• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI DENGAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA ISTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI DENGAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA ISTRI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI DENGAN

KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA ISTRI

Oleh : ERIN ALTAIRA H. FUAD NASHORI

PRODI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI DENGAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA ISTRI

Telah Disetujui Pada Tanggal

________________________

Dosen Pembimbing

(3)

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI DENGAN KEPUASAN DALAM PERKAWINAN PADA ISTRI

Erin Altaira H. Fuad Nashori

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji adakah hubungan positif antara kualitas komunikasi dengan kepuasan istri dalam perkawinan. Hipotesis awal yang diajukan adalah adanya hubungan positif antara kualitas komunikasi dengan kepuasan istri dalam perkawinan. Di mana semakin tinggi kualitas komunikasi, maka semakin tinggi pula kepuasan istri dalam perkawinan, dan sebaliknya.

Subjek penelitian ini adalah wanita yang berstatus istri, latar belakang pendidikan minimal SLTA dan telah memiliki anak. Subjek dipilih dengan menggunakan teknik

purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode skala.

Skala kualitas komunikasi mengacu pada aspek kualitas komunikasi dari Lasswell dan Lasswell (1987) yaitu (1) keterbukaan; (2) kejujuran; (3) kepercayaan; (4) empati; dan (5) mendengarkan. Skala kualitas komunikasi berjumlah 34 aitem, dengan indeks diskriminasi aitem bergerak antara 0,3038 sampai 0,5715 dengan koefisien reliabilitas Alpha sebesar 0,8965. Skala kepuasan perkawinan mengacu pada aspek kepuasan perkawinan dari Clayton (Pujiastuti dan Retnowati, 2004) yaitu (1) kemampuan sosial (Marriage Sociability); (2) persahabatan dalam perkawinan (Marriage Companionship); (3) urusan ekonomi (Economic Affair); (4) kekuatan perkawinan (Marriage Power); (5) hubungan dengan keluarga besar (Extra Family Relationship); (6) persamaan ideologi (Ideological Congruence); (7) keintiman perkawinan (Marriage Intimacy); dan (8) taktik interaksi (Interaction Tactics). Skala kepuasan perkawinan berjumlah 35 aitem dengan indeks diskriminasi aitem bergerak antara 0,3090 sampai 0,6024 dan koefisien reliabilitas Alpha sebesar 0,9047.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment Pearson dengan dibantu program SPSS versi 11.5 for windows. Hasil analisis data menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kualitas komunikasi dengan kepuasan istri dalam perkawinan (r = 0,456 ; p = 0,000 (p<0,01)). Jadi, semakin berkualitas tingkat komunikasi maka semakin tinggi tingkat kepuasan istri dalam perkawinan.

(4)

Pengantar

Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu tahap kehidupan manusia yang sangat penting. Sebagian orang pada suatu saat dalam hidupnya memutuskan untuk membentuk lembaga keluarga melalui perkawinan. Dengan melakukan perkawinan, manusia memenuhi kebutuhan psikologis, kebutuhan seksual, kebutuhan material dan kebutuhan spiritual. Dari sisi psikologis, yang penting adalah terpenuhinya kebutuhan akan cinta, rasa aman, pengakuan, dan persahabatan.

Suami maupun istri yang telah memasuki kehidupan perkawinan pasti akan mendambakan kehidupan perkawinan yang bahagia dan memuaskan. Widyarini (2006) mengungkapkan bahwa alasan seseorang menikah dapat bermacam-macam, seperti faktor ekonomi, demi mendapatkan keturunan, demi status sosial, demi cinta, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, tujuan seseorang menikah adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan dari hubungan perkawinan tersebut.

Pengalaman dalam kehidupan menunjukkan bahwa membangun perkawinan itu mudah, namun memelihara dan membina perkawinan hingga mencapai taraf kebahagiaan dan kesejahteraan yang selalu didambakan oleh setiap pasangan suami istri tidaklah mudah. Kesuksesan perkawinan tidak hanya ditandai oleh berapa lama hubungan terjalin dan intensitas perasaan yang dialami oleh kedua orang yang menjalin relasi perkawinan tetapi dari sejauh mana pasangan suami istri dapat merasakan kepuasan perkawinan dengan saling memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan psikologis (Kompas, 2004).

(5)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa idealnya pasangan suami istri akan mengharapkan keharmonisan dan kepuasan dalam perkawinan dengan saling mencintai, menghargai, dan dapat bertoleransi terhadap perbedaan-perbedaan diantara keduanya. Namun, pada kenyataannya tidak semua pasangan mampu merasakan kehidupan harmonis dan kepuasan dalam perkawinannya seperti yang diharapkan pada awal perkawinan.

Contoh ketidak harmonisan keluarga yang paling mudah dilihat adalah meningkatnya angka perceraian di kalangan selebritis akhir-akhir ini. Selain itu, data yang ada pada Badan Pusat Statistik mengenai angka perceraian di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa pada tahun 2003 terdapat 643 kasus perceraian dari 26.203 pernikahan. Tahun 2004 tercatat 744 kasus perceraian dari 27.077 pernikahan dan terakhir pada tahun 2005 terdapat 871 kasus perceraian dari 28.116 pernikahan.

Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan tidak terlepas dari berbagai macam masalah. Dalam pemecahan masalah dibutuhkan suatu kerjasama antara suami istri dalam menyatukan perbedaan-perbedaan yang dihadapi melalui komunikasi yang baik antara suami istri sehingga masalah dapat terselesaikan. Masalah-masalah dalam perkawinan dapat mengakibatkan seseorang merasakan ketidakpuasan dalam perkawinannya.

Fenomena ketidakpuasan dalam perkawinan banyak dirasakan oleh istri. Hal ini didukung oleh hasil survei di Amerika Serikat (Pujiastuti dan Retnowati, 2004), bahwa para istri cenderung memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang lebih rendah (56%) dibanding dengan para suami (60%). Seorang istri lebih

(6)

merasakan puas dalam perkawinannya jika ia mampu mempersepsi sesuatu dengan cara pandang suaminya, memiliki tingkat keintiman yang tinggi, mampu untuk mengungkapkan tentang diri dengan pasangan dan mampu melihat pasangan sebagai orang yang tanggap, kemampuan suami dalam mengekspresikan afeksi dan tingkat kenegatifan suami, dan jumlah waktu yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu dengan teman / saudara / pasangannya sebaik cara berkomunikasi mereka (Laurenceau dkk., 2005; Neff dan Karney, 2005; Vangelisti dan Huston, 1994, dalam Scanlan, 2005).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seorang istri akan lebih peka dan emosional dalam menghadapi suatu masalah. Cara mempersepsi sesuatu, keintiman, dan komunikasi yang berkualitas, akan menentukan kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh istri. Namun, pada kenyataannya banyak istri yang merasa tidak puas dalam rumah tangganya. Hal ini banyak dikarenakan cara berkomunikasi yang kurang baik antara suami istri sehingga mengakibatkan perselisihan-perselisihan yang dapat berujung pada perceraian.

Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan perkawinan memang tidak dapat terlepas dari berbagai macam permasalahan. Adanya perbedaan-perbedaan dalam diri masing-masing individu menuntut adanya penyesuaian antara satu sama lain yaitu dengan cara memiliki komunikasi yang baik dan berkualitas antara suami istri sehingga dapat terhindar dari berbagai macam konflik dan akan menciptakan kepuasan dalam perkawinannya.

Dengan demikian, komunikasi adalah faktor yang diduga turut mempengaruhi terciptanya kepuasan dalam perkawinan. Astuti (2003)

(7)

mengemukakan bahwa komunikasi yang baik dan berkualitas akan membantu meningkatkan hubungan serta membantu menjernihkan permasalahan, sedangkan komunikasi yang buruk akan mengganggu hubungan tersebut dan cenderung mengarah pada konflik yang berkelanjutan.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan betapa pentingnya kualitas komunikasi yang berdampak pada kepuasan dalam perkawinan. Dengan adanya kualitas komunikasi, maka suami istri akan dapat menyelesaikan suatu masalah dengan baik dan jernih, dan terhindar dari konflik-konflik yang berkelanjutan, sehingga masing-masing pasangan akan merasakan kepuasan dalam perkawinannya. Namun, kepuasan perkawinan itu tidak terjadi begitu saja. Perlu tekad yang bulat, ketetapan hati, dan ketekunan untuk berlatih dan terus meningkatkan diri masing-masing pasangan.

Untuk mengkaji lebih jauh permasalahan di atas, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada bukti empiris hubungan antara kualitas komunikasi dengan kepuasan dalam perkawinan pada istri.

Kepuasan Perkawinan Pengertian kepuasan perkawinan

Atchley (Kulik, 2002) mengatakan bahwa kepuasan perkawinan adalah persepsi individu terhadap kualitas perkawinannya. Hal ini dipertegas oleh Hawkins (Pujiastuti dan Retnowati, 2004), bahwa kepuasan perkawinan merupakan perasaan subjektif yang dirasakan pasangan suami istri, berkaitan dengan aspek-aspek yang ada dalam suatu pernikahan, seperti rasa bahagia, puas,

(8)

serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangannya yang bersifat individual.

Selanjutnya, Chappel dan Leigh (Pujiastuti dan Retnowati, 2004), mendefinisikan kepuasan perkawinan sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas perkawinan secara keseluruhan. Hal tersebut berarti taraf yang menunjukkan terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan seseorang dalam suatu perkawinan.

Dari pengertian-pengetian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan perkawinan adalah evaluasi subyektif terhadap kualitas perkawinan secara keseluruhan yang dirasakan oleh suami istri.

Aspek-aspek kepuasan perkawinan

Clayton (Pujiastuti dan Retnowati, 2004), mengemukakan beberapa aspek kepuasan perkawinan, yaitu: (1) kemampuan sosial (Marriage Sociability); (2) persahabatan dalam perkawinan (Marriage Companionship); (3) urusan ekonomi (Economic Affair); (4) kekuatan perkawinan (Marriage Power); (5) hubungan dengan keluarga besar (Extra Family Relationship); (6) persamaan ideologi (Ideological Congruence); (7) keintiman perkawinan (Marriage Intimacy); dan (8) taktik interaksi (Interaction Tactics).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan

Dari penjelasan beberapa teori dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan secara garis besar yaitu : rasa cinta dan

(9)

saling tertarik, kemampuan menyesuaikan diri, kedewasaan kepribadian, kemampuan komunikasi, kemampuan memenuhi kebutuhan pasangan, kebijaksanaan terhadap pasangan, kerjasama dalam penyelesaian konflik, hubungan seksual, saling pengertian, hubungan dengan lingkungan luar, dan masalah keuangan.

Kualitas Komunikasi Pengertian kualitas komunikasi

Kualitas komunikasi oleh Montgomerry (1981) diartikan sebagai tingkat kemampuan sebuah keluarga untuk menjalin hubungan interpersonal, melakukan transaksi, penguasaan simbolik (dapat mengartikan suatu lambang yang telah saling dipertukarkan) dan memelihara pengertian melalui komunikasi yang dilakukan.

Dalam berkomunikasi, yang menjadi soal bukanlah beberapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Jadi, komunikasi yang berhasil bukan hanya sekedar kepandaian berbicara, melainkan komunikasi itu sendiri bersifat efektif atau berkualitas (Rakhmat, 2002).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disampaikan maka dapat disimpulkan bahwa kualitas komunikasi adalah kemampuan pasangan suami istri untuk menjalin hubungan interpersonal yang baik dan menyenangkan, melakukan transaksi, penguasaan simbolik (dapat mengartikan suatu lambang yang telah saling dipertukarkan), memelihara pengertian, dan dapat mempengaruhi sikap pasangan melalui komunikasi yang dilakukan.

(10)

Aspek-aspek kualitas komunikasi

Lasswell dan Lasswell (1987) menyatakan bahwa aspek-aspek kualitas komunikasi meliputi : (1) keterbukaan; (2) kejujuran; (3) kepercayaan; (4) empati; dan (5) kesediaan untuk mendengarkan.

Hubungan antara Kualitas Komunikasi dan Kepuasan dalam Perkawinan Konflik merupakan fenomena umum dalam perkawinan. Dapat dipahami bahwa kehidupan perkawinan yang bahagia dan memuaskan menjadi dambaan setiap pasangan suami istri. Namun, untuk mencapai kepuasan dalam perkawinan tidaklah mudah, dibutuhkan penyesuaian diri termasuk didalamnya komunikasi yang berkualitas dan kerjasama yang baik antara suami istri dalam kehidupan perkawinannya.

Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa aspek-aspek kualitas komunikasi adalah keterbukaan, kejujuran, kepercayaan, empati dan kesediaan untuk mendengarkan. Walgito (2002) menyatakan bahwa komunikasi antara suami istri harus saling terbuka, berlangsung dua arah. Dengan komunikasi yang terbuka antara suami istri maka akan terbina saling pengertian.

Selanjutnya, menurut Lasswell & Lasswell (1987) kejujuran membantu menjelaskan perasaan, mencegah salah pengertian dan meredakan amarah dalam komunikasi. Dengan adanya kejujuran dan keterbukaan, maka dapat menumbuhkan kepercayaan antara suami istri. Hal ini ditegaskan oleh Walgito (2002) yaitu baik suami maupun istri dalam kehidupan berkeluarga harus dapat menerima dan memberi kepercayaan kepada pasangannya. Oleh karena itu,

(11)

kejujuran sangat berperan penting dalam menumbuhkan kepercayaan suami atau istri kepada pasangannya. Bila tidak ada unsur kepercayaan dalam keluarga, maka yang ada hanyalah rasa curiga yang akan menimbulkan rasa tidak tentram dalam kehidupan keluarga.

Fisher dan Sprenkle (Lasswell dan Lasswell, 1987), bahwa empati akan mempunyai pengaruh yang baik dan merupakan determinan yang penting bagi kepuasan perkawinan. Selain itu, suami istri perlu menjadi seorang pendengar yang baik dan empatik. Shehan (2003) menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi seseorang tidak terlepas dari menjadi pendengar yang baik. Untuk itu, dibutuhkan komitmen, latihan, kesabaran, dan keahlian. Dengan memiliki keahlian dalam mendengarkan, maka seseorang dituntut untuk mampu mengambil kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh pasangannya, sehingga tercipta kepuasan dalam perkawinan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas komunikasi mempunyai pengaruh sangat penting bagi kehidupan perkawinan khususnya menciptakan kepuasan dalam perkawinan.

Hipotesis Penelitian

Ada hubungan positif antara kualitas komunikasi dengan kepuasan dalam perkawinan pada istri. Semakin tinggi kualitas komunikasi maka semakin tinggi pula kepuasan dalam perkawinan pada istri. Sebaliknya, semakin rendah kualitas komunikasi akan semakin rendah pula kepuasan dalam perkawinan pada istri.

(12)

Metode Penelitian Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah warga yang berdomisili di Perum Pertamina Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta yang dicirikan hal-hal sebagai berikut : wanita, menikah dan masih memiliki pasangan, latar belakang pendidikan minimal SLTA, dan telah memiliki anak.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS), yang dibedakan antara pernyatan favorable dan unfavorable.

Skala kepuasan perkawinan

Skala kepuasan perkawinan disusun berdasarkan delapan aspek kualitas perkawinan dari Clayton (Pujiastuti dan Retnowati, 2004), dengan pembagian 28 untuk aitem favorable dan 22 untuk aitem unfavorable, sehingga jumlah skala tryout kepuasan perkawinan adalah 50 aitem.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan kepuasan perkawinan yang tinggi, begitu pula sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek menunjukkan kepuasan perkawinan yang rendah.

(13)

Skala kualitas komunikasi

Skala kualitas komunikasi disusun berdasarkan lima aspek kualitas komunikasi dari Lasswell dan Lasswell (1987), dengan pembagian 20 untuk aitem favorable dan 15 untuk aitem unfavorable, sehingga untuk jumlah skala tryout kualitas komunikasi adalah 35 aitem.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan kualitas komunikasi yang tinggi, begitu pula sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek menunjukkan kualitas komunikasi yang rendah.

Metode Analisis Data

Teknik statistik yang dipandang tepat untuk melakukan analisis data dalam penelitian ini adalah dengan teknik korelasi product-moment. Untuk mempermudah penghitungan statistik digunakan bantuan program SPSS versi 11.5 for windows.

Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Hasil Uji Coba Alat Ukur

Subjek pada uji coba alat ukur ini adalah 68 orang. Setelah data uji coba alat ukur dianalisis maka didapat beberapa aitem yang gugur, sehingga jumlah skala kepuasan perkawinan setelah uji coba menjadi 35 aitem dan jumlah skala kualitas komunikasi menjadi 34 aitem.

(14)

Hasil Penelitian Deskripsi Subjek

Deskripsi subjek penelitian yang merupakan warga Perumahan Pertamina Purwomartani, Kalasan. Sleman, Yogyakarta sebagai subjek dalam penelitian ini adalah sejumlah 98 orang. Adapun hasil deskripsinya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1

Deskripsi Subjek Penelitian

No Faktor Kategori Jumlah

1 Usia 24 = x = 35 x = 36 42 56 2 Lama Menikah 1 = x = 15 x = 16 50 48 3 Jumlah Anak 1 = x = 2 x = 3 39 59

4 Pendidikan Terakhir SLTA

Pasca SLTA

43 55

Deskripsi data penelitian Tabel 2

Deskripsi Data Penelitian

Empirik Hipotetik

Variabel

Maks Min Mean Maks Min Mean

Kepuasan

Perkawinan 133,00 112,00 122,68 140,00 35,00 87,50 Kualitas

Komunikasi 122,00 93,00 110,34 136,00 34,00 85,00

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa dari keseluruhan jumlah subjek penelitian yaitu 98 orang, mayoritas subjek berada pada tingkat kepuasan perkawinan yang sangat tinggi yaitu 77,55%. Sedangkan pada kualitas komunikasi, mayoritas subjek berada pada tingkat kualitas komunikasi yang tinggi, yaitu sebanyak 81,63%.

(15)

Uji Asumsi Uji normalitas

Berdasarkan hasil uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test dapat diketahui bahwa skala kepuasan perkawinan menunjukkan K-SZ = 0,991 ; p = 0,279 (p=0,05) dan skala kualitas komunikasi menunjukkan K-SZ = 1,064 ; p = 0,207 (p=0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa skala kepuasan perkawinan dan kualitas komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdistribusi normal.

Uji linearitas

Berdasarkan output scatterplot dapat diketahui bahwa sebaran data kualitas komunikasi dan kepuasan perkawinan bersifat linear. Plot yang ada menunjukkan korelasi linear (segaris) positif. Selain itu, tabel pengujian linearitas diperoleh p linearity = 0,000 (p<0,05) dan p deviation from linearity = 0,158 (p>0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa data kepuasan perkawinan dan kualitas komunikasi bersifat linear.

Uji Hipotesis

Hasil analisis product moment Pearson menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kualitas komunikasi dengan kepuasan istri dalam perkawinan (r = 0,456 ; p = 0,000 (p<0,01)). Dengan kata lain, hipotesis diterima.

(16)

Analisis Tambahan

Analisis tambahan dengan menggunakan menggunakan uji one way anova. Dari hasil analisis didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan baik kualitas komunikasi maupun kepuasan perkawinan yang dialami subjek penelitian yang disebabkan oleh perbedaan usia, lamanya menikah, jumlah anak, dan pendidikan terkhir. Ditunjukkan dengan nilai p masing-masing variabel diatas 0,05 (p>0,05).

Pembahasan

Berdasarkan analisis data yang ada didapatkan kesimpulan bahwa hipotesis penelitian ini diterima yaitu ada hubungan positif antara kualitas komunikasi dengan kepuasan perkawinan pada istri.

Sadarjoen (2005) menyatakan bahwa komunikasi merupakan pusat cara kedua pasangan untuk hidup harmonis satu sama lain. Jika komunikasi antara suami istri berlangsung baik, terbuka dan berlangsung dua arah, maka akan menumbuhkan kepercayaan antara suami istri tersebut dan terhindar dari kesalahpahaman yang berujung pada permasalahan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jika komunikasi antara suami istri berkualitas maka akan menumbuhkan kepuasan perkawinan bagi masing-masing pasangan.

Adanya hubungan positif antara kualitas komunikasi dengan kepuasan perkawinan pada istri ini sesuai dengan pendapat Olson dan DeFrain (2003) mengungkapkan bahwa komunikasi merupakan kunci kesuksesan suatu hubungan, sehingga kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi menjadi

(17)

salah satu faktor terpenting dalam memelihara kepuasan suatu hubungan (kepuasan perkawinan).

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas subjek memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang sangat tinggi, yaitu 77,55%, dan selebihnya berada pada tingkat tinggi, yaitu 22,45. Kemudian pada skala kualitas komunikasi menunjukkan mayoritas subjek memiliki tingkat kualitas komunikasi yang tinggi, yaitu sebanyak 81,63%, sangat tinggi 17,35% dan selebihnya berada pada tingkat sedang, yaitu 1,02%. Keadaan ini menunjukkan bahwa kemampuan suami istri dalam menciptakan komunikasi yang berkualitas, akan menyebabkan meningkatnya kepuasan dalam perkawinan pada istri.

Dari hasil penelitian dapat dilihat sumbangan efektif kualitas komunikasi terhadap kepuasan dalam perkawinan pada istri adalah sebesar 20,8% sedangkan sisanya 79,2% adalah kontribusi faktor lain. Faktor lain yang memberikan sumbangan bagi kepuasan perkawinan pada istri sebesar 79,2% adalah rasa saling tertarik, kesediaan pasangan untuk menyesuaikan diri, perasaan menjadi satu, perasaan saling memiliki, dan kedewasaan kepribadian (BP4, 1991).

Hasil analisis tambahan yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas komunikasi yang dialami subjek penelitian yang disebabkan oleh perbedaan usia, lamanya menikah, jumlah anak, dan pendidikan terakhir. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena dalam suatu proses komunikasi yang diperlukan adalah adanya kemampuan untuk menyampaikan informasi, pemahaman atas informasi yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk merespon informasi tersebut, dimana ketiga faktor ini sangat bergantung dari

(18)

keadaan psikologis dari masing-masing individu. Sehingga, kualitas komunikasi tidak dapat dibedakan menurut kategori seperti yang disebutkan di atas.

Selain itu, pada data kepuasan perkawinan juga tidak ada perbedaan kepuasan perkawinan yang dialami subjek penelitian yang disebabkan oleh perbedaan usia, lamanya menikah, jumlah anak, dan pendidikan terakhir. Hal ini melainkan dipengaruhi oleh satu hal mendasar yang mutlak harus ada dalam kehidupan perkawinan yaitu komunikasi yang baik antara suami istri, karena melalui komunikasi hal-hal yang dapat mewujudkan kepuasan perkawinan dapat diusahakan bersama.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara kualitas komunikasi dengan kepuasan perkawinan pada istri. Semakin tinggi tingkat kualitas komunikasi, maka tingkat kepuasan perkawinan pada istri juga akan semakin meningkat. Begitu pula sebaliknya, jika semakin rendah tingkat kualitas komunikasi, maka tingkat kepuasan perkawinan pada istri juga akan semakin menurun.

Saran Bagi subjek penelitian

Berdasarkan hasil penelitin ini, subjek diharapkan untuk dapat menjaga kualitas komunikasinya, bahkan dimungkinkan untuk meningkatkan kualitas komunikasi yang telah dimiliki, karena diharapkan apabila subjek meningkatkan

(19)

kualitas komunikasinya secara langsung akan meningkatkan kepuasan perkawinannya.

Bagi para suami

Disarankan bagi para suami untuk mendukung istri dalam menciptakan keluarga yang harmonis. Dengan memiliki komunikasi yang kualitas antara suami istri, diharapkan suami akan merasakan kepuasan perkawinan yang tinggi pula, sehingga ikatan perkawinan antara keduanya menjadi lebih erat karena kedua belah pihak mengalami kepuasan perkawinan.

Bagi peneliti selanjutnya

Disarankan untuk melakukan penelitian dengan memperhitungkan faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan perkawinan. Selain itu, data penelitian akan lebih komprehensif apabila kedua belah pihak yaitu suami dan istri keduanya diikutsertakan dalam pengambilan data.

(20)

Daftar Pustaka

Astuti, C. D. P. 2003. Hubungan Kualitas Komunikasi dan Toleransi Stres dalam Perkawinan. Suksma, Vol.2, No.1, hal.52-60

BP4. 1991. Persiapan Menuju Perkawinan yang Lestari. Jakarta : Pustaka Antara

Kompas. 2004. Faktor Pra Perkawinan yang Berpengaruh pada Sukses Perkawinan. http://www.unitedfool.com.28/2/05

Kulik, L. 2002. Equality in Marriage, Marital Satisfaction, and Life Satisfaction : A Comparative Analysis of Preretired and Retired Men and Women in Israel. Families in Society : The Journal of Contemporary Human Services, Vol.83, no.2, p.197-207

Lasswell, N & Lasswell, T. 1987. Marriage and The Family. California : Publishing Company

Montgomerry, B. 1981. The Form and Function of Quality Communication on Marriage. Family Relation, Vol.30, p.21-30

Olson, D. H. L. & DeFrain, J. D. 2003. Marriages and Families : Intimacy, Diversity, and Strengths. 4th ed. USA : McGraw Hill Company

Pujiastuti, E & Retnowati, S. 2004. Kepuasan Pernikahan dengan Depresi pada Kelompok Wanita Menikah yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja. Humanitas : Indonesian Psychological Journal, Vol.1, No.2, hal.1-9

Rakhmat, J. 2002. Psiklogi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Sadarjoen, S. S. 2005. Konflik Marital : Pemahaman Konseptual, Aktual dan Alternatif Solusinya. Bandung : PT. Refika Aditama

Scanlan, C. 2005. Defining Marital Satisfaction : A Grounded Theory Approach. http://psych.edgewood.edu/psy700mr/defining_marital_satisfaction.htm. 29/09/2007

Shehan, C. L. 2003. Marriages and Families. 2nd ed. USA : Pearson Education Inc

(21)

Walgito, B. 2002. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta : Andi Offset

Widyarini, N. 2006. Apa Tipe Hubungan Anda dalam Perkawinan? http://www.kompas.com. 27/09/2007

(22)

IDENTITAS PENULIS Nama : Erin Altaira

Alamat : Komperta Blok B.05 Yogyakarta No. Telp : 497411

Referensi

Dokumen terkait

1. Kawasan Lindung, yang terdiri dari : a) Kawasan hutan lindung; b) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c) Kawasan perlindungan

PESERTA YANG MENDAPATKAN

Bakteri mikroaerob yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen tetapi dalam konsenterasi yang

1) Pasal 160 ayat (3) KUHAP saksi harus mengucapkan sumpah atau janji (sebelum memberikan keterangan). 2) Keterangan saksi harus mengenai peristiwa pidana yang saksi

NO FORMAT SMS KETERANGAN 1 INFO &lt;spasi&gt; PNPM &lt;spasi&gt; BANTUL Format SMS yang digunakan user untuk mendapatkan informasi tentang data apa saja yang

Kepada para orang tua dan para guru, khususnya guru agama SD diharapkan untuk meningkatkan peranannya dalam memberikan pendidikan seks, terutama tentang tanda-tanda

Lead off merupakan strategi menempatkan program unggulan di posisi awal daypart untuk memancing perhatian penonton sebanyak mungkin agar menonton siaran program

Tidak ada pengaruh metode poster terhadap perubahan perilaku jajanan sehat siswa SD X, kecuali untuk perilaku Tindakan responden ada pengaruh perubahan Tindakan