• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN

UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)

SKRIPSI

TRY JULYANA PUTRI 140802083

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA SAINS

TRY JULYANA PUTRI 140802083

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

PERNYATAAN

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN

UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2018

Try Julyana Putri 140802083

(4)

Judul : Studi Perbandingan Penggunaan Kain Kasa Dan Kertas Saring Setelah Dilapisi Kitosan Untuk Uji Antibakteri Dan Penyerapan Logam Nikel (Ni) Dan Krom (Cr)

Kategori : Skripsi

Nama : Try Julyana Putri

Nomor Induk Mahasiswa : 140802083

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2018

Ketua Program Studi Pembimbing,

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc

NIP. 197404051999032001 NIP. 195308171983031002

(5)

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN

UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pelapisan kitosan pada kain kasa dan kertas saring menggunakan kitosan komersil terhadap aktivitas antibakteri, analisa SEM, dan penyerapan logam Ni dan Cr. Proses pelapisan kitosan pada kain kasa dan kertas saring dilakukan dengan metode perendaman dengan teknik pengeringan pada temperatur 600C. Uji aktivitas antibakteri kain kasa dan kertas saring terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan metode sumur. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pelapisan kitosan terhadap zona hambat antibakterinya. Dari kedua bakteri yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus diperoleh nilai yang optimum pada kertas saring yang terlapis kitosan. Dari hasil foto SEM terlihat adanya pengaruh pelapisan kitosan terhadap kain kasa dan kertas saring. Pada proses adsorpsi diperoleh persentase penyerapan logam Ni 47,99%; 55,89% dan Cr 39,53%; 72,86%

pada konsentrasi optimum 3 ppm.

Kata kunci : antibakteri, kitosan, logam Cr, logam Ni, proses pelapisan.

(6)

AND CHROME (Cr) METALS

ABSTRAC

A research has been conducted to determine the effect of chitosan coating on gauze and filter paper using commercial chitosan against antibacterial activity, SEM analysis, and absorption of Ni and Cr somethod with drying technique at temperature 600C. Test of antibacterial activity of gauze and filter paper against Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria was done by well method. The results showed the effect of chitosan coating on the antibacterial inhibition zone. Of both bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus obtained the optimum value on filtered paper chitosan. From the results of SEM images seen the influence of coating of chitosan against gauze and filter paper. In the adsorption process obtained percentage decrease of metal absorption of Ni 47,99%; 55,89% dan Cr 39,53%; 72,86% at optimum concentration of 3 ppm.

Keywords: Antibacterial, chitosan, Cr metal, Ni metal, coating process.

(7)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta Bapak Muhammad Iskandar dan Ibu Sri Hidayati, dan kedua kakak penulis Briptu Eka Afrillina Iskandar, SH dan Arie Dwi Putra, Amd yang dengan tulus mendoakan, menyayangi, menyemangati, dan memberikan dukungan baik moril maupun materil terhadap penulis.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof.Dr. Harry Agusnar, M.Sc selaku dosen Pembimbing yang telah memberi topik skripsi dan memotivasi penulis, terima kasih juga kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny, M.Si selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU. Terima kasih juga kepada Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan. Terima kasih teruntuk Nimrod Irwan Tinambunan, S.Tr.Pel, yang selalu sabar, menyemangati, menyayangi, memberikan motivasi dan dukungan moril kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Untuk Anisah, khairunnisa, isma, yanita, dian dan teman-teman Kimia stambuk 2014 serta sahabat- sahabat terbaik penulis terima kasih atas motivasi, semangat arahan, bantuan dan telah menjadi keluarga penulis selama ini.

Semoga Allah melindungi dan mengabulkan doa kita dan membalas kebaikan kalian kepada penulis, Aamiin Ya Rabbal’ Alamin.

Medan, Juli 2018

Try Julyana Putri

(8)

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitosan 6

2.1.1 Sumber dan Mutu Kitosan 7

2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan 8

2.1.3 Kegunaan Kitosan 9

2.2 Antibakteri 11

2.3 Logam 12 2.3.1 Nikel 12

2.3.2 Krom 12

2.4 Adsorpsi 13 2.5 Karakterisasi 13

2.5.1 Uji Antibakteri 14

2.5.2 Transmision Electron Microscopy (SEM) 14

2.5.3 Spektrofotometri Serapan Atom 15

2.5.4 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom 16

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 18

3.2 Alat dan Bahan 18

3.2.1 Alat 18

3.2.2 Bahan 19

3.3 Prosedur Penelitian 19

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 19 3.3.1.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 1% 19

(9)

3.3.1.2 Pembuatan Larutan Kitosan 2% 19

3.3.2 Pelapisan Kitosan 19

3.3.2.1 Pelapisan Kitosan Pada Kain Kasa 19

3.3.2.2 Pelapisan Kitosan Pada Kertas Saring 19 3.3.3 Pembuatan Larutan Media 20 3.3.3.1 Sterilisasi Alat 20 3.3.3.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar 20 3.3.3.3 Pembuatan Media Nutrient Agar 20 3.3.3.4 Pembuatan Media Agar Miring Dan Stok Kultur Bakteri 20 3.3.3.5 Penyiapan Inokulum Bakteri 20

3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri 21 3.3.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Kain Kasa 21

3.3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Kertas Saring 21 3.3.5 Analisa Permukaan Dengan SEM 21 3.3.6 Penentuan Kadar Logam Nikel (Ni) dengan 22

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 3.3.6.1 Pembuatan Larutan Standar 22

Nikel (Ni) 100 ppm 3.3.6.2 Pembuatan Larutan Standar Nikel (Ni) 10 ppm 22

3.3.6.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Nikel (Ni) 1 ; 3 ; dan 5 ppm 3.3.6.4 Pembuatan Kurva Standar Nikel (Ni) 22

3.3.7 Penentuan Kadar Logam Krom (Cr) 22

dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 3.3.7.1 Pembuatan Larutan Standar Krom (Cr) 100 ppm 22

3.3.7.2 Pembuatan Larutan Standar Krom (Cr) 10 ppm 22

3.3.7.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Krom (Cr) 1 ; 3 ; dan 5 ppm 23

3.3.7.4 Pembuatan Kurva Standar Krom (Cr) 23

3.4 Bagan Penelitian 24

3.4.1 Pembuatan Larutan Kitosan 2% 24

3.4.2 Perendaman Kitosan 25

3.4.3 Penentuan Konsentrasi Optimum Pada Pelapisan Kitosan 25 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 27

4.1.1 Uji Aktivitas Antibakteri 27

4.1.2 Hasil Analisa SEM 29 4.1.3 Logam Nikel (Ni) 30

4.1.4 Pengolahan Data Logam Nikel (Ni) 32

4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan 32 Metode Least Square 4.1.4.2 Penentuan Koefisien Korelasi 32

4.1.5 Logam Krom (Cr) 33

(10)

4.1.6.2 Penentuan Koefisien Korelasi 35 4.1.7 Data Persentase Penurunan Konsentrasi Logam pada 35 Kain Kasa dan Kertas Saring Sebelum dan

Sesudah Penyerapan (Penentuan Persen Adsorpsi) 4.2 Pembahasan

4.2.1 Uji Aktivitas Antibakteri 38

4.2.2 Analisa SEM 39

4.2.3 Penentuan Konsentrasi Optimum dengan Menggunakan 39 Kain Kasa dan Kertas Saring yang Terlapis Kitosan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 41

5.2 Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 46

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

4.1 Data Uji Aktivitas Antibakteri 28 4.2 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 31

Shimadzu AA- 7000 Pada Pengukuran Konsentrasi Logam Nikel (Ni)

4.3 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni) 31 4.4 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan 32

Konsentrasi Logam Nikel (Ni) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)

4.5 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 34 Shimadzu AA- 7000 Pada Pengukuran Konsentrasi

Logam Krom (Cr)

4.6 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr) 34 4.7 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan 35 Konsentrasi Logam Krom (Cr) Berdasarkan Pengukuran

Absorbansi Larutan Seri Standar Krom (Cr)

4.8 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kain Kasa 37 Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 1 ppm

4.9 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kain Kasa 37 Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 3 ppm

4.10 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kain Kasa 38 Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 5 ppm

4.11 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kertas Saring 38 Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 1 ppm

4.12 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kertas Saring 38 Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 3 ppm

4.13 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kertas Saring 39 Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 5 ppm

(12)

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1 Struktur Kitosan 6

2.2 Komponen Penting Yang Membentuk Spektrofotometer 16

Serapan Atom 4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Pada Kertas Saring Dan Kain Kasa Dengan Bakteri E.coli 28

4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Pada Kertas Saring Dan Kain Kasa Dengan Bakteri S.aureus 29

4.3 Hasil Foto SEM Dari Kain Kasa 29

4.4 Hasil Foto SEM Dari Kertas Saring 30

4.5 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni) 32 4.6 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr) 35

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Foto Kitosan Komersial 48

2. Spektrofotometer Serapan Atom Merk Shimadzu 48

Tipe AA-7000

3. Botol Sampel 49

4. Oven 49

5. Hot Plate 50

6. Larutan Standar Ni dan Larutan Standar Cr 50

(14)

DAFTAR SINGKATAN

CH3COOH = Asam Asetat

Cr = Krom

MHA = Mueller Hinton Agar

NA = Nutrient Agar

Ni = Nikel

SEM = Scanning Electron Microscope

SSA = Spektrofotometer Serapan Atom

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kitosan merupakan salah satu alternatif bahan makanan antibakteri yang bersifat ramah lingkungan karena dapat terdegradasi secara alami (biodegradable), tingkat toksisitasnya rendah, dan proses produksinya tidak memerlukan biaya yang besar. Kitosan diperoleh dari deasetilasi kitin yang terdiri dari glukosamin (2-amino- 2-deoksi-D-glukosa, 75-85%) dan N-asetilglukosamin (2-asetamido-2-deoksi-D- glukosa, 15-25%) yang bersifat polikationik dan membawa muatan positif pada rentang pH dibawah 6,5. Sifat kationik ini yang menyebabkan kitosan dapat bereaksi dengan material negatif, diantaranya membrane sel luar mikroba (Sandford.1990).

Kitosan sangat potensial sebagai antibakteri karena senyawa ini polimer alami hasil senyawa turunan kitin sehingga diharapkan aman bagi manusia. Hingga saat ini aktivitas antibakteri oligomer kitosan dalam berbagai bidang dengan model inovasinya masih menjadi hal baru untuk diteliti. Sifat patogen pada beberapa bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Keuntungan lain penggunaan kitosan sebagai bahan antibakteri adalah jumlah kitosan yang sangat melimpah di alam, yang dapat diperoleh dari limbah cangkang kepiting (crustacea) yang banyak dihasilkan dari sektor industri pangan di Indonesia. Selain itu, pemanfaatan limbah cangkang kepiting tersebut dapat membantu mengatasi masalah pengelolaan limbah yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Limbah cair industri pelapisan kitosan logam umumnya mengandung logam berat. Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul yang tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Logam berat yang sering mencemari habitat adalah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Notohadiprawiro, 1993). Logam berat jika sudah terserap kedalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal didalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi (Putra dan Putra, 2000).

Banyak metode yang digunakan untuk menghilangkan ion-ion logam berat seperti pengendapan secara kimia, pertukaran ion, adsorpsi, filtrasi membran,

(16)

teknologi elektro kimia, dan sebagainya. Adsorpsi adalah salah satu metode perlakuan fisikokimia yang terbukti efektif dalam menghilangkan logam berat dari larutan berair. Menurut Bailey (1978), adsorben dapat diartikan sebagai bahan yang terdapat melimpah di alam dan bernilai rendah yang membutuhkan sedikit pemrosesan yang merupakan hasil samping atau buangan. Metode adsorpsi umunmya berdasarkan pada interaksi ion-ion logam berat dengan gugus fungsi yang terdapat pada permukaan adsorben melalui interaksi dan pembentukan kompleks yang biasanya terjadi pada permukaan padat yang memiliki banyak gugus fungsi seperti –OH, -NH, -SH, dan –COOH (Stumm, 1996).

Permatasari (2012) telah melakukan penelitian mengenai kajian aktivitas antibakteri pada kain tercelup komposit kitosan-silika dimana semakin banyak pencelupan bahan antibakteri yang dilapiskan pada kain katun maka semakin besar pula persentase aktivitas antibakteri yang dihasilkan.

Waty (2012) telah melakukan penelitian mengenai modifikasi kitosan pada aplikasi plester luka berbasis kitosan (chitoplast) sebagai transdermal patch antibakteri menghasilkan kitosan yang diuji memiliki daya hambat yang tergolong kuat, yakni sebesar 13 mm terhadap bakteri S.aureus, P.aeruginosa, dan E.coli pada Chitoplast dengan konsentrasi 1,5%.

Kitosan dapat digunakan sebagai penyerap logam Cu, Pb, Ni, Hg, Cd, Cr (Gao dan Filho, 2000). Menurut Sirait (2002) penggunaan kitosan kulit udang dapat menurunkan kadar Cr dan Ni dari limbah cair industri pelapisan logam dengan menggunakan jartest sebesar 82%. Manurung (2005) telah meneliti kitosan manic dengan metode Morita untuk digunakan sebagai adsorben dalam menurunkan ion logam Ni sebesar 99,73% dengan menggunakan kolom kromatografi.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul studi perbandingan penggunaan kain kasa dan kertas saring setelah dilapisi kitosan untuk uji aktivitas antibakteri serta untuk menyerap logam Nikel (Ni) dan Krom (Cr).

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, adapun beberapa hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :

(17)

3

1. Bagaimana perbandingan antibakteri kitosan pada kain kasa dan kertas saring

2. Bagaimana karakteristik kitosan sebagai bahan pelapis pada kain kasa dan kertas saring untuk analisa permukaan dengan menggunakan SEM

3. Bagaimana proses pengadsorpsian logam Ni dan Cr pada kain kasa dan kertas saring yang telah dilapisi kitosan

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Kitosan yang digunakan merupakan kitosan laboratorium penelitian FMIPA USU

2. Penelitian ini merupakan penelitian skala laboratorium 3. Uji aktivitas antibakteri dengan menggunakan metode sumur

4. Bakteri-bakteri yang diuji dibatasi dengan 2 jenis bakteri yaitu bakteri E.coli dan S.aureus

5. Penelitian dilakukan hanya dengan melapiskan larutan kitosan pada kain kasa dan kertas saring

6. Logam-logam yang diteliti dibatasi pada penentuan logam Nikel (Ni) dan Krom (Cr)

7. Proses uji dan penentuan konsentrasi dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbandingan antibakteri kitosan pada kain kasa dan kertas saring

2. Untuk mengetahui karakteristik kitosan sebagai bahan pelapis pada kain kasa dan kertas saring untuk analisa permukaan menggunakan SEM

3. Untuk mengetahui proses pengadsorpsian logam Ni dan Cr pada kain kasa dan kertas saring yang telah dilapisi kitosan

(18)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi ilmiah bahwa kitosan memiliki sifat antibakteri yang ramah lingkungan.

Selain itu juga sebagai informasi bagi pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan kitosan dalam penyerapan logam-logam berat.

1.6 Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium

2. Pembuatan larutan kitosan dilakukan dengan cara melarutkan 2 gram kitosan dengan asam asam asetat 1%, distrirrer hingga homogen.

3. Kain kasa dan kertas saring dilapisi kitosan dengan cara perendaman, dioven selama 30 menit.

4. Uji aktivitas Antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode sumur 5. Uji kuantitatif untuk penentuan kandungan Logam Ni sebelum dan sesudah

penyerapan dilakukan dengan metode SSA dengan λspesifik = 232,0 nm

6. Uji kuantitatif untuk penentuan kandungan Logam Cr sebelum dan sesudah penyerapan dilakukan dengan metode SSA dengan λspesifik = 357,9 nm

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel terikat meliputi :

a) Metode penyerapan dengan menggunakan alat kolom berdasarkan perendaman variasi konsentrasi

b) Uji aktivitas antibakteri dengan metode sumur 2. Variabel tetap meliputi :

a) Waktu perendaman kain kasa dan kertas saring dalam larutan kitosan adalah 2 menit

b) Waktu yang digunakan pada proses penyerapan adalah 10 menit c) Suhu pengeringan 600C

3. Variabel bebas meliputi :

a) Konsentrasi pada proses penyerapan 1, 3 dan 5 ppm

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-deoksi-β(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Struktur polimer kitosan dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :

Gambar 2.1 Struktur kimia kitosan

Sumber: (Teng 2012)

Kitosan sebagian besar diperoleh dari bahan baku cangkang krustasea, kapang, cumi-cumi dan lain-lain, melalui proses demineralisasi menggunakan HCl 1:7 (v/v), dilanjutkan dengan proses deprotonasi menggunakan NaOH 1:10 (v/b), dan deasetilasi menggunakan NaOH 50%. Masing-masing proses memiliki tujuan yang berbeda. Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral dalam cangkang, deprotonasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terdapat pada cangkang, sedangkan proses deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil. Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas fungsi dari kitosan (Angka dan Suhartono. 2000).

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa misalnya NaOH dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%

(Tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot

(20)

molekul yang beragam dan deasetilasi juga sangat acak (Martinou et al., 1995), sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen (Chang et al., 1997).

Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya. (Tokuyasu et al., 1997).

2.1.1 Sumber Dan Mutu Kitosan

Kitosan merupakan polimer karbohidrat alami yang dapat ditemukan dalam kerangka dari kristasea, seperti kepiting, udang dan lobster, serta dalam eksoskeleton zooplankton laut, termasuk karang dan jellyfish. Selain terdapat pada hewan laut kitin juga ditemukan pada serangga, seperti kupu-kupu dan kepik yang juga memiliki kandungan kitin di sayap mereka, serta terdapat di dinding sel ragi dan jamur (Shahidi dan Abuzaytoun, 2005).

Mutu kitosan dapat ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia, parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (meshsize) dan viskositas, sedangkan parameter kimia yaitu nilai proksimat dan derajat deasetilasi (DD).

Semakin baik mutu kitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin banyak fungsinya dalam aplikasinya. Adapun standar spesifikasi mutu kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi mutu kitosan

Spesifikasi Kitosan (Farmasi)

Penampakan Serpihan/Bubuk

Putih/Kekuningan

Kadar air (% berat kering) ≤ 10 %

Kadar abu (% berat kering) ≤ 2 %

Kadar N (% berat kering) > 5 %

Derajat Deasetilasi ≥ 70 %

(21)

7

Produksi kitosan dapat dilakukan secara kimia dan enzimatis. Produksi kitosan secara termokimia menggunakan alkali kuat seperti NaOH pada suhu tinggi, namun proses ini menghasilkan mutu kitosan yang beragam dan menghasilkan limbah dan produk samping yang berpotensi toksikan bagi lingkungan. Produksi kitosan secara enzimatis, yakni deasetilasi enzimatis dengan kitin deasetilasi (CDA) dalam bentuk larutan kitosan akan berlangsung lebih mudah, reaksinya lebih homogen disetiap bagian larutan. Menurut hasil penelitian Kolodziesjska et al.

(2000), deasetilasi enzimatis terhadap kitin/kitosan dalam bentuk larutan dapat mencapai derajat deasetilasi 88-99%. Proses pembuatan kitosan secara enzimatis lebih mudah dikendalikan, spesifik dan meminimalkan produk samping (Tsigosetal.2000). Produk samping yang dapat diminimalkan untuk menjadi produk zerowaste diantaranya adalah protein dan beberapa produk turunan lainnya.

2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi spesifik [α]D11

– 3 hingga 10ο (pada konsentrasi asetat 2%). Kitosan kebanyakan larut dalam asam organik pada kisaran pH 4,00 namun tidak larut dalam pH lebih besar dari 6,5 juga tidak larut larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton.

Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut dalam konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada berbagai konsentrasi 10%. Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, H3PO4 0,5% dan CH3COOH 1%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4.

Kitosan memiliki sifat unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara serta memiliki kegunaan yang beragam, antara lain sebagai bahan perekat, aditif untuk kertas dan tekstil, penjernih air minum, serta untuk mempercepat penyembuhan luka, dan memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan merupakan pengkhelat yang kuat untuk ion logam transisi.

Menurut Robert, (1992), kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film. Kitosan merupakan suatu biopolimer alam yang reaktif yang dapat melakukan perubahan – perubahan kimia. Karena ini banyak turunan kitosan dapat dibuat dengan mudah.

(22)

2.1.3 Kegunaan Kitosan

Kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang biokimia, obat-obatan, farmakologi, pertanian, pangan dan gizi, mikrobiologi, penanganan air limbah serta keperluan industri seperti industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri pembungkus makanan berupa film khusus, industri cat sebagai koagulan, pensuspensi, dan flokulasi, serta industri makanan sebagai aditif dan penghasil protein tunggal (Suptijah,dkk.1992).

Dibidang industri, kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tanin, PCB (Poliklorinasi Bifenil), mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membrane mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur ransum pakan ternak, antimikroba dan antijamur juga diterapkan dibidang kedokteran. Dalam penggunaannya kitosan tidak beracun dan mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan Staphylococcus aureus. Selain itu, biopolymer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, penambahan dalam obat pembuluh darah, kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membrane dialisis, bahan sampo, dan kondisioner rambut, penstabil liposome, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, dan antiinfeksi (Sugita,2009).

2.1.3.1 Kitosan Sebagai Zat Antibakteri

Kitosan dapat digunakan sebagai antibakteri dengan mekanisme kitosan dapat berikatan dengan protein membran sel, diantaranya glutamate yang merupakan komponen membrane sel. Menurut Simpson (1997), hal ini dapat ditunjukkan pada Staphylococus aureus dan Enterobacteri aeruginosa. Selain berikatan dengan protein membran, terutama phosphatidil colin (PC) sehingga menyebabkan permeabilitas inner membran (IM) menjadi meningkat dan dengan meningkatnya permeabilitas IM memberi jalan yang mudah untuk keluarnya cairan sel, khususnya pada Eschericia

(23)

9

coli setelah 60 menit komponen enzim β-galaktosidase dapat terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa cairan sel dapat keluar dari sitoplasma dengan membawa komponen metabolit lain dan menyebabkan terjadi lisis. Adanya peningkatan lisis ini menyebabkan terhentinya pembelahan sel (regenerasi) dan menyebabkan bakteri mati.

Tsai dan Su (1999) juga melaporkan bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan E.coli. Adanya penghambatan ini disebabkan oleh adanya keelektromagnetifan permukaan sel E.coli. Aktivitas antibakrti oligomer kitosan beragam tergantung jenis bakteri uji. Bakteri gram positif Lactobacillus monocytogenes, bacillus cereus, dan S.aureus lebih dihambat oleh kitosan dibandingkan oligomernya, sedangkan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhimurium dan E.coli lebih dihambat oleh bentuk oligomernya dengan DP1-8 menggunakan selulase.

Hasil penelitian Tsai dan Su (1999) menunjukkan adanya peningkatan aktivitas antibakteri pada suhu yang tinggi (25C dan 37C) dan pH yang lebih asam.

Hal ini disebabkan karena pada suhu tinggi terjadi perubahan struktur permukaan sel yaitu penurunan jumlah permukaan sisi yang terikat (keelektronegtifan) terhadap kitosan. Sementara itu peningkatan aktivitas antibakteri pada pH asam disebabkan karena grup amin pada posisi C2 (posisi glukosamin) akan diprotonasi, kondisi ini akan menghasilkan interaksi yang disukai dengan residu negatif pada permukaan sel.

Adanya ion Na+ pada kitosan dapat menurunkan aktivitas antibakteri, hal ini disebabkan karena terjadinya komplek antara ion dengan kitosan sehingga menurunkan peningkatan kitosan terhadap permukaan sel. Kitosan mengikat secara kuat berbagai logam kation, seperti Cu2+, yang mana ini melibatkan kelompok –OH dan NH2 pada residu glukosamin sebagai ligan grup NH2 merupakan sisi yang kritis untuk pengikatan kitosan dengan sel, maka komplek kitosan dengan Na menyebabkan komplek tersebut tidak dapat berikatan dengan permukaan sel. Keberadan ion divalent seperti Ba2+, Ca2+, dan Mg2+ juga menurunkan aktivitas anti bakteri. Mekanisme yang terjadi hampir sama dengan keberadaan ion Na+ (Tsai dan Su, 1999).

(24)

2.1.3.2 Kitosan Sebagai Pengadsorpsi Logam

Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam dan membentuk seperti pengolahan limbah dari industri koagulasi karet dan untuk memisahkan protein dari limbah dan padatan dimanfaatkan sebagai sumber protein dalam makanan lemak (Robert, 1992).

2.2 Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistiyo, 1971). Antimikroba meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral (Ganiswara, 1995).

Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikroba (Sulistiyo, 1971).

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang lurus dan pendek dan bergerak dengan flagel peritik atau tidak dapat bergerak. Ukuran sel umumnya berdiameter 0,5 μm dan panjang 1-3 μm (Salle, 1961).

E. coli merupakan flora normal yang terdapat dalam usus (Jawetz et al., 2005). E. coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama wanita muda. Selain itu, dapat menyebabkan infeksi saluran empedu, hati, cystitis, meningitis dan penyakit infeksi lainnya (Jawetz et al., 1980).

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk bola dengan diameter 1 μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur. Pada media cair terlihat tunggal, berpasangan dan membentuk rantai. S. aureus biasanya membentuk koloni abu-abu hingga kuning emas. Bakteri ini tumbuh dengan cepat pada temperatur 370C. sebagian besar galur S. aureus mempunyai koagulase atau

(25)

11

factor penggumpalan dinding sel dan ikatan koagulase secara non enzimatik pada fibrinogen (Jawetz et al., 2005). S. aureus bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk enterotoksin yang bias menyebabkan keracunan makanan (Syahrurachman dkk., 1994).

2.3 Logam

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terpisahkan dari benda-benda yang berasal dari logam. Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku logam bias berdampak negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran yang melebihi batas sehingga mengakibatkan kerugian dan meresahkan masyarakat yang tinggal disekitar daerah pengindustrian maupun masyarakat pengguna produk industry tersebut. Hal ini terjadi karena sangat besarnya resiko terpapar logam berat maupun logam transisi yang bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu (Widowati, 2008).

2.3.1 Logam Nikel (Ni)

Nikel merupakan salah satu logam berat yang sering dipergunakan didalam proses industri. Biasanya logam nikel digunakan untuk proses pelapisan logam.

Limbah industri elektroplating yang tidak diolah dapat mencemari lingkungan.

Keracunan dapat terjadi lewat pernafasan atau terserap lewat kulit dan yang diserang adalah syaraf. Akumulasi Ni dalam tubuh dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan kerusakan hati dan ginjal dan anemia atau gangguan kecerdasan pada keturunan (Darwono, 1995).

2.3.2 Logam Krom (Cr)

Logam krom merupakan logam berat yang berbahaya dan beracun dengan konsentrasi yang tinggi akan membahayakan lingkungan. Sumber utama limbah krom adalah industri pelapisan logam, penyamakan kulit dan industri kimia (Darwono, 1995).

Krom valensi tiga dalam jumlah tertentu merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan untuk mempertahankan proses metabolisme glukosa. Pemasukan krom secara oral dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan kerusakan hati dan ginjal (Darwono, 1995).

(26)

2.4 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain.

Zat yang terserap disebut fase terserap sedangkan zat yang menyerap disebut adsorben. Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dan zat cair, zat padat dan gas, zat cair dan zat cair, atau gas dengan zat cair.

Proses adsorpsi meliputi tiga tahap mekanisme, yaitu :

a. Pergerakan molekul adsorbat menuju permukaan adsorben

b. Penyebaran molekul-molekul adsorbat kedalam rongga-rongga adsorben

c. Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk ikatan, yang berlangsung sangat cepat (Metcalf, 1979).

2.5 Karakterisasi 2.5.1 Uji Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang membunuh atau menekan pertumbuhan atau reproduksi bakteri. Suatu zat antibakteri yang ideal harus memiliki sifat toksisitas selektif, artinya bahwa suatu obat berbahaya terhadap parasit tetapi tidak membahayakan tuan rumah (hopses). Zat antibakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan antibakteri yang dapat membunuh bakteri (bakteriosid) (Talaro, 2008). Berdasarkan daya menghambat atau membunuhnya, antibakteri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit (narrow spectrum) dan berspektrum luas (broad spectrum).

Antibakteri yang berspektrum sempit yaitu antibakteri yang hanya dapat bekerja terhadap bakteri tertentu saja, misalnya hanya terhadap bakteri gram positif saja atau gram negatif saja. Antibakteri yang berspektrum luas dapat bekerja baik pada bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif (Talaro, 2008).

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak (Hermawan dkk., 2007).

(27)

13

Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007).

2.5.2 Transmision Electron Microscopy (SEM)

Konsep awal yang melibatkan teori pemindahan mikroskop elektron pertama kali diperkenalkan di Jerman (1935) oleh M. Knoll. Konsep standar dari SEM moderen dibangun oleh Von Ardenne pada tahun 1938 yang menambahkan kumparan scan untuk mikroskop elektron transmisi. Desain SEM telah diubah cukup dengan Zworyskin et al pada tahun 1942 saat bekerja untuk RCA laboratorium di Amerika Serikat. Desain itu lagi kembali di rancang oleh CW Oatley pada tahun 1948 seorang profesor di Universitas Camberidge. Sejak itu ada banyak kontribusi penting lainnya yang telah sangat ditingkatkan dan dioptimalkan kerja dari scanning mikroskop elektron modern. Cara kerja SEM yaitu dengan memindai sinar halus fokus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan komposisi molekul sampel.

Energi dari elektron berinteraksi ke sampel secara langsung sebanding dengan jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkain energi elektron yang terukur dapat dianalisis oleh microprocessor canggih yang menciptakan pseudo gambar tiga dimensi atau spektrum elemen unik dari sampel yang dianalisis (Aravind, 2016).

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan. Dari gambar permukaan yang diperoleh merupakan fotografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang pada permukaan. Gambar fotografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh specimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat di potret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket (Negulesce, 2004).

(28)

2.5.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Austalia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode analisis spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit dan memakan waktu, kemudian segera digantikan dengan spektroskopi serapan atom atau atomic absorption spectroscopy (AAS) (Harris, 1982).

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog, 2000).

Aspek kuantitatif metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum Lambert-Beer : A = ε .b . c atau A = a .b . c Keterangan : A = Absorbansi

ε = Absorptivitas molar a = Absorptivitas b = Tebal nyala (nm) c = Konsentrasi (mg/l)

Absorpsivitas molar (ε) dan absorpsivitas (a) adalah suatu konstanta dan nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang gelombang tertentu, sedangkan tebal media (sel) dalam prakteknya tetap. Dengan demikian absorbansi suatu spesies akan merupakan fungsi linier dari konsentrasi, sehingga dengan mengukur absorbansi suatu spesies konsentrasinya dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan konsentrasi larutan standar (Azis, 2007).

(29)

15

2.5.4 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

1 2 3 4 5 6

Bahan bakar sampel oksigen

Gambar 2.2 Komponen yang Membentuk Spektrofotometer Serapan Atom

Keterangan : 1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia ( neon atau argon) dengan tekanan rendah (Rohman, 2007).

2. Tempat sampel

Sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Rohman, 2007).

3. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk memisahkan garis-garis spektrum lainnya yang mungkin mengganggu sebelum pengukuran. Sistem monokromator terdiri dari celah masuk (entrance slit), pemilih panjang gelombang berupa prisma atau kisi-kisi difraksi. Dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinu yang disebut dengan chopper (Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya melalui tempat pengatoman. Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik (Mulja, 1995).

(30)

5. Rekorder

Rekorder berfungsi untuk menerima dan merekam sinyal yang disampaikan oleh detektor dan menyampaikannya ke sistem read out.

6. Sistem Pencatat (Sistem Read-Out)

Read-out merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).

Gangguan utama dalam absorpsi atom adalah efek matriks yang mempengaruhi proses pengatoman. Baik jauhnya disosiasi menjadi atom-atom pada suatu temperatur tertentu maupun laju proses bergantung sekali pada komposisi keseluruhan dari sampel. Telah kita catat sebelumnya bahwa efek matriks seringkali merupakan masalah dalam kimia analisis, dan seringkali efek-efek ini menentukan pentingnya dalam spektroskopi karena komposisi kasar yang umum dari sampel dapat mengeluarkan efek yang besar terhadap jauhnya dan laju disosiasi yang menghasilkan uap atom yang diinginkan (Underwood, 2002).

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2018. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dan Uji antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Analisis Spektrofotometer Serapan Atom dilakukan di Laboratorium Penguji Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand) Medan.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

1. Botol Aquadest

2. Bola Karet DNG

3. Corong Kaca Pyrex

4. Gelas Beaker Pyrex 100 mL

5. Gelas Ukur Pyrex 100 mL

6. Gelas Ukur Pyrex 10 mL

7. Hot Plate Cimarec

8. Kertas Saring Whattman No. 41

9. Labu Takar Pyrex

10. Kolom 11. Kertas Label

12. Spektrometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-7000 13. Pipet Tetes

14. Botol Sampel 15. Bunsen 16. Erlenmeyer 17. Cawan Petri

18. Neraca Analitik Mettler

(32)

3.2.2 Bahan 1. Aquadest (l)

2. CH3COOH glasial p.a ( E.Merck )

3. Larutan standar Ni 1000 mg/L p.a ( E.Merck ) 4. Larutan standar Cr 1000 mg/L p.a ( E.Merck ) 5. Media MHA (Mueller Hinton Agar)

6. Biakan Bakteri E.coli dan S.aureus 7. Cutton Swab

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1.1 Larutan Asam Asetat 1%

Sebanyak 10 mL asam asetat glasial dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL.

Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.

3.3.1.2 Larutan Kitosan 2%

Sebanyak 2 gram kitosan dilarutkan dengan 100 mL larutan asam asetat 1% lalu distirrer selama 24 jam sehingga diperoleh larutan kitosan yang kental.

3.3.2 Pelapisan Kitosan

3.3.2.1 Pelapisan Kitosan Pada Kain Kasa Dengan Cara Perendaman

Kain Kasa ditempelkan pada plat gelas dengan ukuran 10x10 cm, kemudian larutan kitosan dituangkan pada plat gelas tersebut, angkat dan tiriskan, lalu dikeringkan dalam oven pada temperatur 600C sampai kering.

3.3.2.2 Pelapisan Kitosan Pada Kertas Saring Dengan Cara Perendaman

Kertas Saring ditempelkan pada plat gelas dengan ukuran 10x10 cm, kemudian larutan kitosan dituangkan pada plat gelas tersebut, angkat dan tiriskan, lalu dikeringkan dalam oven pada temperatur 600C sampai kering.

3.3.3 Pembuatan Larutan Media

(33)

19

3.3.3.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dicuci sampai bersih dan dikeringkan, lalu ditutup rapat dengan kertas perkamen. Kemudian dimasukkan kedalam autoklaf dan ditutup rapat.

Disterilisasi selama 15 menit pada suhu 1210C.

3.3.3.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Sebanyak 11,4 gram serbuk Mueller Hinton Agar dimasukkan kedalam Erlenmeyer, lalu dilarutkan dengan 350 mL akuades dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

3.3.3.3 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Sebanyak 9,8 gram Nutrient Agar dimasukkan dalam Erlenmeyer, lalu dilarutkan dengan 350 mL akuades dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

3.3.3.4 Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

Kedalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 mL media Nutrient Agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring membentuk sudut 30-450. Biakan bakteri E.coli dari strain utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media Nutrient Agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi pada suhu 350C selama 18-24 jam. Hal yang sama juga dilakukan pada biakan bakteri S.aureus.

3.3.3.5 Penyiapan Inokulum Bakteri

Sebanyak 10 mL akuades dimasukkan kedalam tabung reaksi, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Diambil koloni bakteri E.coli dari stok kultur bakteri dengan jarum ose bengkok lalu dimasukkan kedalam akuades steril, kemudian dihomogenkan dengan vortex, lalu diukur nilai absorbansi blanko berupa akuades steril dengan panjang gelombang 600 nm. Diukur nilai absorbansi suspensi bakteri dengan panjang gelombang 600 nm. Hal yang sama dilakukan untuk koloni bakteri S.aureus.

(34)

3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri

3.3.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Kain Kasa Yang Dilapisi Kitosan

Dimasukkan media Mueller Hinton Agar kedalam cawan petri steril dengan suhu 45- 500C, kemudian dibiarkan sampai media memadat. Diambil Cotton Bud steril, lalu dicelupkan inokulum bakteri, setelah itu digoreskan ke media MHA yang telah memadat. Digunting kain kasa yang dilapisi kitosan membentuk lingkaran berdiameter 6 mm, dimasukkan kain kasa yang dilapisi kitosan yang berukuran 6 mm. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 350C selama 18-24 jam.

Selanjutnya diukur zona bening disekitar kertas cakram dengan jangka sorong.

3.3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Kertas Saring Yang Dilapisi Kitosan

Dimasukkan media Mueller Hinton Agar kedalam cawan petri steril dengan suhu 45- 500C, kemudian dibiarkan sampai media memadat. Diambil Cotton Bud steril, lalu dicelupkan inokulum bakteri, setelah itu digoreskan ke media MHA yang telah memadat. Digunting kertas saring yang dilapisi kitosan membentuk lingkaran berdiameter 6 mm, dimasukkan kertas saring yang dilapisi kitosan yang berukuran 6 mm. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 350C selama 18-24 jam.

Selanjutnya diukur zona bening disekitar kertas cakram dengan jangka sorong.

3.3.5 Analisa Permukaan Dengan SEM

Proses pengamatan mikroskopik menggunakan SEM diawali dengan merekatkan sampel dengan Stab yang terbuat dari logam specimen older. Kemudian setelah sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel dilapisi dengan emas dan palladium dengan mesin dionspater yang bertekanan 1492x10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran elektron bertenaga 10 Kvolt sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi dengan detektor scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Chatode Ray Tube). Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas (Negulescu, 2004).

(35)

21

3.3.6. Penentuan Kadar Logam Nikel (Ni) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

3.3.6.1 Pembuatan Larutan Standar Nikel (Ni) 100 ppm

Sebanyak 10 mL larutan standar Nikel (Ni) 1000 ppm dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.6.2 Pembuatan Larutan Standar Nikel (Ni) 10 ppm

Sebanyak 10 mL larutan standar Nikel (Ni) 100 ppm dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.6.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Nikel (Ni) 1 ; 3 ; dan 5 ppm

Larutan standar Nikel (Ni) 10 ppm berturut-turut dipipet 5, 15, dan 25 mL, kemudian masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.6.4 Pembuatan Kurva Standar Nikel (Ni)

Larutan blanko (0,0) mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada λspesifik 248,3 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Nikel (Ni) 1 ; 3 ; dan 5 ppm.

3.3.7 Penentuan Kadar Logam Krom (Cr) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

3.3.7.1 Pembuatan Larutan Standar Krom (Cr) 100 ppm

Sebanyak 10 mL larutan standar Krom (Cr) 1000 ppm dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.7.2 Pembuatan Larutan Standar Krom (Cr) 10 ppm

Sebanyak 10 mL larutan standar Krom (Cr) 100 ppm dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.7.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Krom (Cr) 1 ; 3 ; dan 5 ppm

(36)

Larutan standar Krom (Cr) 10 ppm berturut-turut dipipet 5, 15, dan 25 mL, kemudian masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.7.4 Pembuatan Kurva Standar Krom (Cr)

Larutan blanko (0,0) mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada λspesifik 228,8 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Krom (Cr) 1 ; 3

; dan 5 ppm.

3.3.8 Penentuan Konsentrasi Optimum Pada Kain Kasa Dan Kertas Saring Yang Dilapisi Kitosan

Kain kasa dan kertas saring yang telah dilapisi kitosan dimasukkan ke dalam kolom yang telah berisi larutan standar, didiamkan selama 10 menit dengan berdasarkan variasi konsentrasi yaitu 1, 3, dan 5 ppm kemudian dibuka tutup kolom dan ditampung dengan botol vial. Selanjutnya diuji absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom.

(37)

23

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Larutan Kitosan 2%

dilarutkan dengan 100 mL asam asetat 1%

distirrer selama 24 jam hingga homogen

3.4.2 Perendaman Kitosan

direndam kain kasa selama 2 menit diangkat

dipanaskan sampai kering pada temperatur 600C

dikarakterisasi

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada kertas saring

2 gram Kitosan

Kitosan 2%

Kitosan 2%

Hasil

Uji Antibakteri Uji SEM

(38)

3.4.3 Penentuan Konsentrasi Optimum

Dirangkai alat kolom dengan statif dan klem Dimasukkan 50 ml larutan standar variasi 1, 3, dan 5 ppm

Dimasukkan kain kasa tanpa kitosan kedalam kolom

Didiamkan selama 10 menit

Dibuka bagian tutup bawah kolom

Ditampung berdasarkan variasi konsentrasi 1, 3, dan 5 ppm dengan menggunakan botol vial Diukur absorbansinya pada λ = 232,0 nm dengan menggunakan SSA

Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan pada kertas saring tanpa kitosan dan pada Logam Cr dengan λ = 357,9 nm.

Kain Kasa Tanpa Kitosan

Hasil Rendaman

Hasil Rendaman

(39)

25

3.4.4 Penentuan Konsentrasi Optimum pada pelapisan Kitosan

Dirangkai alat kolom dengan statif dan klem Dimasukkan 50 ml larutan standar variasi 1, 3, dan 5 ppm

Dimasukkan kain kasa terlapis kitosan kedalam kolom

Didiamkan selama 10 menit

Dibuka bagian tutup bawah kolom

Ditampung berdasarkan variasi konsentrasi 1, 3, dan 5 ppm dengan menggunakan botol vial Diukur absorbansinya pada λ = 232,0 nm dengan menggunakan SSA

Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan pada kertas saring terlapis kitosan dan pada Logam Cr dengan λ = 357,9 nm.

Kain Kasa Terlapis Kitosan

Hasil Rendaman

Hasil Rendaman

(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Uji Aktivitas Antibakteri

Kitosan merupakan polikationik alami yang unik yang memiliki gugus amina kuartener atau ammonium kuartener. Gugus amina kuartener ini merupakan gugus aktif yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri dapat melalui cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kemudian besar interaksi sifat antibakteri kitosan dengan bakteri melalui interaksi antara polikationik ammonium kuartener kitosan dengan muatan ion negatif sel bakteri. Prashanth et al. (2007), bahan anti bakteri khususnya dengan gugus ammonium kuartener berinteraksi dengan dinding sel yang mengandung protein, lipopolisakarida atau peptidoglikan, serta asam teikoat yang mengandung alkohol dan fosfat.

Pada penelitian ini, pelapisan kitosan diharapkan mampu memberikan sifat antibakteri pada kertas saring dan kain kasa. Metode yang digunakan dalam pengujian sifat antibakteri pada kertas saring dan kain kasa yang dilapisi kitosan adalah metode sumur. Pengujian antibakteri dilakukan terhadap 2 jenis bakteri yaitu bakteri Escherichia Coli (E.coli) dan bakteri Staphylococcus Aureus (S.aureus), dengan menghitung indeks zona antimikrobial menggunakan persamaan 1 yang

hasilnya disajikan pada tabel 4.1.

(41)

27

Indeks Zona Antimikrobial

(1)

Keterangan (-) : Tidak terdapat zona bening

Dari data pada tabel 4.1 terlihat bahwa kain kasa dan kertas saring yang terlapis kitosan memiliki diameter zona bening yang lebih tinggi dan lebih bagus terhadap bakteri E.coli.

Sedangkan terhadap bakteri S.aureus hanya kertas saring terlapis kitosan saja yang memiliki zona bening.

Gambar 4.1 Uji Aktivitas Antibakteri pada kain kasa terlapis kitosan, kertas saring terlapis kitosan, kain kasa tanpa kitosan dan kertas saring tanpa kitosan.

Perlakuan

Diameter Zona Bening

(mm)

Indeks Zona Antimikrobial

Eschericia coli

Kain kasa terlapis

kitosan 11 0,29

Kertas saring terlapis

kitosan 10 0,42

Kain kasa tanpa

kitosan 10,75 0,19

Kertas saring tanpa

kitosan 7,24 0,06

Staphylococcus aureus

Kain kasa terlapis

kitosan ─ ─

Kertas saring terlapis

kitosan 8,5 0,17

Kain kasa tanpa

kitosan ─ ─

Kertas saring tanpa

kitosan ─ ─

(42)

Hasil uji antibakteri pada Bakteri Escherichia Coli terdapat zona bening pada semua sampel baik yang terlapis kitosan maupun tanpa kitosan.

Gambar 4.2 Uji Aktivitas Antibakteri pada kain kasa terlapis kitosan, kertas saring terlapis kitosan, kain kasa tanpa kitosan dan kertas saring tanpa kitosan.

Hasil uji antibakteri pada Bakteri Staphylococcus aureus yang terdapat zona bening hanya pada kertas saring yang terlapis kitosan saja.

4.1.2 Hasil Analisa SEM

Pengujian SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi bentuk dan permukaan sampel. Pengujian SEM dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope.

(43)

29

a. Kain kasa tanpa kitosan b. Kain kasa yang dilapisi kitosan Gambar 4.3 Hasil Foto SEM dari Kain Kasa

Pada gambar 4.3b terlihat bahwa kain kasa yang telah dilapisi dengan larutan kitosan, kitosan melapisi baik serat maupun rongga diantara serat pada kain kasa, hal ini diperjelas dengan hasil uji SEM pada perbesaran 300X yang memperlihatkan adanya lapisan kitosan pada serat maupun rongga kain kasa.

c. Kertas saring tanpa kitosan d. Kertas saring yang dilapisi kitosan Gambar 4.4 Hasil Foto SEM dari Kertas Saring

Pada gambar 4.4d terlihat bahwa kertas saring telah dilapisi kitosan, kitosan melapisi baik serat maupun rongga diantara serat pada kertas saring. Berdasarkan hasil uji SEM pada perbesaran 300X yang memperlihatkan adanya lapisan kitosan pada serat maupun rongga kasa. Dalam hal ini hasil uji SEM menunjukkan bahwa

(44)

permukaan kertas saring baik serat maupun rongga diantara serat telah dilapisi kitosan dengan kontur yang relatif rata hampir tidak terlihat adanya butiran kitosan.

4.1.3 Logam Nikel (Ni)

Pada pembuatan kurva larutan standar logam Nikel (Ni) dilakukan dengan menyiapkan larutan seri standar dengan berbagai konsentrasi yaitu pada pengukuran 1; 3; dan 5 ppm, kemudian diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Untuk kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi logam Nikel (Ni) dapat dilihat pada tabel 4.2 dan untuk data absorbansi larutan seri standar logam Nikel (Ni) dapat dilihat pada tabel 4.3 sehingga diperoleh kurva kalibrasi larutan seri standar logam Nikel (Ni) pada gambar 4.5.

Tabel 4.2 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA- 7000 pada Pengukuran Konsentrasi Logam Nikel (Ni)

No Parameter Logam Ni

1 2 3 4 5 6

Panjang Gelombang (nm) Tipe Nyala

Keceptan Aliran Gas Pembakar (L/min) Kecepatan Aliran Udara (L/min)

Burner Angle (degree) Ketinggian Tungku (mm)

232,0 Udara-C2H2

2,2 15 0 9,0

Tabel 4.3 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-Rata (Ā)

1 2 3 4 5 6

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

0,0000 0,0234 0,0441 0,0672 0,0857 0,1044

(45)

31

Gambar 4.5 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)

4.1.4 Pengolahan Data Logam Nikel (Ni)

4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Nikel (Ni) pada tabel 4.3 diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva berupa garis linear.

Persamaan garis regresi untuk kurva ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi Logam Nikel (Ni) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)

No Xi Yi (Xi- ) (Yi-Ῡ) (Xi-X)(Yi-Ῡ) (Xi-X)2 (Yi-Ῡ)2 1

2 3 4 5 6

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

0,0000 0,0234 0,0441 0,0672 0,0857 0,1044

-0,5 -0,3 -0,1 0,1 0,3 0,5

-0,054100 -0,030700 -0,010000 0,013100 0,031600 0,050300

0,027050 0,009210 0,001000 0,001310 0,009480 0,025150

0,250000 0,090000 0,010000 0,010000 0,090000 0,250000

0,002926 0,000942 0,000100 0,000171 0,000998 0,002530

y = 0,1046x + 0,0018 R² = 0,9981

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

Absorbansi Logam Ni (A)

Konsentrasi Logam Ni (mg/L)

(46)

Σ 3,0 0,3248 0,0 0,000200 0,073200 0,700000 0,007667

Penurunan persamaan garis regresi : Y = aX + b

Dimana a = Slope b = Intersept ∑

∑ ∑

Maka persamaan garis regresi adalah :

4.1.4.2 Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

√∑

4.1.5 Logam Krom (Cr)

Pembuatan kurva larutan standar logam Krom (Cr) dilakukan dengan menyiapkan larutan seri standar dengan berbagai konsentrasi yaitu pada pengukuran 1; 3; dan 5 ppm, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Untuk kondisi alat Spektrofotometer

(47)

33

Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi logam Krom (Cr) dapat dilihat pada tabel 4.5 dan untuk data absorbansi larutan seri standar logam Krom (Cr) dapat dilihat pada tabel 4.6 sehingga diperoleh kurva kalibrasi larutan seri standar logam Krom (Cr) pada gambar 4.6.

Tabel 4.5 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA- 7000 pada Pengukuran Konsentrasi Logam Krom (Cr)

No Parameter Logam Cr

1 2 3 4 5 6

Panjang Gelombang (nm) Tipe Nyala

Keceptan Aliran Gas Pembakar (L/min) Kecepatan Aliran Udara (L/min)

Burner Angle (degree) Ketinggian Tungku (mm)

357,9 Udara-C2H2

2,2 15,0

0 9,0

Tabel 4.6 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr) No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-Rata (Ā) 1

2 3 4 5 6

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

0,0000 0,0118 0,0208 0,0298 0,0400 0,0474

(48)

Gambar 4.6. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr) 4.1.6 Pengolahan Data Logam Krom (Cr)

4.1.6.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Krom (Cr) pada tabel 4.6 diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva berupa garis linear.

Persamaan garis regresi untuk kurva ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi Logam Krom (Cr) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Krom (Cr)

No Xi Yi (Xi-X) (Yi-Ῡ) (Xi-X)(Yi-Ῡ) (Xi-X)2 (Yi-Ῡ)2 1

2 3 4 5 6 Σ

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 3,0

0,0000 0,0118 0,0208 0,0298 0,0400 0,0474 0,1498

-0,5 -0,3 -0,1 0,1 0,3 0,5 0,0

-0,024900 -0,013100 -0,004100 0,004900 0,015100 0,022500 0,000400

0,012450 0,003930 0,000410 0,000490 0,004530 0,011250 0,033060

0,250000 0,090000 0,010000 0,010000 0,090000 0,250000 0,700000

0,000620 0,000171 0,000016 0,000024 0,000228 0,000506 0,001565

y = 0,0472x + 0,0014 R² = 0,9966

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

Absorbansi Logam Cr (A)

Konsentrasi Logam Cr (mg/L)

(49)

35

Penurunan persamaan garis regresi : Y = aX + b

Dimana a = Slope b = Intersept ∑

∑ ∑

Maka persamaan garis regresi adalah :

4.1.6.2 Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

√∑

4.1.7 Data Persentase Penurunan Konsentrasi Logam pada Kasa Kasa dan Kertas Saring Sebelum dan Sesudah Penyerapan dengan menggunakan SSA (Penentuan Persen Adsorpsi)

Persentase penurunan konsentrasi logam pada kain kasa dan kertas saring sebelum dan setelah di adsorpsi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

(50)

Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada tabel 4.12 dan 4.13 maka penentuan

% adsorpsi untuk waktu kontak optimum dengan kitosan adalah :

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diperoleh persentase penurunan sebagai berikut :

Tabel 4.8 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kain Kasa dengan konsentrasi 1 ppm

Logam

Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi yang terserap

(mg/L)

Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Sebelum

Penyerapan

Setelah Penyerapan

Ni 2,1947 1,8371 0,3576 16,29%

Cr 1,6341 1,3752 0,2589 15,84%

Tabel 4.9 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kain Kasa dengan konsentrasi 3 ppm

Logam

Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi yang terserap

(mg/L)

Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Sebelum

Penyerapan

Setelah Penyerapan

Ni 2,1367 1,1112 1,0255 47,99%

Cr 1,4438 0,8730 0,5708 39,53%

Gambar

Gambar 2.1 Struktur kimia kitosan
Tabel 2.1 Spesifikasi mutu kitosan
Gambar 2.2  Komponen  yang Membentuk Spektrofotometer Serapan Atom
Gambar  4.1  Uji  Aktivitas  Antibakteri  pada  kain  kasa  terlapis  kitosan,  kertas  saring  terlapis kitosan, kain kasa tanpa kitosan dan kertas saring tanpa kitosan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya perangkat lunak yang telah dibuat dari penelitian ini, diharapkan dapat membantu karyawan Unpar dalam memberikan gam- baran perkiraan besaran dana pensiun yang

Kualitas mutu bibit terbaik terdapat pada campuran media tanah dan pupuk kandang, dengan perlakuan potong akar dan pemberian urin sapi 20% + 5% EM4 (M2A2).. Penggunaan

Yang kedua: Bagaimana analisis Hukum Acara Peradilan Agama terhadap putusan Pengadilan Agama Bangil nomor 0498/Pdt.G/2017/PA.Bgl tentang penetapan NO (Niet

[r]

ABSTRAK Maulana Yusuf Habiby, 201410115124, Skripsi, Pertimbangan Hukum Terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB Akibat Wanprestasi Studi Kasus Nomor 1060 K/PDT/2016..

Pengembangan Teknologi Proses Bioetanol Riset diarahkan pada :. • Pengembangan proses bioetanol

Tahapan pertama dalam metode penelitian yang diusulkan untuk proses klasifikasi sel normal dan abnormal Pap Smear adalah mengkonfersi citra RGB ke grayscale tanpa

Yang membedakan perekonomian Islam dengan konvensional dalam hal ini adalah wujudnya instrumen yang bersifat terlembagakan dalam bangunan sosial dalam Islam, yang