• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibutuhkan dalam abad 21. Kemampuan dalam bersosialiasai juga diperlukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibutuhkan dalam abad 21. Kemampuan dalam bersosialiasai juga diperlukan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Keterampilan Abad 21

Generasi muda yang kreatif, cekatan, dan dapat berpikir kritis, mampu mengambil keputusan, serta terampil dalam memecahkan masalah sangat dibutuhkan dalam abad 21. Kemampuan dalam bersosialiasai juga diperlukan yang meliputi bermusyawarah, mengkomunikasikan ide dan pemikiran, handal dalam bekerjasama secara individu maupun kelompok juga harus dipersiapkan pada abad 21 ini. Abad 21 membutuhkan kemampuan dan keterampilan dalam belajar dan berinovasi yang disebut dengan 4C diantaranya yaitu kreativitas (creativity), kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kemampuan berkolaborasi (collaboration), dan kemampuan berkomunikasi (comminication) (Sani, 2019).

Keempat keterampilan di abad 21 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) keterampilan dalam berpikir kreatif merupakan kemampuan atau keahlian untuk menghasilkan ide yang berbeda dari sebelumya. Keterampilan berpikir kreatif dapat dilatih dengan memberikan masalah dengan tujuan agar dapat menemukan solusi baru berupa ide, atau pikiran, dam hasil karya yang dapat memecahkan masalah tersebut. 2) kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah atau membuat keputusan tentang suatu masalah yang sedang dihadapi. Keterampilan berpikir kritis juga termasuk kedalam keterampilan dalam membedakan kebenaran, fakta, opini, atau fiksi dan non fiksi. (3) keterampilan kolaborasi adalah suatu keterampilan seseorang dalam menghormati perbedaan yang

(2)

meliputi bekerjasama dengan orang lain, saling melengkapi dalam berbagai peran dan tanggung jawab. (4) keterampilan komunikasi adalah kemampuan seseorang dalam menyampaikan suatu pemikiran, pengetahuan, dan informasi yang baru dimilikinya kepada orang lain dalam bentuk visual maupun audio visual termasuk juga dengan keterampilan dalam mendengarkan, memperoleh informasi, dan menyampaikan kepada khalayak umum (Arnyana, 2019).

Kecakapan abad 21 menjadi keterampilan yang penting dimiliki oleh setiap orang guna menghadapi permasalahan, tantangan, kehidupan dan karir mereka. Keterampilan tersebut harus diintregasikan ke dalam kegiatan belajar mengajar pada abad 21 yang menekankan pada kemampuan siswa untuk dapat berpikir secara kritis, mampu mengaplikasikan ilmu pada kehidupan sehari-hari, dapat menguasai teknologi, dan mampu berkolaborasi. Kemampuan berpikir dan belajar yang harus dikuasai siswa adalah sebagai berikut: 1) critical thingking and problem solving skill, siswa dituntut untuk dapat berpikir lebih tinggi tidak

hanya sekedar mengetahui, memahami, mensintesis akan tetapi siswa diharapkan memiliki kemampuan yang dapat dilatih dan dikembangkan yang dapat diintergasikan dalam berbagai hal yang dapat memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir tersebut. 2) creativity and innovation skills, siswa diharapkan dapat mengembangkan ide atau gagasan baru dengan

menggunakan kemampuan yang dimiliki yang digunakan untuk mengkomunikasikan ide-ide baru kepada orang lain, bersikap terbuka, dan menanggapi sesuatu yang baru dan berbeda. 3) communication skills, siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan pesan dari siswa lain dengan menerima untuk berkomunikasi seperti membaca, mendengar, berpendapat, dan dapat

(3)

menggunakan banyak sumber untuk menyampaikan ide mereka. 4) collaboration skills, kemampuan kolaborasi siswa yang dikembangkan melalui

pengalaman siswa di dalam sekolah, antar sekolah, dan di luar sekolah. Siswa juga dituntut untuk dapat bekerja dengan efektif dalam menghargai anggota tim yang berbeda, mampu menunjukkan fleksibilatas untuk menjadi orang yang bermanfaat untuk mencapai tujuan bersama. Bertanggung jawab dan menghargai kontribusi dari setiap anggota tim (Zakaria, 2021).

Berdasarkan pendapat ahli tersebut di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pada abad 21, siswa harus memiliki keterampilan 4C yaitu keterampilan dalam belajar dan berinovasi harus dimiliki oleh siswa. Keterampilan kolaborasi merupakan kegiatan interaksi sosial, siswa diharapkan untuk dapat melakukan adaptasi dan bekerja secara tim dengan produktif. Keterampilan komunikasi merupakan keterampilan mengharuskan siswa untuk dapat berkomunikasi baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun media lain secara efektif. Selain itu, keterampilan berpikir kritis merupakan cara dalam berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan untuk membentuk struktur konsep sehingga siswa dapat menganalisis dan menilai pengetahuan yang didapat dengan maksimal dan dapat menyelesaikan suatu permasalahannya dengan baik. Kemudian, kreativitas adalah keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam menekspresikan gagasan baru kepada orang lain dan diharapkan mampu bersikap terbuka terhadap hal baru. Namun, penelitian ini hanya fokus pada keterampilan kolaborasi.

2.2 Keterampilan Kolaborasi

Kolaborasi adalah cara hidup seseorang yang berkaitan dengan sikap bertanggung jawab atas tindaknnya, meliputi kemampuan dalam belajar dan

(4)

saling mengapresiasi dan dapat memberikan dukungan terhadap kelompoknya.

Inti dari keterampilan kolaborasi merupakan kemampuan setiap siswa untuk dapat bertukar pikiran serta perasaan antara satu dengan lainnya pada suatu tingkat yang sama (Zainuddin, 2017).

Pembelajaran kolaborasi juga menekankan pada pentingnya pengembangan dalam belajar yang dilakukan secara bermakna melalui suatu pemecahan masalah intelektual dalam aspek sosial. Sehingga, satu dengan yang lain saling bekerjasama dan menguntungkan (Zainuddin, 2017). Saat antara siswa satu dengan lainnya saling bertukar pikiran disitulah keterampilan kolaborasi dapat tercipta. Kolaborasi juga dapat disebut sebagai keterampilan yang bersifat fleksibel, efektif, dan adil untuk menyelesaikan tugas kolektif bersama dengan kelompok (Sidi, 2020). Sehingga, penerapan kolaborasi dapat meminimalisir perbedaan pemikiran, keterampilan, dalam memberikan saran pada saat berdiskusi. Kolaborasi juga dapat berperan sebagai dasar hubungan dan gaya hidup siswa dalam kewajiban atas tindakannya dalam kemampuan belajar dan menghargai antar anggota kelompok, untuk mencapai tujuan bersama (Pattipeilohy, 2020). Kemampuan kolaborasi dapat dilihat dengan memberikan beberapa permasalahan bagaimana proses menentukan tujuan, membuat suatu rancangan, cara mewujudkan dan memilih strategi, mencoba mencari solusi, cara memperbaiki rencana, dan sebagainya (Saenab et al., 2019).

Keterampilan kolaborasi didasarkan pada pembelajaran yang saling melengkapi. Menurut pendapat (Law et al., 2017) menjelaskan bahwa pembelajaran yang kolaboratif dapat membantu siswa dalam belajar secara sosial sehingga dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa. Selain itu, pembelajaran

(5)

kolaboratif dapat mempriotitaskan suatu kemampuan sosial siswa yang dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa (Dewi et al., 2020). Dalam hal ini siswa perlu diberikan wawasan yang dapat membantu dalam bekerja secara kolaboratif sehingga dapat mempunyai jiwa yang saling menghargai, menghormati, tanggungjawab, tenggang rasa dan lainnya (Anantyarta & Sari, 2017).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: keterampilan kolaborasi merupakan proses interaksi untuk bekerjasama dalam interaksi sosial untuk berkoordinasi yang saling berketergantungan yang positif dalam suatu kelompok demi tujuan bersama yang hendak ingin dicapai. Saling menghargai antar anggota dalam kelompok juga dapat menjadi faktor dalam tercapainya suatu tujuan yang ingin dicapai bersama.

Pembelajaran pada kolaborasi juga berdasar menggunakan ide yang bersinergi dan melengkapi. Setiap siswa dapat bertukar pikiran sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Keterampilan dalam berkolaborasi dapat dijadikan sebagai wawasan, pengetahuan, dan dapat digunakan untuk memberikan saran dan masukan antar anggota kelompok saat melakukan diskusi.

2.2.1 Indikator Keterampilan Kolaborasi

Keterampilan kolaborasi pada siswa dapat dilihat dari perilakunya dengan menggunakan indikator atau ciri-cirinya menurut para ahli sebagai berikut:

Menurut (Fadhilaturrahmi et al., 2021) indikator keterampilan dalam kolaborasi adalah :

1. Mampu bekerja sama dengan anggota kelompok 2. Ikut berperan serta dan terlibat aktif

(6)

3. Menyeimbangkan dalam hal mendengarkan dan berbicara, dan menjadi pengikut dalam suatu kelompok

4. Mampu memperlihatkan sikap fleksibel dalam berdiskusi

5. Mampu bekerjasama dalam kelompok dengan berbagai macam orang 6. Mampu menghargai pendapat orang lain

7. Menunjukkan keterampilan dalam mengambil suatu keputusan 8. Mampu menghargai pendapat masing-masing kelompok

Menurut (Rahmawati, 2019) indikator keterampilan kolaborasi adalah sebagai berikut:

1. Siswa mampu berkontribusi secara aktif dengan kelompoknya

2. Siswa mampu bekerja secara produktif bersama anggota kelompoknya 3. Siswa mampu menunjukkan sikap fleksibilitas dan kompromi

4. Siswa mampu menunjukkan sikap tanggung jawab dan menghargai atar sesama anggota kelompok

Menurut (Pratiwi et al., 2020) indikator keterampilan kolaborasi adalah sebagai berikut:

1. Mampu bekerja dengan kelompok secara aktif

2. Dapat bekerjasama dengan berbagai tim yang beranekaragam 3. Berpartisipasi secara individu dalam kelompok

4. Beradaptasi dengan baik bersama anggota kelompok

5. Mampu bertanggung jawab bersama untuk pekerjaan bersama 6. Mampu berkompromi untuk mencapai tujuan bersama

7. Mampu melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan 8. Mampu berkomunikasi secara efektif dalam kelomok

(7)

Menurut (Dewi et al., 2020) indikator keterampilan kolaborasi adalah sebagai berikut:

1. Siswa mampu dengan mudah menunjukkan keterampilan impersonal

2. Siswa mampu menunjukkan keterampilan kerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama dalam kelompok

3. Siswa mampu menunjukkan perannya secara efektif dalam kelompok

Menurut (Sulistiyawati, 2020) indikator keterampilan kolaborasi adalah sebagai berikut:

1. Bersedia berkelompok sesuai pembagian kelompok

2. Mampu bekerjasama dan saling melengkapi antar teman untuk menuntaskan permasalahan dalam kelompok

3. Setiap anggota memiliki tanggung jawab untuk mengerjakan tugas proyek dalam kelompok

4. Dapat memberikan keputusan

Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan diatas, dapat diambil kesimpulan yaitu indikator keterampilan dalam kolaborasi adalah a) siswa dapat masuk ke dalam kelompok secara heterogen, b) siswa bersedia untuk bekerjasama antar teman guna menuntaskan tujuan yang hendak dicapai bersama, c) setiap anggota kelompok dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, d) siswa dapat membuat keputusan dengan memperhatikan kepentingan setipa anggota dalam kelompok. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan model pembelajaran yang tepat. Model dalam pembelajaran yang dapat digunakan yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan penelitian ini menggunakan indikator yang telah disusun oleh (Sulistiyawati,

(8)

2020) karena dianggap cocok dengan kondisi siswa di SMP Muhammadiyah 2 Batu.

2.3 Model Pembelajaran Project Based Learning

Menurut (Nurfitriyanti, 2016) pembelajaran Project Based Learning merupakan pembelajaran yang fokus pada suatu konsep dan prinsip dalam suatu disiplin ilmu yang melibatkan siswa dalam kegiatan memecahkan masalah dan tugas-tugas yang bermakna yang lain, sehingga mampu memberikan suatu peluang siswa untuk dapat bekerja secara berkelompok untuk mengkontruk cara belajar mereka, sehingga dapat menciptkan suatu produk atau karya yang dapat bernilai dan realistik.

Project Based Learning adalah suatu proses kegiatan pembelajaran yang

dilakukan secara langsung yang melibatkan siswa untuk dapat menghasilkan suatu proyek. Pembelajaran Project Based Learning lebih berfokus dalam mengembangkan kemampuan dalam memecahkan sebuah proyek yang dapat menciptakan sesuatu. Model pembelajaran ini juga memberikan implementasi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengambil keputusan dalam memilih topik, melaksanakan suatu penelitian, dan menyelesaikan proyek tertentu. Siswa dapat melakukan kegitan secara nyata dengan kehidupan sehari-hari yang dapat menghasilkan produk secara realistis (Sari & Angreni, 2018).

Pembelajaran Project Based Learning dapat memotivasi, serta menstimulasi siswa untuk mampu menghadapi suatu konsep atau prinsip pokok dalam pengetahuan secara langsung. Project Based Learning juga merupakan teknik dalam kegiatan belajar mengajar yang mempunyai ciri khas yang berbeda dengan

(9)

teknik pembelajaran pada umumnya. Kebiasaan belajar siswa dapat ditingkatkan melalui implementasi kegiatan pembelajaran yang baru. Siswa harus dapat melakukan cara berpikir secara orisinil dan mampu berkolaborasi dengan siswa lain sehingga dapat memecahkan permasalahan yang ada.

Pembelajaran Project Based Learning dapat mendorong siswa untuk bekerja kolaboratif, sehingga mereka dapat menerapkan pembelajaran kooperatif.

Umumnya siswa berkolaborasi dalam struktur Jigsaw yang dimulai dari merumuskan suatu masalah, melaksanakan percobaan, dan membuat kesimpulan.

Perbedaan antara pembelajaran konvensional dan PjBL yaitu siswa dapat mengetahui adanya suatu masalah mereka sebagai suatu tantangan yang harus dijawab, serta dapat memenejemen waktunya agar dapat menyelesaikan tugas proyeknya. Selain itu, perbedaan lain antara PjBL dengan pembelajaran berbasis inkuiri yaitu adanya keharusan siswa untuk melakukan pemelajaran kolaboratif dalam PjBL, sedangkan pembelajaran berbasis inkuiri tidak masalah apabila dikerjakan secara individual.

Menurut (Insyasiska et al., n.d.) dalam melaksanakan PjBL siswa dapat menyelesaikan permasalahannya dengan cara :

1) bertanya dan merasakan secara detail keberadaan masalah tersebut;

2) bertukar pikiran dengan anggota kelompoknya;

3) membuat suatu hipotesis;

4) merancang rencana dalam pembuatan proyek;

5) mengumpulkan dan melakukan analisis data;

6) memberikan kesimpulan;

(10)

7) menyampaikan ide mereka kepada orang lain, terutama dengan anggota kelompoknya;

8) mempertanyakan adanya masalah yang baru timbul.

1) Langkah-langkah Pembelajaran Project Based Learning

Menurut (Yulianto et al., 2017) langkah dalam menerapkan pembelajaran Project Based Learning adalah sebagai berikut:

1) menentukan pertanyaan dasar;

2) membuat desain proyek;

3) menyusun jadwal;

4) memantau kemajuan proyek;

5) melakukan review produk;

6) melakukan evaluasi pengalaman

Menurut (Anggraini & Wulandari, 2021) tahap operasional dalam pembelajaran Project Based Learning (PjBL) adalah sebagai berikut:

1) Menentuan proyek

Menyampaikan topik yang dilakukan guru kemudian dilanjutkan dengan memberikan pertanyaan yang dilakukan oleh siswa tentang bagaimana cara menyelesaikan permasalahan. Selain memberikan pertanyaan siswa juga dapat mencari langkah yang tepat dalam memecahkan masalahnya.

2) Merencanaan langkah-langkah dalm menyelesaian proyek

Guru mengelompokkan siswa sesuai dengan prosedur dalam pembuatan proyek.

Kemudian siswa memecahkan masalahnya melalui kegiatan berdiskusi dengan berpartisipasi langsung.

3) Menyusunan jadwal pelaksanaan proyek

(11)

Guru dan siswa menyelesaian proyek tersebut, dengan memperhatikan batas waktu yang telah ditentukan kemudian siswa dapat melaksanakan penyusunan langkah serta jadwal dalam menyelesaikannya.

4) Menyelesaikan proyek dengan fasilitas yang dimonitoring guru

Guru melakukan peninjauan mengenai keaktifan siswa pada saat menyelesaikan tugas proyek serta hal-hal yang telah dilakukan untuk menyelesaian pemecahan masalah, kemudian siswa melakukan penyelesaikan tugas proyek sesuai dengan jadwal proyek yang telah ditentukan.

5) Penyusunan laporan tugas dan presentasi

Guru mengamati apa yang dilakukan siswa. Hasil diskusi tersebut kemudian dijadikan bahan laporan.

6) Evaluasi proyek dan proyek hasil proyek

Guru melakukan saran dan masukan pada hasil proyek yang telah dikerjakan dan melakukan kegiatan refleksi serta memberikan kesimpulan melalui kegiatan yang telah diperoleh dengan menggunakan lembar pengamatan dari guru.

Secara operasional dalam pembelajaran, langkah-langkah kegiatan dalam Project Based Learning (PjBL) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Tahap Operasional PjBL

Tahap Operasional Kegiatan Siswa

Penentuan Pertanyaan Mendasar Pembelajaran diawali dengan memberikan pertanyaan dasar, siswa diorientasikan kedalam permasalahan yang terdapat pada kehidupan sehari-hari, kemudian siswa mencari informasi dan solusi yang terkait dengan permasalahan tersebut setelah itu siswa dapat mengemukakan pertanyaan essensial yang dapat membantu dalam memecahkan masalah

Mendesain Perencanaan Proyek Perencanaan dapat dilaksanakan dengan cara kolaboratif yang dapat dilakukan antara pengajar dan siswa dengan harapan siswa dapat merasakan “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan tersebut berisi

(12)

mengenai aturan dalam penyelesaian proyek, pemilihan aktivitas dapat disesuaikan dengan kegiatan yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan essensial, dengan menintregasikan berbagai topik kegiatan yang mungkin, serta mengidentifikasi alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu dalam penyelesaikan proyek

Menyusun Jadwal Aktivitas yang dilakukan pada kegiatan ini yaitu siswa melakukan diskusi:

1) Menyusun jadwal untuk menuntaskan proyek

2) Menyusun deadline dalam menyelesaian proyek

3) Menintregasikan siswa agar memiliki rencana yang dapat membantu dalam menyelesaikan proyek

4) Membimbing siswa dalam membuat tugas proyek

Monitoring Siswa dalam Kemajuan Proyek

Siswa secara berkelompok menyelesaikan proyek masing-masing, saling bertukar gagasan terkait proyek, mempersatukan dan bersinergi dengan seluruh anggota kelompok untuk menyelesaikan proyek, dan mempersiapkan hasil proyek untuk melakukan presentasi

Menguji Hasil Setelah menyelesaikan proyeknya, siswa mempresentasikan hasil proyek di depan kelas serta ditanggapi oleh kelompok lain Mengevaluasi Siswa bersama guru melaksanakan refleksi

dari hasil karya dan proyek yang telah dilakukan, siswa menyampaikan hambatan dan kesulitan yang didapat dalam menyelesaikan proyek tersebut

2) Keuntungan Implementasi PjBL

(Suciani et al., 2018) mendefinisikan keuntungan dari menerapkan model pembelajaran Project Based Learning diantaranya adalah:

1) Menumbuhkan stimulus belajar siswa

2) Menumbuhkan kecakapan siswa dalam memecahkan suatu masalah 3) Menumbuhkan semangat dan kemampuan kolaborasi

4) Menumbuhkan kemampuan dalam mengelola sumber daya

(13)

2.4 IPA

1) Pengertian IPA

Sains dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan atau kumpuluan teori, yang dikemas melalui suatu prsedur yang kreatif dan sistematis melalui proses observasi (empiris) yang dilakukan secara berulang yang dapat melibatkan perubahan yang ditandai dengan sikap ingin tahu, keteguhan hati, ketekunan, dan dapat diuji kembali kebenarannya untuk mengungkapkan rahasia alam semesta (Hayat, 2018). IPA merupakan suatu mata pelajaran yang digunakan dengan tujuan untuk menumbuhkan serta mengembangankan pengetahuan, kemampuan, sikap, serta rasa menghargai kebesaran Tuhan. IPA merupakan ilmu yang dapat terus berkembang pada berbagai jenjang tingkat sekolah, yaitu meliputi sikap rasa ingin tahu, sikap ingin memperoleh sesuatu, sikap ingin melakukan hubungan kerjasama, sikap tidak mencurigai kepada orang lain, sikap untuk berpikir bebas, dan sikap disiplin diri.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, IPA adalah ilmu yang memiliki hubungan langsung dengan alam, yang dapat diulas secara sistematis melalui hasil pengalaman berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan. Menumbuhkan sikap yang selalui ingin mencoba dan mencermati, sehingga siswa dapat untuk berpikir kritis dan objektif.

2) Tujuan IPA

Menurut (Usman, 2006) tujuan dari pembelajaran IPA merupakan untuk menumbuhkan pada siswa perasaan ingin tahu dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat, serta mengembangkan kemampuan untuk mengeksplorasi alam sekitar, memecahkan suatu masalah dan membuat

(14)

keputusan, mengembangkan suatu gejala alam, sehingga siswa dapat berpikir kritis dan objektif.

Maslichah Asy’ari (2008) menyebutkan tujuan IPA secara rinci di sekolah adalah sebagai berikut:

1) Menumbuhkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA, teknologi dan masyarakat

2) Meningkatkan keterampilan dalam proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah serta terampil dalam membuat keputusan

3) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran IPA dapat diaplikasikan dengan model pembelajaran kooperatif sehingga mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai alam dan dapat menumbuhkan kemampuan untuk berpikir, bekerja dan bersikap secara ilmiah.

3) Materi Klasifikasi Makhluk Hidup

Kalsifikasi makhluk hidup merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan melakukan pemilihan serta menggolongkan makhluk hidup menjadi golongan dan unit tertentu. Klasifikasi makhluk hidup bertujuan untuk mempermudah dalam mengenali, membandingkan dan mempelajari makhluk hidup. Taksonomi merupakan ilmu yang memperlajari makhluk hidup. Pelopor dari taksonomi merupakan Bapak C arolus Linneaus. Makhluk hidup yang sangat beragam sehingga perlu adanya klasifikasi dalam makhluk hidup.

1) Tujuan dan Manfaat Klasifikasi

(15)

Klasifikasi makhluk hidup memiliki tujuan yaitu untuk memudahkan dalam mengenali, membandingkan, dan mempelajari suatu makhluk hidup. Tujuan dari klasifikasi makhluk hidup antara lain sebagai berikut:

a. Pengelompokkan makhluk hidup didasarkan pada persamaan dan perbedaan perbedaan sifat-sifatnya

b. Pendeskripsian dilakukan untuk untuk membedakan ciri makhluk hidup dengan makhluk hidup dari jenis yang lain

c. Mengetahui hubungan kekerabatan antara makhluk hidup

d. Memberikan nama untuk makhluk hidup yang belum diketahui namanya Manfaat melakukan klasifikasi makhluk hidup adalah untuk mempermudah dalam mempelajari suatu organisme yang beraneka ragam serta dapat digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar makhluk hidup. Sehingga dilakukannya klasifikasi makhluk hidup merupakan hal yang sangat penting dilakukan yang dapat digunakan untuk membantu dalam mengenali makhluk hidup yang beragam.

2) Proses Klasifikasi Makhluk Hidup

Klasifikasi adalah pengelompokkan berbagai jenis hewan atau tumbuhan ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Golongan tersebut dapat digunakan secara runtut sesuai dengan tingkatannya, yang mulai dari terkecil hingga yang lebih besar. Prinsip pengelompokkan dengan menggunakan takson. Takson dapat dilakukan dengan cara meneliti dengan cara pengenalan, pencirian, mencari persamaan ciri, maupun perbedaan, penamaan, dan pengelompokkan secara rinci.

Semakin banyak persamaan maka hubungan kekerabatan semakin dekat dan semakin sedikit maka hubungan kekerabatan semakin jauh.

(16)

Hal tersebut juga dijelaskan oleh (Desiani et al., 2016) bahwa dasar dalam melakukan pengklasifikasian makhluk hidup yaitu dengan cara melihat suatu persamaan dan perbedaan dari ciri-ciri pada berbagai makhluk hidup.

Pengelompokkan digunakan berdasarkan beberapa tujuan yaitu berdasarkan susunan bentuk akar (morfologi), struktur dalam (anatomi), fungsi alat-alat (fisiologi), dan genetik.

3) Sistem Klasifikasi Makhluk Hidup

Sistem klasifikasi makhluk hidup dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem buatan (artifisial), sistem alami (natural), dan sistem filogenik.

a. Sistem Klasifikasi Buatan (Artifisial)

Tujuan dari sistem klasifikasi makhluk hidup yaitu tujuan praktis yang dapat digunakan untuk gambaran umum organisme. Dasar klasifikasi yang digunakan yaitu ciri morfologi, alat reproduksi, habitat dan penampakan makhluk hidup (bentuk dan ukurannya).

b. Sistem Klasifikasi Alami (Natural)

Pengelompokkan pada sistem ini berdasarkan pada karakter alamiah yang mudah diamati, pada umumnya berdasarkan karakter morfologi, sehingga akan terbentuk suatu takson yang alami, misalnya hewan berkaki empat, hewan bersirip, hewan tidak berkaki, dan sebagainya.

c. Sistem Klasifikasi Filogenik

Sistem klasifikasi filogenik dilakukan berdasarkan pada garis evolusinya atau sifat perkembangan genetik organisme sejak sel pertama hingga menjadi dewasa. Sistem klasifikasi tersbeut didasari pada perkembangan teori evolusi.

4) Macam-macam Sistem Klasifikasi

(17)

Sistem klasifikasi makhluk hidup dapat mengalami perkembangan, klasifikasi tersebut digunakan dan diakui secara internasional yang telah beberapa kali mengalami perubahan sistem klasifikasi oleh ahli taksonomi yang disesuaikan dengan penemuan baru saat ini.

1) Sistem Dua Kingdom

Sistem dua kingdom ditemukan oleh ahli dari Yunani yaitu Aristoteles, dua kingdom yang dimaksud adalah:

a. Kingdom Plantae (terdiri dari berbagai macam tumbuhan, bakteri, ganggang, jamur, tumbuhan lumut, tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji).

b. Kingdom Animalia (hewan: kingdom ini terdiri atas protozoa, porifera, coelentarata, mollusca, arthopoda, dan chordata)

2) Sistem Tiga Kingdom

Sistem tiga kingdom ditemukan oleh seorang ahli botani di Jerman pada tahun 1866 Ernst Haeckel yang menyarankan pengklasifikasian makhluk hidup menjadi tiga kingdom

a. Kingdom Monera, yang terdiri dari bakteri dan ganggang biru

b. Kingdom Plantae, yang terdiri dari bakteri, ganggang, jamur, tumbuhan lumut, tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji

c. Kingdom Animalia, terdiri atas protozoa, porifera, coelenterata, mollusca, atrhopoda, dan chordata.

3) Sistem Empat Kingdom

Sistem empat kingdom dicetuskan oleh Robert Whittaker pada tahun 1959 yang didasarkan pada penemuan inti sel, diantaranya yaitu:

(18)

a. Kingdom Monera, terdiri atas semua makhluk hidup yang tidak memiliki membran inti

b. Kingdom Fungi, bersifat eukariotik, namun secara pasti bukan hewan dan bukan tumbuhan

c. Kingdom Plantae, terdiri dari bakteri, ganggang, jamut, tumbuhan lumut, tumbuhan paku, dan tumbuhan berbiji

d. Kingdom Animalia, terdiri atas protozoa, porifera, coelenterata, molluscam arthopoda, dan chordata

4) Sistem Lima Kingdom

Susunan secara lengkap klasifikasi lima kingdom adalah sebagai berikut:

a. Kingdom Monera, terdiri atas semua makhluk hidup yang tidak memiliki membran inti (prokariotik), tidak memiliki mitokondria, lisosom, badan golgi, dan reticulum endoplasma. Makhluk hidup dalam kindom ini berkembang biak secara amitosis. Makhluk hidup yang termasuk kedalam kingdom monera yaitu Archaeobacteria dan Eubacteria

b. Kingdom Protista, filum atau devisi yang masuk dalam kingdom protista adalah euglena, flagelata, ciliata, sporozoa, cryzophyta, chlorophyta, phaeophyta, phrrophyya, myxommycota, dan oomycota.

c. Kingdom Fungi, terdiri atas semua jamur, kecuali mycomycota dan oomycota. Tidak berklorofil, eukariotik, heterotrof, dinding sel terbentuk dari zat kitin dan bersifat saprofit serta parasit.

d. Kingdom Plantae, terdiri atas semua tumbuhan yang bersifat eukariotik, bersel satu, bersel banyak, dan tidak terdeferensiasi, bersel banyak dan

(19)

terdeferensiasi membentuk jaringan, dinding sel tersusun atas selulosa, mengandung klorofil, bersifat autrotof dan mengalami pergiliran keturunan.

e. Kingdom Animalia, terdiri atas semua sel hewan yang mempunyai sel eukariotik, bersel banyak, dan terdeferensiasi membentuk suatu jaringan tertentu, dan bersifat heterotrof dan dapat bergerak bebas.

2.5 Herbarium

1) Pengertian Herbarium

Herbarium adalah tumbuhan yang dikeringkan yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan status identitas suatu tumbuhan. Herbarium berarti juga dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan koleksi herbarium, seperti Herbarium Bogoriense yang menyimpan sekitar satu juta koleksi herbarium yang berasal dari seluruh dunia. Herbarium juga dapat disebut sebagai bukti nyata yang berupa spesimen tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai acuan untuk melakukan identifikasi untuk mengengetahui suatu jenis tumbuhan (Esa et al., 2016).

Herbarium juga dapat disebut sebagai tempat untuk menyimpan spesimen tumbuhan yang kering atau basah. Selain sebagai tempat untuk menyimpan juga dapat digunakan sebagai sumber belajar untuk mengenal tumbuhan dengan tata nama dan klasifikasi. Spesimen kering herbarium biasanya telah dipres dan dikeringkan serta ditempelkan pada kertas yang kemudian diberi label yang berisi keterangan yang penting dan sulit untuk dikenali secara langsung dari spesimen kering tersebut. Sedangkan spesimen basah merupakan koleksi yang telah diawetkan dengan menggunakan larutan tertentu seperti FAA atau alkohol.

2) Jenis-Jenis Herbarium

(20)

Ada dua cara pembuatan herbarium, yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Pada umumnya herbarium kering disimpan dalam keadaan kering, sedangkan herbarium basah disimpan dalam keadaan basah atau larutan yang diisi dengan sejenis cairan.

a. Herbarium kering

Cara yang dapat dilakukan dalam membuat herbarium kering adalah sebagai berikut (Husain et al., 2019):

1) Mengambil suatu contoh tumbuhan herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dan daun, jika terdapat bunga dan buahnya juga dapat diambil.

2) Contoh herbarium kemudian dipotong dengan menggunakan gunting

3) Contoh herbarium kemudian diletakkan ke dalam kertas koran dengan tumbuhan yang telah disusun rapi sebelumnya

4) Tahap selanjutnya yang dapat dilakukan yaitu dengan menyemprotkan alkohol 70%

5) Herbarium selanjutnya dikeringkan dengan cara dijemur

6) Herbarium yang telah kering dapat ditempelkan pada papan triplek atau karton dan diberi nama identitasnya

b. Herbarium Basah

Teknik yang dapat dilakukan dalam pembuatan herbarium basah adalah sebagai berikut (Husain et al., 2019) :

1) Menyiapkan sampel yang akan dilakukan pengawetan 2) Menyiapkan formalin yang telah diencerkan terlebih dahulu

(21)

3) Memasukkan sampel ke dalam cairan formalin yang terdapat dalam botol dan yang telah diencerkan

4) Memberi identitas pada spesimen

3) Fungsi Herbarium

Peranan herbarium dalam ilmu pengetahuan sangatlah penting, khususnya dalam bidang ilmu tumbuhhan dan botani. Menurut (Husain et al., 2019) secara umum herbarium memiliki beberapa fungsi yaitu:

a. Dapat digunakan untuk sumber referensi yang merupakan sumber utama identifikasi yang dapat digunakan oleh para ahli taksonomu, ekologi dan petugas yang menangani jenis tumbuhan langka dan para petugas yang bergerak dalam konservasi alam.

b. Sebagai dokumentasi yang merupakan koleksi yang memiliki nilai sejarah, seperti contoh penemuan baru, tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi dan lain- lain.

c. Sebagai penyimpanan data ahli kimia yang digunakan utnuk mempelajari alkaloid, dan sebagainya

d. Sebagai sumber belajar di sekolah misalnya sebagai sumber belajar pada materi keanekaragaman tumbuhan sebagai salah satu cara yang digunakan untuk memperkenalkan tanaman obat kepada siswa.

2.6 Kerangka Konseptual

Abad 21 khusunya dalam bidang pendidikan siswa diharapkan dapat menguasai keterampilan yang ada di abad 21. Keterampilan tersebut meliputi

(22)

keterampilan komunikasi (communication), kolaborasi (collaboration), berpikir kritis (critical thinking), dan kreativitas (creativity) atau disebut dengan keterampilan 4C. Keterampilan kolaborasi merupakan keterampilan yang dapat membantu siswa untuk saling belajar sehingga dapat memperluas pengetahuan.

Namun, permasalahan yang timbul yaitu kemampuan kolaborasi di sekolah masih rendah. Sehingga untuk memecahkan permasalahan tersebut diperlukan model pembelajaran yang tepat. Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang dapat diterapkan.

Pembelajaran PjBL juga dapat memiliki kesempatan yang luas untuk siswa untuk bekerjasama dan berkolaborasi. Sehingga, model pembelajaran PjBL diharapkan mampu mengatasi rendahnya kemampuan kolaborasi siswa. Selain itu, siswa juga dituntut untuk merasakan adanya masalah sendiri untuk dapat menyelesaikan proyeknya. Siswa juga diharuskan melakukan pembelajaran secara kolaboratif.

Menurut (Yulianto et al., 2017) terdapat tahap-tahap operasional dari PjBL yaitu menentukan satu pertanyaan dasar. Mendesain perencanaan proyek yang akan dilakukan, merancang jadwal, melakukan monitoring siswa dan kemajuan proyek, melakukan uji hasil, dan melakukan evaluasi dan pengalaman siswa.

Model pembelajaran PjBL terdapat beberapa tahapan. Pertama yaitu menentuan pertanyaan mendasar, pada tahap ini siswa dapat mendengarkan dan mencermati pertanyaan mendasar dalam kehidupan nyata yaitu identifikasi tumbuhan dengan herbarium yang disampaikan oleh guru. Tahap kedua yaitu dengan mendesain perencanaan proyek, siswa mencari informasi dari berbagai sumber belajar yang relevan, kemudian siswa berkelompok untuk mempersiapkan

(23)

bahan yang digunakan untuk membuat proyek. Selain itu, pada tahap ini siswa diharapkan mampu untuk menyampaikan pendapat pribadi saat proses diskusi dan medengarkan pendapat siswa lain. Produk yang akan dikerjakan didiskusikan dengan teman maupun guru.

Tahap ketiga yaitu menyusun jadwal, pada tahap ini siswa berdiskusi untuk membuat timeline mengerjakan proyek secara detail. Siswa juga menyusun batas akhir dalam penyelesaian proyek. Setelah itu siswa melaksanakan pembuatan proyek. Pada tahap ini setiap dari anggota kelompok mempunyai peran yang harus diselesaikan tanpa menggantungkan tugasnya pada teman lainnya, misalnya salah satu siswa menyiapkan alat yang akan digunakan maka siswa lain dapat menyiapkan bahan yang dibutuhkan.

Tahap keempat adalah memonitor siswa dalam kemajuan proyek, pada tahap ini siswa melakukan konsultasi baik kepada teman ataupun guru, kemudian siswa fokus dalam menyelesaikan proyek agar produk yang dihasilkan lebih maksimal. Setelah itu seluruh siswa berkontribusi dalam kelompok untuk penyelesaian proyek dan kemudian memperiapkan hasil proyek untuk presentasi.

Tahap ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama dalam penyelesaian tugas, mendukung aktivitas kelompok, dan bertanggung jawab terhadap perannya masing-masing.

Tahap kelima yaitu melakukan uji hasil, pada tahap ini siswa diharuskan untuk menyelesaikan seluruh tugas proyek dan mempresentasikan di depan kelas.

Tahap ini juga diharapkan siswa dapat menyelesaikan tugas dalam kelompok dengan tepat waktu, serta mampu untuk memberi dan menerima umpan balik dari siswa lain. Tahap terakhir yaitu melakukan evaluasi dan pengalaman siswa, pada

(24)

tahap ini siswa dan guru melakukan refleksi terhadap hasil karya dan proyek yang telah dilakukan, siswa dapat menyampaikan hambatan dan kesulitannya.

Gambar

Tabel 2.1. Tahap Operasional PjBL

Referensi

Dokumen terkait

Di Kabupaten Sragen, biasanya ustad lebih cenderung memakai bahasa Jawa krama ataupun ngoko karena disesuaikan dengan jamaahnya yaitu sebagian besar merupakan penutur

Microbial Fuel Cells (MFC) adalah suatu teknologi alternatif pengolahan air limbah secara anaerob atau disebut dengan sel elektrokimia berbasis mikroba (Ibrahim 2017), yang

Tujuan penelitian untuk mengetahui secara mendalam blended learning dalam pengembangan pembelajaran dan mengetahui keterampilan yang seharusnya diperoleh siswa di madrasah

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan; (a) Untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan hasrat konsumsi marginal pekerja migran nonpermanen asal Bali dan luar Bali di

segala perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Penyalur KUR dan Penjamin KUR berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite

UKM endek sebaiknya lebih memikirkan lagi langkah – langkah atau cara untuk menghadapi risiko yang mungkin dialami atau tindakan antisipasi ketika melakukan suatu

Memberikan jawapan yang terperinci yang memenuhi butiran kriteria secara jelas.. Conclusion Kesimpulan 1.0 No conclusion Tiada