banyak dampak negatif dari pemikiran HAM generasi ketiga, lahirlah generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara dikawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and Government. Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi ketiga, karena tidak saja mencakup tuntutan struktural tetapi juga berpihak

(12)

10 kepada terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan. Selain itu deklarasi HAM Asia telah berbicara mengenai masalah ‘kewajiban asasi’ bukan hanya ‘hak asasi’. Deklarasi tersebut juga secara positif mengukuhkan keharusan imperatif dari negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan HAM dalam kaitan dengan pembagunan sebagai berikut:

1. Pembangunan Berdikari (self development)

Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang membebaskan rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada rakyat sumber-sumber daya sosial ekonomi.

2. Perdamaian

Masalah perdamaian tidak semata-mata berarti anti perang dalam segala bentuknya, tapi justru lebih dari itu suatu upaya untuk melepaskan diri dari budaya kekerasan (culture of violence) dengan menciptakan budaya damai (culture of peace) yang menjadi tugas semua pihak baik rakyat, negara, regional maupun dunia.

3. Partisipasi Rakyat

Merupakan suatu persoalan hak asasi yang sangat mendesak untuk terus diperjuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam persoalan publik lainnya.

4. Hak-hak Budaya

Pada beberapa masyarakat nampak tidak dihormatinya hak-hak budaya. Begitu juga adanya upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh negara merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi budayanya.

5. Hak Keadilan Sosial

(13)

11 Keadilan sosial tidak saja berhenti dengan naiknya pendapatan perkapita, tapi justru baru berhenti pada saat tatanan sosial yang tidak adil dijungkirbalikkan dan diganti dengan tatanan sosial yang berkeadilan.

A. Konsep Tanggungjawab Negara dalam memberikan Perlindungan terhadap Hak Ekonomi Masyarakat

Locke mengajukan sebuah postulat bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan kepemlikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh negara.5 Melalui suatu ’kontrak sosial’, perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini diserahkan kepada negara. Menurut Locke, apabila penguasa negara mengabaikan kontrak sosial itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, maka rakyat di negara itu bebas menurunkan penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak tersebut.6

Paham negara kesejahteraan (welfare state) lahir pada abad XIX sebagai reaksi terhadap kelemahan paham liberalisme dan kapitalisme klasik dan sekaligus reaksi terhadap ajaran

”negara penjaga alam” (nachtwachtersstaat) yang mengidealkan prinsip ”pemerintah yang paling baik adalah yang memerintahkan sesedikit mungkin” (”the best government is the least government”).7

5 John Locke berjudul “The Second Treaties of Civil Government and a Letter Concerning Toleration”, seperti dikutip oleh Rhona K.M. Smith dan kawan-kawan dalam bukunya “Hukum Hak Asasi Manusia”, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008, hal 12.

6 Ibid.

7 Jimmly Asshiddiqie, seperti dikutip I Dewa Palguna, dalam bukunya “Mahkamah Konstitusi, Judicial Review, dan Welfare State, hal. 185.

(14)

12 Kutipan kalimat dari buku An Inquiry into the Nature and the Causes of Wealth of Nations Adam Smith, 17768:

”(The duties of state) ...first...that of protecting the society from violence and invasion of other independence society...second...that of protecting, as far as possible, every numbers of society from the injustice or oppression of every other member of it...third...that of erecting and maintaining those public institutions and those publics works which, though they may be in the highest degree advantageous to a great society, are such a nature, that the profit could never repay the expense to any individual or small member of individuals”. Berdasarkan kutipan ini, tersimpul dua tugas utama yang menjadi tanggung jawab negara, yaitu: pertama, negara berkewajiban memberi rasa aman dari segala ancaman dalam bentuk apapun bagi semua warganya; kedua, negara juga harus mendorong dan menciptakan kesejahteraan ekonomi bagi semua warga.

Negara berkewajiban untuk selalu memberikan kesempatan dan dukungan kepada seluruh bagian dari masyarakat untuk meningkatakan kesejahteraannya. Peningkatan kesejahteraan masyarakat itu tentunya melalui pembangunan ekonomi. Menurut Nicholas Barr, Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara kesejahteraan haruslah berkorelasi dengan kemaslahatan dan kemakmuran rakyat9.

Prinsip korelasi antara pembangunan ekonomi dengan kemaslahatan dan kemakmuran rakyat ini, menjadi tugas utama yang harus diwujudkan dalam negara kesejahteraan. Menurut Barr10, ada dua hal yang terkait langsung dengan upaya pembangunan ekonomi: pertama, perwujudan negara kesejahteraan bukanlah sesuatu yang terpisah dari upaya pembangunan ekonomi; kedua, tujuan perwujudan negara kesejahteraan bukan hanya karena kesamaan (equality), tetapi juga demi efisiensi dalam proses ekonomi.

8 Seperti dikutip dalam buku “Negara Kesejahteraan & Globalisasi, Pengembangan Kebijakan Dan Perbandingan Pengalaman”, Tim Peneliti PSIK, Universitas Paramadina, Jakarta, 2007,hal 16-20.

9 Ibid.

10 Ibid.

(15)

13 Beberapa pertimbangan mengapa memilih negara kesejahteraan:

”Pertama adalah untuk mempromosikan efisiensi ekonomi11. Kedua untuk mengurangi kemiskinan12; Ketiga mempromosikan kesamaan sosial (sosial equality)13; Keempat mempromosikan integrasi sosial atau menghindari eksklusi sosial14; Kelima mempromosikan stabilitas sosial15; Keenam mempromosikan otonomi atau kemandirian individu16.”

11 Ibid., hlm.22., “Prinsip efisiensi didasari pada pertimbangan bahwa kita dapat melakukan sesuatu yang lebih dari sesuatu yang kita inginkan dengan modal (sumber) yang sama. Menurut Barr, efisiensi ekonomi meliputi tigal hal penting: a) efisiensi makro, kebijakan kesejahteraan dapat mengarahkan GDP (Produk Domestik Bruto/PDB) suatu negara pada institusi-institusi kesejahteraan; b) efisiensi mikro, kebijakan kesejahteraan harus mampu membagi sumber kesejahteraan antara cash benefits dan benefits in kind secara efisien; c) dalam bidang insentif, semua institusi yang dibiayai secara publik, perencanaan keuangannya harus menghindari pemborosan”

12 Ibid., hlm.23., “…kemiskinan biasa didefinisikan sebagai ketidakmampuan (karena tidak memiliki sesuatu secara layak) seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan berkaitan dengan kemiskinan: pertama tentang apa yang dimaksud dengan “kebutuhan” (need) dan kedua tentang apa yang dimaksud dengan “kelayakan”

(adequate)”.

13 Ibid., hlm.24-25, “kesetaraan sosial merupakan perjuangan dalam mewujudkan kesamaan kondisi material dan ekonomi. Kesetaraan kesempatan mendapatkan penekanan yang lebih penting dari tahun ke tahun. Kesetaraan sosial merupakan sebuah tindakan yang harus di dilakukan oleh negara dalam upaya menegakkan keadilan untuk menekan kesenjangan antara kaya dan miskin.”

14 Ibid., hlm.25., “sebuah masyarakat yang satu dan terintegrasi, di mana tidak ada bagian yang merasa terpisah atau disishkan juga menjadi cita-cita penting dalam negara kesejahteraan.”

15 Ibid., hlm.26, “Salah satu tujuan terbentuknya sebuah komunitas adalah karena adanya keinginan pada keamanan dan stabilitas. Kebijakan jaminan sosial (sosial security) merupakan manfestasi dari upaya menstabilisasi pendapatan masyarakat ketika mereka sedang menghadapi krisis.”

16 Ibid., hlm.26, “Alasan dan tujuan dari kebijakan welfare state adalah lahirnya sikap yang otonom atau mandiri pada setiap warga negara. Pemberdayaan masyarakat yang dapat membuat mereka semakin mandiri dan otonom adalah bagian penting dari tujuan dan ukuran keberhasilan dalam program kebijakan negara kesejahteraan.”

(16)

14 BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan Penelitian

1. Untuk memberikan pemahaman bagi masyarakat awam dan juga kalangan akademisi hukum, tentang perlindungan hukum Masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan Masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan.

B. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan konstruktif dan implementatif bagi Prop/Kota/Kab dan intansi pemerintah terkait, dalam menciptakan dan melaksanakan peraturan hukum, khususnya dalam pembangunan kepariwisataan;

2. Memberikan informasi hukum (sosialisasi hukum) yang realistik terhadap masyarakat yang bertempat dan bekerja di pembangunan kepariwisataan untuk memperoleh perlindungan hukum atas hak ekonomi mereka.

(17)

15 BAB IV

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dipergunakan adalah:

1. pendekatan Konseptual (Conceptual Approach);

2. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach);

Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach); Bagaimana hakekat Hak-hak Ekonomi Masyarakat?

Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach); Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak ekonomi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan?; Bagaimanakah teori dan konsep perlindungan hukum terhadap hak-hak ekonomi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan diwujudkan dalam bentuk hukum dan kebijakan yang dapat mewujudkan peningkatan kemakmuran dan pemerataan pendapatan?

B. Jenis Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian hukum normatif atau dogmatika hukum.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) pendekatan Konseptual (Conceptual Approach); (2) Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach);

C. Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif menggunakan menggunakan dua jenis bahan hukum, baik bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

(18)

16 Bahan hukum primer (nasional) yang akan digunakan mencakup: undang-undang;

peraturan atau keputusan-keputusan pemerintah; kebijakan atau keputusan administrative yang dibuat oleh lembaga-lembaga administrative. Bahan hukum primer internasional: Piagam (Charter) dan Konvensi (Convention).

Bahan hukum sekunder nasional yang akan digunakan mencakup: Literature wajib;

risalah-risalah hukum; terbitan-terbitan hukum periodik yang digunakan sebagai acuan bagi praktisi, pengajar, dan mahasiswa.

(19)

17 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hak-Hak Ekonomi Masyarakat dalam Pembangunan Kepariwisataan

Hak Ekonomi Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata di Bali adalah Hak-hak yang harus dimiliki masyarakat dengan memberikan kebebasan dan memberikan berbagai penguatan dalam rangka pemenuhan kesejahteraannya, dan dijamin oleh negara, dalam kerangka Pembangunan Pariwisata di Bali.

2. Ketentuan Hukum Perlindungan terhadap Hak-Hak Ekonomi Masyarakat Dalam Pembangunan Kepariwisataan di Bali

Perlindungan hukum terhadap hak ekonomi masyarakat tercantum dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI tahun 1945), antara lain:

• hak semua bangsa atas kemerdekaan (alinea pertama Pembukaan);

• hak atas kewarganegaraan (Pasal 26);

• persamaan kedudukan semua warga negara Indonesia di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat (1);

• hak warga negara Indonesia atas pekerjaan (Pasal 27 ayat (2);

• hak setiap warga negara Indonesia atas kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat (2);

• hak berserikat dan berkumpul bagi setiap warga negara (Pasal 28);

• kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu (Pasal 29 ayat (2); dan

• hak setiap warga negara Indonesia atas pendidikan (Pasal 31 ayat (1).

(20)

18 Kemudian dalam bab tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Rakyat, UUD NRI tahun 1945 memuat ketentuan:

• Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Pasal 33 ayat (4)).

• Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Pasal 34 ayat (2)).

Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 38 menyebutkan :

(1) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.

(2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.

Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 38 menyebutkan :

(3) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.

(4) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.

Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak ekonomi dalam kerangka hak asasi manusia terdapat dalam UU No 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Sosial and Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), meliputi:

(21)

19 a. Pasal 6 ayat (1), Negara Pihak dari Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk hak semua orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara bebas, dan akan mengambil langkah-langkah yang memadai guna melindungi hak ini.

b. Pasal 7 (a), Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan.

c. Pasal 11 (a), Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus.

Piagam Hak dan Kewajiban Ekonomi atau Charter of Economic Rights and Duties (CERD), yang dideklarasikan oleh PBB dalam Mukadimahnya menyatakan bahwa:

”It is a fundamental purpose of the present Charter to promote the establishment of the new international economic order, based on equity, sovereign equality, interdependence, common intertest and co-operation among all States, interespective of their economic and sosial systems” (tujuan fundamental dari Piagam adalah memajukan pembentukan tata ekonomi internasional baru yang didasarkan pada keadilan, persamaan kedaulatan, interdependence (ketidak tergantungan), kepentingan bersama dan kerjasama di antara negara-negara tanpa melihat sistem ekonomi dan sosialnya).

3. Kewajiban Negara Dalam Pemenuhan Hak Ekonomi bagi Masyarakat

Berdasarkan tujuan Negara didalam konstitusi yaitu mensejahterakan masyarakat, maka Negara berkewajiban dalam memenuhi kesejahteran masyarakat itu secara maksimum.

Ketentuan tersebut terdapat pula dalam formulasi International Covenant on Economic, Sosial, and Cultural Rights (ICESCR), yaitu “…undertakes to take step,…to the maximum of its available resources, with a view to achieving progressively the full realization of the rights recognized in the present covenant…” kurang lebih diterjemahkan “berupaya mengambil langkah… memaksimalkan sumber-sumber yang ada dengan maksud mempercepat pencapaian realisasi secara penuh hak-hak yang tertuang di dalam kovenan” Rumusan tersebut memberi indikasi bahwa hak ekonomi,sosial dan budaya merupakan hak-hak positif.

Sebagai hak positif, maka hak ini tak dapat dituntut dimuka pengadilan. Namun secara politis Negara tetap bertanggung jawab. Perihal hak ekonomi,sosial,dan budaya ini sebagai hak

(22)

20 positif seringkali disalahartikan bahwa pemenuhan hak ekonomi,sosial,dan budaya akan terwujud setelah atau apabila suatu Negara telah mencapai tingkat perkembangan ekonomi tertentu. Padahal yang dimaksudkan dengan rumusan tersebut adalah mewajibkan semua Negara peserta untuk mewujudkan hak ekonomi,sosial dan budaya, terlepas dari tingkat perkembangan ekonomi dan kekayaan Negara. Rumusan dalam kovenan tersebut tidak dapat diartikan sebagai member peluang Negara-negara untuk menunda usahanya tanpa batas waktu tertentu untuk menjamin realisasi hak-hak yang digariskan didalam kovenan. Rumusan tersebut justru mewajibkan Negara untuk bekerja secepat dan semaksimal mungkin dalam pemenuhan hak ekonomi,sosial,dan budaya. Didalam UUD 1945 yaitu pasal 28I ayat (4) menjelaskan

“perlindungan,pemajuan,penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara terutama pemerintah” atas dasar ini terdapat kata pemenuhan dimana pemerintah wajib memenuhi hak-hak ekonomi,sosial, dan budaya warga negaranya. Begitupula dengan yang dijelaskan didalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia didalam pasal 71 dan 72 mengenai kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, didalam pasal tersebut pemenuhan hak ekonomi,sosial, dan budaya juga merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah.

Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya melalui kebijakan umum

Untuk memenuhi hak ekonomi, sosial, dan budaya dibutuhkan dalam satu upaya yang konkret melalui kebijakan umum. Menurut Prof. Mahfud MD (didalam bukunya konstitusi dan hukum dalam kontroversi isu) ada empat kaidah penuntun kebijakan umum yaitu :

1. Kebijakan umum harus tetap menjaga integrasi atau keutuhan bangsa baik secara ideology maupun secara teritori.

2. Kebijakan umum haruslah didasarkan pada upaya membangun demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (Negara hukum) sekaligus.

3. Kebijakan umum haruslah didasarkan pada upaya membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Kebijakan umum haruslah didasarkan pada prinsip toleransi beragama yang berkeadaban.

Berdasarkan poin ke tiga, bahwa setiap kebijakan umum itu haruslah mensejahterakan masyarakat dengan prinsip keadilan sosial sesuai dengan yang diamanatkan didalam Pancasila

(23)

21 dan UUD 1945. Keadilan sosial itu bertujuan agar menutup kesenjangan antara yang kuat dan yang lemah, hal ini dikarenakan Indonesia tidak menganut paham kapitalis yang merupakan implementasi dari individualisme yang menekankan kepada kepentingan individu sehingga kepentingan sesama tidak diperhatikan. Untuk mencegah terjadinya kesenjangan-kesenjangan sosial maka dari itu perlu ditekankannya keadilan sosial didalam setiap kebijakan-kebijakan umum yang dikeluarkan oleh Negara.

Indonesia telah meratifikasi kovenan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Namun hak ekonomi,sosial,dan budaya pada kenyataannya belum banyak dipahami. Berbeda dengan hak- hak sipil dan politik, isi dan arti sebagian besar hak-hak ekonomi,sosial dan budaya yang tertuang dalam kovenan masih relative kabur dan kurang pasti. Kekaburan dan ketidakpastian ini menjadi hambatan bagi upaya pengembangan isi dan penguraian secara detil kerangka aksi untuk realisasi hak ekonomi,sosial dan budaya. Oleh karena itu perlu adanya indikator untuk merumuskan starndart minimum. Indikator tersebut penting dalam membuat setiap kebijakan umum agar kebijakan tersebut lebih terarah pada pemenuhan hak ekonomi,sosial, dan budaya.

Dengan adanya indikator ini pemerintah dan bersama-sama dengan DPR akan menjadi sangat bijak apabila program tahunan yang telah disepakati bersama, yaitu hak ekonomi,sosial dan budaya mendapatkan perhatian utama. Selain daripada peran daripada Negara dalam pemenuhan hak ekonomi,sosial, dan budaya juga dipengaruhi oleh peran dari masyarakat itu sendiri. Dengan hal ini masyarakat melaksanakan fungsi control (sosial control) kepada setiap kebijakan-kebijakan pemerintah ataupun dengan membantu peran pemerintah dalam pemenuhan hak ekonomi,sosial kepada masyarakat baik melalui LSM maupun individu.

Kebijakan Ekonomi dalam Peningkatan Kesejahteraan Rakyat

Struktur suatu perekonomian adalah sifat dan ciri suatu rumah tangga masyarakat yang memberikan corak tertentu pada masyarakat yang memberikan corak tertentu pada masyarakat tersebut dan sekaligus dapat membedakan suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Cirri- ciri tersebut timbul dari keadaan alam,geografi,psikologi,politik,institusi, dan kemajuan- kemajuan teknik yang terdapat dalam masyarakat tadi. Jika kita mengambil dua Negara, maka sepintas selalu kita dapat menentukan perbedaan ciri-ciri antara keduanya, seperti jumlah penduduk, luas daerah, jumlah alat-alat kerja (capital goods),kekayaan alam, perbandingan

(24)

22 antara industry dan pertanian, dan juga perbedaan dalam tata Negara dengan hukum-hukumnya yang langsung ikut menentukan jalannya perekonomian.

Dari penjelasan struktur suatu perekonomian diatas suatu struktur perekonomian juga dipengaruhi oleh sistem ketata negaraan dengan hukum-hukumnya. Hal ini dikarenakan peran Negara dalam menentukan struktur perekonomian sangat dominan, Negara melalui kebijakan- kebijakannya menentukan perekonomian yang hendak dicapainya dalam pemenuhan kesejahteraan rakyatnya. Dalam menentukan kebijakan pembanguann ekonomi,Negara harus tepat menentukannya agar tercapainya kesejahteraan rakyat secara optimal. Dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi menurut Prof. Sarbini Sumawinata perlu adanya penjelasan kuantitatif dalam rencana pembanguan. Meninjau permasalahan ekonomi dibutuhkan data yang bermanfaat untuk pembangunan tersebut, dalam meninjau tersebut tidak hanya bisa dilihat dari aspek ekonomi saja tetapi juga aspek-aspek lainnya.

Diharapkan dengan kebijakan ekonomi yang tepat dengan memperhatikan segala aspek dan segala kemungkinan yang akan terjadi dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara optimal,sehingga pemenuhan terhadap hak ekonomi,sosial, dan budaya dapat telaksana dengan baik.

(25)

23 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN

1. Hak Ekonomi Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata di Bali adalah Hak-hak yang harus dimiliki masyarakat dengan memberikan kebebasan dan memberikan berbagai penguatan dalam rangka pemenuhan kesejahteraannya, dan dijamin oleh negara, dalam kerangka Pembangunan Pariwisata di Bali.

2. Hukum Internasional dan Nasional telah memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak ekonomi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di Bali melalui Ketentuan ICESCR dan berbagai ketentuan hukum nasional.

SARAN

Pemberian legal standing kepada Komnas HAM dalam melakukan Class Action untuk pelanggaran terhadap pelaksanaan Ketentuan Hukum tentang Hak Ekonomi Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

kelompok yang mendapatkan stigma social (tersitgmatisasi) dalam masyarakat, mereka pasti mengalami kehidupan yang tidak mudah di masyarakat. Akses dan relasi social yang

Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa granul mukoadhesif yang dibuat memiliki persentase zat aktif yang memenuhi persyaratan sesuai dengan Farmakope

Because of that, the purpose of this study were (a) To analyze the communication problems faced by Thai students studying language at Ma‘ha d Al- Jami‘ah IAIN

Kajian tersebut juga boleh digunakan sebagai panduan kepada guru pembimbing semasa menjalankan tugas dan tanggungjawab mereka seperti guru pembimbing boleh mengatasi

Tujuan utama dari penelitian yaitu untuk mengkaji kelayakan potensi bahan tambang batu dan pasir pada alur Sungai Gendol setelah letusan Gunungapi Merapi tahun 2010..

Hasil observasi terhadap guru selama 2 pertemuan pada siklus II menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) Guru telah mampu Guru telah mampu melaksanakan skenario pembelajaran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman Yogyakarta penelitian ini mempunyai kontribusi atau implikasi tentang persepsi

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Gambaran pengetahuan pasien