• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikasi Pembedahan Pada Stroke Profilaksis dan Terapi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Indikasi Pembedahan Pada Stroke Profilaksis dan Terapi."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Indikasi Pembedahan Pada Stroke : Profilaksis dan Terapi Oleh : dr. Ida Ayu Sri Indrayani, Sp.S

Pendahuluan

Stroke merupakan masalah kesehatan mayor yang menjadi penyebab kematian ketiga serta salah satu penyebab disabilitas kronis (McDonnel, 2006; Goldstein, 2011). Stroke dibagi 2 kelompok besar, yaitu stroke iskemik dan perdarahan. Stroke iskemik atau infark serebri lebih sering dijumpai, dengan presentase 70-80% sedangkan stroke perdarahan sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke dan sering disertai morbiditas dan mortalitas tinggi (Javed, 2008; Goldstein 2011).

Pencegahan stroke bertujuan menurunkan insiden stroke. Pencegahan dan terapi pada stroke dapat dilakukan dengan pemberian medikamentosa dan pembedahan. Prosedur pembedahan mulai dipertimbangkan dalam beberapa studi dan menunjukkan hasil yang cukup baik (Javed, 2008).

1 Stroke Iskemik

Terapi pembedahan pada iskemia serebri harus dikelompokkan menjadi dua, yaitu profilaksis pada kondisi yang berpotensi menimbulkan infark dan terapi untuk mengatasi komplikasi akibat infark yang luas (Javed, 2008).

1.1 Pembedahan untuk Profilaksis. 1.1.1 Endarterectomy Karotis.

Prosedur ini bertujuan menghilangkan plak arterosklerotik yang terbentuk di percabangan arteri karotis komunis. Pembedahan pada arteri karotis telah menunjukkan penurunan risiko terjadinya stroke dibandingkan terapi medis saja (McDonnel, 2006).

(2)
[image:2.595.67.536.113.557.2]

Tabel 1. Manajemen yang direkomendasikan berdasarkan derajat stenosis karotis dari pemeriksaan angiografi cerebral (Furie dkk, 2004)

Asimptomatik < 60%

60-99%

Oklusi

Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup, hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

Pertimbangan CEA bila risiko pembedahan < 3% dan prognosis jangka panjang baik

Penatalaksanaan faktor risiko vaskular postoperasi (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup, hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet.

Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup, hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

Simptomatik <50% dengan TIA atau stroke pada sisi

ipsilateral a.karotis interna

Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup, hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

50-69% dengan TIA atau stroke di sisi ipsilateral a.karotis

interna

Pertimbangkan CEA, bandingkan risiko dan keuntungan dan pertimbangkan risiko perioperasi

Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup, hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

>70% dengan gejala di area a.karotis

interna

Lakukan CEA kecuali ada kontraindikasi, paska operasi : penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup, hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

Oklusi Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup, hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet; pertimbangkan antikoagulan selama 3-6 bulan bila ada gejala sumbatan emboli akut *CEA: Carotid End Arterectomy

1.1.2 Bypass Arteri Serebri.

Prosedur revaskularisasi serebri bertujuan untuk mengembalikan perfusi pada area otak yang mengalami kekurangan aliran darah akibat obstruksi arteri proksimal, bila area obstruksi tidak dapat diakses secara langsung (McDonnel, 2006).

(3)

Sakai dkk. (2009) menyimpulkan bahwa revaskularisasi dengan pembedahan dini dapat menjadi modalitas terapi yang efektif dan aman pada pasien-pasien tertentu yang mengalami oklusi pembuluh darah utama pada sirkulasi anterior (Javed 2008).

1.2 Pembedahan untuk terapi stroke iskemik 1.2.1 Kraniektomi dekompresi.

Hemikraniektomi dekompresi pada iskemia serebri hemisferik merupakan tindakan lifesaving yang harus segera dilakukan bila edema intrakranial tidak berespon terhadap terapi konservatif (misal: terapi osmotik, hiperventilasi, dll) atau bila terjadi pergeseran dari struktur penting otak di garis tengah, pada pasien dengan defisit motorik dan gangguan kesadaran. (Merenda&DeGeorgia, 2010; Valença dkk, 2012).

Teknik operasi yang direkomendasikan untuk hemikraniektomi dekompresi adalah dilakukan pada area frontotemporoparietal, mencapai dasar os frontal dan menyisakan kalvaria  1cm dari garis tengah untuk mencegah injuri pada bridging vein dan tambahan perdarahan (Valença dkk, 2012).

1.2.2 Duraplasti.

Kraniektomi dapat menurunan TIK 15% dan duraplasti dapat meningkatkan penurunan TIK 55%. Biasanya digunakan insisi kulit yang cukup besar untuk digunakan sebagai graft dura, hal ini menurunkan angka infeksi (5%) daripada bila digunakan materi asing seperti neuropatch (15%). Cairan serebrospinal juga lebih sering ditemukan bocor pada penggunaan kelompok yang menggunakan neuropatch (13% vs 1,6%). Saat operasi flap tulang diambil dan disimpan di lemak abdomen atau di freezer. Penggantian tulang atau kranioplasti dilakukan bila telah terjadi resolusi pembengkakan hemisfer, yang umumnya terjadi 20 minggu kemudian pada pasien yang selamat (Valença dkk, 2012).

Studi RCT multisenter yang dilakukan di Jerman, Perancis dan Belanda menunjukkan luaran baik pada pasien yang menjalani kraniektomi dekompresi untuk terapi stroke iskemik di area serebri media yang luas (Valença dkk, 2012).

2 Stroke Hemoragik.

(4)

2.1 Terapi pembedahan pada perdarahan intraserebral

Metode evakuasi hematom dibagi menjadi dua yaitu kraniotomi/kraniektomi dan prosedur invasif minimal.

2.1.1 Kraniotomi.

International Surgical Trial for Intra Cerebral Haemorrhage (STICH) adalah studi multisenter terkait pembedahan pada perdarahan intraserebral adalah. Pada studi ini 1033 pasien dari 83 senter di 27 negara terutama eropa, asia, dan afrika, dirandomisasi menjadi 2 kelompok terapi. Pada satu kelompok, pasien diberikan terapi konservatif, sedangkan kelompok yang lain dilakukan pembedahan pada waktu 24 jam paska onset sebagai tambahan dari terapi konservatif. Tidak ditemukan adanya keuntungan yang signifikan dari pembedahan pada angka mortalitas (63,7% pada kelompok terapi bedah dibandingkan 62,6% pada kelompok terapi konservatif), skala Rankin dan indeks Barthel (outcome baik pada 23,8% kelompok pembedahan vs 26,1% pada kelompok konservatif). Pada studi STICH, kraniotomi dan evakuasi hematom pada perdarahan intraserebral dikaitkan dengan luaran yang baik bila hematom terletak sejauh 1 cm dari permukaan otak. (Javed, 2008).

2.1.2 Pembedahan invasif minimal.

Pembedahan ini dapat dilakukan dengan 2 prosedur yaitu secara blind dan endoskopi. 2.1.2.1 Prosedur Blind.

Secara umum prosedur blind ini dilakukan dengan aspirasi burr hole, dengan atau tanpa bantuan sterotaksis dan fibrinolisis. Stereotaksis menambah presisi dari prosedur ini sementara fibrinolisis membuat klot lebih mudah saat dikeluarkan. Fibrinolisis dapat secara kimiawi yaitu dengan urokinase atau t-PA, atau secara mekanik dengan archimedes screw, aspirator ultrasound, atau pemotong oscillating. Prosedur ini terutama menguntungkan bila lesi terletak di dalam.

2.1.2.2Neuroendoskopi.

Prosedur ini dikatakan lebih baik dari pada sterotaksis dan kraniotomi untuk evakuasi klot perdarahan intraserebral di area basal ganglia pada pasien yang tidak koma. Evakuasi klot secara neuroendoskopi pada perdarahan intraventrikular dibandingkan dengan drainase ventrikular eksternal (EVD) saja, ditemukan memberikan luaran yang lebih baik, namun tidak ada perbedaan dalam mortalitasnya. Teknik pembedahan menjadi kurang invasif karena menggunakan endoskopi. Prosedur ini hanya perlu sedikit saja bukaan di tulang untuk insisi kortikal, biasanya dengan diameter kurang dari 1 cm.

(5)

lesi yang akut dan lebih solid, sedangkan burr hole dilakukan pada lesi kronis dan liquid. Sebagai tambahan, pembedahan dapat pula memiliki peran diagnostik, misalnya pada biopsi yang dikerjakan pada perdarahan intraserebral akibat vaskulitis.

Pada Guideline Stroke 2007 oleh Perdossi dikatakan guideline pengelolaan perdarahan intraserebral dengan pembedahan masih kontroversial. Pasien bukan kandidiat operasi bila: (1) pasien dengan perdarahan kecil (< 10cm3) atau defisit neurologis minimal (kelas II-IV, tingkat evidensi B), (2) pasien dengan GCS  4 , kecuali pada perdarahan serebelar yang disertai kompresi batang otak, untuk menyelamatkan nyawa.

Sedangkan kandidat dioperasi adalah: (1) pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel, (2) perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma, arteriovena malformasi, atau angioma kavernosa dibedah jika mempunyai harapan luaran yang baik dan lesi strukturnya terjangkau (kelas III-IV, tingkat evidensi C), (3) pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang-besar yang memburuk (kelas II-IV, tingkat evidensi B), (4) pembedahan untuk mengevakuasi hematom pada pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas ( 50 cm3) masih menguntungkan (kelas II-IV, tingkat evidensi B). Indikasi pembedahan pada perdarahan intraserebral supra tentorial kurang nyata. (Broderick dkk, 1999).

2.2 Perdarahan Subaraknoid

Penyebab tersering adalah ruptur aneurisma arteri serebri atau malformasi vaskular. Aneurisma terbentuk akibat respon terhadap tekanan-aliran pada dinding arteri yang mengalami degenerasi, inflamasi atau trauma, membentuk balon menjadi aneurisma beri/sakular,aneurisma fusiform aterosklerotik, aneurisma diseksi, atau aneurisma mikotik. (McDonnel, 2006).

Terapi utama untuk aneurisma intrakranial sebelum atau setelah ruptur adalah pemasangan klip dan coiling endovaskular. Pendekatan perlu disesuaikan per kasus pasien dan memperhatikan umur, kesehatan pasien secara umum, letak aneurisma dan morfologi neurovaskular dari lesi. Saat ini trend terapi mengarah pada intervensi dini, dalam waktu 24-72 jam, karena perdarahan ulang meningkatkan angka mortalitas, selain itu dikhawatirkan terapi tripel-H meningkatkan risiko perdarahan akibat aneurisma yang belum diamankan.

(6)

jebakan aneurisma. Cara ini membuat aneurisma tidak terlalu pulsatil untuk persiapan klip permanen dan mengendalikan perdarahan yang mungkin bisa terjadi akibat ruptur aneurisma prematur intraoperasi.

b. Pembedahan endovaskular. International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) tahun 2002 membandingkan pasien dengan aneurisma yang diterapi dengan klipping dan yang diterapi dengan coiling endovaskular. Hasilnya, dalam 1 tahun paska terapi, rerata kematian dan angka ketergantungan secara signifikan menurun pada kelompok pasien dengan coiling. Prosedur coiling dengan kateter yang kurang invasif dibandingkan klipping neurosurgical, menurunkan angka morbiditas terutama pada pasien tua. Coiling endovaskular telah menjadi standar terapi pada lesi vertebrobasilar yang sulit di operasi, terutama pada apeks a.basilaris.

Hal ini juga direkomendasi AHA dalam guideline untuk terapi pembedahan dan endovaskular pada ruptur aneurisma serebral (Connolly, 2012).

2.3 Pengalihan aliran likuor serebrospinal.

Prosedur drainase ventrikular eksternal (EVD) dibutuhkan bila terjadi hidrosefalus akut pada perdarahan intraserebral maupun perdarahan subaraknoid, terutama bila perdarahan meluas dan menekan sistem ventrikular. EVD mungkin dapat menyelamatkan nyawa dalam kondisi tersebut. Hal ini telah dibuatkan guideline AHA untuk penanganan hidrosefalus pada SAH (Connolly, 2012).

2.4 Malformasi arterio-vena (AVM)

Pada malformasi arterio-vena (AVM) pilihan terapi intervensi ada tiga, yaitu pembedahan vaskular, endovaskular dan radiosurgery.

2.4.1 Pembedahan vaskular. Pembedahan dilakukan dengan ligasi arteri feeding, menutup drainage vena, reseksi nidus dan kadang klip pada aneurisma terkait. Guideline American Stroke Association merekomendasikan operasi pada lesi dengan grade Spetzler-Martin 1 dan 2. Pasien grade 3 merupakan kelompok kontroversi, dimana biasanya dianjurkan embolisasi sebelum operasi. Pasien dengan grade >3 ditangani dengan terapi konservatif atau kandidat untuk endovaskular/radiosurgery.

(7)

direkomendasikan pada aneurisma yang besar (diameter >7mm) , sebelum dilakukan embolisasi lanjutan atau pembedahan.

2.4.3 Radiosurgery. Pada prosedur ini pisau gamma, proton beam, atau akselerator linear digunakan untuk mengkerutkan atau menutup AVM. Radiosurgery merupakan pilihan pada lesi yang lebih kecil di area eloquent, dimana prosedur bedah-saraf dapat mengakibatkan defisit neurologis permanen. Mekanisme penutupan AVM dengan radiosurgery adalah : (1) penebalan lapisan pembuluh darah (tunika intima) secara progresif dalam 3 tahun, menurunkan tekanan pada pembuluh darah, (2) trombosis parsial atau komplit pada pembuluh darah yang diradiasi, (3) potensi oklusi pada endotel yang menebal, terkait dengan stasis. Perbaikan (obliterasi) angiografi dari sebuah AVM dengan ukuran lesi < 3cm yang diterapi dengan radiosurgery didapatkan pada 80-95% pasien. Namun diperlukan waktu dari 1-3 tahun untuk sepenuhnya menutup sebuah AVM (Valenca dkk, 2012).

3 KESIMPULAN.

Mayoritas pasien stroke tidak membutuhkan pembedahan namun pada beberapa kasus dimana kondisi pasien menurun dengan cepat dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, herniasi atau ancaman herniasi, operasi sebaiknya segera dilakukan. Prosedur pembedahan memegang peranan kedua terpenting pada manajemen stroke, sehingga disarankan agar pada rumah sakit pusat rujukan neurologist dan ahli bedah saraf dapat bekerja sama menangani pasien dengan stroke. Rujukan yang tepat dapat membawa perubahan yang nyata pada pasien stroke.

DAFTAR PUSTAKA

Amar A.P. 2012. Controversies in the neurosurgical management of cerebellar hemorrhage and infarction. Neurosurg Focus Vol. 32 (4). Available from: http://thejns.org/doi/abs/10.3171/2012.2.FOCUS11369. Akses : 8 November 2013.

Broderick J.P., Adams H.P., Barsan W., Feinberg W., Feldmann E., Grotta J., Kase C, Krieger D., Mayberg M., Tilley B., Zabramski J.M., Zuccarello M. 1999. Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Statement for Healthcare Professionals From a Special Writing Group of the Stroke CouncilAmerican Heart

Association. Stroke. Vol. 30:905-915. Available from:

http://stroke.ahajournals.org/content/30/4/905. Akses: 7 November 2013.

Connolly E.S.,Rabinstein A.A,Carhuapoma J.R,Derdeyn C.P, Higashida R.T.,Kirkness C.J.,Naidech A.M. 2012. Guidelines for the Management of Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage : A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. Vol.43.Available from:

(8)

Erion Musabelliu, Yoko Kato, Shuei Imizu, Junpei Oda and Hirotoshi Sano. 2012. Surgical Treatment of Patients with Ischemic Stroke Decompressive Craniectomy. In. Rodriguez J.C.G(ed). Acute Ischemic Stroke. Chap.9. InTech.

Furie K.L., Smirnakis S.M., Koroshetz W.J., Kistler,J.P. 2004. Stroke Due to Large Artery Atherosclerosis. In : Furie K.L., Kelly P.J. (eds). Handbook of Stroke Prevention in Clinical Practice. Chap.10. Humana Press.

Goldstein L.B. 2009. A Primer on Stroke Prevention Treatment: An O verview Based on AHA/ASA Guidelines. 1st ed. Dallas: Willey-Blackwell.

Goldstein L.B., Bushnell C.D. 2011. Guidelines for the Primary Prevention of Stroke: A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Vol. 42:517-584.

H. M. Fernandes, B. Gregson, S. Siddique and A. D. Mendelow. 2000. Surgery in Intracerebral Hemorrhage: The Uncertainty Continues. Stroke. Vol. 31:2511-2516. Available from: http://stroke.ahajournals.org/content/31/10/2511. Akses: 8 November 2013.

Hofmeijer J., Amelink G.J, Algra A., Gijn J.V.,Macleod M.R., Kappelle L.J., van der Worp H.B. 2006. Hemicraniectomy after middle cerebral artery infarction with life-threatening Edema trial (HAMLET). Protocol for a randomised controlled trial of decompressive surgery in space-occupying hemispheric infarction. Trials Journal vol. 7:29. Available from :

http://www.trialsjournal.com/content/7/1/29. Akses : 7 November 2013.

Javed G., Tahir M.Z., Enam S.A., Role of neurosurgery in the management of stroke. Journal of the Pakistan Medical Association,58(7), 378-84. Available from:

http://ecommons.aku.edu/pakistan_fhs_mc_surg_neurosurg/10. Akses : 7 November 2013.

Jüttler E., Schwab S., Schmiedek P., Unterberg A., Hennerici M., Woitzik J., Witte S., Jenetzky E., Hacke W. 2007. Decompressive Surgery for the Treatment of Malignant Infarction of the Middle Cerebral Artery (DESTINY): A Randomized, Controlled Trial. Stroke. Vol. 38:2518-2525. Available from: http://stroke.ahajournals.org/content/38/9/2518. Akses : 7 November 2013.

McDonnel D.E., Alien M.B. 2006. Diagnosis and Treatment of Strokes, Ischemic Lesions and Intraparenchymal Hemorrhages of the Brain. In: Essential of Neurology. Martin Greenberg (ed). Chap.14. New York : Lippincott Williams and Wilkins. page: 251-273. Mendelow A.D., Gregson B.A., Mitchell P.M., Murray G.D., Rowan E.N., Gholkar A.R., 2011. Surgical Trial in Lobar Intracerebral Haemorrhage (STICH II) Protocol. Mendelow et al. Trials 2011, 12:124. Available from: http://www.trialsjournal.com/content/12/1/124. Akses: 7 November 2013.

Reichart R., Frank S., 2011. Intracerebral Hemorrhage, Indication for Surgical Treatment and Surgical Techniques. The Open Critical Care Medicine Journal, Vol. 4, 68-71. Available from:

http://benthamscience.com/open/toccmj/articles/V004/SI0001TOCCMJ/68TOCCMJ.pdf.

(9)

Silverman I.E., Rymer M.M, 2010. An Atlas of Investigation and Treatment, Hemorragic Stroke. Oxford: Clinical Publishing. Page

Vahedi K., Vicaut E., Mateo J, Kurtz A, Orabi M, Guichard J.P., Boutron C, Couvreur G, Rouanet F, Touzé E, Guillon B, Carpentier A, Yelnik A, George B, Payen D, Bousser M.G. 2006. Sequential-Design, Multicenter, Randomized, Controlled Trial of Early Decompressive Craniectomy in Malignant Middle Cerebral Artery Infarction (DECIMAL Trial). Stroke. Vol.38:2506-2517. Available from: http://stroke.ahajournals.org/content/38/9/2506. Akses 10 November 2013.

Gambar

Tabel 1. Manajemen yang direkomendasikan berdasarkan derajat stenosis karotis dari

Referensi

Dokumen terkait

Proses desain menghasilkan sebuah video musik animasi dua dimensi dalam format MPEG4 berdurasi dua menit tiga puluh detik, menampilkan animasi yang menceritakan

Studi-studi arsitektural yang mendalam dan bersifat sangat detail tentunya lebih banyak ditentukan oleh kapasitas konteks lokasi dan waktu, sehingga setiap studi

Pada kolom Anggaran diisi dengan jumlah anggaran yang dialokasikan pada program tersebut; Pada kolom Keterangan diisi dengan keterangan tambahan yang penting, misalnya proporsi

bahwa kadar abu fruit leather pisang raja nangka lebih tinggi dari fruit leather pisang ambon hijau dan kepok putih, walaupun berdasarkan analisis

Dengan melihat hasil penelitian maka peneliti mengambil beberapa kesimpulan. Berikut beberapa kesimpulan tersebut: 1) Dalam indikator pendapatan wilayah Surabaya tidak

Penelitian ini bertujuan mengonfirmasi keberadaan gen RB dalam genom tanaman kentang transgenik Katahdin SP951 dengan cara menyekuen gen tersebut dari tanaman

Akan tetapi pada ikan buntal mas betina menunjukkan bahwa peningkatan panjang total tubuh tidak mempengaruhi rasio berat lambung/berat tubuh karena semakin

Resep kedua yang Nursi berikan untuk mengobati penyakit kemanusiaan adalah menegakkan solidaritas dan kebersamaan sejati khususnya antara bangsa Arab dan bangsa Turki