• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek analgesik jus umbi wortel [Daucus carota L.] pada mencit putih betina.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek analgesik jus umbi wortel [Daucus carota L.] pada mencit putih betina."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan khasiat jus umbi wortel (Daucus carota L) sebagai analgetika, dan besarnya proteksi untuk menghambat rasa nyeri terhadap mencit putih betina.

Penelitian ini merupakan penelitian tipe eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode penelitian efek analgesik yang digunakan adalah metode rangsang kimia. Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan, dengan berat antara 20-30 gram. Dibagi dalam 7 kelompok, 2 kelompok sebagai kelompok kontrol (positif dan negatif), sedangkan 5 kelompok lainnya merupakan kelompok perlakuan dengan jus umbi wortel. Kontrol negatif menggunakan aquades sebagai pelarutnya, kontrol positif menggunakan parasetamol dosis 113,75 mg/kgBB.

Pemberian jus umbi wortel dilakukan secara peroral 10 menit sebelum disuntikkan asam asetat sebagai rangsang nyeri yang diberikan secara intra peritonial. Geliat yang terjadi diamati dan dicatat setiap 5 menit selama 60 menit

Data kuantitatif penghambatan terhadap geliat tersebut dianalisis menggunakan one-way Anova test dan dilanjutkan dengan Scheffe test dengan taraf kepercayaan 95 %.

Hasil penelitian membuktikan bahwa jus umbi wortel ( Daucus carota L) mempunyai efek analgesik. Terbukti dengan kemampuan untuk mengurangi nyeri pada kelompok perlakuan. Persen proteksi terhadap geliat dosis 0,5; 1; 2; 4; dan 8 g/kg BB berturut-turut adalah 17,70%; 27,04%; 36,77%; 56,03%; 41,25%. Kata kunci : analgesik, wortel, rangsang kimia, mencit putih betina

(2)

ABSTRACT

This research has purpose to prove the effect of carrot juice ( Daucus carota L) as analgesic, and to know how much it’s protection to obstruct pain in the white female mice.

This research was a pure experiment research with one-way completely randomized design. The research method that has been used is writhing test method. Subject in this experiment that used was white female Swiss mice, 2-3 months old, weight between 20-30 grams. Divided in 7 groups, 2 groups as a control group (positive and negative), and the other 5 groups was treatment group with carrot juice. The negative control has used aquadest as the solven, and the positive control has used paracetamol dosage 113, 75 mg/kgBB.

The carrot juice had been given 10 minutes before acetic acid was given as a chemical agent induced writhing on mice. Acetic acid here as pain stimulator that give by interperitonial. The observation time was record every 5 minutes in 60 minutes.

The obstruction quantitative data toward writhing were analyzed with

one-way Anova test continued with Scheffe test on 95% significance level.

The result of this research proved that carrot juice had analgesic effect. It was proved with the capability to reduce pain in treatment groups. The protection percentage toward writhing dosage 0,5; 1; 2; 4; and 8 g/kg BB dosage were 17,70%; 27,04%; 36,77%; 56,03%; 41,25%.

Key word : analgesic, carrot, chemical stimulation, white female mice

xviii

(3)

EFEK ANALGESIK JUS UMBI WORTEL ( Daucus carota L.)

PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi ( S. Farm )

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Albertus Hendra Widhianata

NIM : 028114038

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

EFEK ANALGESIK JUS UMBI WORTEL ( Daucus carota L.)

PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi ( S. Farm )

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Albertus Hendra Widhianata

NIM : 028114038

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

i

(5)
(6)
(7)

Persembahanku teruntuk

Yesusku yang baik hati Bundaku

Anakku

..

(8)
(9)

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Analgesik Jus Umbi Wortel (Daucus carota L.) pada Mencit Putih Betina” ini dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi ( S. Farm. ) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skipsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yosef Wijoyo, M.Si, Apt, selaku pembimbing utama skripsi ini atas segala kesabaran untuk selalu mendukung, membimbing, dan memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

2. Drs. Mulyono, Apt., selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

3. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes, selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Rita Suhadi, MSi. Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

5. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes selaku pembimbing akademik penulis atas segala pendampingan dan bimbingan selama ini.

(10)

6. Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si., Mas Sigit, dan Mas Andre, atas bantuannya dalam mendeterminasi dan pembuatan herbarium.

7. Mas Parjiman, Mas Heru, dan Mas Kayat selaku laboran bagian farmakologi, atas segala bantuan, kesenangan, dan sikap kekeluargaan selama di laboratorium

8. Bpk H.Y Subardi, B.A, Ibu M.G Kardjiati, B.A, Orangtua yang melahirkanku, terima kasih atas dukungan, kasih sayang, dan selalu dibelakangku disaat aku menghadapi masalah, baik materi maupun imateri terutama dalam penyusunan skripsi ini.

9. Bpk dan Ibu Sukamto atas dorongan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Epiphana Ratri, pendamping hidupku, makasih atas kasih sayang, perhatian dan dalam menjadi bagian tubuhku, yang mengisi segala kelemahanku, serta sebagai suporter sejati dalam penyusunan skripsi ini. 11.Matheas Rapha Pradana, putraku yang tercinta, sumber inspirasi, motivasi

dan semangat hidupku.

12.Kedua kakakku dan keponakanku, terima kasih atas segala dinamika selama ini.

13.Supri, Andi, Yudha, Ari, Miliandani, Nia (03) Yogi, Bambang, dan Roy atas segala bantuan di laboratorium.

14.Kelas Kuliah A angkatan 2002 atas persahabatan, suka dan duka selama ini.

vii

(11)

kekompakan dalam belajar di laboratorium.

16.Teman-teman yang mengkontrak kost tempat aku berteduh, terimakasih atas kebersamaan, atas tempatnya, dan dinamika yang telah membuat aku menjadi lebih dewasa.

17.Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

‘Tak ada gading yang tak retak”. Penulis menyadari bahwa hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan,. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran, dan masukan demi kemajuan di masa yang akan datang.

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. v

PRAKATA………. vi

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL……….. xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xv

INTISARI………... xvii

ABSTRACT………... xviii

BAB I. PENGANTAR………... 1

A. Latar Belakang……….. 1

B. Permasalahan penelitian………... 2

C. Keaslian Penelitian……… 3

D. Manfaat Penelitian……….... 6

E. Tujuan Penelitian... 6

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA... 7

A. Uraian tanaman... 7

B. Karotenoid... 10

C. Nyeri... 11

ix

(13)

E. Parasetamol... 20

F. Metode Pengujian Daya Analgesik... 21

G. Kromatografi Lapis Tipis... 25

H. Landasan Teori... 26

I. Hipotesis ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN... 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 29

B. Variabel dan Definisi Operasional... 29

C. Alat dan Bahan... 30

D. Tata Cara Penelitian ... 31

BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Determinasi Tanaman... 36

B. Identifikasi dan Uji Kualitatif Bahan... 37

C. Uji Pendahuluan... 38

D. Pengujian Daya Analgesik... 47

E. Perbandingan Profil Parasetamol Dengan Jus Umbi Wortel... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 59

A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA... 60

LAMPIRAN... 63

BIOGRAFI PENULIS... 88

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel I . Data hasil uji kualitatf KLT... 38 Tabel II. Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat... 39 Tabel III. Hasil analisis variansi satu arah penetapan konsentrasi

asam asetat... 40 Tabel IV. Hasil uji Scheffe penetapan dosis asam asetat... 41

Tabel V. Rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu pemberian asam asetat... 42 Tabel VI. Analisis satu arah penentuan selang waktu pemberian

asam asetat... 43 Tabel VII. Uji Scheffe selang waktu pemberian asam asetat... 43 Tabel VIII. Nilai % Penghambatan Jumlah Geliat pada Orientasi Dosis

Parasetamol... 44 Tabel IX. Hasil analisis variansi satu arah pada orientasi parasetamol.... 45 Tabel X. Hasil uji Scheffe pada orientasi parasetamol...45 Tabel XI. Rata-rata jumlah kumulatif geliat pada orientasi

kontrol negatif... 46 Tabel XII. Rata-rata jumlah kumulatif geliat pada

kelompok perlakuan... 48 Tabel XIII. Persen penghambatan nyeri pada kelompok uji... 50

Tabel XIV. Analisis variansi 1 arah persen penghambatan nyeri

xi

(15)

Tabel XV. Hasil uji Scheffe persen penghambatan rangsang nyeri pada kelompok uji... 51 Tabel XVI. Perubahan persen penghambatan nyeri... 54

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Beta karoten... 10 Gambar 2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi... 12 Gambar 3. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri

setelah kerusakan jaringan... 14 Gambar 4. Diagram perombakan asam arakhidonat menjadi

prostaglandin dan leukotrien... 15 Gambar 5. Bagan kemungkinan pengaruh macam–macam obat

terhadap nyeri... 20 Gambar 6. Struktur kimia parasetamol... 21 Gambar 7. Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada orientasi

dosis asam asetat... 40 Gambar 8. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi selang

waktu pemberian asam asetat... 42 Gambar 9. Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada penetapan

dosis parasetamol... 44 Gambar 10. Diagram jumlah kumulatif geliat mencit pada

penetapan kontrol negatif... 47 Gambar 11. Gambar rata-rata kumulatif jumlah geliat

kelompok perlakuan... 49 Gambar 12. Diagram batang proteksi rangsang nyeri kelompok uji... 50

xiii

(17)

rangsang nyeri kelompok uji... 55 Gambar 14. Grafik profil kelompok perlakuan jus umbi wortel dan

parasetamol... 57

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi... 63

Lampiran 2. Surat pemeriksaan keaslian bahan... 64

Lampiran 3. Foto perkebunan wortel di Kopeng...65

Lampiran 4. Foto tanaman wortel... 65

Lampiran 5. Foto tanaman wortel secara keseluruhan ... 66

Lampiran 6. Foto jus umbi wortel... 66

Lampiran 7. Foto larutan pembanding β-karoten... 67

Lampiran 8. Foto hasil KLT pada sinar tampak... 67

Lampiran 9. Foto Hasil KLT pada sinar UV 254 nm... 68

Lampiran 10. Foto geliat mencit yang memenuhi syarat... 69

Lampiran 11. Penetapan peringkat dosis jus umbi wortel pada kelompok perlakuan... 70

Lampiran 12. Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat dan selang waktu pemberian... 71

Lampiran 13. Data jumlah geliat penetapan dosis parasetamol dan penetapan kontrol negatif... 72

Lampiran 14. Data jumlah geliat pada kelompok perlakuan daya analgesik... 73

Lampiran 15. Analisis statistik penetapan dosis asam asetat... 75

Lampiran 16. Analisis statistik penetapan selang waktu pemberian... 77

xv

(19)

Lampiran 18. Analisis statistik penetapan kontrol negatif... 81 Lampiran 19. Analisis statistik persen penghambatan nyeri pada

kelompok perlakuan... 82 Lampiran 20. Analisis statistik perubahan persen penghambatan nyeri... 85

(20)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan khasiat jus umbi wortel (Daucus carota L) sebagai analgetika, dan besarnya proteksi untuk menghambat rasa nyeri terhadap mencit putih betina.

Penelitian ini merupakan penelitian tipe eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode penelitian efek analgesik yang digunakan adalah metode rangsang kimia. Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan, dengan berat antara 20-30 gram. Dibagi dalam 7 kelompok, 2 kelompok sebagai kelompok kontrol (positif dan negatif), sedangkan 5 kelompok lainnya merupakan kelompok perlakuan dengan jus umbi wortel. Kontrol negatif menggunakan aquades sebagai pelarutnya, kontrol positif menggunakan parasetamol dosis 113,75 mg/kgBB.

Pemberian jus umbi wortel dilakukan secara peroral 10 menit sebelum disuntikkan asam asetat sebagai rangsang nyeri yang diberikan secara intra peritonial. Geliat yang terjadi diamati dan dicatat setiap 5 menit selama 60 menit

Data kuantitatif penghambatan terhadap geliat tersebut dianalisis menggunakan one-way Anova test dan dilanjutkan dengan Scheffe test dengan taraf kepercayaan 95 %.

Hasil penelitian membuktikan bahwa jus umbi wortel ( Daucus carota L) mempunyai efek analgesik. Terbukti dengan kemampuan untuk mengurangi nyeri pada kelompok perlakuan. Persen proteksi terhadap geliat dosis 0,5; 1; 2; 4; dan 8 g/kg BB berturut-turut adalah 17,70%; 27,04%; 36,77%; 56,03%; 41,25%. Kata kunci : analgesik, wortel, rangsang kimia, mencit putih betina

xvii

(21)

ABSTRACT

This research has purpose to prove the effect of carrot juice ( Daucus carota L) as analgesic, and to know how much it’s protection to obstruct pain in the white female mice.

This research was a pure experiment research with one-way completely randomized design. The research method that has been used is writhing test method. Subject in this experiment that used was white female Swiss mice, 2-3 months old, weight between 20-30 grams. Divided in 7 groups, 2 groups as a control group (positive and negative), and the other 5 groups was treatment group with carrot juice. The negative control has used aquadest as the solven, and the positive control has used paracetamol dosage 113, 75 mg/kgBB.

The carrot juice had been given 10 minutes before acetic acid was given as a chemical agent induced writhing on mice. Acetic acid here as pain stimulator that give by interperitonial. The observation time was record every 5 minutes in 60 minutes.

The obstruction quantitative data toward writhing were analyzed with

one-way Anova test continued with Scheffe test on 95% significance level.

The result of this research proved that carrot juice had analgesic effect. It was proved with the capability to reduce pain in treatment groups. The protection percentage toward writhing dosage 0,5; 1; 2; 4; and 8 g/kg BB dosage were 17,70%; 27,04%; 36,77%; 56,03%; 41,25%.

Key word : analgesic, carrot, chemical stimulation, white female mice

(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Saat ini, perkembangan dari obat-obatan tradisional khususnya di Indonesia sangat pesat. Selain dikarenakan sebagai salah satu pengobatan alternatif, juga dilatarbelakangi oleh kecenderungan masyarakat untuk mencoba kembali ke alam (back to nature), setelah banyaknya dijumpai efek samping yang tidak dikehendaki sebagai akibat penggunaan obat kimia murni.

Salah satu obat tradisional yang berkembang saat ini adalah umbi wortel. Umbi wortel biasanya digunakan masyarakat sebagai diuretik, pengobatan busung lapar, penyakit gagal ginjal, diare kronik, nutrisi makanan, obat kuat, gangguan pencernaan, karminatif, dan sedatif untuk semua organ tubuh (Perry dan Metzger, 1980). Menurut hasil penelitian, wortel mengandung senyawa beta-karoten yang merupakan suatu antioksidan yang dipercaya dapat berfungsi melindungi terhadap radikal bebas penyebab kanker.

Atas dasar keterangan di atas, adanya kandungan beta-karoten dalam wortel yang dapat menetralkan radikal bebas, maka diduga juga mempunyai daya anti inflamasi. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Utami (2006) tentang efek anti inflamasi beta-karoten pada mencit putih jantan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa beta-karoten pada dosis 0,65; 0,92; 1,30 dan 1,85 mg/KgBB memberikan daya anti inflamasi berturut-turut 3,24 %; 40,94 %; 25,08 % dan 29,28 %.

1

(23)

Salah satu golongan obat anti inflamasi adalah obat antiinflamasi golongan non

steroid (OAINS). Obat golongan ini juga dapat berkhasiat sebagai analgesik,

antipiretik, serta anti radang dengan bekerja berdasarkan hambatan sintesis

prostaglandin, dengan menghambat kedua jenis siklooksigenase.

Untuk beta-karoten yang dapat berefek antiinflamasi maka dapat

dikatakan juga berefek analgesik, antipiretik, dan antiradang Ditunjukkan oleh

penelitian Esvandiary (2006) tentang efek analgesik beta karoten pada mencit putih betina. Dari penelitian ini disimpulkan beta-karoten pada dosis 0,6523; 0,9225; 1,3046 dan 1,845 mg/KgBB memberikan efek analgesik berturut-turut

sebesar 41,04%; 78,01%; 66,11% dan 59,95%.

Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang umbi

wortel dan efek analgesiknya. Bentuk sediaan umbi wortel yang akan diteliti

adalah jus, dimana di dalamnya terdapat beta-karoten yang ada dalam pelarut (aquades) dan ampasnya, tidak seperti pada sediaan perasan/ sari umbi wortel.

Oleh karena itu disini peneliti ingin mengetahui apakah jus umbi wortel dapat

memberikan efek analgesik dengan adanya kandungan beta-karoten pada pelarut dan ampasnya.

A. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas, timbul beberapa permasalahan :

1. apakah jus umbi wortel ( Daucus carota L.) mempunyai efek analgesik? 2. seberapa besarkah proteksi geliat (daya analgesik) jus umbi wortel ( Daucus

(24)

3

C. Keaslian Penelitian

Setelah dilakukan penelusuran peneliti, belum ditemukan penelitian

mengenai efek analgesik dari jus umbi wortel (Daucus carota L.). Penelitian yang pernah dilakukan antara lain seperti dibawah ini :

1. Efek Analgesik Beta Karoten Pada Mencit Putih Betina (Esvandiary, 2006) Beta karoten dapat memberikan efek analgesik pada mencit putih betina

dengan metode rangsang kimia. Ditunjukkan dengan pemberian beta karoten

dosis 0,6523; 0,9225; 1,3046 dan 1,845 mg/KgBB memberikan efek analgesik

berturut-turut sebesar 41,04%; 78,01%; 66,11% dan 59,95%.

2. Efek Antiinflamasi Beta Karoten pada Mencit Putih Jantan (Utami, 2006). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa beta karoten mempunyai efek

antiinflamasi pada mencit putih jantan dengan metode induksi karagenin.

Ditunjukkan dengan beta karoten pada dosis 0,65; 0,92; 1,30 dan 1,85

mg/KgBB memberikan daya anti inflamasi berturut-turut 3,24 %; 40,94 %;

25,08 % dan 29,28 %.

3. Kombinasi Sari Wortel (Daucus Carota L.) dan Tomat (Lycopersicon

lycopersicum L.) sebagai Hepatoprotektor Mencit terinduksi Parasetamol

(Febriyana, 2005)

Pemberian kombinasi sari wortel dan tomat dapat memberikan efek

hepatoprotektif terhadap mencit terinduksi parasetamol. Kombinasi paling

baik sebagai hepatoprotektif adalah 1:1 yang dibuktikan dengan nilai

GPT-serum paling rendah dan gambaran histopatologi hanya menunjukkan

perlemakan dengan sedikit peradangan. Efek hepatoprotektif kombinasi sari

(25)

wortel dan tomat dengan perbandingan 1:¼ ; 1:½ ; 1:1 ; 1:2 dan 1:4

berturut-turut adalah 32% ; 40% ; 64% ; 52% dan 56%. Pemberian bahan uji ternyata

memperlihatkan perbaikan hati pada kelompok perlakuan.

4. Daya Analgesik Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota .L) dan Tomat

(Lycopersicon lycopersicum L.) pada Mencit Jantan (Wiandini, 2005).

Pemberian Kombinasi sari wortel dan tomat dapat memberikan efek analgesik

pada mencit jantan dengan metode rangsang kimia. Kombinasi paling kuat

sebagai analgesik dimiliki oleh kombinasi jus wortel : jus tomat 1:4 yaitu

sebesar 85%. Untuk kombinasi jus wortel dan tomat yang lain yaitu 1:¼, 1:½,

1:1 dan 1:2 mempunyai daya analgesik berturut–turut sebesar 42%, 52%,

58%, dan 72%. Jadi dapat dikatakan bahwa peningkatan jumlah jus tomat

ternyata meningkatkan daya analgesic dari kombinasi yang digunakan.

5. Daya anti inflamasi sari umbi wortel (Daucus carota. L) pada mencit jantan (kajian terhadap lama masa pemberian) oleh Rasmandani (2004).

Pemberian sari umbi wortel dengan dosis 5 mg/KgBB dari hari ke-1 sampai

hari ke-4 menunjukkan penurunan berat rata-rata udema kaki mencit

dibandingkan hari sebelumnya. Lama masa pemberian mempengaruhi daya

anti inflamasi sari umbi wortel pada mencit jantan yang ditunjukkan dengan

pemberian sari umbi wortel secara berlebihan ternyata menurunkan daya anti

inflamasi sari umbi wortel.

6. Efek Analgesik Air Perasan Umbi Wortel (Daucus carota. L) pada Mencit

Putih Betina (Putra, 2003)

(26)

5

dengan metode rangsang kimia. Daya analgesik air perasan umbi wortel

dengan dosis : 1,25; 2,5; 5; 10; dan 20 ml/kgBB berturut turut sebesar 29,72%;

43,68%; 67,36%; 60,74%; dan 31,18%.

7. Daya Anti-inflamasi Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota L.) dan Tomat

(Lycopersicon lycopersicum L.) pada Mencit Putih Jantan. (Inaktia, 2005).

Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota L.) dan Tomat (Lycopersicon

lycopersicum L.) mempunyai daya anti inflamasi. Persen daya anti-inflamasi kombinasi jus wortel dan tomat pada perbandingan 1 : ¼; 1 : ½; dan 1 : 1

terhadap natrium diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB berturut-turut adalah 85,88

%; 103,50 %; dan 122,24 %.

8. Uji Toksisitas Akut Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) terhadap

Artemia Salina Leach serta Profil Kromatografinya (Utami, 2002)

Perasan umbi wortel (Daucus carota .L) dengan pelarut aquades mempunyai

LC 50 sebesar 3622 μg/ml, sedangkan larutan β karoten mempunyai LC 50

sebesar 45 μg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa perasan umbi wortel dengan

pelarut aquades mempunyai aktivitas toksisitas jauh lebih kecil dibandingkan

dengan larutan β karoten terhadap Artemia Salina Leach.

Penelitian mengenai Efek Analgesik Jus Umbi Wortel (Daucus carota

L.) pada Mencit Putih Betina belum pernah dilakukan.

(27)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai efek analgesik dari jus umbi wortel ( Daucus carota

L.) ini diharapkan mempunyai manfaat, seperti :

1. Manfaat teoritis

Menambah informasi yang sudah ada dibidang ilmu kefarmasian

mengenai khasiat umbi wortel.

2. Manfaat praktis

Menambah metode pengobatan tradisional, dan informasi ilmiah

mengenai jus umbi wortel terutama sebagai salah satu alternatif obat pengurang

nyeri.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi

mengenai khasiat jus umbi wortel terutama yang digunakan sebagai pengurang

rasa nyeri.

2. Tujuan Khusus

a. Membuktikan adanya efek analgesik jus umbi wortel ( Daucus carota L.)

yang diuji menggunakan mencit putih betina dengan metode rangsang kimia.

b. Mengetahui besarnya efek proteksi geliat dari tiap dosis yang digunakan dari

(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

Dari judul penelitian yaitu Efek Analgesik Jus Umbi Wortel (Daucus carota L.) yang telah dikemukakan dalam Bab I, maka dalam bab ini akan ditelaah mengenai uraian tanaman wortel, karotenoid, nyeri, analgetika, parasetamol, metode pengujian daya analgesik, kromatografi lapis tipis, landasan teori, dan hipotesis.

A. Uraian Tanaman 1. Taksonomi tanaman wortel

Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub divisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Classis : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Umbelliferales

Familia : Apiaceae (Umbelliferae) Genus : Daucus

Spesies : Daucus carota L.

(Backer and Backhuizen van den Brink, 1963; 1965) 2. Morfologi tanaman

Tumbuhan wortel terdiri atas daun dan tangkainya, batang dan akar. Secara keseluruhan sosok wortel merupakan tumbuhan terna tahunan atau setahun, yang tumbuh tegak setinggi 30-100 cm atau lebih.

7

(29)

Daun wortel bersifat majemuk menyirip ganda dua atau tiga, anak-anak daunnya

berbentuk lanset atau garis dengan bagian pinggirnya bercangap melekat pada

tangkai daun yang ukurannya agak panjang.

Batangnya sangat pendek seolah-olah tidak tampak. Sementara akar

tunggangnya dapat berubah bentuk dan fungsinya sebagai penyimpan cadangan

makanan atau disebut “umbi”. Bentuk umbi wortel sangat bervariasi, tergantung

varietas dan kultivarnya. Meskipun demikian bentuk umbi wortel pada umumnya

dibedakan atas tiga macam yaitu bulat panjang berujung runcing, bulat panjang

berujung tumpul, dan bentuk peralihan dari dua bentuk umbi tadi. Warna kulit dan

daging umbi pada umumnya kuning atau jingga. Bunga berbentuk payung

berganda, kuntum bunga terletak pada bidang lengkung yang sama, warnanya

putih atau merah jambu agak pucat. Bunga payung majemuk, ibu tangkai bunga

majemuk panjangnya 2-25 cm, terdapat bunga steril berwarna merah gelap,

tangkai bunga 0,5-1,5 cm, banyak terdapat daun-daun pembalut dengan panjang

3-5 cm, tepi daun berbagi menyirip berwarna putih dari ujung sampai pangkal,

daun-daun pembalut yang lebih kecil pada pangkal percabangan sebanyak 5-7,

utuh sampai berbagi menyirip dengan panjang 0,5-2 cm. Bunga wortel dapat

menghasilkan biji yang ukurannya kecil-kecil dan dapat digunakan sebagai alat

perbanyakan wortel secara generatif (Backer and Bakhuizen van den Brink, 1965;

Rukmana,1995).

2. Nama daerah

Sunda/Priangan : Boktel, bortol.

(30)

9

Madura : Ortel

(Rukmana, 1995)

3. Kandungan kimia

Dalam setiap 100 gram umbi segar mengandung 42,00 kal kalori; 1,20

gram protein; 0,30 gram lemak; 9,30 gram karbohidrat; 39,00 mg kalsium; 37,00

mg fosfor; 0,80 mg zat besi; 12.000,00 S.I vitamin A; 0,06 mg vitamin B1; 6,00

mg vitamin C; 88,20 g air; dan bagian yang dapat dicerna sebesar 88,00 %.

(Rukmana, 1995). Selain zat-zat tersebut diatas, terdapat pula pirolidin, dausin,

daukosterin, minyak yang penting adalah limonen, pinen, dan sineol. Di dalam

benih terdapat asam tiglat, asaron, bisabol (Perry and Metzger, 1980). Kandungan

penting yang lain yang terdapat di dalam wortel adalah β-karoten dan α-karoten

(Watson, 2001)

5. Kegunaan

Bagian utama yang dikonsumsi masyarakat dari tanaman wortel adalah

umbinya. Meskipun demikian, hampir semua bagian tanaman tersebut dapat

digunakan untuk berbagai keperluan hidup dan penghidupan manusia.

Tanaman wortel mengandung senyawa β-karoten. Kandungan β-karoten

(pro-vitamin A) pada umbi wortel dapat mencegah penyakit rabun senja (buta

ayam), menambah daya tahan tubuh, anti bakteri dalam rongga mulut (Rukmana,

1995). Selain itu digunakan juga untuk pengobatan cacing kremi, luka bakar,

pemeliharaan mata (Soedibyo,1998)

(31)

B. Karotenoid

Karotenoid yaitu tetraterpenoid C40, merupakan golongan pigmen yang

larut lipid dan tersebar luas, terdapat dalam semua jenis tumbuhan. Pada

tumbuhan karotenoid mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu sebagai pigmen pembantu

dalam fotosintesis, dan sebagai pewarna dalam bunga dan buah. Dalam bunga,

karotenoid biasanya berupa zat warna kuning, sedangkan dalam buah dapat juga

berupa zat warna jingga/ merah (tomat/ cabe). Beberapa contoh karotenoid yang

telah diketahui yaitu : Xantofil, Likopen, Lutein, β-karoten, α-karoten, -karoten

(Harborne, 1987).

Karotenoid yang penting untuk tubuh adalah β karoten karena

merupakan sumber vitamin A (setelah mengalami hidrasi dan molekulnya

terpecah menjadi 2). Karotenoid yang terkenal adalah hidrokarbon tak jenuh

turunan Likopen yaitu Xantofil. Struktur kimia likopen berupa rantai panjang yang terdiri dari 8 satuan isoprena, merangkai dari kepala sampai pada ekor sehingga

terbentuk sistem ikatan terkonjugasi lengkap yang merupakan kromofor penyebab

terjadinya warna. pembentukan 2 cincin likopena pada kedua ujungnya

menghasilkan β karoten (Harborne, 1987).

CH3

CH3 CH3

CH3 CH3

CH3 CH3 CH3

H3C

H3C

(32)

11

Beta karoten mempunyai dua peran, yaitu sebagai prekursor vitamin A

dan antioksidan. β karoten yang terdapat pada wortel, pepaya, sayur mayur yang berwarna kemerahan dan minyak kelapa sawit berpotensi sebagai antioksidan.

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memberikan perlindungan terhadap

penyakit karena dapat menetralkan radikal bebas. Mengkonsumsi β karoten, baik berupa makanan maupun suplemen, akan memberikan efek positif bagi

pencegahan tumor maupun membunuh tumor yang telah ada dalam tubuh

(Anonim, 2003).

Karotenoid bekerja sebagai antioksidan serta menangkap radikal bebas,

terutama untuk radikal peroksil (R-OO•) dan hidroksil (•OH) serta oksigen singlet

(O2•). β-karoten (C40H56) dapat melindungi tubuh dan mencegah berbagai penyakit, yakni menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah katarak,

meningkatkan sistem kekebalan, mencegah dan mengobati penyakit kulit (Silalahi

dan Tambunan, 2003).

C. Nyeri

Nyeri (pain) merupakan suatu gejala yang umum dan sering terjadi

mengikuti salah satu atau lebih penyakit. Hampir sebagian besar penyakit

memberi gejala nyeri yang dimanifestasikan dalam bentuk rasa sakit pada organ

atau jaringan pada tubuh (Anonim, 1995). Sebenarnya nyeri berfungsi

mengingatkan dan melindungi tubuh serta sering memudahkan dalam diagnosis

suatu penyakit, namun pasien sering merasakannya sebagai suatu hal yang tidak

mengenakkan bahkan menyiksa, sehingga pasien berusaha untuk

(33)

membebaskannya (Mutschler, 1986)

Nyeri menurut tempat terjadinya dibagi atas nyeri somatik dan nyeri

dalaman (viseral). Nyeri somatik dibagi lagi menjadi dua kualitas yaitu nyeri

permukaan dan nyeri dalam. Nyeri permukaan rangsangnya bertempat dalam kulit

sedang nyeri yang berasal dari otot persendian, tulang, dan jaringan ikat disebut

nyeri dalam.

Nyeri kedua Kulit

Otot, jaringan ikat, tulang dan sendi

Contoh nyeri permukaan : tusukan jarum.

Contoh nyeri dalaman : kejang otot, sakit kepala.

Contoh nyeri visceral : kolik empedu, nyeri lambung, appendix.

Gambar 2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi (Mutschler, 1986)

Nyeri permukaan mempunyai karakter ringan dapat dilokalisasi dengan

baik dan hilang dengan cepat setelah berakhirnya rangsang. Nyeri yang disebut

nyeri pertama ini menyebabkan suatu reaksi menghindar secara refleks dengan

(34)

13

sering diikuti oleh nyeri kedua yang bersifat menekan dan membakar yang sukar

untuk dilokalisasi dan kebanyakan menyebar ke sekitarnya. Nyeri kedua atau

nyeri dalam sering kali diikuti oleh reaksi afektif dan vegetatif seperti tidak

bergairah, mual berkeringat, dan penurunan tekanan darah.

Sifat menekan dan reaksi vegetatif yang menyertai nyeri dalaman atau

nyeri perut mirip dengan nyeri dalam. Nyeri terjadi antar lain pada tegangan organ

perut, aliran darah kurang, dan penyakit disertai radang (Mutschler,1986).

Mediator nyeri adalah senyawa dalam tubuh yang dibebaskan dari sel-sel

tubuh yang rusak yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri. Mediator nyeri

yang penting antara lain histamin, serotonin (5-HT), plasmakinin (bradikinin)

prostaglandin, ion kalium, asam, dan enzim proteolitik (Tjay and Rahardja, 2002;

Guyton, 1996). Mediator nyeri yang potensinya kecil adalah ion hidrogen dan ion

kalium. Pada kenaikan konsentrasi ion H+ serta penurunan pH di bawah 6 akan

menyebabkan terjadinya nyeri. Hal demikian juga terjadi bila ion kalium keluar

dengan konsentrasi >20 mmol/l dari ruang intrasel setelah terjadi kerusakan

jaringan. Bradikinin dan prostaglandin dapat menyebabkan stimulasi ujung serat

syaraf nyeri tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada serat syaraf,

sedangkan enzim proteolitik menimbulkan nyeri karena ia dapat langsung

menyebabkan kerusakan ujung syaraf nyeri (Mutschler, 1986; Guyton, 1996)

(35)

Noksius

Kerusakan Jaringan

Pembebasan : Pembentukan :

H+(pH < 6) Kinin (Bradikinin)

K+ (> 20 mmol / L) Prostaglandin

Asetilkolin Serotonin

Histamin Sensibilitas reseptor

Nyeri Pertama Nyeri Lama

Gambar 3. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri setelah kerusakan jaringan. (Mutschler, 1986)

Mediator nyeri ini terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali

di susunan saraf pusat (SSP). Mediator–mediator nyeri yang juga disebut

autocoida ini terdiri dari antara lain histamin, prostaglandin, serotonin, bradikinin, dan leukotrien. Mediator nyeri ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi

peradangan, kejang–kejang dan demam (Tjay dan Rahardja, 2002).

Pelepasan mediator–mediator nyeri ini dapat disebabkan oleh rangsangan

yang berbeda–beda, dapat berupa rangangan mekanis, fisis (kalor dan listrik) atau

kimiawi. Setelah mediator–mediator nyeri ini dilepaskan, maka akan diterima

(36)

15

Gambar 4. Diagram perombakan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2002)

Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi,

fisik, atau mekanis maka enzim fosfolipase A2 diaktifkan untuk mengubah

fosfolipida yang terdapat disitu menjadi asam arakhidonat. Asam arakhidonat

dimetabolisme melalui dua alur utama yaitu alur siklooksigenase (COX) dan alur

lipoksigenase. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat

dapat dilihat pada gambar 3. Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini

(37)

terdiri dari dua isoenzim, yakni siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2

(COX-2). Enzim siklooksigenase-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di

pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). Enzim

siklooksigenase-1 bersifat konstitutif (bersifat pokok, selalu ada) dan cenderung

menjadi homeostasis dalam fungsinya. Enzim siklooksigenase-2 dalam keadaan

normal tidak terdapat di jaringan tapi dibentuk selama proses peradangan (Tjay

dan Rahardja, 2002).

Asam arakhidonat yang dikatalisis oleh siklooksigenase diubah menjadi

endoperoksida dan seterusnya menjadi zat prostaglandin. Peroksida melepaskan

radikal bebas oksigen yang juga memegang peranan timbulnya nyeri.

Prostaglandin yang dibentuk ada tiga kelompok yaitu prostaglandin (PG),

prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2, TXB2). Prostaglandin (PG) dapat

dibentuk oleh semua jaringan. Yang terpenting adalah PGE2 dan PGF2 yang

berdaya vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan

membran sinovial sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostasiklin terutama

dibentuk di dinding pembuluh dan berdaya vasodilatasi. Tromboksan khusus di

bentuk dalam trombosit berdaya vasokonstriksi (antara lain di jantung) (Tjay dan

Rahardja, 2002).

Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi

zat leukotrien (LT). LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4 dibentuk sebagai hasil dari

metabolisme ini. LTC4, LTD4, dan LTE4 terutama dibentuk di eosinofil (Tjay dan

(38)

17

ini LTB4 khusus disintesis di makrofag dan neutrofil alveolar dan bekerja

kemotaksis yaitu menstimulasi migrasi leukosit (Tjay dan Rahardja, 2002).

Reseptor nyeri (nosiseptor) merupakan ujung syaraf bebas yang

berfungsi menerima rangsang nyeri. Reseptor nyeri tersebar luas dalam lapisan

interstitial kulit dan juga dalam jaringan dalam tertentu, seperti dinding arteri dan

permukaan sendi. Reseptor nyeri dibagi menjadi tiga yaitu mekanoreseptor,

termoreseptor, dan kemoreseptor. (Mutschler, 1986)

D. Analgetika

Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis teraupetik meringankan

atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum (Mutschler, 1986)

efek analgesik dapat tercapai dengan berbagai cara, seperti menekan kepekaan

reseptor terhadap rangsang nyeri, mekanik, kimiawi, termik atau listrik di pusat

(Anonim, 1991).

Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberikan

penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi

dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek samping dan terapinya

berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (Anonim, 1995).

Analgesik dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu analgesik opioid

(narkotik) dan analgesik non narkotik.

1. Analgesik Opioid (narkotik)

Analgesik narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat

seperti opium dan morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek

(39)

farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk

meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.

Tetapi semua analgesik opioid menimbulkan adiksi, maka usaha untuk

mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan

mendapatkan suatu analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi

(Anonim, 1995)

Yang termasuk golongan obat opioid antara lain :

a. obat yang berasal dari opium-morfin.

b. senyawa semi sintetik morfin; dan

c. senyawa sintetik yang berefek seperti morfin

Obat yang mengantagonis efek opioid disebut antagonis opioid. Reseptor

tempat terikatnya opioid ke sel otak disebut reseptor opioid (Anonim, 1995).

2. Analgesik non narkotik

Analgesik non narkotik mempunyai aktivitas antipiretik, disamping

meringankan nyeri. Obat-obatan golongan ini terbukti mempengaruhi

metabolisme atau kerja sejumlah mediator biokimia dan sel pada proses

peradangan. Mekanisme kerjanya yakni menghambat atau menghalangi

biosintesis prostaglandin dan metabolisme yang bersangkutan yang merupakan

penyebab nyeri, demam dan radang. Analgesik non narkotik mempunyai

mekanisme perifer maupun sentral dalam meredakan nyeri (Hite, 1995).

Analgesik golongan ini diabsorbsi dengan baik dan cepat. Kebanyakan

analgesik golongan ini berdaya antipiretik dan/ antiradang. Oleh karena itu obat

(40)

19

demam dan peradangan. Obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai

sedang, seperti sakit kepala, sakit gigi, otot, perut, haid, dll. (Tjay dan Rahardja,

2002)

Menurut Tjay dan Rahardja (2002), rasa nyeri dapat dilawan dengan

beberapa cara yakni :

1. merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer dengan

analgetika perifer

2. merintangi penyaluran rangsangan di saraf–saraf sensoris, misalnya dengan

anastetika lokal.

3. blokade pusat di SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan

anastetika umum.

Untuk memperoleh efek analgesik yang optimal dari suatu obat,

diperlukan beberapa kriteria atau sifat–sifat farmakokinetika sebagai berikut :

1. diabsorbsi dengan cepat dan sempurna, dengan ketersediaan hayati absolut

(100 %).

2. terdistribusi secara cepat dan baik ke jaringan target dengan konsentrasi yang

tidak terlalu tinggi di organ–organ untuk mengurangi efek samping.

3. eliminasinya cepat, baik melalui hepar maupun ginjal untuk mencegah

terjadinya penimbunan obat, khususnya pada penderita ginjal dan hepar

(Soelistiono, 2002 cit Wiandini, 2005).

(41)

Psikofarmaka Otak Anestetika

Analgetika yang bekerja sentral

Sumsum tulang belakang

Saraf Anestetika konduksi

Reseptor Nyeri Anestetika permukaan

Analgetika yang bekerja perifer

Gambar 5. Bagan kemungkinan pengaruh macam–macam obat terhadap nyeri (Mutschler, 1986)

E. Parasetamol

Parasetamol diindikasikan sebagai penghilang nyeri ringan sampai

sedang. Kemanjurannya mirip dengan asetosal, tetapi tidak memiliki aktivitas

antiinflamasi yang berarti, parasetamol kurang mengiritasi lambung, oleh karena

itu sekarang secara umum lebih disukai daripada asetosal. Overdosis pada

parasetamol khususnya berbahaya karena dapat mengakibatkan kerusakan hati

yang kadang-kadang tidak tampak dalam 4-6 hari pertama (Anonim, 2000).

Sebagai analgesik sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena

kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik (Wilmana, 1995). Gambaran

umum dari nefropati analgetik meliputi gagal ginjal kronis, hipertensi, anemia.

Kebanyakan penderita mengalami nefropati karena memakai kombinasi fenasetin,

aspirin, asetaminofen dalam waktu lama dan jumlah yang berlebihan (Robbins

(42)

21

NHCOCH3 HO

Gambar 6. Struktur kimia parasetamol (Anonim, 1995)

F. Metode Pengujian Daya Analgesik

Secara umum pengujian daya analgesik dilakukan secara invitro dan

invivo. Uji invivo lebih banyak dilakukan untuk menguji aktivitas analgesik sentral, yaitu dengan menguji kemampuan suatu zat uji dalam menduduki/

berikatan dengan reseptor (Vogel, 2002)

Uji invitro yang digunakan untuk menguji aktivitas analgesik sentral

antara lain : survei, ikatan 3H-Naloxone dengan jaringan, 3H-Dihydromorphine

yang terikat reseptor μ opiat otak tikus, 3H-Bremazocine yang terikat reseptor κ opiat pada otak kecil babi Guinea, penghambatan enkephalinase, reseptor yang terikat nociceptin, vasoactive intestinal polypeptid (VIP), reseptor yang terikat

cannabinoid, reseptor yang terikat vanilloid. (Vogel, 2002). Senyawa-senyawa

tersebut mengandung suatu molekul Hidrogen yang bersifat radioaktif 3H

(tritium). Dengan adanya senyawa tersebut akan mempermudah dalam

monitoring.

Pengujian daya analgesik oleh Turner (1965), dikelompokkan

berdasarkan golongan analgesik narkotik dan non narkotik.

1. Golongan analgetika narkotik a. Metode Jepit Ekor

Sekelompok tikus diinjeksi dengan senyawa uji dengan dosis tertentu

(43)

secara subkutan atau intra vena. Setelah beberapa menit penjepit langsung

dipasang pada pangkal ekor yang telah dilapisi karet tipis selama 30 menit. Tikus

yang diberi analgetik tidak akan berusaha untuk melepaskan jepitan, sedangkan

yang tidak diberi analgetik akan berusaha untuk melepaskan jepitan. Sehingga

respon yang dicatat adalah ada atau tidaknya usaha untuk melepaskan diri dari

jepitan tersebut.

b. Metode rangsang panas

Pada metode ini alat yang digunakan adalah lempeng panas (hot plate) yang terdapat silindernya untuk mengendalikan panas. Lempeng panas diatur

suhunya antara 50-55ºC, dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran

aseton dan etil formiat dengan perbandingan 1 : 1. Hewan uji yang telah diberi

larutan uji secara subkutan atau peroral diletakkan pada hot plate, kemudian diamati reaksinya ketika hewan uji mulai menjilat kaki belakang dan kemudian

melompat.

c. Metode pengukuran tekanan

Alat yang digunakan pada metode ini menggunakan dua buah syringe

yang dihubungkan pada kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel, serta terdapat

pipa plastik yang diisi dengan cairan. Sisi dari pipa dihubungkan dengan

manometer. Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi vertikal dengan

(44)

23

menimbulkan respon dan akan terbaca pada manometer. Respon tikus yang

pertama adalah meronta-ronta kemudian akan mengeluarkan suara (mencicit)

sebagai tanda kesakitan.

d. Metode antagonis nalorfin.

Uji analgetik dengan menggunakan metode ini untuk mengetahui aksi

dari obat-obat seperti morfin, karena mempunyai kemampuan untuk meniadakan

aksi dari morfin. Hewan uji yang bisa digunakan pada metode ini adalah tikus,

mencit dan anjing. Hewan tersebut diberi obat dengan dosis toksik kemudian

segera diberi nalorfin (0,5-10,0 mg/kg BB) secara intravena. Teori menyebutkan

bahwa nalorfin dapat menggantikan ikatan morfin dengan reseptornya, sehingga

ikatan antara morfin dengan reseptornya terlepas.

e. Metode potensiasi petidin

Metode ini kurang baik karena hewan uji yang cukup banyak, tiap

kelompok terdiri dari tikus sebanyak 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi

3 bagian yang diberi petidin dengan dosis 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok

yang lainnya diberi senyawa uji dengan dosis 20% dari LD50. Persen daya

analgesik dihitung dengan metode rangsang panas.

f. Metode kejang oksitosin

Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituari

posterior, yang dapat menyebabkan konstraksi uterus sehingga menimbulkan

kejang pada tikus. Responnya berupa kontraksi abdominal, sehingga menarik

pinggang dan kaki ke belakang. Penurunan jumlah kejang diamati dan ED50 dapat

diperkirakan. Selain morfin senyawa analgetik yang dapat diuji dengan

(45)

menggunakan metode ini adalah heroina, metadon, kodein, dan meperidina.

g. Metode pencelupan pada air panas

Tikus disuntik secara intra peritonial dengan senyawa uji, kemudian ekor

tikus dicelupkan pada air panas (suhu 58º C). Respon tikus terlihat dari hentakan

ekornya menghindari panas.

2. Golongan analgetika non narkotika a. Metode rangsang kimia

Metode ini menggunakan zat kimia yang diinjeksikan pada hewan uji

secara intraperitoneal, sehingga akan menimbulkan nyeri. Beberapa zat kimia

yang biasanya digunakan antara lain asam asetat dan fenil kuinon. Metode ini

sederhana, reproducible (dapat diulang-ulang hasilnya), dan cukup peka untuk menguji senyawa analgetik dengan daya analgetik lemah, namun mempunyai

kekurangan yaitu masalah kespesifikasinya. Oleh karena itu metode ini sering

digunakan untuk penapisan (screening). Daya analgetik dapat dievaluasi

menggunakan persen penghambatan terhadap geliat menggunakan persamaan

menurut Handershot dan Forsaith.

% proteksi rangsang nyeri = 100 100 %

P : jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi perlakuan. K: jumlah kumulatif geliat mencit kelompok kontrol.

Hewan uji yang digunakan pada metode ini dapat bermacam-macam,

antara lain : anjing, marmot, tikus, merpati, dan mencit.. Untuk mencit, yang

sering digunakan adalah mencit betina, dikarenakan kepekaan terhadap rangsang

(46)

25

lompatan dan konstraksi perut dengan disertai tarikan kaki belakang (rentangan)

yang disebut geliat (Soerjandari, 1991 cit Putra, 2003). b. Metode pedodolometri

Hewan uji diletakkan pada kandang yang bagian atasnya terbuat dari

kepingan metal sehingga bisa dialiri arus listrik. Respon yang timbul yaitu ketika

hewan uji mengeluarkan teriakan dengan pengukuran dilakukan tiap 10 menit

selama 1 jam.

c. Metode rektodolometri

Tikus diletakkan di sebuah kandang yang dibuat dengan alas tembaga

yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi berupa sebuah gulungan. Ujung

lain dari gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektrode tembaga.

Sebuah voltmeter yang sensitif untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan

konduktor pada gulungan di bagian atas. Pada penggunaan tegangan 1 sampai 2

volt akan menimbulkan teriakan pada tikus.

G. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah merupakan metode pemisahan

fisikokimia. KLT dapat digunakan untuk dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya

sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.

Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan penyangga yang akan dipakai

dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.

Kromatografi Lapis Tipis pada kaca objek dapat memisahkan campuran

yang mengandung sampai empat komponen dalam waktu 5 menit memakai alat

(47)

gelas laboratorium yang normal. (Gritter; Bobbitt; dan Schwarting, 1991).

Pada hakikatnya KLT melibatkan dua peubah : sifat fase diam atau sifat

lapisan, dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat

berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi

cair padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair. Hampir

segala macam serbuk dapat dan telah dipakai sebagai penyerap pada KLT, tetapi

yang paling umum dipakai adalah: silika gel (asam silikat), alumina (aluminium

oksida), kiselgur (tanah diatome), dan selulose. Fase gerak dapat berupa hampir

segala macam pelarut atau campuran pelarut (Gritter, dkk, 1991).

Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut

pengembang merambat naik dalam lapisan. Pengembangan sederhana yaitu

perambatan satu kali sepanjang 10 cm keatas, sedangkan pengembangan ganda

dilakukan untuk memperbaiki efek pemisahan yaitu dua kali merambat 10 cm ke

atas secara berurutan. Deteksi yang sering sederhana jika senyawa menunjukkan

penyerapan di daerah ultraviolet gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254)

atau jika senyawa tersebut dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi ultra violet

gelombang pendek. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya

dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. (Stahl, 1985)

H. Landasan Teori

Wortel adalah tanaman yang banyak digunakan masyarakat untuk

mencegah penyakit rabun senja (buta ayam), menambah daya tahan tubuh, anti

(48)

27

kremi, luka bakar, pemeliharaan mata.

Dalam setiap 100 gram umbi segar mengandung 42,00 kal kalori; 1,20

gram protein; 0,30 gram lemak; 9,30 gram karbohidrat; 39,00 mg kalsium; 37,00

mg fosfor; 0,80 mg zat besi; 12.000,00 S.I vitamin A; 0,06 mg vitamin B1; 6,00

mg vitamin C; 88,20 gram air; dan bagian yang dapat dicerna sebesar 88,00 %.

Selain zat-zat tersebut diatas, terdapat pula pirolidin, dausin, daukosterin, minyak

yang penting adalah limonen, pinen, dan sineol. Di dalam benih terdapat asam

tiglat, asaron, bisabol. Kandungan penting yang lain yang terdapat di dalam wortel

adalah β karoten dan α-karoten.

Beta karoten mempunyai dua peran, yaitu sebagai prekursor vitamin A

dan antioksidan. Beta karoten yang terdapat pada wortel, pepaya, sayur mayur yang berwarna kemerahan dan minyak kelapa sawit berpotensi sebagai

antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memberikan

perlindungan terhadap penyakit karena dapat menetralkan radikal bebas.

Mengkonsumsi beta karoten, baik berupa makanan maupun suplemen, akan

memberikan efek positif bagi pencegahan tumor maupun membunuh tumor yang

telah ada dalam tubuh (Anonim, 2003).

Sari wortel terbukti efektif menghambat kehepatoksikan parasetamol.

Dalam penelitian selanjutnya (Rasmandani, 2004) ternyata perasan umbi wortel

juga terbukti sebagai anti inflamasi, dan senyawa yang bertanggungjawab adalah

β karoten. Efek anti inflamasi β karoten berhubungan dengan aktivitasnya sebagai

antioksidan. Beta karoten mampu menangkap oksigen reaktif dan radikal peroksil

(Paiva dan Russel, 1999) lalu menetralkannya, menghambat oksidasi asam

(49)

arakhidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim

lipoksigenase (Lieber dan Leo, 1999), sehingga berakibat biosintesis

prostaglandin sebagai mediator dalam proses peradangan juga akan terganggu dan

peradangan dapat dihambat. Konversi arakhidonat menjadi endoperoksida akan

melepaskan radikal bebas oksigen, yaitu suatu molekul yang kekurangan elektron

sehingga bersifat sangat reaktif. Pelepasan radikal bebas oksigen sebenarnya

berguna bagi tubuh, karena dapat membantu dalam pencegahan kuman serta

eliminasi zat-zat asing. Akan tetapi jika pelepasan radikal bebasnya terlalu banyak

dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Atas dasar β karoten yang dapat mencegah sintesis prostaglandin,

menetralkan radikal-radikal bebas dan penghambatan enzim siklooksigenase

maka dipastikan rangsang nyeri dapat dihambat dan akan mengurangi rasa nyeri.

I. Hipotesis

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang efek analgesik jus umbi wortel (Daucus carota L.) pada mencit betina ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas : dosis jus umbi wortel (Daucus carota L.).

Dosis jus umbi wortel adalah jumlah gram umbi wortel tiap kilogram berat badan hewan uji.

b. Variabel tergantung : jumlah geliat mencit dalam 1 jam

Daya analgesik jus umbi wortel adalah kemampuan jus tersebut mengurangi rasa nyeri dengan ditandai adanya penurunan jumlah geliat pada hewan uji.

2. Variabel terkendali

a. mencit putih galur Swiss b. berat badan 20-30 gram c. jenis kelamin betina d. umur 2-3 bulan

29

(51)

3. Variabel tak terkendali

Keadaan patologis dan ketahanan tubuh hewan uji (mencit putih betina).

C. Alat dan Bahan 1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. alat pembuat jus (blender)

b. stopwatch

c. spuit injeksi ukuran 1 ml dan spuit per oral 1 ml

d. seperangkat alat gelas yang berupa : labu ukur, beker glass, pengaduk, erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes.

e. neraca analitik f. morter dan stamper g. lempeng KLT h. bejana

i. kamera 2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. mencit betina galur Swiss, usia 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram.

b. umbi wortel yang diperoleh dari perkebunan sayur dan buah Kopeng, Jawa Tengah.

(52)

31

e. natrium karboksimetil f. βkaroten

g. sikloheksan

h. silika gel GF 254 , sebagai fase diam

D. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan dan determinasi tanaman

Tanaman wortel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sentra buah dan sayuran Kopeng, Jawa Tengah. Setelah mendokumentasikan tanaman, kemudian dideterminasi di laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sehingga, bisa dipastikan bahwa tanaman yang digunakan untuk percobaan adalah benar-benar tanaman wortel.

2. Pembuatan jus umbi wortel

Umbi wortel dipilih yang tidak mengalami kerusakan, lalu dikupas kemudian diblender dengan penambahan aquades, sehingga didapatkan jus umbi wortel yang masih mengandung ampas yang terdispersi didalamnya. Selanjutnya agar dapat diinjeksikan peroral, maka konsentrasi jus umbi wortel yang digunakan adalah 25% (konsentrasi yang dapat ditarik masuk spuit peroral).

3. Uji kualitatif

Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa beta-karoten (C40H56) dalam umbi wortel, menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF254, sedangkan fase geraknya campuran sikloheksan : dietil eter (80 : 20 V/V). pembanding yang digunakan adalah larutan

(53)

β karoten dalam kloroform.

4. Penentuan dosis jus umbi wortel

Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,5; 1; 2; 4; 8 g/kgBB. Penentuan besarnya dosis ini dapat dilihat pada lampiran.

5. Pemilihan dosis asam asetat

Penentuan dilakukan pada konsentrasi 1%, dimana larutan ini dibuat dengan cara pengenceran asam asetat glasial. kemudian larutan ini diuji pada 3 peringkat dosis, yaitu : 25 mg/kgBB; 50 mg/kgBB; dan 75 mg/kgBB. dicari dosis yang menyebabkan jumlah geliat yang tidak terlalu banyak dan sedikit, sehingga memudahkan pengamatan.

6. Penetapan kriteria geliat

Penentuan besarnya daya analgesik dengan metode rangsang kimia tergantung dengan pengamatan dan jumlah geliat yang terjadi, sehingga disini perlu ditetapkan kriteria geliat yang sering terjadi. Geliat yang diamati yaitu geliat dengan kriteria menarik satu atau kedua kaki kebelakang.

11.Penentuan waktu pemberian rangsang

Penentuan ini dilakukan dengan harapan pada selang waktu pemberian bahan uji dengan asam asetat, telah terjadi absorbsi sehingga dapat segera menimbulkan efek.

8. Pembuatan larutan CMC Na 1%

(54)

33

9. Pembuatan suspensi parasetamol 1%

Suspensi parasetamol 1% dibuat dengan cara menimbang 100 mg parasetamol kemudian digerus dan ditambahkan CMC Na 1% sedikit demi sedikit hingga volumenya 10 ml.

10. Penentuan dosis parasetamol

Dosis parasetamol yang biasa digunakan manusia sebesar 500 mg/50kg BB. Dikonversikan pada mencit diperoleh dosis 91 mg/kg BB, sedangkan kedua dosis lainnya diperoleh dengan menaikkan dosis 91 mg/kg BB sebesar satu seperempat dan satu setengahnya. Hasil orientasi ini digunakan sebagai kontrol positif.

11. Pemilihan kontrol negatif

Kontrol negatif digunakan sebagai pembanding terhadap zat yang akan diuji, karena tidak mempunyai efek analgesik. Disini kontrol negatif yang diuji adalah aquades dan CMC Na 1%. Adapun dosis yang digunakan masing-masing sebesar 20 ml/kg BB dan 200 mg/kg BB, sehingga diperoleh volume pemberian secara peroral sekitar 0,5 ml.

12. Perlakuan pada hewan uji

Sebelum diperlakukan mencit dipuasakan selama 18 jam dengan tetap melakukan pemberian minum. Mencit sebanyak 42 ekor dalam keadaan sehat dibagi menjadi 7 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 6 ekor dengan pembagian secara acak. Kelompok I merupakan kelompok kontrol negatif dengan pemberian aquades, sedangkan kelompok II sebagai kontrol positif diberi suspensi parasetamol dengan dosis hasil orientasi dalam CMC Na 1%. Kelompok III – VII

(55)

merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian jus umbi wortel secara oral. Sepuluh menit kemudian diberi rangsang kimia berupa asam asetat 1% dengan dosis hasil orientasi diberikan secara intra peritoneal kemudian respon geliat diamati dengan selang waktu 5 menit selama 1 jam.

13. Perhitungan persen proteksi geliat

Besarnya penghambatan jumlah geliat dihitung dengan menggunakan persamaan Handershot dan Forsaith, yaitu :

% proteksi rangsang nyeri = 100 100 %

P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian jus buah tomat. K = Jumlah rata–rata kumulatif geliat hewan uji kontrol negatif.

Data prosentase proteksi geliat tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisa variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95%.

Perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif dihitung menggunakan rumus :

Perubahan % proteksi rangsang nyeri = ( − )×100%

Kp P Kp

Keterangan :

P = % proteksi rangsang nyeri pada tiap kelompok perlakuan

Kp = rata–rata % proteksi rangsang nyeri pada kontrol positif (Utami, 2000 cit

Putra, 2003). 14. Analisis data

(56)

35

Kolmogorof-Smirnov untuk melihat distribusi data. Apabila diketahui data berdistribusi normal maka analisis dilanjutkan dengan anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak, dilakukan dengan uji Scheffe.

(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman serta bagian tanaman yang akan digunakan memang benar dan sesuai dengan buku acuan determinasi, sehingga tidak ada terjadi kesalahan bahan yang akan dipakai. Determinasi dilakukan terhadap tanaman wortel hingga status spesies di laboratorium Kebun Tanaman Obat, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Dengan buku acuan yaitu buku kunci determinasi yang disusun oleh Van Steenis. Hasil determinasi umbi wortel sampai spesies adalah :

1b – 2b – 3b – 4b – 12b – 13b – 14b – 17b – 18b – 19b – 20b – 21b – 22b – 23b – 24b – 25b – 26b – 27a – 28b – 29b – 30b – 31a – 32a – 33a – 34a – 35a – 36d – 37b – 38b – 39b – 41b – 42b – 44b – 45b – 46e – 50b – 51b – 53b – 54b – 56b – 57b – 58b – 59b – 72b – 73b – 74a – 75b – 76b – 77a – 78a – 103c – 104b – 106b – 107a – 108b – 109a – 115a – 116b – 117b – 118b – (………. 148. Apiaceae) 1a – 2b – 13b – 15a – 15b – (……….. 20. Daucus)

1(………(Daucus carota, L.)

Dari hasil kunci determinasi diatas dapat diketahui tanaman wortel merupakan spesies tanaman Daucus carota, L.. Foto tanaman terlampir.

(58)

37

B. Identifikasi dan Uji Kualitatif Bahan 1. Identifikasi makroskopis

Umbi wortel berwarna jingga dan berbentuk bulat memanjang yang

berujung runcing seperti kerucut. Panjang antara 10-15 cm, mempunyai diameter

yang beragam dari ujung ke pangkal, berasa agak manis dan mengeluarkan bau

yang khas.

2. Uji kualitatif bahan

Uji ini bertujuan mengetahui adanya beta karoten yang diduga

mempunyai efek analgesik. Metode yang digunakan adalah Kromatografi Lapis

Tipis (KLT), dasar dari metode ini adalah terelusinya zat uji di dalam fase gerak

sehingga akan terbentuk bercak yang akan dibandingkan dengan kontrol atau

pembanding. Alasan menggunakan metode ini karena alatnya sederhana, elusi

bercak yang relatif cepat sehingga segera dapat diketahui hasilnya, dan tidak

membutuhkan zat yang banyak.

Fase diam yang digunakan adalah silika Gel GF 254, sedangkan fase

geraknya adalah sikloheksan : dietil eter (80 : 20 v/v) (Dewi, 2000). Beta karoten

akan terelusi / bergerak naik bersama fase geraknya karena sifat kepolarannya

yang relatif sama. pembanding yang digunakan adalah larutan beta karoten dalam

kloroform.

Sampel dan larutan pembanding ditotolkan pada plat dengan

menggunakan pipa kapiler, kemudian ditunggu beberapa saat agar mengering.

Setelah kering kemudian dielusi dalam bejana berisi fase gerak yang telah jenuh.

setelah fase gerak sampai pada batas elusi dengan panjang 10 cm, kemudian

(59)

bercak diamati dengan sinar tampak dan sinar UV pada panjang 254. Hasil

pengamatan dapat dilihat dari Tabel berikut.

Tabel I . Data hasil uji kualitatf KLT

Pengamatan Sampel Pembanding

Sinar tampak kuning kuning

Sinar UV 254 nm Kuning kegelapan Kuning kegelapan

Rf 0.82 0.82

C. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan perlu dilakukan sebagai orientasi untuk mempersiapkan

segala sesuatu yang nantinya diperlukan dalam pengambilan data sebenarnya. Uji

ini meliputi : penentuan kriteria geliat, pemilihan dosis asam asetat, penentuan

selang waktu pemberian asam asetat, pemilihan dosis parasetamol yang digunakan

sebagai kontrol positif dan penetapan kontrol negatif.

1. Penentuan kriteria geliat mencit

Kriteria geliat yang digunakan dalam penelitian adalah dengan gerakan 1

atau 2 kaki mencit memanjang lurus kebelakang dengan disertai perut mencit

yang menempel ke alas. Respon geliat ini timbul setelah mencit diberi perlakuan

dengan asam asetat 1% secara intraperitonial, yang nantinya akan menimbulkan

rasa sakit berupa nyeri terhadap mencit. Respon yang diberikan setiap mencit

tidak akan sama, dikarenakan ketahanan tubuh dari masing-masing mencit

tersebut. Kemudian dilakukan pengamatan dan penghitungan geliat setiap 5 menit

(60)

39

2. Pemilihan dosis asam asetat

Pemilihan dosis asam asetat bertujuan untuk mendapatkan dosis asam

asetat yang memberikan respon geliat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak

ataupun sedikit, agar memudahkan pengamatan. Asam asetat merupakan suatu

iritan yang merusak jaringan secara lokal yang menyebabkan nyeri pada rongga

perut. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh kenaikan ion H+ akibat dari penurunan

nilai pH dibawah 6 yang akan menyebabkan luka pada membran sel. Keadaan

nyeri yang diakibatkan kerusakan jaringan ini ditanggapi mencit dengan cara

menggeliat untuk menyesuaikan keadaan.

Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penelitian

sebelumnya yaitu 1% (Putra, 2003), karena pada konsentrasi ini sudah dapat

menghasilkan geliat yang tidak terlalu banyak. Dosis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 25; 50; dan 75 mg/kgBB. Hasil orientasi berupa geliat pada

ketiga peringkat dosis dapat dilihat dari tabel I.

Tabel II. Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat

Kelompok perlakuan

(mg/kgBB)

Rata-rata jumlah geliat ( X ± SE )

25 42,00 ± 1.53

50 53,67 ± 1.45

75 78,00 ± 4.62

Keterangan :

X = Mean (Rata-rata)

SE = Standard Error (SD/√n)

(61)

42

Penetapan Dosis Asam Asetat

Gambar 7. Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat.

Keterangan :

1 = kelompok perlakuan asam asetat dengan dosis 25 mg/kgBB

2 = kelompok perlakuan asam asetat dengan dosis 50 mg/kgBB

3 = kelompok perlakuan asam asetat dengan dosis 75 mg/kgBB

Tabel III. Hasil analisis variansi satu arah penetapan konsentrasi asam asetat

Sumber

kuadrat Fhit Probabilitas

Antar

kelompok 2024.222 2 1012,111 39.263 0.000

Dalam

kelompok 154.667 6 25,778

Dari hasil analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya

0,000 (≤ 0,05), hal ini menunjukkan bahwa ketiga kelompok terdapat perbedaan.

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar kelompok berbeda secara

bermakna atau tidak, dilanjutkan dengan uji Scheffe. Data dan analisisnya dapat

(62)

41

Tabel IV. Hasil uji Scheffe

Kelompok Dosis 25 mg/kgBB 50 mg/kgBB 75 mg/kgBB

25 mg/kgBB - TB B

50 mg/kgBB TB - B

75 mg/kgBB B B -

Keterangan :

TB = Berbeda tidak bermakna (P > 0,05)

B = Berbeda bermakna (P ≤ 0,05)

Dari hasil diatas diketahui bahwa pemberian asam asetat pada dosis 75

mg/kgBB berbeda bermakna dengan dosis 25 mg/kgBB dan dengan dosis 50

mg/kgBB. Sedangkan pada dosis 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB berbeda tidak

bermakna yang berarti bahwa dengan adanya peningkatan dosis tersebut, tidak

menimbulkan peningkatan jumlah yang signifikan. Pada dosis 75 mg/kgBB

menunjukkan jumlah geliat yang cukup banyak jika dibandingkan dengan dosis

25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB yang jumlahnya sedikit, maka dipilih dosis 75

mg/kgBB agar memudahkan pengamatan.

3. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat

Penentuan selang waktu pemberian asam asetat ini perlu diorientasi

terlebih dahulu bertujuan untuk menentukan saat pemberian asam asetat setelah

pemberian jus umbi wortel (bahan yang akan diteliti) secara peroral. Sehingga

pada selang waktu tersebut, jus umbi wortel sudah diabsorpsi dan dapat

memberikan efek.

(63)

Bahan yang digunakan adalah umbi wortel, dengan dosis tertinggi yaitu

8 g/kgBB. Penentuan dosis tertinggi dapat dilihat pada lampiran. Rata-rata jumlah

geliat pada berbagai selang waktu dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu pemberian asam asetat

Kelompok Jumlah geliat

( X ± SE)

Penetapan Selang Waktu Pemberian

38.33

Gambar 8. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi selang waktu pemberian asam

asetat.

Keterangan :

5 = selang waku pemberian 5 menit

10 = selang waktu pemberian 10 menit

Gambar

Tabel XVI.  Perubahan persen penghambatan nyeri.................................... 54
Gambar 14.  Grafik profil kelompok perlakuan jus umbi wortel dan
Gambar 1. Struktur β karoten (Anonim, 1976)
Gambar 2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi (Mutschler, 1986)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai optimasi formula gel UV protection endapan perasan umbi wortel (Daucus carota, L.): tinjauan terhadap humektan propilen glikol dan sorbitol dilakukan

Pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari memiliki efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema.. Terdapat perubahan histopatologi area uji dengan

Apakah ekstrak etanol umbi wortel (Daucus carota L.) mempunyai aktivitas antibakteri serta berapakah konsentrasi terkecil yang dibutuhkan untuk membunuh Propionibacterium acnes

ABSTRAK : Telah dilakukan pengujian pengaruh sari wortel (Daucus carota L.) terhadap tukak lambung pada tikus putih jantan yang diinduksi dengan etanol absolut 1 ml/200 gram

Pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari memiliki efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema.. Terdapat perubahan histopatologi area uji dengan

Penelitian mengenai optimasi formula gel UV protection endapan perasan umbi wortel ( Daucus carota , L.): tinjauan terhadap humektan propilen glikol dan sorbitol dilakukan

Sehubungan dengan fenomena diatas dilakukan penelitian tentang sejauh mana pengaruh pemberian jus wortel terhadap kadar glukosa dalam darah mencit putih betina

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada harga AUC 0-24, AUC 6-12dan harga AUC 12-24 waktu pengamatan terhadap urin menunjukkan ekstrak etil asetat daun wortel (Daucus carota