• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA EVAPOTRANSPIRASI PERTANAMAN KELAPA SAWIT: MEMBANDINGKAN METODE AERODINAMIK, BOWEN-RATIO DAN PENMAN-MONTEITH NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DINAMIKA EVAPOTRANSPIRASI PERTANAMAN KELAPA SAWIT: MEMBANDINGKAN METODE AERODINAMIK, BOWEN-RATIO DAN PENMAN-MONTEITH NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA EVAPOTRANSPIRASI PERTANAMAN KELAPA SAWIT:

MEMBANDINGKAN METODE AERODINAMIK, BOWEN-RATIO DAN PENMAN-MONTEITH

NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Evapotranspirasi Pertanaman Kelapa Sawit: Membandingkan Metode Aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman-Monteith adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Ni Wayan Srimani Puspa Dewi NIM G24100001

(4)

ABSTRAK

NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI. Dinamika Evapotranspirasi Pertanaman Kelapa Sawit: Membandingkan Metode Aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman- Monteith. Dibimbing oleh TANIA JUNE.

Kelapa sawit merupakan suatu komoditas perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di Indonesia yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh ketersediaan air. Pendugaan evapotranspirasi penting dilakukan dalam menentukan kebutuhan air irigasi pada pertanaman kelapa sawit. Metode pendugaan evapotranspirasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman-Monteith. Ketiga metode pendugaan evapotranspirasi memiliki variasi diurnal yang hampir sama. Puncak evapotranspirasi terjadi pada siang hari pada kedua umur tanaman kelapa sawit.

Metode Bowen-Ratio memiliki nilai pendugaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode aerodinamik dan Penman-Monteith pada kedua umur tanaman.

Rasio antara evapotranspirasi dengan radiasi global pada kedua umur tanaman memiliki nilai yang hampir sama. Hasil pendugaan metode Penman Monteith memiliki nilai pendugaan yang paling mendekati metode acuan (aerodinamik) yang ditunjukkan dengan nilai RMSE yang paling kecil sebesar 0.087 pada pertanaman kelapa sawit umur dua tahun dan 0.157 pada pertanaman kelapa sawit umur sepuluh tahun.

Kata kunci: aerodinamik, Bowen-Ratio, evapotranspirasi, kelapa sawit, Penman- Monteith

ABSTRACT

NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI. The Dynamics of Evapotranspiration Process on Oil Palm Plantation: Comparing Aerodynamic, Bowen-Ratio, and Penman-Monteith Methods. Supervised by TANIA JUNE.

Oil palm is one of the horticultural comodities that has high economic value in Indonesia that limited by water availability. Evapotranspiration estimation is important to determine water irrigation needs on oil palm plantation.

This research used three methods, consisting of aerodynamic, Bowen-Ratio and Penman-Monteith methods which have nearly same diurnal variations. The peaks of evapotranspiration happen in the afternoon, both for two and ten years oil palm plantations. Bowen-Ratio method has higher estimation value than the others. The ratio between evapotranspiration and global radiation of two and ten years oil palm plantations are the similar. Penman Monteith method has the nearest estimation value to reference method (aerodynamic) showed by the smallest RMSE value, 0.087 for two years oil palm and 0.157 for ten years oil palm.

Keywords: aerodynamic, Bowen-Ratio, evapotranspiration, oil palm, Penman- Monteith

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DINAMIKA EVAPOTRANSPIRASI PERTANAMAN KELAPA SAWIT:

MEMBANDINGKAN METODE AERODINAMIK, BOWEN-RATIO DAN PENMAN-MONTEITH

NI WAYAN SRIMANI PUSPA DEWI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Dinamika Evapotranspirasi Pertanaman Kelapa Sawit:

Membandingkan Metode Aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman- Monteith

Nama : Ni Wayan Srimani Puspa Dewi NIM : G24100001

Disetujui oleh

Dr Ir Tania June, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah evapotranspirasi, dengan judul Dinamika Evapotranspirasi Pertanaman Kelapa Sawit: Membandingkan Metode Aerodinamik, Bowen Ratio dan Penman Monteith.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Tania June, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, arahan dan nasihat, Bapak Dr.Impron dan Bapak Muh.Taufik, S.Si, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberi saran, serta kepada Bapak Nandar dari Balai Penelitian Klimatologi dan Hidrologi, Project CRC990, PTPN VIII dan BOPTN 2013 yang telah membantu dalam pembuatan serta penyediaan alat dan tempat penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Eka Tjipta Foundation karena telah membantu biaya kuliah penulis selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adiku I Made Kasmadi Gunawan dan I Nyoman Rai Widharta Kusuma, serta para sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014 Ni Wayan Srimani Puspa Dewi

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Proses Evapotranspirasi 2

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Evapotranspirasi Pertanaman Kelapa

Sawit 3

Metode Pendugaan Evapotranspirasi 3

METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Alat 6

Bahan 7

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Identifikasi Wilayah Penelitian 14

Evapotranspirasi Pertanaman Kelapa Sawit Menggunakan Metode

Aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman Monteith 18

Atmospheric Driving Force Terhadap Proses Evapotranspirasi Pertanaman

Kelapa Sawit 22

Perbandingan (Keeratan Hubungan) Metode Aerodinamik, Metode Bowen-

Ratio dan Metode Penman-Monteith 23

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 Data yang dibutuhkan dalam metode pendugaan evapotranspirasi 4 2 Nilai evapotranspirasi harian, bulanan dan tahunan pertanaman

kelapa sawit di Desa Pompa Air, Jambi dan Cimulang, Jawa Barat 20 3 Persentase penggunaan radiasi global untuk evapotranspirasi 21 4 Nilai korelasi parameter cuaca dengan evapotranspirasi 22 5 Nilai RMSE antar model pendugaan evapotranspirasi 23

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Cimulang 6

2 Lokasi Desa Pompa Air 6

3 Profil rata-rata suhu udara wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (ketinggian 2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter) dan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat

(9 meter dan 13 meter) 14

4 Profil rata-rata Kelembaban udara wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (ketinggian 2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter) dan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa

Barat (9 meter dan 13 meter) 15

5 Profil rata-rata kecepatan angin wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (ketinggian 2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter) dan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa

Barat (9 meter dan 13 meter) 16

6 Rata-rata radiasi global wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi dan PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun

Cimulang, Jawa Barat 17

7 Profil rata-rata suhu tanah wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi dan PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun

Cimulang, Jawa Barat 17

8 Profil rata-rata suhu tanah lokasi padang rumput terbuka 18 9 Evapotranspirasi diurnal pertanaman kelapa sawit umur 2 tahun di

Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (tanpa fetch) 19 10 Evapotranspirasi diurnal pertanaman kelapa sawit umur 2 tahun di

Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (berdasarkan

fetch) 19

11 Evapotranspirasi diurnal pertanaman kelapa sawit umur 10 tahun di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat 19 12 Pertanaman kelapa sawit di Desa Pompa Air, Jambi 21 13 Pertanaman kelapa sawit di Cimulang, Jawa Barat 21 14 Garis 1:1 evapotranspirasi metode aerodinamik dengan (a) metode

Penman-Monteith (b) metode Bowen-Ratio untuk lokasi penelitian

Desa Pompa Air, Jambi 23

(11)

15 Garis 1:1 evapotranspirasi metode aerodinamik dengan (a) metode Penman-Monteith (b) metode Bowen-Ratio untuk lokasi penelitian

Cimulang, Jawa Barat 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Evapotranspirasi diurnal Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air Jambi dan PT Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Jawa Barat 27 2 Data cuaca rata-rata diurnal Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa

Air Jambi periode Juli – September 2013 28

3 Data cuaca rata-rata diurnal PT Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Jawa Barat periode Agustus – Oktober 2013 29 4 Contoh perhitungan evapotranspirasi menggunakan metode

aerodinamik (Desa Pompa Air, Jambi) 30

5 Contoh perhitungan evapotranspirasi menggunakan metode Bowen-

Ratio (Desa Pompa Air, Jambi) 32

6 Contoh perhitungan evapotranspirasi menggunakan metode Penman-

Monteith (Desa Pompa Air, Jambi) 34

7 Diagram alir pendugaan evapotranspirasi menggunakan metode

Aerodinamik 36

8 Diagram alir pendugaan evapotranspirasi menggunakan metode

Bowen-Ratio 37

9 Diagram alir pendugaan evapotranspirasi menggunakan metode

Penman-Monteith 38

10 Parameter yang digunakan dalam pendugaan evapotranspirasi di Desa

Pompa Air, Jambi dan Cimulang, Bogor 39

11 Persamaan yang digunakan untuk membangkitkan data radiasi global di lokasi penelitian PT Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang , Jawa Barat dengan menggunakan faktor koreksi Stasiun Klimatologi

Muara, Bogor (June 2002) 40

12 Dokumentasi (Foto-Foto) Penelitian 41

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan suatu komoditas perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di Indonesia. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Produksi minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil) di Indonesia mencapai 12 juta ton pada tahun 2007 (Siahaan et al. 2008). Pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit di suatu wilayah sangat bergantung pada beberapa faktor pembatas. Salah satu faktor pembatas yang sangat penting adalah faktor pembatas iklim terutama curah hujan. Kelapa sawit akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada wilayah dengan curah hujan sekitar 1700 – 3000 mm per tahun dengan distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun (Rahutomo et al. 2007). Kelapa sawit bisa tumbuh dengan baik di Indonesia karena Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi dan lama penyinaran yang cukup.

Jika Indonesia mulai memasuki musim kemarau, pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit akan terganggu karena neraca air dari pertanaman kelapa sawit menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini terjadi karena pertamanan kelapa sawit mengalami defisit air yang menyebabkan pengurangan produksi kanopi dari pertamanan kelapa sawit. Defisit air berkaitan dengan proses kehilangan air yang mempengaruhi ketersedian air bagi pertanaman kelapa sawit. Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi oleh dua faktor dominan, yaitu presipitasi dalam proses infiltrasi dan perkolasi sebagai masukan air bagi suatu sistem dan evapotranspirasi sebagai suatu proses kehilangan air dari sistem tersebut (Pasaribu et al. 2012).

Evapotranspirasi merupakan suatu komponen dari neraca air yang merupakan suatu proses kehilangan air dari suatu penggunaan lahan melalui evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari permukaan tanaman.

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengetahui besarnya evapotranspirasi dari suatu penggunaan lahan seperti pendugaan dengan menggunakan rumus-rumus empirik. Pendugaan evapotranspirasi penting untuk dilakukan agar dapat dilakukan menajemen air terutama untuk menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu lahan sehingga keseimbangan air pada lahan tersebut tidak terganggu. Pada penelitian ini dilakukan pendugaan evapotranspirasi pada pertamanan kelapa sawit umur dua tahun di Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi dan kelapa sawit yang berumur 10 tahun di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat dengan menggunakan tiga metode pendugaan, yaitu metode Penman-Monteith, Aerodinamik dan Bowen Ratio. Terdapat perbedaan kebutuhan data cuaca/iklim pada masing-masing metode sehingga penting dilakukan perbandingan antar ketiga metode dan melihat keeratan hubungan antar metode pendugaan evapotranspirasi.

(14)

2

Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

1. Menganalisis evapotranspirasi pertanaman kelapa sawit umur dua tahun dan sepuluh tahun.

2. Membandingkan nilai evapotranspirasi pertanaman kelapa sawit menggunakan metode Aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman-Monteith.

3. Menentukan atmospheric driving force terbesar terhadap proses evapotranspirasi pada tanaman kelapa sawit.

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan suatu proses penting dalam neraca air suatu lahan pertanaman. Evapotranspirasi merupakan suatu ukuran total kehilangan air atau penggunaan air suatu luasan lahan melalui dua proses, yaitu kehilangan air dari permukaan tanah/air (evaporasi) dan kehilangan air dari permukaan tanaman (transpirasi). Menurut Allen et al. (1998), evapotranspirasi memiliki satuan milimeter (mm) per satuan waktu. Jika tanaman masih kecil, kehilangan air cenderung lebih besar dari permukaan tanah. Sedangkan, jika suatu kanopi tanaman telah menutupi permukaan tanah, maka transpirasi merupakan proses utama. Evapotranspirasi dapat dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial, evapotranspirasi aktual, evapotranspirasi standard dan evapotranspirasi tanaman (Handoko 1993).

Evapotranspirasi sangat bergantung pada faktor-faktor meteorologi sehingga dikenal evapotranspirasi potensial yang merupakan kehilangan air maksimum dari suatu pertanaman dengan asumsi terdapat persediaan air yang cukup pada lahan tersebut dan lajunya ditentukan oleh kapasitas penguapan atmosfer (Mavi dan Tupper 1984). Sedangkan evapotranspirasi aktual ditentukan oleh unsur iklim, kondisi tanah dan sifat tanaman. Evapotranspirasi standard merupakan evapotranspirasi dari suatu permukaan yang luas, ditumbuhi oleh rerumputan hijau seragam dengan penutupan tajuk rapat yang tingginya 8 – 15 cm dan mendapat persediaan air yang cukup (Allen et al. 1998). Menurut Doorenbos dan Pruitt (1975), evapotranspirasi standar mengacu pada evapotranspirasi dari tanaman yang bebas penyakit, tumbuh pada lahan yang luas (lebih dari satu hektar) dengan kondisi tanah yang optimal, cukup air, subur dan bisa mencapai produksi optimal dalam lingkungan tumbuh yang diberikan. Pengertian evapotranspirasi standard (ETo) ini dapat digunakan untuk mengukur evapotranspirasi potensial (ETp) secara praktis. Nilai ETp ini dikorelasikan dengan nilai ETo melalui nilai koefisien tanaman dimana hampir semua tanaman pendek seperti rerumputan mempunyai nilai c = 1 sehingga nilai ETp sama dengan nilai ETo. Salah satu jenis evapotranspirasi yang sering digunakan dalam perencanaan irigasi adalah evapotranspirasi tanaman (ETc) yang diasumsikan sebagai kebutuhan air optimum bagi tanaman. ETc bisa ditentukan dengan menghubungkan ETo dengan koefisien tanaman (kc) yang bergantung pada fase perkembangan tanaman.

(15)

3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Evapotranspirasi

Pertanaman Kelapa Sawit

Evapotranspirasi suatu lahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu parameter cuaca, karakteristik tanaman, manajemen dan aspek lingkungan (Allen et al. 1998). Mavi dan Tupper (1984) menjelaskan bahwa untuk mengestimasi evapotranspirasi secara empiris, evapotranspirasi dikorelasikan dengan faktor cuaca seperti suhu udara, radiasi surya, angin, kelembaban udara atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Selain itu menurut Rakecha dan Singh (2009), tekanan udara juga merupakan faktor yang mempengaruhi laju evapotranspirasi.

Penguapan sangat bergantung pada ketersediaan energi panas. Matahari merupakan sumber energi dominan yang merupakan faktor pembatas dari suhu sehingga jika radiasi matahari tinggi seperti di daerah tropis maka akan terjadi penguapan yang cukup tinggi juga. Suhu berhubungan dengan gradien tekanan uap. Jika suhu udara di atas suatu permukaan lebih tinggi maka laju penguapan akan lebih cepat karena kapasitas udara untuk menyerap uap air meningkat sehingga di musim panas penguapan akan lebih tinggi daripada musim dingin.

Suhu berbanding terbalik dengan kelembaban relatif. Jika suhu meningkat, maka kelembaban relatif menurun. Kelembaban udara merupakan faktor yang mempengaruhi penguapan karena kelembaban menggambarkan uap air yang dikandung oleh udara yang mempengaruhi kapasitas udara untuk menyerap uap air. Jika kelembaban udara tinggi, maka penguapan akan berkurang. Selain itu, kecepatan angin merupakan faktor penting yang mempengaruhi evaporasi. Angin berperan dalam pergerakan atau pemindahan uap air. Jika turbulensi (kecepatan angin) tinggi di atas permukaan, lapisan udara jenuh yang dipindahkan oleh angin akan lebih banyak sehingga evaporasi meningkat (Rakecha dan Singh 2009).

Karakteristik tanaman merupakan faktor yang penting dalam penentuan evapotranspirasi terutama evapotranspirasi tanaman. Karakteristik tanaman tersebut seperti jenis tanaman, varietas dan fase perkembangan tanaman.

Perbedaan tahanan dalam transpirasi, tinggi tanaman, penutupan tajuk dan akar akan menyebabkan perbedaan nilai dari evapotranspirasi (Courault et al. 2003).

Sedangkan faktor lingkungan seperti salinitas tanah, lahan yang kurang subur, keterbatasan pemupukan, lapisan tanah yang tidak dapat ditembus air, tidak adanya kontrol terhadap penyakit dan hama, manajemen tanah yang kurang baik akan mengganggu perkembangan tanaman dan mengurangi evapotranspirasi tanaman. Selain itu, karakteristik permukaan seperti albedo, tahanan aerodinamik dan tahanan permukaan juga mempengaruhi besarnya evapotranspirasi. Tahanan aerodinamik didefinisikan sebagai hambatan aliran uap karena adanya tahanan aliran udara di atas vegetasi sedangkan tahanan permukaan merupakan hambatan aliran uap air yang meliputi tahanan stomata daun, permukaan daun dan permukaan tanah (Allen et al. 1998). Penguapan dari tanah yang gundul biasanya kecil karena ketersediaan air tidak mencukupi.

Metode Pendugaan Evapotranspirasi

Pendugaan nilai evapotranspirasi penting dilakukan dalam menentukan kebutuhan air irigasi suatu lahan pertanaman. Evapotranspirasi sulit diukur secara

(16)

4

langsung di lapangan sehingga dikembangkan beberapa metode pendugaan evapotranspirasi (Allen et al. 1998). Menurut Arya (1998), metode yang bisa digunakan untuk menduga fluks panas dan fluks uap air (evapotranspirasi) adalah metode gradien/aerodinamik. Sedangkan menurut Foken (2008), metode yang umum digunakan dalam menduga fluks bahang terasa dan fluks uap air (evapotranspirasi) adalah metode Bowen-Ratio. Selain itu, ada beberapa metode lain yang bisa digunakan untuk menduga evapotranspirasi, yaitu metode Blaney- Criddle, Hamon, Hargreaves-Samani, Penman, Penman-Monteith dan Priestley- Taylor (Thompson et al. 2014). Masing-masing metode pendugaan evapotranspirasi ini mempunyai kebutuhan data cuaca/iklim yang berbeda dari yang paling sederhana hingga data yang paling kompleks. Tabel 1 menyajikan kebutuhan data dari masing-masing metode pendugaan evapotranspirasi:

Tabel 1 Data yang dibutuhkan dalam metode pendugaan evapotranspirasi

Metode Suhu Kelembaban Angin Panjang Hari

Radiasi Parameter Tanaman

Evaporasi Panci Kelas A Nisbah

Bowen

* * *

Aerodinamik * * *

Blaney- criddle

* *

Hamon * *

Hargreaves- Samani

* *

Penman * * * * (*)

Penman- Monteith

* * * * (*) *

Priestley- Taylor

* *

Thronwaite * *

Radiasi * * * *

Panci Kelas A *

Keterangan

* : data pengukuran, (*) : jika tersedia

(Sumber : Pruitt dan Doorenbos 1975 ; Thompson 2014)

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode Aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman-Monteith.

1. Metode Aerodinamik

Pendugaan evapotranspirasi dengan metode aerodinamik hampir sama dengan metode gradien untuk menentukan fluks panas suatu permukaan. Pada

(17)

5 metode ini diperlukan pengukuran kelembaban tertentu disamping pengukuran kecepatan angin dan suhu pada dua ketinggian di atas suatu permukaan. Metode gradien juga sering digunakan untuk mengetahui kekasaran permukaan dan suhu permukaan (Arya 1998). Disamping itu, pendugaan fluks uap air (evapotranspirasi) menggunakan metode aerodinamik ditentukan oleh stabilitas atmosfer serta beberapa parameter yang menggambarkan karakteristik kekasapan kanopi tanaman seperti perpindahan bidang nol (d) dan panjang kekasapan (z0).

Stabilitas atmosfer ditentukan dengan menggunakan Angka Richardson yang diturunkan dari data kecepatan angin dan suhu udara pada dua ketinggian.

Sedangkan nilai d dan z0 diturunkan dari profil kecepatan angin (June 2012).

2. Metode Nisbah Bowen (Bowen-Ratio)

Metode Bowen-Ratio merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk menentukan fluks panas terasa dan fluks uap air (evapotranspirasi). Metode ini didasarkan pada konsep keseimbangan energi yang tertutup sehingga kebenaran nilai fluks dari metode ini terbatas (Foken 2008). Dasar metode ini adalah keseimbangan energi yang dibuat sedemikian tertutup sehingga radiasi netto (Rn) hanya didistribusikan menjadi fluks bahang terasa (H), fluks panas laten (λE) dan fluks bahang tanah (G). Metode ini mengkombinasikan pengukuran variabel atmosfer tertentu seperti suhu dan gradien tekanan uap dan energi yang tersedia seperti radiasi netto yang perubahannya disimpan dalam energi panas sehingga dapat digunakan untuk menduga evapotranspirasi. Nilai bowen ditentukan berdasarkan gradien vertikal suhu dan konsentrasi uap pada dua ketinggian tertentu. Pada metode Bowen-Ratio diasumsikan bahwa tidak ada adveksi energi secara horisontal. Dengan asumsi ini, koefisien transfer panas (KH) dan koefisien transfer uap air (KE) dianggap sama. Pendugaan evapotranspirasi dengan menggunakan metode ini sangat bergantung dari keakuratan alat ukur yang digunakan (Labedzki 2011).

3. Metode Penman-Monteith

Metode Penman-Monteith merupakan modifikasi dari metode Penman yang menambahkan input tahanan aerodinamik (ra) dan tahanan kanopi (rs) dalam perhitungan evapotranspirasi (Allen et al. 1998). Metode Penman-Monteith memberikan pendugaan yang akurat dari beberapa studi yang telah dilakukan sehingga FAO merekomendasikan metode ini untuk menduga evapotranspirasi standar (Manik et al. 2012). Metode ini merupakan metode standar dalam pendugaan evapotranspirasi dan cukup akurat dalam memprediksi ETo pada suatu lokasi yang luas dan memiliki data iklim yang lengkap (Allen et al. 1998).

Metode Penman-Monteith membutuhkan data yang kompleks dalam perhitungannya, seperti defisit uap air, slope tekanan uap jenuh, tahanan aerodinamik, tahanan kanopi, radiasi netto, fluks bahang tanah, suhu udara, kelembaban relatif dan kecepatan angin (Labedzki 2011).

(18)

6

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2013 hingga Maret 2014.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan alat pengukuran di Balai Peneliti Klimatologi, Cimanggu, Bogor

di Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi dan

Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat. Pengolahan dan analisis data pengukuran dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat adalah :

1. Dua unit anemometer, dua unit sensor suhu dan kelembaban, enam sensor suhu tanah untuk dua kedalaman serta data logger.

2. Tiang besi, tali tambang untuk menara pengamatan.

3. Sensor tekanan udara.

Peralatan di lokasi Pompa Air Jambi disediakan oleh Project CRC990 yang bekerjasama dengan penelitian IPB dan Gottingen University. Peralatan yang dipasang di Jambi adalah pengukur kecepatan angin, suhu

kelembaban udara pada ketinggian 2.4 m, 3.15 m, dan 5.8 m. Alat pengukur arah angin, radiasi gelombang panjang serta radiasi gelombang pendek pada ketinggian 6.8 m, satu alat pengukur tekanan udara serta alat pengukur fluks panas tanah di permukaan tanah. Berikut ilustrasi pemasangan alat di kedua lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi Cimulang

Ttanah

9 meter 13 meter

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

sanakan dari bulan Juni 2013 hingga Maret 2014.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan alat pengukuran di Balai Peneliti Klimatologi, Cimanggu, Bogor. Pengambilan data dilakukan di dua lokasi, yaitu di Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi dan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat. Pengolahan dan analisis data pengukuran dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Alat

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat adalah :

Dua unit anemometer, dua unit sensor suhu dan kelembaban, enam sensor suhu tanah untuk dua kedalaman serta data logger.

ambang untuk menara pengamatan.

Peralatan di lokasi Pompa Air Jambi disediakan oleh Project CRC990 yang bekerjasama dengan penelitian IPB dan Gottingen University. Peralatan yang dipasang di Jambi adalah pengukur kecepatan angin, suhu

kelembaban udara pada ketinggian 2.4 m, 3.15 m, dan 5.8 m. Alat pengukur arah angin, radiasi gelombang panjang serta radiasi gelombang pendek pada ketinggian 6.8 m, satu alat pengukur tekanan udara serta alat pengukur fluks panas tanah di

Berikut ilustrasi pemasangan alat di kedua lokasi penelitian.

1 Lokasi Cimulang Gambar 2 Lokasi Desa Pompa Air

3.15 m 5.8 m

Radiasi

2.4 m

G U, T, RH

9 meter

13 meter U, T, RH

sanakan dari bulan Juni 2013 hingga Maret 2014.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan alat pengukuran di Balai Penelitian dua lokasi, yaitu di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat. Pengolahan dan analisis data pengukuran dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian di PT Perkebunan Nusantara Dua unit anemometer, dua unit sensor suhu dan kelembaban, enam sensor

Peralatan di lokasi Pompa Air Jambi disediakan oleh Project CRC990 yang bekerjasama dengan penelitian IPB dan Gottingen University. Peralatan udara dan kelembaban udara pada ketinggian 2.4 m, 3.15 m, dan 5.8 m. Alat pengukur arah angin, radiasi gelombang panjang serta radiasi gelombang pendek pada ketinggian 6.8 m, satu alat pengukur tekanan udara serta alat pengukur fluks panas tanah di

Berikut ilustrasi pemasangan alat di kedua lokasi penelitian.

Lokasi Desa Pompa Air

U, T, RH U, T, RH U, T, RH

(19)

7 Bahan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data suhu udara pada ketinggian 9 meter dan 13 meter (lokasi penelitian di Cimulang, Jawa Barat) dan ketinggian 2.4 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter (lokasi penelitian di Pompa Air, Jambi).

2. Data kelembaban udara pada ketinggian 9 meter dan 13 meter (lokasi penelitian di Cimulang, Jawa Barat) dan ketinggian 2.4 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter (lokasi penelitian di Pompa Air, Jambi).

3. Data kecepatan angin pada ketinggian 9 meter dan 13 meter (lokasi penelitian di Cimulang, Jawa Barat) dan ketinggian 2.4 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter (lokasi penelitian di Pompa Air, Jambi).

4. Data suhu tanah pada kedalaman 5 cm dan 20 cm di lokasi penelitian Cimulang, Jawa Barat.

5. Data fluks panas tanah (ground heat fluks) di lokasi Pompa Air, Jambi.

6. Data lama penyinaran matahari untuk lokasi Pompa Air, Jambi.

7. Data tekanan udara di kedua lokasi penelitian.

8. Data radiasi global di lokasi Pompa Air, Jambi.

9. Letak lintang PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat dan Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi.

Prosedur Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data pengamatan pada tanggal 1 Juli – 3 September 2013 untuk lokasi penelitian di Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi dan tanggal 21 Agustus – 28 Oktober 2013 untuk lokasi penelitian di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat.

Evapotranspirasi pertanaman kelapa sawit pada penelitian ini diduga dengan menggunakan tiga metode, yaitu :

1. Metode Aerodinamik

Metode ini adalah metode pendugaan evapotranspirasi dengan mempertimbangkan stabilitas atmosfer dan turbulensi yang ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (June 2012) :

λET=L ρak2 u2-u1 (q2- q1)

[ ln z2-d z1-d ]

2 φmφs

(1)

L = 2.50 x 106-2400T (2)

q = P-0.378e0.622 e (3)

e =RHe100s (4)

es = 6.1078 exp (T+237.317.27 T) (5)

(20)

8

keterangan :

λET : fluks uap air (evapotranspirasi (W m -2 ) ρa : massa jenis udara (kg m-3)

k : konstanta Von Korman (0.41)

u2 : kecepatan angin pada ketinggian 5.8 meter (Jambi) dan 13 meter (Cimulang) (m s-1)

u1 : kecepatan angin pada ketinggian 2.4 meter (Jambi) dan 9 meter (Cimulang) (m s-1)

q2 : kelembaban spesifik pada ketinggian 5.8 meter (Jambi) dan 13 meter (Cimulang) (kg kg-1)

q1 : kelembaban spesifik pada ketinggian 2.4 meter (Jambi) dan 9 meter (Cimulang) (kg kg-1)

z2 : ketinggian alat pada 5.8 meter (Jambi) dan 13 meter (Cimulang) z1 : ketinggian alat pada 2.4 meter (Jambi) dan 9 meter (Cimulang) d : perpindahan bidang nol (m)

φm : dimensionless wind shear factor φs : dimensionless scalar gradient factor L : penguapan bahang laten (Joule kg-1) T : suhu udara rata-rata (oC)

es : tekanan uap jenuh (hPa) e : tekanan uap aktual (hPa) RH : kelembaban udara relatif (%)

Penentuan kondisi stabilitas atmosfer menggunakan Richardson number (Ri) dengan persamaan sebagai berikut :

Ri=

g(θ2-θ1) (z2-z1) θa[(u2-u1) (z2-z1)]

2 (6)

θ =T-Γdz (7)

keterangan :

Ri : Richardson number g : gaya gravitasi (9.8 ms-2)

θa : suhu potensial rata-rata pada ketinggian acuan za=(z1.z2)1/2

θ2 : suhu potensial rata-rata pada ketinggian 5.8 meter (Jambi) dan 13 meter (Cimulang) (K)

θ1 : suhu potensial rata-rata pada ketinggian 2.4 meter (Jambi) dan 9 meter (Cimulang) (K)

z2 : ketinggian alat pada 5.8 meter (Jambi) dan 13 meter (Cimulang) z1 : ketinggian alat pada 2.4 meter (Jambi) dan 9 meter (Cimulang) u2 : kecepatan angin pada ketinggian 2.4 meter (Jambi) dan 13 meter

(Cimulang)(m s-1)

u1 : kecepatan angin pada ketinggian 2.4 meter (Jambi) dan 9 meter (Cimulang)(m s-1)

Γd : dry adiabatic lapse rate (-0.00976 Km-1)

(21)

9

Penentuan faktor koreksi ditentukan berdasarkan hasil koreksi dari stabilitas atmosfer yang telah dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (June 2012) :

ζ= Ri pada kondisi Ri < 0 (8)

ζ= Ri

(1-5Ri) pada kondisi 0 § Ri § 0.1 (9)

ζ= 0.2 pada kondisi 0.1< Ri (10)

φs= φm2=(1-15ζ)-1/2 jika z< 0 (11)

φs= φm = (1+5ζ) jika 0 §z (12)

keterangan :

z : faktor koreksi Ri : Richardson number jm : dimensionless wind shear

: dimensionless scalar gradient factor

Massa jenis udara (kerapatan udara) ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

ρa=1.293 273.15

T (13)

keterangan :

ρa : massa jenis udara (kg m-3) T : suhu udara (K)

2. Metode Bowen Ratio

Metode ini merupakan suatu metode pendugaan evapotranspirasi berdasarkan pada keseimbangan energi yang ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Foken 2008) dan (Labedzki 2011):

λET=Rn-G

1+β (14)

β = γ dT (15)

keterangan :

λET : fluks uap air (evapotranspirasi (W m -2) Rn : radiasi netto (W m-2)

G : kerapatan fluks bahang tanah (W m-2) β : nisbah bowen

g : tetapan psikometrik (kPa oC-1)

dT : perbedaan suhu antara dua ketinggian (oC)

dea : perbedaan tekanan uap aktual pada dua ketinggian (kPa)

(22)

10

Fluks bahang tanah di Cimulang ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

G=-k dTdz (16)

keterangan :

G : fluks bahang tanah (W m-2)

k : konduktivitas termal tanah dengan nilai 1.58 Wm-1 oC dT : perbedaan suhu tanah antara dua kedalaman (oC) dz : perbedaan dua kedalaman sensor suhu tanah (m)

Nilai fluks bahang tanah untuk lokasi penelitian di Desa Pompa Air, Jambi merupakan data pengukuran langsung.

Radiasi netto ( ) ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Allen et al.

1998) :

Rn = Rns- Rnl (17)

keterangan :

Rn : radiasi netto (MJ m-2 hari-1)

Rns : radiasi netto gelombang pendek (MJ m-2 hari-1) Rnl : radiasi netto gelombang panjang (MJ m-2 hari-1)

Radiasi gelombang pendek di lokasi Desa Pompa Air Jambi merupakan data pengukuran langsung.

Radiasi gelombang pendek di lokasi penelitian PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Iqbal 1983 dalam June 2002):

Rs = τ x Sc x Sin B (18)

keterangan :

t : atmospheric transmissivity (0.443) dengan asumsi nilai rasio sama dalam satu hari (June 2002)

Sc : solar constant fluctuations

B : cosine of latitude x cosine of declination

Radiasi netto gelombang pendek dan gelombang panjang pada perkebunan tanaman kelapa sawit di lokasi penelitian PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Allen et al.1998):

Rns=(1-α)Rs (19)

(23)

11 Rnl= σ Tmax

4+ Tmin4

2 (0.34-0.14 ea)(1.35 Rs

Rso-0.35) (20)

keterangan :

Rns : radiasi netto gelombang pendek pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) α : albedo atau koefisien pantulan radiasi tajuk kelapa sawit yang bernilai

0.08

Rs : radiasi matahari (MJ m-2 hari-1)

Rnl : radiasi netto gelombang panjang pada permukaan tanaman kelapa sawit (MJ m-2 hari-1)

σ : konstanta Stefan Boltzman (4.903x10-9 MJ K-4 m-2 hari -1) Tmax : suhu absolut maksimum selama 24 jam (K)

Tmin : suhu absolut minimum selama 24 jam (K) ea : tekanan uap aktual (kPa)

Rs

Rso : radiasi gelombang pendek relatif yang bernilai 0.443 (June 2002) dengan asumsi nilai rasio konstan dalam satu hari

Penentuan radiasi gelombang panjang untuk lokasi penelitian Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi menggunakan rumus Brunt (1932) dalam Handoko (1994) dengan persamaan sebagai berikut :

Rnl= σT4(0.56-0.079e0.5)(0.1+0.9n

N) (21) Dengan asumsi radiasi gelombang panjang yang datang diabaikan karena jumlah radiasi gelombang panjang yang keluar jauh lebih besar daripada yang masuk . keterangan :

Rnl : radiasi netto gelombang panjang (W m-2)

σ : Tetapan Stefan Boltzman (5.67 x 10-8W m-2 K-4) T : suhu udara (K)

e : tekanan uap aktual (mb) n : lama penyinaran (jam) N : panjang hari (jam)

Panjang hari ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : N=24

π ωs (22)

keterangan :

N : panjang hari (jam) p : 3.14

ws : sudut datang matahari (rad)

Suhu udara dan tekanan uap aktual yang digunakan dalam metode ini adalah hasil pengukuran pada ketinggian 2.4 meter dan 5.8 meter untuk lokasi Jambi serta 9 meter dan 13 meter untuk lokasi Cimulang.

(24)

12

3. Metode Penman-Monteith

Metode ini menggunakan prinsip fisika dimana pertukaran energi dikaitkan dengan evapotranspirasi yang ditentukan dengan persamaan berikut (Allen et al.

1998) :

λET=

∆(Rn-G) + ρaCp(es-ea)

ra

∆+γ 1+rs

ra

(23)

keterangan :

λET : fluks uap air (evapotranspirasi ) (MJ m -2 hari-1)

∆ : slope kurva tekanan uap (kPaoC-1) Rn : Radiasi netto (MJ m-2 hari-1)

G : kerapatan fluks bahang tanah (MJ m-2 hari-1) ρa : massa jenis udara (kg m-3)

Cp : kapasitas panas spesifik udara pada tekanan konstan yang bernilai (1.013 x 10-3 MJ kg-1oC-1)

es : tekanan uap jenuh (kPa) ea : tekanan uap aktual (kPa) ra : tahanan aerodinamik (s m-1) γ : konstanta psikometrik (kPa oC-1) rs : tahanan kanopi (s m-1)

Nilai radiasi netto (Rn) ditentukan dengan persamaan (17) sampai (22) dan nilai fluks bahang tanah ditentukan dengan persamaan (16).

Nilai tahanan kanopi (rs) menggunakan nilai tahanan kanopi antara hutan dan tanaman pertanian dengan nilai (125+50)/2 = 87.5 s m-1 (Oke et al.1987).

Tahanan aerodinamik ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

ra= &ln' z-d /z0(2) k2uz

(24) keterangan :

z : tinggi pengukuran

d : perpindahan bidang nol (m) zo : panjang kekasapan (m) k : konstanta von Karman (0.41) uz : kecepatan angin (m/s)

Nilai d dan zo untuk kedua lokasi penelitian diperoleh dari analisa profil angin dengan nilai d = 1.9 meter dan zo = 0.0005 meter untuk lokasi Desa Pompa Air, Jambi. Sedangkan untuk lokasi Cimulang, Jawa Barat nilai d = 7.98 meter dan zo

= 0.5225 meter.

Massa jenis udara ditentukan dengan persamaan (13).

(25)

13 Tetapan psikometrik ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Allen et al.1998) :

γ = 0.665 x 10-3P (25)

keterangan :

γ : tetapan psikometrik (kPa oC-1) P : tekanan udara (kPa)

Tekanan uap jenuh (es) dan tekana uap aktual (ea) ditentukan dengan mengunakan persamaan persamaan berikut (Allen et al.1998):

es=0.6108 (17.27 T

T+237 ) (26)

ea=RH x es

100 (27)

keterangan :

es : tekanan uap jenuh (kPa) ea : tekanan uap aktual (kPa) T : suhu udara (oC)

RH : kelembaban udara relatif (%)

Penentuan slope kurva tekanan uap menggunakan persamaan berikut (Allen et al.1998) :

∆ = 4098[0.6108 exp (17.27TT+237)]

(T+237)2 (28)

keterangan :

∆ : slope kurva tekanan uap (kPa oC-1) T : suhu udara rata-rata (oC)

Metode Penman-Monteith menggunakan data pengukuran pada ketinggian 3.15 meter untuk lokasi Desa Pompa Air, Jambi dan pada ketinggian 13 meter untuk lokasi Cimulang, Jawa Barat.

4. Keeratan Hubungan Antar Model

Perbandingan antar model dilakukan dengan menghitung RMSE (root mean square error) untuk menduga rata-rata kesalahan (Wilmort 1982). Metode pendugaan yang dijadikan acuan adalah metode aerodinamik karena diantara ketiga metode, semua data yang diperlukan dalam perhitungan metode aerodinamik menggunakan data pengukuran langsung. Sedangkan beberapa data yang digunakan dalam metode Bowen-Ratio dan Penman-Monteith merupakan data estimasi karena keterbatasan data yang tersedia. Berikut persamaan yang digunakan :

(26)

14

RMSE = *∑ (Pi-Oi)

2

N (29)

keterangan :

P : evapotranspirasi yang diduga dengan sebuah model O : evapotranspirasi yang dijadikan acuan (observasi)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Wilayah Penelitian

Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi terletak pada 1o50.05’LS – 1o50.25 LS dan 103o17.65’BT – 103o17.85’BT. Propinsi Jambi memiliki curah hujan rata-rata sekitar 1900 – 3200 mm/tahun dengan hari hujan 116 – 154 hari per tahun (PNRI 2010). Selain itu, Jambi memiliki suhu udara rata-rata 26.5oC, dengan suhu maksimum 33.2oC dan suhu minimum 21.9oC (BPPD Jambi 2012). Sedangkan PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat terletak pada 106 o42’ – 106 o44’BT dan 06°29’30” – 06° 32’30” LS.

Rata-rata curah hujan di Cimulang diatas 3000 mm pertahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 158 hari pertahun (Agrianti 2012). Bogor memiliki suhu udara rata-rata 26oC dengan suhu terendah 21.8oC (BPPD Bogor 2012). Suhu maksimum di kota Bogor sekitar 31.7oC. Berdasarkan rata-rata curah hujannya, kedua wilayah penelitian ini merupakan wilayah yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit.

1. Suhu Udara

Profil suhu udara diurnal wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi pada merupakan profil suhu pada ketinggian 2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter. Sedangkan profil suhu di wilayah PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat merupakan profil suhu pada ketinggian 9 meter dan 13 meter. Secara umum pada lapisan troposfer suhu udara akan menurun dengan meningkatnya ketinggian yang disebut dengan kondisi lapse rate.

Gambar 3 Profil rata-rata suhu udara wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (ketinggian 2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter) dan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat (9 meter dan 13 meter)

20 22 24 26 28 30 32 34

07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 Suhu (oC)

Waktu Ketinggian 2.40 meter Ketinggian 3.15 meter Ketinggian 5.80 meter Ketinggian 9 meter Ketinggian 13 meter

(27)

15 Suhu udara maksimum di wilayah Desa Pompa Air, Jambi terjadi pada pukul 14:00 WIB sebesar 32.13oC serta suhu minimum sebesar 22.92oC pada pukul 07:00 WIB. Sedangkan di wilayah Cimulang, Jawa Barat suhu udara maksimum terjadi pukul 12:00 WIB dengan nilai 31.7oC dan suhu terendah sebesar 24.58oC pada pukul 18:00 WIB. Berdasarkan data suhu udara maksimum kedua wilayah penelitian terlihat bahwa suhu menurun dengan bertambahnya ketinggian. Berdasarkan teori, pada siang hari kerapatan udara dekat permukaan lebih tinggi dibandingkan lapisan diatasnya dan lebih banyak menerima pantulan radiasi dari permukaan bumi sehingga suhu udara dekat permukaan lebih tinggi daripada lapisan udara diatasnya. Perbedaan suhu antar ketinggian di kedua wilayah relatif kecil karena adanya turbulensi udara atau pergerakan massa udara seperti kecepatan angin tinggi yang menyebabkan percampuran massa udara sehingga suhu udara cenderung homogen.

2. Kelembaban Relatif

Pola kelembaban relatif di kedua wilayah penelitian memiliki pola yang berbanding terbalik dengan pola suhu udara. Pada siang hari kelembaban relatif rendah dan pada malam atau pagi hari kelembaban relatif tinggi. Profil kelembaban relatif di tiga ketinggian (2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter) di wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi memiliki variasi diurnal yang hampir sama. Kelembaban relatif di wilayah PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat juga memiliki pola yang hampir sama di ketinggian 9 meter dan 13 meter. Perbedaan kelembaban relatif antar ketinggian tidak terlalu tinggi yang ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4 Profil rata-rata Kelembaban udara wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (ketinggian 2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter) dan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat (9 meter dan 13 meter)

Kelembaban relatif maksimum di wilayah Desa Pompa Air, Jambi terjadi pada pukul 07:00 WIB dengan nilai 97.87 % serta kelembaban relatif minimum terjadi pukul 14:00 WIB 59.96%. Sedangkan untuk wilayah Cimulang, Jawa Barat kelembaban relatif maksimum terjadi pada pukul 18:00 WIB dengan nilai 82.82% dan kelembaban relatif minimum terjadi pukul 12:00 WIB dengan nilai 55.86%. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa kelembaban maksimum terjadi pada siang hari dan kelembaban minimum terjadi pada pagi hari. Hal ini terjadi karena radiasi surya yang diserap permukaan bumi pada siang hari lebih besar

50 60 70 80 90 100

07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00

Kelembaban Relatif (%)

Waktu

Ketinggian 2.40 meter Ketinggian 3.15 meter Ketinggian 5.80 meter Ketinggian 9 meter Ketinggian 13 meter

(28)

16

daripada pagi hari sehingga terjadi peningkatan suhu udara dan kelembaban udara mengalami penurunan pada waktu siang hari.

3. Kecepatan Angin

Profil kecepatan angin di wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi di tiga ketinggian (2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter) memiliki variasi diurnal yang hampir sama. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh profil kecepatan angin di wilayah PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat pada ketinggian 9 meter dan 13 meter.

Gambar 5 Profil rata-rata kecepatan angin wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (ketinggian 2.40 meter, 3.15 meter dan 5.80 meter) dan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat (9 meter dan 13 meter)

Kecepatan angin maksimum di wilayah Desa Pompa Air, Jambi terjadi pukul 11:00 WIB dengan nilai 1.72 m/s. Sedangkan kecepatan angin minimum terjadi pada pukul 18:00 WIB sebesar 0.45 m/s. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa kecepatan angin maksimum di wilayah Cimulang terjadi pukul 15:00 WIB dengan 0.80 m/s serta kecepatan angin minimum terjadi pukul 07:00 WIB dengan nilai 0.31 m/s. Interaksi antara permukaan dengan udara diatasnya akan mengalami hambatan berupa gaya gesek yang menyebabkan kecepatan angin berkurang. Gambar 5 menunjukkan bahwa kecepatan angin meningkat dengan bertambahnya ketinggian karena pada ketinggian yang paling dekat dengan permukaan pergerakan udara terhambat oleh adanya gaya gesekan antara udara dengan permukaan. Semakin ke atas, gaya gesekan semakin kecil sehingga kecepatan anginnya lebih tinggi dibandingkan lapisan dibawahnya. Perbedaan kecepatan angin antara ketinggian 9 meter dan 13 meter di lokasi Cimulang, Jawa Barat memiliki perbedaan yang cukup tinggi karena ketinggian alat di 9 meter masih berada pada roughness sublayer (lapisan yang masih dipengaruhi oleh struktur daun) atau belum mecapai inertial sublayer (lapisan yang hanya dipengaruhi oleh ketinggian dan kecepatan kasap).

4. Radiasi Global

Radiasi global di wilayah Desa Pompa Air, Jambi dan wilayah Cimulang, Jawa Barat memiliki pola yang hampir sama. Puncak radiasi terjadi pada waktu siang hari dan radiasi minimum terjadi pagi atau sore hari. Radiasi global pada

0 0.5 1 1.5 2

07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00

Kecepatan Angin (m/s)

Waktu

Ketinggian 2.40 meter Ketinggian 3.15 meter Ketinggian 5.80 meter Ketinggian 9 meter Ketinggian 13 meter

(29)

17 Gambar 6 merupakan radiasi sesaat yang diterima oleh permukaan bumi pada waktu pengamatan.

Gambar 6 Rata-rata radiasi global wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi dan PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat

Radiasi maksimum di wilayah Desa Pompa Air, Jambi sebesar 665.96 Wm-2 pada pukul 13:00 WIB serta radiasi minimum terjadi pada pukul 18:00 WIB sebesar 15.62 Wm-2 dan untuk wilayah Cimulang, Jawa Barat radiasi maksimum terjadi pada pukul 13:00 WIB sebesar 588.48 Wm-2 serta radiasi minimum sebesar 107.34 Wm-2 terjadi pukul 07:00 WIB. Radiasi surya yang sampai ke permukaan bumi dipengaruhi oleh kondisi geografis seperti ketinggian tempat dan letak lintang suatu wilayah. Selain itu besarnya radiasi surya juga dipengaruhi oleh keadaan atmosfer suatu wilayah seperti penutupan awan. Semakin besar penutupan awan pada suatu wilayah, semakin kecil radiasi surya yang diterima oleh permukaan bumi.

5. Suhu Tanah

Suhu tanah di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat diukur pada kedalaman 5 cm dan 20 cm. Suhu tanah dipengaruhi oleh besarnya radiasi matahari yang diserap oleh permukaan bumi.

Gambar 7 Profil rata-rata suhu tanah wilayah Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi dan PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat

0 100 200 300 400 500 600 700

07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 Radiasi Global (W m-2)

Waktu Desa Pompa Air (Jambi)

Cimulang (Bogor)

23.00 24.00 25.00 26.00 27.00

08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 Suhu Tanah (oC)

Waktu

T (5 cm)

(30)

18

Gambar 8 Profil rata-rata suhu tanah lokasi padang rumput terbuka

Gambar 7 menunjukkan bahwa suhu tanah maksimum di Cimulang, Jawa Barat tercapai pada pukul 15.00 WIB pada kedalaman 5 cm dengan nilai 26.19 oC.

Berdasarkan teori, suhu permukaan tanah maksimum akan terjadi saat radiasi matahari maksimum. Namun, untuk lapisan didalamnya terjadi beberapa saat setelah radiasi maksimum. Saat pagi hari, suhu pada kedalaman 20 cm lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada kedalaman 5 cm dan saat siang hari, suhu di kedalaman 5 cm lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di kedalaman 20 cm. Hal ini terjadi karena pada siang hari lapisan tanah yang dekat permukaan menyerap radiasi matahari yang lebih tinggi dibandingkan lapisan dibawahnya. Kemudian panas akan merambat ke lapisan tanah di bawahnya dan pada malam hari hingga pagi hari lapisan tanah yang dekat permukaan (5 cm) lebih cepat kehilangan panas sehingga suhunya lebih rendah dibandingkan dengan suhu pada kedalaman 20 cm.

Selain itu, suhu tanah pada kedalaman 5 cm mulai lebih tinggi daripada kedalaman 20 cm pukul 12.00 WIB. Fenomena ini terjadi lebih lambat daripada lokasi yang terbuka (Gambar 8) karena pada perkebunan kelapa sawit Cimulang, Jawa Barat kanopi tanaman kelapa sawit hampir menutupi seluruh permukaan tanah sehingga menghambat penyerapan radiasi matahari oleh permukaan tanah.

Terlihat bahwa fluktuasi suhu tanah pada kedalaman 5 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman 20 cm.

Evapotranspirasi Pertanaman Kelapa Sawit Menggunakan Metode Aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman Monteith

Hasil pendugaan evapotranspirasi pertanaman kelapa sawit umur dua tahun dan sepuluh tahun menggunakan metode Aerodinamik, Bowen-Ratio dan Penman-Monteith pada penelitian ini merupakan evapotranspirasi setiap jam (diurnal) pada pukul 07:00 WIB sampai 18:00 WIB. Nilai evapotranspirasi diurnal ini merupakan rata-rata dari nilai evapotranspirasi pada waktu yang sama selama periode pengukuran. Evapotranspirasi pada malam hari pada penelitian ini diabaikan karena tidak ada radiasi matahari pada malam hari sehingga ketersediaan energi rendah dan evapotranspirasi diasumsikan nol (Sumner et al.

2004). Untuk lokasi penelitian di Desa Pompa Air, Jambi terdapat dua hasil pendugaan evapotranspirasi, yaitu evapotranspirasi yang hanya menggunakan data kecepatan angin yang berasal dari arah Barat (berdasarkan fetch) dan data dengan kecepatan angin yang berasal dari semua arah. Namun, untuk analisis lebih lanjut digunakan hasil yang didasarkan pada fetch agar diperoleh hasil pedugaan

23 25 27 29 31 33 35

08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 Suhu Tanah (oC)

Waktu T (5 cm)

T (20 cm)

(31)

19 evapotranspirasi kelapa sawit yang tidak dipengaruhi oleh faktor hutan yang berada di sekitar perkebunan kelapa sawit, Desa Pompa Air, Jambi.

Gambar 9 Evapotranspirasi diurnal pertanaman kelapa sawit umur 2 tahun di Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (tanpa fetch)

Gambar 10 Evapotranspirasi diurnal pertanaman kelapa sawit umur 2 tahun di Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pompa Air, Jambi (berdasarkan fetch)

Gambar 11 Evapotranspirasi diurnal pertanaman kelapa sawit umur 10 tahun di PT Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cimulang, Jawa Barat

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00

Evapotranspirasi (mm/jam)

Waktu Aerodinamik

Bowen Ratio Penman Monteith

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00

Evapotranspirasi (mm/jam)

Waktu Aerodinamik

Bowen Ratio Penman Monteith

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

07:00 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00

Evapotranspirasi (mm/jam)

Waktu Aerodinamik

Bowen Ratio Penman Monteith

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah rumus korelasi Chi Square yaitu untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan harga diri

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXVIII-5/W16, 2011 ISPRS Trento 2011 Workshop, 2-4 March 2011, Trento,

In the third step the predicted models from the Coarse Classification including the ratings and the new found edges from Image Based Verification are used together to do a

KNP mencerminkan bagian atas laba rugi dan aset neto dari Entitas Anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung pada entitas induk, yang

Object yang diperlukan untuk membuat tampilan program interaktif diantaranya adalah object Form untuk menggambarkan tampilan yang diinginkan, object CommandButton untuk proses

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri infusa daun mangga bacang ( Mangifera foetida L.) terhadap pertumbuhan Shigella flexneri ,

Sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 105/PANNllll2O12 tanggal 24 Agustus 241?-, Beritia Acara Hasil Evaluasi Pelelangan Nomor :122 /PANll)fJZAlz tanggal

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan kultur Daphnia carinata King dan fotoperiode yang berbeda terhadap produksi efipium.. Hasil