KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayahNya, serta Para Nabi dan Rasul Allah terutama Nabi Muhammad SAW yang kami jadikan panutan sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Tugas Akhir ini adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap Mahasiswa Jurusan Teknik Industri di Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur untuk memperoleh gelar sarjana S-1.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini tentunya terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu sebagai penulis, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Kami juga menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya pihak-pihak yang membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing kami selama melaksanakan dan menyelesaikan Tugas Akhir ini, terutama kepada :
1. Bapak DR. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Endang P.W, MMT. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Farida Pulansari ST, MT. selaku dosen pembimbing II dan dan bapak Drs. Pailan, MPD selaku dosen wali jurusan Teknik Industri di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Terima kasih atas segala bimbingan dan kemudahan sehingga saya bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
5. Para Dosen Penguji seminar dan penguji lesan Jurusan Teknik Industri di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Seluruh karyawan dan staf PT. Sinar Djaja Can dan terutama sahabat sahabat saya yang telah meluangkan waktu serta memberikan bantuan dan bimbingannya sehingga Tugas Akhir ini dapat terlaksana dan terselesaikan dengan baik.
7. Serta semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi penulis.
Surabaya, Mei 2010
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……… i
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah... 2
1.3. Batasan Masalah ... . 3
1.4. Tujuan Penelitian... . 3
1.5. Asumsi ... ... 3
1.6. Manfaat Penelitian... ... 4
1.7. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pengendalian Persediaan... 6
2.1.1. Pengertian Pengendalian... 6
2.1.2. Pengertian Persediaan ... 7
2.2. Tujuan Pengendalian Persediaan ... 9
2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan ... 9
2.3.1. Perkiraan Pemakaian Bahan Baku... 10
2.3.2. Harga Bahan Baku... 11
2.3.3. Pemakaian Bahan Baku... 11
2.3.4. Waktu Tunggu... 11
2.3.5. Pemesanan Kembali... 12
2.4. Komponen Biaya Yang Terlibat Dalam Persediaan ... 12
2.4.2. Biaya Pemesanan... 13
2.4.3. Biaya Penyimpanan... 14
2.4.4. Biaya Kehabisan Bahan.………. 15
2.5. Model Pengendalian Persediaan ... 17
2.5.1 Minimasi Biaya... 18
2.5.1.1 Model Pengendalian Persediaan Deterministik... 18
2.5.1.2 Model Pengendalian Persediaan Probabilistik…… 20
2.6 Model pengendalian EOQ... 22
2.7 Metode Pendekatan Silver Meal... 29
2.7.1 Model Pengendalian Heuristik Silver Meal... 30
2.8 Model Pengendalian Algoritma Wagner Within. ... 33
2.9. Hubungan Pengendalian Persediaan Dengan Perencanaan dan Pengendalian Produksi... 37
2.10. Hubungan Pengendalian Persediaan Dengan Efisiensi Penggunaan Modal Perusahaan... 38
2.11. Peramalan Untuk Perencanaan Persediaan Bahan Baku... 39
2.11.1. Pengertian Peramalan... 39
2.12. Metode Peramalan... 40
2.12.1. Metode-Metode Dalam Peramalan... 40
2.12.2. Metode Rata-Rata Bergerak ( Moving Average ) ... 42
2.12.3. Pemulusan Exponensial (Exponensial Smoothing ) ... 44
2.13. Pengukuran Ketepatan Metode Peramalan... 46
2.15. Penelitian Terdahulu... 49
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54
3.2. Identifikasi Variabel ... 54
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 56
3.5.1. Sumber Data... ... 57
3.5.2. Pengumpulan Data ... 57
3.4. Metode Analisa……….. ... 57
3.5. Menentukan Metode Peramalan……….……….. 60
3.6. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ……….…... 64
3.7. Langkah-Langkah Peramalan……….……... 69
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data ………. 72
4.1.1. Data Harga Pembelian Bahan Baku Perusahaan Tahun September 2008 – Agustus 2009………...… 72
4.1.2. Data Biaya Penyimpanan ………...…...…….……….... 72
4.1.3. Data Biaya Pemesanan ………....………... 73
4.2. Pengolahan Data ………..………..……….…....75
4.2.1. Pengolahan Data Dari Perusahaan ……….……….……...75
4.3. Pengolahan Data Dengan Menggunakan Metode Heuristik Silver Meal …...……….…………...….... 77
4.3.2. Membuat Tabel Pembelian ...80
4.3.3. Membuat Tabel Pengendalian Persediaan Dengan Menggunakan Metode Heuristik Silver Meal ….…....…... 81
4.3.4. Menghitung Tingkat Efisiensi …………...……...…84
4.4. Pengolahan Data Dengan Menggunakan Metode Algoritma Wagner Within ..…….…………...85
4.4.1. Membuat Tabel Kumulatif Penggunaan Bahan Baku ...85
4.4.2. Menghitung variable cos (Zce)...…...86
4.4.3. Perhitungan variable cost minimum (Fe) ...87
4.4.4. Hasil Pengolahan Data Dengan Algoritma Wagner Within..91
4.5. Pengolahan Data Untuk September 2009 – Agustus 2010 .…... 94
4.5.1.Peramalan Kebutuhan Bahan Baku ...…...…. 94
4.5.1.1 Data Kebutuhan Bahan Baku September 2007 – Agustus 2009.. .…….…...…. 95
4.5.1.2. Diagram Pencar ……….………... 96
4.5.1.3. Pendekatan Beberapa Metode Peramalan …...… 96
4.5.1.4. Menghitung MSE ………...…………...97
4.5.1.5. Peta Rentang Bergerak (MRC) ………...…97
4.5.1.6. Hasil Peramalan Kebutuhan Bahan Baku September 2009 – Agustus 2010 ...98
4.5.2. Pengolahan Data Peramalan September 2009 – Agustus 2010 Dengan Menggunakan Metode Heuristik Silver Meal...100
4.5.2.2. Menghitung Biaya Rata-rata Persediaan …...102
4.5.2.4. Membuat Tabel Pengendalian Persediaan Dengan Menggunakan Metode Heuristik Silver Meal...105 4.6. Hasil Dan Pembahasan ………...……..……...… 108 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ………..………...…...…... 110 5.2. Saran ………...…... 112
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengadaan ………...……….………..…. 32
Tabel 2.2 Pengendalian Persediaan ....………...…. 33
Tabel 2.3 Kumulatif Demand …………...……….………...… 34
Tabel 2.4 Alternatif Biaya Pesan .………...35
Tabel 2.5 Alternatif Total Biaya …..………... 36
Tabel 4.1. Data Harga Bahan Baku September 2008-Agustus 2009 ... 72
Tabel 4.2. Data Biaya Pemesanan Bahan Baku...…... 73
Tabel 4.3. Biaya Pemesanan Untuk Plat/Coil Bulan Agustus 2009...…. 74
Tabel 4.4. Biaya Pemesanan Untuk Tembaga Bulan Agustus 2009... 74
Tabel 4.5. Biaya Pemesanan Untuk Lequer Bulan Agustus 2009... 74
Tabel 4.6. Total Cost Bahan Baku Plat/Coil dari Perusahaan ... 76
Tabel 4.7. Total Cost Bahan Baku Tembaga dari Perusahaan... 76
Tabel 4.8. Total Cost Bahan Baku Lequer dari Perusahaan... 77
Tabel 4.9. Pembelian Plat/Coil Metode Heuristik Silver Meal...…. 80
Tabel 4.10. Pengendalian Persediaan Plat/Coil Dengan Metode Heuristik Silver Meal …. ...81
Tabel 4.11. Pengendalian Persediaan Tembaga Dengan Metode Heuristik Silver Meal...82
Tabel 4.12. Pengendalian Persediaan Lequer Dengan Metode Heuristik Silver Meal...…...…... 83
Tabel 4.13. Tingkat efisiensi dari tiap BahanBaku... 84
Tabel 4.14. Kumulatif Penggunaan Bahan Baku (Qce)Plat/Coil ... 86
Tabel 4.15. Variabel Cost (Zce) Plat/Coil... 87
Tabel 4.17. Persediaan Bahan Baku Plat/Coil... 91
Tabel 4.18. Persediaan Bahan Baku Tembaga... 92
Tabel 4.19. Persediaan Bahan Baku Lequer... 93
Tabel 4.20. Perbandingan metode Wagner Within dengan Metode Heuristik Silvermeal ………... 94
Tabel 4.21. Data Kebutuhan Bahan baku september 2007-Agustus 2009... 95
Tabel 4.22. Perbandingan MSE dari bahan baku Plat/Coil... 97
Tabel 4.23. Hasil Uji Verifikasi MRC ... ... 97
Tabel 4.24. Hasil Peramalan Bahan Baku Plat/Coil...………..……..…. 99
Tabel 4.25. Hasil Peramalan Bahan Baku Tembaga...…………... 99
Tabel 4.26. Hasil Peramalan Bahan Baku Lequer ………...…. 100
Tabel 4.27. Data bulan September 2008 – Agustus 2009 …...101
Tabel 4.28. Pembelian Plat/Coil Metode Heuristik Silver Meal...104
Tabel 4.29. Pengendalian Persediaan Plat/Coil Dengan Metode Heuristik Silver Meal...…...105
Tabel 4.30. Pengendalian Persediaan Tembaga Dengan Metode Heuristik Silver Meal... 105
Tabel 4.31. Pengendalian Persediaan Lequer Dengan Metode Heuristik Silver Meal …...…. 106
Tabel 4.32. Total Cost Persediaan Metode Perusahaan Dan Total Cost Persediaan Metode Heuristik Silver Meal…..…... 107
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Transformasi Produksi ………...………. 8
Gambar 2.2 Pembagian Model Dasar Pengendalian Persediaan ...………. 17
Gambar 2.3 Model Persediaan EOQ ……….………….………....……. 23
Gambar 2.4 Kurva TC Minimum ……….…...….…….………...……. 27
Gambar 2.5 Perbandingan L dan t ……...………...……. 29
Gambar 3.1 Peta Rentang Bergerak …….………...…..……. 63
Gambar 3.2 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah …….……...…..……. 64
Gambar 3.3 Langkah-Langkah Peramalan …….………..……. 69
Gambar 4.1 Diagram Pencar Plat/Coil ...….……….…...…... 96
ABSTRAKSI
PT. Sinar Djaja Can merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan kaleng Lokasi perusahaan ini bertempat di JL.Muncul DS.Keboansikep Gedangan, Sidoarjo.
Untuk menjamin kelancaran proses produksinya PT. Sinar Djaja Can mengadakan Persediaan Bahan Baku setiap bulan. Tetapi dalam pelaksanaannya sering ditemukan ketidaktepatan perkiraan dalam usaha pengadaan bahan baku, sehingga sering terjadi kelebihan bahan baku.
Bahan baku merupakan salah satu faktor produksi yang sangat vital bagi berlangsungnya proses produksi. Untuk mendapatkan bahan baku yang cukup sesuai dengan kebutuhan, maka diperlukan adanya perencanan Persediaan Bahan Baku agar tidak mengalami kekurangan pada saat proses produksi berjalan serta tidak mengalami penumpukan digudang.
Untuk mengoptimalkan pengendalian bahan baku, maka perlu adanya metode yang dapat mengendalian Persediaan Bahan Baku, yaitu dengan menggunakan metode Heuristik Silver Meal.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Total Cost pengendalian persediaan riil perusahaan selama bulan September 2008 sampai dengan Agustus 2009 adalah Rp. 1.496.626.500,00 sedangkan apabila menggunakan metode Heuristik Silver Meal (TCB) Total Cost yang dikeluarkan lebih rendah, yaitu sebesar Rp 1.474.354.500,00. Sehingga didapatkan penghematan sebesar Rp 22.272.000,00 dengan efisiensi (1,48%). Sedangkan pengendalian Persediaan Bahan Baku hasil peramalan untuk September 2009 sampai dengan Agustus 2010 dengan metode Heuristik Silver Meal didapat Total Cost sebesar Rp 1.446.108.000,00.
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE HEURISTIC SILVER MEAL UNTUK
MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN BAHAN BAKU KALENG DI PT. SINAR DJAJA CAN,
GEDANGAN - SIDOARJO Oleh : Dody Wira S
ABSTRAKSI
Di dalam dunia manufactur peran persediaan bahan baku sangat penting bagi kelancaran suatu proses produksi. Penanganan secara tepat terhadap persediaan bahan baku sangat diperlukan untuk mengantisipasi keadaan apabila penyedia bahan baku terhenti atau permintaan pasar tiba-tiba naik pada suatu periode tertentu. Dengan demikian produk dapat dioptimalkan serta biaya-biaya yang terkait didalamnya dapat ditekan seefisien mungkin
Sehingga masalah yang terjadi di PT. Sinar Djaja Can adalah sering terjadi penumpukan bahan baku yang berlebihan. Selain itu penumpukan juga dapat terjadi karena adanya keterlambatan produksi yang tidak sesuai dengan target perusahaan yang telah ditetapkan. Hal seperti ini tentunya perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius untuk memperbaiki keadaan untuk memperlancar kegiatan produksi perusahaan.
Pendekatan Heuristic Silver Meal dan Algoritma Wagner Whitin merupakan dua metode pembanding yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi biaya yang optimal pada perusahaan tersebut, Heuristic Silver Meal dalam perhitungannya lebih didasarkan pada variabel periode pembelian dan bukan berdasarkan total permintaan selama masa perencanaan yang menyatakan bahwa pembelian bahan baku hanya dilakukan pada awal periode. Sedangkan biaya simpan hanya dibebankan pada bahan yang disimpan lebih dari satu periode. Heuristik Silver Meal dimulai pada permulaan periode pertama, dimana pembelian bahan baku dilakukan bila persediaan bahan baku diperhitungkan nol.
Berdasarkan hasil analisa, maka didapatkan biaya pengadaan bahan baku dengan menggunakan metode Heuristik silver meal, total biayanya adalah Rp. 1.474.354.500 dan Algoritma Wagner Whitin adalah Rp 1.500.517.900 ,jadi selisih penghematan antara Heuristic Silver Meal dengan Algoritma Wagner Whitin adalah Rp. 26.163.400. Sedangakan biaya pengadaan bahan baku menggunakan metode Heuristik silver meal menghasilkan total biaya sebesar Rp. 1.474.354.500 dan Perusahaan (Riil) sebesar Rp. 1.485.414.900, sehingga penghematan yang dapat dilakukan adalah sebesar Rp. 11.060.400 (0,74%). Sedangkan pengendalian Persediaan Bahan Baku hasil peramalan untuk September 2009 sampai dengan Agustus 2010 dengan metode Heuristik Silver Meal didapat Total Cost sebesar Rp 1.446.108.000
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Permasalahan bahan baku merupakan permasalahan yang sangat penting dalam efisiensi produksi diperusahaan. Bila bahan baku yang dimiliki perusahaan melebihi kebutuhan yang direncanakan untuk keperluan proses produksi, maka perusahaan menanggung resiko biaya cukup besar, baik itu resiko biaya penyimpanan maupun kerusakan bahan saat disimpan. Penanganan secara tepat terhadap persediaan bahan baku sangat diperlukan untuk mengantisipasi keadaan apabila penyedia bahan baku terhenti atau permintaan pasar tiba-tiba naik pada suatu periode tertentu. Dengan demikian persediaan bahan baku dapat dioptimalkan serta biaya-biaya yang terkait didalamnya dapat ditekan seefisien mungkin.
Untuk mengatasi permasalahan maka perlu suatu metode yang mengatur persediaan bahan baku. Dalam hal ini metode yang digunakan model Heuristik Silver-Meal yang akan menghasilkan biaya total yang rendah. Sehingga perusahaan dapat menentukan jumlah pemesanan bahan baku secara ekonomis dan optimal sehingga dapat menekan biaya-biaya yang harus dikeluarkan perusahaan.
utama, yaitu plat,tembaga,lequer. karena kekurangan salah satu bahan baku utama tersebut dapat menyebabkan terlambatnya proses produksi. Untuk mendapatkan bahan baku yang cukup sesuai dengan kebutuhan, maka diperlukan adanya perencanan persediaan bahan baku tersebut. Perencanan bahan baku ini bertujuan agar bahan baku tidak mengalami kekurangan pada saat proses produksi berjalan serta tidak mengalami penumpukan digudang. Karena jumlah persediaan yang terlalu sedikit malah akan menimbulkan biaya kerugian yaitu terganggunya proses produksi dan juga berakibat hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan apabila ternyata permintaan pada kondisi yang sebenarnya melebihi permintaan yang diperkirakan. Sedangkan Persediaan bahan baku yang melebihi kebutuhan akan menimbulkan biaya ekstra atau biaya simpan yang tinggi. Tetapi dalam pelaksanaannya di PT. SINAR DJAJA CAN sering ditemukan ketidaktepatan perkiraan dalam usaha pengadaan bahan baku, sehingga sering terjadi kelebihan bahan baku.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka masalah yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut :
“ Bagaimana Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Metode Heuristik Silvermeal Untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan Bahan Baku Kaleng Di PT.Sinar Djaja Can “
1.3Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku utama dalam pembuatan produk kaleng.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menjawab pokok permasalahan yang telah disampaikan di atas, namun secara lebih spesifik dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Untuk menghitung total biaya persediaan bahan baku yang minimal sehingga
menghasilkan biaya yang efisien.
2. Untuk menentukan kapan seharusnya pemesanan dilakukan kembali.
1.5Asumsi
Asumsi yang digunakan : 1. Harga bahan baku konstan.
2. Kebutuhan bahan baku mudah didapat. 3. Lead Time masing-masing supplier sama.
1.6Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : a) Bagi perusahaan
Memberikan informasi atau masukan bagi perusahaan dalam menerapkan kebijaksanaan dalam menentukan tingkat persediaan bahan baku yang tepat.
b) Bagi universitas
Menjadi bahan pertimbangan dalam memecahkan permasalahan dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.
c) Bagi peneliti
Agar dapat memperluas wawasan, pengetahuan, pengalaman serta dapat menerapkan metode heuristik silver meal dan ilmu yang telah didapatkan di perguruan tinggi.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini sistematika yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini dikemukakan tentang teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi mengenai tempat dan waktu penelitian, langkah-langkah pemecahan masalah yang mencakup identifikasi dan perumusan masalah, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisa dan kesimpulan. BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas pengumpulan data yang diperlukan untuk analisa masalah, Kemudian data diolah dan dianalisa. serta pembahasan terhadap data yang terkumpul.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil penelitian dan pengolahan data tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan penting bagi perusahaan, baik itu perusahaan
penghasil produk maupun jasa. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan dengan
pemindahan barang dagangan menjadi uang tunai kembali. Sebelum membahas
mengenai pengendaliaan persediaan maka terlebih dahulu akan diuraikan pengertian
pengendaliaan persediaan secara terpisah, Pengertian pengendalian persediaan dapat
dibagi menjadi dua yaitu pengendalian dan persediaan.
2.1.1 Pengertian Pengendalian
Secara sederhana, pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses yang
dibuat untuk menjaga upaya realisasi dari suatu aktivitas sesuai dengan yang
direncanakan. (Arman Hakim 2006)
Pengendalian produksi dimaksudkan untuk mendaya gunakan sumber daya
produksi yang terbatas secara efektif, terutama dalam usaha memenuhi permintaan
konsumen dan menciptakan keuntungan bagi perusahaan. Yang dimaksud dengan
sumber daya mencakup fasilitas produksi, tenaga kerja, dan bahan baku.(Hendra
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah
suatu cara atau usaha untuk mendapatkan segala sesuatu ynag telah direncanakan
sesuai harapan dengan jalan memberikan perhatian terhadap bahan-bahan dasar,
bahan pembantu, serta metode proses produksi dan faktor-faktor lain yang
mendukung terhadap pencapaian tujuan.
2.1.2 Pengertian Persediaan
Pengertian dari persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi
barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu preiode usaha yang
normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses
produk-produk ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaanya dalam suatu
proses produksi.
Menurut Zulian Yamit (2003) persediaan terdiri dari : persediaan alat-alat
kantor (supplies), persediaan bahan baku (raw material), persediaan dalam proses (in process goods) dan persediaan barang jadi (finished goods).
Manajemen persediaan ( menurut Tampubolon M, 2004 ) merupakan fungsi
dari manajer operasional dan harus membentuk suatu system yang permanent melalui
pengujian – pengujian antara lain bagaimana mencatat persediaan dan pemeliharaan
secara akurat.
Masalah utama persediaan bahan baku adalah penetapan jumlah pesanan
menjawab pertanyaan: berapa jumlah dan kapan pesanan bahan baku dipesan agar
ongkos simpan dan ongkos pesan dapat minimal. Dalam hal produksi massal suatu
jenis komponen, masalah yang harus dipecahkan mirip dengan jumlah pesanan
ekonomis.
(Arman Hakim 2006) Dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari 3
bentuk sebagai berikut :
1. Bahan Baku, yaitu yang merupakan input awal dari proses transformasi
menjadi produk jadi.
2. Barang Setengah Jadi, yaitu yang merupakan bentuk peralihan antara bahan
baku dengan produk setengah jadi.
3. Bahan Jadi, yaitu yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap
dipasarkan kepada konsumen.
Barang Setengah Jadi
PROSES
Barang Jadi Bahan
Baku
PRODUKSI
Sumber : Hendra Kusuma 2004
2.2. Tujuan Pengendalian Persediaan
Kegunaan pengendalian persediaan untuk menjadikan proses produksi dan
pemasaran stabil. Persediaan bahan baku bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian
produksi akibat fluktuasi pasokan bahan baku. Persediaan penyangga dan komponen
berguna untuk mengurangi ketidakpastian produksi akibat kerusakan mesin.
Kebutuhan akan persediaan muncul karena adanya waktu ancang (lead Time) antar operasi yang berurutan, waktu ancang pembelian bahan, waktu ancang
pendistribusian barang dari titik produksi ke titik penasaran.
Namun harus tetap diingat bahwa persediaan berarti ongkos. Dari sudut
pandang ekonomi seharusnya terdapat jumlah persediaan yang otimal. Persediaan ini
mencakup julah persediaan dalam jumlah tertentu ditambah penyediaan penyangga
atau pengaman (buffer of stocks). Persediaan pengamanan ini digunakan jika
permintaan melebihi peramalan, produksi lebih rendah dari rencana, atau waktu
ancang (lead time) lebih panjang dari yang diperkirakan semula (Hendra Kusuma, 2004).
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persediaan
Menurut (Zulian Yamit 2003) Didalam penyelenggaraan persediaan bahan
baku terdapat faktor yang memiliki pengaruh terhadap persediaan bahan baku dan
saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut sebagai
Faktor waktu, menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum
barang jadi sampai kepada konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan selama waktu tunggu (lead time).
Faktor ketidakpastian waktu datang dari suplier menyebabkan perusahaan
memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun
keterlambatan pengiriman kepada konsumen. Ketidakpastian waktu datang
mengharuskan perusahaan membuat skedul operasi lebih teliti pada setiap level.
Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh
kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi,
bahan cacat, dan berbagai kondisi lainnya. Persediaan dilakukan untuk
mengantisipasi ketidakpastian peramalan maupun akibat lainnya tersebut.
Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan
alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan
jumlah yang paling ekonomis. Persediaan diperlukan untuk menjaga stabilitas
produksi dan fluktuasi bisnis.
2.3.1 Perkiraan Pemakaian Bahan Baku.
Sebelum perusahaan mengadakan pembelian bahan baku, maka sebaiknya
manajemen berusaha untuk dapat mengadakan penyusunan perkiraan bahan baku
untuk keperluan produksi dalam perusahaan yang bersangkutan. Berapa banyak unit
mendasarkan diri pada perencanaan produksi maupun jadwal produksi yang telah
disusun.
2.3.2 Harga Bahan Baku.
Harga bahan baku merupakan salah satu penentuan terhadap persediaan yang
akan dipergunakan dalam produksi oleh perusahaan. Karena harga bahan baku akan
mempengaruhi seberapa besarnya dana yang harus disediakan oleh perusahaan untuk
membeli bahan baku tersebut dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
2.3.3 Pemakaian Bahan Baku.
Pemakaian bahan baku oleh perusahaan pada periode-periode yang lalu untuk
keperluan proses produksi akan dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar
pertimbangan didalam menyusun atau merencanakan kebijaksanaan penyelenggaraan
persediaan bahan baku.
2.3.4 Waktu Tunggu.
Waktu tunggu yang dimaksud adalah waktu tenggang yang diperlukan antara
saat pemesanan bahan baku tersebut dengan datangnya bahan baku yang dipesan.
Waktu tunggu ini sangat penting untuk diperhatikan, karena hal ini berhubungan
produksi. Apabila waktu tunggu ini tidak diperhatikan, maka akan mengakibatkan
kekurangan bahan baku.
2.3.5 Pemesanan Kembali.
Didalam pelaksanaan operasi perusahaan , maka bahan baku yang diperlukan
untuk proses produksi tidak akan cukup apabila hanya dilakukan sekali pembelian
saja. Maka secara berkala perusahaan tersebut akan mengadakan pembelian kembali
terhadap bahan baku yang dipergunakan dalam perusahaan tersebut.
Dalam melaksanakan pembelian kembali, perusahaan akan
mempertimbangkan panjang waktu tunggu yang diperlukan dalam pembelian bahan
baku, sehingga bahan baku itu datang tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan
mengingat apabila sampai terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku, maka akan
menyebabkan kemacetan produksi yang pada gilirannya akan mengakibatkan
timbulnya biaya ekstra. Sebaliknya apabila kedatangan bahan baku terlalu awal, maka
akan menyebabkan penumpukan bahan baku. Kedua hal ini tentunya tidak akan
menyebabkan keuntungan bagi perusahaan, justru akan mengakibatkan kerugian yang
cukup besar bila hal ini terus berlangsung.
2.4 Komponen Biaya Yang Terlibat Dalam Persediaan.
Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan
jawab optimal dari masalah persediaan. Katagori biaya tersebut adalah sebagai
berikut.
2.4.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau
biaya produksi per unit apabila di produksi dalam perusahaan (Zulian Yamit,2003).
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang(Arman
Hakim, 2006).
2.4.2 Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pemesanan ini meliputi biaya menunggu permintaan pembelian,
penyampaian pesanan pembelian, dan yang berhubungan dengan biaya akuntansi,
serta biaya penerimaan dan pemeriksaan pemesanan. Sehubungan dengan itu, untuk
meminimumkan biaya pemesanan, perusahaan harus melakukan pemesanan dalam
jumlah besar, yang pada gilirannya akan meminimumkan biaya pemesanan. Jumlah
uni yang dipesan berbanding terbalik dengan frekuensi pemesanan. Apabila jumlah
unit yang dipesan diperbesar mak frekuansi pemesanan akan meningkat. Untuk
mendapatkan tingkat biaya pemesanan yang optimal, estimasi nilai tersebut akan
diperoleh pada titik keseimbangan dengan biaya penyimpanan. (Haming,
2.4.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost)
Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan
dan pemeliharaan maupun investasi secara fisik untuk menyimpan persediaan (Zulian
Yamit, 2003). Biaya penyimpanan meliputi :
a. Biaya memiliki persediaan (biaya modal).
Penumpukan barang digudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan mempunyai ongkos yang dapat diukur dengan suku bunga bank.
Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus
diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan
diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.
b. Biaya gudang.
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya
merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri
maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya kerusakan dan penyusutan.
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan
dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan
d. Biaya kadaluwarsa.
Barang yang disismpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan
teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluwarsa
biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
e. Biaya asuransi.
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang
diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya administrasi dan pemindahan.
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang
ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya
dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan didalam tempat
penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.
2.4.4 Biaya Kehabisan Bahan (Stock Out Cost}
Biaya kekurangan dari luar perusahaan dapat berupa backorder, biaya
kehilangan kesempatan penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan menerima
keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan
pengiriman maupun idle kapasitas (Zulian Hamit, 2003). Biaya kekurangan
a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi.
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi
permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini
diistilahkan sebagai biaya pinalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan
dengan satuaan misalnya : Rp/unit.
b. Waktu pemenuhan.
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau
lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu
menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu
pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi
gudang.
c. Biaya pengadaan darurat.
Supaya konsumen tidak kecewa dapat dilakukan pengadaan darurat yang
biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pada pengadaan normal.
Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan biaya kekurangan persediaan.
Ada perbedaan pengertian antara biaya persediaan aktual yang dihitung secara
akuntansi dengan biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan kebijaksanaan
persediaan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan
persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah
pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehingga tidak
perlu diperhitungkan.
2.5. Model Pengendalian Persediaan
Model pengendalian persediaan selain mempergunakan acuan kuantita dan
periode waktu, juga menggunakan pendekatan lain ,yaitu (1) minimasi biaya dan (2)
maksimasi keuntungan ( Haming, Nurnajamudin, 2007 )
Minimisasi Biaya
Maksimisasi Persediaan
Model Determinist
Model Problabilisti
Model Problabilisti Model
Persediaan
Sumber : Haming, Nurnajamudin 2007
Gambar 2.2 Pembagian model dasar pengendalian persediaan
Model dasar pengendalian persediaan, seperti tersebut dalam Gambar 11.4 adalah
2.5.1 Minimisasi Biaya
2.5.1.1 Model Pengendalian Persediaan Deterministik
1) Simple Fixed Order Quantity Model
Konsep dasar dari model ini sudah dikemukakan dalam subbab terdahulu
sehingga pada kesempatan ini, bahasan model ini akan difokuskan pada beberapa
hal:
a) Titik pemesanan kembali (Reorder point), R; b) Persediaan pengaman (Safety stock), B; c) Pemakaian harian ,( ) ;
d) Tenggang waktu(Lead time), u;
e) Standar deviasi selama lead time, di;
f) Varians pemakaian bahan per hari, 2di;
g) Standar deviasi pemakaian bahan per hari, di ;
h) Tingkat layanan dari sediaan, .
Reorder Point, R
Tanpa sediaan pengaman
=
d = kebutuhan per tahun/hari kerja per tahun
2) Simple Fixed Order Quantity With Usage
Model ini sering pula disebut Production Order Quantity Model. Model ini cocok dipergunakan pada perusahaan yang memproduksi suatu komponen alau barang
setengah jadi, dan sebagian dari produksi itu dipakai sendiri untuk mcmbuat produk
akhir. Perusahaan membuat dan melakukan penjualan atas ilua jenis keluaran, yaitu
keluaran dalam bentuk barang setengah jadi (komponen) dan dalam bentuk produk
jadi. Model ini dapat dijumpai pada perusahaan penggergajian kayu (saw mill), yang
mengolah kayu logs menjadi balok-balok berbagai ukuran. Keluaran perusahaan
tersebut sebagian dijual dalam bentuk kayu balok (gergajian setengah jadi), dan sebagian
lagi diproses menjadi kusen, daun pintu, dan daun jendela.
3) Fixed Order Quantity With Shortage
FOQ With Shortage merupakan model pengendalian persediaan yang memperhitungkan kerugian yang akan diderita apabila permintaan pelanggan tidak dapat
dipenuhi secara memuaskan. Variabel yang terkait dengan model ini disajikan di bawah ini.
biaya karena kekurangan sediaan
Q = ; T = ; M =
TC =
t2 = periode di mana sediaan kurang
t1 = periode di mana sediaan surplus
S = biaya pemesanan atau penyetelan mesin H = biaya penyimpanan
T = selang waktu pelaksanaan pemesanan D = permintaan per tahun
4) Price Break Model
Price Break Model merupakan model pengendalian persediaan yang memperhitungkan potongah harga karena membeli sediaan dalam jumlah tertentu. Model ini merupakan
penyempurnaan dari model FOQ (Fixed Order Quantity Model), yang memandang harga sebagai suatu faktor konstan dan tidak akan menerima potongan sekalipun jumlah yang
dibeli banyak.
Pemecahan atas model ini mempunyai langkah sederhana berikut:
(1) lakukan perhitungan Qoptimum untuk setiap alternatif harga;
(2) pilih dari hasil yang diperoleh paling memenuhi syarat;
(3) lakukan perbandingan kelayakan dari setiap alternatif;
(4) buat keputusan dengan memilih alternatif yang paling menguntungkan,
dalam hal ini dengan biaya yang minimum.
2.5.1.2 Model Pengendalian Persediaan Probabilistik
Fixed Time Period Model
Pada model periode tetap ini, sediaan akan dievaluasi setelah mencapai periode waktu
tertentu, yaitu mingguan, bulanan, triwulanan, atau semesteran. Jumlah unit yang dipesan
dari waktu ke waktu tidak sama, tergantung pada hasil evaluasi periodik atas sediaan.
Model ini banyak dipakai oleh toko eceran yang meminta pemasoknya untuk berkunjung
tersebut akan membantu untuk melengkapi lini produk yang dijual, sediaan selalu baru,
dan mudah memodifikasinya jika terjadi perubahan selera konsumen. Perusahaan
manufaktur juga dapat memakai model ini, terutama untuk pabrik yang membuat
produk yang bahan bakunya harus diimpor dan lead time cukup besar, seperti pabrik terigu. Perusahaan harus telah memiliki data tentang jadwal kapal dan jadwal ketersediaan
bahan pada para pembekal. Kondisi-kondisi tersebut diintegrasikan dengan pertimbangan
kapasitas produksi dan kapasitas pasar untuk dipakai menyusun jadwal evaluasi
pemesanan.
Menurut Chase dan Aquilano (1995), ada beberapa variabel dan metode analisis
yang terkait dengan aplikasi model ini, yaitu
Safety stock (B) = Z
Q = (T+L) + Z + I
E (Z) =
Q = jumlah yang akan dipesan
T = jumlah hari di antara periode evaluasi stok
L = lead time dalam satuan hari
d = rata-rata permintaan harian
Z = standar deviasi pada level layanan tertentu
I = jumlah stok sekarang, termasuk yang sedang dalam pesanan
E(z) = jumlah unit yang diharapkan menurut label yang disusun keperluan itu, - 1 P = level layanan yang disyaratkan
T = permintaan selama cakupan periode evaluasi sediaan
2.6 Model pengendalian EOQ (Economic Order Quantity).
Model persediaan yang paling sederhana ini memakai asumsi-asumsi sebagai
berikut:
1. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan.
2. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu).
3. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously)
atau tingkat pruduksi (production rate) barang dipesan berlimpah (tak terhinggga). 4. Waktu ancang-nncang (lead time) bersifat konstan
5. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat
digunakan.
6. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (shortage).
7. Tidak ada diskon untuk jumlah pembelian yang banyak (quantity discount)
Dari asumsi-asumsi di atas, model ini mungkin diaplikasikan baik pada sistem
manufaktur seperti penentuan persediaan bahan baku dan pada sistem
penggunaan perlengkapan habis pakai (office supplies) seperti kertas, buku nota dan pensil; konsumsi bahan makanan seperti beras, jagung, dan Iain-lain ( Arman Hakim,
2006 ).
Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah ekonomis sotiap kali
pemesanan (EOQ) sehingga meminimasi biaya total persediaan, di mana:
Biaya Total Persediaan = Ordering cost + Holding cost + Purchasing cost
Parameter -parameter yang dipakai dalam model ini adalah:
D = jumlah kebutuhan barang selama satu periode (misalnya: 1 tahun)
k = ordering cost setiap kali pesan
h = holding cost per satuan nilai persediaan per satuan waktu
c = purchasing cost per satuan nilai persediaan
waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya secara grafis, model dasar
persediaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
[image:35.612.207.442.516.640.2]Sumber : Arman Hakim 2006
Gambar tersebut dapat membantu kita memahami pembentukan model
matematisnya. Sejumlah Q unit barang dipesan secara periodik. Order point
merupakan saat siklus persediaan (inventory cycle) yang baru dimulai dan yang lama berakhir karena pesanan diterima. Setiap siklus persediaan berlangsung
selama siklus waktu t, artinya setiap t hari (atau mingguan, bulanan, dsb.) dilakukan
pemesanan kembali. Lamanya t sama dengan proporsi kebutuhan satu periode
(D) yang dapat dipenuhi oleh Q, sehingga dapat ditulis
t = . Gradien negatif Dt (-Dt)
dapat dipakai Untuk menunjukkan jumlah persediaan dari waktu ke waktu.
Karena barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously),
maka setiap siklus persediaan dapat dilukiskan dalam bentuk segitiga dengan
alas t dan i Q-
Tujuan secara matematis model ini kita mulai dengan komponen biaya
ordering cost yang tergantung pada jumlah (frekuensi) pemesanan dalam 1 periode, di mana frekuensi pemesanan tergantung pada:
1. Jumlah kebutuhan barang selama 1 periode (D)
2. Jumlah setiap kali pemesanan (Q)
Dari keterangan di atas kita bisa tuliskan bahwa frekuensi Pemesanan = D / Q
Ordering cost setiap periode diperoleh dengan mengalikan D / Q dengan biaya
Ordering cost per-periode = k
Komponen biaya kedua, yaitu holding cost, dipengaruhi oleh jumlah barang
yang disimpan dan lamanya barang disimpan. Setiap hari jumlah barang yang
disimpan akan berkurang karena dipakai/ terjuall, sehingga lama penyimpanan antara
satu unit barang dengan barang yang lain juga berbeda. Oleh karena itu yang perlu
diperhatikan adalah tingkat persediaan rata-rata. Karena persediaan bergerak dari Q
unit ke nol unit dengan tingkat pengurangan konstan (gradien - D) selama waktu - t,
maka persediaan rata-rata untuksetiap siklus adalah , = sehingga: Holding
cost per-periode = h
Komponen biaya ketiga, yaitu purchasing cost, merupakan antara
kebutuhan barang selama periode (D) dengan harga barang per-unit (C) sehingga:
Purchasing cost per-periode = Dc
Dengan menggabungkan ketiga komponen biaya persediaan di atas, maka:
Biaya Total Persediaan (TC) = + h + Dc
Tujuan model EOQ ini adalah menentukan nilai Q sehingga
meminimurnkan biaya total persediaan. Tetapi yang perlu diperhitungkan dalam
timbul tanpa tergantung pada frekuensi pemesanan, sehingga tujuan model EOQ ini
a d a l a h meminimasi biaya total persediaan dengan komponen biaya ordering cost
dan holding cost saja, atau:
Biaya Total Persediaan = k + h
Incremental (TIC)
Jumlah pemesanan yang optimal (EOQ) secara matematis dihitung dengan
mendeferensialkan persamaan di atas terhadap Q, dan persamaan diferensial itu diberi
harga nol, sehingga:
TIC = k + h
= k + = 0
k =
Q2 =
Maka ; Q01=
Bila Q0 ( Q optimal=EOQ) telah diperoleh, maka t optimal diperoleh
sebagai berikut:
Besarnya TC dapat diperoleh dengan memasukkan harga Qo pada persamaan
sebelumnya sehingga diperoleh persamaan:
TIC = h
Gambar berikut ini menunjukkan posisi titik EOQ yang membentuk kurvaTC
minimum.
Sumber : Arman Hakim 2006
Gambar 2.4 Kurva TC minimum
Setelah EOQ dapat diperhitungkan maka, berarti bahwa dengan cara EOQ ini
kita akan berusaha melakukan pembelian bahan secara teratur pada julah tertentu dan
dengan frekuensi pembelian tertentu pula ( Indriyo G, 2002). Ketentuan pembelian ini
akan membawa akibat pasitif bagi perusahaan antara lain :
1. Hubungan dengan supplier bahan dapat berlangsung secara
berkesinambungan, hal ini akan menimbulkan ketepatan penyerahan bahan,
mutu barang tidak akan terabaikan.
2. Harga bahan yang dipesan dapat diusahakan lebih rendah dari pemesanan -
menerus atas pemesanan tersebut akan menarik minat supplier untuk melayani meski dengan harga yang aagak rendah.
3. Pengurusan pembelian bahan juga menjadi lebih mudah karena menjadi
bersifat rutin, sehingga tidak banyak menyita waktu dan perhatian dari
manajer.
Pada kondisi nyata di lapangan, asumsi barang bersifat instaneous sulit diterapkan karena diperlukan suatu tenggang waktu tertentu untuk mengirimkan
barang yang dipesan karena mungkin produsen barang yang bersangkutan tidak
mempunyai cukup persediaan pada saat pesanan datang. Tenggang waktu antara
saat dilakukan pemesanan dengan saat barang datang disebut lead time. Saat di mana pemesanan kembali harus dilakukan agar barang yang dipesan datang tepat
pada saat dibutuhkan disebut Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point = R). Hal ini berarti perusahaan harus mengamati secara terus-menerus tingkat persediaannya
sampai reorder point tercapai. Mungkin ini sebabnya mengapa model EOQ
kadang-kadang diklasifikasikan sebagai Model Pengulangan Kontinyu (Countinues
Review Model).
Reorder point ditentukan berdasarkan 2 variabel, yaitu leadtime (L) dan tingkat kebutuhan selama lead time (DL) Ada 2 kemungkinan lead time (L) bila kita bandingkan dengan waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya (t),
Sumber : Arman Hakim 2006
Gambar 2.5 Perbandingan L dengan t
Untuk kondisi L < t, maka R = L x DL dan untuk kondisi L > t, maka R = (L -t) x
DL
2.7. Metode Pendekatan SilverMeal.
Langkah-langkah dalam menentukan ni adalah sebagai berikut :
1. Tentukan item yang memiliki resiko ci/ri terkecil dan rancanglah siklus
interval pemesanan yang sama satu per satu.
2. Tentukan ni untuk masing-masing item dengan persamaan di bawah ini dan
bulatkan hasilnya ke bilangan bulat yang lebih besar dari pada nol.
Q
Tingkat Persediaan
R
L L L
t t
Tingkat Persediaan
Waktu
Q
R
Waktu t
j j i i c c r r c ni
dimana j : item yang mempunyai rasio ci/ri terkecil.
2.7.1 Model Pengendalian Heuristik Silver Meal.
Heuristik Silver Meal didasarkan atas permintaan beberapa periode
mendatang yang sudah diramalkan sebelumnya. Metode ini ditemukan oleh Edward
Silver dan Harlan Meal yang menyatakan bahwa pembelian bahan hanya disimpan
lebih dari satu periode pertama, dimana pembelian bahan baku dilakukan bila
persediaan bahan baku diperhitungkan nol (Hendra Kusuma 2004)memberikan
langkah-langkah penerepan dari heuristik silver meal sebagai berikut :
1. Menghitung Total Relevan Cost (TRC) .
T T Periode Akhir pada Simpan Biaya Total C T T TRC ) (
T t Rk k Ph C T T TRC 1 ) 1 ( ) ( Dimana :C = Biaya Pesan
h = Friksi Biaya Simpan
P = Biaya Pengadaan
Ph = Biaya Simpan
TRC (T) = Total relevan Cost tiap T periode
T = waktu pengadaan
Sedangkan menurut Hendra Kusuma (2004), penyelesaian Heuristik
memberikan cara penyelesaian lebih sederhana. Ada beberapa pendekatan
heuristik, tetapi pendekatan silver meal mudah digunakan dan menghasilkan pola
pembelian terbaik di banding pendekatan heuristik lainnya. Pendekatan heuristik
silver meal mirip dengan pendekatan EOQ, tetapi dalam perhitungannya lebih
didasarkan pada variabel periode pembelian dan bukan berdasarkan total
permintaan selama masa perencanaan.
Bila “t” atau jumlah satuan waktu selama periode pembelian, maka :
Rata-rata biaya persediaan per satuan waktu =
t t periode akhir pada total simpan Biaya pesan
biaya ) ( )
( atau ) ( } ) 1 ( ) 1 3 ( ) 1 2 ( ) 1 1
{( 1 2 3
i t h D t D D D k TU AC T Dimana : TU AC
Rata-rata biaya persedian per satuan waktu.
k = Biaya per pesan
Dt = Permintaan selama periode ke t
h = Biaya simpan per unit per periode, dimana pada periode pertama (t=1)
tidak ada biaya simpan sehingga variabel Di pada persamaan dapat
Aturan penyelasian atau menghitung
TU AC
untuk periode pembelian berurutan
sampai nilai
TU AC
terendah merupakan periode pembelian dan jumlah bahan yang
dibeli merupakan jumlah kebutuhan selama periode tersebut,
Qt = D1 + D2 + D3+ ... + Dt
2. Membuat Tabel Pengadaan.
Adapun bentuk dari tabel tersebut sebagai berikut :
Tabel 2.1 pengadaan
Periode t Kebutuhan
TU
AC Pembelian
kembali
Bila :
T T TRC T
T
TRC ( )
1 ) 1 (
Maka pada periode T + 1 tersebut harus dilakukan pengadaan persediaan bahan
baku kembali dan waktu pengadaan (T) dimulai kembali dari 1 sehingga biaya
3. Membuat Tabel Pengendalian Persediaan.
Table 2.2 pengendalia persediaan
Bulan
Kebutuhan
(Kg)
Pembelian
(Kg)
Simpan
(Kg)
Total Biaya
(Rp)
2.8. Model Pengendalian Algoritma Wagner Within.
Metode pengendalian Wagner – Within didasarkan atas permintaan beberapa
periode mendatang yang sudah diramalkan sebelumnya. Pembelian bahan hanya
dilakukan pada awal periode sedang biaya simpan hanya dibebankan pada bahan
yang disimpan lebih dari satu periode. Algoritma Wagner – Within dimulai pada awal
periode, dimana pembelian bahan baku dilakukan hanya jika persediaan bahan baku
diperhitungkan nol.
Tabel. 2.3 Kumulatif Demand
e = 1 2 3 4
c = 1
2
3
4
Q11 Q12
Q22
Q13
Q23
Q33
Q14
Q24
Q34
Q44
Q11 = D1
Q12 = Q11 + D1
Q13 = Q12 + D3
Q22 = D2
Q23 = Q22 + D3
Dan seterusnya sampai akhir periodesehingga dapat total persediaan.
2. Hitung Total Variabel Cost (Zce) untuk semua alternatif pemesanan yang
mungkin terjadi selama periode tertentu dengan rumus sebagai berikut :
(
)
∑
= + =e
c i
ci ce
ce c ph Q Q
Dimana : Zce = Biaya total variabel dari periode c ke e (1≤ c ≤ e ≤ N)
c = Ordering cost
c = harga beli per unit
h = Holding cost
q = Kuantitan permintaan
[image:47.612.112.517.341.543.2]Kemudian ditabelkan seperti dibawah ini :
Tabel 2.4 Alternatif Biaya Pesan
e = 1 2 3 4
c = 1
2
3
4
Z11 Z12
Z22
Z13
Z23
Z33
Z14
Z24
Z34
Z44
3. Tentukan biaya minimum (Fe) dari setiap periode dari periode pertama sampai
periode ke-N, dimulai dengan F0 = 0 dan selanjutnya hitung F1, F2, F3,...FN
dengan aturan sebagai berikut :
Untuk e = 1, 2, 3,...e
[image:48.612.111.519.218.462.2]Kemudian ditabelkan seperti dibawah ini :
Tabel 2.5 Alternatif Total Biaya
e = 1 2 3 4
c = 1
2
3
4
Z11 + F0 Z12+ F0
Z22+ F1
Z13+ F0
Z23+ F1
Z33+ F2
Z14+ F0
Z24+ F1
Z34+ F2
Z44+ F3
Fe F1 F2 F3 F4
Fe = 0
F1 = Min (Z11 + F0)
F2 = Min (Z12+ F0, Z22+ F1)
F3 = Min (Z13+ F0, Z23+ F1, Z33+ F2)
4. Untuk mendapatkan biaya minimum pada saat persediaan noptimal, berdasarkan
Algoritma Wagner – Within diperoleh menggunakan aturan sebagai berikut :
(2.22)
1 + = ZWN FW FN
Dimana : FN = Biaya minimum.
ZWN = kombinasi dari biaya alternatif yang menghasilkan biaya
minimum.
FW – 1 = biaya minimum pada saat kebutuhan w – 1.
2.9. Hubungan Pengendalian Persediaan Dengan Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Tujuan dari perencanaan dan pengendalian produksi adalah merencanakan
dan mengendalikan aliran material kedalam, didalam, keluar pabrik sehingga posisi
keuntugan optimal yang merupakan tujuan perusahaan dapat tercapai.( Hendra
Kusuma 2004 )
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa perencanaan dan pengendalian
produksi merupakan usaha-usaha manajemen untuk menetapkan dasar dari bahan
proses produksi yang dibutuhkan pada waktunya dengan biaya yang seminimal
mungkin. Jadi dalam mengadakan proses produksi harus telah direncanakan terlebih
pengendalian yang baik, sebab tanpa pengendalian yang baik maka kemungkinan
besar rencana yang telah ditetapkan tidak akan terealisasi dengan sempurna.
Agar proses produksi dapat berjalan lancar, maka setiap saat barang tersebut
harus tersedia dan diusahakan sedapat mungkin modal yang tertanam dalam
persediaan bahan baku dan biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar, sehingga
tujuan pengendalian dan perencanaan produksi tepat pada waktunya dan ekonomis
dapat tercapai.
2.10. Hubungan Pengendalian Persediaan Dengan Effisiensi Penggunaan Modal Perusahaan
Antara pengendalian persediaan dengan efisiensi dalam penggunaan modal
perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Bahwa setiap prusahaan
untuk dapat menjamin kelangsungan usahanya perlu mengadakan persediaan. Untuk
mengadakan persediaan ini diperlukan sejumlah uang ungtuk diinvestasikan dalam
persediaa trsebut. Oleh karena itu setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan
suatu jumlah persediaan yang optimal, baik dalam jumlah maupun kualitas yang
tepat, tentunya denga biaya serendah-rendahnya. Apabila hal tersebut sudah
dilakukan, maka akan diperoleh keuntungan yang besar sekali sesuai dengan harapan
perusahaan.
2.11 Peramalan Untuk Perencanaan Persediaan Bahan Baku 2.11.1 Pengertian Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa
datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan
lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun
jasa (Arman Hakim 2006). Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi
permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi
peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat kompleks
dan dinamis.
Dalam kondisi pasar bebas, permintaan pasar lebih bersifat kompleks dan
dinamis karena permintaan tersebut tergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik,
aspek teknologi, produk pesaing, dan produk substitusi. Oleh karena itu peramalan
yang akurat merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan
keputusan manajemen.
Dalam hubungannya dengan horison waktu peramalan, kita dapat
mengklasifikasikan peramalan tersebut ke dalam 3 kelompok, yaitu:
1. Peramalan Jangka Panjang, umurnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini
digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya.
2. Peramalan Jangka Menengah, umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini
lebih mengkhusus dibandingkan peramalan Jangka panjang, biasanya
anggaran.
3. Peramalan Jangka Pendek, umumnya 1 sampai 5 minggu. Peramalan ini
digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu-tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan Iain-lain keputusan untuk pengontrolan jangka
pendek.
2.12. Metode Peramalan
2.12.1 Metode-Metode Dalam Peramalan
Secara umum, peramalan diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Peramalan yang bersifat subjektif
2. Peramalan yang bersifat objektif
Perbedaan antara kedua macam peramalan ini didasarkan pada cara
mendapatkan nilai ramalan. Peramalan subjektif lebih menekankan pada
keputusan-keputusan hasil diskusi, pendapat pribadi seseorang dan intuisi yang
meskipun kelihatannya kurang ilmiah tetapi dapat memberikan hasil yang baik.
Peramalan subjektif ini akan diwakili oleh Metode Penelitian Pasar.
Metode Penelitian Pasar.Metode ini mengumpulkan dan menganalisis fakta secara sistematis pada bidang yang berhubungan dengan pemasaran. Salah satu
teknik utama dalam penelitian pasar ini adalah survai konsumen. Survei
konsumen akan memberikan informasi mengenai selera yang diharapkan
kuesioner. Penelitian pasar sering digunakan dalam merencanakan produk baru,
sistem periklanan, dan promosi yang tepat. Hasil dari penelitian pasar ini
kadang-kadang juga dipakai sebagai dasar peramalan permintaan produk baru.
Peramalan objektif merupakan prosedur peramalan yang mengikuti
aturan-aturan matematis dan statistik dalam menunjukkan hubungan antara permintaan
dengan satu atau lebih variabel yang mempengaruhinya. Selain itu peramalan
obyektif juga mengasumsikan bahwa tingkat keeratan dan macam dari hubungan
antara variabel-variabel bebas dengan permintaan yang terjadi pada masa lalu
akan berulang pada masa yang akan datang. Peramalan objektif terdiri atas dua
metode, yaitu metode intrinsik dan metode ektrinsik.
1. Metode Intrinsik
Metode ini membuat peramalan hanya ber-dasarkan pada proyeksi
permintaan historis tanpa mempertimbang-kan faktor-faktor eksternal yang
mungkin mempengaruhi besarnya permintaan. Metode ini hanya cocok untuk
peramalan jangka pendek pada kegiatan produksi, di mana dalam rangka
pengendalian produksi dan pengendalian persediaan bahan baku seringkali
perusahaan harus melibatkan banyak item yang berbeda. Hal ini tentu
membosankan sehingga memerlukan metode-metode peramalan yang mudah
2. Metode Ekstrinsik
Metode ini mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi besarnya permintaan di masa datang dalam model peramalannya.
Metode ini lebih cocok untuk peramalan jangka panjang karena dapat
menunjukkan hubungan sebab-akibat yang jelas dalam hasil peramalannya
sehingga disebut Metode Kausal dan dapat memprediksi titik-titik perubahan.
Kelemahan dari metode ini terletak dalam hal mahalnya biaya aplikasinya dan
frekuensi perbaikan hasil peramalan yang rendah karena sulitnya menyediakan
informasi perubahan faktor-faktor eksternal yang terukur. Metode ekstrinsik
banyak dipakai untuk peramalan pada tingkat agregat. Metode ini akan diwakili
oleh Metode Regresi.
2.12.2. Metode Rata – Rata Bergerak (Moving Average)
1. Metode Simple Moving Average
Adalah metode Time Series yang paling sederhana. Pada metode ini diasumsikan bahwa pola time series hanya terdiri dari komponen Average Level dan komponen
Random Error.
Menurut (Teguh Baroto 2002 ) rumusnya sebagai berikut :
m
f f
f f
f t t t M
t
Keterangan : m = adalah jumlah periode yang digunakan sebagai dasar
peramalan (nilai m ini bila minimal 2 dan maksimal tidak
ada ditentukan secara subjektif).
= ramalan permintaan (real) untuk periode t.
^
t
f
ft = permintaan aktual pada periode t.
2. Metode Weighted Moving Average
Model peramalan Time Series dalam bentuk lain dimana untuk mendapatkan
tanggapan yang lebih cepat, dilakukan dengan cara memberikan bobot lebih pada
data-data periode yang terbaru dari pada periode yang terdahulu.
Menurut (Teguh Baroto 2002) rumusnya sebagai berikut :
m t m
t c f c f
f c t
f 1 1 2 12
^
) (
Keterangan : f t = ramalan permintaan (real) untuk periode t
^
ft = permintaan aktual pada periode t
1
c = bobot masing - masing data yang digunakan ( ),
ditentukan secara subjektif
c12.12.3 Metode Pemulusan Eksponential (Eksponential Smoothing)
Teknik MA mempunyai kelemahan dalam kebutuhan akan data-data masa
lalu yang cukup banyak dapat diatasi dengan teknik ES. Model matematis ES ini
dapat dikembangkan dari persamaan berikut:
Ft = Ft-1
di mana bila data permintaan aktual yang lama At-N tidak tersedia, maka dapat
diganti dengan nilai pendekatan yang berupa nilai ramalan sebelumnya ( Ft-i )
sehingga persamaan di atas dapat ditulis menjadi:
Ft = Ft-1 atau: Ft = Ft-1
Dari persamaan terakhir terlihat bahwa peramalan dengan teknik ES pada
periode t.l (Ft+1) akan didasarkan atas pembobotan data permintaan aktual
terakhir (At) dengan bobot 1/N dan pembobotan ramalan yang paling akhir (Ft
-1) dengan bobot (1 - 1/N). Karena N bilangan positif maka 1/N akan menjadi
konstanta yang bemilai antara nol (N = ~) sampai dengan 1 (N = 1).
Dengan mengganti 1/N dengan a maka persamaan tersebut akan menjadi:
Ft=α At+(l-α)Ft - 1
Bila kita notasikan ft sebagai peramalan permintaan pada periode -1 sehingga ft = Ft-1
Ft=α At+(l-α)ft
Dari persamaan di atas terlihat bahwa teknik ES banyak mengurangi
kelemahan teknik MA dalam penyimpanan data karena hanya data permintaan aktual
terakhir, ramalan terakhir, dan suatu nilai konstanta a yang harus disimpan. Cara lain
untuk menuliskan persamaan di atas adalah dengan menyusunnya seperti berikut:
Ft - 1= F t - 1 + α ( At - Ft - 1)
di mana At - Ft-1 merupakan kesalahan ramalan dalam periode -t (et), sehingga persamaan
di atas dapat ditulis sebagai berikut:
Ft=Ft-1+a et
Dari persamaan terakhir terlihat bahwa bila α mempunyai nilai mendekati satu
maka ramalan yang baru akan menyesuaikan kesalahan dengan yang besar pada
ramalan sebelumnya. Kebalikannya, bila α mendekati nol, maka ramalan yang baru akan
menyesuaikan dengan kesalahan yang kecil.
Penentuan besarnya nilai α harus dipertimbangkan dengan baik. Salah satu
metode yang dapat dipakai adalah dengan memilih nilai α berdasarkan nilai N yang
dilibatkan dalam teknik MA. Metode ini hanya dapat diterapkan oleh perusahaan yang
telah lama menggunakan teknik MA dengan nilai N yang cukup memadai. Rata-rata usia
data dengan teknik MA = N - 1/2, sedangkan rata-rata usia data dengan teknik ES = 1
- α/ α. Untuk menghitung nilai α dalam hubungannya dengan N adalah dengan
Atau
Jadi bila N = 2 maka a =2/3 = 0,66. Bila N = 3 maka a =2/4 = 0,50. Begitu
seterusnya.
2.13. Pengukuran Ketepatan Metode Peramalan
Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan
adalah ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan
yang sebenarnya terjadi (Arman Hakim 2006). Ada 4 ukuran yang biasa digunakan,
yaitu:
1. Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD).
MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan
kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai berikut:
MAD =
di mana: A = Permintaan aktual pada periode-t
2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error = MSE)
MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan
pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara
matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut:
MSE =
3. Rata-rata Kesalahan Peramalan (Mean Forecast Error = MFE)
MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu peramalan selama
periode tertentu terlalu tinggi atau terlak rendah. Bila hasil peramalan tidak bias
maka nilai MFE akac mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua
kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah
periode peramalan. Secara matematis, MFE dinyatakan sebagai berikut:
MFE =
4. Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute
Percentage Error = MAPE).
MAPE merupakan ukuran kesalahan relarif. MAPE biasanya lebih
berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase
kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode
tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu
tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai
MAPE =
2.14. Uji Verifikasi Peramalan
Setelah peramalan langkah terpenting adalah melakukan verifikasi peramalan
sedemikian rupa sehingga hasil peramalan tersebut benar – benar mencerminkan data
masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari penjualan tersebut. Sepanjang
aktualitas peramalan tersebut dapat dipercaya, maka hasil peramalan akan terus
digunakan. Jika selama proses verifikasi tersebut ditemukan keraguan validitas
metode peramalan yang digunakan harus dicari metode lainnya yang lebih cocok.
Validitas tersebut harus ditentukan dengan uji statistik yang sesuai.
Banyak alat yang dapat digunakan untuk memverifikasi peramalan dan
mendeteksi perubahan system sebab akibat yang melatar belakangi perubahan pola
penjualan. Bentuk yang paling sederhana adalah peta control peramalan yang mirip
dengan peta control kualitas. Peta control peramalan ini dapat dibuat dengan kondisi
data yang tersedia minim.
Adapun prosedur peramalan penjualan dengan metode Time Series adalah
sebagai berikut :
a. Membuat diagram scatter
b. Siapkan model peramalan yang sesuai dengan pola data pada diagram scatter
c. Menghitung nilai MSE dari masing – masing metode peramalan yang telah
d. Melakukan uji verifikasi peramalan dengan Peta Moving Range (MRC) diurut
mulai dari metode yang menghasilkan MSE terkecil
2.15. Penelitian Terdahulu.
1. Anjar Susanto, tahun 2005, Analisis pengendalian persediaan bahan baku
dengan metode heuristik silver meal untuk meningkatkan efisiensi biaya pembuatan
roti di cv. sampurna bakery, UPN “Veteran” Jatim.
CV. Sampurna Bakery adalah perusahaan yang memproduksi roti dengan salah
satu bahan baku utamanya adalah tepung, telur, fermipan, gula dan mentega. Untuk
menjamin kelancaran kegiatan produksi, maka perusahaan mengadakan pengendalian
bahan baku sesuai perencanaan yang telah disusun. Tetapi dalam pelaksanaannya
sering ditemukan ketidak tepatan perkiraan dalam usaha pengadaan bahan baku,
sehingga sering terjadi kelebihan bahan baku.
Perusahaan perlu melakukan penekanan biaya produksi dan penghematan biaya
untuk pembelian bahan baku, sehingga didapatkan total cost yang minimal dan
efisien. Untuk mengoptimalkan pengendalian persediaan, maka perlu adanya metode
– metode yang dapat mengendalian persediaan bahan baku, yaitu dengan
menggunakan metode Heuristik Silvermeal. Dan setelah dilakukan penelitian, maka
didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Total biaya persediaan bahan baku yang lebih kecil daripada total biaya
persediaan yang diterapkan oleh perusahaan selama ini, dimana Total Cost
Cost persediaan metode Heuristik Silver Meal (TCB) sebesar Rp.
9.153.657.625,00 sehingga didapat selisih Rp. 29.179.770,00. Menghasilkan
efisiensi sebesar 0,32 %.
2. Didalam pemesanan bahan baku, selama ini perusahaan melakukannya
sebanyak 12 kali dalam setahun (setiap bulan melakukan pemesanan bahan
baku sebanyak 1 kali). Setiap bahan baku yang dipesan dari supplier,
digunakan untuk berproduksi bulan berikutnya.
3. Jadi Total Cost persediaan bahan baku hasil peramalan untuk tahun 2005
dengan menggunakan metode Heuristik Silver Meal sebesar
Rp. 9.048.043.800,00. Pengadaan bahan baku yang optimal dilakukan apabila
bahan baku dalam persediaan diperhitungkan sama dengan nol sehingga
kelebihan bahan baku tidak akan terjadi.
2. Achmad Sulton Arif, tahun 2008, Analisa Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dalam Upaya Meminimumkan Biaya Persediaan Dengan Menggunakan Metode
Heuristik Silver Meal Di Pt. Japfa Comfeed Indonesia, UPN “Veteran” Jatim.
PT. Japfa Comfeed Indonesia adalah perusahaan pakan ternak PMDN
(Penanaman Modal Dalam Negeri) yang bergerak dibidang produksi pakan ternak yang
terletak di Sidoarjo, produk-produk yang diha