• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELITUS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELITUS."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN

MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA

TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.)

DIABETES MELITUS

MADE ASMARANI DIRA

NIM 1490761046

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN

MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA

TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.)

DIABETES MELITUS

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Biomedik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MADE ASMARANI DIRA

NIM 1490761046

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 13 JULI 2016

(3)

Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si

NIP. 196404171996011001 NIP. 195705131986011001

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Dr. dr. Gede Ngurah Indraguna Pinatih,M.Sc., Sp.GK Prof. Dr. dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 195805211985031002 NIP. 195902151985102001

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 13 Juli 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: , Tanggal

Ketua : Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro.

Anggota :

1. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si.

2. Prof. Dr. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK.

(4)

4. dr. I Gusti Ayu Artini, M. Sc.

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama

NIM

Program Studi

Judul Tesis

:

:

:

:

Made Asmarani Dira

1490761046

Biomedik

Pemberian Ekstrak Etanol Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Menurunkan Kadar Glukosa Darah dan Meningkatkan Sel Beta Pankreas Pada Tikus Wistar Jantan

(Rattus Norvegicus L.) Diabetes Melitus

Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari

terbukti plagiat dalam tulisan ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai

peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan

yang berlaku.

Denpasar, 2016

(5)

Made Asmarani Dira

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemberian Ekstrak Etanol Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Menurunkan Kadar Glukosa Darah dan Meningkatkan Sel Beta Pankreas Pada Tikus Wistar Jantan

(Rattus Norvegicus L.) Diabetes Melitus”.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro, selaku

pembimbing I dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si, selaku pembimbing II

yang telah membantu memberikan bimbingan, saran, dan dukungan serta semangat

selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

Ucapan yang sama juga ditunjukkan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.

dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditunjukkan kepada

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr.

dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas

(6)

kepada Dr. dr. Gede Ngurah Indraguna Pinatih,M.Sc.,Sp.GK, selaku Ketua Jurusan

Program Studi Biomedik atas bantuan dan fasilitas yang telah diberikan kepada

penulis mengikuti Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih

kepada tim penguji yaitu Prof. Dr. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK, Dr. dr. I Made

Jawi, M. Kes, dan dr. I Gusti Ayu Artini, M. Sc, atas bimbingan, saran dan ide yang

telah diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima

kasih kepada seluruh dosen dan staf di Program Studi Biomedik yang tidak dapat

penulis sebutkan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus

kepada Ayah Prof. Dr. I Made Dira Swantara, M.Si dan Ibu Ni Wayan Sudiathi,

M.Pd dan saudara-saudara yang senantiasa telah memberi dukungan moril dan

materiil serta doa sehingga penyusunan tulisan ini dapat terselesaikan. Seluruh

teman-teman Program Studi Biomedik Ilmu Kedokteran Dasar angkatan 2014 dan

semua pihak semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu

memberikan motivasi selama menempuh kuliah hingga tulisan ini selesai.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada

semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, 2016

Penulis

(7)

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN

MENINGKATKAN SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELITUS

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Jamur tiram putih memiliki kandungan flavonoid yang dapat meredam radikal bebas yang terbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian ekstrak etanol jamur tiram putih dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan sel beta pankreas pada tikus putih jantan diabetes militus.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control group design. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus wistar jantan diinduksi aloksan (120 mg/kg bb) secara intraperitonial lalu dilakukan pemeriksaan glukosa darah tikus. Tikus wistar dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif diberikan aquadest, kelompok perlakuan diberikan ekstrak etanol jamur tiram putih dengan dosis sebesar 1000 mg/kg bb, sedangkan kontrol positif diberikan glibenklamid 5 mg/kg bb. Setiap perlakuan diperiksa kadar glukosa darah dan jumlah sel beta pankreas tikus pada hari ke 15 setelah diinjeksi aloksan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa darah tikus wistar pada kelompok perlakuan jamur tiram putih dosis 1000 mg/kg bb lebih rendah dari pada kadar glukosa darah kelompok negatif dan berbeda nyata secara statistik (p<0.05). Secara histopatologi, jumlah sel beta pankreas perlakuan jamur tiram putih dosis 1000 mg/kg bb lebih banyak dari pada kelompok negatif dan berbeda nyata secara statistik (p<0.05). Kontrol positif dan ekstrak jamur tiram putih 1000 mg/kg bb

hasilnya berbeda tidak signifikan (p˃0,05).

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol jamur tiram putih dosis 1000 mg/kg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan jumlah sel beta pankreas tikus wistar jantan diabetes melitus. Ekstrak etanol jamur tiram putih aktivitasnya sebanding dengan glibenklamid 5 mg/kgbb dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan.

Kata Kunci : Diabetes militus, jamur tiram putih, kadar glukosa darah, sel beta pankreas

ABSTRACT

ETHANOL EXTRACT OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) DECREASED BLOOD GLUCOSE LEVELS AND INCREASED CELLS

BETA PANCREAS IN MALE WISTAR RATS (Rattus norvegicus L.) DIABETES MELLITUS

(8)

flavonoid which is able to reduce free radicals. This study aims to investigate the effect of oyster mushroom ethanol extract in decreasing the blood glucose levels and increasing the pancreatic beta cells in male wistar with diabetes mellitus disease.

This research was an experimental study post test only control group design, with 30 male wistar used as sampels. Diabetes mellitus was induced to all of the sample by alloxan (120 mg/kg bw) intraperitoneally and then the blood glucose was meassured. The samples divided into 3 groups: negative control group was given mushrooms (1000 mg/kg bw) is lower than negative control (p<0.05). The number of pancreatic beta cells in treatment with oyster mushroom (1000 mg/kg bw) is more higher than the negative control (p<0.05). Positive controls and oyster mushroom

extract 1000 mg/kg bw results are not significan different (p˃0,05).

This research can be concluded that ethanol extract of oyster mushroom 1000 mg/kg bw decreased blood glucose levels and increased the number of pancreatic beta cell in male wistar rats with diabetes mellitus disease. White oyster mushroom ethanol extract had same activity with glibenclamide 5 mg/kg bw in decreased blood glucose level of male wistar rats.

(9)

DAFTAR GAMBAR ………...

2.2 Jamur Tiram Putih(Pleurotus ostreatus) ... 9

2.2.1 Deskripsi jamur tiram putih ... 9

2.2.2 Kandungan jamur tiram putih... 10

2.3 Aloksan ... 12

2.4 Pankreas ... 13

2.5 Glukosa ... 16

2.6 Glibenklamid ... 20

2.7 Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus L.) ... 21

2.8 Ekstraksi ... 23

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 26

3.1 Kerangka Berpikir ... 26

3.2 Konsep ... 27

3.3 Hipotesis ... 28

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Rancangan Penelitian ... 29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 30

4.4 Sampel ... 30

4.4.1 Perhitungan besar sampel penelitian ... 30

4.4.2 Kriteria sampel ... 31

4.4.2.1 Kriteria inklusi ... 31

4.4.2.2 Kriteria drop out ... 31

4.5 Variabel Penelitian ... 31

4.5.1 Variabel bebas ... 31

4.5.2 Variabel terikat ...31

4.5.3 Variabel terkontrol ... 32

4.6 Definisi Operasional Variabel ... 32

4.7 Bahan Penelitian ... 33

(10)

4.9 Prosedur Penelitian ... 33

4.9.1 Pembuatan ekstrak etanol jamur tiram putih ... 33

4.9.2 Skrining fitokimia ... 34

4.9.3 Persiapan hewan coba ... 36

4.9.4 Pembuatan larutan dan suspensi... 37

4.9.5 Induksi kerusakan beta pankreas ... 38

4.9.6 Pengukuran glukosa darah tikus... 38

4.9.7 Pembuatan preparat histopatologi pankreas ... 39

4.9.8 Alur Penelitian... 40

4.10 Analisis Data... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1 Hasil Penelitian... 43

5.1.1 Skrining ekstrak jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ………../…… 43 5.1.2 Kadar glukosa darah ... 43

5.1.3 Hispatologi sel beta pankreas ...45

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)... 9

Gambar 2.2 Struktur Aloksan ... 13

Gambar 2.3 Organ Pankreas ... 15

Gambar 2.4 Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus L.) ... 22

Gambar 3.1 Konsep Penelitian ... 27

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian... 29

Gambar 4.2 Alur Penelitian ... 40

Gambar 5.1 Nekrosis Sel Beta Pankreas Tikus Wistar Jantan ... 46

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Surat Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)...

57

Lampiran 2 Foto Jamur Tiram Putih yang Dikeringkan... 58

(12)

Lampiran 4 Foto Tikus Wistar Ditempatkan pada Masing-Masing Kandang .... 58

Lampiran 5 Foto Nekropsi Tikus Wistar ... 59

Lampiran 6 Hasil skrining fitokimia ekstrak jamur tiram putih …... 59

Lampiran 7 Foto Hasil Uji Alkaloid Ekstrak Jamur Tiram Putih ... 60

Lampiran 8 Foto Hasil Uji Triterpenoid Ekstrak Jamur Tiram Putih... 60

Lampiran 9 Foto Hasil Pemeriksaan Antioksidan Ekstrak Jamur Tiram Putih .. 60

Lampiran 10 Uji Statistik Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar ... 61

Lampiran 11 Uji Normalitas Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar ... 61

Lampiran 12 Uji Homogenitas Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar ... 61

Lampiran 13 Uji Kruskal Wallis Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Selisih Semua Kelompok Perlakuan ...

62 Lampiran 14 Uji Mann Whitney Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Selisih

Semua Kelompok Perlakuan ………...

62

Lampiran 15 Uji Deskriptif Sel Beta Pankreas Tikus Wistar ... 63

Lampiran 16 Grafik Rerata Perhitungan Jumlah Sel Beta Pankreas ... 63

Lampiran 17 Uji Normalitas Sel Beta Pankreas Tikus Wistar... 63

Lampiran 18 Uji Homogenitas Sel Beta Pankreas Tikus Wistar... 64

Lampiran 19 Uji One WayAnova Sel Beta Pankreas Tikus Wistar... 64

Lampiran 20 Uji Least Significant Difference Sel Beta Pankreas Tikus Wistar... 64

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami

kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

dilakukan secara medis dengan obat-obatan modern dan dapat juga diatasi dengan

pengobatan alami dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Salah satu

tanaman yang berkhasiat sebagai antidiabetes yaitu jamur tiram putih (Pleurotus

ostreatus).

Secara garis besar diabetes terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu

diabetes mellitus tipe I dan diabetes melitus tipe II. Diabetes tipe I tubuh gagal

memproduksi insulin karena kerusakan pada sel beta pankreas. Diabetes melitus

tipe II terjadi resistensi insulin pada tubuh dan juga defisiensi relatif insulin.

Menurut data yang didapatkan dari WHO pada September (2012) menjelaskan

bahwa jumlah penderita DM di dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80%

kematian akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Indonesia

menempati urutan ke-4 terbesar di dunia (Badawi, 2009). Penderita DM di

Indonesia terhitung sekitar 8,6 juta orang dan jumlahnya akan terus meningkat,

diperkirakan jumlahnya mencapai 21,2 juta orang pada tahun 2030 (Wild et al., 2004).

Menurut American Diabetes Association (ADA), DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gangguan sekresi

(14)

2

Faktor tersebut di antaranya faktor genetik, infeksi oleh kuman, faktor nutrisi, zat

diabetogenik, dan radikal bebas (stres oksidatif).

Uji farmakologi atau bioaktivitas pada hewan percobaan, keadaan diabetes

mellitus dapat diinduksi dengan pemberian zat kimia. Zat kimia sebagai induktor

(diabetagon) digunakan aloksan, streptozotozin, diaksosida, adrenalin, glucagon,

dan EDTA yang diberikan secara parenteral. Diabetagon yang lazim digunakan

adalah aloksan. Aloksan secara selektif merusak sel pulau Langerhans dalam

pankreas yang mensekresi hormon insulin (Suharmiati, 2003). Kerusakan sel beta

pankreas menyebabkan tubuh tidak bisa menghasilkan insulin sehingga

menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (terjadi keadaan hiperglikemia)

(Suarsana, 2010). Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara in vitro

menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari

mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion

kalsium dari mitokondria ini mengakibatkan gangguan homeostatis yang

merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati, 2003).

Diabetes dapat dikontrol dengan manajemen diet yang tepat dan pengobatan

antidiabetes seperti glibenklamid. Glibenklamid merupakan obat anti-diabetika

oral golongan sulfonilurea. Glibenklamid menstimulasi sel-sel beta dari pulau

Langerhans pankreas, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Disamping itu

kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui

pengaruhnya atas protein transport glukosa (Tjay dan Rahardja, 2002).

Obat tradisional merupakan obat warisan nenek moyang yang sampai saat ini

masih digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah, yang dibuat dari

(15)

3

yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan

berdasarkan pengalaman (Santoso, 2001). Obat tradisional seperti jamur sangat

bermanfaat untuk penatalaksanaan sejumlah masalah kesehatan.

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) sangat berpotensi sebagai

antikolesterol, antidiabetes, antioksidan, antikarsinogen (Retnaningsih, 2011).

Jamur tiram mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin yang

lebih tinggi dibandingkan jenis jamur lain. Jamur tiram mengandung 18 macam

asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung

kolesterol. Macam asam amino yang terkandung dalam jamur tiram adalah alanin,

arginin, asam aspartat, sistein, asam glutamat, glutamina, glisin, histidin,

isoleusin, lisin, methionin, fenilalanin, prolin, serin, treonin, triptofan, tirosin, dan

valin (Sunarmi, 2006). Berdasarkan penelitian Lusiana (2013), ekstrak jamur

tiram memiliki kandungan asam askorbat, saponin, alkaloid, dan beta glucan.

Berdasarkan penelitian Jhonny et al.(2013), ekstrak jamur tiram dengan dosis 1000 mg/kg pada tikus wistar jantan dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Rushita et al. (2013), melaporkan bahwa ekstrak jamur tiram selain dapat menurunkan kadar glukosa darah, ekstrak jamur tiram dapat meningkatkan kadar

serum insulin. Insulin merupakan suatu hormon yang dihasilkan oleh sel beta di

dalam pulau Langerhans dan berperan atas kontrol glukosa darah. Jamur tiram

putih mengandung flavonoid (Johnny, 2013). Flavonoid yang terkandung dalam

jamur tiram putih tersebut bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil sehingga

dapat mencegah aksi diabetagonik dari aloksan (Herra and Mulja, 2005). Jamur

tiram putih juga mengandung antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang

(16)

4

menangkap radikal bebas (Murray et al., 2000). Antioksidan berperan dalam pengobatan diabetes melitus. Antioksidan dapat membantu memperbaiki sel β

pankreas yang rusak sehingga dapat meningkatkan sekresi insulin.

Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan pemberian

ekstrak etanol jamur tiram putih yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan

meningkatkan sel beta pankreas tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.) diabetes melitus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan yaitu:

1. Apakah ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat

menurunkan kadar glukosa darah pada tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.)diabetes melitus?

2. Apakah ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat

meningkatkan sel beta pankreas tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.) diabetes melitus?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol

(17)

5

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk membuktikan ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)

dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.) diabetes melitus.

2. Untuk membuktikan ekstrak etanol jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)

dapat meningkatkan sel beta pankreas tikus wistar jantan (Rattus norvegicus L.) diabetes melitus.

1.4Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Akademisi

Dapat dijadikan sebagai dasar teori untuk menambah khasanah ilmu

pengetahuan dalam bidang kesehatan modern berbasis regeneratif untuk

diabetes melitus berbasis bahan alam Indonesia.

2. Manfaat Bagi Praktisi

a. Memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat

dalam pemanfaatan tanaman obat tradisional khususnya jamur tiram

sebagai obat alternatif dalam bentuk esktrak yang efektif, alamiah,

aman dan lebih terjangkau dalam terapi diabetes melitus.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan industri farmasi Indonesia

untuk meningkatkan ragam produksi obat berbasis bahan alam,

(18)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Diabetes Melitus (DM)

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan kadar glukosa darah karena terjadi penurunan kadar hormon

insulin. Penyebab terjadinya diabetes, yang pertama yaitu jumlah sekresi hormon

insulin berkurang, sehingga tidak mampu mengambil glukosa dari sirkulasi darah

dan tidak mampu mengontrol kadar glukosa sehingga kadar glukosa tetap tinggi

dan terbuang melalui urin. Penyebab kedua adalah resistensi insulin, jumlah

insulin cukup tetapi insulin tersebut tidak sensitif lagi sehingga tidak mampu

bekerja secara optimal dan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel yang

mengakibatkan penggunaan glukosa sebagai energi terhambat sehingga

menyebabkan kekurangan energi pada sel, kemudian akan menimbulkan respon

tubuh untuk mencari energi dari sumber lain seperti glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Diabetes mellitus juga dapat terjadi akibat kombinasi dari kedua

penyebab tersebut (McClung et al, 2004).

Gejala umum yang sering dialami oleh penderita adalah cepat merasa lapar

(polifagi), kehausan yang terus menerus (polidipsi), banyak kencing (puliuri),

penurunan berat badan yang cepat, cepat lelah, dan kaburnya penglihatan.

Keadaan kadar glukosa normal pada saat puasa adalah < 100 mg/dL dan 2 jam

setelah beban < 140 mg/dL. Prediabetes pada saat puasa 100 – 125 mg/dL dan 2

jam setelah beban 140 – 199 mg/dL. Sedangkan untuk diabetes, kadar glukosa

(19)

7

puasa adalah ≥ 126 mg/dL dan 2 jam setelah beban ≥ 200 mg/dL (McWright,

2008). Diabetes Melitus pada umumnya dibagi menjadi 3 tipe, yaitu sebagai

berikut:

1. Diabetes tipe I

Diabetes tipe I (sebelumnya disebut insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM) merupakan diabetes yang bergantung pada insulin. Diabetes ini dicirikan

dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans

pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Hal ini dapat diderita

oleh anak-anak maupun remaja karena faktor keturunan (McWright, 2008; Suryo,

2010).

Kebanyakan penderita diabetes tipe ini memiliki kesehatan dan berat badan

yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun

respon tubuh terhadap insulin umumnya normal, terutama pada tahap awal. Saat

ini, diabetes tipe I hanya dapat diobati menggunakan insulin dengan pengawasan

yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor penguji darah.

Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga)

(Suryo, 2010).

2. Diabetes tipe II

Diabetes tipe II (sebelumnya disebut non insulin dependent diabetes mellitus

atau NIDDM) merupakan diabetes yang tidak tergantung kepada insulin. Dari

seluruh pengidap diabetes, lebih dari 90% menderita diabetes tipe II (Nathan,

(20)

8

Ada dua penyebab utama diabetes tipe II, pertama adalah timbulnya resistensi

terhadap insulin yang menyebabkan jaringan tubuh menjadi kurang peka terhadap

efek insulin. Akibatnya, gula yang beredar dalam darah mengalami kesulitan

untuk meninggalkan darah dan memasuki sel-sel tubuh. Untuk menurunkan kadar

gula secara efektif dan memenuhi tugas insulin lainnya, dibutuhkan lebih banyak

insulin. Penyebab kedua dari diabetes tipe II adalah tidak adanya kemampuan

meningkatkan kadar insulin guna memenuhi kebutuhan yang meningkat (Nathan,

2009).

Diabetes tipe II pada awalnya diobati dengan cara peningkatan aktivitas fisik,

diet (pengurangan asupan karbohidrat), dan pengurangan berat badan. Hal ini

dapat mengembalikan kepekaan terhadap hormon insulin. Langkah berikutnya,

jika perlu, perawatan oral dengan obat antidiabetes di bawah pengawasan dokter

(Suryo, 2010).

3. Diabetes gestasional

Diabetes gentasional adalah diabetes terjadi pada saat kehamilan, ada

kemungkinan akan normal kembali namun toleransi glukosa yang terganggu juga

bisa berlanjut setelah kehamilan tersebut jika tidak mendapatkan penanganan

dengan baik. Perlu dilakukan pemeriksaan sebelum 24 minggu kehamilan. Data

statistik menunjukkan bahwa pengontrolan gula darah saat kehamilan bagi

penderita diabetes gestasional akan menghindari ibu dan bayi yang dilahirkan dari

(21)

9

2.2Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Gambar 2.1

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Lindequiest et al., 2005)

Klasifikasi tanaman jamur tiram putih adalah sebagai berikut (Lindequiest et al., 2005) :

Kingdom : Mycetea

Divisi : Amastigomycotae

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Agaricales

Famili : Pleurotaceae

Genus : Pleurotus

Spesies : Pleurotus ostreatus

2.2.1 Deskripsi Jamur Tiram Putih

Jamur tiram putih memiliki bagian tubuh yang terdiri dari akar semu

(22)

10

2001). Jamur tiram memiliki ciri-ciri fisik seperti permukaannya yang licin dan

agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai

lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih (pleurotus sp.). Jamur tiram memiliki diameter tudung yang menyerupai cangkang tiram

berkisar antara 5-15 cm, jamur ini dapat tumbuh pada kayu-kayu lunak dan pada

ketinggian 600 meter dari permukaan laut, spesies ini tidak memerlukan intensitas

cahaya tinggi karena dapat merusak miselia jamur dan tumbuhnya buah jamur.

Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dengan suhu 15o-30oC pada pH 5,5-7

dan kelembaban 80%-90%. Spesies ini tidak memerlukan intensitas cahaya tinggi

karena akan merusak miselia jamur dan tubuh buah jamur (Achmad, 2011).

2.2.2 Kandungan Jamur Tiram Putih

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, jamur tiram

putih mengandung protein rata-rata 3,5%-4% dari berat basah. Hal ini berarti

kandungan protein dalam jamur dua kali lipat lebih tinggi dari asparagus dan

kubis. Jika dihitung dari berat kering, jamur tiram mengandung protein yang

cukup tinggi yaitu sebesar 19% sampai dengan 35%, apabila dibandingkan

dengan produk makanan pokok lainnya, seperti beras yang hanya 7,3% gandum

13,2%, kedelai 39,1%, dan susu sapi 25,2%. Jamur tiram juga mengandung

sembilan asam amino yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin,

isoleusin, histidin danfenil alanin. Tujuh puluh dua persen lemak dalam jamur

tiram adalah asam lemak tidak jenuh, sehingga aman dikonsumsi baik yang

menderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) maupun gangguan metabolisme

(23)

11

polisakarida kitin di dalam jamur tiram. Asam amino esensial jamur tiram sangat

direkomendasikan untuk makanan diet sehari-hari (Sunarmi, 2006).

Tabel 2.1

Kandungan gizi dalam jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Johnny, 2013)

Zat gizi Kandungan (gram)

Hasil penelitian dari Beta Glucan Health Center menyebutkan bahwa jamur

tiram putih mengandung senyawa pleuran (β-1,6 dan β-1,3-glukan). Adanya

polisakarida khususnya Beta-D-glucans pada jamur tiram mempunyai efek positif

mereduksi gula darah, sehingga gula darah yang tidak tereduksi dapat direduksi

kemudian dapat diserap tubuh dan dapat meningkatkan sistem imun (Sumarsih,

2009). Menurut hasil penelitian dari Johnny (2013) bahwa jamur tiram putih

mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid.

Flavonoid adalah kelompok polifenol yang terdistribusi secara luas pada

tumbuh-tumbuhan. Flavonoid seperti pada penelitian sebelumnya diperkirakan

dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat penyerapan glukosa

(24)

12

hingga bekerja secara langsung terhadap sel β pankreas, dengan memicu

pengaktifan kaskade sinyal cAMP (cyclic Adenosine Monophosphate) dalam memperkuat sekresi insulin yang disensitisasi oleh glukosa (Brahmachari, 2011).

Flavonoid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kemampuannya sebagai

zat antioksidan. Antioksidan dapat menekan apoptosis sel beta tanpa mengubah

proliferasi dari sel beta pankreas. Antioksidan dapat mengikat radikal bebas yang

telah dibuktikan dalam penelitian Ruhe et al. (2001), sehingga dapat mengurangi resistensi insulin. Antioksidan dapat menurunkan Reactive Oxygen Spesies

(ROS). Dalam pembentukan ROS, oksigen akan berikatan dengan elektron bebas

yang keluar karena bocornya rantai elektron. Reaksi antara oksigen dan elektron

bebas inilah yang menghasilkan ROS dalam mitokondria. Antioksidan pada

flavonoid dapat menyumbangkan atom hidrogennya. Flavonoid akan teroksidasi

dan berikatan dengan radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi senyawa yang

lebih stabil (Ruhe et al., 2001).

2.3 Aloksan

Pada penelitian ini digunakan aloksan untuk membuat hewan percobaan

menjadi hiperglikemia. Aloksan dengan rumus struktur seperti pada Gambar 2.2

memiliki sifat fisiko kimia sebagai berikut: serbuk berwarna putih, mudah larut

dalam air, dan stabil pada suhu mendekati 00C. Aloksan adalah substrat yang

secara struktural adalah derivat pirimidin sederhana. Aloksan murni diperoleh dari

oksidasi asam urat oleh asam nitrat (Yuriska, 2009). Berikut merupakan beberapa

(25)

13

Rumus molekul : C4H2N2O4

Rumus Struktur :

Gambar 2.2

Struktur aloksan (Yuriska, 2009)

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes

pada hewan percobaan. Yuriska (2009) melaporkan dosis aloksan yang digunakan

untuk menghasilkan diabetes bervariasi dari 60-125 mg/kg bb. Penggunaan dosis

aloksan 125 mg/kg bb menghasilkan tikus diabetes sedang dengan kadar glukosa

antara 200-400 mg/dl, sedangkan dosis 175 mg/kg bb menghasilkan tikus diabetes

parah dengan kadar glukosa diatas 400 mg/dl yang diukur dalam 48 jam setelah

induksi. Injeksi aloksan monohydrate dengan dosis 150 mg/kg bb bisa

menyebabkan tikus diabetes. Kadar glukosa darah tikus normal adalah 78-150

mg/dl (Ganda et al., 1976; Farr et al., 1999 dalam Mahaswari, 2011).

2.4 Pankreas

Pankreas terletak pada rongga abdomen, memiliki permukaan yang

membentuk lobulasi, berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini

(26)

14

menghasilkan enzim-enzim pankreas (amylase, peptidase, dan lipase), dan

jaringan endokrin yang menghasilkan hormon–hormon (insulin, glukagon, dan

somatostatin).

Pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar

di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau

Langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar

pulau Langerhans yang terkecil adalah 50μ, sedangkan yang terbesar 300μ,

terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ. Jumlah semua pulau Langerhans di

pankreas diperkirakan antara 1-2 juta. Pada pewarnaan Hematoxylen-Eosin (HE),

akan terlihat pulau Langerhans lebih pucat dibandingkan dengan sel-sel kelenjar

acinar disekelilingnya sehingga pulau Langerhans mudah dibedakan. Penderita

DM akan mengalami perubahan morfologi pada pulau Langerhans, baik dalam

jumlah maupun ukurannya (Sandberg dan Philip, 2008).

Perubahan sitologi sel β pankreas karena toksisitas aloksan terjadi sangat

cepat dan mempunyai bentuk yang seragam pada berbagai species. Penyusutan

sitoplasma dan inti sel teramati setelah pemberian aloksan selama 5 menit.

Sitoplasma menjadi homogen dan diikuti dengan penyusutan ukuran sel. Sel β

pankreas benar-benar hancur dan hanya tersisa debris sel setelah pemberian

aloksan dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 3-5 hari tidak ada sel β yang teramati

walaupun sel α tetap normal. Sistem endokrin dimana sistem saraf bekerja dengan

perantara impuls elektrik dan neurotransmitor yang berfungsi menghantar impuls

antar saraf. Sistem Endokrin bekerja dengan perantara suatu senyawa kimia yang

(27)

15

tertentu melalui aliran darah menuju ke suatu jaringan atau organ. Sistem

endokrin bekerja lebih lambat dibanding dengan sistem saraf, dimana proses

produksi, sekresi, transport dan eliminasi hormone dalam darah akan

membutuhkan waktu lebih panjang. Hal ini berbeda dengan sistem saraf, yang

perambatan dan pengiriman sinyal terjadi sangat cepat (Sandberg dan Philip,

2008).

Gambar 2.3

Organ pankreas (Sandberg dan Philip, 2008)

Kelenjar pankreas memproduksi hormon insulin dan glukagon, juga

memproduksi enzim-enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan makanan dalam

usus. Kelenjar Pankreas adalah kelenjar yang bersifat eksokrin dan endokrin.

Sebagai kelenjar eksokrin, kelenjar pankreas memproduksi getah pankreas

(pancreatic juice) yang mengandung enzim-enzim dan berguna untuk pencernaan

makanan. Getah pankreas ini disalurkan melalui saluran pancreas, masuk ke

dalam usus dua belas jari dan mengambil bagian dalam proses pencernaan.

(28)

16

hormon peptida secara langsung dalam pembuluh darah : Hormon Insulin,

Glukagon, Somatostatin.

Insulin dan glukagon adalah hormone pankreas yang paling penting.

Hormon-hormon tersebut bekerja berlawanan pada hati dalam mengatur kadar gula darah.

Secara topografinya, pankreas terletak dalam rongga abdomen, berada di belakang

organ lambung dengan ukuran panjang kurang lebih 15 cm. Histologi kelenjar

eksokrin terdiri dari sel-sel asiner pankreas dan memproduksi cairan getah

pankreas sedangkan kelenjar endokrin terdiri dari kelompok sel-sel endokrin yang

tersebar di seluruh pancreas. Kelompok sel ini dikenal sebagai Panceratic Islets

atau Pulau Langerhans. Secara histologis, sel Langerhans terdiri dari tiga jenis

tipe sel : sel alfa memproduksi glukagon, sel beta memproduksi insulin, dan sel

delta memproduksi somatostatin, dimana sel beta merupakan sel dominan dalam

kelompok sel Langerhans (Butler et al., 2001).

2.5 Glukosa

Glukosa merupakan zat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan energi

dalam tubuh. Semua karbohidrat yang dikonsumsi baik itu monosakarida,

disakarida maupun polisakarida akan dikonversi menjadi glukosa dalam hati. Di

dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di

dalam otot dan hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk

glukosa darah. Glukosa selain akan berperan sebagai bahan bakar bagi proses

(29)

17

Glukosa diabsorbsi dalam tubuh, kadar glukosa dalam darah akan meningkat

untuk sementara waktu, dan akhirnya akan kembali ke kadar semula. Pengaturan

fisiologis kadar glukosa darah sebagaian besar tergantung dari ekstraksi glukosa,

sintesis glikogen, dan glikogenolisis dalam hati. Selain itu jaringan perifer otot

dan adipose juga mempergunakan glukosa sebagai sumber energi.

Jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah, meskipun

secara kuantitatif tidak sebesar hati (Price dan Wilson, 1998).

Glikogen dalam hati dan otot dimetabolisme menjadi glukosa kembali

melalui proses glikolisis dan trigliserida dimetabolisme menjadi asam lemak dan

gliserol (lipolisis) untuk diubah menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis.

Hal ini terjadi ketika tingkat glukosa darah menurun, atau ketika jumlah glukosa

yang masuk ke dalam sel tidak mencukupi dan cadangan glikogen terpakai habis

(Ciappesoni, 2002).

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan

oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis hormon.

Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai Hormon-hormon yang menurunkan kadar

glukosa darah dan hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah.

Hormon insulin merupakan hormon yang berfungsi dalam menurunkan kadar

glukosa darah. Penyerapan glukosa dalam sel diperantarai oleh insulin yang

merupakan hormon yang dilepaskan oleh sel-sel β pankreas. Peningkatan kadar

glukosa darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk

(30)

18

lebih lanjut dan menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan

(Muraay et al., 2003).

Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi

masuknya glukosa ke dalam sel terutama otot serta mengkonversi glukosa

menjadi glikogen (Glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga

menghambat pelepasan glukosa dari glikogen hepar (Glikogenolisis) dan

memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan

keton. Selain itu insulin juga menghambat pemecahan protein dan lemak untuk

memproduksi glukosa (Glukoneogenesis) di hepar dan ginjal (Muraay et al., 2003).

Hormon yang diklasifikasikan sebagai hormon yang mampu meningkatkan

glukosa darah adalah glukagon, epinefrin, glikokortikoid, dan growth hormone. Keempat hormon ini membentuk suatu mekanisme counter-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin. Glukagon adalah

hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel α pankreas. Glukagon penting karena

ikut melibatkan diri dalam mobilisasi glukosa dari hati dan asam lemak dari

jaringan adipose. Glukagon disekresikan jika tubuh hewan dalam keadaan

hipoglikemia dan strees. Ephineprin disekresikan oleh medula adrenal dan

jaringan kromatin (Muraay et al., 2003).

Hormon yang juga mempengaruhi kadar glukosa darah dalam tubuh adalah

hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar anak ginjal yaitu glukokortikoid

dan adrenalin. Hormon glukokortikoid yang dihasilkan pada bagian kortek

(31)

19

glikogen menjadi glukosa. Hormon adreanalin yang dihasilkan pada bagian

medula mempengaruhi pemecahan glikogen (glikogenolisis) dalam hati sehingga

kadar glukosa darah meningkat. Sekresi kelenjar anak ginjal tersebut dipengaruhi

oleh hormon adenokortikotropik (ACTH) yang dihasilkan oleh kelenjar hifofise

anterior (Muraay et al., 2003).

Penurunan kadar glukosa darah terjadi pada keadaan hipoglikemia

disebabkan oleh out put glukosa (glukoneogenesis dan glikogenolisis) dari hati normal sedangkan pemasukan glukosa di perifer normal atau kombinasi

keduanya. Peningkatan kadar glukosa darah dapat terjadi pada keadaan

hiperglikemia, lipemia, dan ketonemia (Coles, 1980). Hiperglikemia dapat terjadi

apabila kadar glikogen tinggi, karena fungsi hormon glukagon pancreas

meningkat dan fungsi hormon insulin pankreas menurun (Muraay et al., 2003). Jika kadar glukosa darah rendah (hipoglikemia), organ pertama yang terkena

pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat

glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan pelepasan

epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan,

meningkatnya kesiagaan, dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke

otak bisa menyebabkan sakit kepala, apabila tidak diatasi dengan segera bisa

menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap (Peretta, 2005).

Sedangkan jika terjadi peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia),

glukosa, filtrat glomerulus mengandung glukosa di atas batas ambang untuk

direabsobsi, sehingga kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan melalui urin. Gejala

(32)

20

haus, polidipsia, dan kehilangan berat badan. Tubuh mulai membakar lemak

untuk memenuhi kebutuhan energinya. Sel lemak yang dipecah akan

menghasilkan keton yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa

menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Komplikasi lebih lanjut yaitu

terjadi kerusakan saraf pada retina, kehilangan kemampuan tubuh untuk

menyembuhkan diri dan melawan infeksi, juga menyebabkan kerusakan pada

saraf dan infeksi pada gusi (Peretta, 2005).

2.6 Glibenklamid

Glibenklamid merupakan obat anti-diabetika oral golongan sulfonilurea,

berbentuk tablet dimana tiap tablet mengandung glibenklamide 5 mg. Obat-obat

anti diabetika oral tidak mengandung insulin tetapi merangsang pankreas untuk

menghasilkan lebih banyak insulin, atau membantu sel untuk menggunakan

insulin yang tersedia dengan lebih maksimal. Glibenklamid menstimulasi sel-sel

beta dari pulau langerhans pankreas, sehingga sekresi insulin ditingkatkan.

Disamping itu kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar

melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa. Ada indikasi bahwa obat ini

juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi

insulin oleh hati (Tjay dan Rahardja, 2002).

Glibenklamid dengan dosis 5 mg sehari dapat menurunkan kadar glukosa

darah. Golongan sulfonylurea lain yang mempunyai efek hipoglikemik antara lain

klorpropamid, tolazamida (tolirase), gliklazid, glipizid, glikuidun dan tolbutamid.

Meskipun secara kualitatif golongan sulfonylurea mempunyai efek farmakologi

(33)

21

glibenclamid lebih poten dibandingkan dengan sulfonylurea yang lain, misalnya

efek hipoglikemik glibenklamide 5 mg sama dengan tolbutamide 1000 mg,

klorpropamide 250 mg atau tolazamide 250 mg. Meskipun demikian, kemampuan

efek hipoglikemik maksimum dan efektivitas terapinya sebanding dengan

sulfonylurea yang lain (Hardjasaputra et al.,2002).

Glibenklamid secara relatif mempunyai efek samping yang rendah. Hal ini

umum terjadi dengan golongan sulfonylurea dan biasanya bersifat ringan dan

hilang sendiri setelah obat dihentikan. Hipoglikemia merupakan efek samping

utama glibenklimide yang biasanya bersifat ringan, tetapi kadang-kadang dapat

menjadi berat dan berkepanjangan. Glibenclamid dapat menimbulkan efek

samping saluran cerna seperti mual, rasa tidak enak di perut atau anoreksia

(Hardjasaputra et al.,2002).

2.7 Tikus Putih Galur Wistar (Rattus norvegicus L.)

Hewan coba merupakan hewan yang dikembang biakkan untuk digunakan

sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian

medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik

genetik yang hampir mirip dengan manusia, mudah berkembang biak, murah serta

mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan

aktivitasnya pada malam hari (nocturnal) (Moore, 2000).

Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat. Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia,

(34)

22

tikus paling populer yang digunakan untuk penelitian laboratorium. Hal ini

ditandai oleh kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki panjang ekor yang selalu

kurang dari panjang tubuhnya. Galur tikus Sprague dawley dan Long-Evans dikembangkan dari tikus galur Wistar. Tikus Wistar lebih aktif (agresif) daripada jenis lain seperti tikus Sprague dawley. Tikus putih merupakan strain albino dari

Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau persilangan (Moore, 2000).

Gambar 2.4

Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus L.) (Moore, 2000)

Tikus jantan banyak digunakan dibandingkan dengan tikus betina disebabkan

karena tikus jantan menunjukkan periode pertumbuhan yang lebih lama.

Taksonomi dari tikus putih adalah sebagai berikut (Moore, 2000):

Kingdom : Animalia

Divisi : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

(35)

23

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus L.

2.8 Ekstraksi

Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa komponen

menjadi komponen yang terpisah. Tahapan yang harus diperhatikan dalam

mengekstraksi jaringan tumbuhan adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi,

pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi, proses pengambilan pelarut,

pengawasan mutu dan pengujian yang dikenal pula sebagai tahapan penyelesaian.

Penggunaan pelarut bertitik didih tinggi menyebabkan kerusakan

komponen-komponen senyawa penyusun. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert

terhadap bahan baku, mudah didapat dan harganya murah (Sabel dan Waren, 1973

dalam Wibudi, 2006).

Pemilihan pelarut harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain murah dan

mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah

terbakar dan selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat yang dikehendaki. Polaritas

pelarut sangat berpengaruh terhadap daya larut. Indikator kelarutan pelarut dapat

ditentukan dari nilai konstanta dielektrik dan nilai polaritas pelarut (Wibudi,

2006).

Air dipertimbangkan sebagai pelarut karena murah, mudah didapat, stabil,

tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak beracun, alamiah, dan mampu

mengekstraksi banyak bahan kandungan simplisia. Adapun kerugian air sebagai

(36)

24

ekstrak, ekstrak dapat ditumbuhi kapang atau kuman serta cepat rusak (Voight,

1994 dalam Wibudi 2006).

Etanol dipertimbangkan sebagai pelarut karena lebih selektif dan kuman sulit

tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, dapat

mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Selain itu, etanol dapat

bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk

pemekatan lebih sedikit. Guna meningkatkan ekstraksi, biasanya digunakan

campuran antara etanol dan air dalam berbagai perbandingan tergantung pada

bahan yang akan diekstrak (Voight, 1994 dalam Wibudi 2006).

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan

mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan

kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Metode pembuatan

ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, sokletasi (Ansel,

1989 dalam Wibudi, 2006).

Metode maserasi digunakan dengan cara merendam sampel dengan pelarut

sesuai, baik murni maupun campuran. Setiap waktu tertentu filtratnya diambil dan

residunya ditambahi pelarut baru. Demikian seterusnya sampai semua metabolit

yang diperkirakan ada dalam sampel tersebut terekstrak. Metode perkolasi

biasanya digunakan dengan cara melewatkan pelarut tetes demi tetes pada sampel

yang diekstrak. Pelarut yang digunakan sebaiknya tidak mudah menguap. Pada

metode ini dibutuhkan pelarut yang lebih banyak (Ansel, 1989 dalam Wibudi,

(37)

25

Hasil ekstraksi dari maserasi berupa filtrat (zat terlarut dalam pelarut). Setelah

pelarutnya diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum (rotary cacum evaporator) akan menghasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan atau cairan (Ansel, 1989 dalam Wibudi, 2006).

Gambar

Tabel 2.1  Kandungan Gizi dalam Jamur Tiram Putih (Pleurotus
Gambar 2.1   Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).........................................
Gambar 2.1
Tabel 2.1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Daya simpan jamur tiram putih (JTP) sendiri mudah sekali rusak setelah dipanen. Hal ini disebabkan jamur tiram putih memiliki kadar air cukup tinggi, maka perlu

Penambahan gula baik sukrosa maupun glukosa memberi energi untuk metabolisme jamur dan diduga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan miselium jamur tiram putih,

Judul Laporan Akhir : Analisis Budidaya Untuk Peningkatan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).. Nama Mahasiswa NomorPokok

Sedangkan substitusi jamur tiram putih pada perlakuan P 5 (jamur tiram putih 90% dan tepung tapioka 10%) yang tertinggi menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap perubahan kolesterol dalam darah tikus putih jantan (Rattus

Penelitian mengenai aktivitas serbuk jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus (Jacq.) P.Kumm) terhadap kadar glukosa darah tinggi pada model hewan hiperkolesterol-diabetes

Alasan membuat dan mengkon-sumsi bubuk dalam kapsul jamur tiram diantaranya adalah : ukuran dosis bisa tepat tidak perlu ditimbang, mudah diserap sebab jamur

Penerimaan usahatani jamur tiram putih adalah nilai produk total dari usahatani jamur tiram yang diterima oleh petani, penerimaan dihitung dengan mengalikan jumlah produksi jamur tiram