• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGGUNAAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) DALAM PERDAGANGAN BARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGGUNAAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) DALAM PERDAGANGAN BARANG"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2013

ANALISIS PENGGUNAAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) DALAM

PERDAGANGAN BARANG

(2)

i RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar belakang

1. Dalam rangka penguatan pasar dalam negeri, Kementerian Perdagangan melaksanakan berbagai upaya yang bertujuan meningkatkan perlindungan kepada konsumen dan menjaga kualitas barang beredar dan jasa, salah satunya melalui peningkatan pengawasan terhadap UTTP (Laporan Kinerja Menteri Perdagangan Tahun 2011).

2. Hasil pengawasan UTTP pada 2010 yang dilakukan di 66 pasar tradisional oleh Kementerian Perdagangan terdapat 21.814 UTTP. Ditemukan UTTP yang tidak bertanda tera sah sebanyak 9.843 (45,1%) atau rata-rata 149 UTTP di setiap pasar. Dengan demikian di 66 pasar tersebut masih ada 9.843 UTTP yang di gunakan walaupun tidak bertanda tera sah yang berlaku.

3. Alat UTTP harus ditera ulang sebagai alat kontrol secara periodik untuk mengetahui apakah alat tersebut masih layak pakai. Alat UTTP yang tidak ditera mengakibatkan tidak adanya jaminan kebenaran hasil pengukuran. Kesalahan hasil pengukuran atau penimbangan tidak hanya akan merugikan konsumen melainkan juga akan merugikan pelaku usaha.

4. Data mengenai alat UTTP yang dipergunakan di pasar tradisional tersebut perlu dikoleksi dan diolah. Dari pengolahan data tersebut diharapkan bisa dianalisis penggunaan alat-alat UTTP dalam perdagangan di pasar tradisional. Analisis mengenai penggunaan alat-alat UTTP dalam perdagangan di pasar tradisional berguna bagi pengambil kebijakan dalam rangka mendorong terciptanya perdagangan yang adil, khususnya di pasar tradisional.

5. Dengan latar belakang masalah tersebut, maka tujuan analisis ini adalah untuk (i) mengevaluasi pelaksanaan wajib tera dan tera ulang UTTP di pasar tradisional;

(ii) menganalisis gap pelayanan tera/tera ulang UTTP dengan perkembangan penggunaan alat UTTP di pasar tradisional; (iii) merumuskan usulan kebijakan tertib ukur dalam rangka perlindungan konsumen.

Metode Penelitian

6. Sebagian besar data diolah dengan menggunakan analisis deskriptif, seperti menggunakan perhitungan proporsi, distribusi frekuensi, grafik, dan penyajian dalam bentuk matriks sebaran atau tabulasi silang (crosstab). Pada beberapa bagian, data diolah dan dianalisis secara inferensial, terutama untuk melihat

(3)

ii

pengaruh perbedaan wilayah, jenis pasar, tingkat kapasitas UPT metrologi daerah. Analisis inferensial yang digunakan adalah analisis Chi-square, dan uji beda dua rata-rata melalui ANOVA.

Pembahasan dan Kesimpulan

7. Secara umum pelayanan tera/tera ulang UTTP sebagai bagian dari Metrologi Legal di Indonesia mengalami penurunan kapasitas sejak masa otonomi daerah, akibat: (i) kurangnya kepedulian pemerintah propinsi/ kabupaten/ kota dalam mengembangkan unit metrologi, yang ditunjukkan dengan besaran APBD yang kurang memadai, (ii) adanya persepsi bahwa unit metrologi legal semata-mata sebagai sumber retribusi PAD, (iii) penurunan jumlah SDM akibat pensiun atau rotasi kerja lintas instansi, dan keterbatasan pengembangan kompetensi SDM metrologi daerah, (iv) peralatan dan standar kerja yang kurang memadai jika dibandingkan dengan perkembangan jumlah UTTP yang pesat di masyarakat, serta (v) kerjasama antar unit metrologi daerah dinilai pada tingkat yang sangat rendah, padahal dunia kemetrologian menuntut intensitas kerjasama dan saling pengakuan yang tinggi antar unit metrologi.

8. Terdapat beberapa gap antara penggunaan UTTP, khususnya timbangan, dengan kapasitas UPT Metrologi Legal di daerah, terutama pada bagian-bagian:

• Pemahaman dan dukungan dari pembuat kebijakan

• Keterbatasan Anggaran untuk operasional dan pengadaan standar

• Kondisi sarana memerlukan banyak perbaikan seperti peralatan uji lab kurang, sehingga tidak seluruh jenis UTTP dapat ditera/tera ulang

• Pertumbuhan pedagang tradisional dan modern membuat sebaran pedagang menjadi lebih luas

• Tidak ada pengawasan terhadap timbangan. Hal ini karena UPT Metrologi Legal hanya memiliki tugas untuk melakukan pelayanan tera dan tera ulang.

• Tidak ada sanksi jika ada pelanggaran yang ditemukan. Hal ini karena UPT tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dan tindakan. Pelanggaran besar dilaporkan kepada pihak kepolisian.

• Pemerintah daerah dan UPT tidak memiliki data Wajib Tera dan UTTP di wilayah kerjanya. Perhitungan potensi dan perencanaan didasarkan pada data pelayanan tahun sebelumnya.

• Koordinasi dalam pendataan, pengawasan dan penindakan belum dilaksanakan.

(4)

iii

9. Kegiatan pelayanan tera/tera ulang UTTP masih mengandalkan Pemerintah

Pusat yang saat ini masih menghadapi permasalahan seperti keterbatasan jumlah dan kompetensi SDM, anggaran, serta sarana dan prasarana tera/tera ulang.

Sedangkan pemerintah daerah belum memprioritaskan kegiatan tersebut, karena semata-mata hanya sebagai sumber PAD bukan tugas yang sifatnya mandatory dalam rangka perlindungan konsumen.

10. Pengamatan terhadap pelaksanaan tera dan tera ulang di daerah kajian menunjukkan kapasitas pelayanan tera/tera ulang UTTP masih lebih kecil dibandingkan potensi jumlah pelayanan tera/tera ulang yang seharusnya dilaksanakan setiap tahun Secara umum, kapasitas pelayanan tera/tera ulang hanya dapat menjangkau sekitar 24,7% dari estimasi populasi timbangan yang ada.

Rekomendasi kebijakan

11. Perlu mendorong pemerintah Provinsi dan Kabupaten /kota bahwa pelayanan tera/tera ulang UTTP bersifat mandatory dalam upaya perlindungan konsumen.

12. Perlu mendorong dan memfasilitasi koordinasi antara pemerintah Provinsi dengan pemerintah Kabupaten/Kota dalam upaya meningkatkan pelayanan tera/tera ulang UTTP khususnya timbangan antara lain : membentuk UPT dan UPTD- UPTD yang dilengkapi jumlah dan kompetensi SDM (penera dan pegawai yang berhak) yang memadai; ketersediaan sarana dan prasarana (gedung, peralatan standar, alat transportasi, dll), kegiatan pengawasan dan penyuluhan tera/tera ulang. Sedangkan koordinasi Pemerintah Kabupaten dengan pengelola pasar adalah dalam upaya untuk meningkatkan akses pelayanan tera/tera ulang termasuk update data UTTP yang valid di pasar tradisional.

13. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas pelayanan tera/tera ulang UTTP agar dapat menjangkau seluruh populasi timbangan yang ada di pasar tradisional melalui:

1) Membentuk standar operasi dan prosedur (SOP) pelayanan tera ulang yang lebih baik dan teratur sehingga jangkauan pelayanan dapat lebih banyak dan dilakukan secara periodik serta tidak ada komplain timbangan rusak sesudah di tera ulang. Berdasarkan SOP ini akan diketahui kebutuhan jumlah hari pelayanan tera ulang di setiap pasar.

2) Memetakan kebutuhan tenaga penera/PPNS Metrologi Legal di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota ;

(5)

iv

3) Menambah dan memperbaiki kondisi sarana/prasara pelayanan relatif sudah

tua.

14. Perlu ada penegakan aturan dalam penerapan sanksi terhadap pelanggaran yang merugikan konsumen.

15. Upaya sosialisasi masih terus ditingkatkan baik dalam bentuk langsung kepada pedagang dan konsumen maupun dalam bentuk tayangan iklan, pos ukur ulang, bantuan timbangan pengganti seperti di pasar tertib ukur dan konsumen cerdas termasuk pro-aktif dalam layanan pengaduan.

(6)

v KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga laporan “Analisis Penggunaan Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Dalam Perdagangan Barang” dapat diselesaikan. Analisis ini dilatarbelakangi akan pemahaman mengenai pentingnya penguatan pasar dalam negeri. Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan melaksanakan berbagai upaya yang bertujuan meningkatkan perlindungan kepada konsumen dan menjaga kualitas barang beredar dan jasa, salah satunya melalui peningkatan pengawasan terhadap UTTP.

Namun dari hasil pengawasan UTTP pada 2010 yang dilakukan di 66 pasar tradisional oleh Kementerian Perdagangan menemukan bahwa sekitar 45,1% UTTP yang digunakan di pasar tradisional tidak bertanda tera sah, yang menunjukkan tidak adanya jaminan terhadap akurasi dan reliabilitas UTTP yang digunakan dalam perdagangan barang di pasar tradisional. Padahal akurasi dan reliabilitas alat-alat UTTP ini diperlukan agar masing-masing pihak memperoleh perlindungan yang setara

Pedagang dilindungi dari kerugian karena memberikan barang yang melebihi massa atau volume yang disepakati, sedangkan konsumen dilindungi dari kerugian karena menerima jumlah barang yang lebih rendah dari massa atau volume yang diminta/dibayarkannya

.

Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim penelitian yang terdiri dari Yudha Hadian Nur sebagai koordinator dan peneliti terdiri dari Heny Sukesi, Bagus Wicaksena, Erizal Mahatama dan Azis Muslimin. Penelitian ini dibantu oleh tenaga ahli Lomi Hija.

Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim peneliti menyampaikan terima kasih terhadap semua pihak yang membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen.

Jakarta, September 2013

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

(7)

vi DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ...i

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Analisis ... 3

1.3. Keluaran Analisis ... 4

1.4. Dampak Analisis ... 4

1.5. Ruang Lingkup ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 5

1.7. Organisasi ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Kalibrasi Dan Peneraan ... 8

2.2. Otoritas Metrologi ... 10

2.3. SDM Metrologi ... 11

2.4. Penelitian Terdahulu ... 13

BAB III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Kerangka Pemikiran ... 17

3.2. Data dan Sumber Data... 20

3.3. Responden dan Sampling ... 20

3.4. Sampling ... 21

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 22

3.6. Metode Pengolahan Data Dan Analisis Data ... 23

a. Tabulasi dan Metode Pengolahan Data ... 23

b. Analisis Data ... 23

3.7. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 25

(8)

vii

BAB IV. GAMBARAN PELAYANAN TERA/TERA ULANG UTTP DI DAERAH ANALISIS ... 27

4.1. Gambaran Responden Survey ... 27

4.2. Gambaran Pelayanan Tera/Tera Ulang di Daerah ... 36

a. Denpasar-Bali ... 36

b. Bandung-Jawa Barat ... 46

c. Ternate-Maluku Utara ... 51

BAB V. EVALUASI PELAYANAN TERA/TERA ULANG UTTP ... 56

BAB VI. GAP PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN PERKEMBANGAN PENGGUNAAN ALAT UTTP DI PASAR TRADISIONAL ... 61

6.1. Gambaran Komponen Gap Pelaksanaan Tera/Tera ulang UTTP di Pasar Tradisional ... 62

6.2. Pengelompokan Masalah Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP ... 76

6.3. Analisis Gap ... 79

BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 84

7.1. Kesimpulan ... 84

7.2. Rekomendasi ... 85

DAFTAR PUSTAKA

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3. 1. Key Person/Responden, Instrumen, dan Metode Pengumpulan Data ... 20

3. 2. Daftar Pasar Sampel ... 22

3. 4. Metode Analisis dan Sumber Data ... 24

4. 1. Proporsi Sudah dan Belum Tera Ulang, Menurut Wilayah Survey ... 31

4. 2. Tabulasi Silang Sudah Tera Ulang vs Hasil Pemeriksaan Ulang Timbangan Meja Beranger32 4. 3. Tabulasi Silang Sudah Tera Ulang vs Hasil Pemeriksaan Ulang Timbangan Pegas... 32

4. 4. Tabulasi Silang Hasil Ukur Ulang vs Apakah Sudah Tera Ulang, Pada Timbangan Meja Beranger dan Pegas Dengan Persentasi Menurut Kolom dan Baris. ... 33

4. 5. Rata-Rata Waktu Pemilikan Timbangan (Tahun) ... 36

4. 6. Jumlah Jenis UTTP Bali, Tahun 2012 ... 38

4. 7. Jumlah SDM UPT Metrologi Legal Provinsi Bali ... 38

4. 8. Gambaran Sarana UPT Metrologi Legal Bali, Tahun 2013 ... 40

4. 9. Komposisi Pegawai di Balai Kemetrologian Bandung ... 47

4. 10. Pelayanan Balai Kemetrologian Bandung Terhadap Jenis UTTP ... 48

4. 11. Data Pelayanan Tera/Tera Ulang Maluku Utara tahun 2012 ... 51

4. 12. Jenis UTTP Yang Mendapatkan Pelayanan Tera/Tera Ulang tahun 2012 ... 52

4. 13. Tabel Estimasi Jumlah UTTP di Prov. Maluku Utara ... 53

4. 14. Komposisi SDM Menurut Jabatan UPTD Balai Metrologi di Provinsi Maluku Utara, Tahun 2011-2013 ... 53

4. 15. Komposisi SDM UPTD Balai Metrologi di Provinsi Maluku Utara Menurut Pendidikan, Tahun 2011-2013 ... 54

4. 16. Tabel Komposisi SDM UPTD Balai Metrologi di Provinsi Maluku Utara Menurut Umur ... 54

6. 1. Lembaga Pelaksana Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP di Daerah Survey ... 63

6. 2. Jumlah SDM UPT Metrologi Legal Wilayah Denpasar, Bandung, Ternate Tahun 2013 ... 68

6. 3. Gap SDM Metrologi Legal Wilayah Denpasar, Bandung, dan Ternate ... 69

6. 4. Catatan Mengenai Sarana UPT Bali, Bandung, dan Ternate. ... 72

6. 5. Catatan Mengenai Anggaran UPT Bali, Bandung, dan Ternate. ... 74

6. 6. Jangkauan Pelayanan Tera Ulang Timbangan ... 75

6. 7. Analisis Gap Pelaksanaan Tera/Tera Ulang UTTP Dengan Perkembangan Penggunaan

Alat UTTP Di Pasar Tradisional ... 80

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2. 1. Rantai Ketertelusuran ... 9

2. 2. Tanda Peneraan ... 11

3. 1. Kerangka Pemikiran ... 18

4. 1. Jenis Kelamin, Usia Pedagang dan Lama Berdagang ... 27

4. 2. Tempat Berdagang, Status Tempat Berdagang, dan Lokasi Berdagang ... 28

4. 3. Penggunaan Timbangan di Denpasar, Bandung, dan Ternate ... 30

4. 4. Alasan Penggunaan Timbangan ... 32

5. 1. Pelayanan dan Pengawasan Tera Ulang UTTP ... 56

5. 2. Faktor Penyumbang Gap Pelayanan UTTP Timbangan Meja dan Pegas... 58

5. 3. Posisi Reparatur Timbangan Dalam Prosedur Tera Ulang ... 60

6. 1. Faktor Pendorong Supply dan Demand Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Pada Timbangan ... 62

6. 2. Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali... 64

6. 3. Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat ... 65

6. 4. Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku Utara ... 66

6. 5. Pohon Masalah Pelayanan UTTP ... 78

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor perdagangan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas, pentingnya peran sektor perdagangan terlihat dari peningkatan kontribusi PDB Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Untuk meningkatkan peranannya dalam perekonomian nasional, Kementerian Perdagangan menetapkan beberapa sasaran strategis, salah satu yang menjadi fokus adalah stabilisasi penguatan pasar dalam negeri.Dalam rangka penguatan pasar dalam negeri, Kementerian Perdagangan melaksanakan berbagai upaya yang bertujuan meningkatkan perlindungan kepada konsumen dan menjaga kualitas barang beredar dan jasa, salah satunya melalui peningkatan pengawasan terhadap UTTP (Laporan Kinerja Menteri Perdagangan Tahun 2011).

Dalam kegiatan perekonomian, keberadaan pasar merupakan salah satu faktor yang paling penting karena merupakan tempat untuk melakukan kegiatan jual beli barang bagi kebutuhan masyarakat.Keberadaan pasar juga menjadi salah satu indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah.Dalam perkembangannya pasar yang ada di masyarakat dapat dibagi menjadi pasar modern dan pasar tradisional. Pasar tradisional saat ini kalah bersaing dibanding dengan pasar modern dalam memberikan pelayanan ke masyarakat sebagai konsumen. Konsumen terutama di perkotaan merasa lebih nyaman berbelanja di pasar modern dibanding dengan pasar tradisional.

Untuk meningkatkan pelayanan pasar tradisional pemerintah mencanangkan program perbaikan pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional. Salah satu tujuannya adalah terciptanya pasar tradisional yang tertib, teratur, aman, bersih dan sehat seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2012 tentang Pengelolaan Dan Pemberdayaan Pasar Tradisionaldan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 86/M-DAG/PER/12/2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana Perdagangan Tahun Anggaran 2013.

(12)

2

Salah satu indikator pasar yang tertib tersebut adalah penggunaan alat UTTP yang benar dan perilaku pedagang dalam pengukuran dan penimbangan dengan tepat dalam rangka melayani konsumen dengan baik. Sedangkan tujuan pembentukan Pasar Tertib Ukur tersebut adalah: (1) Meningkatkan citra pasar tradisional melalui kebenaran hasil pengukuran; (2) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pedagang/pengguna dan pemilik UTTP serta pengelola pasar dalam membangun kepercayaan masyarakat; dan (3) Mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kemetrologian dalam rangka perlindungan konsumen.

Untuk saat ini tujuan pembentukan pasar tertib ukur belum tercapai. Hal ini dapat dibuktikan dengan sedikitnya alat UTTP yang digunakan sejumlah pelaku usaha terutama pedagang pasar tradisional sudah ditera. Hasil pengawasan UTTP pada 2010 yang dilakukan di 66 pasar tradisional terdapat 21.814 UTTP.Ditemukan UTTP yang tidak bertanda tera sah sebanyak 9.843 (45,1%) atau rata-rata 149 UTTP di setiap pasar. Dengan demikian di 66 pasar tersebut masih ada 9.843 UTTP yang di gunakan walaupuntidak bertanda tera sah yang berlaku (http://citraindonesia.com/43313/). Padahal, kesalahan hasil pengukuran atau penimbangan akibat belum diteranya UTTP ini dapat merugikan konsumen. Alat UTTP yang digunakan setiap saat akan mengalami perubahan pada bagian tertentu, yang dapat mengakibatkan kesalahan pada hasil pengukuran atau penimbangan.

Tahun 2012 telah terbentuk 4 Daerah Tertib Ukur (Kota Singkawang, Kota Surakarta, Kota Balikpapan dan Kota Batam) serta 91 Pasar Tertib Ukur yang tersebar di 57 kabupaten/kota. Untuk tahun 2013, direncanakan akan dibentuk tiga DaerahTertib Ukur dan 30 Pasar Tertib Ukur1.

Untuk tercapainya pasar tertib ukur pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-Syarat Bagi Alat- Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya,dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang,

1http://ditjenspk.kemendag.go.id/index.php/public/information/articles- detail/berita/92)

(13)

3

dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 01/SPK/SE/5/2011 tentang Tera UTTP mengamanatkan agar UTTP yang secara langsung atau tidak langsung digunakan atau disimpan dalam keadaan siap pakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan wajib ditera atau ditera ulang. Kedua kebijakan tersebut sebagai regulasi turunan dari Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

Alat UTTP harus ditera ulang sebagai alat kontrol secara periodik untuk mengetahui apakah alat tersebut masih layak pakai. Alat UTTP yang tidak ditera mengakibatkan tidak adanya jaminan kebenaran hasil pengukuran. Kesalahan hasil pengukuran atau penimbangan tidak hanya akan merugikan konsumen melainkan juga akan merugikan pelaku usaha.

Jenis alat UTTP yang paling banyak digunakan di pasar tradisional adalah timbangan pegas dan timbangan meja beranger serta anak timbangan. Jenis alat UTTP yang banyak digunakan di 66 pasar tradisional yang menggunakan timbangan pegas sebanyak 9,5%, timbangan meja 15,15% dan anak timbangan sebesar 69,9

% (Sucofindo, 2011).

Data mengenai alat UTTP khususnya timbangan yang banyak dipergunakan di pasar tradisional tersebut perlu dikoleksi dan diolah. Dari pengolahan data tersebut diharapkan bisa dianalisis penggunaan alat-alat UTTP dalam perdagangan di pasar tradisional.Analisis mengenai penggunaan alat-alat UTTP dalam perdagangan di pasar tradisional berguna bagi pengambil kebijakan dalam rangka mendorong terciptanya perdagangan yang adil, khususnya di pasar tradisional. Analisis tersebut dilakukan untuk menjawab pertanyaan penyebab belum optimalnya penggunaan alat-alat UTTP apakah erat kaitannya dengan kapasitas pelayanan kemetrologian, rendahnya kesadaran pedagang dan rendahnya kepedulian konsumen.

1.2. Tujuan Analisis

Sejalan dengan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan suatu analisis dengan tujuan sebagai berikut :

a. Mengevaluasi pelaksanaan wajib tera dan tera ulang UTTP di pasar tradisional

(14)

4

b. Menganalisis gap pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang alat UTTP dengan

perkembangan penggunaan alat UTTP di pasar tradisional.

c. Merumuskan usulan kebijakan tertib ukur dalam rangka perlindungan konsumen.

1.3. Keluaran Analisis

Analisis yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan keluaran sebagai beruikut :

a. Evaluasi pelaksanaan wajib tera dan tera ulang UTTPdi pasar tradisional;

b. Analisis gap pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang alat UTTP dengan perkembangan penggunaan alat UTTP di pasar tradisional;

c. Rumusan usulan kebijakan tertib ukur dalam rangka perlindungan konsumen.

1.4. Dampak Analisis

Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan dan lembaga terkait dalam membantu tercapainya perdagangan yang adil bagi pedagang dan perlindungan konsumen melalui penerapan tera dan tera ulang alat-alat UTTP.

1.5. Ruang Lingkup

a. Jenis UTTP yang dianalisis adalah timbangan pegas dan timbangan meja beranger serta anak timbangan. Alasan pemilihan alat tersebut adalah alat timbangan yang paling banyak digunakan dalam perdagangan di pasar tradisional.

b. Aspek yang dianalisis :

1) Kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan mengenai metrologi legal, tera dan tera ulang UTTP;

2) Kapasitas instansi yang membawahi Metrologi Legal di daerah dalam melakukan pelayanan tera/tera ulang timbangan, penyuluhan, dan pengawasannya;

3) Implementasi wajib tera dan tera ulang UTTP di pasar tradisional;

4) Kesadaran dan pemahaman pedagang pasar tradisional dalam tertib ukur.

(15)

5

c. Daerah Analisis

Analisis ini dilakukan di tiga kota, yaitu di Bandung, Denpasar, dan Ternate.

Dipilihnya daerah penelitian tersebut dengan pertimbangan, antara lain perkembangankegiatan usaha perdagangan di pasar tradisional dan jumlah UTTP yang beredar relatif besar yaitu Bandung dan menengah yaitu Denpasar.

Sedangkan Ternate dipilih sebagai representasi daerah dengan jumlah penggunaan alat UTTP relatif rendah.

1.6. Sistematika Penulisan

Laporan analisis ini terdiri dari lima bab sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Bab ini mendeskripsikan latar belakang, tujuan, keluaran, dampak dan ruang lingkup analisis yang dilakukan.

BAB II Tinjauan Pustaka. Bab ini menjelaskan tinjauan literatur yang digunakan sebagai referensi dalam analisis ini.

BAB III Metodologi Penelitian menjelaskan metode yang digunakan dalam analisis ini meliputi kerangka pemikiran, kebutuhan informasi, responden dan sampling, metode pengumpulan data, metode analisis data, sumber data, dan tahapan pelaksanaan analisis.

BAB IV Gambaran Pelayanan Tera/Tera Ulang. Bab ini menguraikan hasil temuan-temuan lapangan/survey di daerah analisis

BAB V Evaluasi Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP. Pada bab ini memuat hasil temuan lapangan, analisis deskriptif dan kuantitatif dari pelayanan tera/tera ulang UTTP di daerah analisis.

BAB VI Gap Pelaksanaan Tera/Tera Ulang UTTP Dengan Perkembangan Penggunaan Alat UTTP di Pasar Tradisional. Menjelaskan mengenai perbedaan yang terjadi antara pelaksanaan pelayanan kemetrologian dan penggunaan alat UTTP di pasar tradisional dan menganalisisnya dengan menggunakan alat analisis gap

BAB VII Kesimpulan dan Rekomendasi. Memberikan kesimpulan dan saran untuk usulan kebijakan terkait upaya peningkatan pelayanan tera/tera ulang UTTP di pasar tradisional.

(16)

6

1.7. Organisasi

Analisis ini dilaksanakan oleh peneliti dan staf Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri yang terdiri dari peneliti pertama, peneliti non fungsional, dan pembantu peneliti.

(17)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum masyarakat masih belum memahami arti metrologi walaupun manfaatnya telah dirasakan secara luas. Menurut studi UNCTAD (2004) masih banyak masyarakat yang tidak dapat membedakan pengertian metrologi (ilmu pengetahuan tentang ukur-mengukur) dengan meteorologi (ilmu mengenai cuaca dan prakiraan cuaca).Walau begitu dalam transaksi perdagangan misalnya masyarakat menggunakan pengukuran sebagai dasar penentuan kuantitas transaksi.

Dalam studinya UNCTAD (2004) menyatakan bahwa Metrologi adalah ilmu tentang pengukuran, termasuk didalamnya satuan ukuran beserta standarnya, instrumen pengukuran dan penerapannya, serta teori dan permasalahan dalam aplikasi yang berkaitan dengan pengukuran. Pengukuran sangat penting dan menjadi bagian dari berbagai aktivitas manusia, mulai dari pengawasan produksi, pengukuran kualitas lingkungan, persyaratan kesehatan dan keselamatan, persyaratan kesesuaian produk dalam melindungi konsumen dan jaminan terselenggaranya perdagangan yang terbuka.

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, definisi dari metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur mengukur secara luas. Metrologi meliputi semua aspek pengukuran praktis dan teoritis, termasuk juga ketidakpastian pengukuran di bidang aplikasinya.

Manfaat Metrologi dalam kehidupan manusia seperti yang diungkapkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, BPPP, Departemen Perdagangan dan Arah Cipta Guna (2007) dapat dijumpai dalam berbagai bidang antara lain perdagangan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan2. Dalam bidang perdagangan, kegiatan metrologi sangat erat terkait didalamnya.

Dalam transaksi jual beli. Dalam bidang kesehatan misalnya penggunaan monitor klinis, termometer, alat tekanan darah, electrocardiographs, alat untuk mengukur irama denyut nadi. Alat-alat ukur kesehatan tersebut harus benar karena

2 Dikutip dari: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, BPPP, Departemen Perdagangan dan Arah Cipta Guna. 2007. Kajian Sistem Metrologi Legal.

(18)

8

akanberdampak pada hasil diagnosis yang dilakukan yang pada akhirnya akan berdampak pada jiwa manusia. Peran Metrologi Legal dalam keselamatan publik antar lain dalam bidang lalu lintas, yaitu ketepatan ukuran tekanan ban, sistem kemudi, sistem pengereman, sistem elektrik, isyarat keadaan darurat, dan lain- lain.Metrologi dapat berperan dengan menyediakan alat ukur yang dapat mengukur tingkat polusi yang ditimbulkan oleh hal-hal tersebut di atas sehingga pengendalian polusi dapat lebih efektif dilakukan.

2.1. Kalibrasi Dan Peneraan

Gambar 2.1.Rantai Ketertelusuran

Sumber: Puslitbang Dagri (2007)

Gambar 2.1. memperlihatkan bahwa alat ukur yang digunakan sebagai alat bantu (misalnya alat bantu transaksi perdagangan) harus mengacu pada standar tertentu yang lebih akurat. Puncak piramida adalah standard Internasional dimana

Standar Internasional

Standard Primer Nasional

Standard Sekunder

Standard Kerja

Alat Ukur Standard Primer

Negara Lain

Ketidak pastian Penguk uran semaki n besar

(19)

9

seluruh alat ukur yang ada di dunia ini seharusnya mengacu pada standar tertinggi ini. Dari standar ini standar yang ada di setiap negara diturunkan. Standar Nasional digunakan sebagai acuan alat ukur yang ada di suatu negara.

Untuk menjamin ketertelusuran suatu hasil pengukuran, maka alat ukur dan bahan ukur yang digunakan harus dikalibrasi. Kalibrasi adalah proses membandingkan hasil pengukuran suatu alat ukur dengan hasil pengukuran alat ukur standard/acuan. Proses kalibrasi dapat menentukan nilai-nilai yang berkaitan dengan kinerja suatu alat ukur atau bahan acuan. Hal ini dicapai dengan perbandingan langsung terhadap suatu standar ukur atau bahan acuan bersertifikat.

Keluaran dari kalibrasi adalah sertifikat kalibrasi. Selain sertifikat, biasanya juga ada label atau stiker yang disematkan pada alat yang sudah dikalibrasi.

Ada tiga alasan penting mengapa sebuah alat ukur perlu dikalibrasi:

a. Memastikan bahwa penunjukkan alat tersebut sesuai dengan hasil pengukuran lain.

b. Menentukan akurasi penunjukkan alat.

c. Mengetahui keandalan alat, yaitu bahwa alat tersebut dapat dipercayai.

Gambar 2.2.Tanda Peneraan

Sumber: http://ditjenspk.kemendag.go.id/index.php/public/home/info-linkmetrologi/

Menera adalah hal menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal, atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.

Tera Ulang adalah hal menandai berkala dengan tanda tera sah atau tanda tera

(20)

10

batal, atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur,takar, timbang dan perlengkapannya yang telah ditera. Jika alat ukur tersebut memenuhi syarat tertentu maka pegawai yang berhak akan menandai alat ukur tersebut dengan tanda tera sah. Sebaliknya, jika alat ukur tersebut tidak memenuhi syarat tertentu maka pegawai yang berhak akan menandai alat ukur tersebut dengan tanda tera batal.

Bentuk tanda tera dapat dilihat di Gambar 2.2.

2.2. Otoritas Metrologi

Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang benar telah ditetapkan Otoritas Metrologi yang diakui sebagai rujukan. Otoritas metrologi terbagi dalam tiga bidang:

bidang metrologi ilmiah dalam hal kebenaran ilmiah menjadi tanggung jawab Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit KIM-LIPI); bidang metrologi legal dalam hal pengukuran yang berkaitan dengan regulasi menjadi tanggung jawab Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan, dan bidang akreditasi laboratorium dalam hal menentukan kompetensi suatu laboratorium untuk melakukan pengukuran (baik pengujian maupun kalibrasi) menjadi wewenang Komite Akreditas Nasional (KAN).

Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan Republik Indonesia memiliki tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, pengawasan serta evaluasi di bidang Kemetrologian. Adapun fungsinya meliputi3: a) penyiapan perumusan kebijakan; b) penyiapan perumusan standar, norma, kriteria, dan prosedur; c) bimbingan dan pelaksanaan teknis; d) pengawasan dan evaluasi pelaksanaan di bidang sarana dan tenaga, standar ukuran dan laboratorium, teknik, pengawasan dan penyuluhan serta kerjasama kemetrologian; e) pelaksanaan urusan tata persuratan dan rumah tangga Direktorat.

Dengan demikian secara garis besar, tugas pokok dan fungsi Direktorat Metrologi adalah mengelola standar ukuran dan satuan ukuran, melaksanakan tera dan tera

3www.djpdn.go.id.Tupoksi Direktorat Metrologi.

(21)

11

ulang UTTP, melakukan pengawasan UTTP dan BDKT serta penyuluhan kemetrologian.

Pada era otonomi daerah dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kewenangan dalam pelaksanaan dan pengawasan metrologi legal berada di daerah (Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/

Kota). Untuk memfasilitasi pelayanan kemetrologian legal di daerah dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal sebagai unsur pelaksana tugas teknis di bidang metrologi legal di daerah.

Pada era otonomi ini terdapat permasalahan umum pelayanan metrologi legal.

Pemerintah Daerah menganggap kegiatan tera dan tera ulang sebagai sumber PAD, sehingga penganggaran untuk dinas atau UPT yang membidangi metrologi legal didasarkan pada besarnya penerimaan retribusi dari kegiatan tera ulang UTTP. Hal ini mengakibatkan investasi dan pemeliharaan laboratorium atau peralatan menjadi sangat terbatas, dan pada akhirnya akan menurunkan kapasitas institusi tersebut untuk melakukan pengawasan penggunaan UTTP yang digunakan oleh pelaku usaha di wilayahnya. Perlu ada perubahan paradigma dari pemerintah Propinsi/

Kabupaten/ Kota bahwa kegiatan Metrologi Legal harus ditekankan pada upaya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan sekaligus menumbuhkan iklim berusaha yang sehat4.

2.3. SDM Metrologi

Dalam rangka mewujudkan pelayanan yang prima di bidang kemetrologian perlu didukung pengembangan sumber daya manusia kemetrologian yang kompeten dan memadai. Menurut Suparno (2001:27), Kompetensi adalah kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau memiliki ketrampilan dan kecakapan yang disyaratkan. Dikaitkan dengan kemetrologian, SDM kemetrologian yang kompeten adalah SDM yang memiliki kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau memiliki ketrampilan dan kecakapan kemetrologian yang disyaratkan. SDM kemetrologian yang memadai diartikan upaya untuk memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas pelayanan kemetrologian.

4Kajian Sistem Metrologi Legal, 2007

(22)

12

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 48/M.DAG/PER/12/2010 tentang pengelolaan sumber daya kemetrologian jenis SDM kemetrologian meliputi: Penera, Pegamat Tera, Pranata Laboratorium Kemetrologian dan Penyidik Pegawai Negerei Sipil (PPNS) Metrologi Legal. penera adalah pegawai berhak dalam proses menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku ataumemberikan keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda terabatal yang berlaku berdasarkan pengujian yang dijalankan atas UTTP. Pengamat tera bertugas melakukan pengawasan terhadap UTTP,BDKT, dan SI. Pranata laboratorium kemetrologian bertugas melakukan pengelolaan standar ukuran dan laboratorium kemetrologian untuk menjamin kesesuaian dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku serta ketertelusuran standar di tingkat nasional atau internasional.PPNS Metrologi Legal bertugas melakukan penyidikan tindak pidanaUndang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal5.

Kompetensi SDM dinilai memadai untuk melaksanakan tugas rutin kemetrologian, tapi sulit untuk melakukan inovasi dalam rangka pengembangan sistem Metrologi Legal. Hal ini disebabkan pola rekruitmen tenaga fungsional kurang maksimal, karena direkruit dari pegawai dinas yang ada, sehingga pilihan kandidat menjadi sangat terbatas. Untuk itu, pada masa mendatang pola rekruitmen tenaga fungsional dilakukan dari kandidat umum dengan kualifikasi yang tinggi, sehingga tenaga penera yang dihasilkan memiliki daya inovasi yang lebih baik

Pengembangan SDM metrologi selama ini dinilai kurang memadai, baik diukur dari jumlah dan intensitasnya. Kurangnya pengembangan SDM disertai berkurangnya jumlah SDM fungsional karena memasuki usia pensiun mengakibatkan kinerja unit metrologi daerah relatif mengalami penurunan. Hal inilah yang menjadi penyebab para pemangku kepentingan menilai pengembangan SDM metrologi sangat mendesak untuk dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah Propinsi dan Kabupaten/ Kota.

Permasalahan SDM dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang tentu akan berdampak pada layanan yang sanggup diberikan. Sebagai informasi bahwa di tahun 1998 kemampuan penera dalam menera atau tera ulang mencapai 19.000

5Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 48/M.DAG/PER/12/2010 tentang pengelolaan sumber daya kemetrologian.

(23)

13

UTTP per penera per tahun sedangkan tahun 2006 turun menjadi 6.739 UTTP per penera per tahun6.

2.4. Penelitian Terdahulu

Di negara berkembang seperti Indonesia, pertumbuhan populasi masih cukup besar. Pertumbuhan ini akan berdampak pada perdagangan dan pasar sebagai fasilitas untuk mempertemukan pedagang dan konsumen.

Di daerah perkotaan, pertumbuhan akibat urbanisasi juga menambah kontribusi bagi pertumbuhan penduduk. Pendapatan penduduk perkotaan relatif didominasi oleh bertumbuhnya pendapatan penduduk golongan menengah atas.

Pertumbuhan golongan menengah atas ini telah memberikan insentif bagi para pelaku usaha untuk mengembangkan pasar modern. Bagi golongan menengah atas pasar modern lebih menarik karena alasan kualitas, keamanan, dan pelayanan yang lebih baik (Mc Cullough et al, 2009).

Walaupun saat ini perkembangan pasar tradisional relatif lebih kecil dibandingkan pasar modern namun hampir 80% rumah tangga Indonesia memperoleh bahan kebutuhan pokoknya melalui transaksi perdagangan barang di pasar tradisional (KPPU dikutip dari AC Nielsen, 2009). Kontribusi yang besar untuk pemenuhan kebutuhan konsumen ini memberikan alasan bagi pemerintah untuk tetap mendukung keberadaan pasar tradisional. Dukungan ini dapat dilihat dari dikeluarkannya beberapa kebijakan di sektor perdagangan terutama yang terkait dengan pasar tradisional, serta program-program yang ditujukan untuk merealisasikan regulasi yang dibuat.

Salah satu kebijakan yang mendukung pasar tradisional yaitu kebijakan Kementerian Perdagangan mengenai Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Sarana Perdagangan (Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 86/M- DAG/PER/12/2012). Realisasi kebijkan ini adalah dibuatnya beberapa program perkuatan sarana perdagangan seperti program Pasar Tertib Ukur, pasar percontohan, dan program peningkatan sarana Metrologi Legal.

6Kajian Sistem Metrologi Legal, 2007

(24)

14

Pelaksanaan tertib ukur akan memberikan dampak positif bagi perkembangan pasar tradisional. Sucofindo (2013) sedikitnya menyebutkan ada tiga manfaat yang diperoleh dari pembentukan pasar tertib ukur antara lain: (1) Meningkatkan citra pasar tradisional melalui kebenaran hasil pengukuran; (2) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pedagang/pengguna dan pemilik UTTP serta pengelola pasar dalam membangun kepercayaan masyarakat; dan (3) Mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kemetrologian dalam rangka perlindungan konsumen.

Untuk tercapainya pasar tertib ukur pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-Syarat Bagi Alat- Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya, dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 01/SPK/SE/5/2011 tentang Tera UTTP mengamanatkan agar UTTP yang secara langsung atau tidak langsung digunakan atau disimpan dalam keadaan siap pakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan wajib ditera atau ditera ulang. Kedua kebijakan tersebut sebagai regulasi turunan dari Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

Dari peraturan tersebut di atas secara tersirat terlihat bahwa peran metrologi untuk mendukung peningkatan pelayanan di pasar tradisional adalah hal yang penting. Pasar Tertib Ukur, serta peningkatan sarana Metrologi Legal sebagai program kerja membuktikan hal tersebut. Pada sebuah pasar (khususnya pasar tradisional) perlindungan tertib ukur arahnya bukan hanya ke konsumen namun juga ke produsen. Untuk itu pelayanan pemerintah untuk mendukung terciptanya tertib ukur harus terlaksana. Pemerintah yang memangku tugas kemetrologian baik pusat maupun daerah tentu harus memiliki kapasitas yang cukup dan dapat mengikuti perkembangan UTTP di pasar tradisional sebagai salah satu beban kerjanya.

Untuk mengetahui seberapa besar layanan yang harus dilakukan pemerintah yang dalam hal ini kemetrologian, dalam melayani kemetrologian untuk pasar tradisional, tentu harus didukung data perkembangan UTTP di daerah. Namun yang

(25)

15

menjadi kendala hingga saat ini ternyata tidak ada data perkembangan UTTP di pasar tradisional.

Namun demikian survey yang dilakukan oleh Sucofindo di tahun 2011 telah menghasilkan perhitungan dugaan jumlah UTTP yang beredar di pasar tradisional.

Informasi survey Sucofindo menyatakan bahwa dari 11 jenis UTTP diperkirakan sebanyak 7.737.904 UTTP terdapat di pasar tradisional. Dugaan jumlah UTTP terbanyak dapat dijumpai pada pasar tradisional di wilayah Jawa Barat yakni 2.007.397 unit atau sekitar 26% dari dugaan nasional. Jenis UTTP yang paling banyak beredar adalah anak timbangan dengan dugaan berjumlah 5.411.338 unit atau sekitar 69,93% dari total UTTP. Jenis kedua yang banyak beredar yakni timbangan meja beranger dengan hasil dugaan sebanyak 1.172.042 unit atau sekitar 15.15% dari total UTTP dan paling banyak beredar pada pasar tradisional di Jawa (Sucofindo; 2013).

Dari 7.737.904 UTTP yang beredar di pasar tradisional, hasil sucofindo menunjukkan 53% tanda tera dari UTTP ditemukan dalam kondisi bagus. Sementara selebihnya dalam kondisi tidak tampak (38.67%), rusak (3.74%), bahkan ada beberapa yang sudah putus (1.67%) dan sekitar 3% tidak ada keterangan.

Berdasarkan tanda tera akhir, hanya sekitar 40% UTTP yang bertanda tera sah (bertanda setahun terakhir), sementara sisanya ditera lebih dari setahun yang lalu (Sucofindo; 2013).

Penerbitan sejumlah regulasi di bidang kemetrologian secara tersirat menunjukkan bahwa metrologi memiliki peran yang signifikan dalam mendukung peningkatan pelayanan di pasar tradisional. Dengan demikian, pemerintah yang memangku tugas kemetrologian baik pusat maupun daerah tentu harus memiliki kapasitas yang cukup dan dapat mengikuti perkembangan UTTP di pasar tradisional.

Namun, Secara umum pelayanan unit Metrologi Legal di Indonesia (khususnya di luar Jawa) mengalami penurunan kapasitas sejak masa otonomi daerah, akibat:

a. Kurangnya kepedulian pemerintah Propinsi/ Kabupaten/ Kota dalam mengembangkan unit metrologi, yang ditunjukkan dengan besaran APBD yang kurang memadai,

b. Adanya persepsi bahwa unit metrologi legal semata-mata sebagai sumber retribusi PAD,

(26)

16

c. Penurunan jumlah SDM akibat pensiun atau rotasi kerja lintas instansi, dan

keterbatasan pengembangan kompetensi SDM metrologi daerah,

d. Peralatan dan standar kerja yang kurang memadai jika dibandingkan dengan perkembangan jumlah UTTP yang pesat di masyarakat, serta

e. Kerjasama antar unit metrologi daerah dinilai pada tingkat yang sangat rendah, padahal dunia kemetrologian menuntut intensitas kerjasama dan saling pengakuan yang tinggi antar unit metrologi.

Banyaknya kelembagaan metrologi daerah yang berbentuk UPTD mendorong unit metrologi daerah lebih fokus pada layanan tera dan tera ulang UTTP, dan meminimalkan kegiatan pengawasan terhadap pelanggaran UUML. Pemerintah daerah berkecenderungan melakukan kegiatan yang dapat menghasilkan PAD secara langsung daripada kegiatan yang hanya membebani keuangan daerah, seperti: penyuluhan, bimtek, dan pengawasan kemetrologian.

Penurunan kegiatan pengawasan ini dipicu oleh berbagai faktor antara lain: (1) interpretasi terhadap SK Menteri PAN Nomor 106 yang membatasi UPTD melakukan kegiatan pengawasan, (2) interpretasi terhadap SK Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2003 tentang Pembinaan PPNS Daerah yang hanya mengijinkan untuk menyidik pelanggaran Peraturan Daerah, bukan pelanggaran undang-undang, (3) adanya eforia reformasi yang membuat masyarakat ’merasa’

lebih berdaya dan ’aparat menjadi ragu bertindak’, (4) pimpinan daerah dan kepala dinas yang lebih menekankan sisi penerimaan PAD yang dapat dihasilkan oleh kegiatan tera dan tera ulang UTTP, sehingga kurang memprioritaskan kegiatan pengawasan, (5) keterbatasan personil, sarana dan anggaran untuk kegiatan pengawasan kemetrologian, dan (6) tidak adanya tupoksi pengawasan dalam UPTD Metrologi di banyak daerah.

Berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 dinilai berdampak besar terhadap kelembagaan unit metrologi daerah pada masa mendatang. Peraturan pemerintah ini memberikan kemungkinan bagi pemerintah Kabupaten/ Kota untuk membentuk unit metrologinya, sehingga penataan kelembagaan metrologi daerah sangat strategis dalam pengembangan sistem metrologi legal di Indonesia pada masa mendatang (Kajian Sistem Metrologi Legal, 2007).

(27)

17

BAB III

METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Kendati jumlah pasar modern dan retail modern semakin banyak, terutama di kota-kota besar Indonesia, namun Pasar Tradisional masih merupakan tempat berbelanja barang yang utama bagi masyarakat Indonesia. AC Nielsen, seperti dikutip oleh KPPU pada tahun 2009 menunjukkan bahwa masih sekitar 80% rumah tangga Indonesia terlibat dengan pasar tradisional untuk memperoleh barang dan bahan kebutuhan pokoknya. Hal ini menunjukkan besarnya peran pasar tradisional dalam transaksi perdagangan barang dan kehidupan masyarakat Indonesia sehari- hari.

Jika kenyataan ini dihubungkan dengan Undang-Undang nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal yang mewajibkan kebenaran ukuran, takaran, timbangan atau jumlah barang yang diperdagangkan untuk umum7 , dan Peraturan Menteri Perdagangan R.I. Nomor : 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang, Dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera Dan Ditera Ulang, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 yang mewajibkan mengenai tera/tera ulang dari UTTP yang digunakan untuk kepentingan umum8 , maka akan tampak bahwa masalah-masalah yang berhubungan dengan pelayanan tera/tera ulang, penggunaan, dan pengawasan alat UTTP di pasar tradisional, masih amat relevan untuk terus diamati/dikaji dalam kerangka perdagangan barang dan perlindungan konsumen.

7Dilarang menjual, menawarkan untuk dibeli, atau memperdagangkan dengan cara apapun juga, semua barang menurut ukuran, takaran, timbangan atau jumlah selain menurut ukuran yang sebenarnya, isi bersih, berat bersih atau jumlah yang sebenarnya

8UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a adalah UTTP yang secara langsung atau tidak langsung digunakan atau disimpan dalam keadaan siap pakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk: a.

kepentingan umum; b. usaha; c. menyerahkan atau menerima barang; d. menentukan pungutan atau upah; e. menentukan produk akhir dalam perusahaan; atau f. melaksanakan peraturan perundang-undangan

(28)

18

Gambar 3.1

.

Kerangka Pemikiran Pasar Tradisional

Perdagangan Barang Pembeli/

Konsumen

Pedagang

Penggunaan UTTP

Tera, Tera Ulang, Pengawasan, Kebenaran

Akurasi dan Reliabilitas UTTP

Tujuan:

Keadilan Tujuan:

Perlindungan konsumen

UPTD Provinsi/ UPTD Kabupaten/Kota

• Pengetahuan

• Kesadaran

• Pengetahuan

• Kepedulian

Kapasitas:

• Peralatan/ Sarana Prasarana

• Kecukupan UTTP Pengganti

• Jumlah dan kompetensi SDM

Sanksi dan penegakan

aturan

• UU no. 2/81 tentang Metrologi Legal

• Peraturan perundangan lain

Permintaan

terhadap Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Timbangan Meja dan Pegas

Pasokan terhadap Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Timbangan Meja dan Pegas

GAP Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Timbangan Meja dan Pegas

• Hambatan – hambatan

• Faktor pasokan

• Faktor permintaan

• Permendag no.

86/2012 tentang DAK Sarana Perdagangan;

mengenai peningkatan sarana metrologi legal

(29)

19

Sesuai dengan tujuan analisis yang ingin mengevaluasi dan menganalisis gap pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang UTTP di pasar tradisional, maka analisis ini diharapkan memperoleh gambaran-gambaran mengenai:

1. Jumlah UTTP, khususnya timbangan meja dan timbangan pegas, di pasar tradisional. Informasi ini digunakan untuk menggambarkan jumlah dan perkembangan timbangan yang digunakan oleh pedagang di pasar tradisional.Informasi-informasi ini berasal dari data sekunder yang diperoleh dari Dinas Perdagangan, UPTD metrologi legal, dan pengelola pasar setempat.

2. Kapasitas UPTD metrologi legal daerah untuk melaksanakan pelayanan tera/tera ulang UTTP, pengawasan, dan penyuluhan di pasar tradisional.

Informasi ini diperoleh dari UPTD Metrologi Legal.

3. Gap/Selisih antara permintaan dan kapasitas pelayanan tera/tera Ulang UTTP di pasar tradisional.

Gap pelayanan tera/tera ulang UTTP pada suatu wilayah ditentukan oleh selisih antara Permintaan dan Pasokan terhadap pelayanan tera/tera ulang UTTP di wilayah tersebut. Secara umum, Permintaan pelayanan tera/tera ulang ditentukan oleh jumlah UTTP yang ada di wilayah tersebut, sedangkan jumlah pasokan pelayanan tera/tera ulang ditentukan oleh kapasitas instansi UPTD Metrologi Legal dan Dinas Perdagangan di daerah dalam menyediakan pelayanan tera/tera ulang tersebut.

Disamping ketiga informasi tersebut, analisis juga diarahkan untuk memperoleh informasi-informasi tambahan mengenai:

1. Hambatan yang dihadapi oleh daerah dalam upaya pelayanan, pengawasan dan penegakan aturan metrologi legal, khususnya berkenaan dengan kegiatan tera/tera ulang UTTP timbangan di daerah.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan dan kapasitas pasokan pelayanan tera/tera ulang UTTP di daerah.

3. Pendapat UPTD Metrologi Legal terhadap implementasi Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 86/M-DAG/PER/12/2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Sarana Perdagangan di daerah sampel.

Apakah implementasi Peraturan Menteri Perdagangan ini dinilai meningkatkan

(30)

20

kapasitas daerah dalam melakukan pengawasan, penyuluhan, dan pelayanan metrologi legal (khususnya tera/tera ulang UTTP) di daerahnya.

3.2. Data dan Sumber Data

Data dan informasi yang dibutuhkan dalam analisis ini kemudian diolah menjadi petunjuk dalam melakukan: Menurunkan butir pertanyaan yang akan muncul dalam instrumen analisis; Mengidentifikasikan sumber informasi yang perlu didatangi; dan Menyusun strategi untuk memperoleh data/informasi tersebut. Hasil penurunan butir kuesioner kemudian didokumentasikan dalam 3 buah kuesioner yaitu: 1) Kuesioner UPTD Metrologi Legal, 2) Kuesioner Pengelola Pasar, dan 3) Kuesioner Pedagang.

3.3. Responden dan Sampling

Memperhatikan elaborasi kebutuhan informasi diatas, tampak bahwa sumber informasi adalah UPTD Metrologi Legal di daerah Kajian, Pengelola Pasar Tradisional yang diamati di daerah kajian, dan Pedagang Pasar Tradisional pengguna timbangan yang ada di pasar yang diamati.

Tabel 3.1. Key Person/Responden, Instrumen, dan Metode Pengumpulan Data Key

Person/Responden

Instrumen Metode

• Unit pelayanan teknis daerah (UPTD) pelayanan metrologi legal Provinsi

• Kuesioner UPTD Metrologi Legal

• Wawancara

• FGD

• Instansi/Lembaga yang membawahi pengelolaan Pasar tradisional di Kabupaten/Kota

• Kuesioner Pengelola Pasar • Wawancara

• FGD

• Pedagang pasar • Kuesioner pedagang • Wawancara

• Uji ulang timbangan menggunakan anak timbangan standar 1 kg

(31)

21

3.4. Sampling

a. Daerah Sampel

Analisis ini dilakukan di tiga daerah, yaitu di Bandung, Denpasar, dan Ternate.

Dipilihnya daerah penelitian tersebut dengan pertimbangan, antara lain perkembangan kegiatan usaha perdagangan di pasar tradisional dan jumlah UTTP yang beredar relatif besar yaitu Bandung dan Denpasar. Sedangkan Ternate dipilih sebagai representasi daerah dengan jumlah penggunaan alat UTTP relatif rendah.

b. Metode sampling

• Daerah sampel ditentukan secara purposive dengan memperhatikan ragam dan jumlah UTTP di masing-masing daerah. Secara umum, daerah sampel dipilih mewakili daerah dengan kapasitas perdagangan dan jumlah UTTP relatif tinggi (Bandung), menengah (Denpasar), dan daerah dengan kapasitas perdagangan dan jumlah UTTP relatif rendah (Ternate).

Key Person Unit Pelayanan Teknis Daerah dan Pengelola Pasar dipilih secara purposive.

• Responden Pedagang, jika pengelola pasar memiliki data yang lengkap, maka responden Pedagang akan dipilih secara proporsional acak. Dimana proporsi pedagang diharapkan mewakili jumlah kategori barang daging, ikan, sayur, dan bahan kering. Responden pedagang dalam masing-masing kategori kemudian dipilih menggunakan angka acak. Namun jika pengelola pasar tidak ada, atau tidak memiliki data pedagang, maka responden pedagang akan dipilih secara purposive dengan tetap memperhatikan keterwakilan kategori barang tersebut.

c. Ukuran Sampel

Key Person Instansi: Diwakili oleh Direktur/ Kepala/ perwakilan yang ditunjuk dari instansi yang bersangkutan.

Responden Pasar: Pada satu Kota akan dipiih 2 pasar tradisional. Jika di daerah tersebut telah ada pasar dengan predikat Pasar Tertib, maka salah satu pasar diupayakan merupakan perwakilan dari pasar tertib tersebut. Pasar yang dipilih merupakan pasar yang tetap (memiliki pengelola pasar, bukan pasar

(32)

22

berpindah, pasar “kaget”, atau pasar sementara).Daftar pasar terpilih pada masing- masing wilayah survey dapat dilihat dalam tabel 3.3.

Responden Pedagang: Jumlah pedagang pasar tradisional amat bervariasi antara 50 hingga bisa lebih dari 3000 pedagang, dengan status pedagang yang berbeda-beda (Kios, Los/Emper, dan Pedagang Kaki Lima-PKL). Untuk itu, mungkin pasar perlu dibagi menurut ukuran jumlah pedagang menjadi pasar kecil (jumlah pedagang kurang dari 200), pasar menengah (jumlah pedagang antara 200-600, dan pasar besar (jumlah pedagang antara 600-1000), dan pasar Induk (jumlah pedagang lebih dari 1000). Pada pasar Kecil dan Menengah, ukuran sampel ditetapkan 10% dari populasi pedagang yang menjual ikan, daging, sayur, dan bahan kering, yang ada di Kios, Los, dan PKL. Sedangkah pada pasar Besar dan Induk, ukuran sampel ditetapkan 5% dari populasi.

Tabel 3.2. Daftar Pasar Sampel

Daerah Nama Pasar Kategori Pasar Jumlah sampel

pedagang

Denpasar-Bali 1. Pasar Agung Pasar Tertib 11

2. Pasar Badung Pasar Biasa 37

Bandung-Jawa Barat 1. Pasar Kosambi Pasar Biasa 20

2. Pasar Anyar Pasar Biasa 22

Ternate-Maluku Utara 1. Pasar Kie Raha Pasar Tertib 18

2. Pasar Bastiong Pasar Tertib 35

3.5. Metode Pengumpulan Data

Data terdiri dari data sekunder dan data primer. Sebagian data yang menjelaskan dimensi Kapasitas UPT Metrologi dalam melakukan penyuluhan, pengawasan, dan tera timbangan merupakan data sekunder yang diambil dari profil kelembagaan UPTD metrologi di daerah.

Sedangkan data primer merupakan data yang diperoleh melalui survey (pengamatan atau wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dipersiapkan terlebih dahulu) langsung kepada responden. Data primer yang dikumpulkan meliputi (1) dari UPT Metrologi Legal Daerah: update terhadap data kapasitas UPT Metrologi Legal daerah terutama dari sisi kapasitas SDM dan sarana, serta informasi

(33)

23

mengenai hambatan dalam pelaksanaan pelayanan, pengawasan, dan penyuluhan metrologi legal di wilayah kerjanya; (2) Dari Pedagang: profil identitas pedagang,dan kondisi, status, dan pemenuhan standar timbangan milik pedagang; (3) Dari Pengelola Pasar: profil pasar.

Untuk menjamin data yang dikumpulkan mudah ditabulasi, diolah dan dianalisis, maka digunakan instrumen pengumpulan data berupa wawancara dengan panduan Kuesioner dan pengamatan langsung terhadap penggunaan alat UTTP di pasar tradisional. Data primer juga dikumpulkan melalui pelaksanaan FGD (focus group discussion) di daerah kajian yang dihadiri oleh pemangku kepentingan (1) UPT Metrologi Legal Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai penyedia layanan, (2) Dinas Perdagangan sebagai mitra penyedia pengawasan dan penyuluhan serta urusan perdagangan secara umum, (3) Pengelola pasar, (4) Konsumen yang diwakili oleh Yauasan Lembaga Konsumen setempat.

3.6. Metode Pengolahan Data Dan Analisis Data

a. Tabulasi dan Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan berdasarkan kategori responden, daerah penelitian dan wilayah penelitian, dan selanjutnya dilakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan. Tabulasi dilakukan dengan bantuan spreadsheet untuk memudahkan pengolahan data lebih lanjut

b. Analisis Data

Memperhatikan kebutuhan informasi yang ada, maka sebagian besar data diolah secara deskriptif, seperti menggunakan perhitungan proporsi, distribusi frekuensi, grafik, dan penyajian dalam bentuk matriks sebaran atau tabulasi silang (crosstab). Pada beberapa bagian, data diolah dan dianalisis secara inferensial, terutama untuk melihat pengaruh perbedaan wilayah, jenis pasar, tingkat kapasitas UPT metrologi daerah. Analisis inferensial yang digunakan adalah analisis Chi- square, dan uji beda dua rata-rata melalui ANOVA.

(34)

24

Tabel 3.3. Metode Analisis dan Sumber Data

Tujuan Analisis Sumber Informasi Sumber Keluaran Alat Bantu/Analisis Mengevaluasi

pelaksanaan wajib tera dan tera ulang UTTP.di pasar tradisional

Pedagang • Data primer:

Pengamatan, wawancara, Pengamatan tanda tera sah, hasil uji beban

• Jenis timbangan yang digunakan.

• Status tera timbangan saat pengamatan

• Proporsi timbangan sudah ditera namun tidak memenuhi standar

• Hambatan dalam melakukan tera ulang timbangan

• Statistik deskriptif (distribusi

frekuensi, diagram batang, tabel, tabulasi silang)

• Statistik inferensial uji beda 2 rata- rata, uji Chi Square.

UPTD metrologi legal daerah

• Data primer Survey- wawancara:

kuesioner bagi pengelola UPTD metrologi legal

• Focus Group Discussion bersama pemangku

kepentingan di daerah.

• Data sekunder profil kelembagaan UPT Metrologi daerah pada Dir Metrologi dan Balai Metrologi

• Gambaran kapasitas SDM, anggaran, sarana

prasarana pelayanan tera/tera ulang UTTP

• Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan

pelayanan tera/tera ulang UTTP

• Pendapat berhubungan dengan kelembagaan, harmonisasi peraturan, kapasitas UPT, koordinasi

• Hambatan dalam

pelayanan tera/tera ulang

Menganalisis gap pelaksanaan metrologi legal dengan perkembangan penggunaan alat UTTP di pasar tradisional.

Hasil Evaluasi • Hasil pengolahan data

• Diskusi

• Gambaran pertumbuhan UTTP di daerah

• Gambaran arah pertumbuhan kapasitas UPTD dalam

melaksanakan tera/tera ulang UTTP

• Perbandingan kapasitas dengan pertumbuhan UTTP

• Matriks Analisis gap antara populasi dan kapasitas UPT Metrologi Legal di daerah kajian

(35)

25

Tujuan Analisis Sumber Informasi Sumber Keluaran Alat Bantu/Analisis Merumuskan usulan

kebijakan tertib ukur dalam rangka perlindungan konsumen.

Analisis gap • Masukan dari survey- wawancara:

kuesioner bagi pengelola UPT metrologi legal dan dinas yang

membawahi urusan perdagangan di daerah.

• Focus Group Discussion bersama pemangku

kepentingan di daerah.

• Hasil analisis gap

• Usulan solusi, kebijakan, yang dapat ditempuh untuk mengatasi gap

pelaksanaan tera/tera ulang UTTP

3.7. Tahapan Pelaksanaan Analisis

Berdasarkan tujuan dan ruang lingkup penelitian, serta kerangka pemikiran di atas, maka langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

a. Tahap persiapan mencakup rangkaian kegiatan: melakukan koordinasi tim peneliti, melakukan pendalaman kajian literaratur sebagai landasan teoritis dan akademis pelaksanaan penelitian, dan perumusan dan mempertegas tujuan penelitian dengan berkonsultasi dengan Direktorat Metrologi serta inventarisasi permasalahan dalam pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP.

b. Tahap penyusunan desain analisis dan penyusunan instrumen penelitian, termasuk melakukan uji kuesioner dan uji kesesuaian instrumen dengan tujuan penelitian serta melakukan pembahasan desain analisis.

c. Tahap pengumpulan data, baik data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data dilakukan di 6 kota yang memiliki unit pelayanan metrologi daerah di 6 propinsi yang dipilih berdasarkan potensi ekonomi, klasifikasi unit metrologi daerah (besar, menengah dan kecil) yang dapat merepresentasikan kegiatan ekonomi di wilayah Indonesia (barat, tengah dan timur).

d. Tahap pengolahan data, yang mencakup kegiatan tabulasi dan pengolahan data observasi dan survei lapangan, data dan informasi hasil diskusi kelompok, serta data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi.

(36)

26

e. Tahap analisis dan interpretasi data. Hasil pengolahan data dianalisis

dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif serta melakukan interpretasi dan pembahasan hasil analisis data.

f. Tahap perumusan kesimpulan dan rekomendasi. Berdasarkan hasil analisis data dan interpretasinya ditarik kesimpulan serta penyusunan rekomendasi.

(37)

27

BAB IV

GAMBARAN PELAYANAN TERA/TERA ULANG UTTP

4.1.Gambaran Responden Survey

Secara umum, responden pedagang berimbang antara yang berjenis kelamin laki-laki (45,5%) dan yang perempuan (54,5%). Sebagian besar pedagang di pasar tradisional berusia diatas 35 tahun (86%). Dan lebih dari separuhnya sudah berdagang lebih dari 10 tahun (66,3%).

Dari sisi jenis kelamin, meskipun secara umum, jumlah responden pedagang laki-laki realtif sama dengan pedagang perempuan, namun pandangan kepada masing-masing pasar menunjukkan bahwa di Denpasar pedagang didominasi oleh perempuan, di Bandung relatif lebih banyak pedagang Laki-laki, sedangkan di Ternate relatif seimbang jumlahnya.

Sumber: Data diolah

Gambar 4.1. Jenis Kelamin, Usia Pedagang, dan Lama Berdagang

(38)

28

Barang dagangan responden adalah ikan (14,3%), daging ayam, sapi, dan babi (17,9%), sayuran (25,7%) dan bahan kering lainnya seperti bumbu, ikan kering, beras, kerupuk, dll sebesar (42,1%).

Tempat berjualan responden secara umum ada di kios dan los, status tempat berjualan ini kebanyakan adalah sewa (72%) dan sisanya adalah milik.Semua responden berada di dalam lingkungan pasar (100%).

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.2. Tempat Berdagang, Status Tempat Berdagang, dan Lokasi Berdagang

a. Penggunaan Timbangan

Secara umum, timbangan yang paling populer untuk digunakan di pasar tradisional adalah Timbangan Meja Beranger dan Timbangan Pegas. Namun jika dilihat data per daerah, maka akan tampak bahwa masing-masing daerah memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Pedagang di Denpasar dan Bandung tampak lebih

(39)

29

menyukai timbangan meja beranger, sedangkan pedagang di Ternate tidak menggunakan timbangan meja beranger dan lebih memilih timbangan pegas.

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.3. Penggunaan Timbangan di Denpasar, Bandung, dan Ternate

Alasan penggunaan timbangan dapat dilihat dalam gambar 4.6.Secara umum, faktor yang mempengaruhi pemilihan timbangan adalah (1) kemudahan pengoperasian dan (2) kesesuaian/ kecukupan kapasitas.

Jika dilihat masing-masing jenis timbangan, maka tampak bahwa:

 Alasan pemilihan timbangan Meja beranger adalah (1) kemudahan pengoperasian, (2) kecukupan kapasitas, (3) keawetan, (4) harga, (5) sudah lebih dulu dimiliki.

 Alasan pemilihan timbangan Pegas adalah (1) kemudahan pengoperasian.

 Alasan pemilihan timbangan Dacin adalah (1) kecukupan kapasitas.

 Alasan pemilihan timbangan Bobot Ingsut adalah (1) kecukupan kapasitas, (2) keawetan.

 Alasan pemilihan timbangan Sentisimal adalah (1) kecukupan kapasitas, (2) kemudahan pengoperasian.

 Alasan pemilihan timbangan Elektronik adalah (1) kemudahan pengoperasian, (2) ketelitian, dan (3) kecukupan kapasitas.

Secara umum tampak bahwa pedagang telah menyesuaikan kebutuhan dengan jenis timbangannya.

(40)

30

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.4. Alasan Penggunaan Timbangan

b. Jangkauan Pelayanan Tera Ulang Di Dalam Pasar

Hasil survey menunjukkan, secara umum, baru sekitar 77,9% timbangan yang digunakan di pasar tradisional sudah ditera ulang. Keterangan langsung pedagang memang menunjukkan hanya 66,2% timbangan yang sudah di tera ulang, namun mempertimbangkan alasan belum tera ulang karena timbangan masih baru (dari 34,7% dari pedagang yang belum tera ulang), maka proprosi timbangan yang sudah di tera ulang bertambah menjadi 77,9%.

(41)

31

Ada beberapa alasan pedagang mengapa timbangan mereka belum ditera ulang, yaitu: (1) timbangan masih baru (dikonfirmasi dari tanda tera), sehingga belum wajib di tera ulang (34,7%), (2) tidak ada petugas yang datang/pemberitahuan (10,2%), (3) pada saat tera ulang berlangsung, pedagang sedang tidak berjualan karena ada acara/upacara, dan lain-lain (10,2%), (4) tidak menjawab.

Tabel 4.1. Proporsi Sudah dan Belum Tera Ulang, Menurut Wilayah Survey

Sumber: Data Diolah

Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada perbedaan dalam melakukan tera ulang antara wilayah, jenis barang dagangan, lokasi berjualan, lama berjualan, dan karakteristik personal pedagang lainnya. Artinya proporsi umum sudah tera ulang sebesar 66,2% - 77,9% berlaku sama di semua tempat. Angka ini menunjukkan jangkauan pelayanan tera ulang di pasar tradisional di kota kajian.

c. Uji Ulang Ketepatan Ukur Timbangan

Pengujian ketepatan ukur dilakukan dengan menguji keseimbangan timbangan pada saat tanpa beban dan dengan menggunakan beban standar 1 kilogram. Hasil uji ulang ketepatan dapat memberikan hasil (1) timbangan memberikan hasil

“kurang”, (2) “tepat”, (3) atau “lebih”. Timbangan yang memberikan hasil “kurang”

berarti menunjukkan sisi baki barang yang lebih berat, atau pembacaan hasil yang lebih tinggi dari seharusnya. Hal ini berarti berpotensi merugikan pembeli karena berat barang yang diberikan kurang dari kesepakatan. Sedangkan jika hasilnya

“lebih”, maka sisi baki anak timbangan lebih berat, atau hasil pembacaan lebih rendah dari seharusnya. Hal ini berarti merugikan penjual karena berat barang yang diberikan melebihi kesepakatan.

Pengujian ketepatan ukur timbangan pada timbangan meja dan pegas menunjukkan pentingnya kegiatan tera ulang. Dari hasil pemeriksaan ulang

76,6% 61,9% 60,4% 66,2%

23,4% 38,1% 39,6% 33,8%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

ya tidak apakah timbangan sudah ditera ulang Table Total

Col % Denpasar

Col % Bandung

Col % Ternate kode wilayah

Col % Table Total

Gambar

Gambar 2.1.Rantai Ketertelusuran
Gambar 2.2.Tanda Peneraan
Gambar 3.1 .   Kerangka Pemikiran Pasar Tradisional  Perdagangan Barang Pembeli/ Konsumen  Pedagang Penggunaan UTTP
Tabel 3.1.  Key Person/Responden, Instrumen, dan Metode Pengumpulan Data  Key
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai bahan materi Pembuktian Kualifikasi diharapkan kepada perusahaan yang diundang untuk dapat membawa dan menunjukkan dokumen asli atau fotocopy dokumen yang

Melihat dari permasalahan di atas dan juga riset yang sudah dilakukan ketua peneliti sebelumnya Pusat Bisnis Teknologi dan Industri sebagai salah satu Pusat yang

Berdasarkan hasil pembahasan, rangkaian usaha ekspansi PT Matahari Department Store Tbk pada tahun 2011 hingga 2015 merupakan keberlanjutan dari strategi yang diterapkan Perseroan

Metodologi penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis terhadap kinerja suatu jaringan awal dimana permasalahan yang dihadapi saat ini adalah jaringan yang berada

Ucapan terima kasih penulis sampaikan yang sebesar besarnya kepada segala pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian pengerjaan skripsi yang berjudul

Hasil penelitian ini akan mendeskripsikan Manajemen Sarana Pembelajaran di Smk Negeri Kelompok Bisnis Manajemen Kota Padang, ditinjau dari perencanaan kebutuhan,

Semua Pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, baik langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penulisan Laporan Proyek Tugas Akhir ini. Dalam

Berbagai pengalaman mengenai tugas maupun kegiatan-kegiatan yang telah diikuti oleh subjek merupakan suatu proses yang dialami untuk dapat